BAB I PENDAHULUAN
1.7 Sistematika Penulisan
1.7 Sistematika Penulisan
Penelitian ini direncanakan terdiri dari 5 (enam) bab. Bab I terdiri dari Latar Belakang Masalah mengenai tari Saputangan yang dilakukan pada malam baine sebelum acara pernikahan masyarakat Pesisir Sibolga, Rumusan Masalah, Tujuan dan manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Konsep, Teori, Metode Penelitian, Lokasi Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab ini memfokuskan mengenai tari Saputangan dan mengetahui struktur, fungsi dan makna dalam sebuah penyajian tari Saputangan pada upacara perkawinan masyarakat Pesisir Sibolga. Dan untuk menyelesaikan penulisan ini peneliti menggunakan teori strukturalisme, teori fungsional dan teori semiotika.
Pada bab II nantinya peneliti akan memfokuskan tentang etnografi masyarakat Pesisir Sibolga dimana nantinya peneliti akan membuat tulisan mengenai keadaan alam, sistem pencaharian, gaya bahasa, sistem kepercayaan, dan kesenian.
Pada bab III peneliti akan memfokuskan mengenai susunan upacara malam baine, struktur tari Saputangan, susunan penyajian Tari Saputangan, tema, gerak, iringan musik, tata busana atau kostum, tempat dan waktu pelaksanaan pertunjukan, tata rias, pelaku dalam tarian tersebut, peneliti akan mendeskripsikan tiap-tiap pola gerakan, yang dilakukan pada saat menarikan tari Saputangan.
Pada bab IV peneliti akan mendeskripsikan mengenai fungsi dan makna dari tari Saputangan dimana nantinya peneliti akan mencari data-data mengenai fungsi
sebenarnya dari tarian tersebut dan bagaimana kedudukan fungsinya pada adat-istiadat masyarakat Pesisir Sibolga. Peneliti juga akan mendeskripsikan mengenai makna pada tiap-tiap gerakan yang dilakukan penari, baik itu membahas gerakan tari, busana yang dipakai maupun tata rias yang digunakan pada saat tari Saputangan disajikan.
Pada bab V merupakan sebuah kesimpulan dan saran yang akan peneliti lakukan untuk perkembangan kesenian Sikambang khusus nya tari Saputangan dan sebagai bab penutup dalam penyelesain tesis yang berjudul “Analisis Struktur, Fungsi, Dan Makna Tari Saputangan Pada Malam Baine Dalam Rangkaian Pernikahan Suku Pesisir Kota Sibolga”.
BAB II
ETNOGRAFI MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA
2.1 Gambaran Umum Kota Sibolga
Kota Sibolga adalah salah satu kota yang berada dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara yang berstatus sebagai Kotamadya. Sibolga sejak lama dijuluki sebagai Sibolga Kota Ikan karena mayoritas penduduk Kota Sibolga bekerja sebagai Nelayan dan salah satu kota penghasil ikan.
Photo 2.1 Pintu Masuk Kota Sibolga (Dok. Dwi Irna Hasana, 2019)
2.1.1 Letak Geografis
Kota Sibolga merupakan daerah yang terletak di wilayah pesisir pantai barat Sumatera Utara. Kota Sibolga berjarak lebih kurang 340 km dari Kota
Tapian Nauli menghadap ke arah Samudera Hindia. Seluruh wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah di sebelah Timur, Selatan, dan Utara. Sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Gambar 2.2 Letak Geografis Kota Sibolga (Sumber.www.kotasibolga.go.id)
Di Sumatera Utara, Kota Sibolga menjadi daerah yang memiliki luar wilayah paling kecil dibanding daerah-daerah lain di Sumatera Utara, dengan luas sebesar 10,77 km². Secara geografis kota sibolga teletak antara 1º 44’ Lintang Utara dan 98º 47’ Bujur Timur dengan batas-batas wilayah adalah sebelah Timur, Selatan dan Utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, dan sebelah Barat dengan Teluk Tapian Nauli.
Berdasarkan topografi daerah, Kota Sibolga berada di daratan pantai, lereng, dan pegunungan. Terletak pada ketinggian berkisar antara 0 - 150 meter dari atas permukaan laut, dengan kemiringan lahan kawasan kota ini bervariasi antara 0-20% sampai lebih dari 40%. Cuaca yang dimiliki bersuhu panas dengan suhu maksimum mencapai 32ºC dan minimum 21.6ºC, dan curah hujan cenderung tidak teratur di sepanjang tahunnya.
Kota Sibolga dikelilingi pulau-pulau seperti; 1) Pulau Poncan Gadang, Pulau Poncan Ketek, Pulau Sarudik, Pulau Sendok dan Pulau Panjang, dan sungai-sungai yakni: Aek Doras, Sihopo-hopo, Aek Muara Baiyon dan Aek Horsik.Dengan kondisi wilayah yang sebagian besar perairan, masyarakat Kota Sibolga banyak yang menjadi nelayan sebagian besar mata pencaharian masyarakat tersebut.
Jumlah penduduk kota Sibolga menurut catatan badan pusat statistik kota Sibolga yang dikeluarkan oleh kantor BPS Sibolga untuk laporan tahun 2013 dengan data laporan tahun 2014, terlihat bahwa jumlah penduduk Sibolga adalah 85.981 jiwa dengan luas wilayah daerah 10,77 Km² dan jumlah RT 18.694. Menurut badan pusat statistik (BPS), wilayah administratif Kota sibolga terdiri dari 4 kecamatan dan 17 kelurahan, banyak lingkungan kecamatan dan kelurahan di kota sibolga, diantaranya adalah :
Tabel 2.1. wilayah kecamatan dan kelurahan di kota Sibolga
No Kecamatan Kelurahan Banyak
lingkungan
1 Sibolga Utara Sibolga Ilir 4
Angin Nauli 5
Huta Tonga-tonga 4
Huta Barangan 3
Simare-mare 4
2 Sibolga Kota Kota Baringin 4
Pasar Baru 4
Pasar Baringin 4
Pancuran Garobak 4
3 Sibolga Selatan Aek Habil 4
Aek Manis 4
Aek Patrombunan 4
Aek Muara Pinang 4
4 Sibolga Sambas Pancuran Dewa 4
Pancuran Pinang 4
Pancuran Kerambih 4
Sumber data: Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (BUDPARPORA) Kota Sibolga
Adapun luas wilayah, jumlah penduduk, dan jumlah RT menurut kecamatan berdasarkan Badan Pusat Statistik Kota Sibolga tahun 2013 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2. Rician Penduduk Menurut Kecamatan Kecamatan Sumber data: Badan Pusat Statistik Kota Sibolga Tahun 2010
Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat bahwa kepadatan penduduk yang lebih banyak terjadi pada kecamatan Sambas, yang mana luas wilayah yang paling kecil disbandingkan dengan luas wilayah tiga kecamatan lainnya dan memiliki jumlah penduduk 20.465 jiwa. Hal ini berkenaan bahwa kecamatan Sambas berada pada wilayah bibir pantai dan paling banyak potensi terhadap sumber daya hasil lautnya dimana masyarakat setempat mengandalkannya sebagai mata pencaharian. Selain itu dapat kita lihat pula dengan total jumlah penduduk 85.981 jiwa ini lah keberagaman suku membaur, hidup berdampingan, berkomunikasi dan saling berinteraksi dalam ruang lingkup yang sama yaitu yang ada di daerah Kota Sibolga.
2.1.2 Masyarakat Pesisir Kota Sibolga
Masyarakat pesisir kota Sibolga merupakan masyarakat yang heterogen, terdiri dari berbagai suku yang beraneka ragam baik yang berasal dari Sumatera Utara maupun diluar Sumatera Utara bahkan di luar dari negara Indonesia. Oleh karena itu pemerintah kota Sibolga memiliki motto atau semboyan Negeri Berbilang Kaum. Hal ini dapat dibuktikan dengan keanekaragaman suku yang ada didalam daerah ini, adapun rincian suku yang terdapat di kota Sibolga adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3 Rincian Masyarakat Menurut Suku
No Suku Jumlah
1. Melayu 2,364
2. Minangkabau 9,403
3. Mandailing 5,908
4. Karo 453
5. Pakpak 121
6. Simalungun 347
7. Tapanuli/Toba 44,494
8. Dairi 149
9. Nias 9,115
10. Jawa 5,514
11. Cina 3,338
12. Aceh 2,142
13. Lainnya 1,016
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Sibolga Tahun 2010
Dilihat dari komposisi suku yang ada di Sibolga, terlihat suku Batak Tapanuli menjadi suku mayoritas, disamping suku Minangkabau dan Melayu.
Komposisi suku ini juga memperlihatkan budaya yang ada di Sibolga terwakili dari ke tiga suku ini yang dapat di lihat dari penggunaan bahasa, penggunaan adat, yang mencampurkan dari ke tiga suku tersebut. Selain itu suku Melayu Pesisir
Sibolga merupakan suku Melayu yang terwujud dari keragaman budaya suku yang ada, dengan memunculkan suku Melayu Pesisir Sibolga.
Diagram 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Suku
Masyarakat di daerah Pesisir Sibolga mayoritas beragama Islam dan bersukukan Pesisir serta masyarakat tersebut memiliki ciri Melayu Pesisir, sebagaimana yang kita ketahui bahwa Melayu identik denganIslam. Bukan hanya etnis Melayu, etnis Minangkabau juga identik dengan Islam sehingga budaya yang terserap pada daerah pesisir ini sangat erat kaitannya antara melayu, Minang dan Islam.
Dilihat dari tabel di atas, jumlah penduduk yang bersukukan Batak lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk yang bersukukan Melayu maupun
Minang sebagai tiga suku yang dominan pada wilayah Sibolga. Hal ini berkenaan dengan wilayah dalam yang berada di pegunungan dan daerah sekitar Sibolga yang menunjang proses perdagangan pada pelabuhan Sibolga yang ikut bertransaksi dalam hubungan dagang menetap dan tinggal di wilayah ini, termasuklah Mandailing, Karo, Toba, dan Pakpak Dairi.
Adapun rincian agama yang dianut oleh masyarakat pesisir Sibolga adalah sebagai berikut :
Tabel 2.4. Rincian Masyarakat Berdasarkan Agama
No. Agama Jumlah
1. Islam 47.358
2. Kristen Protestan 29.729
3. Kristen Katolik 3.741
4. Hindu 2
5. Budha 2.512
6. Khong Hu Chu 14
7. Lainnya 9
Sumber: Badan PusatStatistik Tahun 2010 (www.bps.go.id)
Berdasarkan tabel di atas, agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Pesisir Sibolga adalah Islam. Sehingga segala bentuk budaya maupun adat istiadat yang ada di dalamnya masih berkaitan dengan agama islam termasuk kesenian yaitu kesenian Sikambang.
2.1.3 Bahasa Masyarakat Pesisir Kota Sibolga
Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan keinginan dan maksud seseorang kepada orang lain dengan berbagai cara, yang diartikan juga dengan
bertutur sapa. Bahasa pesisir merupakan bahasa yang dipakai masyarakat pesisir Sibolga dalam berinteraksi antara sesamanya. Bahasa pesisir merupakan bahasa dari daerah lain diluar daerah pesisir Sibolga, seperti bahasa Minang dan Batak.
Walaupun bahasa pesisir Sibolga mempunyai persamaan kalimat dengan daerah lain, namun fungsi dan penempatannya sangat berbeda menurut artinya misalnya seperti yang ada di bawah ini :
Tabel 2.5 Bahasa Pesisir Sibolga
No. Sebutan Artinya Keterangan
1. Kau Perempuan Bahasa untuk memanggil
perempuan
2. Ang Laki-laki Bahasa untuk memanggil laki-laki
3. Ambo Aku Bahasa untuk memanggil diri
Abang Bahasa untuk memanggil abang (saudara laki-laki) 10. Tauti Eda/adik/kakak
ipar
12. Etek Adik Ibu Bahasa untuk memanggil adik
Bahasa untuk memanggil adik/abang Ibu laki-laki bahasa untuk suami dari mami
Bahasa untuk memanggil kakak/adik perempuan dari Ayah 17. Pak Oncu Suami dari Oncu
iparan ayah
Bahasa untuk memanggil suami dari oncu
18. Pak Etek Bapak yang paling kecil
Bahasa untuk memanggil adik laki-laki yang paling kecil dari ayah/Ibu 19. Mak Etek Ibu yang paling
kecil
Bahasa untuk memanggil adik perempuan Ayah/Ibu yang paling kecil
20. Mak Tanga Ibu yang ditengah Bahasa untuk memanggil kakak nomor 2 dari Ayah/Ibu
21. Pak Tanga Bapak yang
ditengah
Bahasa untuk memanggil abang nomor 2 dari Ayah/Ibu
Panggilan untuk ibu dari ibu Panggilan untuk ibu dari bapak 25. Angku Kakek Panggilan untuk bapak dari bapak
atau bapak dari ibu
26. Munyang Kakek buyut Panggilan untuk kakek dari bapak atau ibu
Sumber data: Buku Seni Budaya Pesisir 1 Siti Zubaidah
Beberapa kalimat dalam bahasa Pesisir Sibolga :
Tabel 2.6 Penggunaan Bahasa Suku Melayu Pesisir Sibolga
No Kalimat Terjemahan
1. Ala dikecekkan Iyak kadimunak magrib, nanti kalian keteguran, tapi kalian tidak dengarkan, sekarang rasakanlah
2. Diamisuk nan lalu la pai ambo karuma kauti nandak manyalasekan utang piutang kito tu,tapi katonyo pulang inyo dari lawikla kito salasekan
Dua hari yang lalu sudah pergi saya kerumah abang mau menyelesaikan hutang piutang kita itu, tapi katanya sepulangnya iya dari lautla kita selesaikan 3. Barisuk jangan lupo munak dah
sabalum kasikola pai dulu antekkan kue kociko ka munyang
Besok jangan lupa kalian ya sebelum pergi kesekolah antarkan dulu kue koci ini kepada kakek buyut
Berdasarkan dari contoh kalimat di atas, terlihat pemakaian bahasa yang mencampurkan bahasa Minangkabau, Tapanuli dan Melayu, terutama dalam kata-kata:
1). Pada Kalimat no 1. Menggunakan bahasa Minangkabau yang bercampur dengan bahasa Melayu
2). Pada kalimat no 3 menggunakan bahasa Minangkabau bercampur dengan bahasa Batak Tapanuli (kasikola)
Dari contoh di atas, terlihat bahasa-bahasa yang semula di pakai oleh masing-masing suku, kemudian membentuk bahasa baru yang menjadi bahasa Sibolga.
Selain pemakaian bahasa, adat yang digunakan oleh masyarakat Sibolga juga merupakan pencamuran dari adat-adat yang di pakai oleh masing-masing suku, dengan tetap memegang ajaran dalam agama Islam. Hal ini tanpak dalam penggunaan adat Sumando yang merupakan adat dari budaya Minangkabau, dan adat malam berinai yang juga dipakai oleh suku Minagkabau dan melayu. Dengan demikian, Suku melayu Pesisir Sibolga menjadi suku yang berbeda dengan suku Melayu lainnya di Sumatera Utara
2.1.4 Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan dalam kebudayaan Melayu Pesisir Sibolga, dapat kita lihat berdasarkan sistem adat. Dalam sistem adat Melayu, sistem kekerabatan tentang hal yang harus dimiliki oleh anggota keluarga adalah sama, baik dari pihak bapak maupun pihak ibu. Masing-masing mendapat perlakukan yang sama termasuk hak adat bagi anak perempuan dan anak laki-laki. Dengan demikian termasuk ke dalam sistem patrilineal1. Namun dalam pembagian harta pusaka, maka pembagiannya dilakukan berdasarkan pada hukum Islam (syarak), yang terlebih dahulu mengatur pembahagian yang adil terhadap hak syarikat, yaitu harta yang
1 1Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak bapak. Kata ini seringkali disamakan dengan patriarkhat atau patriarkhi, walaupun pada dasarnya artinya berbeda. Patrilineal berasal dari dua kata, yaitu patri (bahasa Latin) yang berarti "bapak,"
dan linea (bahasa Latin) yang berarti "garis." Jadi patrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak bapak. Sementara itu, patriarkhai berasal dari dua kata yang lain, yaitu pater yang berarti bapak dan archein (bahasa Yunani) yang berarti memerintah. Jadi, patriarkhi berarti kekuasaan berada di tangan bapak atau pihak laki-laki. (sumber:
id.wikipedia.org/Wiki/Matrilineal). Selain itu ada pula adatyang mendasarkan penarikan garis keturunan baik dari pihak ibu maupun ayah. Adat yang seperti ini disebut dengan bilateral.2Baca skripsi Hery Gunawan “Analisis Musik Galombang Pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau di Kota Medan.” Medan: Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya
diperolehi bersama dalam sebuah pernikahan suami-isteri, Hak ini tidak mengenal harta bawaan dari masing-masing pasangan. Harta yang ada didasarkan pada pengertian pendapatan yang dicari bersama, yang artinya mencakupi: (1) suami berusaha dan mencari rezeki di luar rumah; (2) isteri berusaha mengurus rumah tangga, membela dan mendidik anak-anak. Hak masing-masing adalah 50 %, separuh dari harta pencarian, hingga kini hukum ini tetap dilakukan.
Dengan perlakuan di atas, terlihat bahwa, adat dan agama tidak bertentangan.
Hukum-hukum yang dilakukan dalam masyarakat sesuai dengan ajaran Islam, sehingga filosopy Melayu yang menyatakan “adat bersendi Syarak, syarak bersendi pada kitab Alquran” adalah tepat. Adat dan Agama menjadi pegangan yang keduanya diperlukan dalam menjalani kehidupan dan menjadi pagar dalam semua permasalahan.
Masyarakat Melayu Sibolga juga mengenal sistem-sistem kekerabatan yang berdasarkan pada hirarki vertikal, namun di karenakan daerah mereka yang berbatasan dengan Sumatera Barat, sehingga mereka banyak mencampurkan adat istiadat Minangkabau dalam kehidupan mereka, termasuk dalam hal menyapa.
Penyapaan dimulai dari sebutan yang tertua sampai yang muda. Penyapaan digunakan dalam peristilahan kekerabatan seperti: (1) mintuo, kedua orang tua isteri; (2) besan sebutan antara orang tua isteri terhadap orang tua sendiri atau sebaliknya; (3) minantu, panggilan kepada suami atau isterinya anak; (4) ipa, suami saudara perempuan atau isteri saudara laki-laki, demikian juga panggilan pada saudara-saudara mereka; (5) umak, yaitu panggilan untuk ibu berasal daripada kata mak, yang berarti ibu atau bunda, yang melahirkan kita; (9) aya,
kata asalnya ayah, yang berarti ayah; (10) abang, yang berasal daripada kata bak atau bah yang artinya saudara tua laki-laki; (11) kakak, berasal daripada kata kak, yang berarsaudara tua perempuan; (13) adik, yang berasal daripada kata dik, artinya saudara lelaki atau perempuan yang lebih muda.
Peristilahan ini merupakan sistem adat yang dipegang teguh suku Melayu dalam bertutur yang menunjukkan sopan santun dalam berkomunikasi dengan sesama baik dari anak-anak hingga orang tua. Saat ini istilah-istilah ini sudah jarang terdengar, dan sudah tergantikan dengan istilah baru, dikarenakan adanya perkembangan dari perkawinan antar suku yang memunculkan istilah baru.
2.1.5 Mata Pencaharian Masyarakat Pesisir Kota Sibolga
Masyarakat Pesisir Sibolga memiliki mata pencaharian yang bervariasi mulai dari petani (bersawah padi dan palawija, berkebun karet dan kelapa), sebagai pedagang atau yang sering disebut dengan “Onan”, tukang becak, Kepegawaian (negeri dan swasta), ABRI, Bidang jasa sebagai buruh, dan yang paling dominan adalah sebagai nelayan, ada beberapa jenis nelayan seperti yang ada dibawah ini :
Tabel 2.7 Jenis-jenis nelayan No. Jenis Nelayan Cara menangkap ikan
1. Nelayan Pamukek Nelayan ini menggunakan pukat atau jarring untuk menangkap ikan dilaut, yang digerakkan oleh mesin maupun tenaga manusia untuk menarik jarring dan mengangkat ikan tangkapan 2. Nelayan Panjaring Nelayan ini pekerjaannya menangkap ikan di
laut dengan mempergunakan jarring yang
digerakkan oleh mesin dan tenaga manusia bersama-sama baik ditengah laut maupun di tepi pantai.
3. Pukek Tapi Nelayan ini pekerjaannya menangkap ikan dengan pukat di tepi pantai dengan mempergunakan tenaga manusia yang ditarik dari kejauhan 1 km dari pantai bersama-sama dan biasanya para Nelayan Pamuge akan membeli ikan yang telah siap dipasarkan kepada masyarakat ditempat penangkapan ikan.
4. Nelayan Pamuge Nelayan ini pekerjaannya membeli ikan dari nelayan di tengah laut, dari para nelayan penjaring atau nelayan yang menangkap ikan di tengah laut.
5. Nelayan Paralong-along (Parlanja)
Nelayan ini pekerjaannya membeli ikan pada Nelayan Pamuge di tepi pantai dan para nelayan paralong-along/perlanja menjajakan ikan kepada masyarakat dalam kampong.
6. Nelayan Panjamu Nelayan ini pekerjaannya hanya menjemur ikan yang telah dibelinya dari nelayan penjaring dan kemudian setelah ikan kering maka akan dijual kepada nelayan pagudang (orang yang membeli ikan yang sudah kering untuk dipasarkan kedaerah lain).
7. Nelayan Pangudang
Nelayang ini pekerjaannya sebagai pembeli ikan yang sudah dijemur oleh nelayan panjamu untuk dikumpulkan di tempat pergudangannya dan dijual kepada para pedagang ikan dari luar kota Sibolga.
Sumber data: wawancara bersama para nelayan di gudang tempat para nelayan mengumpulkan ikan
Potensi utama perekonomian bersumber dari perikanan, pariwisata, jasa, perdagangan dan industri maritim. Hasil utama perikanan, antara lain: ikan gurafu, ikan tuandeman, ikan kakap, ikan gambolo, ikan aso-aso, ikan teter, ikan pari, ikan iyu, ikan kape-kape, ikan sisik (tuna), ikan sijagik (lauk talang), ikan bawal (lauk bawal), ikan maning, udang, ikan sariding, ikan sinangi, ikan sigadangmato, ikan tongkol, ikan timpik, ikan tanggiri sokkam, ikan tanggiri batang, ikan macco aji, ikanbalato ace,ikan patca pariuk, ikan situhuk, ikan simandogok, ikan kerong, ikan gaguk, ikan buntal dan ikan teri.
Photo 2.3: Bagan Sibolga dan tempat menjemur ikan (Sumber : www.sibolgakota.go.id)
Mata pencaharian sebagai nelayan yang menjadi penghasilan utama masyarakat Sibolga, juga memberikan pemaknaan sendiri dalam kesenian Sibolga. Kesenian Sikambang sebagai kesenian tradisi mereka, merupakan perwujudan dari kegiatan-kegiatan para nelayan dalam memenuhi kehidupannya.
Kehidupan nelayan memberikan insfirasi bagi para seniman untuk menciptakan
Di dalam tari saputangan sebagai topik analisis tesis ini, sebagian memunculkan kehidupan nelayan yang terlihat dari makna pada pola lantai yang berjalan kearah samping kanan dan kiri secara bergantian dan berulang, menunjukkan adanya lika-liku dalam mencari ikan. Melalui pola kehidupan masyarakatnya, maka terciptalah karya baru.
2.1.6 Pariwisata Kota Sibolga
Kota Sibolga mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang memiliki sejarah budaya yang panjang dan serta memiliki keindahan alam pantai laut, memiliki sederetan pulau serta pemandangan laut, sehingga daerah ini menjadi titik sentra wisatawan. Pulau-pulau yang berpotensi mengembangkan wisata bahari adalah: Pulau Mursala, Pulau Poncan Gadang, Pulau Poncan Ketek, Pulau Kalimantung, Pulau sendok dan pulau situngkus.
Kota Sibolga juga sebagai tempat transit masyarakat/pendatang/wisatawan yang ingin mengunjungi pulau Nias. Sehingga kota Sibolga juga menjadi tempat utama tersentuhnya pariwisata. Banyak tempat-tempat indah yang dapat dikunjungi selain, hasil laut yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat Sibolga, untuk dapat dinikmati. Selain obyek wisata, kuliner, kota Sibolga juga menyimpan budaya yang disertakan dalam berbagai kegiatan oleh masyarakatnya.
Salah satu budaya (kesenian) yang ada adalah Tari Saputangan yang menjadi topik dalam kajian ini, didukung dengan bercampurnya budaya Minangkabau dengan budaya Melayu pesisir, sehingga memunculkan bentuk-bentuk budaya baru.
Akulturasi yang terjadi diantara suku-suku ini, memberikan warna baru dalam kebudayaan yang mereka miliki, untuk dapat dijadikan sebagai komoditi pariwisata., seperti penggunaan bahasa sehari-hari yang banyak mengadopsi dari bahasa Minangkabau. Selain itu, kesenian yang dimiliki suku Sibolga juga terpengaruh oleh budaya Minangkabau, salah satunya adalah kesenian dampeng yang berisi berbagai bentuk seni di dalamnya, dengan pengaruh Minang yang begitu kuat, tetapi tetap tidak meninggalkan budaya Melayu Pesisir.
2.2 Adat Pesisir Kota Sibolga
Menurut Jalaluddin Tunsam 1660 “Adat” adalah kebiasaan: Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dikerjakan di sebuah daerah. Apabila adat itu tidak dikerjakan maka akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tidak tertulis oleh masyarakat setempat kepada pelaku yang dianggap menyimpang.
Masyarakat Melayu Pesisir Sibolga sendiri adalah masyarakat yang dinamis, yang menjunjung tinggi nilai-nilai universal, kebenaran, keadilan, dan menghormati perbedaan. Dengan menggunakan konsep adat yang terdiri dari: 1) adat yang sebenar adat, 2) adat yang teradat, 3) adat yang diadatkan, dan 4) adat istiadat. Masing-masing konsep adat ini diuraikan dalam adat pertama adalah hukum alam merupakan kewajaran yang ditakdirkan oleh Allah SWT, adat yang ke-dua merupakan sistem kepemimpinan, adat yang ke-tiga berkaitan dengan
Masyarakat Melayu Pesisir Sibolga sendiri adalah masyarakat yang dinamis, yang menjunjung tinggi nilai-nilai universal, kebenaran, keadilan, dan menghormati perbedaan. Dengan menggunakan konsep adat yang terdiri dari: 1) adat yang sebenar adat, 2) adat yang teradat, 3) adat yang diadatkan, dan 4) adat istiadat. Masing-masing konsep adat ini diuraikan dalam adat pertama adalah hukum alam merupakan kewajaran yang ditakdirkan oleh Allah SWT, adat yang ke-dua merupakan sistem kepemimpinan, adat yang ke-tiga berkaitan dengan