ANALISIS FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA RELAPSE PADA PENYALAHGUNA NARKOBA
DI YAYASAN NAZAR MEDAN
SKRIPSI
Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial Universitas Sumatera Utara
Disusun oleh:
Boymen Dalanta PT Sinamo 130902083
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2016
ABSTRAK
NAMA : BOYMEN DALANTA PT SINAMO
NIM : 130902083
JURUSAN : ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JUDUL :
ANALISIS FAKTOR –FAKTOR TERJADINYA RELAPSE PADA PENYALAHGUNA NARKOBA DIYAYASAN NAZAR MEDAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini terdiri dari 3 orang residen yang pernah mengalami relapse. Lokasi penelitian ini dilakukan pada yayasan nazar medan
Informan dalam penelitian ini sebanyak 3 orang dengan kriteria telah pernah mengikuti pemulihan di rehabilitasi dengan program TC karena dalam program ini mengajarkan kepada setiap residen mengenai relapse prevention.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi. Tambahan data atau informasi dalam penelitian ini berasal dari 2 SDM yayasan nzar serta 1 orang yang berasal dari orang tua residen yang termasuk dalam informan penelitian yaitu ibu LP sendiri. Analisi data dalam penelitian ini dilakukan dengan merujuk data yang diperoleh dari lapangan dan kerangka teori.
Dari analisis data, bahwa disimpulkan 1) Faktor –faktor penyebab terjadinya Relapse yang dialami oleh seseorang korban penyalahguna bersifat personal. Faktor pencetus terjadinya repse sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi oleh setiap individu korban penyalahguna narkoba. 2) Faktor eskternal dari penyebab terjadinya relapse ternyata lebih kuat Pengaruhnya dari faktor internal pada penyebab relapse. Hal ini dapat dilihat dari ke-3(tiga) kasus yang ada, ternyata baik LP,KN maupun DL pencetus dari penyebab relapse semuanya berasal dari faktor eksternal. 3) Dukungan baik dari internal, khususnya SDM yayasan Nazar medan maupun eskternal mempunya pengaruh yang tinggi terhadap resiko terjadinya relapse. Keterkaitan dalam treatment baik internal maupun eskternal mempunyai fungsi dan berarti bagi pemulihan.
Kata kunci:
Relapse , Rehabilitasi, Eksternal, Internal
ABSTRACT
NAME : BOYMEN DALANTA PT SINAMO
NIM : 130902083
DEPARTMENT : SOCIAL WORKER
TITLE : THE FACTORS ANALYSIS CAUSES OF RELAPSE NAZAR DRUG ABUSERS FOUNDATION IN MEDAN
This research is a descriptive study using a qualitative approach. Informants in thisstudy consisted of three people resident who never relapsed. The location of this research is done on the foundations votive field
Informants in this study as many as three people with criteria has never followed the recovery in rehabilitation with the TC program because the program is taught to every resident on relapse prevention. Collecting data in this study conducted in-depth interviews and observation. Additional data or information in this study is derived from 2 HR foundation nzar and one person who comes from parents resident included in the study informants namely LP own mother.
Data analysis in this study were done according to the data obtained from the fieldand theoretical framework.From the data analysis, that concluded 1) the Factors Relapse causes experienced by someone the victim trespasser is personal.
A trigger factor relapse accordance with the problems being faced by each individual victim of drug abusers. 2) external factors from the causes of relapse is stronger influence of internal factors in the cause of relapse. It can be seen from all three (3) cases, it turns out good LP, KN and DL originator of the causes of relapse are all derived from external factors. 3) Support both internally, especially human resources Nazar foundation nor the external field has an effect of their high risk of relapse. The linkage in both internal and external treatment has a function and a means for recovery.
Keywords:
Relapse, Rehabilitation, External, Internal
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... i
KATA PENGANTAR... ... ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1
1.2 Perumusan Masalah ...7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian ...8
1.3.2 Manfaat penelitian ...8
1.4 Sistematika Penulisan ...9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Narkoba 2.1.1 Pengertian Narkoba ...11
2.2 Jenis – Jenis Narkoba ...13
2.3 Penyalahgunaan Narkoba 2.3.1 Pengertian Penyalahgunaan Narkoba ...18
2.3.2 Adiksi sebagai masalah perilaku dan budaya ...20
2.3.3 Pola Pemakaian Narkoba ...22
2.3.4 Pengaruh Narkoba Pada Tubuh Manusia ...24
2.4 Rehabilitasi 2.4.1 Pengertian Rehabilitasi ...25
2.4.2 Pengertian Rehablitasi Sosial ...27
2.4.3 Residen ...27
2.5 Kambuh ( relapse ) 2.5.1 Faktor-Faktor Penyebab Mantan Pengguna Bisa relapse ... 2.5.2 Cara- cara Menghindari Relapse ...30
2.6 Kerangka Pemikiran ...34
2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.7.1 Defenisi Konsep ...34
2.7.2 Defenisi operasional ...35
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ...38
3.2 Lokasi Penelitian ...38
3.3 Informan 3.3.1 Informan Kunci ...39
3.3.2 Informan Utama ...39
3.3.3 Informan Tambahan...40
3.4 Teknik Pengumpulan Data ...40
3.5 Teknik Analisa Data ...41
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Latar belakang berdirinya lembaga... 42
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Hasil Penelitian ... 55
5.2 Gambaran Umum Informan ... 55
5.2.1 Biodata Informan Pertama ... 58
5.2.2 Biodata Informan Kedua ... 63
5.2.3 Biodata Informan Ketiga ... 68
5.3 Penyebab Relapse ... 74
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 93
6.2 Saran ... 93
DAFTAR PUSTAKA ... 95
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman nasional yang perlu diperhatikan secara seksama dan mutltidimensional, baik ditinjau dari segi mikro (keluarga) maupun makro (ketahanan nasional). Hal ini semakin mengkahawatirkan dengan dampak buruk ekonomi dan sosial yang besar.
Permasalahan Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia menunjukan adanya kecenderungan yang terus meninngkat, peningkatan yang terjadi tidak saja dari jumlah pelaku tetapi juga dari jumlah narkoba yang disita.
Dan hal ini juga telah menjadi keprihatinan nasional dan yang juga dialami oleh bangsa Indonesia tatkala bangsa–bangsa lain di dunia juga mengalami hal ini.
Penyalahguna narkoba sangat membahayakan karena dapat mempengaruhi pikiran yang meyebabkan korban tidak sadar apa yang sedang dilakukannya.
Karena dapat menyebabkan efek adiksi maka obat tersebut harus dikomsumsi terus-menerus oleh penderita kecanduan, dan semakin lama dosis yang digunakan juga akan semakin tinggi. Apabila hal tersebut tidak segera ditangani akan menyebabkan overdosis yang berakhir dengan kemamtian penderita.
Maka tidak heran lagi jika dalam satu hari pasti kita mendengar adanya
korban penyalahgunaan narkoba yang meninggal dunia, ini terjadi di Negara kita
dan juga negara lain. Korban penyalahgunaan narkoba tidak hanya terjadi dikota-
kota besar tetapi sudah sampai juga keseluruh pelosok nusantara tercinta ini. Hal
ini semakin menuntut keseriusan semua pihak untuk bersama dan terintegrasi
Masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat-zat berbahaya (Napza) dalam beberapa tahun ini menunjukkan kecenderungan peningkatan yang sangat pesat, baik kualitas maupun kuantitas. Jenis NAPZA yang digunakan juga sangat bervariasi, di antaranya opiat, ganja, amfetamin, sedatif hipnotik, alkohol, kokain, atau multiple.
Sekitar 200 juta orang di seluruh dunia menggunakan NAPZA jenis narkotika dan psikotropika secara illegal. Kanabis merupakan jenis NAPZA yang paling sering di gunakan, diikuti dengan Amfetamin, Kokain, dan Opioida.
Penyalahgunaan NAPZA jenis ini di dominasi oleh pria, dan juga lebih terlihat di kalangan kaum muda dibandingkan katagori usia lebih tua (United Nations Office on Drugs and Crime) (Dewi,2008:1)
Kasus korban penyalahgunaan narkoba semakin bertambah setiap tahun
dengan peningkatan yang signifikan. Hal ini didasarkan riset yang dilakukan
pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan pusat penelitian Universitas
Indonesia (PUSLIT UI) pada Tahun 2005, ditemukan bahwa sekitar 1.5% dari
seluruh populasi di indonesia merupakan pemakai Narkoba. Ini berarti ada sekitar
3.2 hingga 3.6 juta penduduk di indonesia yang terlibat dengan penyalahgunaan
zat–zat terlarang tersebut. Dari angka itu, sekitar 15.000 orang harus meninggal
setiap tahun karena memakai narkoba. Tak kurang dari 78% korban yang tewas
akibat narkoba merupakan kelompok usia produktif antara 20–30 Tahun
Supriyono dalam Dewi 2008:1). Hal ini bila tidak segera ditanggulangi
merupakan ancaman bagi kesejahteraan generasi yang akan datang, di mana anak
sebagai generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan
sumber daya manusia bagi pembangunan nasional yang perlu untuk dilindungi.
Di Indonesia diperkirakan jumlah penyalahguna narkoba beberapa tahun terakhir sekitar 3.1 juta sampai 3.6 juta orang atau setara dengan 1.9%
daripopulasi penduduk berusia 10-59 tahun di tahun 2008. Hasil proyeksi angka prevalensi penyalahguna narkoba akan meningkat sekitar 2.6% di tahun 2013 (BNN, 2011). Fakta tersebut di dukung oleh adanya kecenderungan peningkatan angka sitaan dan pengungkapan kasus narkoba.Datapengungkapan kasus di tahun 2006 sekitar 17.326 kasus, lalu meningkat menjadi 26.461kasus di tahun 2010.
Demikian pula data sitaan narkoba untuk jenis utama yaitu ganja,shabu, ekstasi, dan heroin. (http://www.bnn.go.id/portal/uploads/post/2015/03/11/laporan BNN 2014 Uploads Humas FIX. Pdf diakses 17 oktober 2016 Pukul 21.00 wib)
Sepanjang tahun 2015 BNN telah mengungkap sebanyak 102 kasus Narkotika dan tindak perkara pidana umum (TPPU) yang merupakan sindikat jaringan nasional dan internasional. Kasus–kasus yang telah diungkap tersebut melibatkan 202 tersangka yang terdiri dari 174 WNI dan 28 WNA. Berdasarkan seluruh kasus narkotika yang telah diungkap, BNN telah menyita barang bukti sejumlah 1.780.272.364 gram shabu kristal; 1.200 mililiter sabu cair;
1.100.141.57 gram ganja ; 26 biji ganja; 95.86 canna chocolate ; 303.2 gram happy cookies; 14.94 gram hashis; 606.132 butir ekstasi ; serta cairan prekusor sebanyak 32.253 mililiter dan 14.8 gram. Sedangkan kasus tindak perkara pidana umum (TPPU) totas asset yang berhasil disita BNN senilai Rp 85.109.308.337.
(www.bnn.go.id/_multimedia/document/20151223/press-release-akhir-tahun-
2015-20151223003357.pdf diakses pada tanggal 14 desember 2016 pukul 11.30
wib).
Selain itu, pada tahun 2016 BNN juga menemukan 2 jenis zat baru (New Psychoactive Substances) yaitu CB-13 dan 4–klorometkatinon . Sehingga total
NPS yang telah ditemukan BNN hingga akhir Tahun 2015 yakni sebanyak 37 jenis.(www.bnn.go.id/_multimedia/document/20151223/press-release-akhir-
tahun-2015-20151223003357.pdf diakses pada tanggal 14 desember 2016 pukul 11.30 wib).
Berdasarkan data direktorat tindak pidana umum lainya, kejaksaan Agung RI sampai dengan pertengahan desember 2015, terdapat 55 orang terpidana kasus narkotika yang mendapatkan vonis hukuman mati, dimana terpidana mati kasus narkotika diantaranya sedang menunggu kasus eksekusi mati.
(www.bnn.go.id/_multimedia/document/20151223/press-release-akhir-tahun- 2015-20151223003357.pdf diakses pada tanggal 14 desember 2016 pukul 11.30 wib).
Badan Narkotika Nasional Provinsi Sumatera Utara mencatat jumlah pecandu narkoba di daerah itu mencapai sekitar 600 ribu orang.jumlah itu menempatkan Sumut sebagai peringkat ketiga nasional dalam praktik peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba(http://www.beritasatu.com/nasional/230235- bnn-pecandu-narkoba-di-sumut-600000-orang.htmldiakses pada tanggal 16 desember 2016 pukul 23.22)
.Ketergantungan terhadap penggunaan narkoba termasuk penyakit yang
komplek, kronik dan kabuh-kambuhan. Patologi ketergantungan tersebut dimulai
sejak seseorang menggunakan narkoba. Ketergantungan adalah suatu keadaan
psikis dan kadang–kadang juga fisik diakibatkan oleh interaksi antar suatu mahluk
hidup dengan suatu obat, yang ditandai dengan kelakuan yang terdorong oleh
suatu hasrat yang kuat untuk terus–menerus atau secara periodik menggunakan suatu obat dengan tujuan untuk menyelami efek dan kadang-kadang untuk menghindari gejala- gejala yang tidak enak.
Saat ini banyak sekali kasus pengguna narkoba yang bisa dikatakan jatuh bangun dalam usahanya untuk berhenti mengkonsumsi narkoba. Setelah mencandu narkoba, individu biasanya berhenti untuk beberapa waktu. Setelah melewati masa putus zat yang menyakitkan dan masa rehabilitasi. Namun demikian, seperti tidak ada efek jera, individu kembali mengkonsumsi narkoba (Kamus Narkoba 2006)
Salah satu penyebab sulitnya penanggulangan narkoba dilakukan adalah tingginya tingkat relapse. Pada penyalahguna narkoba, relapse tersebut menyebabkan jumlah penyalahguna narkoba tidak berkurang melainkan terus bertambah dari tahun ke tahun. Inu Wicaksana, S.pKJ wakil direktur Rumah Sakit Jiwa Pusat Magelang mengatakan bahwa setiap bulanya ia menangani sekitar 200 pecandu Narkoba. Sebanyak 40% diantaranya adalah pecandu baru dan sisanya pecandu lama yang kembali relapse. Dari pengalamanya tingkat keberhasilan untuk sembuh hanya 10% dengan berobat secara teratur selama dua tahun sementara 90% lainya relapse lagi (Yogyakarta 2003). Dalam upaya masa pemulihan penyalahgunaan NAPZA perlu dilakukan melalui pola pre-emptif, preventif, represif, treatment dan rehabilitasi serta pola peningkatan partisipasi masyarakat melalui pendekatan keluarga (Support Family Group).
Data dari Badan narkotika Nasional (BNN) menunjukan pada tahun 2006
di lembaga kasih sayang pamardi siwi BNN menunjukkan bahwa terdapat 38
kasus relapse berkali–kali dan masuk kembali ke rehabilitasi yang sama. Tahun
2007 tingkat relapse sebesar 95% bahkan ada residen yang mana masuk untuk keempat kalinya kelembaga rehabilitasi tersebut. Tahun 2008 menunjukkan data relapse di indonesia mencapai 90% (www.bnn.go.id).
Kasus penyalahgunaan narkoba saat ini yang menjadi masalah negara dengan peringkat atas maka banyak lembaga, yayasan atapun panti rehabilitasi yang bekerja sama baik dari lembaga Pemerintah (BNN) ataupun lembaga swasta untuk bersama–sama memecahkan atau mengurangi korban penyalahgunaan narkoba. Saat ini salah satu panti rehabilitasi swasta yang berperan aktif dalam mengurangi penyalahgunaan narkoba adalah Yayasan Nazar Medan. Lembaga ini dibentuk dengan Tujuan untuk Mewujudkan panti sosial sebagai lembaga penyelenggara rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi korban penyalahguna narkotika secara prima.
Yayasan Nazar sudah dikenal masyarakat sumut sejak 2001, dan diperbaharui tahun 2007 dengan aktivitasnya bergerak pada bidang sosial dengan fokus RSKPN (Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna Napza) dan Soialisasi pembernatasan Napza serta peredaranya. Adapun tujuan organisasi ini sebgai berikut :
1. Khususnya menjadi mitra Pemprovinsi sumatera utara
2. Umumnya membantu pemerintah dalam penanggulangan penyalahgunaan Napza/narkoba
3. Menyelamatkan dan membebaskan generasi anka bangsa dari
penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba sebagai wujud kami
pedui bangsa.
Selain dicantumkan dalam tujuan organisasi untuk memperhatikan korban penyalahguna narkoba, pada sasaran kegiatan organisasi juga diperlihatkan sebagai berikut :
1. Merehabilitasi orang ketergantungan Napza/narkoba mulai dari tingkat pengguna,tertier, sekunder maupun primer.
2. Sebagai motivator penggerak untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar ikut serta memberantas napza dan peredaranya, dan memberi penyuluhan mulai dari pengenalan,pembekalan hingga pemantapan. Dengan melibatkan antaralain; Pemuda/i Mesjid, Gereja, Karang Taruna, OKP, KK, Sekolah, Perguruan Tinggi, Buruh Pabrik, Lapas/Rutan dll.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Yayasan Nazar mengenai korban penyalahguna narkoba pada bulan januari 2015 sampai bulan agustus 2016 yang berhasil dimiliki oleh Peneliti dari Medan plus bahwa terdiri dari 161 jumlah residen yang telah menjalani pemulihan di rehabilitas Yayasan Nazar Diantaranya 29 orang merupakan residen yang telah pernah kambuh (relapse) atau telah menjalani rehabilitasi narkoba sebelumnya dengan kata lain 18% residen yang relapse dalam data tersebut (Laporan bulanan Yayasan Nazar Tahun 2015 dan 2016).
Berdasarkan data tersebut korban penyalahguna narkoba sangatlah rentan
terhadap kambuh (relapse) dalam menjalani pemulihannya setelah selesai
rehabilitasi. Oleh karena itu perlu penanganan atau pengetahuan yang sangat
banyak dimiliki oleh setiap residen mengenai penyalahgunaan narkoba tersebut
agar menjauhkan dirinya dari dampak penyalahgunaan narkoba tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian lebih mendalam lagi untuk mengidentifikasi serta menganalisis apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya kekambuhan atau relapse dalam diri penyalahguna narkoba yang berada di dalam rehabilitasi. Untuk itu penulis membuatnya dalam suatu karya ilmiah yaitu Skripsi yang berjudul “ Analisis Faktor – Faktor Peyebab terjadinya Relapse Pada Penyalahguna narkoba di Yayasan Nazar Medan Provinsi Sumatera utara”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah analisis faktor-faktor Penyebab Terjadinya Relapse pada residen penyalahguna narkoba di Yayasan Nazar Medan
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah , adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis apa saja yang menjadi faktor – faktor penyebab terjadinya relapse pada residen penyalahguna narkoba di Yayasan Nazar medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam
pengembangan :
1. Secara Akademis, dapat memberikan sumbangan positif terhadap keilmuan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam menambah referensi dan kajian bagi peneliti yang berkaitan dengan analisis Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Relapse Pada Penyalahguna Narkoba.
2. Secara Teoritis, Menjadi masukan, menambah pengetahuan, membentuk pola pikir yang dinamis serta untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh.
3. Secara Praktis
1) Bagi mantan Pecandu, Diharapkan dapat membantu para mantan pecandu narkoba agar dapat Mengetahui faktor-faktor penyebab Terjadinya relapse dalam diri pecandu narkoba sehingga dapat pulih total dari kecanduannya terhadap narkoba.
2) Bagi tempat rehabilitasi, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran Terhadap penyebab faktor-faktor relapse ini dalam diri seorang pecandu narkoba untuk dapat membantu residen dalam proses pemulihan dan membekali mereka untuk tetap bertahan setelah keluar dari tempat rehabilitasi.
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam Bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I :PENDAHULUAN
Bab ini Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, Tujuan dan
Manfaat penelitian, serta Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti , kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian , informan penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.
BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang sejarah berdirinya Medan Plus dan gambaran lokasi penelitian secara umum.
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan Kesimpulan dan Saran yang bermanfaat sehubungan
dengan penelitian yang dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Narkoba
2.1.1 Pengertian Narkoba
Narkoba atau napza adalah obat/bahan/zat yang bukan tergolong makanan.
Jika diminum, diisap, dihirup, ditelan atau disuntikkan, berpengaruh terutama pada kerja otak (Susunan Saraf Pusat), dan sering menyebabkan ketergantungan akibatnya kerja otak berubah (meningkat atau menurun). Demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah, pernapasan dan lain lain).
Narkoba yang ditelan masuk lambung, kemudian ke pembuluh darah. Jika diisap atau dihirup, zat diserap masuk kedalam pembuluh darah melalui saluran hidung dan paru–paru. Jika zat disuntikkan, langsung masuk ke aliran darah dan darah tersebut membawa zat tersebut ke dalam otak.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (UU RI Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 1).
Contoh Narkotika antara lain cocain, ganja (Marijuana), candu, hashis, opium, heroin, dan sebagainya. Dahulu beberapa jenis narkoba alami seperti opium (getah tanaman candu), kokain dan ganja, digunakan sebagai obat. Akan tetapi sekarang tidak digunakan lagi dalam pengobatan karena berpotensi menyebabkan ketergantungan yang cukup tinggi.
Sebagian jenis narkoba dapat digunakan dalam pengobatan, tetapi karena
menimbulkan ketergantungan, penggunaanya sangat terbatas sehingga harus berhati-hati dan harus mengikuti petunjuk dokter atau aturan pakai contoh, morfin (yang berasal dari opium mentah), petidin (opioda sintetik) untuk menghilangkan rasa sakit pada penyakit kanker, amfetamin untuk mengurangi nafsu makan , serta berbagai jenis pil tidur atau obat penenang. Kodein yang merupakan bahan alami yang terdapat pada candu secara luas digunakan pada pengobatan sebagai obat batuk.
Psikotropika adalah zat atau obat obat–obatan, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (UU RI Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, pasal 1).
Contoh Psikotropika antara lain ekstasi/inex, shabu-shabu, magadon, Nipam, rohypnol, pil BK, ampetamin dan sebagainya.
Zat Adiktif adalah zat lain (bukan Narkotika dan Psikotropika) yang dapat menimbulkan perubahan pada perilaku dan dapat pula menimbulkan ketergantungan (Nasution 2007:2). Contoh Lem Kambing atau obat–obat rumah tangga yang disalahgunakan.Narkoba (Narkotik, psikotropika dan obat terlarang) adalah istilah penegak hukum dan masyarakat.
Narkoba disebut berbahaya, karena tidak aman digunakan oleh manusia.
Oleh karena itu, penggunaan, pembuatan dan peredaranya diatur dalam undang–
undang. Barang siapa menggunakan dan mengedarkan nya di luar ketentuan hukum, dikenai sanksi pidana penjara dan hukuman denda.
Napza (narkotika, psikotropika, zat adiktif lain) adalah istilah dalam dunia
kedokteran. di sini penekanannya pada pengaruh ketergantungannya. Oleh karena
itu, selain narkotika dan psikotropika, yang termasuk napza adalah juga obat, bahan atau zat yang tidak diatur dalam undang-undang tetapi menimbulkan ketergantungan dan sering disalahgunakan.
Narkoba pada dasarnya merupakan golongan obat–obatan yang bila pemakaiannya tidak tepat atau disalahgunakan dapat menimbulkan keadaan ketergantungan terhadap obat–obatan tersebut. Kelompok obat–obatan tersebut pada umumnya bekerja pada susunan syaraf pusat (SSP) di otak dan dapat mempengaruhi emosi. Di dunia medis/pengobatan, obat–obatan ini digunakan untuk menghilangkan rasa sakit, rasa cemas, sukar tidur/insomnia, kelelahan, meningkatkan stamina tubuh/kebugaran, dan lain – lain (Nasution 2007:2).
Narkoba akan menjadikan pecandunya kehilangan kepribadian. Seseorang akan gagal dalam pekerjaannya dan kehidupan nya. Seorang pecandu tidak akan mampu menghentikan kebiasan candunya tanpa ditunjang dengan pengobatan yang tuntas dengan kesabaran. Sebab kalau kebiasaan ini dihentikan secara tiba–
tiba akan menimbulkan rasa sakit pada tubuh dan jiwanya dan pecandu tidak akan kuat menghadapinya.
Secara umum, efek yang ditimbulkan oleh obat–obatan yang tergolong dalam narkotika, psikotropika dan zat–zat adiktif lainya tergantung pada beberapa hal antara lain, jenis obat yang digunakan, kerentanan, pemakai, jumlah dosis yang digunakan, frekwensi penyalahgunaan dan cara penyalahgunaan, walaupun bekerja pada susunan syaraf pusat, namun efek yang ditimbulkan nya berbeda- beda.
2.2 Jenis – Jenis Narkoba
Berdasarkan sejarah dan prosesnya, Narkoba terdiri dari 3 (tiga) Jenis yaitu sebagai berikut :
Narkoba alamiah, berasal dari tumbuhan yaitu jenis narkoba yang masih alamiahkarena belum diolah atau dicampur dengan bahan kimia. Jenis ini masih asli dari alam yaitu, dengan cara ditanam.
Narkoba Buatan (sintetis), yaitu hasi dari proses dengan mencampurkan bermacam-macam bahan kimia.
Narkoba campuran (semi sintetis) yaitu, hasil olahan (proses) dengan mencampurkan narkoba alamiah dengan bahan kimia.
2.2.1 Ganja
Ganja termasuk narkotika golongan satu ((Dalam undang–undang Nomor 35 tahun 2009). Tetapi sebenarnya mempunya khasiat farmakologik. Ganja disebut juga mariyuana atau kanabis diperoleh dari tanaman ganja, tanaman perdu yang tumbuh di daerah tropis dan daerah yang beriklim sedang. Ganja biasanya berupa tanaman yang sudah dikeringkan, dirajang, dan kemudan dirokok seperti tembakau.Setiap batang rokok ganja mengandung zat psikoaktif tetrahydrocannabinol (THC) 5-20 mg.
Yang patut diketahui, yang terpenting bagi para pemakai adalah rasa percaya diri yang makin meningkat. Efek dari asap yang dihasilkannya akan makin bertambah saat rokok ganja makin pendek, hal itu dikarenakan dalan puntung yang makin pendek damarnya makin menumpuk (Adisti 2007: 32).
2.2.2 Heroin
Heroin adalah opioda semi sintetik berupa bubuk putih sehingga
digunakan istilah putaw sebagai bahasa anak muda (slank), yaitu bubuk heroin
yang biasanya tidak murni. Jika dicampur dengan bahan lain, warnanya bisa bermacam–macam, bahan pencampurnya bisa berbagai jenis, mulai dari tepung susu, gula, kakao, kimia sampai tawas (Nasution2007:7) Heroin/diacetylmorphine dibuat dari morpin dengan cara relatif gampang. Daya kerjanya adalah sistem saraf pusat (SSP).
Putaw (jenis heroin dengan kadar yang lebih rendah, heroin kelas 5 atau 6) adalah satu contoh heroin yang sekarang begitu marak keberadaanya jenis lainya adalah PT, Putih, bedak, etep, shit (Adisti 2007:31).
Heroin digunakan dengan cara disuntikkan pada pembuluh darah (vena) setelah dilarutkan dalam air. Cara ini disebut ngipe. Cara lain adalah dengan mengisap melalui hidung dengan menggunakan se-dotan, setelah dibakar terlebih dahulu. Cara ini disebut ngedrag(mengejar naga) (Nasution 2007: 7).
2.2.3 Inhalen
Inhalen adalah gas dan zat pelarut yang mudah menguap, merupakan senyawa organik. Jenis ini terdapat pada berbagai keperluan rumah tangga, kantor, dan pabrik. Jenisnya sangat banyak seperti lem aibon, aerosol spray, pelumas,bensin, thinner, pewangi ruangan, isi korek api gas, dan gas air mata.
Penyalahgunaan zat ini umumnya dilakukan anak–anak umur 9-14 tahun,
walaupun pernah juga dilakukan oleh orang dewasa. Zat itu dimasukkan kedalam
kantong plastik, lalu dihirup. Dikenal dengan sebutan ngelem, penggunaannya ini
dapat emberikan dampak negatif pada urat saraf organ tubuh (sumsum tulang
bermasalah), perkembangan otot–otot dan pertumbuhanya terganggu, bisa
menyebabkan kematian secara tiba– tiba (Nasution 2007:14).
Kehilangan daya ingat, kerusakan sistem saraf dan hati, kram otot, terasa sakit saat membuang air kecil, batuk–batuk, tidak bisa berpikir, mudah berdarah dan memar, jantung menjadi rusak adalah efek lainya (Adisti 2007:35).
2.2.4 Opium
Opium atau candu ialah getah yang diperoleh dari penorehan buah papavr somnivorum, linn(papaveraceae). Tanaman ini tumbuh dengan baik di asia kecil,
turki, persia dan seluruh asia. Buahnya yang sudah tua namun belum masak kemudian diambil getahnya dan dikeringkan diudara. Dari situlah dihasilkan opium kasar yang sudah langsung bisa digunakan dengan cara dihisap.
Opium yang dipergunakan dalam dunia kedokteran mengandung kira– kira 10% morphine, dengan rasa yang pahit dan baunya yang khas. Daya kerja opium adalah pada saraf pusat (SSP) dan usus.
Sebagai obat, opium ini berbentuk serbuk, ekstrak atau tingtur (terutama untuk usus). Pemakainya sebagai bahan obstipans, bahan tunggal yang juga merupakan bahan utama dalam suatau kombinasi dengan obat lain (obat anti diare).
Penyalahgunaanya terutama dengan cara dihisap, asap yang dihirup kemudian diserap melalui paru–paru dan memberikan efek pada sistem saraf pusta (SSP), itulah yang dikehendaki pemakai.
Ciri–ciri dari si pemakainya adalah badan kurusyang disebabkan hilangnya nafsu makan sebagai dampak dari menghisapnya. Selain itu si pemakai mengalami konstipasi (Adisti 2007:28).
2.2.5 Morpin
Merupakan alkoloid terpenting dari opium dan candu. Biasanya digunakan dalam bentuk garam hidrochlorida (berbentuk kristal/serbuk putih yang larut dalam air).
Ini adalah obat yang paling baik dari sekian obat yang ada untuk mengurangi rasa sakit. Daya kerjanya ada pada Sistem Saraf Pusat (SSP), pada umunya berguna untuk menghambat dan mengurangi penghambatan pembebasan dari ujung saraf maupun pada Sistem Saraf Pusat (SSP).
Cara pemakainya yang paling disukai adalah dengan cara disuntik, efek yang ditimbulkan adalah hilangnya rasa kekhawatiran, ketenangan, dan pikiran menjadi tentram namun si pemakai jadi lebih mengantuk dan sukar konsentrasi.
Simpton yang nampak dari para pemakai zat ini antara lain biji mata mengecil, pernafasan terhambat (berkuran), akan menyebabkan koma jika terjadi over dosis (OD) (Adisti 2007:29).
2.2.6 Kokain
Termasuk alkoloid dari daun–daun dan tumbuhan “Erythoxylon coca”
berbentuk serbu putih dan seperti kristal, bisa larut dalam air kristal.
Daya kerja nya terutama mampu memberikan stimulasi pada sistem saraf pusat (SSP), menghilangkan lelah, menjadikan kapasistas mental bertambah tinggi, meningkatkan perasaan senang, dan mampu menghilangkan rasa lapar.
Dengan menyuntikkan ke dalam tubuh bisa memberi sensasi yang begitu menyenangkan, namun daya kerja yang terjadi sangat singkat.
Para pemakai seringkali mengkonsumsi nya dengan cara dihirup (snuff the
snow). Ciri utama dari si pemakai adalah pupil/biji mata menjadi melebar. Bisa
pula digunakan dengan cara disuntik yang seringkali dicampur dengan heroin dan
morpin. Efek keracunan yang bisa ditimbulkan adalah halusinasi. Pemakai merasakan seolah-olah terdapat banyak kutu dibawah kulitnya sehingga sipengguna akan terus menggeruknya hingga lecet–lecet (Adist 2007:31).
2.2.7 Shabu–Shabu
Memiliki nama sebutan yang khas yaitu, ubas, mecin,dan ice juga kristal.
mempunyai banyak bentuk kristal, tidak berwarna, dan tidak berbau.
Secara mental, para pemakainya akan merasakan ketergantungan efek yang ditimbulkan adalah sariawan yag sangat parah, impotensi, kerusakanf jantung, stroke, turunya berat badan secara drastis, juga halusinasi, dan peradangan pada bagian otot. Dampak yang sangat kuat biasanya tertuju pada jaringan saraf (Adisti 2007:33).
2.2.8 Ekstasi
Dikenal dengan sebutan lin, knding, inex, dan I. Merupakan zat psikotropika yang diproduksi dalam bentuk tablet juga kapsul. Dampak yang ada dari penggunaan zat ini adalah mual yang disertai muntah–muntah, hilangnya nafsu makan, hiperaktif, menggigil yang berlebihan, kehausan yang teramat sangat, sakit kepala dan pusing, diare serta detak jantung yang kian tidak beraturan (Adisti 2007:34).
2.2.9 Amphetamin
Dikenal dengan istilah amphet, merupakan obat terlarang berbentuk
kapsul, tepung dan pil. Memiliki efek rangsangan yang sungguh kuat pada
jaringan saraf, dan merupakan pendorong stimulan yang bisa menyebabkan
berubahnya susunan hati.
Dampak yang ditimbulkan adalah ketergantungan secara mental, pemakainya sering bertingkah aneh dan kasar, berat badan menurun drastis, penampilan loyo (seperti kurang tidur), tidak beraturnya denyut jantung, paranoid, sering pingsan karena terlalu capai, tekanan darah tinggi dan gelisah (Adisti 2007:35).
2.3 Penyalahgunaan narkoba
2.3.1 Pengertian Penyalahgunaan Narkoba
Karena pengaruh narkoba yang menimbulkan rasa nikmat dan nyaman itulah maka narkoba disalahgunakan. Akan tetapi pengaruh itu sementara, sebab setelah itu timbul rasa tidak enak. Untuk menghilangkan rasa tidak enak itu, mantan pecandu menggunakan narkoba lagi. Oleh karena itu, narkobanya mendorong seseorang memakainya lagi (Harlina 2011:16).
Penyalahgunaan narkoba merupakan penggunaan narkoba yang dilakukan tidak untuk maksud pengobatan, tetapi ingin menikmati pengaruhnya karena pengaruhnya itulah narkoba disalahgunakan dalam jumlah berlebih yang secara kurang teratur, dan berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, dan kehidupan sosialnya (Harlina dan Joewana 2009:15).
Banyak ahli yang kompeten dengan masalah ini telah memberikan
defenisi, atau pengertian, tentang penyalahgunaan narkoba, meskipun dengan
istilah yang berbeda-beda; zat, obat, narkoba atau napza. Widjono, dkk. (1981),
mendefenisikan penyalahgunaan obat sebagai pemakaian obat secara terus
menerus, atau sesekali tetapi berlebihan, dan tidak menurut pentunjuk dokter atau
praktek kedokteran. Ini selaras dengan rumusan WHO (Hawari,1991) yang
mendefenisikan penyalahgunaan zat sebagai pemakaian zat yang berlebihan
secara terus–menerus, atau berkala, diluar maksud medik atau pengobatan (Apiatin 2008:12).
Penyalahgunaan zat sebagai penggunaan bahan kimia, legala atau ilegal, yang menyebabkan kerusakan fisik, mental, dan sosial seseorang(Sarason dan Sarason dalam Afiatin 2008:12).Penyalahgunaan zat sebagai pola penggunaan yang bersifat patologik paling sedikit satu bulan lamanya, sehingga menimbulkan gangguan fungsi sosial dan okupasional (pekerjaan dan sekolah). Pola penggunaan zat yang patoogik dapat berupa intoksikasi sepanjang hari terus–
menerus menggunakan zat tersebut, meskipun pengguna mengetahui bahwa dirinya sedang menderita sakit fisik yang berat akibat zat tersebut, atau adanya kenyataan bahwa ia tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa menggunakan zat tersebut (Wicaksana Holmes 1996 dan Hawari 1998).
Sementara itu untuk membedakan pengertian pengguna, penyalaghuna dan pecandu narkoba. Menurutnya, pengguna adalah seseornag yang menggunakan narkoba hanya sekedar untuk, misalnya bersenang–senang, rileks atau relaksasi, dan hidup mereka tidak berputar di sekitar narkoba. Pengguna jenis ini disebut juga sebagai pengguna rekreasional. Penyalahguna, adalah seseorang yang mempunyai masalah yang secara langsung berhubungan dengan narkoba. Masalah tersebut bisa muncul dalam ranah fisik, mental, emosional maupun spritual.
Penyalaghuna selalu menolak untuk berhenti sama sekali dan selamanya.
Sedangkan pecandu dalah seseorang yang sudah mengalami hasrat/obsesi secara
mental dan emosional serta fisik. Bagi pecandu , tidak ada hal yang lebih penting
selain memperoleh narkoba, sehingga jika tidak mendapatkanya, seorang pecandu
akan mengalami gejala – gejala putus obat atau kesakitan (Gordon dan Gordon dalam Afiatin 2007:13).
2.3.2 Adiksi Sebagai Masalah Perilaku dan Budaya
Budaya masyarakat modern bahwa baik orang desa maupun orang remaja, mencoba menghindari perasaan negatif dan megelola rasa sakit atau nyeri dengan meminum obat atau memakai narkoba, bukan mencari jalan keluar atau pemecahan masalahnya secara konstruktif atau positif.
Penyebab terpenting dalam masalah penyalahgunaan narkoba bukan lah narkoba itu sendiri, melainkan individu, sebab seorang harus bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. Oleh karena itu, selain lingkungan, fakor individu harus menjadi pusat perhatian utama dalam upaya pencegahan dan penanggulanganya.
Selain faktor keturunan, ada lima faktor utama penyebab seseorang rawan terhadap narkotika atau kecanduan terhadap hal – hal lain. Penyebab itu seperti :
1. Keyakinan Adiktif
Keyakinan adiktif adalah keyakinan tentang diri sendiri, tentang orang lain dan dunia sekitarnya. Semua keyakinan itu menentukan perasaan-perasaan kepribadian dan perilakunya sehar–hari.
2. Kepribadian Adiktif
Sedikit sekali diantara kita yang tidak memiliki kepribadian adiktif. Hanya
tingkat nya saja yang mungkin berbeda, yang akan menetukan apakah sifat – sifat
itu mendorong seseorang menjadi pecandu atau tidak. Beberapa ciri kepribadian
adiktif adalah terobsesi (terfokus) pada diri sendiri, kurang nya jati diri, hidup
tanpa makna dan tujuan, mencari persetuuan orang lain , tidak mampu
mengendalikan kemarahan, depresi (perasaan murung dan sedih), yang tersembunyi, perasaan beku, kebutuhan ketergantungan, kesulitan menghadapi tokoh yang berwibawa/memiliki otoritas, suka menyalahkan orang lain, tidak mampu mengatasi masalah, senang berkhayal, dan kebutuhan pemuasan keinginan segera
3. Ketidakmampuan Menghadapi Masalah
Banyak orang tinggal dalam berkeluarga dan masyarakat adiktif. Mereka dibesarkan dalam keyakinan-keyakinan salah dan keliru. Sedikit sekali orang- orang dapat menjadi teladan bagaimana menghadapi kebingungan dan mengatasi frustasi, berbicara terus terang dan jujur, bekerja sama dan mengambil langkah konstruktif.oleh karena itu, kita juga tidak terlatih meghadapi masalah dan menyelesaikan nya baik dan benar. Sebaliknya, kita lebih suka mencari penyelesaian maslaah saat itu juga, yang dapat langsung memuaskan keinginan kita.
4. Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Emosional, Sosial dan Spritual
Banyak orang tidak memperoleh kebutuhan yang seharusnya diterima, yaitu penerimaan tanpa syarat keakraban, rasa aman, makna dan tujuan hidup, kemandirian, serta kegembiraan. Mereka dibesarkan dalam suasana perasaan yang negatif. Ditambah ketidakmapuan mengatasi masalah dan toleransi terhadap stress, frustasi serta keyakinan-keyakinan salah atau keliru, timbul cemas, marah, kesetiaan, depresi, yang menjadi pemicu untuk mencari pemuasan, pelampiasan, dan rasa nyaman hanya dengan mengkonsumsi narkoba.
5. Kurangnya Dukungan Sosial
Tanpa dukungan sosial yang memadai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat, ketidakmampuan menghadapi masalah, menyebabkan orang mencari pernyelesaianya pada narkoba atau mengubah suasana hati lain (Harlina 2011:20).
2.3.3 Pola Pemakaian Narkoba
Ada beberapa Pola pemakaian narkoba sebagai berikut : 1. Pola Coba–Coba
Pola coba–coba yaitu karena iseng atau ingin tahu. Pengaruh tekanan kelompok sebaya sangat besar, yang menawarkan atau membujuk untuk memakai narkoba. Ketidak mampuan berkata “tidak” mendorong anak untuk mencobanya, apalagi jika ada rasa ingin tahu atau ingin mencoba
2. Pola Pemakaian Sosial
Pola pemakaian Sosial yaitu pemakaian narkoba untuk tujuan pergaulan (berkumpul dalam acara tertentu) agara diakui/diterima kelompok.
3. Pola Pemakaian Situasional
Pola pemakaian situasional yaitu karena situasi tertentu, misalnya kesepian, stress, dan lain–lain. Disebut juga Tahap instrumental, karena dari pengalaman pemakaian sebelumnya disadari, narkoba dapat menjadi alat untuk mempengaruhi atau memanipulasi emosi dan suasana hatinya. Di sini pemakaian narkoba telah mempunyai tujuan, yaitu sebagai cara mengatasi masalah (compensatory use).
Padahal tahap ini, pemakai berusaha memperoleh narkoba secara aktif.
4. Pola Habituasi (Kebiasaan)
Pola kebiasaan ini yaitu ketika telah memakai narkoba secara teratur terjadi
perubahan pada fungsi tubuh dan gaya hidupnya. Teman lama berganti dengan
teman kalangan pecandu. Kebiasaan, pakaian, pembicaraan, dan sekaligus
berubah. Seseorang menjadi sensitif, mudah tersinggung, pemarah, sulit tidur atau berkonsentrasi, sebab narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupanya. Minat dan cita–cita semula hilang. Seseorang sering membolos dan prestasi di sekolah merosot. Seseorang lebih suka menyendiri daripada berkumpul bersama keluarga.
Meskipun masih dapat mengendalikan pemakaianya, tetapi telah terjadi gejala awal ketergantungan pola pemakaian narkoba inilah yang secara klinis disebut penyalahgunaan.
5. Pola Ketergantungan (Kompulsif)
Pola Ketergantungan (Kompulsif) dengan gejala khas, yaitu timbulnya toleran dan/atau putus zat. Seseorang berusaha untuk selalu memperoleh narkoba dengan berbagai cara. Berbohong, menipu, dan mencuri menjadi kebiasaanya. Seseorang tidak dapat lagi mengendalikan diri dalam penggunaannya, sebab narkoba telah menjadi pusat kehidupanya. Hubungan dengan keluarga dan teman–teman menjadi rusak pada pemakaian beberapa jenis narkoba seperti putaw terjadinya ketergantungan sangat cepat (Harlina 2011:20).
2.3.4 Pengaruh Narkoba Pada Tubuh Manusia
Narkoba menyebabkan penyempitan darah (Arterosclerosis) akibatnya terjadilah pembekuan hati dan pembekuan darah (Thrombhosis) untuk otak.
Akibat throbhosis (Pembekuan darah) seorang bisa menjadi lumpuh atau meninggal dunia. Pembekuan darah (Thrombhosis) merupakan penyebab terpenting kematian secara umum.
Setelah narkoba masuk ke pembuluh darah, maka selanjutnya zat itu akan
masuk kelokasi strategis yaitu urat saraf pusat atau otak. Bagian yang pertama
terpengaruh oleh narkoba ialah daerah yang menghubungkan antara dua belahan
otak kanan dengan otak kiri. Daerah itulah yang menjalankan tugas emosi, berpikir, dan bertindak
Sesudah itu organ–organ penggerak yang ada dalam tubuh menjadi terpengaruh. Perasaan juga ikut terpengaruhi, kemudian yang bersangkutan menjadi sedih kemudian organ urat syaraf dan sel–selnya berusaha melindungi dirinya dari zat–zat asing yang masuk kedalam tubuh. Kemudian terbentuklah semacam kekebalan melawan zat-zat asing tersebut.
Itulah sebabnya mengapa pecandu narkoba merasa perlu mengkonsumsi narkoba lebih banyak lagi untuk mendapatkan pengaruh besar yang diharapkannya. Dari sinilah kecanduan dimulai dan setelah beberapa minggu pemakainya menjadi budak narkoba. Ia tidak mampu lagi bekerja atau tidak ingat atau tidak bisa bertindak tanpa narkoba.
2.4 Rehabilitasi
2.4.1 Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi berasal dari dua kata yaitu re dan habilitasi. Re berarti kembali dan habilitasi adalah kemampuan. Jadi rehabilitasi berarti pemulihan, penyembuhan, pembenahan, pembaharuan, dan pemugaran kembali. Jadi untuk lebih jelasnya, ada beberapa defenisi rehabilitasi:
1. Beradasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan (Keadaan, Nama Baik) yang dahulu (Semula).
2. Berdasarkan Undang–Undang rehabilitasi adalah pemulihan hak seseorang
dalam kemampuan atau posisi semula yang diberikan oleh
pengadilan.menurut pasal 1 ayat 22 KUHP, rehabilitasi adalah hak seseorang
untuk mendapatkan pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan, harkat
dan martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang–undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.(PengertianRehabilitasi.13November2016pukul0.25http://www.seputarpe ngetahuan.com/2016/0112/-pengertian-rehabilitasi-menurut-para-ahli- terlengkap.html).
2.4.2 Pengertian Rehabilitasi Sosial Narkoba
Rehabilitasi sosial Narkoba adalah satu proses pemulihan seseorang dari gangguan penggunaan narkoba, pemulihan ini bersifat jangka panjang maupun pendek. Tujuannya untuk mengubah perilaku serta mengembalikan fungsi individu tersebut dalam masyarakat. Tindakan rehabilitasi ditujukan kepada korban dari penyalahgunaan narkoba.
Tahap-tahap dari program rehabilitasi pecandu narkoba (Visimedia dalam Musdalifah 2015:721) tahapan rehabilitasi pecandu narkoba dapat berupa :
1. Tahap Transisi.
Penekanan dalam tahap ini lebih kepada informasi awal tentang korban seperti :
1) Latar belakang korban penyalahguna narkoba.
2) Lama ketergantungan.
3)Jenis obat yang dipakai, akibat-akibat ketergantungan, dan berbagai informasi lainnya.
2. Tahap Intensif.
Pada fase ini yakni proses penyembuhan secara psikis. Motifasi dan potensidirinya dibangun dalam tahap ini. Korban diajak untuk menemukan dirinya dan segala potensinya, juga menyadari berbagai keterbatasannya. Bahwa untuk mengatasi masalah hidup yang bersangkutan tidak perlu harus mengkonsumsi narkoba. Narkoba justru sebaliknya akan menciptakan masalah - masalah baru yang jauh lebih besar dalam hidupnya. Narkoba bukan solusi tetapi menjadi sumber masalah.
3. Tahap Rekonsiliasi (Penyesuaian).
Pada tahap ini para korban tidak lagsung berinteraksi secara bebas dengan masyarakat, akan tetapi ditampung disebuah lingkungan khusus selama beberapa waktu sampai residen benar-benar siap secara mental dan rohani kembali ke lingkungan semula. Proses ini bisa meliputi program pembinaan jasmani dan rohani. Pada tahap ini korban masih terikat dengan rehabilitasi formal, namun sudah mulai membiasakan diri dengan masyarakat luas, sehingga merupakan proses resosialisasi (Re-entry).
4. Tahap Pemeliharaan Lanjut.
Pada tahap ini walaupun secara fisik korban sudah dinyatakan sehat dan psikis pun sudah pulih, namun masih ada kemungkinan korban akan tergelincir kembali, lebih-lebih saat korban mempunyai masalah, pada saat itu bisa jadi korban bernostalgia lagi dengan narkoba.
2.4.3 Residen
Residen adalah suatu sebutan bagi seseorang korban penyalahguna
narkoba yang menjalani pemulihan atau yang mendapatkan program pemulihan di
dalam suatu panti rehabilitasi Narkoba.
2.5 Kambuh (Relapse)
Seseorang yang sudah pulih dari penyalahgunaan narkoba bisa saja akan kembali menggunakanya. Jika mantan pecandu yang telah pernah menjalani rehabilitasi benar–benar menggunakan narkoba kembai maka itulah yang dinamakan dengan Kambuh (Relapse).
Menurut Kamus Narkoba (BNN 2006), relapse istilah lainya adalah kambuh yang artinya kembali lagi nge–drugs karena “rindu”. Jadi “relapse”
adalah masa penggunaan kembali atau kambuh kembali memakai narkoba.
Pecandu kembali rutin memakai narkoba dalam dosis yang sama dengan dulu sebelum direhabilitasi atau bisa saja bertambah.
Pada kondisi ini pecandu menjadi tidak mampu menghadapi kehidupan secara wajar karena dipengaruhi kejadian masa lampau baik secara psikologis maupun fisik. Hal ini biasanya dipicu suatu dorongan yang demikian kuat (Craving). Dalam bahasa pecandu keadaan itu disebut sebagai “Sugesti” sehingga pecandu sepertinya tidak kuasa menahan dorongan–dorongan tersebut.
(KambuhDalamProsesRehabilitasi.18oktober2016pukul21:00https://jauhinarkoba.
com/2011/05/22/kambuh-dalam-proses-rehabilitasi-lapse-vs-relapse/).
Sebanyak 99% dari mereka yang sembuh mengalami kekambuhan mungkin tampak tidak masuk akaltapi itulah faktanya(Pimansu dalam Nasution 2007:87).
2.5.1 Faktor faktor Penyebab Mantan Pengguna Bisa Kambuh (Relapse) Faktor–faktor penyebab terjadinya relapse itu sangatlah banyak.
Dikarenakan tidak sedikit mantan pecandu mengatakan tidak berdaya apabila
dihadapkan dengan narkoba tersebut, sehingga menuju relapse itu menjadi pilihan
atau alternatif terbaik. Situasi tersebut dikarenakan kurangnya informasi yang dimiliki oleh para mantan pecandu terhadap faktor faktor penyabab relapse itu.
Secara garis besar, faktor–faktor penyebab terjadinya relapse dapat digolongkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Berbagai macam faktor penyebab relapse ini menjadi masalah dan tantangan utama bagi para mantan pengguna untuk tidak kembali mengkonsumsi narkoba (Relapse).
Ada beberapa Faktor Internal penyebab seseorang dapat kembali menggunakan narkoba setelah selesai menjadi pemulihan diantaranya adalah :
1. Mantan pecandu yang sudah sukses (sembuh) seringkali mengalami euforia.
Mereka cenderung mabuk dengan keberhasilanya, lalu menjadi sombong dan serakah. Pecandu melupakan unsur–unsur penopang keberhasilnya. Mabuk keberhasilanya, ditambah dengan keserakahan itulah yang membuatnya lengah dan kembali memakai narkoba.
2. Karena stress. Mungkin ia banyak beban atau juga sering menyalahkan dirinya sendiri. Semua itu membuatnya stress. Seperti yang pernah dulu pecandu alami dan lakukan, setiap kali mengalami masalah, pecandu lari ke narkoba. Pecandu ingin lari dari kenyataan.
3. Kepribadian yang tidak tahan perubahan. Mantan pecandu yang tidak tahan perubahan potensial kambuh. Mereka ini termasuk yang tidak disiplin. Hal–
hal yang sebelumnya sudah berusaha keras ia lakukan atau hindarkan, kembali lagi ia langgar.
4. Mereka yang demam obat. Yaitu mereka yang doyan makan obat. Setiap kali
sakit, ia akan namakan obat. Suatu saat nanti ia pasti akan menjadikan
narkoba sebagai obatnya.
5. Kepribadian tanpa perlindungan. Maksudnya mereka yang sudah sembuh tidak mendapat pengawasan dari keluarganya. Mereka bisa dengan bebas kembali ke’habitatnya’. Biasanya ada romantisme khususnya bagi mereka yang belum lama sembuh (Nasution2007:88).
Selain Faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam diri mantan pecandu itu sendiri, seseorang dapat menggunakan kembali narkoba itu karena situasi lingkungan yang dihadapi oleh mantan pecandu, situasi lingkungan tersebut masuk kedalam faktor eksternal. Faktor eksternal yang dapat menyebabkan Mantan pecandu dapat kembali relapse antara lain :
1) Konflik interpersonal 2) Tekanan sosial
3) Dukungan sosial dan sejarah keluarga 4) Sosial keluarga dan lingkungan
2.5.2 Cara – cara menghindari Kambuh (Relapse)
1. Bertobatlah dengan tobat yang sebenarnya dan berdoalah.
2. Ingatlah selalu apa yang pernah terjadi di masa lalu.
3. Disiplinlah dalam berobat.
4. Hendaknya keluarga memberikan bimbingan dan menciptakan suasana kondusif bagi kesembuhan lebih lanjut.
5. Agar seseorang pecandu narkoba bisa sembuh, pengobatan paling penting adalah pengobatan dari dalam dirinya sendiri alias membangun kesadaran dan harapan hidup baru, meskipun pengobatan raga lebih dahulu.
6. Seluruh anggota keluarga perlu merubah sikap/mental tentang anggapan
kepada si mantan pengguna sering kali mantan pengguna kembali
mengunakan narkoba justru karena keluarganya tidak memberikan dukungan kesembuhan.
2.6 Kerangka Pemikiran
Penyalahgunaan narkoba menjadi salah satu permasalahan yang cukup memprihatinkan di negara indonesia saat ini. Dikarenakan bahayanya yang cukup kompleks dalam kehidupan sosial masyarakat. Sebagai negara yang memiliki penduduk sangat padat membuat peredaran narkoba cepat dikalangan masyarakat.
Bahayanya narkoba ini tidak hanya berada pada diri pemakai serta penjual barang narkoba saja, melainkan meliputi aspek setiap orang baik itu keluarga maupun lainya.
Provinsi Sumatera Utara sebagai peringkat ketiga dengan penduduk terbanyak di wilayah Indonesia tidak dapat dipungkiri bahwa penyalahgunaan narkoba juga sangat luas dalam daerah ini. Terlihat dari beberapa kasus penyalahgunaan narkoba yang telah ditemukan baik oleh kepolisian maupun Badan Narkotika Nasional (BNN) itu sendiri. Banyak faktor yang menjadi penyebab masyarakat menggunakan narkoba. Oleh karena itu setiap kasus yang ditemukan itu meliputi dua Aspek yaitu Korban (Sebatas Pengguna Narkoba), Bandar (Penjual Narkoba). Korban dalam hal ini tidak mendapat proses hukum melainkan harus mendapat program rehabilitasi sedangkan bandar atau penjual narkoba tersebut harus menjalani proses hukuman nya didalam persidangan atau hal lainya.
Yayasan Nazar sebagai salah satu rehabilitasi yang berada di Provinsi
Sumatera Utara memiliki program rehabilitasi untuk menangani adiksi dan
meningkatkan mutu hidup korban penyalahgunaan narkoba. Dalam penelitian ini
dikhususkan kepada korban penyalahgunaan narkoba yang telah pernah mejalanani rehabilitasi sebelumnya atau dengan kata lain mengalami kekambuhan (relapse).
Kambuh (relapse) memungkinkan terjadi kepada seluruh pengguna selama dia menjalani kehidupan ini. Hal ini diakarenakan proses pemulihan dan ketergantungan itu selama umur pengguna karena suatu saat godaan atau rayuan untuk menggunakan narkoba terbuka setiap saat dalam dirinya. Oleh karena itu untuk mengatasi pengguna kembali mengalami kekambuhan (relapse) maka di dalam rehabilitasi itu harus diberikan pemahaman yang cukup terhadap residen mengenai faktor–faktor yang dapat menyebabkan seseorang itu kembali kambuh (relapse).
Faktor yang berasal dari dalam individu itu diartikan sebagai faktor internal sedangkan faktor yang berasal dari luar individu diartikan sebagai faktor eksternal. Maka dari itu penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor–faktor yang menjadi penyebab terjadinya relapse pada residen Penyalahguna narkoba di Yayasan Nazar Medan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dibuat dalam skema yang
menggambarkan sebuah Bagan Alir pikiran yaitu sebagai berikut.
Bagan Alir Pikiran
Gambar 2.6
Analisis faktor–faktor penyebab Terjadinya Relapse di Medan Plus Kilometer 13.5 Lau Cih Medan Tuntungan (SinamoBoymen 2016)
2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
Korban Penyalahgunaan narkoba
Yayasan Nazar Medan
Recovery addict
Faktor – Faktor Penyebab Relapse
Faktor Internal : 1. Euforia 2. Stress
3. Kepribadian yang tidak tahan perubahan
4. Mereka yang demam obat 5. Kepribadian tanpa perlindungan
Faktor Eksternal : 1. Konflik interpersonal 2. Tekanan sosial
3. Dukungan sosial dan sejarah keluarga 4. Sosial keluarga dan lingkungan NARKOBA
Relapse