• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih Chapter III VI"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.Penelitian kualitatif tidak mewajibkan untuk membuat generalisasi dari penelitiannya, oleh karena itu pada penelitian kualitatif ini tidak terdapat adanya populasi dan sampel. Prosedur penelitian mendasarkan pada logika berpikir induktif sehingga perencanaan penelitiannya bersifat sangat fleksibel. Penelitian ini harus melalui prosedur dan tahap-tahap penelitian yang telah ditetapkan walaupun bersifat fleksibel (Suyanto dan Sutinah, 2008:170). Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti.Taylor dan Bogdan (dalam Suyanto dan Sutinah, 2011:166). Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif dilakukan peneliti untuk menjawab sebuah atau beberapa pertanyaan mengenai keadaan objek atau subjek amatan secara rinci (Suyanto dan Sutinah, 2008:171).

3.2 Lokasi Penelitian

(2)

PPSP Insyaf berpindah ke Jalan Berdikari No.37 Desa Lau Bakery Kecamatan Kutalimbaru Deli Serdang pada bulan juli 2008 hingga sekarang.

3.3 Informan Penelitian

Informan penelitian atau dapat disebut subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian (Suyanto dan Sutinah, 2011:171). Adapun yang menjadi informan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informasi kunci dalam penelitian ini adalah Program Manager Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Laucih dan Kepala Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara.

2. Informan utama, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah 2 orang residen relapse di Manager Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Laucih, dan 2 orang residen relapse di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan.

3. Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan tambahan dalam penelitian ini adalah 2 orangtua, atau kerabat, dan teman dari pecandu narkoba relapse.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

(3)

aturan. Menurut Suyanto dan Sutinah ada beberapa metode pengumpulan data yang dikenal dalam penelitian kualitatif , walaupun demikian dapat dikatakan bahwa metode yang paling pokok adalah pengamatan atau observasi dan wawancara mendalam atau in-depth interview. Dan metode tambahan yaitu Penelaahan terhadap dokumen tertulis.

1. Observasi langsung, Menurut Marshall dan Rossman (dalam suyanto dan Sutinah, 2011:172) yaitu deskripsi secara sistemis tentang kejadian dan tingkah laku dalam setting sosial yang dipilih untuk diteliti Marshall dan Rossman. Data yang didapat melalui observasi langsung terdiri dari pemberian rinci tentang kegiatan, perilaku, tindakan orang-orang, serta juga keseluruhan kemungkian interaksi interpersonal, dan proses penataan yang merupakan bagian dari pengalaman manusia yang dapat diamati.

2. Wawancara mendalam, Menurut Marshall dan Rossman (dalam Suyanto dan Sutinah, 2011:172) yaitu teknik pengumpulan data yang didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu tujuan. Data yang diperoleh terdiri dari kutipan langsung dari orang-orang tentang pengalaman,pendapat, perasaan, dan pengetahuannya.

3. Penelaahan terhadap dokumen tertulis, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang ada dilokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

(4)
(5)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Medan Plus Laucih

Medan Plus berdiri di Kota Medan pada tanggal 23 September 2003 oleh 4 (empat) orang mantan pecandu narkoba yang beberapa diantaranya terinfeksi HIV. Organisasi berbasis komunitas ini didirikan agar dapat menjadi wadah komunitas Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) dan korban Narkoba untuk berdaya. Medan Plus juga memberikan layanan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar tentang HIV AIDS dan Narkoba.

4.1.1 Letak/Kedudukan Lembaga Medan Plus Laucih

(6)

Gambar 4.1

Peta Pusat Pelayanan Medan Plus di berbagai daerah

4.1.2 Klasifikasi ,Peranan, dan Fungsi Lembaga Medan Plus Laucih

Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba dan HIV/AIDS Medan Plus merupakan Lembaga non pemerintah yang berafiliasi pada Kesejahteraan Sosial Medan Plus berfokus pada pelayanan Rehabilitasi / pemulihan Penyalahgunaan Narkoba dan penghapusan stigma serta peningkatan motivasi diri terhadap penderita HIV/AIDS, baik melalui rawat inap (langsung) maupun rawat jalan (tidak langsung).

(7)

4.1.3 Falsafah Lembaga Medan Plus Laucih

Tujuan

1. Memberikan pelayanan kepada klien ODHA dan korban penyalahgunaan narkoba

2. Memberikan pelatihan keterampilan bagi klien sebagai bekal ketika kembali ke masyarakat

3. Membekali klien dengan pembinaan bio, psyco, sosial, dan spiritual sehingga menjadi insan yang beriman dan bermanfaat bagi keluarga dan bangsa.

Sesuai Visi dan Misi nya adapun falsafah Lembaga antara lain :

Visi

“ Menghapuskan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dan Korban Narkoba “

Misi

1. Meningkatkan mutu ODHA dan korban penyalahgunaan narkoba

2. Mendorong terciptanya lingkungan yang kondusif bagi ODHA dan korban penyalahgunaan narkoba.

4.1.4 Latar Belakang Berdirinya Lembaga Medan Plus Laucih

(8)

diskriminasi pada orang-orang yang terlanjur terkena narkoba maupun terinfeksi HIV.

Medan Plus lahir karena peran dan kerja sama beberapa organisasi, yaitu ; Yayasan Kolam Bethesda Medan , Yayasan Galatea Medan dan Yayasan Spiritia Jakarta. Ketiga yayasan tersebut memiliki andil masing-masing sesuai dengan isu dan wilayah kerjanya. Medan Plus berubah dari sebuah Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) menjadi organisasi yang berbadan hukum sejak Juni 2006 dengan bentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan diperbaharui dengan nama Yayasan Medan Plus pada bulan Januari tahun 2016.

Organisasi berbasis komunitas Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan Korban Narkoba ini merubah strategi pemberdayaan komunitas dari mendukungnya secara individu dengan menjadi penggagas/inisiator pembentukan organisasi berbasis komunitas lainnya di berbagai wilayah di Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam.

4.1.5 Legalitas Lembaga Medan Plus Laucih

1. SK KEMENKUMHAM No.AHU-0001607.AH.01.04 Tahun 2016

2. Akte Notaris dari WANDA LUCIA, SH No.65 tanggal 24 November 2014 3. Terdaftar di Dinas Kesejahteraan Sosial Sumatera Utara dengan

No.466.3/926/DTSKM/2014

4.1.6 Pola Pendanaan Medan Plus Laucih

(9)

perencanaan program oleh pemerintah melalui program dari Kementerian Sosial , Kementerian Hukum dan HAM ,Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia , lembaga swadaya masyarakat yang berkedudukan di Indonesia yaitu Spiritia , dan lembaga internasional antara lain, United Nations Children's Fund (UNICEF) salah satu lembaga yang ada di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) , United States Agency For International Development (USAID), dan Australian AID.

4.1.7 Struktur Lembaga Medan Plus Lau Cih

Bagan 4.1

Struktur Lembaga Medan Plus Lau Cih Dewan Pembinaa

Direktur Program Rehabiitasi Penyalahguna Narkoba

Program Manajer Badan Pengurus Badan Pengawas

Medan Plus

Direktur Program Pelayanan Pendampingan ODHA

(10)

4.1.8 Hubungan Lembaga Medan Plus Laucih dengan Masyarakat

Hubungan lembaga dengan masyarakat sekitar sangat baik. Terlebih malah lembaga membangun jaringan dan kegiatan terlebih dahulu disekitar Fasilitas rehabilitasi penyalahguna narkoba , menjalin kerjasama dengan pemerintahan setempat , baik itu camat maupun lurah yang berdekatan dengan lembaga , dengan kegiatan penyuluhan anti Narkoba pada masyarakat sekitar, dan di Lembaga Pemasyarakatan Lubuk Pakam.

4.1.9 Kedudukan lembaga Medan Plus Laucih dalam jaringan kerjasama antar lembaga-lembaga kesejahteraan sosial

Melalui Pusat pemulihan ketergantungan narkoba dan Panti Rehabilitasi Medan Plus, juga bersinergi dengan Kementrian Sosial dan Badan Narkotika Nasional Indonesia serta Badan Kesbangpol dan Linmas untuk melakukan layanan rehabilitasi baik rawat inap maupun rawat jalan. Rehabilitasi menjadi hal yang sangat baik untuk dilakukan karena pengguna narkotika dapat mengakibatkan gangguan fisik, otak dan perilaku.

4.1.10 Pengkajian Masalah

(11)

4.1.11 Alur Pelayanan dan Kegiatan

Bagan 4.2

(12)

4.1.12 Pengukuran/Evaluasi

Evaluasi dilakukan setiap hari disetiap selesai melakukan kegiatan. Evaluasi melibatkan Program manager beserta seluruh Staff di Klinik Pemulihan Adiksi Penyalahguna Narkoba Medan Plus.

4.1.13 Rencana Program dan Proses Pemecahan Masalah

A. Program Jangka Panjang

1. Medan Plus berupaya memastikan adanya bantuan hukum bagi anak yang berkonflik dengan dengan hukum, disamping itu YPI juga melakukan tindakan rehabilitasi, reintegrasi bagi anak korban kekerasan dan ekspolitasi.

2. Berkontribusi untuk membangun lingkungan yang memahami dan sensitive terhadap keadilan untuk anak melalui kegiatan klinik hukum bekerja sama dengan Fakultas Hukum di Sumatera Utara.

3. Memastikan penyalahguna narkoba terdampak dapat kembali menata kehidupan mereka paska rehabilitasi melalui perbaikan bio, psikososial, dan spiritual.

4. Berupaya mengembangkan budaya keselamatan dan ketangguhan serta memelihara lingkungan sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup dan keseimbangan lingkungan

(13)

melayani dengan ramah dan tanpa ada stigma dan diskriminasi bagi ODHA dan korban narkoba

6. Banyak ODHA yang masih belum dapat di terima di keluarga ataupun di lingkungan mereka tinggal sehingga perlu adanya rumah singgah sementara bagi ODHA baik yang sedang melakukan rawat jalan khususnya dari luar kota ataupun yang sedang mendapat stigma dan diskriminasi baik di keluarga ataupun di lingkungan.

B. Program Jangka Pendek

1. Masih banyak Penyalahguna Narkoba dan ODHA ataupun OHIDHA yang belum dapat sepenuhnya dapat menerima status HIV nya sehingga perlu adanya konseling sebaya agar dapat saling menguatkan dan dapat memberikan dukungan serta support bagi ODHA.

2. Medan Plus berupaya membantu ODHA baru yang mengetahui status HIVnya dan ODHA lama yang ingin mendapatkan dukungan pendampingan terkait HIV AIDS dapat di dampingi oleh para pendamping dari Medan Plus yang ada di beberapa Rumah sakit yang ada di Kota/kabupaten yang sudah berdiri kelompok dukungan Sebayanya.

3. Berkontribusi untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi ODHA dengan cra sosialisasi di kelurahan/kecamatan untuk mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA di masyarakat

C. Proses Pemecahan Masalah

(14)

1. Rawat Inap

Program ini di desain berdasarkan kebutuhan klien dengan jangka waktu yang di sesuaikan dengan metode yang di terapkan oleh masing-masing fasilitas rehabilitasi. Jika menggunakan metode Teuropatic community (TC) jangka waktu yang di perlukan selama 6 bulan rawat inap sedangkan metode Narcotic Anonymus (NA) atau dapat juga disebut dengan Pemulihan Adiksi Berbasis Masyarakat (PABM) hanya selama 2 bulan rawat inap , klien menjalani berbagai macam kegiatan terapi, antara lain Morning Meeting , Seminar dua kali setiap hari, konseling individu, konseling sebaya, aktifitas (Vokasional, Function, , aktivitas rohani dan kegiatan teraupetik lainnya.

2. Rawat Jalan

Program ini juga dapat menjadi program lanjutan dari rawat inap intensif. Program ini di desain dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan primer.

Program dilakukan melalui beragam program detoksifikasi, terapi medis, holestik, tusuk jari, dan obat herbal, sesi individu (konseling), kelompok hingga bersama pasangan atau keluarga, kelompok bantu diri, kegiatan olahraga dan kegiatan lainnya.

Program yang di desain khususnya untuk masalah gangguan zat yang masih dalam taraf menengah atau belum mengalami kebutuhan (adiksi).

4.1.14 Prosedur Penerimaan Klien

(15)

3. Rujukan dari pengadilan yng memutuskan mengikuti program rehabilitasi sosial;

4. Rujukan dari IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) berdasarkan hasil assesment yang bersangkutan harus direhabilitasi sosial.

4.1.15 Syarat Penerimaan

1. Korban Penyalahgunaan NAPZA; 2. Laki-laki berumur 14-35 tahun;

3. Menyerahkan foto copy KK yang masih berlaku; 4. Menyerahkan fotocopy KTP yang masih berlaku;

5. Menyerahkan fotocopy KTP istri (bagi yang sudah menikah); 6. Menyerahkan fotocopy orang tua;

7. Menyerahkan fotocopy ijazah pendidikan terakhir; 8. Menyerahkan fotocopy akte kelahiran;

9. Menyerahkan surat keterangan domisili dari lurah/kepala desa tempat bersangkutan tinggal;

10.Mengisi formulir pendaftaran, surat permohonan , dan pernyataan; 11.Menyerahkan keterangan/rekomendasi dari Dinas Sosial;

12.Menyerahkan surat izin/rekomendasi rehabilitasi sosial atasan langsung bagi PNS/TNI/POLRI dan Swasta;

13.Calon penerima ,anfaat rujukan dari pengadilan harus dibuktikan dengan surat keputusan pengadilan untuk mendapatkan rehabilitasi sosial;

14.Menyerahkan pas foto 3x4 berwarna, latar biru sebanyak 6 lembar; 15.Semua Persyaratan dimasukkan kedalam map warna biru;

(16)

4.1.16 Mengidentifikasi Masalah yang Ditangani

Dalam rangka pengkajian atau identifikasi masalah, Medan Plus melakukan kegiatan pendekatan terhadap klien yang merupakan bentuk kegiatan yang mengawali keseluruhan proses rehabilitasi sosial melalui penyampaian informasi program rehabilitasi sosial untuk mendapatkan data awal korban penyalahgunaan narkotika sesuai dengan syarat yang telah ditentukan.

4.1.17 Perencanaan dan Tahap-tahap Pelayanan klien

A.Assesment

Tahap pengungkapan dan pemahaman masalah merupakan serangkai keseluruhan proses untuk menelaah kasus atau masalah yang dialami korban serta potensi sumber-sumber yang dimiliki serta diterima saat menjadi penerima manfaat.

B.Treatment

Treatment dapat dilakukan melalui :

1. Upaya pengobatan medis/detoks 2. Penggunaan obat-obatan herbal

3. Pemulihan non medis (alternatif), upaya urut totok saraf. Holestik dan bantuan ahli supranatural

(17)

5. Bimbingan mental spiritual, yang bertujuan untuk memahami, mengembangkan dan meningkatkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan norma yang ada di masyarakat

6. Bimbingan sosial menerapkan program dengan menggunakan metode theraputic community (TC) dan Narcotics Anonymus (NA) yang bertujuan sebagai sarana atau media untuk menumbuhkan dan meningkatkan kapasitas psikososial manfaat eks korban penyalahguna narkotika untuk pencapaian perubahan dan pemulihan

7. Bimbingan keterampilan yang dikembangkan. C.Resosialisasi/Reintegrasi

Program ini dilakukan untuk menyiapkan klien, keluarga, untuk direhabilitasi dari lingkungan sosial dimana ia tinggal. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan kemauan dan kemampuan keluarga/lingkungan untuk menerima eks korban Narkotika. Diharapkan klien dapat berintegrasi ditengah kehidupan keluarga/lingkungan masyarakat setelah mendapatkan rehabilitasi sosial dan mencegah kekambuhan(relapse).

D.Terminasi

(18)

E.Pembinaan Lebih lanjut

Merupakan tahap untuk memelihara dan memantapkan kondisi kepedulian eks rehabiliasi dari ketergantungan terhadap Narkotika setelah selesai menjalani pelayanan rehabilitasi sosial di panti.

F. Monitoring dan Evaluasi

Dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan kondisi eks rehabilitasi setelah selesai melaksanakan program rehabilitasi sosial, serta untuk mengetahui sejauh mana eks rehabilitasi tersebut dapat melaksanakan tugas dan fungsi sosialnya dalam masyarakat.

4.2 Gambaran Umum PSPP “Insyaf” Sumatera Utara

4.2.1 Sejarah Berdirinya

Pertengahan tahun 1970 dilaksanakan rapat koordinasi pemda Tk. I Sumatera Utara, salah satu hasil rapat tersebut untuk mendirikan Panti Sosial bagi Anak Nakal dan Korban Narkotika.

(19)

sebagai Panti Rehabilitasi Sosial korban Penyalahgunaan NAPZA karena berada di pusat kota.

Untuk mendapatkan solusi atas permasalahan di atas dilakukan rapat koordinasi antara Departemen Sosial RI dan Pemerinta Provinsi Sumatera Utara tahun 2006 tentang pemindahan lokasi PSPP “Insyaf” Medan ke Desa LauBakeri Kecamatan Kutalimbaru-Deli Serdang.

Panti Sosial Pamrdi Putra (PSPP) “Insyaf”merupakan Unit Pelaksana

Teknis (UPT) Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA yang didirikan pada thun 1977, yang kemudian resmi beroperasi pada tahun 1979. Pada mulanya panti ini bernama Panti Rehabilitasi Sosial Anak Nakal dan Korban Narkotika (PRS ANKN). Pada tahun 1994 kemudian berubah namanya menjadi Panti Sosial Pamardi Putra “Insyah” dengan dikeluarkannya surat keputusan

Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial Depsos RI nomor 06/KEP/IV/1994. Tanggal 26 April 1994.

Pada awal pendiriannya hingga tahun 2008 PSPP “ Insyaf “ beralamat di

Jl. Willem Iskandar No.377 Medan. Dalam keputusan Menteri Sosial No. 09/HUK/2008 tanggal 23 januari 2008, dilakukan pemindahan lokasi PSPP “Insyaf” ke Desa Lau Bakeri, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang.

(20)

4.2.2 Visi dan Misi Lembaga

1. Visi

Sebagai sebuah organisasi yang memberikan pelayanan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan narkoba. PSPP “ Insyaf “ Sumatera Utara memiliki

visi memberikan pelayanan yang berkualitas dan profesional.

2. Misi

Untuk mencapai visi sebagaimana yang tersebut diatas PSPP “ Insyaf “ Sumatera Utara memiliki Misi sebagai berikut :

a. Menetapkan standarisasi pelayanan dan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan Narkoba.

b. Legislasi pelayanan dan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan Narkoba. c. Mengembangkan alternatif intervensi di bidang pelayanan dan rehabilitasi

sosial korban penyalahgunaan narkoba.

d. Meningkatkan kemampuan dan kompetensi pekerja sosial. e. Membangun jaringan.

4.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi Lembaga

Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor : 106/HUK/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di lingkungan Departemen Sosial.

Menyebutkan PSPP “ Insyaf “ Sumatera Utara merupakan Unit Pelaksana Teknis

(21)

1. Memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, fisik, mental, sosial, keterampilan.

2. Resosialisasi bimbingan lanjut bagi eks korban narkotika dan program

prikotropika sindroma ketergantungan agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

3. Pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.

Mengacu pada peraturan diatas, dalam pelaksanaan tugas dimaksud, panti sosial atau yang disebut dengan pusat rehabilitasi mempunyai fungsi :

1. Pelaksanakan penyusunan rencana program, evaluasi dan laporan.

2. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, diagnosa sosial dan perawatan. 3. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi yang meliputi bimbingan mental,

sosial, fisik dan keterampilan.

4. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran, dan bimbingan lanjut. 5. Pelaksanaan memberikan informasi dan advokasi.

6. Pelaksanaan pengkajian dan peniapan standart pelayanan dan rehabilitasi sosial.

7. Pelaksanaan urusan tata usaha.

4.2.4 Tujuan

(22)

4.2.5 Status

Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara merupakan rujukan

regional dengan jangkauan pelayanan Daerah Kabupaten/Kota pada wilayah Sumatera dan Kalimantan Barat

4.2.6 Fasilitas Lembaga

Luas tanah 46.962 M2, luas bangunan 8.103 M2, yang terdiri dari kantor, Aula, Ruang Pendidikan, Gedung Olahraga, Ruang Keterampilan, Ruang Perpustakaan, Ruang Assesment, Ruang Data dan Informasi, Ruang Konseling, Asrama, Poliklinik, Showroom, Masjid, Kendaraan Dinas, Akses Internet, Lapangan Volley, Lapangan Bulu Tangkis, Tenis dsb.

4.2.7 Fasilitas Pelayanan

1. Selama berada di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara,

penerima manfaat mendapat fasilitas : Konsumsi, Pakaian Olahraga, Sepatu dan pakaian praktek keterampilan, pakaian seragam batik, perlengkapan belajar, perlengkapan mandi dan bantuan stimulan.

(23)

4.2.8 Prosedur dan Syarat Penerimaan Klien

A. Prosedur Penerimaan

1. Calon penerima manfaat diantar langsung oleh orangtua/wali 2. Rujukan dari dinas sosial Provinsi/Kabupaten/Kota

3. Rujukan dari pengadilan yang memutuskan untuk mengikuti program rehabilitasi sosial

4. Rujukan dari IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) berdasarkan hasil assesment yang bersangkutan harus direhabilitasi sosial.

B. Syarat Penerimaan

1. Laki-laki umur 14 – 40 Tahun 2. Bisa baca tulis

3. Fotokopi KTP.KK yang masih berlaku 4. Fotokopi KTP orangtua

5. Fotokopi KTP Istri (bagi yang sudah menikah) 6. Surat keterangan domisili dari Lurah/Kepala Desa 7. Surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari dokter

8. Surat izin/rekomendasi rehabilitasi sosial dari atasan langsung bagi PNS/TNI/POLRI dan swasta

9. Surat keputusan pengadilan untuk mendapatkan rehabilitasi sosial di PSPP “Insyaf” Sumatera Utara bagi calon penerima manfaat rujukan dari pengadilan

(24)

4.2.9 Alur Pelayanan dan Kegiatan

Bagan 4.3

Alur Pelayanan dan Kegiatan PSPP “Insyaf” Sumatera Utara

(25)

BAB V

ANALISA DATA

Pada bab ini akan dibahas mengenai data-data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan di lapangan melalui wawancara dengan informan penelitian. Peneliti mengumpulkan data dari dua informan kunci yaitu Program Manajer Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Laucih dan Kepala Panti atau yang diwakili oleh Program Manajer Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf, empat informan utama yang terdiri dari dua residen dari Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Laucih dan dua orang residen Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara serta dua informan tambahan yaitu keluarga atau kerabat dari dua orang residen yang menjadi informan utama.

(26)

5.1 Hasil Temuan

5.1.1 Informan Utama

A. Residen Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara

Informan I

Nama : Rendy Syahputra Harahap Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 32 Tahun

Alamat : Jalan Pasar Merah Menteng Pendidikan : SMA

Suku : Mandailing

Asal : Medan

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Informan pertama dalam penelitian ini adalah Rendy Syahputra Harahap, seorang residen di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara yang berumur 32 tahun. Informan beralamat di Menteng Raya, Jalan Pasar Merah, Medan.

(27)

yang ia dapat dari temannya, informan tak segan-segan datang langsung ke bandar narkoba untuk langsung membeli narkoba tersebut.

Jenis narkoba yang dipakai adalah ganja. Namun ternyata setelah wawancara mendalam, menurut pengakuan informan sebelum memakai ganja, informan sudah beberapa kali menghisap lem kambing yang merupakan salah satu jenis napza/narkoba, karena salah satu yang terkandung didalam lem kambing atau lem Aica aibon adalah zat Lysergic acid diethylamide (LSD) yang jika zat tersebut terhirup 20-30 mg (mikrogram) saja sudah bisa menyebabkan efek psikoaktif pada manusia. Setelah itu informan juga menggunakan narkoba jenisRohypnol. Hingga informan mulai meningkatkan jenis dan dosis penggunaan narkobanya, sampai menggunakan sabu-sabu dan kemudian putaw.

(28)

ada lagi barulah secara rutin informan menggunakan sabu-sabu, yang di konsumsinya 0,5 ji sampai 1 ji (gram) perhari.

Dahulu pada saat masih menjadi pelajar dan mahasiswa, informan membeli putaw dan sabu-sabu menggunakan uang saku sehari-hari yang di berikan oleh orang tua, dan jika uang saku tersebut kurang informan mengaku bahwa segala cara bisa dilakukan untuk mendapat uang demi membeli narkoba/napza tersebut. Informan tidak berhasil lulus dari kuliahnya karena ketergantungannya trhadap narkoba, namun kemudianinforman sempat bekerja di kantor orang tuanya sebagai pegawai honor. Dari situlah informan mendapat uang untuk membeli narkoba/napza, dan jika masih kurang uang yang dibutuhkan, informan tidak ragu untuk melakukan tindakan kriminal.

Orang tua informan pertama kali tahu bahwa informan menggunakan narkoba pada pertengahan tahun 2006 setelah mendengar cerita orang tentang informan. Lalu orang tua informan memutuskan untuk memecat informan dari kantor. Setelah itu, di tahun 2007 informan mencoba untuk berhenti menggunakan narkoba/napza yang pada saat itu masih mengonsumsi putaw dengan cara menggunakan jarum suntik dengan menjalani pengobatan ke dokter di kawasan setia budi, kemudian bergabung di komunitas Galatea dimana komunitas tersebut adalah tempat berkumpulnya para pecandu narkoba jarum suntik yang ingin berusaha bebas dari kecanduan dan ketergantungannya terhadap narkoba/napza. Kemudian terapi metadon di Rumah sakit umum Adam Malik Medan.

(29)

ketika informan tertangkap oleh aparat dari BNN saat menggunakan narkoba. Lalu, karena informan dinilai adalah hanya pengguna narkoba/napza, informan lalu langsung dikirim ke Lido untuk mendapatkan rehabilitasi pada tahun 2010. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang

narkotika pada pasal 54 yang isinya “Pecandu narkotika dan korban

penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi

sosial”.

informanmenjalani rehabilitasi di Panti rehabilitasi narkoba Lido Bogor selama 7 (tujuh) bulan. Awal menjalani rehabilitasi di Lido, informan sempat tidak menerima atau berontak. Karena pada saat di masukkan ke panti rehabilitasi Lido, informan baru saja menggunakan narkoba sehingga kecanduan yang dirasakan masih sangat tinggi dan belum ada niatan lagi untuk berhenti. Selama di dalam panti rehabilitasi Lido, informan sering kali membuat kesalahan, seperti mencuri makanan, memberontak, dan bahkan sempat split atau melarikan diri dari panti rehabilitasi, sebelum akhirnya tertangkap oleh masyarakat sekitar panti dan juga satpam panti rehabilitasi Lido Bogor. Namun lama kelamaan informan mulai menerima program, dan mulai dapat berfikir bahwa hal tersebut merupakan konsekuensi dari apa yang telah ia perbuat. Walaupun program tersebut informan terima dan jalani namun itu semua di rasa hanya formalitas saja, sehingga tidak terlalu berpengaruh dalam diri informan untuk melepas ketergantungannya dari narkoba.

(30)

teman-temannya dan mencoba untuk bertemu dengan teman-teman-temannya tersebut. Kemudian informan menghubungi temannya untuk mencari tahu dimana lokasi teman-temannya berada. Setalah tahu, informan langsung bergegas ke lokasi tanpa terlebih dahulu pulang kerumah. Maka, setelah sampai dilokasi , informan langsung di sambut oleh teman-temannya yang pada saat itu sedang menggunakan narkoba/napza. Maka tak menunggu lama teman-temannya langsung menggoda informan untuk menggunakan narkoba kembali. Tak lama setelah itu, informan pun merasakan suggesti untuk kembali memakai narkoba.

Setelah itu, informan menjalani rehabilitasi kembali di Yayasan Caritas pada tahun 2012 awal dan hanya menjalani rehabilitasi selama satu bulan, lalu informan split (melarikan diri). Kemudian sempat masuk ke salah satu pesantren di daerah Pematang Siantar selama satu bulan juga karena informan tidak betah lama-lama berada disana.Dan kemudian menjalani pemulihan di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara pada tahun 2016 hingga saat ini dengan masa rehabilitasi selama 9 (sembilan) bulan.

(31)

(relapse) akibat ketidakmampuannya bertahan dari suggesti narkoba yang sudah tertanam di fikirannya.

Informan juga telah memahami apa itu yang dinamakan relapse. Informan juga mengaku telah mengalami relapse. Infroman mengatakan faktor yang menyebabkan relapse, diantaranya yaitu pertama tidak adanya kemampuan untuk mengantisipasi perasaan bosan. Kedua,Kurangnya kemampuan pengendalian diri ketika menghadapi masalah.Ketiga, faktor lingkungan pergaulan“partner in crime” dan informan memang sulit untuk meninggalkan lingkungan pergaulannya tersebut. Keempat, stigma dari keluarga dan masyarakat yang masih mengucilkannya ketika keluar dari panti rehabilitasi, Dan yang terakhir yaitu yang disebut oleh informantes power atau mencoba kemampuan bertahan terhadap narkoba dengan cara mendekati kembali lingkungan tersebut walau tidak ada lagi niatan untuk menggunakan narkoba kembali.

Informan mengatakan bahwa ketika informan kembali relapse, keluarga menjadi acuh dan tidak mau tahu lagi dengan keadaan informan. Dan dari itu juga informan semakin menyesali kesalahannya dalam hal penyalahgunaan narkoba, dan mengatakan bahwa inilah yang terakhir informan menyusahkan keluarganya, kedepannya informan berharap bisa bertahan dan bebas dari narkoba.

(32)

informan nantinya merasa tidak mampu bertahan di lingkungan tempat tinggal saat ini ia juga berencana pindah ke daerah lain, dengan harapan bisa terhindar dari narkoba.

Berdasarkan pengakuan informan, di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf penanganan khusus terhadap penyalahguna relapse narkoba belum efektif. Masih ada penyamaan dan penggabungan penanganan dengan residen lainnya yang belum menjalani rehabilitasi sebelumnya, dan yang membedakan hanya waktunya yang lebih singkat untuk di tahap primery. Informan juga menilai bahwa perlu dilakukan penanganan khusus terhadap penyalahguna narkoba yang sudah

relapse. Karena menurut informan, mereka yang sudah relapse tidak perlu lagi diberikan treatment yang sudah dijalani sebelumnnya di panti rehabilitasi sebelum ia mengalami relapse. Menurut informan, yang perlu dilakukan adalah digali kembali pola pikir agar bisa lebih membuka pikiran dan lebih banyak menggali pemahaman dan pengetahuan tentang dunia adiksi narkoba, memberikan support

berupa dukungan moril dari komunitas yang juga mengalami relapse, jadi harus dibedakan penanganannya antara yang baru pertama kali melakukan upaya pemulihan atau menjalani rehabilitasi (new add) dengan yang sudah mengalami

(33)

Informan II

Nama : Roni Yusuf Pulungan Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 31 Tahun

Alamat :Jalan Pendidikan III Dusun 6 Sei Rotan Medan Tembung

Pendidikan : SMA Suku : Mandailing

Asal : Medan

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Informan kedua dalam penelitian ini adalah Roni Yunus Pulungan. Seorang residen di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara yang berusia 31 tahun. Dan sudah menjalani pemulihan di panti rehabilitasi PSPP Insyaf Sumatera Utara selama 6 (enam) bulan. Informan beralamat di Jalan Pendidikan III Dusun 6 Sei Rotan Kecamatan Medan Tembung. Informan juga merupakan seorang pegawai di salah satu Badan usaha milik daerah (BUMD). Sebelum akhirnya menjalani rehabilitasi karena kecanduan narkoba, dan setelah itu bekerja sebagai konselor di Badan narkotika nasional (BNN).

(34)

bercerai, disitulah ia mulai merasa depresi. Dan secara kebetulan ada seorang teman kantor yang mengajaknya untuk ke diskotik. Ketika di diskotik itu lah pertama kali informan menggunakan narkoba jenis inex dan sabu-sabu.

Berdasarkan pengakuan informan, saat pertama kali memakai sabu-sabu ia tidak langsung merasakan efek kecanduan karena pemakaian pada saat itu tidak terlalu banyak, hanya kurang dari 0,5 gram di bagi menjadi dua dengan temanya. Begitu juga dengan pemakaian kedua,ketiga,keempat hingga kelima, efek dari sabu-sabu itu tidak membuat kecanduan. Hanya karena informan di ajak pada saat informan merasakan depresi dan sab-sabu itu juga di berikan secara gratis oleh rekannya. Dalam jangka waktu beberapa minggu kemudian, barulah informan membeli sabu-sabu sendiri dari seorang bandar yang notabene adalah juga teman sekantor informan, dan menawarkan diri untuk menjadi agen.

Ketika menjadi agen penjual narkoba, informan mengaku menjual narkoba dengan cara menawarkannya langsung ke orang-orang yang ia kenal juga mengguakan narkoba atau menjualnya dirumah dan menjadikan rumahnya sebaga tempat untuk menggunakan narkoba.

(35)

yang mengaturnya, tergantung berapa harga ketika informan menjual sabu-sabu tersebut kepada para pembeli. Namun berdasarkan pegakuannya, ia lebih sering mengalami kerugian dikarenakan kecanduannya terhadap narkoba, jadi ia gunakan sendiri dengan jumlah yang banyak dan hanya sedikit yang dijual.Dalam kondisi seperti itu, ia menanggulanginya dengan uang pribadi dan terkadang ketika masih kurang ia tidak segan untuk membohongi atau menipu keluarga dan melakukan tindak kejahatan lainnya di masyarakat.

Informan mengalami perubahan sikap yang sangat drastis. Orang tua informan juga perlahan mencurigai informan bahwa informan telah menggunakan narkoba. Hingga informan sendiri yang memberi tahunya pada tahun 2012. Di tahun itu juga orang tua informan sudah berencana untuk memasukkan informan ke panti rehabilitasi Lido Bogor dan sudah mendaftarkan nama informan disana. Namun pada saat itu informan tahu dan menolak. Karena informan merasa bahwa perubahan itu harus dimulai dari kemauan. Kemudian informan memohon diberi kesempatan untuk bisa berubah dengan sendirinya.

(36)

kecanduan itu masih terasa di diri informan, informan pun kembali menggunakan narkoba tersebut.

Pada tahun 2014 informan mulai menyerah, dan merasa bahwa lingkungan luar memang tidak bisa membuatnya berubah dan lepas dari kecanduan terhadap narkoba. Disitulah informan dengan sendirinya meminta untuk di rehabilitasi di Lido Bogor. Tepatnya tanggal 14 bulan agustus 2014 informan mulai menjalani rehabilitasi di Lido Bogor sampai tanggal 14 bulan februari 2015. Kemudian informan lanjut mengikuti program pasca rehabilitasi di Lido Bogor yaitu rumah damping dan sekolah konselor, dimana setelah lulus dari sekolah tersebut yang di jalani selama enam bulan. Informan langsung di pekerjakan sebagai konselor dan di tempatkan di Badan Narkotika Nasional (BNN) Sumatera Barat dan kemudian ditempatkan di salah satu Instansi Penerima Wajib Lapor (IPWL) atau panti rehabilitasi narkoba di Sumatera Barat.

(37)

memutuskan untuk kembali ke Medan, dan istrinya tersebut juga kembali ke Padang.

Berdasarkan pengakuan informan, karena permasalahan tersebut, informan kembali merasakan depresi dan kembali menggunakan narkoba pada bulan maret tahun 2016. Dan pada bulan juni di tahun yang sama, informan kembali masuk ke panti rehabilitasi narkoba atas kemuannya sendiri, tepatnya di panti sosial pamardi putra Insyaf Sumatera Utara hingga sekarang.

Alasan informan kembali masuk ke panti rehabilitasi karena ia pada dasarnya telah jauh hari sadar bahwa narkoba itu tidak baik untuk dirinya. Dan informan menyadari bahwa hanya di dalam program rehabilitasi yang dapat membantunya untuk pulih dan terhindar dari narkoba. Karena menurut pengakuannya berusaha sendiri untuk pulih itu sangat sulit.

Informan mengatakan bahwa faktor yang menyebabkan seseorang relapse

(38)

Informan mengatakan perlu penanganan khusus terhadap penyalahguna

relapse narkoba. Karena informan menganggap bahwa fungsi program yang telah dijalani sebelumnya tidak akan maksimal dijalankan terhadap seorang pecandu narkoba yang relapse. Dan pecandu relapse narkoba juga seharusnya ditempatkan di tempat yang berbeda dengan pecandu yang baru menjalani rehabilitasi. Dalam arti harus ditangani bersama komunitas pecandu yang mengalami relapse. Informan juga menyarankan agar penanganan terhadap pecandu relapse narkoba harus lebih mengarah kepada terapi terhadap pola pikir dan sikap. Salah satunya juga yang terpenting lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.

B. Residen Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

Informan III

Nama : Edy Syahputra Sembiring Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 26 Tahun

Alamat :Kelurahan Sigara-gara, Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

Pendidikan : SMA

Suku : Karo

Asal : Deli Serdang Pekerjaan : Wirausaha

Agama : Islam

(39)

Informan pertama kali menggunakan narkoba pada tahun 2006. Informan mengaku faktor yang mendorong informan menggunakan narkoba adalah karena kedua orang tuanya berpisah/bercerai. Dari situ lah informan mulai terjerumus ke pergaulan lingkungan pengguna narkoba. Pada saat itu juga, informan mulai sering bolos sekolah karena dirinya merasa malu dan kesal atas perpisahan kedua orang tuanya.

Informan mengaku pada saat menggunakan narkoba pertama kali, ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Informan mengaku setiap ingin membeli narkoba pada saat pertama kali menggunakan selalu menitipkan kepada temannya yang usianya lebih tua dari informan. Pertama kali korban menggunakan narkoba jenis ganja. Setiap membeli ganja yang harganya Rp10.000/am, informan selalu memberikan upah kepada teman yang membelinya dengan 1 am ganja. Informan mengaku menggunakan ganja 1 am setiap hari, jika di linting menjadi seperti rokok, bisa menjadi tiga batang. Namun jika malam minggu pemakaian bertambah bisa menjadi 2 am.

Informan sempat melanjutkan sekolah ke jenjang SMA. Namun setelah lulus, ia tidak mendapat ijazah, karena tidak membayar uang sekolah selama satu bulan. Selanjutnya setelah lulus dari SMA, informan bekerja sebagai pemain

(40)

Uang yang digunakan untuk membeli narkoba di dapat dari hasil bermain organ tunggal, dan jika masih kurang meminta dari orang tua. Kemudian, karena informan terus meminta uang kepada orang tuanya, orang tuanya lalu memberikan modal usaha kepada informan sebesar Rp20.000.000 untuk membuka sebuah warung. Setelah hanya 5 minggu warung dibuka, warung tersebut tutup, karena informan tidak memiliki modal lagi akibat digunakan untuk menggunakan narkoba.

Pada tahun 2012 informan menikah, dan ikut dengan istrinya ke Rantau prapat, disana informan dipekerjakan oleh kakek istrinya menjadi mandor di perkebunan. Dalam tahun 2012 – 2014 informan bekerja disana, dan tinggal di rumah kakek istrinya. Berdasarkan pengakuan informan, ia abstinance atau berhenti dari narkoba selama 2 tahun disana. Karena di tempat tersebut informan tidak mengenal orang yang menggunakan narkoba. Dan informan juga mengaku keinginannya untuk menggunakan narkoba juga teralihkan oleh perasaan senang karena baru menikah.

(41)

teman lamanya tersebut kembali mengajaknya menggunakan narkoba karena pada saat itu informan sedang banyak uang dari hasil usaha sepatunya. Sehingga teman-temannya memanfaatkan keadaan tersebut agar lebih mudah mengajak infroman.

Berdasarkan pengakuan informan, ketika kembali menggunakan narkoba, jumlah dan dosis pemakaian informan lebih parah dari sebelumnya. Jika sebelumnya hanya paket Rp100.000/hari menjadi paket Rp150.000/hari atau bahkan lebih.

Informan mengakui modal usaha sepatunya yang seharusnya sudah kembali dalam sebulan, habis digunakannya untuk menggunakan narkoba. Dalam satu bulan penggunaan narkoba, informan bisa menghabiskan uang sampai Rp20.000.000. Dari situlah usaha sepatunya kembali bangkrut dan kemudian melalui ajakan dari salah seorang keluarga informan yang telah lama mengikuti rehabilitasi di berbagai panti, informan pun diajak untuk masuk panti rehabilitasi . Informan pun menjalani rehabilitasi di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Stabat.

(42)

keluar, namun harus persetujuan dari keluarga. Akhirnya informan menghubungi istrinya melalui konselor panti, untuk datang mengunjunginya di panti rehabilitasi dengan alasan bahwa informan rindu dengan istrinya.

Informan menjelaskan bahwa, tujuan dirinya meminta istrinya untuk mengunjungi ke panti, karena ia berencana meminta istrinya untuk mengeluarkannya. Ketika istri informan mengunjunginya, ia kemudian mengancam istrinya, jika istrinya tidak mau mengeluarkan informan dari panti, maka informan akan membakar rumah orang tua istrinya ketika selesai masa rehabilitasi. Kemudian istri informan pun ketakutan dan lalu mengeluarkan informan dari Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Stabat.

Berdasarkan pengakuan informan, setelah keluar dari panti rehabilitasi, informan berhenti menggunakan narkoba selama dua bulan. Namun informan mengatakan setelah dua bulan ia kembali menggunakan narkoba dengan alasan keluarga, baik orang tua maupun istri informan sangat posesif terhadap informan,

sehingga ia merasa selalu dicurigai. Atas dasar itu informan mengatakan “Dari

pada dituduh pakai narkoba terus, bagus aku pakai sekalian”. Dari situ lah

informan bertengkar dengan istrinya, dan karena emosi yang tidak terkontrol, informan mengusir istrinya dari rumah dari menyuruhnya untuk kembali ke orang tuanya.

Setelah istri informan kembali ke rumah orang tuanya, informan mengaku kembali merasa frustasi dan memutuskan untuk menghubungi temannya sesama

pecandu narkoba untuk pergi ke Brastagi dengan maksud untuk ”pesta” narkoba.

(43)

Brastagi, pemakaian narkoba tidak lagi dapat terkontrol. Setelah kembali dari Brastagi, informan langsung kerumah orang tuanya, namun informan tidak di pedulikan oleh orang tuaya karena orang tuanya telah mengetahui bahwa jika informan tidak pulang lama pasti informan kembali menggunakan narkoba. Lalu informan pun memilih mengurung diri di kamar selama dua bulan dan meratapi apa yang telah ia lakukan.

Berdasarkan pengakuan informan, setelah mengurung diri selama dua bulan di kamar, dengan kesadaran dirinya, ia pun masuk ke panti rehabilitasi tepatnya di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih hingga saat ini.

Informan sadar dan mengakui bahwa dalam panti rehabilitasi ia akan sangat terbantu untuk pulih dari ketergantungan terhadap narkoba. Dan lebih nyaman dan aman dari pengaruh narkoba. Informan mengatakan di rehabilitasi dirinya lebih berani dan leluasa untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya, dan mendapat masukan yang positif dari residen yang lainnya di panti rehabilitasi, karena sudah seperti komunitas bahkan keluarga.Karena ketika masih berada di lingkungan luar, tidak ada yang bisa memberi masukan yang positif dan disampaikan secara baik kepada informan. Misalnya keluarga, yang tidak lagi mempercayainya, serta teman-teman di lingkungan luar yang kebanyakan menggunakan narkoba.

(44)

residen yang bestatus second add atau relapse. Informan juga mengatakan untuk kembali terhindar dari narkoba harus pindah dari lingkungan yang lama ke lingkungan yang baru, dan tetap mengasah kesadaran diri agar tidak lagi terjerumus dalam kehidupan pecandu narkoba.

Informan IV

Nama : Jontra Alexander Sinaga Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 20 Tahun

Alamat :Komplek Yuka Martubung, Kota Medan Pendidikan : SMK

Suku : Batak

Asal : Medan

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Kristen

Informan keempat dalam penelitian ini adalah Jontra Alexander Sinaga, seorang residen di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih yang berusia 20 tahun. Informan beralamat di Komplek Yuka, Martubung, Kota Medan.

Informan pertama kali menggunakan narkoba saat masih duduk di bangku SMP, dengan jenis zat Lysergic acid diethylamide(LSD) yang terkandung dalam lem kambing lem. Setelah itu informan menggunakan pil Dextro atau

(45)

memberikan efek euphoria dan halusinogen dissociative. Sehingga jika sampai pada tahap tersebut, itu lah yang disebut dengan penggunaan pil koplo yang sebenarnya adalah pil Dextro.

Berdasarkan pengakuan informan, pada saat informan duduk di bangku SMA tepatnya tahun 2013 barulah ia menggunakan sabu-sabu. Saat awal menggunakan, informan di diajak oleh temannya. Informan dan temannya berdua menggunakan narkoba dengan dosis yang tinggi dan jumlah yang banyak. Karena itu, informan langsung merasakan efek bius dari sabu-sabu yang langsung ia konsumsi dalam dosis besar, dan langsung merasakan kecanduan akan sabu-sabu. Setelah penggunaan narkoba bersama temannya tersebut berselang tiga hari informan langsung membeli sabu-sabu sendiri dengan paket sabu-sabu Rp450.000/hari dengan dosis 0.5 gram.

Informan mengaku bahwa ia membeli sabu dari upah bekerja kepada bandar sabu-sabu. Ia bekerja dengan mengantarkan sabu-sabu dari Belawan ke Stabat, dan dari Medan ke Binjai.Upah sekali mengantar barang adalah Rp 550.000 , dan 0.25 gram sabu-sabu untuk digunakannya sendiri.

(46)

sangat asing bagi dirinya, dan memang niatan awal yang kuat merantau dengan tujuan terhindari dari narkoba.

Informan menyebut, setelah satu tahun berada di Jambi, informan memutuskan untuk kembali ke rumahnya di Medan. Berdasarkan pengakuan informan, sekitar satu minggu berada di Medan, ia kembali menggunakan narkoba akibat pengaruh lingkungannya. Ia menyebut bahwa lingkungan sekitar rumahnya banyak sekali yang sudah terjerumus ke penyalahgunaan narkoba, mulai dari anak-anak SD hingga orang dewasa. Itulah faktor utama sehingga informan kembali menggunakan narkoba kembali.Kemudian informan pergi ke jakarta untuk mengikuti pelatihan dasar perkapalan di Sekolah Tinggi Pelayaran Indonesia (STIP) selama enam bulan. Dan informan mengatakan selama enam bulan tersebut ia bersih dari narkoba.

Setelah menempuh pendidikan atau pelatihan dasar di STIP Jakarta, informan langsung berlayar ke Batam untuk bekerja sebagai mekanik kapal disana. Sebenarnya niat untuk berhenti menggunakan narkoba masih ada di diri informan. Namun setelah sampai di Batam, informan langsung disambut oleh teman lamanya dari Medan yang juga pecandu narkoba. Informan mengaku diajak kesalah satu penginapan temannya itu, dan sesampainya disana langsung di tawari sabu-sabu. Karena alasan solidaritas dan suggesti yang masih dirasakan, informan pun kembali menggunakan narkoba dengan penggunaan yang semakin banyak dosisnya.

(47)

bulan disana, informan pun memutuskan untuk kembali ke Medan. Ketika kembali pulang ke Medan, informan juga terus menggunakan narkoba. Setelah dua minggu berada di Medan, orang tua informan menawarkannya untuk di rehabilitasi dan informan bersedia. Orang tua informan mendapat rekomendasi rehabilitasi di Pematang Siantar dari salah seorang teman. Masuklah informan untuk direhabilitasi di salah satu tempat rehabilitasi di Pematang Siantar.

Berdasarkan pengakuan informan, di tempat rehabilitasi tersebut, tidak memiliki program yang penuh dalam satu hari. Karena panti rehabilitasi tersebut lebih menggunakan metode pendekatan spiritual. Informan mengaku tidak dapat maksimal mengikuti program tersebut, dan program tersebut kurang bisa membantu pemulihannya. Namun informan tetap berusaha untuk mengikuti program di panti tersebut, karena ada tekad dari diri informan untuk pulih dari narkoba. Informan mengatakan sebelum direhabilitasi informan memang ingin berubah karena ia merasa hidupnya tidak bermanfaat sama sekali, dan sudah

seperti “mayat hidup” yang hidup hanya karena narkoba.

(48)

Berdasarkan pengakuan informan, ia sempat berkelahi dengan adiknya dan tangan informan tertusuk pisau yang dilakukan oleh adiknya sendiri. Adik informan kesal dengan tingkah laku informan selama ini. Hingga akhirnya karena sudah habis kesabaran, adik informan pun nekat melukai informan. Informan mengaku beruntung karena sempat menghalau penusukan itu dengan tangannya hingga tangannya terluka cukup parah. Kemudian informan pun dibawa ke rumah sakit dan mendapat perawatan.Setelah informan kembali pulang kerumah, informan juga tidak jera untuk menggunakan narkoba, dengan kondisi tangan terbalut perban dan lukanya juga belum sembuh informan tetap berperilaku yang tidak baik. Informan masih bergadang hampir setiap malam di warung internet (warnet) dan tetap menggunakan narkoba.

Melihat kondisi anaknya, orang tua informan pun mulai semakin resah. Dalam kondisi tersebut, orang tua informan meminta Badan Narkotika Nasional (BNN) Lubuk Pakam untuk menangkap anaknya untuk kembali di masukkan ke panti rehabilitasi. Awalnya BNN berencana memasukkan informan ke panti rehabilitasi Lido Bogor. Namun karena kondisi tangan informan yang belum membaik, maka informan di masukkan ke Klinik Pemulihan Adiksi Medan Plus Lau Cih yang programnya lebih ringan.

(49)

karena pada umumnya para pecandu narkoba memiliki emosi yang lebih sensitif, dan bisa mengintrospeksi diri untuk menjadi lebih baik, serta dapat menyusun rencana setelah keluar dari panti rehabilitasi untuk tetap mempertahankan pemulihannya.

Menurut informan, di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih, memang tidak ada program khusus untuk relapse. Namun informan mengatakan memang perlu dilakukan penanganan khusus terhadap penyalahguna

relapse narkoba. Ia menyarankan agar penyalahguna relapse narkoba ditangani diluar lembaga namun tetap diberi pendampingan komunitas, agar dapat terbantu mempertahankan pemulihan, karena ketergantungan dan suggesti akan tetap ada walau telah menjalani program rehabilitasi.

(50)

5.1.2 Informan Tambahan

Informan I

Nama : Cahaya Hartati Lubis Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 56 Tahun

Alamat :Jalan Pasar Merah, Menteng Pendidikan : SMU

Suku : Mandailing

Asal : Tapanuli

Pekerjaan : Wirausaha

Agama : Islam

Informan tambahan yang pertama pada penelitian ini adalah ibu Cahaya Hartati Lubis. Informan merupakan orang tua dari informan utama Rendy Syahputra Harahap. Informan berusia 56 Tahun dan menjalani aktifitas berwirausaha. Informan memiliki tiga anak, dan Rendy merupakan anak ke-3.

Informan mengaku pertama kali mengetahui anaknya tersebut menggunakan narkoba adalah pada tahun 2006, dimana informan mendapat informasi dari teman-teman Rendy bahwa ia menggunakan narkoba. Kemudian informan mengaku bersama almarhum suaminya memutuskan untuk memecat anaknya tersebut dari kantor karena merasa kecewa dan ingin memberi pelajaran kepada anaknya agar tidak lagi menggunakan narkoba.

(51)

depan,informan juga sempat menyampaikan bahwa seharusnya pemerintah bertindak aktif dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba. Misalnya mencegah narkoba itu bisa tersebar di Indonesia. Karena kalau bukan karena ada narkoba yang beredar di masyarakat, tidak mungkin orang akan menyalahgunakannya.

Berdasarkan pengakuan informan, ia mengetahui anaknya menggunakan narkoba saat keluarga atau saudara dari informan memberikan informasi kepadanya, dan juga informan mencari informasi dari teman-teman sebaya anak informan. Informan mengingat tepatnya pada tahun 2006, dimana informan langsung meminta kepada suaminya yang juga ayah dari Rendy untuk memecat Rendy dari kantor. Informan mengaku belum mengetahui adanya panti rehabilitasi, sehingga informan menyarankan anaknya ke dokter dalam mengatasi kecanduannya terhadap narkoba. Lalu Rendy mencari dokter yang bisa menangani masalah ketergantungan narkoba, disitulah Rendy mengetahui bahwa ada dokter di Setia Budi yang dapat mengatasi masalah ketergantungan narkoba dan menjalani pengobatan disana.

Informan mengaku setelah menjalani pengobatan di dokter khusus konsultasi masalah narkoba dan kejiwaan Setia budi, Rendy tidak juga membaik, dan masih menggunakan narkoba. Kemudian pada tahun 2010, informan mengaku Rendy tertangkap oleh BNN saat sedang menggunakan narkoba. Saat itu informan sempat memohon kepada BNN untuk memasukkan anaknya ke panti rehabilitasi Lido Bogor, dan kemudian diakomodir oleh pihak BNN.

(52)

kembali pulang setelah menjalani masa rehabilitasinya, barulah informasi itu berkembang di masyarakat. Respon masyarakat di lingkungan informan terlihat ada yang negatif ada juga yang memandang positif. Namun berdasarkan pengakuan informan, kebanyakan respon yang terdengar di masyarakat adalah negatif. Stigma dari masyarakat bahwa pecandu narkoba tidak bisa di sembuhkan dan suka mencuri barang orang lain melekat di beberapa masyarakat sekitar. Hal itulah yang membuat informan resah.

Setelah Rendy selesai menjalani rehabilitasi, informan melihat perubahan dari diri anaknya tersebut menjadi lebih baik sehingga tidak membuatny curiga anaknya akan menggunakan narkoba kembali. Namun satu bulan kemudian, sikap Rendy mulai kembali berubah seperti saat Rendy menggunakan narkoba, mudah emosi, sering tidak pulang, dan sering meminta uang kepada orang tuanya. Pada tahun 2012 , atas dorongan dari informan, Rendy kembali menjalani rehabilitasi di Yayasan Caritas PSE Medan. Namun saat baru menjalani rehabilitasi selama satu bulan, Rendy kembali pulang kerumah dan meminta uang kepada informan. Informan bingung dan menanyakan kepada pihak Caritas PSE bahwasanya Rendy melarikan diri dari panti rehabilitasi Caritas.

(53)

dan apa yang dilakukan anaknya tersebut. Namun informan masih sedikit memantau.

Pada tahun 2016 hingga saat ini, informan mengaku tahu bahwa Rendy sedang menjalani rehabilitasi di PSPP Insyaf, namun hingga kini informan tidak pernah menjenguk atau mengunjunginya di PSPP Insyaf, karena sudah sangat kecewa dengan anaknya tersebut.

Berdasarkan pengakuan dari informan, walaupun informan sudah sangat kecewa dengan Rendy, namun ia sudah memiliki rencana setelah Rendy selesai menjalani rehabilitasi, yaitu menyarankan Rendy untuk bekerja ke luar daerah dengan lingkungan baru, agar Rendy tidak lagi terjerumus menyalahgunakan narkoba. Sebelumnya ia mengaku sudah berupaya keras untuk mencegah Rendy kembali menggunakan narkoba, seperti melarang Rendy untuk berpergian dengan tujuan yang tidak jelas, pergi hingga larut malam, dan membatasi uang untuk Rendy. Namun ia merasa usahanya tersebut telah gagal.

(54)

Informan II

Nama : Indriani Syahfitri Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 25 Tahun

Alamat : Kelurahan Sigara-gara, Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

Pendidikan : SMA

Suku : Jawa

Asal : Medan

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Informan tambahan kedua dalam penelitian ini adalah keluarga atau istri dari informan utama ketiga yaitu Edy Syahputra Sembiring. Informan berusia 24 tahun dan telah memiliki satu orang anak dari pernikahannya dengan Edy Syahputra Sembiring. Saat ini informan tinggal bersama orangtuanya karena masih merasakan kecewa yang teramat mendalam terhadap Edy Syahputra.

(55)

Kemudian informan mengaku tidak mengetahui banyak tentang penyalahgunaan narkoba, tetapi yang informan lihat dari perilaku suaminya setelah menikah, ia merasa bahwa narkoba itu adalah hal yang tidak baik untuk diri seseorang. Karena penyalahgunaan narkoba dampaknya tidak hanya pada diri sendiri saja, namun juga orang lain disekitar pengguna atau pecandu narkoba seperti keluarga, dan masyarakat. Saat informan telah melihat perilaku aneh dari suaminya, seperti mengambil uang dari hasil usaha warung dan toko sepatu untuk menggunakan narkoba, informan mulai berusaha untuk membuat suamninya berhenti menggunakan narkoba. Namun informan mengaku takut bila suaminya tersebut marah terhadap dirinya. Informan mengaku setiap ia mencoba mengingatkan suaminya, suaminya tersebut langsung membentak dirinya dan setelah itu dia tidak berani lagi untuk melawan.

Berdasarkan pengakuan informan, suaminya sempatdimasukkan ke panti rehabilitasi narkoba Medan Plus Stabat, atas saran dari salah seorang keluarga suaminya. Setelah dua bulan menjalani rehabilitasi, suaminya meminta informan untuk meminta kepada pihak Medan Plus Stabat untuk memulangkannya. Pada awalnya informan tidak mau mengeluarkan suaminya tersebut, karena masa rehabilitasi belum habis. Namun karena suaminya mengancam akan membakar rumah orang tua informan, informan pun dengan terpaksa mengeluarkannya dari panti rehabilitasi.

(56)

Informan juga mengakui bahwa memang ia terlihat terlalu mengkhawatirkan suaminya sehingga seakan masih ada stigma di diri informan terhadap suaminya.

Kemudian informan mengaku sering bertengkar dengan suaminya tersebut dikarenakan pertanyaan yang setiap hari informan tanyakan kepada suaminya. Hingga pada bulan desember tahun lalu ia mengetahui bahwa suaminya kembali menggunakan narkoba, namun suaminya tersebut tidak mengakui maka terjadilah pertengkaran yang menyebabkan suaminya, Edy Syahputra Sembiring mengusirnya dari rumah. Dan informan masih sangat merasa kecewa hingga saat ini, sehingga ia tidak mau lagi kembali kerumah mereka berdua bahkan tidak mau mengunjungi suaminya di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih.

Berdasarkan pengakuan informan, orang-orang disekitar tempat tinggal informan bersama suaminya banyak yang telah menjadi pecandu narkoba, terutama teman-teman suami informan. Jadi, di lingkungan tempat tinggal tersebut seperti sudah tahu sama tahu saja orang yang menggunakan narkoba, tidak terlalu dibesar-besarkan.

(57)

Informan memberikan saran terhadap panti rehabilitasi agar lebih ketat dalam menangani dan mengawasi pecandu narkoba. Informan juga menyarankan agar panti rehabilitasi memberikan informasi mengenai tanda seseorang menggunakan narkoba kembali dan memberikan informasi tentang cara menangani seorang pecandu pemulihan agar tidak menggunakan narkoba kembali.

5.1.3 Informan Kunci

A. Kepala Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara

Nama : Drs. Ahd. Sulaiman Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 51 Tahun

Alamat :Jl.Berdikari No.37, Desa Lau Bakeri, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang

Pendidikan : S-1

Suku : Batak

Asal : Tapanuli

Pekerjaan : Kepala Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara (PNS)

Agama : Islam

(58)

Pertama-tama informan menjelaskan sejarah singkat dari PSPP Insyaf Sumatera Utara yang telah penulis sajikan pada deskripsi lokasi penelitian. Kemudian informan menyampaikan adapun upaya-upaya yang panti berikan antara lain adalah rehabilitasi sosial seperti bimbingan fisik,mental, spiritual, dan keterampilan kepada residen serta sosialisasi kepada masyarakat. PSPP Insyaf Sumater Utara juga memberikan pendampingan pasca rehabilitasi kepada residen

PSPP Insyaf yang telah menyelesaikan masa pemulihan rehabilitasi dengan program after care .

Berdasarkan informasi yang informan sampaikan, ada beberapa kendala dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba, antara lain saat menangani

residen yang sudah terlalu parah, dalam artian narkoba sudah sampai mengakibatkan efek kejiwaan kepada residen. Informan menyampaikan terkadang yang seperti itu akan langsung di sarankan di obati di rumah sakit jiwa. Kendala berikutnya yaitu anggaran pemerintah yang terbatas sehingga tidak semua kebutuhan penanganan dapat terakomodir dengan maksimal.

Informan menjelaskan residen yang terdaftar di PSPP Insyaf berasal dari wilayah Kalimantan Barat dan Pulau Sumatera. Terdaftar ada tiga Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang langsung dikelola oleh pemerintah, yakni PSPP Insyaf Sumatera Utara, Panti Sosial Batu Raden Malang, dan Panti Sosial Pakuan Bogor.

Berdasarkan penjelasan informan, metode yang digunakan dalam penanganan/rehabilitasi terhadap residen di PSPP Insyaf Sumut adalah metode

(59)

sembilan bulan.Dan jika residen ingin mendapat keterampilan atau bimbingan lanjutan bisa menambah satu tahun lagi yang dinamakan program Re-Entry.

Dalam program tersebut, residen yang telah selesai masa rehabilitasi akan dibekali life skill, seperti montir mobil, montir sepeda motor, peternakan, las, dan desain grafis.

Informan mengatakan pemulihan bagi pecandu narkoba dapat dilakukan atas dorongan dari dalam dirinya sendiri sebagai faktor penentu utama yang dapat membantu dirinya pulih, kemudian keluarga, dan lingkungan. Maka dalam program TC yang digunakan oleh PSPP Insyaf Sumut adalah memberdayakan komunitas yang dibentuk di dalam panti yang terdiri dari para residen untuk saling memberikan dukungan, motivasi, semangat, serta nasehat guna pemulihan anggota di dalam komunitas.

Informan juga menyampaikan indikator seseorang telah pulih dari kecanduannya terhadap narkoba terlihat dari bentuk fisiknya, serta sikapnya. Faktor yang dapat mendorong seorang pecandu narkoba untuk tetap dapat mempertahankan pemulihannya antara lain masyarakat jangan ada memiliki stigma kepada seorang pecandu pemulihan yang telah abstinance atau berhenti dari penyalahgunaan narkoba. Kemudian faktor keluarga, keluarga harus memberikan kepercayaan kepada keluarganya yang merupakan mantan pecandu narkoba. Dan faktor yang terpenting adalah komitmen dari dalam dirinya sendiri.

(60)

pecandu narkoba tersebut mengalami relapse. Penyebab terjadinya relapse seperti yang informan telah sampaikan diatas, yang merupakan faktor pendorong terjadinya relapse.

Berdasarkan penjelasan informan bahwa tidak ada pembedaan penanganan terhadap residen yang relapse dengan yang baru pertama kali mengikuti pemulihan atau abstinance dari narkoba di PSPP Insyaf Sumut. NamunInforman menyadari bahwa memang perlu dilakukan penanganan khusus untuk pecandu narkoba yang relapse. Jika digabungkan dengan pecandu yang baru menjalani rehabilitasi atau yang baru memulai berhenti menggunakan narkoba, para pecandu

relapse tidak akan mendapatkan pemulihan yang maksimal lagi, karena ia sudah sangat memahami program. Informan mengatakan PSPP Insyaf Sumut juga telah merancang dan merencanakan program untuk penyalahguna relapse narkoba, dengan upaya awal memisahkan tempat atau komunitas yang baru pertama kali menjalani program (New add) dengan yang telah relapse (Second add).

(61)

B. Program Manajer Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

Nama : Hemadyanta Sembiring, SE Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 43 Tahun

Alamat :Jl. T. Amir Hamzah, Dusun IV, Desa Sambirejo Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat

Pendidikan : S-1

Suku : Karo

Asal : Langkat

Pekerjaan :Program Manajer Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

Agama : Islam

Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Dalam hal ini orang yang mengerti tentang program yaitu Program Manajer di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih.

(62)

Informan mengatakan awal Medan Plus berdiri pada tahun 2003 dalam bentuk komunitas. Dan melayani pemulihan/rehabilitasi bagi pecandu narkoba pada tahun 2005 dengan metodePemulihan Adiksi Berbsis Masyarakat (PABM). Upaya medan plus untuk menangani orang yang telah menjadi pecandu narkoba, yaitu bisa dengan rawat inap (in patient) dan rawat jalan (out patient). Dengan tujuan untuk memulihkan pecandu narkoba dan memberdayakan mereka agar kembali berfungsi sosial di tengah-tengah masyarakat.

Informan mengaku dalam menangani residen pecandu narkoba banyak mengalami tantangan atau permasalahan. Tantangan dan permasalahan yang dihadapi antara lain adanya ketidaksingkronan antara keluarga dengan pecandu, dalam arti keluarga sulit untuk memberi kepercayaan kembali kepada pecandu narkoba walaupun ia telah menjalani rehabilitasi, dan itu menjadi tugas lembaga untuk meyakinkan keluarga residen. Kemudian, Ketidakadaannya keinginan dari pecandu narkoba untuk pulih atau menjalani rehabilitasi.

Informan mengatakan, Medan Plus Lau Cih juga bekerja sama dengan berbagai pihak, yaitu masyarakat, dan lembaga-lembaga seperti Badan Narkotika Nasional (BNN),Kementerian Sosial, Dinas Kesehatan. Adapun bentuk kerjasamanya seperti memberikan subsidi bantuan, pelatihan kepada residen,

(63)

Informan menjelaskan, proses seorang pecandu narkoba dapat mengikuti rehabilitasi di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih antara lain,

Residen datang atau dijemput atas sepengetahuan keluarga. Kemudian di tes urine, melengkapi data diri, seperti kartu keluarga dan KTP. Apabila sudah diterima, maka residen berhak menginap atau tinggal di rumah pemulihan untuk mengikuti pemulihan/rehabilitasi.

Informan mengatakan metode yang diterapkan di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih untuk menangani residen adalah metode kombinasi antara metode Therapeutic Community (TC) dan 12 langkah Narcotics Anonymous (NA). Perpaduan tersebut memiliki tujuan dan prinsip dengan cara kita membantu orang kita juga bisa terbantu. Dengan komunikasi dua arah kita juga bisa terbantu. Dengan lama pemulihan tergantung dengan tingkat keparahan kecanduan yang diidentifikasi dari proses awal (assesment). Informan mengatakan lama rehabilitasi jangka waktunya tiga sampai enam bulan.

Kemudian informan menjelaskan mengenai indikator seseorng bisa dikatakan pulih dari ketergantungan terhadap narkoba. Di mulai dari cara dia berbicara, dari cara penerimaan saat menjalani rehabilitasi, dan sikap selama mengikuti rehabilitasi. Apakah ia bisa menerima dengan baik atau tidak, bisa terlihat dari ketenangananya menjalani rehabilitasi.

Gambar

Gambar 4.1 Peta Pusat Pelayanan Medan Plus di berbagai daerah

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola konsumsi pangan dan status gizi pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf.. Penelitian ini menggunakan

Subyek penelitian ini adalah kepala panti, kepala seksi bidang rehabilitasi dan perlindungan sosial, pekerja sosial dan korban penyalahgunaan narkoba

Berdasarkan analisis data diperoleh kesimpulan dukungan keluarga dalam proses rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba memiliki andil yang sangat penting karena klien

Berdasarkan analisis data diperoleh kesimpulan dukungan keluarga dalam proses rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba memiliki andil yang sangat penting karena klien

narkoba adalah rehabilitasi. Program ini adalah pilihan yang baik untuk korban,. khususnya mereka yang mempunyai kesulitan untuk menyesuaikan

konselor dalam penanganan korban penyalahgunaan narkoba di pusat rehabilitasi sosial. Al-kamal

Panti rehabilitasi narkoba harus memberikan pengaturan diet dan pola konsumsi makan yang baik pada pasien rehabilitasi narkoba yang bertujuan untuk menjaga dan