2. LANDASAN TEORI
2.1. Umum
Bab ini membahas mengenai konsep Capacity Design berdasarkan SNI 03- 2847-2002 untuk perencanaan Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK), analisis Pushover untuk mengetahui respon nonlinear struktur di mana struktur di dorong dengan beban tertentu hingga mengalami pelelehan, analisis Time History untuk mengetahui respon nonlinear struktur akibat gempa, dan Performance Based Design.
2.2. Capacity Design
Konsep utama dalam Capacity Design adalah membuat “strong column weak beam” sehingga struktur memiliki pola keruntuhan Side Sway Mechanism. Pada pola keruntuhan ini, saat terjadi gempa rencana di mana struktur telah melampaui tingkat elastis, lokasi sendi-sendi plastis yang diijinkan terjadi adalah pada ujung-ujung balok dan pada kaki kolom lantai dasar saja. Gambar 2.1. berikut menunjukkan keruntuhan Side Sway Mechanism.
Elemen-elemen struktur direncanakan berdasarkan Load and Resistant Factor Design (LRFD), kombinasi beban-beban yang bekerja tidak boleh melebihi kuat rencana struktur setelah dikali dengan suatu faktor reduksi φ, yaitu:
R
u≤ φ R
n (2.1)di mana :
Ru = beban rencana struktur Rn = kuat rencana struktur φ = faktor reduksi
Gambar 2.1. Side Sway Mechanism
Capacity Design Berdasarkan SNI 03-2847-2002 a. Perencanaan Balok :
Perencanaan tulangan lentur balok :
Kuat lentur perlu balok (Mu,b) harus ditentukan dengan memperhitungkan kombinasi pembebanan sebagai berikut :
Mu,b = 1,4 MD (2.2)
Mu,b = 1,2 MD + 1,6 ML (2.3)
Mu,b = 0,9 MD ± 1,0 ME (2.4)
Mu,b = 1,2 MD + 0,5 ML ± 1,0 ME (2.5)
di mana :
MD = momen lentur balok akibat beban mati tak terfaktor.
ML = momen lentur balok akibat beban hidup tak terfaktor.
ME = momen lentur balok akibat beban gempa tak terfaktor.
Perencanaan tulangan geser balok :
Dengan mengacu pada Gambar 2.2, perumusan gaya geser rencana untuk balok adalah sebagai berikut :
2 ln Wu ln
Mpr2 Mpr1
V ⋅
± +
e = (2.6)
Wu = 1,2 D + L di mana :
Ve = kuat geser rencana balok
Mpr = kuat momen lentur nominal, dari suatu komponen struktur, dengan atau tanpa beban aksial, yang didasarkan pada tegangan tarik 1,25 fy , di mana fy adalah kuat leleh yang disyaratkan
Mpr1 = Mpr balok di ujung sebelah kiri Mpr2 = Mpr balok di ujung sebelah kanan D = pembebanan balok akibat beban mati L = pembebanan balok akibat beban hidup ln = bentang bersih balok
12
Gambar 2.2. Perencanaan Geser Balok
b. Perencanaan Kolom :
Perencanaan tulangan longitudinal kolom :
Kuat lentur kolom portal pada pusat hubungan balok kolom harus direncanakan sesuai dengan kemungkinan terjadinya sendi plastis di kedua ujung balok yang dapat dinyatakan dengan persamaan :
≥ ∑
∑ Mg
5 6
Mc (2.7)
di mana:
Mc = momen pada muka join, yang berhubungan dengan kuat lentur nominal kolom yang merangka pada join tersebut, yang dihitung untuk beban aksial terfaktor, yang sesuai dengan arah gaya lateral yang ditinjau, yang menghasilkan kuat lentur terendah.
Mg = momen pada muka join, yang berhubungan dengan kuat lentur nominal balok (termasuk pelat yang berada dalam kondisi tarik) yang merangka pada join tersebut.
Sedangkan untuk beban aksial rencana (Nu) yang bekerja pada kolom didapat dari kombinasi pembebanan :
Nu,k = 1,4 ND (2.8)
Nu,k = 1,2 ND + 1,6 NL (2.9)
Nu,k = 1,2 ND + 0,5 NL ± NEx ± 0,3 NEy (2.10)
Nu,k = 1,2 ND + 0,5 NL ± 0,3 NEx ± NEy (2.11)
Nu,k = 0,9 ND ± NEx ± 0,3 NEy (2.12)
Nu,k = 0,9 ND ± 0,3 NEx ± NEy (2.13)
Perencanaan tulangan geser kolom :
Kuat geser perlu pada kolom harus diperhitungkan dengan kemungkinan terjadinya sendi plastis pada kedua ujung kolom. Besarnya kuat geser ini adalah sebagai berikut :
H Mpr4 Mpr3
Ve +
= (2.14)
di mana :
Mpr3 = Mpr kolom di ujung kolom atas Mpr4 = Mpr kolom di ujung kolom bawah H = tinggi bersih kolom
Gambar 2.3. Perencanaan Geser Kolom
Dari Gambar 2.3, gaya geser rencana, Ve, yang diperoleh dari Persamaan (2.14) tidak perlu lebih besar daripada gaya geser rencana yang ditentukan berdasarkan kuat momen lentur maksimum (Mpr) dari balok-balok yang merangka pada hubungan balok-kolom tersebut. Besarnya gaya geser rencana, Ve, tidak boleh
14
lebih kecil daripada gaya geser terfaktor berdasarkan hasil perhitungan analisis strukur.
Untuk daerah yang direncanakan terjadi sendi plastis, luas tulangan geser untuk tulangan sengkang tertutup persegi harus memenuhi persyaratan berikut :
) 1 ) Ach ((
) fy ( '
3 , sh 0
A = × × × × Ag −
fc hc
s (2.15)
) fy ( '
09 , sh 0
A fc
hc s× ×
×
= (2.16)
di mana:
Ash = luas tulangan geser dalam rentang spasi s dan tegak lurus terhadap dimensi hc (mm2)
s = jarak tulangan geser terpasang
hc = dimensi penampang inti kolom diukur dari sumbu-sumbu tulangan pengekang
fc’ = kuat tekan beton yang disyaratkan
fy = kuat leleh tulangan geser yang disyaratkan Ag = luas bruto penampang
Ach = luas penampang komponen struktur dari sisi luar ke sisi luar tulangan geser (mm2)
2.3. Analisis Statis Pushover Nonlinier
Analisis statis pushover nonlinier (ATC-40, 1997) merupakan salah satu cara untuk mengetahui kinerja suatu struktur. Konsep dasar dari analisis statis pushover nonlinier adalah memberikan pola beban lateral statis tertentu dalam suatu arah yang ditingkatkan secara bertahap. Penambahan beban lateral statis ini dihentikan sampai struktur tersebut mencapai target displacement atau beban tertentu atau ketika struktur mencapai kondisi keruntuhan.
2.3.1. Kurva Kapasitas (Capacity Curve)
Hasil pushover adalah kurva hubungan antara gaya geser dasar (base shear) dan perpindahan lantai atap (roof displacement) yang dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Hubungan tersebut kemudian dipetakan menjadi suatu kurva yang dinamakan kurva kapasitas struktur.
Gambar 2.4. Kurva Kapasitas dari Hasil Pushover
2.3.2. Respons Spektrum Elastis (Demand)
Respons spektrum elastis (Gambar 2.5) adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara spectral acceleration dengan periode getar (T) yang nilainya ditentukan oleh koefisien-koefisien sebagai berikut :
• CA (Peak Ground Acceleration).
• CV (nilai koefisien gempa pada waktu periode struktur adalah 1 detik).
Nilai CA dan CV ini berbeda-beda untuk masing-masing jenis tanah.
16
Gambar 2.5. Respons Spektrum Elastis
Agar dapat dibandingkan dengan spektrum kapasitas, maka respons spektrum elastis perlu diubah formatnya menjadi Acceleration Displacement Response Spectrum (ADRS) melalui persamaan :
g T S
S ⎥⎦⎤ ⋅ ⋅
⎢⎣⎡
= 2 a
d 2π (2.17)
di mana T adalah waktu getar alami dari struktur bangunan. Perubahan format ini dapat dilihat pada Gambar 2.6.
a. Response Spectrum (Format Standar) b. Response Spectrum (Format ADRS) Gambar 2.6. Perubahan Format Respons Percepatan Menjadi ADRS
Respons spektrum dalam format ADRS ini mempunyai tingkat redaman (damping) sebesar 5 % sehingga perlu direduksi dengan suatu konstanta agar sesuai dengan effective viscous damping dari struktur (lihat Gambar 2.7).
Gambar 2.7. Reduksi Respons Spektrum Menjadi Demand Spectrum
Untuk respons spektrum dengan percepatan yang konstan (lihat Gambar 2.6.b.) direduksi dengan SRA, sedangkan untuk respons spektrum dengan kecepatan yang konstan direduksi dengan SRV, di mana :
12 , 2
) 5 (
7 , ln 63 68 , 0 21 , 3 A
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡ − +
−
= apid pi
api dy dy ay K
SR (2.18)
65 , 1
) 5 (
7 , ln 63 41 , 0 31 ,
2 ⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡ − +
−
= apidpi
api dy dy ay K
SRV (2.19)
atau dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana :
12 , 2
ln 68 , 0 21 , 3
A eff
SR − β
= (2.20)
65 , 1
ln 41 , 0 31 , 2
V eff
SR − β
= (2.21)
di mana : dy
a ,y titik koordinat dari titik leleh efektif dari kurva kapasitas dpi
api, titik trial performance point K faktor modifikasi damping
Ca
18
βeff effective damping ratio akibat perubahan kekakuan struktur setelah terjadi sendi plastis (dalam %)
2.3.3. Capacity Spectrum
Pada penelitian ini, digunakan metode Capacity Spectrum sehingga kurva kapasitas hasil pushover harus diubah menjadi spektrum kapasitas (lihat Gambar 2.8.) melalui Persamaan (2.22) hingga (2.25), sesuai dengan ATC-40, 1997.
(a) (b)
Gambar 2.8. Modifikasi Kurva Kapasitas Menjadi Spektrum Kapasitas W
S V
1.
a = α (2.22)
roof roof
S PF
, . 1
d 1φ
= Δ (2.23)
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
=
∑
∑
∑
=
=
= N i
i N i
i i N i
i i
g w g
w g W
1 1 1
2
1 1
1 .
. .
ϕ ϕ
α (2.24)
∑
∑
=
= = N i
i i N i
i i
g w
g w PF
1 12 1
1
1 .
.
ϕ ϕ
(2.25)
di mana :
S = a Spectral acceleration S = d Spectral displacement
α1 = Modal mass coefficient untuk mode pertama PF1 = Modal participation factor untuk mode pertama V = Base shear
W = Berat mati bangunan ditambah berat hidup tereduksi Δroof = Roof displacement
1i
φ = Amplitude of first mode pada level i
g wi
= Massa pada level i
2.3.4. Performance Point
Performance point adalah titik perpotongan antara capacity spectrum dengan demand spectrum yang telah direduksi seperti yang dipergunakan dalam metode Capacity Spectrum (ATC 40, 1997). Untuk memperoleh gambaran lebih jelas, dapat dilihat pada Gambar 2.9. berikut ini.
Gambar 2.9. Penentuan Performance Point
Pada performance point diperoleh informasi mengenai periode bangunan dan damping efektif akibat perubahan kekakuan struktur setelah terjadi sendi plastis.
Berdasarkan informasi tersebut respon-respon struktur lainnya seperti nilai simpangan antar tingkat dan posisi sendi plastis dapat diketahui.
Ca
20
2.3.5. Prosedur Analisis Statis Pushover Nonlinier Prosedur analisis statis pushover nonlinier adalah :
• Pembuatan model struktur yang akan dianalisis.
• Penentuan hinge properties untuk tiap balok dan kolom di mana hinge properties ini menyatakan kapasitas kekuatan dari tiap-tiap balok dan kolom.
• Penentuan batas ijin simpangan pada lantai atap sebagai titik kontrol untuk memantau perpindahan.
• Penentuan pola pembebanan lateral yang akan digunakan untuk pushover.
Biasanya untuk analisis statis pushover nonlinier, diberikan pola beban berupa gaya lateral sesuai dengan respons struktur ragam pertama (mode 1).
• Pelaksanaan analisis statis Pushover nonlinier.
• Penggambaran kurva kapasitas yang menyatakan hubungan antara gaya geser dasar (base shear) dan perpindahan lantai atap (roof displacement).
• Mengubah format kurva kapasitas menjadi Acceleration Displacement Response Spectrum (ADRS).
• Mengubah capacity spectrum demand. Disini dipakai respons spektrum sesuai dengan wilayah gempa yang akan dianalisis.
• Mengubah performance point yang menunjukkan kinerja bangunan ketika dibebani gempa rencana sesuai dengan respons spektrum rencana.
2.4. Analisis Dinamis Time History Nonlinier
Analisis dinamis Time History nonlinier adalah suatu cara untuk menentukan respons dinamis struktur yang berperilaku elastis penuh (linier) maupun elasto- plastis (nonlinear) terhadap gerakan tanah sebagai data masukan. Respons dinamis dalam setiap interval waktu dihitung dengan metode integrasi langsung.
Persamaan keseimbangan dinamis :
[M] [ü](t) + [C] [ú](t) + [K] [u](t) = F(t) (2.26) di mana:
[M] = matriks massa [C] = matriks damping [K] = matriks kekakuan [ü] = matriks percepatan
[ú] = matriks kecepatan [u] = matriks perpindahan
F(t) = gaya dinamis yang diberikan pada massa struktur
Dalam analisis dinamis time history nonlinier, Persamaan (2.26) diselesaikan secara langsung untuk suatu rekaman gempa tertentu dengan menggunakan metode integrasi langsung. Terdapat berbagai macam metode untuk integrasi langsung antara lain metode Newmark, Wilson, Collocation, Hilber-Hughes-Taylor, Chung and Albert dan lain-lain.
Salah satu metode yang cukup terkenal adalah Newmark Constant Average Acceleration, yang sering disebut juga trapezoidal rule. Metode ini merupakan metode yang umum dipakai pada beberapa program analisis time history dikarenakan tingkat keakurasian dan kestabilannya. Program RUAUMOKO 3D yang digunakan pada penelitian ini juga menggunakan metode Newmark Constant Average Acceleration. Berikut ini akan diberikan penjelasan singkat mengenai metode ini.
Gambar 2.10. Constant Average Acceleration
Metode Newmark (1959) secara umum memberikan penyelesaian sebagai berikut :
úi+1 = úi + [ (1 – γ) Δt ] üi + (γ Δt) üi+1 (2.27) ui+1 = ui + (Δt) úi + [ (0,5 – β) (Δt)2 ] üi + [ β (Δt)2 ] üi+1 (2.28)
Pada Persamaan 2.27 dan 2.28, terdapat parameter β dan γ yang harus ditentukan terlebih dahulu untuk mendapatkan stabilitas dan akurasi optimum. Dalam metode Newmark Constant Average Acceleration, nilai parameter β ditentukan sebesar 0,25
22
dan γ sebesar 0,5 dimana percepatan selama time step (Δt) diasumsikan konstan (lihat Gambar 2.10) atau dapat ditulis sebagai berikut :
ü(τ) = ½ [ üi + üi+1 ] (2.29)
Kemudian Persamaan 2.27 hingga 2.29 disubsitusikan pada Persamaan 2.26 pada waktu t+Δt sehingga menghasilkan persamaan berikut ini :
[M] {ü(t) + Δü} + [C] {ú(t) + Δú} + [K] {u(t) + Δu} = {F(t+Δt)} (2.30) Dari penyelesaian Persamaan 2.30 tersebut, didapatkan hasil berupa displacement
dan gaya geser dasar struktur pada waktu tertentu, di mana hasil tersebut akan digunakan sebagai data untuk step berikutnya. Integrasi dilakukan step by step hingga mencapai batas waktu tertentu yang diinginkan. Selain itu, tidak kalah pentingnya adalah penentuan time step yang biasanya harus diambil kurang dari 10
% periode getar struktur yang paling dominan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, pada struktur multi-storey frame building biasanya time step ini ditentukan sebesar 0,01 detik untuk memberikan hasil analisis yang memuaskan.
Perlu diingat bahwa time step ini tidak boleh diambil melebihi 0,02 detik untuk akselerogram gempa digital. Pengambilan time step yang semakin kecil/rapat akan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan (error) sewaktu analisis. Error ini dapat disebabkan oleh suatu mode yang mempunyai natural period yang terlalu kecil namun mode tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap respons struktur. Oleh karena itu, pengambilan time step yang makin kecil/rapat dapat memberikan hasil analisis yang lebih akurat, tetapi membutuhkan waktu analisis yang lebih lama.
2.5. Performance Based Design
Performance Based Design adalah suatu konsep desain bangunan yang berdasarkan pada kinerja bangunan. Ada banyak pedoman untuk perencanaan performance based design, seperti Asian Concrete Model Code (ACMC), ATC- 40, dan lain-lain. Pada penelitian ini, digunakan ACMC sebagai pedoman.
Performance Based Design ini merupakan gabungan dari Serviceability Design and Strength Design. Pada serviceability design yang menjadi perhatian utama adalah defleksi bangunan, sedangkan pada strength design yang menjadi perhatian utama adalah kekuatan penampang dalam memikul beban yang ada.
Kedua yang m streng bangun
daktili yang b struktu berula menye dan k simpan terjadi dengan dapat d
penam kurva kurvat tinggi dilihat
a konsep in menjadi per gth). Konse nan tinggi y
Pada perfo itas struktur bersangkuta ur untuk angkali dan ebabkan ter kekakuan y ngan maksi inya peleleh
n mengetah dilihat pada
Gamba
Salah satu mpang adala moment-cu tur yang terj garis netra t pada Gamb
ni yang men rhatian utam ep perform
yang mener formance ba
r (baik itu s an). Daktilit mengalam bolak-bali rjadinya pel yang cukup
imum strukt han pertama hui terlebih a Gambar 2.
ar 2.11. Gra
u jenis kurv ah kurva m urvature m
jadi, di man al, grafik m
bar 2.13.
njadi dasar ma adalah ki ance based rima beban l ased design
ecara keselu tas struktur mi simpang
ik akibat b lelehan per . Sedangka tur gedung a. Besarnya
dahulu kur .11. berikut
afik Load-D
va gaya-defo moment-cur menyatakan
na kurvatur moment-cur
bagi perfor inerja strukt d design i lateral yang , salah satu uruhan mau dapat diarti gan pasca-
eban gemp rtama, samb an faktor d dan simpan a faktor dak rva gaya-de t ini.
Deformatio
ormasi yang rvature (Ga hubungan adalah perb rvature dari
rmance bas tur (meliput ini banyak g besar.
u faktor yan upun pada t ikan sebaga -elastik ya pa di atas b bil memper daktilitas a ngan struktu ktilitas terse formasi. Un
on Elemen
g sering dip ambar 2.12 antara bes bandingan a i suatu elem
sed design ti serviceab k diterapkan
ng terpenting tiap elemen ai kemampu
ang besar beban gemp rtahankan k adalah rasio ur gedung p
ebut dapat ntuk lebih j
Struktur
pakai untuk 2). Pada d sarnya mom antara regan
men struktu
di mana bility dan n untuk
g adalah struktur uan suatu secara pa yang kekuatan o antara pada saat
dihitung jelasnya,
k analisis dasarnya, men dan ngan dan
ur dapat
mengg pengam tertent
daktili
M (kN 80% M M
Kurva mo gunakan be
matan langs tu, kemudia
Pada struk itas struktur
Yield 5 Nm)
Mmax ideal
G
Gambar 2
oment-curva erbagai ma sung terhad an diukur da ktur rangka r antara lain
5*Yield
Gambar 2.
2.13. Grafi
ature untuk acam progr dap suatu ele
an dicatat de beton bertu n luasan da
c
ε /c
Moment-Cu
Curv
12. Kurvat
ik Moment-
suatu penam ram kompu
emen strukt eformasinya ulang, bany an bentuk t
ε
c
urvature Diagra
vature
tur
-Curvature
mpang bisa uter atau d tur yang dib a.
yak faktor y tulangan tra
ε
am
e
a didapatkan dengan me bebani deng
yang mempe ansversal, p
24
n dengan elakukan gan gaya
engaruhi pengaruh
gaya a longitu ditamp tekan t
beton design kinerja
aksial pada udinal, dan pilkan peng terhadap da
Gambar
Gambar 2.
Asian Con bertulang n bagi negar
a struktur (
elemen str n lain-lain.
garuh dari s aktilitas suat
2.14. Peng
.15. Pengar
ncrete Mode yang dapat ra-negara d (multiple pe
ruktur, bent Pada Gam spasi tulang tu penampa
garuh Spasi
ruh Gaya A
el Code (AC t dijadikan i wilayah A erformance
tuk penamp mbar 2.14 d gan transve ang kolom b
i Sengkang
Aksial Teka
CMC) adala n acuan per Asia. ACMC
objective l
pang eleme dan Gamba
rsal dan be beton bertul
g Terhadap
an Terhada
ah suatu sta rencanaan p C menetapk levels) yang
en, jumlah t ar 2.15 ber esarnya gay
ang.
p Daktilitas
ap Daktilita
andar untuk performanc kan berbaga g diharapka
tulangan rikut ini ya aksial
s
as
k struktur ce based ai tingkat
n terjadi
26
pada saat struktur dilanda beban gempa dengan tingkat intensitas tertentu.
Tingkat kinerja (performance) ini merupakan pilihan yang harus ditentukan oleh perencana struktur pada tahapan awal berdasarkan beberapa kondisi batas.
Kondisi batas ini bersifat fleksibel karena merupakan kesepakatan dari pihak perencana struktur dengan pihak pemilik bangunan (owner).
Sesuai dengan tujuan performance based design, yaitu penetapan tingkat kinerja struktur dari berbagai tingkat intensitas gempa dan beberapa kondisi batas rencana, ACMC menetapkan tiga tingkat intensitas gempa dengan rentang periode ulang gempa yang dapat disesuaikan, tergantung kepada fungsi dan umur efektif bangunan, yaitu :
a. Gempa kecil atau sedang (Minor), yaitu gempa yang dapat terjadi beberapa kali selama umur efektif bangunan.
b. Gempa sedang (Moderate), yaitu gempa yang dapat terjadi sekali selama umur efektif bangunan.
c. Gempa kuat (Ultimate/Severe), yaitu gempa terkuat yang mungkin terjadi pada sekitar lokasi bangunan rencana atau pada suatu kawasan rawan gempa yang lebih luas.
Selain itu, ACMC juga menetapkan tiga kondisi batas yang dapat disesuaikan oleh perencana struktur sebagai dasar untuk memeriksa dan mengevaluasi kinerja seismik suatu struktur bangunan. Masing-masing kondisi batas harus memiliki beberapa kriteria penilaian, seperti damage index (tingkat kerusakan), drift (simpangan antar tingkat), dan sebagainya. Tiga kondisi batas yang ditetapkan ACMC adalah sebagai berikut:
a. Serviceability Limit State
Pada batasan ini, fungsi bangunan dapat dipertahankan, dalam arti kegiatan operasional masih bisa berfungsi. Kerusakan hanya terjadi pada elemen-elemen non-struktural saja. Selain itu, hampir tidak terjadi sendi plastis pada elemen struktur yang pada mulanya memang direncanakan untuk mengalami sendi plastis, walaupun elemen struktur tersebut sudah mengalami retak.
b. Damage Control Limit State
Pada batasan ini, diperbolehkan terjadi sendi-sendi plastis pada elemen- elemen yang memang direncanakan untuk terjadi sendi plastis. Namun, kerusakan yang terjadi pada daerah sendi plastis masih berada dalam kondisi yang dapat diperbaiki. Untuk daerah yang berada di luar sendi plastis tidak mengalami pelelehan. Pada elemen-elemen struktur tidak ada yang mengalami kegagalan geser.
c. Safety Limit State
Pada batasan ini, terjadi sendi-sendi plastis yang cukup parah pada elemen-elemen struktur yang direncanakan mengalami sendi plastis dan tidak dapat diperbaiki lagi. Namun, secara keseluruhan struktur masih cukup efektif untuk mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Pada tahapan ini, struktur tidak dapat dipakai lagi.
Hal yang terpenting adalah memberikan berbagai gambaran dan deskripsi yang jelas terhadap semua kriteria penilaian. Gambaran ini misalnya dengan mendeskripsikan kerusakan apa yang akan terjadi pada masing-masing kriteria.
Dengan adanya gambaran ini, maka pihak perencana dan pemilik bangunan (owner) dapat memilih kriteria yang paling tepat. Dalam studi ini pada kondisi batas Serviceability, digunakan kriteria damage index sebesar 0.1-0.25 dan simpangan antar tingkat maksimum sebesar 0.5 %. Pada kondisi batas Damage Control, digunakan kriteria damage index sebesar 0.25-0.40 dan simpangan antar tingkat maksimum sebesar 1 %. Sedangkan pada kondisi batas Safety, digunakan kriteria damage index sebesar 0.4-1.0 dan simpangan antar tingkat maksimum sebesar 2 %. Secara singkat, matriks kinerja struktur berdasarkan ACMC dapat dilihat pada Gambar 2.16. berikut ini.
28
Gambar 2.16. Matriks Kinerja Struktur untuk Berbagai Tingkat Intensitas Gempa (ACMC, 1999)
Keterangan:
+ = unacceptable