BAB II TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Teori 1. Keluarga Berencana
Menurut WHO (World Health Organization) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objek- objek tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri, dan untuk menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004, p27).
Akses terhadap pelayanan Keluarga Berencana yang bermutu merupakan suatu unsur penting dalam upaya pencapaian pelayanan kesehatan Reproduksi. Secara khusus dalam hal ini termasuk hak setiap orang untuk memperoleh informasi dan akses terhadap berbagai metode kontrasepsi yang aman, efektif, terjangkau dan akseptabel. (Saifuddin, 2010, pJM-1).
2. Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen (Prawirihardjo, 2008, p534).
8
Macam-macam metode kontrasepsi :
a. Metode Sederhana 1) Tanpa alat
a) KB Alamiah (metode kalender, metode suhu badan basal, metode lender serviks, metode symptom-termal)
b) Coitus Interuptus
Adalah suatu metode kontrasepsi dimana senggama diakhiri sebelum terjadi ejakulasi intra-vaginal. Ejakulasi terjadi jauh dari genetalia eksterna wanita.
2) Dengan Alat
a) Mekanis (Barrier)
Terdiri dari kondom pria dan Barier Intra-vaginal : Diafragma, Cap serviks, spons, dan kondom wanita
b) Kimiawi
Kimiawi adalah zat-zat kimia yang kerjanya melumpuhkan spermatozoa didalam vagina (spermisid).
seperti vaginal cream, vaginal foam, vaginal jelly, vaginal
supositoria, vaginal tablet (busa), vaginal soluable film.
b. Metode Modern
1) Kontrasepsi Hormonal :
a) Per Oral seperti Pil Oral Kombinasi (POK), Mini pil, dan Morning after pill.
b) Injeksi/ suntikan seperti DMPA, Microspheres, Microcapsule.
c) Sub Kutis : Implant (Alat Kontrasepsi Bawah Kulit = AKBK) - Implant Non-biodegradable
(Norplant, Norplant-2, ST-1435, Implanon) - Implant biodegradable
(Capronor, Pellets)
2) Intra Uterine Devices (IUD, AKDR) 3) Kontrasepsi Mantap :
Pada wanita = Medis Operatif Wanita (MOW) adalah penyumbatan atau pemutusan saluran tuba falopii.
Pada pria = Medis Operatif Pria (MOP) adalah penyumbatan atau pemutusan saluran vas deferens.
3. Faktor – faktor dalam memilih metode kontrasepsi :
Bahwa sampai saat ini kita mengetahui belumlah tersedia satu
metode kontrasepsi yang benar 100% ideal/ sempurna. Pengalaman
menunjukan bahwa saat ini pilihan metode kontrasepsi umumnya masih
dalam bentuk supermarket/ toko, dimana calon akseptor memilih sendiri
metode kontrasepsi yang diinginkannya (Hartanto, 2004, p36).
Faktor-faktor dalam memilih metode kontrasepsi :
a. Faktor pasangan (Motivasi dan Rehabilitas)
Faktor pasangan memiliki beberapa sub faktor seperti umur, gaya hidup, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan kontrasepsi yang lalu, sikap kewanitaan, dan sikap kepriaan (dukungan suami).
b. Faktor kesehatan (Kontraindikasi absolute atau relatif)
Begitu pula dengan faktor kesehatan memiliki beberapa faktor didalamnya seperti status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga dan pemeriksaan fisik.
c. Faktor metode kontrasepsi (Penerimaan dan pemakaian)
Didalam faktor metode kontrasepsi ada faktor-faktor didalamnya seperti efektivitas, efek samping, kerugian, komplikasi-komplikasi yang potensial dan biaya.
4. Pemilihan Metode AKDR a. Pengertian
1) AKDR adalah suatu alat atau benda yang dimasukkan ke dalam
rahim yang sangat efektif, reversible dan berjangka panjang, dapat
dipakai oleh semua perempuan usia reproduktif.
2) AKDR atau IUD atau spiral adalah suatu alat yang dimasukkan ke dalam rahim wanita untuk tujuan kontrasepsi.
3) AKDR atau IUD atau spiral adalah suatu benda kecil yang terbuat dari plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormone dan dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mempunyai benang. (Handayani,2010,p139)
b. Macam/jenis IUD (Hartanto,2004,p204-205) 1) Unmedicated Devices : Inert Devices
: First Generation Device
a) Grafenberg ring; b) Ota ring; c) Marguelles Cod; d) Lippes loop; e) Saf-T-Coll; f) Delta loop: modifified lippes loop D
Lippes Loop dapat dibiarkan in-utero untuk selama-lamanya sampai menopause, sepanjang tidak ada keluhan dan atau persoalan bagi akseptornya.
2) Medicated Devices
a)Yang mengandung logam
(1) CuT 200 Tatum T (daya kerja 3 tahun); (2) CuT 220 C (daya kerja 3 tahun); (3) CuT 380 A : Para Gard (daa kerja 8 tahun); (4) CuT 380 Ag (daya kerja 5 tahun)
b)Yang mengandung hormone (Handayani, 2010, p 141).
- Progestasert = Alza-T, dengan daya kerja 18 bulan.
(1) Panjang 36mm, lebar 32mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam.
(2) Mengandung 38 mg progesterone dan barium sulfat, melepaskan 65 mcg progesterone per hari.
(3) Tabung insersinya berbentuk lengkung
(4) Teknik insersi : plunging (modified withdrawal) - LNG-20
(1) Mengandung 46-60 mg Levonorgestrel dengan pelepasan 20 mcg per hari.
(2) Sedang diteliti di Finlandia
(3) Angka kegagalan/ kehamilan agak rendah : < 0,5 per 100 wanita per tahun.
(4) Penghentian pemakaian oleh kaena persoalan-persoalan perdarahan ternyata lebih tinggi dibandingkan IUD lainnya, karena 25% mengalami amenore atau perdarahan haid yang sangat sedikit.
IUD yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini dari jenis Un Medicated yaitu Lippes Loop dan dari jenis Medicated CuT, Cu-7, Multiload dan Nova-T.
c. Cara Penyimpanan
Kondisi penyimpanan : Lindungi dari kelembaban, sinar matahari
langsung, suhu 15-30°C. Masa kadaluwarsa 7 tahun.
AKDR jangan digunakan apabila kemasan steril sudah rusak atau terbuka. Efektifitas AKDR Cu tidak berkurang bila Cu-nya terlihat gelap atau ada noda/ bintik hitam.
d. Mekanisme Kerja IUD (Saifudin,2010,p MK-75).
Sampai sekarang mekanisme kerja IUD belum diketahui dengan pasti, tetapi cara kerjanya bersifat lokal. Mekanisme kerja lokal IUD sebagai berikut :
Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii
Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.
Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.
e. Efektivitas (Handayani,2010,p143-144).
1) Efektifitas dari IUD dinyatakan dalam rangka kontinuitas (continuation rate) yaitu berapa lama IUD tetap tinggal in-utero tanpa : ekspulsi spontan, terjadinya kehamilan dan pengangkatan/
pengeluaran karena alas an-alasan media/ pribadi.
2) Efektifitas dari bermacam-macam IUD tergantung pada :
a) IUD-nya : ukuran, bentuk dan mengandung Cu atau Progesterone.
b) Akseptor
(1) Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi. Sangat efektif 0,6-0,8 kahamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan)
(2) Umur : makin tua usia, makin rendah angka kehamilan, ekspulsi dan pangangkatan/ pengeluaran IUD.
(3) Paritas : makin muda usia, terutama pada nulligravida, makin tinggi angka ekspulsi dan pengangkatan/ pengeluaran IUD.
(4) Frekuensi senggama
f. Persyaratan Pemakaian (Saifudin, 2010,p MK-76 dan Handayani, 2010, p145 )
Yang dapat menggunakan :
1) Usia reproduktif (15-49); 2) Nullipara; 3)Menginginkan
menggunakan kontrasepsi jangka panjang; 4) Pada kondisi
menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi; 5) Setelah
mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi;6) Setelah
melahirkan dan tidak menyusui bayinya; 7) Perempuan dengan resiko rendah dari infeksi menular seksual; 8)Tidak menghendaki metode hormonal; 9) Tidak menyukai untuk mengiat-ingat minum pil setiap hari; 10) Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama.
Begitu juga perempuan dengan keadaan seperti di bawah ini dapat menggunakan IUD :
1)Perokok; 2) Sedang memakai antibiotika atau anti kejang; 3) gemuk atau kurus; 4)Penderita tumor jinak payudara; 5) Penderita kanker payudara; 6)pusing-pusing, sakit kepala; 7) tekanan darah tinggi; 8) Varises ditungkai atau di vulva; 9) Penderita penyakit jantung; 10) pernah stroke; 11) Penderita diabetes; 12) Penderita penyakit hati/empedu; 13)Malaria; 14) Penyakit tiroid; 15)Skistosomiasis (tanpa anemia); 16) Non pelvic TBC; 17) Setelah kehamilan ektopik; 18) Setelah pembedahan pelvic.
Semua keadaan tersebut sesuai dengan criteria WHO, WHO Eligibility Criteria Category.
g. Kontra Indikasi (Saifudin,2010,p MK-77).
1) Perempuan yang sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan
hamil)
2) Perempuan dengan perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi)
3) Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)
4) 3 bulan terakhir sedang mengalami abortus septic
5) kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri
6) Penyakit trofoblas yang ganas
7) menderita TBC pelvic dan kanker alat genital
8) ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm
h. Keuntungan dan kerugian
1) Keuntungan (Saifudin,2010; Prawirohardjo,2008)
a) Sebagai kontrasepsi efektifitasnya tinggi, sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan/ 100 dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan)
b) Dapat efektif segera setelah pemasangan
c) Metode jangka panjang 8 tahun proteksi dari CuT 380 A
d) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat – ingat
e) Meningkatnya kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil
f) Tidak ada efek samping hormonal dengan IUD CuT 380 A
g) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
h) Dapat digunakn sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir)
i) Tidak ada interaksi dengan obat – obatan
j) Pulihnya kesuburan setelah IUD dicabut berlangsung baik
2) Kerugian (Hartanto, 2004; Saifudin, 2010)
a) Perubahan siklus haid (umumnya pada 8 bulan pertama dan akan berkurang setelah setelah 3 bulan)
b) Haid lebih lama dan banyak.
c) Tidak mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS;
d) Dapat meningkatkan resiko Penyakit Radang Panggul (PRP) terjadi pada perempuan dengan IMS memakai IUD , PRP dapat memicu infertilitas;
e) Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah
pemasangan IUD ;
f) Klien tidak dapat melepaskan IUD sendiri;
g) Mungkin IUD keluar dari uterus tanpa diketahui;
h) Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi IUD mencegah kehamilan normal;
i) Tali IUD dapat menimbulkan perlukaan portio uteri dan mengganggu hubungan seksual.
j) Prosedur medis, termasuk pemerikasaan pelvic diperlukan dalam pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut selama pemasangan.
k) Perempuan harus memeriksa posisi benang dari waktu kewaktu, untuk melakukan ini perempuan harus bisa memasukkan jarinya kedalam vagina. Sebagian perempuan ini tidak mau melakukannya.
i. Insersi/ Pemasangan IUD
1) Insersi yang tidak baik dari IUD dapat menyebabkan :
a)Ekspulsi; b) Kerja kontraseptif tidak efektif; c) Perforasi uterus.
2) Untuk berhasilnya insersi IUD tergantung pada beberapa hal, yaitu:
a) Ukuran dan macam IUD beserta tabung inseternya.
b) Makin kecil IUD, makin mudah insersinya, makin tinggi ekspulsinya
c) Makin besar IUD, makin sukar insersinya, makin rendah ekspulsinya.
3) Waktu atau saat insersi
a) Insersi Interval
1) Kebijakan (policy) lama : Insersi IUD dilakukan selama atau segera sesudah haid.
2) Kebijakan (policy) sekarang : Insersi IUD dapat dilakukan setiap saat dari siklus haid asal kita yakin seyakin-yakinnya bahwa calon akseptor tidak dalam keadaan hamil.
b) Insersi Post-Partum
Insersi IUD adalah aman dalam beberapa hari post partum,
hanya kerugian paling besar adalah angka kejadian ekspulsi
yang sangat tinggi. Tetapi menurut penyelidikan di Singapura,
saat terbaik adalah delapan minggu post-partum. Alasannya
karena antara empat-delapan minggu post-partum, bahaya
perforasi tinggi.
c) Insersi Post-Abortus
Karena konsepsi sudah dapat terjadi 10 hari setelah abortus, maka IUD dapat segera dipasang sesudah :
1) Abortus trimester I : Ekspulsi, infeksi, perforasi, dan lain- lain sama seperti pada insersi interval.
2) Abortus trimester II : Ekspulsi 5-10 kali lebih besar daripada setelah abortus trimester I
d) Insersi Post Coital
e) Dipasangkan maksimal setelah 5 hari senggama tidak terlindungi.
4) Teknik insersi, ada tiga cara :
a) Teknik Push out : mendorong : Lippes Loop. Bahaya perforasi lebih besar.
b) Teknik Withdrawal : menarik : Cu IUD.
c) Teknik Plunging : “mencelupkan” : Progestasert-T.
5) Prosedur Insersi AKDR/ IUD : (Saifuddin,2010 dan Handayani,2010)
a) Menjelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan dan
inform consent
b) Memastikan klien telah mengosongkan kandung kencingnya.
c) Mempersiapan Alat :
(1) 1 set IUD
(2) 1 pasang sarung tangan
(3) Cairan anti septic (betadine solotion)
(4) Deppers/ kassa steril pada tempatnya
(5) Bivale speculum/ speculum cocor bebek
(6) Tenakulum (penjempit porsio)
(7) Sounde uterus (untuk mengukur kedalaman uterus)
(8) Korentang
(9) Gunting
(10) Lampu penerang
(11) Kom berisi air DTT
(12) Kom berisi air klorin
(13) 2 Ember plastik diberi kantong plastik (tempat kotoran) untuk sampah basah dan sampah kering
d) Mengatur posisi pasien di Gyn bed dan lampu penerang
e) Mamakai sarung tangan steril
f) Memerikasa genetalia eksterna (ulkus, pembengkakan kelenjar bartholini dan kelenjar skene)
g) Memasang spekulum, beri anti septic (betadine) pada porsio
h) Menjepit bibir depan porsio dengan tenaculum pada jam 10 dan 14.
i) Memasukkan sonde uterus dengan cara “no touch technique”
sesuai arah rahim untuk mengetahui dalam/ panjangnya uterus (kurang dari 6 cm tidak boleh dipasang)
j) Menyiapkan IUD steril dengan cara memasukkan lengan IUD didalam tabung inserter pada kemasan sterilnya.
k) Mengatur letak leher biru pada tabung inserter sesuai kedalaman kavum uteri yang telah diukur dengan sonde uterus.
l) Memasukkan tabung inserter dengan hati-hati sampai leher biru menyentuh fundus atau sampai terasa ada tahanan.
m) Melepas lengan IUD dengan menggunakan teknik menarik
(with-drawal technique). Menarik keluar pendorong. Setelah
lengan lepas, mendorong secara perlahan tabung inserter
kedalam kavum uteri sampai leher biru menyentuh serviks.
n) Menarik keluar sebagian tabung inserter, potong benang IUD kira-kira 3 cm.
o) Melepaskan tenaculum dengan hati-hati dan gunting benang kira-kira 3 cm. Merawat perdarahan tenaculum dengan cara menekan dengan deppers betadine sampai perdarahan berhenti.
p) Kemudian speculum dilepas, semua alat-alat dimasukkan kedalam larutan klorin 0,5%
q) Melakukan VT untuk menyelipkan benang pada forniks posterior
r) Pasien diminta untuk tetap berada ditempat tidur kira-kira 15- 30 menit.
s) Membuang bahan-bahan (kassa) yang telah dipakai kedalam kantong plastiK.
t) Mencelupkan sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5%
kemudian buka dan rendam dalam keadaan terbalik.
u) Mencuci tangan dengan air dan sabun.
v) Melakukan konseling pasca pemasangan.
w) Mengajarkan pada klien bagaimana cara memeriksa sendiri
benang AKDR dan kapan harus dilakukan.
x) Menganjurkan pada klien untuk melakukan kontrolpasca pemasangan 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan sewaktu- waktu bila ada keluhan.
j. Pelepasan IUD (Hartanto, 2004)
1) Jika klien menginginkannya; 2) Jika klien ingin hamil; 3) Jika ada efek samping yang menetap atau masalah kesehatan lainnya; 4)Pada akhir masa efektifitas
k. Efek Samping IUD (Prawirohardjo,2010,p558)
1) Perdarahan
Umumnya setelah pemasangan IUD, terjadi perdarahan sedikit – sedikit yang cepat berhenti. Kalau pemasangan dilakukan sewaktu haid, perdarahan yang sedikit – sedikit ini tidak akan diketahui oleh akseptor, keluhan yang sering terdapat pada pemakaian IUD ialah perdarahan banyak dapat disertai bekuan darah dalam siklus normal (menorrhagia), spotting metroraghia (perdarahan diluar siklus haid).
2) Rasa nyeri dan kejang di perut
Rasa nyeri atau kejang di perut dapat terjadi segera setelah
pemasangan IUD, biasanya rasa nyeri ini berangsur – angsur hilang
dengan sendirinya. Rasa nyeri dapat dikurangi atau dihilangkan
dengan jalan memberi analgetik, jika keluhan berlangsung terus, sebaiknya IUD diganti dengan ukuran yang lebih kecil.
3) Gangguan pada suami
Kadang – kadang suami dapat merasakan adanya benang IUD sewaktu bersenggama, ini disebabkan oleh benang IUD yang keluar dari porsio uteri terlalu pendek atau terlalu panjang. Untuk mengurangi atau menghilangkan keluhan ini, benang IUD yang terlalu panjang dipotong sampai kira-kira 3 cm dari porsio, sedang jika benang IUD terlalu pendek, sebaiknya IUD akan diganti, biasanya dengan cara ini keluhan suami akan hilang.
4) Ekspulsi (pengeluaran sendiri) (Prawirohardjo,2008,p559)
Ekspulsi IUD dapat terjadi untuk sebagian atau seluruh. Ekspulsi biasanya terjadi waktu haid dipengaruhi oleh :
a) Umur dan Paritas : Pada paritas yang rendah 1 atau 2, kemungkinan ekspulsi dua kali lebih besar dari pada paritas 5 atau lebih, demikian pula pada wanita muda ekspulsi lebih sering terjadi dari pada wanita yang umurnya lebih tua.
b) Lama Pemakaian : Ekspulsi paling sering terjadi pada tiga
bulan pertama setelah pemasangan, setelah itu angka kejadian
menurun dengan tajam.
c) Ekspulsi sebelumnya : Pada wanita yang pernah mengalami ekspulsi lagi ialah kira – kira 50%. Jika terjadi ekspulsi, pasangkanlah IUD dari jenis yang sama, tetapi dengan ukuran yang lebih besar dari pada sebelumnya, dapat juga diganti dengan IUD jenis lain.
d) Jenis dan Ukuran : Jenis dan ukuran IUD yang dipasang sangat mempengaruhi ekspulsi, makin besar ukuran IUD makin kecil kemungkinan terjadinya ekspulsi.
e) Faktor psikis : Oleh karena mortalitas uterus dapat dipengaruhi oleh faktor psikis, maka frekuensi ekspulsi lebih banyak dijumpai pada wanita – wanita yang emosional dan ketakutan, yang psikis labil. Wanita – wanita seperti ini penting diberikan penjelasan yang cukup sebelum dilakukan pemasangan IUD.
l. Komplikasi IUD (Suzanne,2008p210)
1) Infeksi
IUD itu sendiri atau benangnya yang berada dalam vagina
umumnya tidak menyebabkan terjadinya infeksi jika alat – alat
yang digunakan disuci hamakan, yakni tabung penyalur, pendorong
dan IUD. Organisme mirip Actinomyces adalah bakteri yang
ditemukan pada wanita yang menggunakan AKDR melalui
pemeriksaan sitologi saat dilakukan penapisan terhadap serviks.
Gejala infeksi bisa dilihat dari keluhan seperti gatal pada vagina, luka, rabas berbau tidak sedap dan nyeri. Wanita dapat memilih memakai AKDR sebagai suatu metode kontrasepsi dan kondom untuk melindungi mereka dari infeksi.
2) Perforasi
Umumnya perforasi terjadi sewaktu pemasangan IUD walaupun bisa terjadi pula kemudian. Pada permulaan hanya ujung IUD saja yang menembus dinding uterus. Kemungkinan adanya perforasi harus diperhatikan apabila pada pemeriksaan dengan sonde uterus atau mikrokuret tidak dirasakan IUD dalam rongga uterus. Jika ada kecurigaan kuat terjadinya perforasi, sebaiknya dibuat foto rontgen.
Hendaknya dilakukan histerografi untuk menentukan apakah IUD terletak didalam atau diluar rahim. Dan dapat ditentukan dengan USG trasvaginal dan transabdominal.
3) Kehamilan
Jika timbul kehamilan dengan AKDR in situ, tidak akan timbul cacat pada bayi oleh karena AKDR terletak antara selaput ketuban dan dinding rahim. Angka keguguran dengan AKDR in situ tinggi.
Jika ditemukan kehamilan dengan AKDR in situ sedang benangnya
masih kelihatan, sebaiknya AKDR dikeluarkan oleh karena
kemungkinan terjadinya abortus setelah AKDR itu dikeluarkan
lebih kecil daripada jika AKDR dibiarkan terus berada dalam rongga uterus.
5. Jenis Pekerjaan
Kerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang sebagai profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan. Pengeluaran energi untuk kegiatan yang dibutuhkan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Manusia bekerja untuk mendapatkan suatu penghasilan dalam bentuk uang.
Seorang ibu yang bekerja mempunyai waktu kerja yang sama dengan pekerja lainnya. Rata-rata seorang pekerja membutuhkan waktu 8 jam untuk bekerja, dan sisa waktu 16 jam digunakan untuk kehidupan dalam keluarga, masyarakat, tidur dan lain-lain (Siswanto,2003).
Dengan sisa waktu yang dimiliki oleh ibu bekerja sehingga mereka lebih memilih metode kontrasepsi yang praktis. Adapun jenis pekerjaan yang akan diteliti yaitu pekerja kantor dan pekerja buruh.
6. Persepsi
Salah satu faktor psikologi yang mempengaruhi konsumen adalah
persepsi. Persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya
stimulus (rangsangan) yang diterima melalui lima indera sehingga
seseorang dapat menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan dan hal
ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang ada pada diri yang
bersangkutan. Persepsi dapat dinyatakan pula sebagai proses dimana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan dan mengintrepetasi stimuli yang diterima panca indera, kedalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh.
Persepsi tergantung pada sifat-sifat rangsangan fisik, juga pada hubungan rangsangan dengan medan sekelilingnya dan kondisi dalam diri individu. Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman.
Pengalaman penggunaan metode kontrasepsi, informasi dan keterangan yang diperoleh akseptor baik dari puskesmas, media massa dan media elektronik serta informasi lain dari akseptor lain juga telah menggunakan IUD, menimbulkan suatu persepsi tersendiri pada akseptor tentang metode kontrasepsi IUD itu sendiri (BKKBN, 2006).
7. Dukungan Suami
Dukungan merupakan salah satu faktor penguat (reinforcing factor)
yang dapat mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Sedangkan
dukungan suami dalam KB merupakan bentuk nyata dari kepedulian dan
tanggung jawab para pria. Dalam hal ini suami dalam mendukung dan
memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau
metode KB, dengan cara:
a. Bersama istri berupaya memperoleh informasi tentang KB atau membicarakan alat kontrasepsi.
b. Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya.
c. Memahami petunjuk dokter/bidan/petugas kesehatan dalam pemakaian alat kontrasepsi.
d. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar.
e. Mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan.
f. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi.
g. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak memuaskan.
h. Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode pantang berkala.
i. Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak memungkinkan.
j. Membiayai pengeluaran untuk kontrasepsi
Menurut Hartanto (2004,p40) metode-metode kontrasepsi tertentu tidak dapat dipakai tanpa kerjasama pihak suami, misalnya Coitus interuptus, kondom ataupun spermisid. Metode Fertility Awarness atau
”kesadaran akan fertilitas” membutuhkan kerjasama dan saling percaya
mempercayai antara pasangan suami istri. Di lain pihak metode
kontrasepsi seperti IUD, Pil oral dan suntikan kadang-kadang digunakan oleh pihak istri tanpa sepengetahuan/ dukungan dari suami.
Dukungan suami dalam KB merupakan faktor yang penting dalam
kesuksesan program KB sehingga akan meningkatkan kelestarian
pemakaian alat kontrasepsi istri dan terutama dalam pemeliharaan
kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan anak.
B. KERANGKA TEORI
Sumber : Modifikasi Saifuddin(2010), Notoatmodjo(2007)
Faktor Kesehatan
Faktor Metode Kontrasepsi
Sikap kewanitaan Umur
Status Kesehatan Dukungan suami
Riwayat menstruasi Riwayat keluarga
Jumlah anak
Pengalaman kontrasepsi Faktor
Pasangan
Gaya hidup
Pemilihan Metode AKDR
Biaya Komplikasi potensial
Kerugian Persepsi Efek samping
Persepsi Efektifitas Pemeriksaan fisik
C. KERANGKA KONSEP
D. HIPOTESIS
1. Terdapat hubungan antara jenis pekerjaan dengan pemilihan metode AKDR
2. Terdapat hubungan antara persepsi efektifitas dengan pemilihan metode AKDR
3. Terdapat hubungan antara persepsi efek samping dengan pemilihan metode AKDR
4. Terdapat hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan metode AKDR
Jenis Pekerjaan
Pemilihan metode AKDR Persepsi efektifitas
Persepsi efek samping
Dukungan suami