• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TESIS. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PENGARUH INVESTASI, TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TESIS. Oleh"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT

KEMISKINAN DI INDONESIA

TESIS

Oleh

MONICARIA TARIGAN NIM: 187018030

MAGISTER ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(2)

ANALYSIS ON THE INFLUENCE OF INVESTMENT, LABOR AND ECONOMIC GROWTH ON POVERTY IN INDONESIA

THESIS

By:

MONICARIA TARIGAN 187018030

MASTER OF ECONOMICS

FACULTY OF ECONOMICS AND BUSINESS UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(3)

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Ekonomi

Pada Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Sumatera Utara

Oleh:

MONICARIA TARIGAN 187018030

MAGISTER ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)
(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 10 Februari 2021

DEWAN PENGUJI TESIS Ketua : Dr. Rujiman, MA

Anggota : 1. Dr. Ahmad Albar Tanjung, M.Si 2. Prof. Dr. lic. rer.reg. Sirojuzilam, SE 3. Dr. Raina Linda Sari, SE, M.Si

(6)
(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

1. Nama : Monicaria Tarigan

2. Tempat/ Tanggal Lahir : Kuta Mbarupunti, 11 Maret 1994 3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Kristen Protestan 5. Orangtua

a. Ayah : Stan Tarigan

b. Ibu : Alm.Sinar Sembiring

6. Alamat Domisili : Desa Tiga Panah Kabupaten Karo

7. Alamat saat ini : Jalan Tanjung Anom, Perumahan Griya Sembada Minimalis, No. 4E, Deli Serdang

Data Pendidikan

1. SD : SD Negeri Samperaya 040552 Kec. Lau Baleng, Kab. Karo

Tahun 2000-2006

2. SMP : SMP Swasta Methodist Kabanjahe Kab. Karo Tahun 2006-2009

3. SMA : SMA Negeri 1 Berastagi Kab. Karo Tahun 2009-2012

4. S-1 : Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara (USU)

Tahun 2012-2016

5. S-2 : Magister Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara (USU)

Tahun 2019-2021

(8)

ABSTRACT

The objective of this research to analyze the influence of investment (PMDN and PMA), the number of workers and economic growth its impact on poverty in Indonesia. The data used by the authors in this study is the secondary data type time series from 1990 to 2019 obtained from the Central Bureau of Statistics. The method used in this study is Vector Autoregression (VAR). The analysis showed that the investment has a negative but is minor effect on poverty as well as the labor force which give negative effect to poverty. Economic growth has a positive effect on poverty in Indonesia. Therefore, the government should not only pursue high economic growth alone but more than economic growth must be qualified and equtable growth that can be felt by the whole society. The realization of investment that is right on target, especially in poor areas, is able to reduce the level of poverty in Indonesia.

Keywords: Investments, Labor, Economic Growth, Poverty, Vector Autoregression (VAR)

(9)
(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, anugrah dan penyertaan-Nya yang setiap saat Dia limpahkan kepada ciptaanNya.

PertolonganNya begitu nyata bagi penulis sehingga penulisan tesis yang berjudul

“Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia ” ini dapat diselesaikan.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh pengetahuan, arahan, saran dan dukungan moril serta materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, SSos., M.Si, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE., MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsad, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Rujiman, MA selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan di sela-sela kesibukannya dari awal hingga selesainya penulisan tesis ini.

5. Bapak Dr. Ahmad Albar Tanjung, M.Si selaku anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan dorongan, ide, saran, petunjuk dan bimbingan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

(11)

6. Bapak Prof. Dr. lic. rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Komisi Pembanding atas kritik dan masukan yang diberikan untuk perbaik tesis ini.

7. Ibu Dr. Raina Linda Sari, SE, M.Si selaku Komisi Pembanding yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan tesis ini.

8. Bapak Irsad, SE, M.Soc, Sc, Ph.D selaku Komisi Pembanding, yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan tesis ini.

9. Bapak/Ibu dosen dan Staf Adminsitrasi di lingkungan Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara.

10. Orang tua tercinta Stan Tarigan yang selalu mendoakan penulis hingga mampu menyelesaikan penelitian ini, kepada abang dan kakak:

Pujanderi Tarigan, Magdalena br Ginting, Leni Marlina br Tarigan, dan Arifin Pinem yang medoakan dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan pendidikan sampai ke tahap ini.

11. Saudara-saudari dari Yayasan Terang Injil yang telah mendukung di dalam doa, memotivasi serta mendengar setiap pergumulan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

12. Teman-teman di Program Magister Ilmu Ekonomi, yang penuh dengan rasa kekeluargaan dan persahabatan dalam memberi sumbangan pikiran selama perkuliahan.

Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, bagi pemerintah, investor dan masyarakat luas. Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan karena masih terdapat kelemahan dan kekurangan dari

(12)

berbagai sisi, oleh karena itu saran dan kritikan sangat diharapkan guna penyempurnaannya. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, 02 Maret 2021 Penulis,

Monicaria Tarigan

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT...i

ABSTRAK ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR SINGKATAN ...x

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 13

1.3 Tujuan Penelitian ... 14

1.4 Manfaat Penelitian ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan ... 15

2.1.1 Pengertian Kemiskinan ... 15

2.1.2 Pengukuran Kemiskinan ... 19

2.1.3 Teori Kemiskinan ... 26

2.1.4 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan ... 28

2.1.5 Dampak Adanya Kemiskinan ... 32

2.2 Teori Investasi Neo Klasik Solow Swan ... 33

2.2.1 Jenis Investasi...36

2.2.2 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ... 36

2.2.3 Penanaman Modal Asing (PMA) ... 37

2.3 Teori Tenaga Kerja ... 39

2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja ... 41

2.3.2 Pengukuran Ketenagakerjaan (Labor Force Concept) ... 41

2.3.3 Jenis-Jenis Tenaga kerja ... 42

2.4 Pertumbuhan Ekonomi ... 43

2.4.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 43

2.4.2 Faktor-Faktor Pertumbuhan Ekonomi ... 44

2.4.3 Metode Perhitungan Pendapatan Nasional... 46

2.4.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 48

2.5 Investasi Terhadap Tingkat Kemiskinan ... 51

2.6 Tenaga Kerja Terhadap Tingkat Kemiskinan ... 52

2.7 Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan ... 54

2.8 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 54

2.9 Kerangka Konseptual ... 59

2.10 Hipotesis Penelitian ... 60

(14)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 61

3.2 Jenis Data dan Sumber Data ... 61

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 62

3.4 Defenisi Operasional dan Variabel Penelitian ... 62

3.5 Metode Analisis Data ... 63

3.6 Langkah-Langkah Analisis Data ... 65

3.6.1 Uji Stasioneritas Data ... 65

3.6.2 Penentuan Panjang Lag ... 65

3.6.3 Pengujian Stabilitas Model ... 66

3.6.4 Uji Kointegrasi Model ... 67

3.6.5 Estimasi Model Vector Auto Regression (VAR) ... 67

3.6.6 Uji Impluse Response Function (IRF) ... 68

3.6.7 Uji Variance Decomposition ... 68

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 70

4.2 Deskripsi Data Penelitian ... 72

4.2.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia... 72

4.2.2 Pertumbuhan Investasi di Indonesia ... 73

4.2.3 Perkembangan Tenaga Kerja di Indonesia ... 75

4.2.4 Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia ... 78

4.3 Analisis Data ... 79

4.3.1 Uji Stasioneritas Data ... 80

4.3.2 Penentuan Panjang Lag ... 81

4.3.3 Uji Stabilitas Model ... 82

4.3.4 Uji Kointegrasi Metode Johansen Fisher ... 83

4.3.5 Estimasi VAR ... 85

4.3.6 Hasil Analisis Impulse Response Funtion (IRF) ... 87

4.3.7 Hasil Analisis Varian Decomposition (VD) ... 92

4.4 Pembahasan ... 96

4.4.1 Pengaruh Investasi Terhadap Tingkat Kemiskinan ... 96

4.4.2 Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Tingakat Kemisikinan ... 97

4.4.3 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan 99 4.5 Implikasi Kebijakan...101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...104

5.2 Saran...105

DAFTAR PUSTAKA...107

LAMPIRAN...110

(15)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Perkembangan Investasi di Indonesia 2010-2019 ... 11

1.2 Perkembangan Tenaga Kerja di Indonesia 2010-2019 ... 12

2.1 Penelitian Terdahulu ... 55

4.1 Daftar Provinsi,Ibu Kota, dan Luas Wilayah Indonesia Tahun 2019 ... 71

4.2 Hasil Uji Stasioneritas Variabel Penelitian ... 80

4.3 Hasil Uji Lag Optimal ... 81

4.4 Hasil Uji Stabilitas VAR ... 82

4.5 Hasil Uji Kointegrasi Johansen Panel Cointegration ... 84

4.6 Hasil Estimasi VAR ... 85

4.7 Hasil Estimasi INV, LAB, GWRT, Terhadap POV ... 86

4.8 Varian Dekomposisi Tingkat Kemiskinan ... 92

4.9 Varian Dekomposisi Investasi ... 93

4.10 Varian Dekomposisi Tenaga Kerja ... 94

4.11 Varian Dekomposisi Pertumbuhan Ekonomi ... 95

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman 1.1 Perkembangan PDB PPP Perkapita Negara-Negara di Dunia Tahun

2018 ... 2

1.2 Perkembangan Angka Kemiskinan di Indonesia Tahun 1998-2019 .... 3

1.3 Penurunan Angka Kemiskinan Ekstrem Terbesar 15 Negara di Dunia 5 1.4 Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia ... 7

2.1 Paradigma Lingkaran Kemiskinan ... 17

2.2 Fungsi Produksi... 35

2.3 Kerangka Konseptual ... 59

3.1 Tahapan Analisis Data ... 69

4.1 Peta Negara Indonesia ... 70

4.2 Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 2010-2019 ... 72

4.3 Pertumbuhan Investasi di Indonesia Tahun 2010-2019 ... 74

4.4 Perkembangan Realisasi Investasi di Indonesia Berdasarkan Lokasi Tahun 2019 ... 75

4.5 Pertumbuhan Tenaga Kerja di Indonesia 2010-2019 ... 76

4.6 Persentase Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2019 ... 77

4.7 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2010-2019 ... 78

4.8 Hasil Uji Stabilitas VAR ... 83

4.9 Respon Tingkat Kemiskinan Terhadap Tingkat Kemiskinan ... 88

4.10 Respon Tingkat Kemiskinan Terhadap Investasi ... 89

4.11 Respon Tingkat Kemiskinan Terhadap Tenaga Kerja ... 90

4.12 Respon Tingkat Kemiskinan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 91

(17)

DAFTAR SINGKATAN ADF : Augmented Dickey Fuller

AIC : Akaike Information Criterion AS : Amerika Serikat

AWR : Agriculture War Room

BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal BPS : Badan Pusat Statistik

COR : Capital Output Ratio FDI : Foreign Direct Investment FPE : Final Prediction Error GDP : Gross Domestic Product GK : Garis Kemiskinan

GKM : Garis Kemiskinan Makanan GKNM : Garis Kemiskinan Non Makanan GWRT : Growth

HQ : Hannan Quinnon HTI : Hutan Tanaman Industri

ICOR : Incremental Capital Output Ratio IMF : International Monetary Fund INV : Investment

IRF : Impulse Response Function KUR : Kredit Usaha Rakyat LAB : Labor

MPS : Marginal Propensity to Save PDB : Produk Domestik Bruto

PDRB : Produk Domestik Regional Bruto PNB : Pendapatan Nasional Bruto POV : Poverty

PMA : Penanaman Modal asing

PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri PPP : Purchasing Power Parity

SDA : Sumber Daya Alam

(18)

SDGs : Sustainable Development Goals SDM : Sumber Daya Manusia

SC : Schwarz Information Criterion UMKM : Usaha Mikro Kecil Menengah URT : Uji Root Test

UU : Undang-Undang

UUD : Undang Undang Dasar VAR : Vector Autoregression VD : Variance Decomposition VECM : Vector Error Correction Model

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1 Data Tingkat Kemiskinan, Investasi, Tenaga Kerja, dan Pertumbuhan

Ekonomi Tahun 1990-2019 ... 110

2 Hasil Uji Stasioneritas Data ... 111

3 Hasil Uji Lag Optimal ... 116

4 Hasil Uji Kointegrasi... 117

5 Hasil Uji Stabilitas Vector Autoregression (VAR) ... 119

6 Hasil Estimasi Vector Autoregression (VAR) ... 120

7 Hasil Impulse Response Function (IRF) ... 121

8 Hasil Variance Decomposition (VD) ... 122

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama dari setiap keputusan, kebijakan maupun pertimbangan prioritas yang akan diambil oleh pemerintah.

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut, pemerintah melakukan pembangunan di berbagai bidang, baik dalam jangka pendek ataupun dalam jangka panjang. Di dalam UUD 1945, ada empat belas kewajiban Negara kepada seluruh rakyat Indonesia. Inti dari kewajiban tersebut adalah mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali. Tetapi, nyatanya sampai saat ini hal tersebut belum tercapai.

Masalah krusial yang menghalangi tujuan tersebut adalah tingkat kemiskinan yang masih tinggi. Kemiskinan suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok minimal. Dalam catatan IMF ( International Monetary Fund) yang di rilis tahun 2019 bahwa dari 100 negara termiskin di dunia, salah satunya adalah Indonesia. Indonesia berada di posisi ke 92 negara termiskin dari seluruh negara-negara di dunia berdasarkan PDB PPP per kapita tahun 2018.

Pada gambar 1.1 adalah negara-negara miskin dengan posisi 84 sampai 94 berdasarkan PDB PPP per kapitanya. IMF Menentukan peringkat negara termiskin dengan cara menghitung Produk Domestik Bruto (Purchasing Power Parity) per kapita, yaitu nilai paritas daya beli dari semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam suatu negara pada tahun tertentu dibagi dengan rata-rata

(21)

untuk tahun yang sama. Angka PDB tersebut menggunakan mata uang dalam bentuk dolar AS.

Sumber : IMF (data diolah)

Gambar 1.1 Perkembangan PDB PPP Per Kapita ($) Negara Negara di Dunia Tahun 2018

Dari perhitungan yang di lakukan IMF, PDB PPP per kapita Indonesia sudah mencapai US$12.378 pada tahun 2018, ini mencerminkan bahwa kekayaan rata-rata setiap penduduk di negara tersebut sudah cukup tinggi. Tetapi meskipun demikian pada tahun yang sama jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,95 juta jiwa. Angka ini adalah angka yang cukup tinggi jika dilihat dari PDB PPP per kapita Indonesia sendiri.

Kemiskinan Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 1970, yaitu terdapat 60% penduduk yang masuk kategori miskin atau 70 juta jiwa, di tahun 1976 sebesar 40,10%, kemudian turun secara bertahap hingga pada tahun 1996 menjadi 11,3%, tetapi ini tidak berlangsung lama, karena ketika terjadi krisis moneter pada tahun 1998 tingkat kemiskinan kembali tinggi menjadi 24,2%. Namun, setelah

13403 13342 13001

12994 12551

12487 12472 12388 12378 12035

11995

11000 11500 12000 12500 13000 13500 14000

AFRIKA SELATAN PERU SRI LANKA MESIR MONGOLIA JORDAN ALBANIA VENEZUELA INDONESIA DOMINICA NAURU

(22)

krisis pada tahun 1998 tersebut atau 21 tahun setelah itu, tingkat kemiskinan di Indonesia cenderung menurun kembali.

Pada gambar 1.2 menunjukkan tingkat kemiskinan mencapai 24,2% pada tahun 1998 menurun hingga satu digit pada tahun 2019 yaitu sebesar 9,22%. Pada Desember 1998 hingga Februari 2005, jumlah penduduk miskin terus menurun dari 24,2% menjadi 15,97%. Tetapi pada Maret 2006 tingkat kemiskinan meningkat menjadi 17,75% atau 39,30 juta jiwa. Kenaikan ini dipicu oleh kenaikan harga beras sebagai akibat dari larangan impor beras (World Bank:2006), diperkirakan kenaikan beras sekitar 33% dan juga kenaikan bahan bakar minyak.

Dari tahun 2007 sampai 2014 angka kemiskinan cenderung turun namun pada tahun 2015 tingkat kemiskinan kembali meningkat yaitu sebesar 11,13%

atau 28,51 juta jiwa. Peningkatan angka tersebut diduga karena melemahnya perekonomian Nasional pada tahun tersebut.

Sumber : BPS (data diolah)

Gambar 1.2 Perkembangan Angka Kemiskinan di Indonesia Tahun 1998-2019

0 5 10 15 20 25 30

0 10 20 30 40 50 60

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Mar-18 Sep-18 Mar-19 Sep-19

jumlah penduduk miskin (juta jiwa) tingkat kemiskinan(%)

(23)

Pada tahun 2016, kembali mengalami penurunan diangka 10,67% atau setara dengan 27,76 juta jiwa. Tahun 2017 sampai 2018 terus mengalami penurunan secara berturut-turut yaitu 26,58 juta jiwa dan 25,95 juta jiwa. Pada tahun 2018 adalah angka terendah dalam sejarah Republik Indonesia tinggal satu digit, yaitu 9,74%. Pada Maret 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis standar garis kemiskinan masyarakat Indonesia adalah Rp 425.250 per kapita per bulan.

Namun, pada September 2019, garis kemiskinan Indonesia naik seiring dengan turunnya angka kemiskinan menjadi Rp440.538 per kapita per bulan. Hasilnya, garis kemiskinan rata-rata secara Nasional menjadi Rp 2.017.664 per rumah tangga. BPS mencatat persentase penduduk miskin di Indonesia sebesar 9,22%

pada September 2019. Angka tersebut setara dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 24,97 juta jiwa. Posisi itu mengalami penurunan sebesar 0,19% dari Maret 2019, ada penurunan sekitar 358.900 orang . Begitu pula dibandingkan dengan September 2018, mengalami penurunan 0,44% atau turun 880 ribu orang.

Pada tahun 2019 databoks menerbitkan data 15 negara dengan penurunan kemiskinan ekstrem terbesar sekitar tahun 2000-2015. Kemiskinan ekstrem yang dimaksut adalah populasi yang tinggal disebuah rumah tangga dengan konsumsi atau pendapatan per orang di bawah garis kemiskinan ekstrem yaitu sebesar US$1,9 per hari per kapita (2011 PPP). Pada gambar 3.1 menunjukkan pengurangan tingkat kemiskinan ekstrem dengan penurunan terbesar dibanding negara-negara lainnya. Pengurangan rata-rata kemiskinan ekstrem di 15 negara ini adalah sekitar 1,6% dari populasi.

Beberapa dari negara-negara tersebut awalnya memiliki angka kemiskinan

(24)

tahun 2000 menjadi 49,1% pada tahun 2015. Angka kemiskinan ekstrem di negara tersebut turun 36,9 poin atau rata-rata pertahunnya berkurang sebesar 3,2%.

Negara yang mampu menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem berikutnya adalah Tajikistan dan Chad yaitu 3,1% diikuti oleh negara Republik Kongo yaitu 2,7%

per tahunnya. Di antara 15 negara tersebut, negara Indonesia adalah salah satunya yakni mengurangi tingkat kemiskinan ekstrem rata rata sebesar 2,1% per tahun.

Jumlah penduduk Indonesia yang masuk kategori miskin ekstrem turun sebesar 64,5 juta jiwa yaitu 83 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi 18,5 juta jiwa pada tahun 2015.

Sumber : World Bank (data diolah)

Gambar 1.3 Penurunan Angka Kemiskinan Ekstrem Terbesar 15 Negara di Dunia

Penurunan tingkat kemiskinan yang telah dicapai tersebut tidak menutup kemungkinan akan kembali meningkat. Analisis menunjukkan bahwa perbedaan antara penduduk miskin dan hampir miskin sangat kecil, ini berarti kerentanan untuk jatuh miskin sangat tinggi, sehingga strategi penanggulangan hendaknya dipusatkan terhadap masyarakat yang penghasilannya paling rendah tersebut.

-3.2 -3.1 -3.1

-2.7 -2.6

-2.5 -2.4 -2.4 -2.4

-2.3 -2.1

-1.9 -1.9

-1.8 -1.6

-3.5 -3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0

TANZANIA (2000-2015) TAJIKISTAN (1999-2015) CHAD (2003-2011) REPUBLIK KONGO (2005-2011) REPUBLIK KYRGYZ (2000-2015) TIONGKOK (1999-2015) INDIA (2004-2011) MOLDOVA (2000-2015) BURKINA FASO (1998-2014) REP DEMOKRAT KONGO (2004-2012) INDONESIA (2000-2015) VIETNAM (1998-2016) ETHOPIA (1999-2015) PAKISTAN (2001-2015) NAMIBIA (2003-2015)

(25)

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah pembangunan dalam bidang ekonomi melalui indikator pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, investasi atau penanaman modal, tingkat pendidikan masyarakat, tingkat kesehatan masyarakat, jumlah lapangan kerja yang tersedia dan tingkat pengangguran. Semakin tinggi tingkat inflasi maka masyarakat yang awalnya dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan adanya harga barang dan jasa yang tinggi kebutuhan tersebut pun tidak terpenuhi sehingga menimbulkan kemiskinan. Menurut Sukirno (2000) kegiatan investasi yang dilakukan oleh masyarakat secara terus menerus akan meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Jika kemakmuran masyarakat meningkat maka masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan pun akan berkurang.

Todaro (1997) menyatakan bahwa pendapatan yang rendah, perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, angka kematian bayi yang tinggi, angka harapan hidup yang relatif singkat, peluang untuk mendapatkan kesejahteraan rendah serta pendidikan yang rendah adalah faktor penyebab kemiskinan..

Selanjutnya adalah hubungan lapangan kerja yang tersedia terhadap tingkat kemiskinan Jika jumlah lapangan kerja yang tersedia sedikit hal ini akan menyebabkan pengangguran tinggi. Pengangguran yang tinggi akan mengakibatkan orang yang menganggur tidak bisa mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga akibatnya jumlah penduduk miskin akan meningkat.

Pertumbuhan ekonomi merupakan persyaratan pertama dari pengetasan

(26)

ekonomi telah berjalan pesat dan menjangkau penduduk miskin, setiap poin persentase kenaikan pengeluaran rata-rata menghasilkan penurunan 0,3% angka kemiskinan. Indonesia juga berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi terutama periode 1990-1996 yaitu dengan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto rata-rata 7,28% per tahun.

Sumber : BPS (data diolah)

Gambar 1.4 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 1998-2019

Data yang ditunjukkan pada gambar 1.4 adalah perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 21 tahun terakhir yang cenderung mengalami peningkatan secara terus menerus. Namun ada tahun tahun tertentu yang mengalami angka penurunan, yaitu pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi dari 5,69% turun menjadi 5,5%. Penurunan pertumbuhan ekonomi tersebut berbanding terbalik dengan angka kemiskinan yang mengalami peningkatan. Pada tahun tersebut angka kemiskinan meningkat dari 15,97% menjadi 17,75%.

Namun, penurunan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada tahun 2009 tidak menyebabkan kenaikan tingkat kemiskinan, malah sebaliknya mengalami

-15 -10 -5 0 5 10

PDB(%)

(27)

penurunan juga. Pertumbuhan ekonomi menurun dari 6,01% turun menjadi 4,63%, sejalan dengan penurunan angka kemiskinan yaitu 15,42% turun menjadi 14,15%.

Teori trickle-down effect yang dikembangkan oleh Arthur Lewis(1954) dan diperluas oleh Ranis dan Fei (1968) menjelaskan bahwa kemajuan yang diperoleh sekelompok masyarakat akan sendirinya menetes kebawah sehingga menciptakan lapangan kerja dan berbagai peluang ekonomi yang pada akhirnya akan menumbuhkan berbagai kondisi demi terciptanya distribusi hasil-hasil pertumbuhan ekonomi yang merata. Teori tersebut mengimplikasikan bahwa ketika ekonomi bertumbuh, akan dirasakan oleh penduduk kaya dan kemudian pada tahap selanjutnya penduduk miskin akan memperoleh manfaat ketika penduduk kaya membelanjakan hasil dari yang diterimanya. Hal ini berarti tingkat kemiskinan akan berkurang dalam skala kecil bila penduduk miskin hanya menerima sedikit manfaat dari total manfaat yang ditimbulkan oleh pertumbuhan ekonomi tersebut.

Pada tahap awal pembangunan akan ditandai dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai dengan tingkat ketimpangan pendapatan dan juga kemiskinan. Kondisi tersebut akan berlangsung sampai pada titik krisis tertentu, dimana tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan diikuti oleh menurunnya tingkat kemiskinan (Kuznets: (1955). Negara-negara yang mengalami goncangan makroekonomi memiliki pertumbuhan ekonomi dan pengurangan tingkat kemiskinan yang lebih lamban dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki pengelolaan makroekonomi yang lebih baik (Bank Dunia, 2005a). Variabel-

(28)

variabel makroekonomi tersebut adalah tingkat pendapatan nasional, tingkat kesempatan kerja, laju inflasi, tingkat investasi, dan neraca pembayaran.

Variabel-variabel yang mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang diukur melalui Produk Domestik Bruto ( PDB) diantaranya konsumsi rumah tangga (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan net ekspor (X-M).

Peningkatan yang terjadi pada konsumsi rumah tangga berarti adanya peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa. Peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa akan memaksa perekonomian untuk meningkatkan produksi barang dan jasa. Peningkatan produksi barang dan jasa akan menyebabkan peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Teori pengeluaran pemerintah dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tahap awal, pada tahap awal perkembangan ekonomi persentasi investasi besar, sebab pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi dan sebagainya. Tahap menengah, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Tahap lanjut, pembangunan ekonomi dan aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran- pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan program pelayanan kesehatan masyarakat (Mangkoesoebroto, 2008). Selanjutnya, net ekspor yang dilakukan suatu negara akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi apabila nilai ekspor lebih besar dibandingkan dengan nilai

(29)

impor sehingga akan meningkatkan pendapatan nasional dan merangsang pertumbuhan ekonomi

Faktor penentu tinggi atau rendahnya tingkat kemiskinan selanjutnya adalah investasi. Investasi adalah fungsi dari pembentukan modal (capital) dan penyerapan tenaga kerja (labor). Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat tidak terlepas dari investasi pembangunan, yaitu pembentukan modal.

Pembentukan modal dilakukan untuk memperbesar kapasitas produksi yang akan menaikkan pendapatan nasional ataupun menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak. Apabila jumlah lapangan kerja semakin banyak akan diikuti dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang terserap, maka akan berpotensi menurunkan jumlah tingkat kemiskinan dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut memiliki makna bahwa semakin tinggi investasi yang ditanamkan maka akan menurunkan jumlah penduduk miskin.

Sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997-1998, investasi Indonesia anjlok, bahkan terjadi pelarian modal (capital flight) US$10 miliar setiap tahun.

Menurut Badan Koordinasi Modal (BKPM) 2004, salah satu unsur penggerak pertumbuhan ekonomi yang belum pulih adalah investasi. Tingkat investasi tahun 2002 hanya mencapai sekitar 75% dibandingkan dengan sebelum krisis tahun 1996. Pelambatan pemulihan investasi tersebut mengakibatkan peranan investasi dalam pembentukan PDB menurun dari 29,6% tahun 1996 menjadi 20,2% pada tahun 2002.

Investasi terbagi dua yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Menurut Ghou dan Soumaru (2012) Penanaman

(30)

Modal Asing harus dirancang dengan cermat untuk mengarahkan penanaman modal asing tersebut pada sektor ekonomi yang produktif, ini akan menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat lokal dan mengembangkan keterampilan lokal sehingga merangsang penurunan tingkat kemiskinan di daerah tersebut.

Tabel 1.1 Perkembangan Investasi di Indonesia 2010-2019

Sumber: BKPM dan BPS

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa realisasi nilai investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Indonesia tahun 2010-2019 dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan tahun 2019 adalah yang tertinggi yaitu sebesar Rp 30.451 triliun. Sedangkan Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) menunjukkan pergerakan yang fluktuatif. Angka tertinggi investasi PMA terjadi pada tahun 2017 sebesar Rp 436.78 triliun. Pada tahun 2015 realisasi investasi meningkat sebesar 17,8% maka pada tahun berikutnya terjadi penurunan tingkat kemiskinan di angka 10,67%. Angka ini menunjukkan bahwa ketika investasi ditingkatkan maka berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan.

Sedangkan jumlah proyek PMA dan PMDN selama sepuluh tahun terakhir adalah fluktuatif.

Tahun PMDN PMA

Proyek Nilai Investasi (Triliun Rupiah)

Proyek Nilai Investasi (Triliun Rupiah)

2010 875 60,5 3.076 145.79

2011 1.313 76 4.342 176.59

2012 1.210 92,2 4.579 237.54

2013 2.129 128,2 9.612 348.82

2014 1.652 156,1 8.885 354.91

2015 5.100 179,5 17.738 403.86

2016 7.511 216,3 25.321 389.16

2017 8.838 262,3 26.257 436.78

2018 10.815 328,8 21.972 424.41

2019 30.451 386,5 30.354 392.13

(31)

Menurut Sukirno (2010:50) salah satu faktor penting untuk menentukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatannya. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum jika tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat terwujud, sehingga apabila tidak bekerja atau menganggur maka itu mengurangi pendapatan mereka sehingga kesejahteraannya pun tidak tercapai dan ini akan menyebabkan kemiskinan.

Tabel 1.2 Perkembangan Tenaga Kerja di Indonesia 2010-2019 Tahun

Penduduk 15 Tahun ke Atas Angkatan Kerja

(Jiwa)

Bekerja (Jiwa)

Pengangguran (Jiwa)

2010 116.527.546 108.207.767 8.319.779

2011 116.097.701 107.416.309 8.681.392

2012 119.849.734 112.504.868 7.344.866

2013 120.172.003 112.761.072 7.410.931

2014 121.872.931 114.628.026 7.244.905

2015 122.380.021 114.819.199 7.560.822

2016 125.443.748 118.411.973 7.031.775

2017 128.062.746 121.022.423 7.040.323

2018 133.355.571 126.282.186 7.073.385

2019 135.859.695 128.755.271 7.104.424

Sumber: BPS

Pada tabel 1.2 dapat dilihat bahwa tren tenaga kerja meningkat setiap tahunnya dari tahun 2010 sampai 2019. Jumlah tenaga kerja tertinggi yaitu pada tahun 2019 sebesar 128.755.271 jiwa berbanding terbalik dengan tren pengangguran yang setiap tahunnya menurun, dengan jumlah 7.104.424 jiwa pada tahun 2019 . Hal ini menunjukkan bahwa ketika tenaga kerja meningkat maka jumlah pengangguran pun menurun. Jika jumlah pengangguran menurun maka angka kemiskinan akan menurun, sehingga dengan adanya penyerapan tenaga kerja akan berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul;

(32)

“Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia”, apakah mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa investasi, tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan atau sebaliknya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena masalah yang dipaparkan dalam latar belakang masalah diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pengaruh investasi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia?

2. Bagaimanakah pengaruh tenaga kerja terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia?

(33)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengaruh investasi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh tenaga kerja terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia

3. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan yang mampu memberantas kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Indonesia.

2. Sebagai bahan pertimbangan dan pengoptimalisasi informasi bagi pemerintah dalam mengambil keputusan untuk perencanaan pembangunan ekonomi di Indonesia.

3. Sebagai referensi bagi peneliti yang berminat untuk mengkaji dalam bidang yang sama dengan pendekatan dan ruang lingkup yang berbeda.

(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan

2.1.1 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (2000) merupakan keadaan dimana seseorang individu atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dan memiliki standar tertentu. Sedangkan menurut Sukirno (2006) menyatakan bahwa kemiskinan bersifat multidimensional dengan banyak aspek didalamnya. Aspek primer yaitu miskin asset, organisasi politik, pengetahuan dan keterampilan. Aspek sekunder yaitu miskin jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi. Kemiskinan tersebut ada dalam bentuk kekuarangan air, gizi, perumahan layak huni, rendahnya pelayanan kesehatan dan juga rendahnya tingkat pendidikan.

Menurut Chamber (1998) bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu kemiskinan (proper), ketidakberdayaan (powerless), kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), ketergantungan (dependence), dan keterasingan (isolation).

Kemiskinan adalah profil kehidupan masyarakat yang menggambarkan ketidakmampuannya untuk hidup layak dan berpartisipasi dalam pembangunan yang sedang dan terus berjalan. Kemiskinan tersebut akan menghambat perkembangannya dirinya, mempersulit masyarakat secara luas, dengan sendirinya menghambat pembangunan (Pasandaran, 1994).

(35)

Menurut Ravallion (2001), kemiskinan adalah kelaparan, tidak memiliki tempat tinggal, jika sakit tidak memiliki dana untuk berobat. Orang miskin umumnya tidak dapat membaca karena tidak mampu bersekolah, tidak memiliki pekerjaan, takut menghadapi masa depan, kehilangan anak karena sakit.

Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, terpinggirkan tidak memiliki rasa bebas.

Selanjutnya, menurut Sen (1985) dalam Hajiji (2010) kemiskinan adalah kegagalan untuk berfungsinya beberapa kapabilitas dasar atau dengan kata lain seseorang dikatakan miskin jika seseorang yang kekurangan kesempatan untuk mencapai kapabilitas dasar ini. Kemiskinan jangan dianggap hanya sebagai pendapatan rendah (low income), tetapi harus dianggap sebagai ketidakmampuan kapabilitas ( capability handicap).

Berdasarkan beberapa defenisi diatas, maka kemiskinan dapat diartikan sebagai seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar, tidak mampu untuk hidup layak, rentan menghadapi situasi darurat, yang akan menghambat perkembangan diri, sehingga bergantung kepada masyarakat luas yang pada akhirnya menghambat pembangunan di sekitarnya.

Ragnar Nurkse (1953) dalam Mudrajat kuncoro (2000) juga mengemukakan bahwa negara yang miskin itu miskin karena negara itu miskin (a poor country is poor because it is poor.”Kemiskinan menjadi sebuah hubungan sebab akibat dan terdapatnya hubungan kausalitas yang membentuk sebuah lingkaran paradigma kemiskinan. Lingkaran paradigma kemiskinan ini menggambarkan bahwa kemiskinan disebabkan karena kemiskinan itu sendiri “ The vicious circle of Poverty”.

(36)

modal

Investasi rendah

Produktifitas rendah

Tabungan Rendah

rendah

Kemiskinan meningkat

Sumber: Kuncoro, (2000)

Gambar 2.1 Paradigma Lingkaran Kemiskinan

Lingkaran setan kemiskinan adalah serangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi, sehingga menimbulkan suatu keadaan dimana suatu negara khususnya negara berkembang mengalami banyak masalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakatnya. Ini berawal dari pendapatan masyarakat yang rendah dikarenakan produktifitasnya juga rendah. Jika produktifitas rendah maka mengakibatkan peningkatan kemiskinan, kemiskinan yang meningkat menyebabkan tingkat tabungan rendah yang pada akhirnya investasi juga rendah.

Investasi yang rendah mengakibatkan kekurangan modal, modal yang mengalir berkurang yang mengakibatkan penurunan pada tingkat produktifitas, produktifitas yang rendah mengakibatkan pendapatan menjadi rendah, begitu

(37)

pula seterusnya, sehingga membentuk sebuah lingkaran paradigma kemiskinan seperti pada gambar 2.1.

Menurut Nurkse, lingkaran setan kemiskinan tersebut dapat digunting melalui pembentukan modal. Pembentukan modal (capital formation) adalah ketika masyarakat tidak menggunakan seluruh aktivitas produktifnya saat ini untuk kebutuhan dan keinginan konsumsi, tetapi menggunakan sebagian saja untuk pembuatan barang modal. Pembuatan barang modal tersebut seperti alat- alat, mesin, fasilitas angkutan, pabrik dan segala macam bentuk modal nyata yang dapat dengan cepat meningkatkan manfaat upaya produktif. Pembentukan modal atau investasi tidak saja meningkatkan produksi tetapi juga kesempatan kerja.

Pembentukan modal menghasilkan kemajuan teknik yang menunjang tercapainya ekonomi produksi skala luas dan meningkatkan spesialisasi. Pembentukan modal memberikan mesin, alat dan perlengkapan bagi tenaga kerja sehingga pembentukan modal juga menguntungkan para tenaga kerja.

Menurut Todaro dan Smith (2006) kemiskinan yang terjadi di negara negara berkembang akibat dari interaksi antara 6 karakteristik berikut :

1. Tingkat Pendapatan nasional negara-negara berkembang relatif rendah dan laju pertumbuhan ekonominya tergolong lambat.

2. Pendapatan perkapita negara-negara berkembang rendah dan pertumbuhannya sangat lambat, bahkan beberapa yang mengalami stagnasi

3. Distribusi pendapatan sangat timpang dan tidak merata

4. Mayoritas penduduk di negara-negara berkembang terpaksa hidup dibawah kemiskinan absolut.

(38)

5. Fasilitas dan pelayanan kesehatan buruk dan sangat terbatas, kekurangan gizi dan banyaknya wabah penyakit sehingga tingkat kematian bayi di negara-negara berkembang sepuluh kali lebih tinggi dengan yang ada di negara maju.

6. Kurikulum dan fasilitas pendidikan di negara-negara berkembang relatif masih kurang relevan dan kurang memadai.

2.1.2 Pengukuran Kemiskinan

Uni eropa umumnya mendefinisikan penduduk miskin sebagai mereka yang mempunyai pendapatan perkapita dibawah 50% dari rata-rata pendapatan.

Ketika rata-rata pendapatan meningkat, garis kemiskinan juga relatif meningkat.

Dua ukuran kemiskinan yang digunakan oleh Bank Dunia adalah :

a. Dengan pengeluaran US$ 1 per kapita per hari dimana perkiraan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup dibawah ukuran tersebut.

b. Dengan pengeluaran US$ 2 per kapita per hari dimana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut. Dollar yang digunakan adalah US$ PPP (Purchasing Power Parity), bukan nilai tukar resmi (exchange rate). Kedua batas ini adalah garis kemiskinan absolut.

Masyarakat miskin adalah masyarakat yang pengeluarannya atau pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan (Haughton dan Shahidur, 2012).

Garis Kemiskinan (GK) merupakan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dijumlahkan dengan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang rata-rata pengeluaran perkapitanya per bulan berada di bawah garis kemiskinan

(39)

dikategorikan sebagai penduduk miskin (BPS, 2016). GKM yaitu nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan seseorang yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari. Sedangkan GKNM yaitu kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

Ragnar Nurkse (1953) dalam Mudrajat Kuncoro (1997) membagi kemesikinan menjadi beberapa ukuran, yaitu:

a. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan yang diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan seseorang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya. Individu atau kelompok yang termasuk dalam ukuran kemiskinan absolut ini memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya seperti makanan, pakaian, serta tempat tinggal.

b. Kemiskinan Relatif

Individu atau kelompok yang termasuk dalam ukuran kemiskinan relatif apabila kebutuhan dasarnya telah terpenuhi, namun masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan ukuran ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan apabila tingkat hidup masyarakat berubah, sehingga pengukuran kemiskinan relatif bersifat dinamis atau akan selalu ada.

c. Kemiskinan Kultural

Seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap orang atau sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya atau

(40)

dengan kata lain seseorang tersebut miskin karena sikapnya sendiri yaitu pemalas dan tidak mau memperbaiki kondisinya.

Menurut BPS (2006) terdapat 14 kriteria keluarga miskin yaitu (1) luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang, (2) jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan, (3) jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rimbia/kayu berkualitas rendah/dinding tembok tidak diplester, (4) tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain, (5) sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik, (6) sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/ sungai/air hujan, (7) kayu bakar/arang/minyak tanah sebagai bahan bakar memasak sehari-hari, (8) hanya mengonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam 1 minggu, (9) hanya membeli satu setel pakaian baru dalam setahun, (10) hanya sanggup makan satu kali/ dua kali dalam 1 hari, (11) tidak sanggup membayar pengobatan di puskesmas/poliklinik, (12) sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lain dengan pendapatan di bawah Rp600.000 per bulan, (13) pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamat SD, dan (14) tidak memiliki tabungan/barang mudah dijual dengan nilai Rp500.000 seperti sepeda motor, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka rumah tangga itu dikategorikan miskin.

Sedangkan menurut World Bank (2013) dalam mengkaji permasalahan kemiskinan di Indonesia, sedikitnya terdapat 9 dimensi kemiskinan yang perlu dipertimbangkan yaitu (1) ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (pangan,

(41)

sandang, dan perumahan), (2) aksesibilitas yang rendah terhadap kebutuhan dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi yang baik, air bersih, dan transportasi), (3) lemahnya kemampuan untuk melakukan akumulasi kapital, (4) rentan terhadap faktor guncangan eksternal yang bersifat individual maupun massal, (5) rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dan rendahnya pengelolaan dan penguasaan sumber daya alam (SDA) untuk kesejahteraan, (6) ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, (7) terbatasnya akses terhadap kesempatan kerja secara berkelanjutan, (8) ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun cacat mental, dan (9) ketidakmampuan secara sosial.

Indikator kemiskinan ada bermacam-macam yakni: konsumsi beras per kapita per tahun, tingkat pendapatan, tingkat kecukupan gizi, kebutuhan fisik minimum (KFM), dan tingkat kesejahteraan (Lincolin Arsyad,2004) .

1) Tingkat Konsumsi Beras .

Sajogyo(1997) menggunakan tingkat konsumsi beras per kapita sebagai indikator kemiskinan. Untuk daerah perdesaan, penduduk dengan konsumsi beras kurang dari 240 kg per kapita per tahun bias digolongkan miskin. Sedangkan untuk daerah perkotaan adalah 360 kg per kapita per tahun.

2) Tingkat Pendapatan.

Menurut BPS di daerah perkotaan pendapatan yang dibutuhkan untuk melepaskan diri dari kategori miskin adalah Rp.356.378,00 per kapita/bulan pada tahun 2015, sedang pada tahun 2019 adalah Rp.458.380,00. Di daerah perdesaan pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan

(42)

perkotaan yakni sekitar Rp 333.034,00 pada tahun 2015 dan Rp 418.515,00 pada tahun 2019. Hal ini dapat dipahami karena dinamika kehidupan yang berbeda antara keduanya. Penduduk di daerah perkotaan mempunyai kebutuhan relatif sangat beragam dibandingkan dengan daerah perdesaan sehingga mempengaruhi pula pola pengeluaran

3) Indikator Kesejahteraan Rakyat

Selain data pendapatan dan pengeluaran, ada berbagai komponen tingkat kesejahteraan yag lain yang sering digunakan. Pada publikasi UN (1961) yang berjudul International Definitin and Measuremen of Levels of Living: An Interim Guide disarankan 9 komponen kesejahteraan yaitu kesehatan, konsumsi makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial, rekreasi dan kebebasan.

Indikator kemiskinan yang digunakan oleh Bappenas (Harniati, 2010) adalah :

 Keterbatasan pangan, merupakan ukuran yang melihat kecukupan pangan

dan mutu pangan yang dikonsumsi. Ukuran indikator ini adalah stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin, dan buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu.

 Keterbatasan akses kesehatan, merupakan ukuran yang melihat

keterbataan akses kesehatan dan rendahnya mutu layanan kesehatan.

Keterbatasan akses kesehatan dilihat dari kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya layanan reproduksi, jauhnya jarak fasilitas layanan kesehatan, mahalnya biaya pengobatan dan perawatan. Kelompok miskin umumnya cenderung memanfaatkan pelayanan di puskesmas dibandingkan dengan rumah sakit.

(43)

 Keterbatasan akses pendidikan. Indikator ini diukur dari mutu pendidikan

yang tersedia, mahalnya biaya pendidikan, terbatasnya fasilitas pendidikan, rendahnya kesempatan memperoleh pendidikan.

 Keterbatasan akses pada pekerjaan. Indikator ini diukur dari terbatasnya

kesempatan kerja dan berusaha, lemahnya perlindungan terhadap asset usaha, perbedaan upah, lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan.

 Keterbatasan akses terhadap layanan perumahan dan sanitasi. Indikator

yang digunakan adalah kesulitan memiliki rumah yang sehat dan layak huni, dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak.

 Keterbatasan akses terhadap air bersih. Indikator yang digunakan adalah

sulitnya mendapatkan air bersih, terbatasnya penguasaan sumber air, dan rendahnya mutu sumber air.

 Keterbatasan akses terhadap tanah. Indikator yang digunakan adalah

struktur kepemilikan dan penguasaan tanah dan ketidakpastian kepemilikan.

 Keterbatasan akses terhadap sumber daya alam. Indikator yang digunakan

adalah buruknya kondisi lingkungan hidup, rendahnya sumber daya alam.

Indikator ini sangat terkait dengan penghasilan yang bersumber dari sumber daya alam, seperti daerah perdesaan, daerah pesisir, dan daerah pertambangan.

 Tidak adanya jaminan rasa aman, indikator ini berkaitan dengan tidak terjaminnya keamanan dalam menjalani kehidupan baik sosial maupun ekonomi.

(44)

 Keterbatasan akses untuk partisipasi. Indikator ini diukur melalui rendahnya keterlibatan dalam pengambilan kebijakan.

 Besarnya beban kependudukan, indikator ini berkaitan dengan besarnya tanggungan keluarga, dan besarnya tekanan hidup.

Kondisi kemiskinan yang dialami sekelompok masyarakat berbeda beda atau bersifat heterogen, oleh karena itu perlu dilakukan tingkatan untuk dapat mengetahui kondisi terparah dari kemiskinan. Tingkatan dari kondisi kemiskinan yang terdapat dalam masyarakat dapat dikelompokan dalam tiga tingkatan (Sahyuti, 2006 : 95), yaitu :

1) Kelompok yang paling miskin (destitute), merupakan kelompok yang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan, tidak memiliki sumber pendapatan, dan tidak memiliki akses terhadap pelayanan sosial.

2) Kelompok miskin (poor), merupakan kelompok kemiskinan yang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan, namun masih memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar.

3) Kelompok Rentan (vulnerable group) merupakan kelompok miskin yang memiliki kehidupan yang lebih baik, namun mereka rentan terhadap berbagai perubahan sosial disekitarnya.

Untuk menghitung tingkat kemiskinan yaitu sebagai berikut:

(45)

Dimana:

α = 0

z = garis kemiskinan.

Yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z

q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.

n = jumlah penduduk.

2.1.3 Teori Kemiskinan a. Paradigma Kemiskinan

Terdapat dua paradigma besar yang menyangkut pemahaman tentang kemiskinan dan penanggulangannya. Paradigma tersebut antara lain :

1) Paradigma neo-liberal

Pendekatan ini memberikan kebebasan individu sebagai komponen yang penting dalam suatu masyarakat. Pendekatan ini memberikan penjelasan bahwa kemiskinan merupakan persoalan individu yang merupakan akibat dari pilihan-pilihan individu. Bagi pendekatan ini kekuatan pasar merupakan kunci utama dalam menyelesaikan masalah kemiskinan. Hal ini dikarenakan dengan kekuatan pasar yang diperluas dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan dapat menghapuskan kemiskinan (Syahyuti, 2006). Bagi pendekatan ini strategi dalam menanggulangi kemiskinan bersifat sementara dan peran negara sangat minimum. Peran negara akan dilaksanakan bila institusi-institusi di masyarakat, seperti keluarga, kelompok-kelompok swadaya, maupun lembaga-lembaga lainnya tidak mampu lagi menangani kemiskinan.

(46)

2) Paradigma demokrasi-sosial

Dalam paradigma ini tidak melihat kemiskinan sebagai persoalan individu, tetapi lebih melihatnya sebagai persoalan struktural.

Ketidakadilan dan ketimpangan yang terjadi di masyarakatlah yang mengakibatkan kemiskinan ada dalam masyarakat. Pada pendekatan ini tertutupnya akses-akses untuk kelompok tertentu menjadi penyebab terjadinya kemiskinan. Pendekatan ini sangat mengkritik sistem pasar bebas, namun masih memandang sistem kapitalis sebagai bentuk pengorganisasian ekonomi yang paling efektif sehingga tidak harus dihapuskan (Cheyne, O’Brien dan Belgrave, 1998).

Pendekatan ini menekankan pada kesetaraan masyarakat sebagai syarat penting dalam memperoleh kemandirian dan kebebasan (Syahyuti, 2006). Kemandirian dan kebebasan tersebut akan dapat tercapai bila setiap orang memiliki atau mampu menjangkau sumber-sumber bagi potensi dirinya, seperti pendidikan, kesehatan yang baik dan pendapatan yang cukup. Kebebasan yang dimaksud bukan sekedar bebas dari pengaruh luar namun bebas pula dalam menentukan pilihan-pilihan. Disinilah peran negara diperlukan agar mampu memberikan jaminan bagi setiap individu, ikut berpartisipasi dalam transaksi-transaksi kemasyarakatan, dimana mereka dapat menentukan pilihan-pilihannya dan memenuhi kebutuhan- kebutuhannya. Peran negara di pendekatan ini cukup penting terutama dalam merumuskan strategi dalam menanggulangi kemiskinan. Bagi pendekatan ini kemiskinan tersebut harus ditangani secara institusional (melembaga), misalnya melalui program jaminan sosial.

(47)

b. Sustainable Development Goals (SDGs)

Tujuan utama SDGs adalah mengurangi kemiskinan dalam segala bentuk.

Tujuan tersebut dipaparkan dalam 2 poin. Pertama, diharapkan pada tahun 2030 mengurangi kemiskinan ekstrem untuk semua orang dimanapun, dengan standar pengukuran dibawah US$ 1,25 per hari. Standar ini tertuang pada UNDP (United Nation Development Program) dalam Sustainable Development Goals (SDGs) 2015 yang menetapkan kemiskinan absolut jika penghasilan seseorang di bawah US$ 1,25 per hari. Kedua adalah, pada tahun 2030, diharapkan dapat mengurangi paling tidak setengah dari proporsi pria, wanita dan anak- anak untuk semua umur, yang hidup dalam kemiskinan untuk semua dimensi sesuai dengan definisi nasional.

2.1.4 Faktor- Faktor Penyebab Kemiskinan

Hampir 40% penduduk hidup hanya sedikit di atas garis kemiskinan nasional dan mempunyai pendapatan kurang dari US$2 per hari. Perubahan sedikit saja dalam tingkat harga khususnya harga BBM, pendapatan, dan kondisi kesehatan, dapat menyebabkan mereka berada dalam kemiskinan, setidaknya untuk sementara waktu (Kuncoro 2000, dalam Saragih, P.J. 2014)

Menurut Handayani (2006) faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan adalah: (1) kesempatan kerja, seseorang itu miskin disebabkan karena menganggur, sehingga tidak mendapatkan penghasilan atau jika bekerja tidak penuh, baik dalam hitungan hari, minggu, bulan maupun tahun, (2) upah gaji berada dibawah gaji minimum, (3) produktivitas kerja rendah, (4) tidak adanya aset, (5) diskriminasi, (6) tekanan harga, serta (7) penjualan tanah.

(48)

Penyebab kemiskinan menurut Paul Spicker (2002) dapat dibagi menjadi empat :

1. Individual Explanation, kemiskinan yang terjadi karena karakteristik orang miskin itu sendiri, seperti malas, pilihan yang salah, gagal dalam berkerja, cacat bawaan, belum siap memiliki anak, dan sebagainya.

2. Familiar Explanation, kemiskinan yang terjadi karena faktor keturunan, dimana antar generasi ke generasi terjadi ketidakberuntungan yang terjadi terus menerus, sehingga tidak mampu memperoleh pendidikan yang seharusnya mampu untuk mengeluarkan dari jerat kemiskinan yang ada.

3. Subscultural Explanation, kemiskinan yang terjadi karena karakteristik yang terdapat dalam suatu lingkungan, yang berakibat pada moral dari masyarakat di sekitar lingkungan.

4. Structural Explanation, kemiskinan yang terjadi karena adanya anggapan bahwa kemiskinan sebagai produk dari masyarakat, sehingga menciptakan adanya ketidakseimbangan dan ketimpangan sosial dengan membedakan status dan hak.

Sharp,et.al (dikutip dari Kuncoro, 1997) penyebab kemiskinan ada tiga macam, yaitu:

1. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti

(49)

produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah.

Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan.

3. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan(vicious circle of poverty). Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitasnya mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan, dan seterusnya( lihat Gambar 2.1) . Logika berpikir ini dikemukan oleh Ragnar Nurkse, ekonom pembangunan ternama, di tahun 1953, yang mengatakan: “ a poor country is poor because it is poor”

( negara itu miskin karena dia miskin).

Nasikun dalam Suparyanto (2013) menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :

1. Policy induces processes, yaitu proses kemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy) diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.

2. Socio-economic/Dualism, yaitu negara ekskoloni yang mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marginal

(50)

karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.

3. Population Growth, yaitu perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pangan seperti deret hitung.

4. Resources Management and The Environment, yaitu adanya unsur misalnya manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.

5. Natural Cycles and Processes, yaitu kemiskinan yang terjadi karena siklus alam. Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal terus- menerus.

6. The Marginalization of Woman, yaitu peminggiran kaum perempuan karena perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.

7. Cultural and Ethnic Factors, yaitu bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya dan upacara adat-istiadat keagamaan.

8. Explotative Intermediation, yaitu keberadaan penolong yang menjadi penodong, seperti rentenir (lintah darat).

(51)

9. Internal Political Fragmentation and Civil Stratfe, yaitu suatu kebijakan yang diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya yang kuat, dapat menjadi penyebab kemiskinan.

10. International Processes, yaitu bekerjanya sistem-sistem internasional (kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi semakin miskin.

2.1.5 Dampak Adanya Kemiskinan

Dampak-dampak kemiskinan dapat terjadi diberbagai aspek, diantaranya adalah:

1. Aspek kependudukan. Kemiskinan berdampak pada ketidakmerataan pertumbuhan penduduk di setiap wilayah sehingga berakibat kepada ketidakmerataan penyediaan berbagai sarana dan kebutuhan penduduk.

Terjadi ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan lapangan kerja yang pada akhirnya meningatkan angka pengangguran.

2. Aspek ekonomi. Masalah ekonomi yang menyangkut ketidaksanggupan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan materinya. Sehingga menyebabkan angka kematian akan tinggi karena kebutuhan dasar saja tidak tepenuhi. Kemiskinan ini juga menjadikan penduduk tidak memiliki kekuatan dalam mengembangkan perekonomiannya.

3. Aspek lingkungan. Kemiskinan mengancam ketentraman dan kesejahteraan manusia, seperti keterbelakangan pembangunan, pencemaran lingkungan, kebanjiran, dan tingkat kesehatan yang rendah yang diakibatkan karena lingkungan yang kurang mendukung akibat kemiskinan itu sendiri.

(52)

4. Aspek pendidikan. Kemiskinan mengakibatkan masyarakat tidak mampu dalam menempuh pendidikan. Padahal pendidikan adalah dasar pembentukan kepribadian, dasar memajukan ilmu, memajukan teknologi dan memajukan kehidupan sosial di dalam masyarakat.

5. Aspek sosial. Kemiskinan memberikan dampak terjadinya tindakan kriminal yang sangat merugikan banyak orang, yang mengakibatkan rasa ketidaknyamaan masyarakat sekitar. Masyarakat miskin cenderung melakukan apa saja demi memenuhi kebutuhan hidup mereka termasuk melakukan kriminalitas.

6. Aspek pemberontakan. Pemberontakan adalah bentuk kekecewaan dari masyarakat kepada pemerintah yang dinilai telah gagal dalam menciptakan kesejahteraan rakyatnya, perang saudara antar golongan, etnis, dan ideologi demi sebuah kekuasaan. Ini merupakan bentuk usaha masyarakat untuk lepas dari jerat kemiskinan, mereka berharap terjadi perubahan nasib menjadi lebih baik dari keadaan miskin yang menimpanya.

2.2 Teori Investasi Neo Klasik Solow Swan

Menurut Solow-Swan campur tangan pemerintah tidak perlu terlalu banyak dalam mempengaruhi pasar. Namun pemerintah hanya sebatas campur tangan dalam kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Dalam teori ini menjelaskan tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal (investasi), bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi.

Penjelasan dari teori neo-klasik ini menunjukkan bahwa untuk menciptakan suatu pertumbuhan yang bagus maka diperlukan suatu tingkat saving yang tinggi dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali.

(53)

Teori ini menyatakan bahwa rasio modal-output (capital output ratio ) bisa berubah. Artinya, untuk menciptakan sejumlah output tertentu bisa digunakan jumlah modal yang berbeda-beda dengan bantuan tenaga kerja yang jumlahnya juga berbeda-beda. Jika modal yang digunakan sedikit maka tenaga kerja yang dibutuhkan banyak, begitu juga sebaliknya jika tenaga kerja lebih sedikit tentunya modal yang dibutuhkan harus banyak. Dengan adanya fleksibilitas ini maka untuk menghasilkan tingkat output tertentu, perekonomian tersebut mempunyai kebebasan yang tidak terbatas dalam menentukan modal dan tenaga kerja yang akan digunakan.

Model dasar pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow (Solow Neo Classical Growth Model) (Mankiw, 2003) adalah:

Dimana:

Y = output

K = Kapital/ modal fisik L = Angkatan kerja

Peran pembentukan modal dan angkatan kerja adalah faktor utama dalam pertumbuhan output. Pertumbuhan output akan terjadi apabila ada modal dan ada pertumbuhan angkatan kerja. Fungsi produksi ini menyatakan bahwa output total (Y) bergantung pada jumlah unit modal (K) dan jumlah pekerja (L). Kapital dalam bentuk investasi berpengaruh positif terhadap output. Semakin tinggi investasi maka output yang dihasilkan juga semakin tinggi. Begitu juga dengan variabel tenaga kerja, jika tenaga kerja yang digunakan banyak maka output yang dihasilkan pun meningkat. Peningkatan output inilah yang akan menambah kontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Y=f (K,L)

Gambar

Gambar 1.1 Perkembangan PDB PPP Per Kapita ($) Negara Negara di  Dunia Tahun 2018
Gambar 1.2 Perkembangan Angka Kemiskinan di Indonesia   Tahun 1998-2019  05 10152025300102030405060
Gambar 1.3 Penurunan Angka Kemiskinan Ekstrem Terbesar 15 Negara di Dunia
Gambar 1.4  Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 1998-2019
+7

Referensi

Dokumen terkait

dengan pengaruh konsep diri guru tentang pembelajaran dan pelaksanaan. metode habit forming (pembiasaan) terhadap kemampuan

dibandingkan hasil belajar siswa yang memiliki minat tinggi pada kelas yang diajar dengan. pendekatan

Dari hasil tindakan pada siklus I, dari data observasi yang dilakukan oleh rekan sejawat (kolaborator) menggambarkan bahwa keter- libatan subyek dalam cognitive restructuring

Menurut orang tua siswa, bahwa model pembelajaram belajar matematika sambil menari dapat masuk dalam pembelajaran disekolah karena dapat meningkatkan motivasi anak dalam

(Studi Kasus Pengelolaan Sampah di Kabupaten Sragen) Dengan ini kami menilai tesis tersebut dapat disetujui untuk diajukan dalam sidang ujian tesis pada Program

Sedangkan untuk hasil dari proses cross correlation untuk jarak antara antena transmitter dengan receiver 56 meter dapat dilihat pada Gambar.15. Autokorelasi PN Sequence pada

Wanita yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, mereka kurang mempunyai akses terhadap informasi dan kemampuan dalam memperoleh pelayanan kesehatan (BKKBN, 2003)

Stabilitas buih kedua jenis protein ini berbeda sangat nyata dengan stabilitas buih putih telur segar dan juga berbeda sangat nyata dengan stabilitas buih protein albumin