• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS POLA AKTIVITAS, TINGKAT KELELAHAN DAN STATUS ANEMIA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA WIWIK WIDAYATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS POLA AKTIVITAS, TINGKAT KELELAHAN DAN STATUS ANEMIA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA WIWIK WIDAYATI"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

PRESTASI BELAJAR SISWA

WIWIK WIDAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pola Aktivitas, Tingkat Kelelahan dan Status Anemia serta Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar Siswa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009 Wiwik Widayati NRP. A551050031

(3)

Status and The Effect on Study Achievement of Student. Under direction of SITI MADANIJAH and IKEU TANZIHA

This research aim to analyze activity pattern, fatigue level, and the anemia status and also the effect on study achievement of student. This research use the cross-sectional study design, where 93 students in MTsN 1 Malang selected for sample (using random sampling technique). Data were analyzed with anova test experiment and Rank Spearman corelation experiment using SPSS 15.00. The result shows that the biggest time allocation of acceleration class student, pre- eminent class student and also regular class student are used to sleep, result of test statistic significantly correlate with study achievement (p = 0,008). Student fatigue level of the students from those three classes mostly categorized as tired, the result of test statistic show that it significant correlate (p = 0,003) with food consumption behavior. Prevalence of anemia status is 1,1%, which this anemia status not significant correlate (p = 0,001) with study achievement. The study achievement of the three groups, as indicated by the school report card, result of anova test different significant (p = 0,000) of three classes. In general, result of this research show factors having an effect on study achievement are study activity, sleep activity, and Hb level.

Keyword: activity, fatigue, anemia, study achievement.

(4)

Anemia serta Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar Siswa. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH dan IKEU TANZIHA.

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia pada umumnya bersifat klasikal, kelemahan sistem ini tidak terakomodasikannya kebutuhan individual siswa yang pada dasarnya tidak sama baik intelegensi, bakat dan minatnya. Penyelenggaraan kelas akselerasi (percepatan belajar) dianggap salah satu alternatif bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata. Namun, penyelenggaraan kelas akselerasi yang sudah diujicobakan beberapa tahun terakhir ini masih mengandung pro dan kontra dari banyak kalangan. Terkait dengan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana keragaan pola aktivitas, tingkat kelelahan dan status anemia serta pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga dan karakteristik siswa akselerasi, unggulan dan reguler; menganalisis pola aktivitas dan tingkat kelelahan siswa akselerasi, unggulan dan reguler; menganalisis perilaku konsumsi pangan dan status anemia siswa; menganalisis tingkat stres siswa; menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kelelahan siswa; serta menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional study, di MTsN 1 Malang. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan mempertimbangkan terdapatnya program akselerasi, unggulan dan reguler serta kesediaan bekerjasama dalam penelitian. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2008.

Contoh dalam penelitian ini adalah siswa kelas dua (akselerasi) dan siswa kelas tiga (unggulan dan reguler). Pengambilan contoh secara acak (random sampling). Besarnya contoh didasarkan pada alokasi proporsional dari tiga kelompok yaitu 20 orang untuk kelas akselerasi; 21 orang kelas unggulan; dan 52 orang kelas reguler.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, uang saku dan pengetahuan gizi), karakteristik keluarga (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan orangtua dan jumlah anggota keluarga), pola aktivitas, perilaku konsumsi, status gizi (berat badan, tinggi badan), status anemia (kadar hemoglobin), status kesehatan, tingkat kelelahan, tingkat stres, tingkat kepuasan, motivasi serta lingkungan keluarga. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisisan kuesioner. Konsumsi pangan diperoleh dengan metode recall 2 x 24 jam yaitu pada hari libur dan hari sekolah. Pola aktivitas diperoleh dari pencatatan recall 2 x 24 jam pada hari libur dan hari sekolah. Berat badan dan tinggi badan contoh diperoleh dengan pengukuran langsung, alat yang digunakan untuk mengukur berat badan adalah timbangan injak dengan tingkat ketelitian 0,1 kg, sedangkan tinggi badan menggunakan alat ukur microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Kadar Hb diukur dengan menggunakan metode cyanmethemoglobin dengan mengambil darah contoh sebanyak 0,2 ml yang dilakukan oleh petugas

(5)

dengan menggunakan Program SPSS versi 15.0 for windows. Kontrol kualitas data yang dilakukan yaitu uji reliabilitas untuk alat ukur tingkat kelelahan, tingkat stres, tingkat kepuasan, motivasi dan lingkungan keluarga dengan metode Cronbach’s Alpha. Untuk mengetahui hubungan antar variabel digunakan uji Korelasi Pearson. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kelelahan siswa dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa digunakan analisa regresi linier berganda.

Analisis terhadap pola aktivitas menunjukkan alokasi waktu terbesar contoh pada kelas akselerasi, unggulan dan reguler digunakan untuk tidur yaitu 8,5 jam sehari. Selanjutnya aktivitas contoh pada ketiga kelas yang juga memakan waktu yang cukup banyak adalah untuk kegiatan sekolah yaitu 7,2 jam, sedangkan alokasi waktu terkecil digunakan untuk aktivitas olah raga yaitu 0,2 jam dari keseluruhan aktivitas. Hasil uji anova menunjukkan aktivitas belajar, bermain dan tidur berbeda nyata pada ketiga kelas. Hasil uji statistik menunjukkan pola aktivitas tidak berhubungan dengan tingkat kelelahan.

Analisis tingkat kelelahan menunjukkan pada umumnya sebagian besar contoh pada ketiga kelas (81,7%) merasa lelah. Hasil uji anova tidak berbeda nyata pada ketiga kelas, sedangkan hasil uji statistik menunjukkan tingkat kelelahan berhubungan negatif dengan perilaku konsumsi pangan.

Status anemia contoh dinilai dari hasil pengukuran hemoglobin (Hb) dalam darah. Kadar Hb contoh berkisar antara 11,7-17,5 g/dl, dengan rata-rata kadar Hb 14,1±1,2 g/dl. Analisis status anemia menunjukkan proporsi anemia contoh sebesar 1,1%. Hasil uji anova menunjukkan status anemia pada ketiga kelas tidak berbeda nyata, sedangkan hasil uji statistik menunjukkan status anemia tidak berhubungan dengan prestasi belajar.

Dari hasil analisis statistik diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kelelahan adalah umur, perilaku konsumsi pangan dan tingkat stres, dengan besar pengaruhnya 42,4%. Analisis statistik terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar menunjukkan bahwa aktivitas belajar, aktivitas tidur dan kadar Hb berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, adapun besar pengaruhnya adalah 42,5%.

Kata kunci : aktivitas, kelelahan, anemia, prestasi belajar.

(6)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(7)

PRESTASI BELAJAR SISWA

WIWIK WIDAYATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(8)

NRP : A551050031

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Siti Madanijah, M.S Ketua

Dr. Ir. Ikeu Tanziha, M.S Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian : 22 Januari 2009 Tanggal Lulus :

(9)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S.

(10)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Analisis Pola aktivitas, Tingkat Kelelahan dan Status Anemia serta Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar Siswa. Pengambilan judul ini dilatarbelakangi masih adanya pendapat yang pro dan kontra terhadap pelaksanaan program akselerasi pada beberapa tahun terakhir ini.

Selama mempersiapkan dan melakukan penelitian sampai akhirnya dapat menyelesaikan tesis ini, saya mendapat bimbingan banyak yang tidak ternilai harganya dari pembimbing saya : Dr.Ir. Siti Madanijah, MS (ketua komisi) dan Dr.Ir. Ikeu Tanziha, MS (anggota). Kebijaksanaan, kesabaran, dan ketelatenan beliau sangat berguna dan merupakan pelajaran yang tak ternilai dan sangat berharga bagi saya. Penyelesaian tesis ini juga tidak terlepas dari masukan, saran, dan koreksi dari Prof.Dr.Ir. Ali Khomsan, MS yang bertindak sebagai penguji luar komisi pembimbing pada saat ujian tesis.

Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi, Pengajar dan Pegawai Administrasi Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB yang telah memberi perhatian, memberi ilmu yang berharga, dan memberikan pelayanan administrasi akademik kepada saya selama kuliah di IPB.

Ibu Dra. Binti Maqsudah, MPd selaku Kepala Sekolah MTsN1 Malang, atas diperkenankannya saya melakukan penelitian di sana. Bapak Moch.

Solehudin, SPd selaku guru Bahasa Arab, atas kerelaannya memberikan jam pelajarannya pada saya untuk penelitian ini. Bapak Drs. Moh. Taufik, MPd selaku pembina UKS MTsN 1 Malang yang telah memperkenankan saya menggunakan Ruang UKS untuk pengisian kuesioner dan pengambilan darah selama penelitian ini. Ibu Ana Fikrotuz Zakiyah, SPd kakak sekaligus guru Biologi yang telah banyak sekali membantu saya selama penelitian ini dari awal sampai akhir serta yang senantiasa mendukung dan mendoakan saya. Ibu Eli Cholidah, SAg guru UKS yang sudah banyak membantu selama penelitian. Siswa kelas 8 H (Akselerasi), siswa kelas 9 H (Unggulan) dan siswa kelas reguler dari A sampai G

(11)

Bapak dan ibu saya, H. Rodhi dan Hj. Suwanah yang penuh kasih sayang dan perhatian serta doa-doanya yang tulus. Suami saya tercinta, Andri Khairul Anam, Amd dan anak saya tercinta Ridho Shohib Arroyyan, atas doa dan cinta kasih serta pengertian dan perhatiannya dan juga atas dorongan semangat yang selalu dipompakan setiap saat.

Mas Suroso dan Adik Fauzi atas perhatian, dukungan dan doanya. Ibu Hj.

Anwar selaku ibu mertua saya, serta ipar-ipar saya (Mbak Nana & Mas Jamal;

Mbak Is & Mas Zein, Mbak Wilda & Mas Anang, serta Mbak Irna & Mas Bidin), yang telah memberikan perhatian dan dorongan untuk menyelesaikan studi saya.

Keponakan-keponakan saya (Fatkhur, Ghofur, Zila, Jawwad, Ijaz, Silmi, Farin, Izzat, Qorin, Hilya, Ahda, Fira, Rima, Ira, serta Rahma dan Izzah) yang sholeh/sholihah dan selalu menghibur saya.

Teman-teman saya pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga : Ibu Enok Sobariah, Ely Walimah, Nita Rahmiwati, Ibu Nur Rahmi Amma, Ibu Sri Darningsih, Ibu Asih, Ni Ketut Sutiari, Merynda Indriyani, Febrina Sulistyawati, Nur Riska Tajoedin, Guspri Devi Artanti, Cica Yulia, Nunung Cipta Dainy, Nita Yulianis, Arfiati, mbak Nur, Ibu Maya Kandina, Fahmi Abdul Hamid dan Rusman Efendi, serta teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Teman-teman di Wisma Vamdi yang senantiasa mendorong dan mendoakan penulis sehingga bisa menyelesaikan tesis ini. Serta teman-teman liqo atas doa dan dorongannya untuk menyelesaikan studi ini.

Semoga Allah SWT membalas budi baik Bapak/Ibu/Saudara/i semuanya.

Mudah-mudahan karya tulis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2009 Penulis

(12)

Penulis dilahirkan di Mojokerto, tanggal 13 April 1983 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak H. Rodhi dan Ibu Hj. Suwanah.

Penulis menikah dengan Andri Khairul Anam, Amd dan dikaruniai seorang putra bernama Ridho Shohib Arroyyan.

Tahun 1995 penulis tamat MI Al Hidayah Trowulan, Mojokerto, kemudian melanjutkan ke MTsN Sooko, Mojokerto dan tamat tahun 1997. Selanjutnya penulis diterima di SMUN 1 Sooko, Mojokerto dan tamat tahun 2000. Setelah tamat SMU, penulis melanjutkan studi di Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang dan tamat tahun 2005. Pada tahun 2002 sampai 2005 penulis bekerja sebagai asisten di laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang.

Tahun 2005 penulis berkesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMK).

(13)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Prestasi Belajar ... 5

Determinan Prestasi Belajar ... 6

Karakteristik Remaja ... 7

Karakteristik Keluarga ... 8

Konsumsi Pangan ... 10

Status Gizi ... 11

Status Kesehatan ... 12

Hubungan Anemia Gizi Besi dengan Prestasi Belajar ... 13

Pola Aktivitas ... 15

Kelelahan ... 16

Determinan Tingkat Kelelahan ... 17

Stres ... 19

Sumber stres ... 20

Tingkat stres ... 20

Stres di Bidang Akademis pada Siswa Berbakat ... 21

Motivasi ... 22

Kepuasan ... 24

KERANGKA PEMIKIRAN ... 25

METODE ... 27

Desain, Tempat dan Waktu ... 27

Teknik Penarikan Contoh ... 27

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 28

Pengolahan dan Analisis Data ... 29

Definisi Operasional ... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

Keadaan Umum Sekolah ... 39

Karakteristik Keluarga ... 40

Pendidikan ... 40

Pekerjaan ... 41

(14)

Umur dan Jenis Kelamin ... 43

Uang Saku ... 44

Pengetahuan Gizi ... 45

Perilaku Konsumsi Pangan ... 47

Kebiasaan Makan ... 47

Analisis Konsumsi ... 52

Konsumsi Energi dan Zat Gizi ... 52

Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi ... 54

Pola Aktivitas ... 57

Status Gizi ... 58

Status Gizi Antropometri ... 59

Status Anemia ... 61

Status Kesehatan ... 62

Tingkat Kelelahan ... 64

Tingkat Stres ... 66

Tingkat Kepuasan ... 70

Motivasi ... 73

Lingkungan Keluarga ... 76

Prestasi Belajar ... 82

Nilai Pelajaran IPA ... 83

Nilai Pelajaran IPS ... 83

Nilai Pelajaran Bahasa ... 84

Nilai pelajaran Agama ... 84

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kelelahan ... 86

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 87

KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

Kesimpulan ... 89

Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

LAMPIRAN ... 99

(15)

Halaman

1 Jenis dan cara pengumpulan data ... 29

2 Kategori pengetahuan gizi menurut skor pengetahuan gizi ... 30

3 Klasifikasi status gizi menurut indeks massa tubuh (IMT) ... 31

4 Skala pengukuran variabel-variabel penelitian ... 34

5 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ayah dan ibu ... 40

6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ayah dan ibu ... 41

7 Sebaran contoh berdasarkan kategori kemiskinan ... 42

8 Sebaran contoh berdasarkan kategori besar keluarga ... 43

9 Sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin ... 44

10 Sebaran contoh berdasarkan kategori uang saku ... 44

11 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pertanyaan pengetahuan gizi ... 45

12 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan gizi ... 46

13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan ... 48

14 Sebaran contoh berdasarkan jenis suplemen yang dikonsumsi seminggu terakhir ... 51

15 Sebaran contoh berdasarkan kategori perilaku konsumsi pangan ... 51

16 Rata-rata konsumsi, kecukupan gizi yang dianjurkan dan tingkat konsumsi energi dan zat gizi contoh ... 54

17 Rata-rata penggunaan waktu contoh untuk berbagai aktivitas ... 58

18 Berat badan dan IMT contoh ... 59

19 Sebaran contoh berdasarkan kategori status gizi antropometri ... 60

20 Sebaran contoh berdasarkan kategori status anemia ... 61

21 Sebaran contoh berdasarkan kategori status kesehatan ... 63

22 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kelelahan ... 64

23 Sebaran contoh berdasarkan pertanyaan tingkat kelelahan ... 65

24 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat stres ... 66

25 Sebaran contoh berdasarkan gejala stres ... 68

26 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kepuasan ... 70

27 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kepuasan ... 71

(16)

30 Sebaran contoh berdasarkan kategori lingkungan keluarga ... 76

31 Sebaran contoh berdasarkan sarana belajar di rumah ... 78

32 Sebaran contoh berdasarkan peran orangtua mendorong motivasi belajar anak ... 80

33 Sebaran contoh berdasarkan peran orangtua dalam membimbing kegiatan belajar anak ... 81

34 Sebaran contoh berdasarkan kategori nilai pelajaran IPA ... 83

35 Sebaran contoh berdasarkan kategori nilai pelajaran IPS ... 83

36 Sebaran contoh berdasarkan kategori nilai pelajaran Bahasa ... 84

37 Sebaran contoh berdasarkan kategori nilai pelajaran Agama ... 85

38 Sebaran contoh berdasarkan kategori nilai ... 85

(17)

Halaman 1 Skor Jenis Penyakit berdasarkan Tingkat Keparahannya

terhadap Anak ... 99

2 Kuesioner Tingkat Kelelahan ... 100

3 Kuesioner Tingkat Stres ... 101

4 Kuesioner Tingkat Kepuasan ... 102

5 Kuesioner Motivasi Belajar ... 103

(18)

Latar Belakang

Pembangunan pendidikan diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia serta kualitas sumber daya manusia Indonesia dan memperluas serta meningkatkan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan. Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, remaja yang merupakan generasi penerus bangsa harus mendapatkan perhatian khusus. Hal ini terlihat dari kebijakan khusus tentang remaja yang salah satunya adalah peningkatan minat belajar dan pembinaan remaja. Kebijakan pemerintah tersebut kemudian dirumuskan dengan mengadakan peningkatan pendidikan bagi remaja.

Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang memberikan bantuan pada anak untuk memperoleh pengalaman pendidikan yang diperlukan. Disamping itu, sekolah merupakan wadah pengembangan diri anak didik dalam sistem pendidikan agar kedewasaan intelektual maupun kepribadian mereka berkembang (Suryosubroto, 1988).

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia pada umumnya bersifat klasikal, artinya semua siswa di dalam kelas diperlakukan sama. Kelemahan sistem ini adalah tidak terakomodasikannya kebutuhan individual siswa yang pada dasarnya tidak sama baik intelegensi, bakat dan minatnya. Siswa yang lebih cepat dari yang lain tidak terlayani secara baik sehingga potensi yang dimiliki tidak tersalur atau berkembang secara optimal (Rachman & Latifah 2001).

Widyastono (2004) mengelompokkan kecerdasan dan kemampun siswa dalam tiga strata: anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata- rata, rata-rata, dan di bawah rata-rata. Siswa di bawah rata-rata memiliki kecepatan belajar di bawah kecepatan belajar siswa umumnya. Sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata memiliki kecepatan belajar di atas kecepatan belajar siswa-siswa lainnya.

Siswa yang berkemampuan luar biasa tersebut memerlukan penanganan dan program khusus agar berkembang secara optimal. Sehingga diperlukan program khusus yang lebih cepat atau lebih luas dari program reguler. ”Lebih cepat” dapat diartikan bahwa siswa akan dapat menyelesaikan program reguler

(19)

dalam waktu yang lebih singkat (akselerasi). ”Lebih luas” dapat diartikan bahwa siswa akan memperoleh kemampuan yang lebih banyak dan dalam dibandingkan dengan siswa program reguler (Rachman & Latifah 2001).

Penyelenggaraan kelas akselerasi (percepatan belajar) dianggap salah satu alternatif bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata.

Ini dilakukan untuk mengimbangi kekurangan yang terdapat pada kelas klasikal yang bersifat massal. Melalui program ini memungkinkan siswa dapat menyelesaikan waktu belajar lebih cepat dari yang ditetapkan (Widyastono 2004).

Penyelenggaraan kelas akselerasi yang sudah diujicobakan beberapa tahun terakhir ini masih mengandung pro dan kontra. Mujiran (2004) menjelaskan ada beberapa kelemahan yang mengiringi penyelenggaraan kelas akselerasi itu.

Pertama, stigmatisasi pada diri siswa yang ada di kelas reguler. Kedua, timbulnya budaya inferior, muncul kelas eksklusif, arogansi, dan elitisme pada diri siswa- siswa kelas akselerasi. Masing-masing siswa membentuk group reference mereka sendiri-sendiri. Ketiga, terjadi dehumanisasi pada proses belajar di sekolah.

Dengan alokasi waktu yang jauh lebih pendek maka siswa dituntut harus belajar keras. Keempat, siswa kelas akselerasi tidak memiliki kesempatan luas untuk belajar mengembangkan aspek afektif. Padatnya materi yang harus mereka terima, banyaknya pekerjaan rumah yang harus mereka selesaikan, ditunjang kemampuan intelektual yang mereka miliki dan teman-teman sekelas yang rata-rata pandai, membuat iklim kerja sama mereka menjadi terbatas. Tugas-tugas itu bisa mereka selesaikan sendiri.

Lebih lanjut, Mujiran (2004) menjelaskan bahwa penyelenggaraan kelas akselerasi memiliki kelebihan yaitu sangat menguntungkan dari sisi waktu, siswa yang bakat intelektualnya tinggi dibantu secara khusus, sehingga mereka mendapatkan bantuan pengajaran lebih sesuai bakatnya. Mereka akan dapat cepat lulus, diperkirakan setahun lebih awal dibanding siswa biasa. Jadi, keuntungannya terletak pada akselerasi pengajaran.

Sekolah Menengah Pertama merupakan lembaga pendidikan formal yang dimasuki siswa setelah lulus dari Sekolah Dasar. Pada masa SMP ini siswa sedang memasuki masa remaja awal dengan kisaran umur 12 – 15 tahun. Pada masa ini remaja mempunyai kecenderungan membentuk kelompok dan melakukan

(20)

kegiatan kelompok dengan teman-teman sebaya yang dekat dengannya. Adanya peer group ini dapat mempengaruhi aktivitas remaja baik yang bersifat positif maupun negatif, termasuk dalam hal prestasi belajarnya (Hurlock 1997).

Prestasi belajar merupakan salah satu ukuran dari tingkat intelegensi seseorang. Hanum (1993) menyatakan prestasi belajar anak dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu antara lain faktor dari dalam diri anak sendiri (intelegensi, motivasi, minat, sikap, dan keadaan gizi), dan faktor luar diri anak (sosio kultural, sosio ekonomi keluarga, kurikulum, cara guru mengajar dan fasilitas fisik seperti buku-buku pelajaran). Selain itu prestasi belajar juga dipengaruhi oleh dua kelompok variabel, yaitu lingkungan sekolah seperti jumlah bacaan dan jenis kelamin, serta lingkungan di rumah yang meliputi keadaan sosial ekonomi orang tua, besar keluarga dan besarnya perhatian orang tua pada sekolah anak-anaknya.

Mengingat banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, peneliti merasa tertarik untuk mempelajari lebih dalam tentang pola aktifitas, tingkat kelelahan, status anemia, serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini, terkait dengan penyelenggaraan kelas akselerasi (percepatan belajar) yang masih mengandung pro dan kontra dari banyak kalangan sehingga dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana hubungan pola aktivitas terhadap tingkat kelelahan siswa akselerasi dan siswa program lainnya?

2. Bagaimana status anemia siswa serta hubungannya dengan prestasi belajar?

3. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa?

(21)

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pola aktivitas, tingkat kelelahan dan status anemia serta pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan karakteristik siswa akselerasi, unggulan dan reguler.

2. Menganalisis pola aktivitas dan tingkat kelelahan siswa akselerasi, unggulan dan reguler.

3. Menganalisis perilaku konsumsi pangan dan status anemia siswa akselerasi, unggulan dan reguler.

4. Menganalisis tingkat stres siswa akselerasi, unggulan dan reguler.

5. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kelelahan siswa 6. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

Hipotesis

1. Diduga tingkat kelelahan dipengaruhi oleh perilaku konsumsi pangan, pola aktivitas, status gizi, status anemia, status kesehatan dan tingkat stres.

2. Diduga prestasi belajar dipengaruhi oleh pola aktivitas, tingkat kelelahan, tingkat kepuasan, motivasi, dan lingkungan keluarga.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi tentang pola aktivitas, tingkat kelelahan, status anemia, serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Selanjutnya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi orang tua, pendidik serta pengambil kebijakan dalam upaya membimbing dan meningkatkan keberhasilan belajar siswa.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Prestasi Belajar

Belajar adalah segenap rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan pada dirinya, berupa tambahan pengetahuan atau kemahiran. Seorang siswa dikatakan sukses di sekolah apabila ia secara relatif konstan dapat menyelesaikan pendidikan di sekolah tanpa mengalami kesulitan-kesulitan dalam belajar yang dapat mempengaruhi nilai prestasinya di sekolah. Siswa disini selalu mencapai nilai-nilai yang baik setiap ulangan maupun ujian (Darmokusumo 1972). Lebih lanjut Winkel (1996) menyatakan kecerdasan seseorang akan mempengaruhi kemampuan belajar.

Kemampuan belajar merupakan kemampuan untuk berhasil dalam studi di jenjang pendidikan tertentu.

Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa. Keberhasilan siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kecerdasan kognitif atau yang sering disebut IQ secara umum diketahui sebagai prediktor utama keberhasilan siswa di sekolah (Atkinson et al. 2000).

Hasil belajar tergantung pada banyak faktor dan tidak semua faktor mempunyai pengaruh yang sama. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar selain keadaan gizi adalah hereditas, keadaan sosial ekonomi keluarga, faktor lingkungan, stimulus, fasilitas belajar dan daya tahan tubuh (Yulian 1994).

Disamping itu, Winkel (1996) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar adalah motivasi berprestasi, intelegensi, keadaan sosial ekonomi serta keadaan fisik dan psikis.

Faktor yang dapat mempengaruhi intelegensi seorang anak antara lain faktor keturunan, faktor prenatal yaitu berhubungan dengan faktor gizi dan penyakit yang diderita ibu hamil, kesulitan dalam proses kelahiran yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan seorang anak serta keadaan sosial ekonomi. Disamping itu juga dipengaruhi oleh penyakit atau cedera otak, serta ketunaan pada alat indra yang mengganggu penerimaan rangsang (sensory input) dari lingkungan sehingga pemrosesan informasi tidak dapat berjalan dengan baik (Atmodiwirjo 1993).

(23)

Banyak siswa yang terhambat perkembangan kecerdasannya karena kurangnya asupan gizi yang berkualitas. Gizi kurang pada anak dapat mempengaruhi perkembangan mental dan kecerdasan anak. Menurut Stuart dalam Judarwanto (2004) kekurangan zat gizi berupa vitamin, mineral, dan zat gizi lainnya mempengaruhi metabolisme di otak, sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan syaraf. Hal itu mengakibatkan terganggunya pertumbuhan sel-sel otak baru atau melinasi sel otak terutama usia di bawah 3 tahun sehingga sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak (Judarwanto 2004).

Lebih lanjut, Judarwanto (2004) menyatakan kurang gizi pada fase cepat tumbuh otak (di bawah usia 18 bulan) akan bersifat irreversible (tidak dapat pulih) dan kecerdasan anak tersebut tidak bisa lagi berkembang secara optimal.

Kurang energi dan protein pada masa anak-anak akan menurunkan IQ yang menyebabkan kemampuan geometrik rendah dan anak tidak bisa berkonsentrasi secara maksimal. Menurut penelitian Arnelia et al. (1995) rata-rata nilai IQ anak yang pernah menderita gizi buruk sewaktu balita lebih rendah 13.7 point dibandingkan dengan anak yang tidak pernah menderita KEP. Namun IQ yang tinggi tidak selalu menjadi jaminan untuk meraih prestasi di sekolah, tapi harus dibarengi dengan upaya mengasah ketrampilan, kerajinan, ketekunan dan kemampuan berfikir.

Determinan Prestasi Belajar

Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Jadi kebiasan orang belajar juga berpengaruh pada hasil yang diinginkan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi belajar ada dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan; sedangkan faktor ekstern contohnya faktor keluarga, faktor sekolah serta faktor masyarakat (Rahmawati 2008).

Setiap anak mempunyai karakteristik yang beragam. Salah satu anak dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami

(24)

berbagai kesulitan, sedangkan tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar; dan dapat bersifat psikologis, sosiologis maupun fisiologis sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapai berada di bawah semestinya (Rahmawati 2008).

Husin (1980) menjelaskan bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor dari dalam diri anak sendiri (intelegensi, motivasi, minat, sikap dan keadaan gizi); dan faktor dari luar anak (sosiokultural, sosial ekonomi, kurikulum, cara guru mengajar dan faktor fisik seperti buku pelajaran).

Hasil penelitian Hanum (1993) menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah hubungan siswa dengan orang tua dan status gizi. Dari kedua faktor tersebut yang lebih besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar adalah status gizi. Sejalan dengan penelitian Kusumaningrum (2006) yang menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara status gizi dengan prestasi belajar. Thoha (2006) menyatakan prestasi belajar dipengaruhi oleh oleh aktivitas tidur, aktivitas belajar, pola konsumsi pangan, konsumsi asam folat dan konsumsi protein.

Karakteristik Remaja

Remaja adalah seseorang yang sedang mengalami perkembangan yang pesat menuju kedewasaan dan berusia antara 12 sampai 19 tahun (Achir 1991).

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan dewasa yaitu berumur antara 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja menunjukkan ke masa peralihan tercapainya masa dewasa, maka sulit menentukan batas umurnya secara pasti.

O’Dea (1996) mengemukakan bahwa pada masa pubertas remaja mengalami pertumbuhan yang pesat dalam hal tinggi badan, berat badan, lemak tubuh dan otot serta penyempurnaan berbagai sistem organ. Pada anak laki-laki pertumbuhan otot lebih menonjol sedangkan pada perempuan deposit lemak lebih banyak (Husaini 1989).

(25)

Remaja berada pada tahap pertumbuhan dan perkembangan yang pesat.

Pada masa ini, pemenuhan kebutuhan gizi sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini dapat dilakukan oleh orang lain (penyedia makanan di rumah) ataupun dirinya sendiri. Selanjutnya bila terjadi defisiensi zat gizi, akan dapat terlihat pada keadaan fisik, status kesehatan dan status gizi (Sediaoetama 1991).

Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada remaja menyebabkan mereka memberi perhatian yang besar terhadap penampilan dirinya. Remaja mengharapkan gambaran tubuh yang ideal (body image), sehingga penyimpangan atau cacat anggota tubuh sangat merisaukan perasaannya terutama pada remaja putri (Monks et al.1992). salah satu upaya remaja untuk mencapai body image tersebut adalah menurunkan berat badan dengan mengubah kebiasaan makan.

Perubahan kebiasaan makan yang tidak tepat memungkinkan terjadinya anorexia nervosa dan bulimia sebagai masalah kesehatan remaja (Heald et al. 1998).

Karakteristik Keluarga

Faktor keluarga adalah faktor yang paling penting dalam proses tumbuh kembang anak sebagai individu. Salah satu faktor yang menyebabkan anak mengalami kemerosotan prestasi yaitu keluarga dengan banyak anggota keluarga.

Kondisi ini diperberat dengan tingkat sosial ekonomi keluarga sehingga orang tua tidak mampu menyediakan hunian yang memadai. Kegaduhan yang timbul oleh anggota keluarga dalam suatu rumah menyebabkan anak-anak yang akan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sekolah atau mengulang pelajaran di rumah sulit memusatkan konsentrasi belajar. Terlebih lagi jika anak tidak memiliki kamar terpisah dan tidak ada sarana pendukung sederhana apapun, seperti meja kecil untuk baca tulis (Puar 1998).

Soekirman (1997) menyatakan bahwa keluarga dengan anak sedikit (kurang dari tiga) akan lebih menunjukkan perilaku mandiri dibandingkan dngan keluarga dengan jumlah anak yang banyak (keluarga besar). Namun menurut Sukadji (1988), orang tua dengan anak tunggal cenderung over protektif, sehingga membuat anak menjadi pusat perhatian dalam keluarga, dan anak-anak seperti ini jarang mendapatkan kesempatan untuk belajar sharing (menikmati maupun menanggung penderitaan bersama orang lain).

(26)

Tingkat pendidikan orangtua dapat mempengaruhi usaha meningkatkan prestasi belajar anak, semakin tinggi pengetahuan orang tua, maka akan semakin banyak pula pengetahuan orangtua yang diberikan kepada anaknya (Nasution dan Nasution 1986). Suatu penelitian di Amerika Serikat menyebutkan bahwa adanya pengaruh keadaan keluarga yang terdiri dari pendapatan, jenis pekerjaan dan pendidikan orangtua disamping faktor kemampuan anak dan kualitas sekolah terhadap keberhasilan anak belajar.

Nio (1985) dalam Hanum (1993) menyatakan bahwa membiasakan anak untuk belajar di rumah merupakan salah satu faktor yang penting. Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam membimbing anak dalam belajar yaitu kesabaran dan bijaksana. Ada beberapa kegiatan bimbingan belajar yang dapat dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar anak antara lain : menyediakan fasilitas belajar (alat tulis, buku-buku pelajaran dan tempat untuk belajar), mengawasi kegiatan belajar anak, mengawasi penggunaan waktu belajar anak di rumah, mengenal kesulitan-kesulitan anak dalam belajar dan menolong anak mengatasi kesulitannya dalam belajar.

Orangtua sebaiknya memberikan perhatian pada pendidikan anaknya.

Perhatian dapat berupa bimbingan kepada anak dalam hal belajar, sehingga anak akan senang menerimanya dan akan menganggap belajar sebagai kewajiban sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut juga dijelaskan bahwa orangtua berkewajiban untuk memberikan semangat dan dorongan kepada anak dalam meningkatkan kegiatan belajar secara efektif untuk mencapai prestasi belajar yang optimal (Nasution dan Nasution 1986).

Orangtua yang bisa merangsang perkembangan kecerdasan anak adalah orangtua yang menyadari perannya, orangtua yang bisa mengasihi dan tahu serta mengerti bagaimana cara memenuhi kebutuhan anak, kemudian merangsang perkembangannya. Terbentuknya konsep diri dan motivasi anak untuk berprestasi tidak terlepas reaksi dari lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan orangtua. Orangtua yang selalu memberi dorongan pada saat yang tepat akan menimbulkan konsep diri yang positif untuk berprestasi.

(27)

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah, baik tunggal maupun beragam, yang dimakan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu dan pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992). Sedangkan perilaku konsumsi pangan dapat dirumuskan sebagai cara-cara atau tindakan yang dilakukan oleh individu, keluarga atau masyarakat di dalam pemilihan makanannya yang dilandasi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan tersebut (Susanto 1997).

Pangan dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang karena disukai, tersedia dan terjangkau, faktor sosial dan alasan kesehatan. Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar atau kenyang, selera atau reaksi cita rasa, motivasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi dan pendidikan (Riyadi 1996).

Pada dasarnya ada tiga fungsi makanan bagi anak, yaitu menyediakan tenaga (fuel) untuk aktifitas muskular, menyediakan unsur dan senyawa kimia yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh anak dan pemeliharaan jaringan yang rusak, serta memberikan kenyamanan dan kepuasan kepada anak (Villavieja, et al.

1987).

Lebih lanjut Villavieja et al (1987) menyatakan bahwa ada lima faktor yang harus dipenuhi untuk mencukupi kebutuhan zat gizi anak sekolah, yaitu energi, protein, vitamin larut lemak, vitamin larut air dan mineral. Kebutuhan energi anak sekolah ditentukan oleh usia, metabolisme basal dan aktifitas. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan konsumsi makanan anak sekolah, yaitu selera, ukuran tubuh, dan keperluan psikologis. Jenis aktivitasnya sangat beragam, mulai dari aktifitas dalam kelas, olah raga sampai aktifitas sosial, sehingga relatif sedikit waktu yang tersisa untuk istirahat. Anak-anak membutuhkan zat gizi yang bagus agar terpenuhi kebutuhannya untuk pertumbuhan dan perkembangannya serta ketahanannya terhadap infeksi (Villavieja et al. 1987).

Makanan bagi anak sekolah tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan zat gizi, tetapi juga harus memperhatikan dalam hal palatabilitas, mengenyangkan serta nilai emosi dan sosialnya. Anak-anak harus dibimbing dalam memilih

(28)

makanan agar mendapatkan zat gizi yang memadai. Selain itu, usia sekolah merupakan masa yang penting untuk pembentukan perilaku dan kebiasaan makan.

Dengan demikian, selain harus memenuhi nilai gizinya, makanan anak sekolah sebaiknya mempertimbangkan variasi agar dapat memenuhi seleranya (Villavieja et al. 1987).

Hasil penelitian Kustiyah (2005) menunjukkan faktor selera merupakan faktor terbesar yang digunakan sebagai pertimbangan dalam pemilihan menu, selanjutnya diikuti dengan pertimbangan harga/biaya, ketersediaan bahan di warung dan yang paling sedikit pertimbangannya adalah aspek gizi.

Hasil penelitian Thoha (2006) menunjukkan adanya hubungan positif yang nyata antara kebiasaan makan dengan nilai IPK. Dimana contoh dengan frekuensi makan tiga kali sehari, dan yang terbiasa sarapan pagi mempunyai nilai IPK lebih tinggi dibandingkan dengan contoh yang mempunyai frekuensi makan satu atau dua kali sehari dan yang tidak sarapan.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Status gizi merupakan suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang (Harper, et al. 1986).

Pada dasarnya, keadaan gizi ditentukan oleh konsumsi makanan dan kemampuan tubuh menggunakan zat-zat gizi. Konsumsi makanan ditentukan oleh produksi pangan, daya beli dan kebiasaan makan, sementara kemampuan menggunakan zat gizi ditentukan oleh keadaan kesehatan (Khumaidi 1994).

Pada masa remaja kebutuhan akan zat gizi mencapai maksimum.

Kebutuhan zat gizi yang tinggi ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang cepat. Jika kebutuhan zat gizi tersebut tidak terpenuhi maka akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tubuh (Williams 1980).

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung melalui pengukuran antropometri dan penilaian biokimia. Indikator yang digunakan tergantung pada

(29)

waktu, biaya, tenaga dan tingkat ketelitian penelitian yang diharapkan serta banyaknya orang yang akan dinilai status gizinya (Riyadi 2003). Menurut Blackburn dan Thornton dalam Thuluvath dan Triger (1994), pengukuran antropometri adalah indikator yang reliabel terhadap pengukuran status gizi.

Salah satu indikator yang digunakan dalam pengukuran antropometri adalah indikator Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut umur. Menurut Riyadi (2003), indikator IMT menurut umur merupakan indikator terbaik untuk remaja.

Indikator ini sudah divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total pada persentil atas dan juga sejalan dengan indikator yang sudah direkomendasikan untuk orang dewasa serta data referensi yang bermutu tinggi tentang indikator ini sudah tersedia.

Status gizi remaja diukur dengan menilai indeks massa tubuh (IMT) dengan mengukur bobot tubuh (berat badan) dalam satuan kilogram debagi dengan kuadrat tinggi badannya dalam satuan meter. Kemudian status gizi remaja dikelompokkan menjadi lima, yaitu kurus sekali (IMT < 17.0), kurus (IMT 17.0 – 18.5), normal (IMT 18.5 – 25.0), gemuk (IMT 25.0 – 27.0) dan obesitas (IMT

>27.0) (Depkes 1996).

Hasil penelitian Hanum (1993) menunjukkan status gizi berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Kusumaningrum (2006) yang menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara status gizi dengan prestasi belajar siswa. Artinya semakin baik status gizi contoh maka prestasi belajar yang diperoleh akan semakin tinggi.

Prestasi yang semakin meningkat dapat terjadi karena dengan status gizi yang baik maka anak dapat berkonsentrasi dengan baik dalam mengikuti pelajaran sehingga semua yang dipelajari dapat diterima dengan baik. Siswa yang kurang sehat atau kurang gizi, daya tangkapnya terhadap pelajaran dan kemampuan belajarnya akan lebih rendah (Grossman 1997 dalam Kusumaningrum 2006).

Status Kesehatan

Status gizi merupakan bagian penting dari status kesehatan seseorang.

Status gizi yang buruk atau kurang dapat menimbulkan hal-hal seperti meningkatnya frekuensi terserang penyakit infeksi, pertumbuhan fisik dan mental

(30)

yang terganggu, kegiatan fisik menurun dan produktivitas kerja orang dewasa rendah (Muhilal, et al. 2004).

Orang yang belajar membutuhkan kondisi badan yang sehat. Orang yang sakit akibat penyakit atau akibat kelelahan tidak dapat belajar dengan efektif dan hal tersebut akan mempengaruhi hasil belajar (Soemanto 1990). Suryabrata (1995) mengemukakan bahwa keadaan kesehatan jasmani pada umumnya dapat dikatakan melatarbelakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar, keadaan nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya kesehatan jasmani yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk, lekas lelah, dan sebagainya. Sedangkan beberapa penyakit yang kronis juga sangat mengganggu aktivitas belajar seperti pilek, influensza, sakit gigi dan lain-lain. Keadaan ini akan mempengaruhi proses belajar, yang lebih lanjut akan mengurangi minat dan motivasi belajar di sekolah. Status gizi dan kesehatan anak sekolah penting artinya sebagai gambaran keadaan gizi anak secara keseluruhan (Puar 1998).

Hasil penelitian Maryam (2001) menunjukkan status gizi dan kesehatan dapat meningkatkan prestasi beajar. Sejalan dengan penelitian Kusumaningrum (2006) yang menunjukkan status kesehatan berhubungan dengan prestasi belajar.

Dimana semakin baik status kesehatan maka prestasi belajar juga semakin baik.

Hubungan Anemia Gizi Besi dengan Prestasi Belajar

Anemia gizi besi merupakan suatu keadaan dimana sel-sel darah merah tidak mampu membawa oksigen yang diperlukan dalam pembentukan energi.

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, yaitu kurang dari 12 g/dl (INACG 1985) dan berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin (Soekirman 2000).

Dalam tubuh, zat besi sebagian besar terdapat dalam hemoglobin pada sel- sel darah merah, dan bernama mioglobin apabila berada dalam sel-sel otot.

Hemoglobin berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh sel tubuh dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Sedangkan mioglobin

(31)

berperan untuk mengangkut dan menyimpan oksigen untuk sel-sel otot (Soekirman 2000).

Sebagian besar terjadinya anemia di Indonesia adalah kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin, sehingga disebut anemia kekurangan zat besi. Penyebab terjadinya anemia gizi besi adalah tidak cukupnya zat-zat gizi terutama yang diserap dari makanan sehari-hari guna pembentukan sel darah merah sehingga terjadi keseimbangan negatif antara pemasukan dan pengeluaran zat besi dalam tubuh selain itu, zat-zat penyerta yang dapat meningkatkan daya serap seperti protein dan vitamin C juga tidak cukup jumlahnya. Husaini (1989) menyatakan bahwa ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya anemia, yaitu kehilangan darah karena pendarahan, kerusakan sel darah merah dan produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.

Anemia besi dapat memperlambat perkembangan dan gangguan perilaku seperti aktivitas motorik, interaksi sosial dan perhatian (Idjradinata & Pollit 1993).

Anak sekolah yang mengalami anemia akan mempengaruhi aktivitas belajar dan selanjutnya akan berdampak pada rendahnya prestasi belajar (Chwaye et al.

1997). Beberapa studi menunjukkan bahwa anak yang mengalami anemia ketika bayi akan memiliki kemampuan kognitif dan prestasi sekolah yang rendah, serta mesalah perilaku ketika memasuki masa pertengahan kanak-kanak (Grantham- Mc Gregor & Ani 2001).

Hasil penelitian Pollit (2000) menunjukkan bahwa defisiensi zat besi dapat mempengaruhi pemusatan perhatian (atensi), kecerdasan (IQ) dan prestasi belajar anak di sekolah. Dengan pemberian zat besi, nilai kognitif tersebut akan naik secara nyata. Hasil penelitian terhadap anak balita dan anak sekolah disimpulkan bahwa penderita anemia gizi besi akan mengalami gangguan intelektual, seperti kemampuan verbal, mengingat, konsentrasi, berfikir analog dan sistematis serta prestasi belajar yang rendah. Sedangkan hasil studi intervensi yang dilakukan oleh Rush (1984) menunjukkan bahwa suplementasi gizi dapat meningkatkan aktivitas dan waktu untuk memperhatikan. Namun demikian, suplementasi tersebut hanya sedikit pengaruhnya jika tanpa dibarengi dengan stimulasi kognitif. Penemuan tersebut mengindikasikan bahwa defisit perilaku yang berkaitan dengan malnutrisi bukan merupakan akibat dari kekurangan protein atau energi semata, tetapi

(32)

merupakan konsekuensi dari kombinasi terganggunya ketersediaan gizi, sosial, intelektual, dan emosional.

Pola Aktivitas

Pola aktivitas remaja didefinisikan sebagai kegiatan yang biasa dilakukan oleh remaja sehari-hari sehingga membentuk suatu pola. Pola aktivitas remaja dapat dilihat dari cara remaja mengalokasikan waktunya selama 24 jam dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan suatu jenis kegiatan secara rutin dan berulang (Polii 2003).

Menurut Soekirman (1999) aktivitas harian anak dikategorikan atas 8 aktivitas utama yaitu : 1) belajar selama jam sekolah, 2) belajar diluar jam sekolah, 3) menonton TV, 4) bermain, 5) olahraga, 6) membantu pekerjaan orang tua, 7) tidur siang, 8) tidur malam.

Sehubungan dengan aktivitas remaja, waktu adalah salah satu sumberdaya yang pemanfaatannya perlu dikelola agar seluruh kegiatan dapat dilaksanakan dengan tepat. Hal ini mengingat konsep waktu adalah sumberdaya yang tidak dapat digantikan, bersifat terbatas serta dimiliki oleh semua individu dalam jumlah yang sama yaitu 24 jam dalam sehari (Guharja et al. 1992).

Soekanto (1991) menyatakan bahwa penggunaan waktu individu selama satuan waktu tertentu berbeda-beda antara satu individu dengan yang lainnya.

Model konseptual alokasi waktu remaja meliputi kegiatan pribadi, kegiatan sekolah, kegiatan perjalanan dan kegiatan waktu luang. Kegiatan pribadi remaja termasuk melakukan aktivitas agama.

Aktivitas rutin yang dilakukan oleh remaja adalah kegiatan di sekolah.

Sekolah sebagai lembaga yang berpengaruh kepada remaja diharapkan dapat mencerdaskan daya pikir dan menambah pengetahuan umum serta ketrampilan khusus kepada para muridnya. Sekolah dapat memberikan kepuasan hati dan pegangan hidup kepada remaja apabila ada seorang atau beberapa orang guru yang dapat memikat rasa hormatnya atau apabila anak itu merasa bangga karena unggul hasil studinya dibandingkan dengan rekan-rekannya. Apabila terjadi sebaliknya, maka sekolahpun tidak dapat memberikan landasan buat jalan hidupnya. Bersekolah dalam keadaan demikian hanyalah menjadi kegiatan rutin

(33)

yang diharapkan oleh orang tua dan masyarakat karena merupakan suatu bagian dalam proses kehidupan masyarakat modern (Sumardjan 1991).

Aktivitas fisik yang dilakukan anak akan membantu pertumbuhannya.

Pencapaian prestasi sekolah anak sangat berhubungan dengan perkembangan fisik dan aktivitasnya. Anak yang mendapat kesempatan untuk melatif fisiknya akan lebih memiliki kemampuan dalam aspek mental intelektual dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan kesempatan untuk melatih fisiknya (Friedman &

Clark 1987 dalam Agustina 2003).

Hasil penelitian Kusumaningrum (2006) menunjukkan jumlah aktivitas berhubungan dengan prestasi belajar siswa. Dimana semakin tinggi aktivitas siswa maka semakin baik nilai pelajaran yang diperoleh. Hal ini diduga karena aktivitas yang dipilih anak banyak yang menunjang kemampuan akademiknya. Selain itu hasil penelitian Thoha (2006) menunjukkan bahwa aktivitas belajar dan aktivitas tidur mempengaruhi prestasi belajar. Semakin banyak waktu yang dihabiskan untuk belajar, maka prestasi belajarnya akan semakin baik.

Kelelahan

Menurut Fitrihana (2008) kelelahan didefinisikan sebagai respon total terhadap stres psikososial yang dialami dalam satu periode waktu tertentu dan cenderung menurunkan motivasi dan prestasi kerja. Gustiana (2008) mendefinisikan kelelahan sebagai sebuah kondisi klinis yang merupakan rangkaian rangkaian beberapa gejala kelelahan yang sifatnya menetap. Kelelahan merupakan fenomena kompleks yang disebabkan oleh faktor biologi pada proses kerja dan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang ditandai oleh timbulnya rasa lelah, motivasi menurun, dan aktivitas menurun.

Saat ini anak bersekolah dengan waktu sekolah yang lebih panjang dan setelah itu, anak masih harus mengikuti berbagai macam kegiatan les untuk mencapai prestasi akademik yang memuaskan di sekolahnya. Suhaenah (2004) dalam Dermawan (2006) berpendapat bahwa dengan memperpadat kegiatan anak justru dapat membawa hasil yang bertolak belakang dengan harapan orang tua semula, yaitu prestasi yang tinggi. Stainback dan Stainback (1999) dalam

(34)

Dermawan (2006) mengatakan bahwa jumlah waktu belajar mandiri (di luar jam belajar sekolah) dalam 1 hari yang baik untuk dilakukan oleh anak berusia 7 hingga 12 tahun adalah cukup 1 hingga 2 jam setiap hari, selama 5 hari dalam satu minggunya dan dilakukan secara konsisten. Hal ini tentunya dilakukan agar anak tidak mengalami kelelahan, baik secara fisik maupun rohani (psikis) seperti yang diungkapkan oleh Slamet (1991) dalam Dermawan (2006).

Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh, sedangkan kelelahan rohani (psikis) ditandai dengan adanya kelesuan, kebosanan dan sulit berkonsentrasi. Kelelahan jasmani dan rohani (psikis) di atas, salah satunya dapat disebabkan oleh banyaknya kegiatan yang dialami anak sekolah. Murtisari (2005) dalam Dermawan (2006) mengatakan bahwa tanpa mengikuti pelajaran tambahan, sebetulnya anak sudah lelah dengan aktivitas belajar di sekolah, apalagi bila anak masih harus menjalani berbagai aktivitas les sesudah pulang sekolah. Slamet (1991) dalam Dermawan (2006) menambahkan bahwa kelelahan ini dapat menyebabkan motivasi untuk belajar menurun padahal Theios (dalam Atkinson,1964) mengatakan bahwa motivasi pada individu ini sangat penting dalam proses belajar karena motivasi akan mempengaruhi timbulnya keinginan untuk belajar dan banyaknya materi yang dipelajari.

Hasil penelitian Mardapi (2005) mengenai pelaksanaan UAN yang dilakukan di enam propinsi pada siswa SMP/MTS dan SMA/MA/SMK mengungkapkan terdapat 13% guru menyatakan bahwa UAN dapat menimbulkan kelelahan fisik bagi siswa, dan 17% guru menyatakan UAN mengakibatkan stres bagi siswa.

Determinan Tingkat kelelahan Siswa

Menurut Gustiana (2008) ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi hormon kortisol, tiroid, estrogen dan testosteron turut memberikan kontribusi nyata terhadap terjadinya kelelahan. Mekanisme gangguan yang terjadi bersifat kompleks. Selain itu stres disebut sebagai penyebab utama sindrom kelelahan.

Selain stres, faktor kesehatan fisik juga turut mempengaruhi tingkat kelelahan, keduanya sama-sama memiliki keterkaitan. Walaupun stres merupakan gejala psikologis, tetapi tetap berhubungan dengan kesehatan fisik. Ketika kesehatan

(35)

mental terganggu, menyebabkan organ-organ tubuh juga akan terganggu dan menyebabkan imunitas menurun karena di dalam tubuh tidak ada pertahanan tubuh yang mampu melawan kuman penyakit yang masuk.

Fitrihana (2008) mengemukakan ada beberapa faktor penyebab kelelahan diantaranya adalah penyebab medis seperti flu, anemia, gangguan tidur, hypothyroidism, hepatitis, TBC, dan penyakit kronis lainnya; penyebab yang berkaitan dengan gaya hidup seperti kurang tidur, terlalu banyak tidur, alkohol dan minuman keras, diet yang buruk, kurangnya olah raga, gizi, daya tahan tubuh, dan circadian rhythm; serta faktor psikologis seperti depresi, kecemasan dan stres serta kesedihan.

Aktivitas belajar sangat memerlukan kondisi kesehatan yang baik karena selama belajar melibatkan kondisi fisik jasmani dan mental spiritual. Otak dituntut untuk bekerja keras yang akan menguras tenaga secara cepat. Terkait dengan belajar, siswa harus menyiapkan dan menyusun kekuatan tenaga secara optimal karena belajar yang mayoritas melibatkan peran otak harus diimbangi dengan kondisi fisik yang sehat pula. Akibat tidak adanya keseimbangan antara kondisi fisik dan mental, biasanya anak akan mudah lelah dan kegiatan belajarnya tidak dapat maksimal.

Terkait dengan aktivitas belajar, seharusnya siswa selalu menjaga kesehatan fisik dengan makan makanan yang bergizi dan olahraga cukup. Hal ini akan mempengaruhi kesehatan. Dan sudah pasti akan berpengaruh dengan kinerja otak siswa yang bersangkutan. Salah satu cara menjaga kesehatan fisik siswa harus mau menjaga tingkat kebugaran tubuhnya setiap hari. Kebugaran atau kesegaran jasmani dimaknai sebagai kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas pekerjaan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti.

Untuk dapat mencapai kondisi kesegaran jasmani yang prima seseorang perlu melakukan latihan fisik yang melibatkan komponen kesegaran jasmani dengan metode latihan yang benar (Depdiknas, 2003).

Dari pemahaman ini, kondisi jasmani yang bugar/segar akan mempengaruhi daya tahan seseorang dalam menjalankan aktivitasnya. Bagi siswa, hal ini akan mempengaruhi kondisi psikis siswa dalam belajar. Siswa yang memiliki tingkat kebugaran tinggi, tidak mudah lelah dalam belajarnya.

(36)

Stres

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004) stres diartikan sebagai suatu tekanan, dan ketegangan yang mempengaruhi seseorang dalam kehidupan. Stres dibedakan menjadi dua, yaitu distres dan eustres. Menurut Looker dan Gregson (2004) distres adalah kemampuan seseorang menghadapi tuntutan yang semakin meningkat dan memandang tuntutan tersebut sebagai sesuatu yang sulit dan mengancam, sedangkan eustres adalah kemampuan untuk menghadapi tuntutan yang dirasakan dan dapat menimbulkan rasa percaya diri sehingga mampu menangani dan mengatasi tuntutan-tuntutan tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa setiap orang memiliki kemampuan/cara pandang yang berbeda-beda dalam menghadapi tuntutan dan masalah dalam hidupnya.

Menurut Selye (1976) diacu dalam Losyk (2007) respon fisik dan mental stres terjadi melalui tiga tahapan spesifik : reaksi peringatan, pertahanan, dan penghabisan. Dalam tahap peringatan tubuh dihadapkan pada penyebab stres.

Seseorang yang mengalami stres akan merasa bingung dan kehilangan arah, sehingga tubuh menyiapkan dirinya melawan stres dengan mengirimkan hormon- hormon ke dalam aliran darah, akibatnya detak jantung dan pernafasan bersiap- siap melakukan aksi. Gerakan pertahanan ini akan membantu seseorang bertahan terhadap penyebab stres.

Dalam tahap pertahanan, hormon-hormon di dalam darah tetap berada pada tingkat tinggi. Tubuh menyesuaikan diri untuk melawan stres. Penyesuaian ini bisa terjadi di dalam sebuah organ tubuh tersendiri maupun sistem organ secara menyeluruh. Jika stres tingkat tinggi terus berlangsung, akan berakibat pada timbulnya penyakit dalam pada sebuah organ tubuh atau sistem tubuh.

Tingginya tingkat stres menyebabkan seseorang menjadi gugup, lelah dan seringkali marah-marah.

Tahap terakhir dari stres adalah tahap penghabisan, tahap dimana stres tetap berlangsung, jaringan, dan sistem organ tubuh bisa rusak. Dalam jangka waktu yang panjang, keadaan ini bisa menimbulkan penyakit atau kematian. Seyle menyimpulkan, tiap orang memiliki energi terbatas untuk beradaptasi terhadap

(37)

stres, setelah energi tersebut habis harus diisi kembali atau kelelahan dan kematian akan segera terjadi.

Sumber stres

Menurut Hardjana (1994) dalam Asshat (2003) lingkungan kerja juga dapat menjadi sumber stres. Salah satu aspek lingkungan kerja adalah tuntutan kerja yang dapat menyebabkan stres melalui beban pekerjaan yang terlalu besar dan berat, keharusan menyelesaikan banyak pekerjaan dalam waktu terbatas, dan pekerjaan yang menuntut banyak pikiran dan tenaga.

Dalam konteks pendidikan, lingkungan pekerjaan dapat dianalogikan dengan lingkungan sekolah, yang di dalamnya kerja dapat berarti belajar.

Karenanya, beban pelajaran yang terlalu banyak dan berat serta keharusan untuk menyelesaikan banyak pelajaran atau tugas dalam waktu terbatas dapat menimbulkan stres pada siswa (Asshat 2003).

Tingkat Stres

Tingkat stres seseorang terhadap suatu kondisi dipengaruhi oleh sumber stres, sumberdaya yang dimiliki untuk menghadapi stres, dan persepsi terhadap stres. Tingkatan stres yang berbeda-beda tiap individu merupakan salah satu faktor pembeda dalam melakukan koping terhadap stres (Ifada 2004).

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004) keluhan yang muncul akibat rasa cemas dan ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan kemajuan mutakhir diantaranya :

1. Keluhan fisik, yang meliputi :

a. Stres sebagai pencetus, sehingga memperberat penyakit kardiovaskuler yang sudah ada

b. Gangguan sistem pencernaan : ulkus ventrikuli (tukak lambung)

c. Ketegangan pada bagian otot-otot tertentu menyebabkan perasaan pegal di bahu, pinggang, leher dan kepala.

d. Stres menyebabkan daya tahan tubuh menurun, melemah sehingga mudah masuk angin, pilek.

e. Tics : gerakan-gerakan yang dilakukan diluar kemauan, sebagai kebiasaan, tanpa rangsangan yang jelas merupakan suatu ekspresi dari konflik emosi

(38)

f. Kebiasaan : menggaruk-garuk kepala, menggigit kuku, menggosok-gosok tangan dan gejala lain sebagai perwujudan adanya ketegangan.

g. Sindrom ketegangan pra-menstrual : nyeri di tubuh, mual, sakit kepala, rasa tidak nyaman sebelum haid, disebabkan terganggunya keseimbangan hormon, berkaitan dengan stres seseorang dan haid yang tidak teratur.

h. Disfungsi seksual : penderita stres sering mengeluh masalah seksual, impotensi, frigiditas, ejakulasi dini, dan lain-lain.

2. Keluhan Psikologis, yang meliputi :

a. Perasaan tidak menentu, cemas dan takut yang tidak jelas dan tidak terikat pada suatu ancaman yang jelas dari luar. Hal ini dapat menyebabkan penderita menjauhkan diri dari lingkungan sosial atau tempat dan keadaan tertentu.

b. Merasa putus asa, bingung, apatis, sedih, gangguan tidur (insomnia), kehilangan minat pada aktivitas dan orang lain, pikiran-pikiran negatif mengenai dirinya, pengalaman dan hari depan, pikiran dan dorongan melakukan percobaan bunuh diri.

c. Ketidakseimbangan emosi : suasana hati mudah berubah, cepat marah, emosi cepat meluap, menjadi histeris.

d. Muncul gejala-gejala proses penuaan dini, seperti :

- Mampu mengingat peristiwa lama, tetapi lupa peristiwa baru - Kecemasan akan perubahan tubuh, penyakit dan kematian

- Perasaan akan kehilangan kecantikan, rambut beruban, kerut di wajah, otot yang mengendur

- Bertingkah laku muda kembali, terlihat dalam penampilan, pakaian dan perilaku.

Stres di Bidang Akademis pada Siswa Berbakat

Menurut psikolog anak David Elkind, anak masa kini adalah “anak yang diburu-buru” (the hurried child). Tekanan kehidupan modern memaksa anak untuk tumbuh terlalu cepat dan menjadikan masa kanak-kanak mereka penuh stres (Papalia, Olds & Feldman 2001). Siswa yang mengikuti program akselerasi akan mengalami frustasi dengan tingkat tekanan dan tuntutan yang dihadapinya.

(39)

Dorongan yang terus menerus untuk berprestasi akan menimbulkan tingkat stres yang tidak dapat diterima, dan pada akhirnya siswa akselerasi akan kehabisan energi karena tekanan-tekanan yang ada (Asshat 2003).

Program akademis yang menuntut energi atau tenaga yang besar dari siswa berbakat (seperti pelajaran yang secara bertahap menjadi semakin sulit) pada akhirnya akan menyebabkan suatu jenis gangguan. Terlebih lagi apabila tuntutan- tuntutan akademis yang dihadapi tidak kunjung berkurang. Di sisi lain, siswa berbakat mungkin tidak terbiasa dengan tantangan-tantangan yang memerlukan performa yang “total” (all out). Jika hal ini terjadi, usaha siswa berbakat untuk menghadapi dan mengatasi tantangan kemungkinan menjadi lemah dan tidak memadai, sehingga kegagalan akan terjadi dengan cepat (Khatena 1992 dalam Asshat 2003).

Hasil penelitian Asshat (2003) menunjukkan bahwa mayoritas subyek penelitiannya memiliki skor persepsi tergolong sedang terhadap pelaksanaan program akselerasi. Hal ini berarti siswa akselerasi merasa bahwa pelaksanaan program akselerasi yang mereka alami biasa-biasa saja, tidak baik dan juga tidak buruk. Sementara itu, dari tingkat stres ditemukan bahwa mayoritas siswa memiliki stres di bidang akademis yang tergolong sedang. Hasil penelitian Asshat (2003) juga menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi siswa terhadap pelaksanaan program akselerasi dengan stres di bidang akademis.

Motivasi

Motivasi merupakan salah satu determinan yang terpenting bagi keberhasilan individu dalam mencapai prestasi atau kepuasan tertentu, sehingga motivasi dapat juga diartikan sebagai kemauan untuk berbuat sesuatu sebaik- baiknya sesuai dengan keinginan atau tujuan. Seseorang akan mempunyai kemauan yang efektif jika memperhatikan dengan baik lingkungannya untuk selanjutnya menggunakannya sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan tujuan atau keinginannya. Tanpa adanya motivasi, tujuan yang diharapkan sulit dicapai. Dalam mencapai serangkaian tujuan, biasanya individu atau kelompok memperlihatkan juga serangkaian sikap dan perilakunya (Sofianti 2002).

(40)

Menurut Suparno (2001) motivasi merupakan keadaan internal seseorang yang mendorong orang tersebut melakukan sesuatu, dan dijelaskan juga sebagai suatu dorongan untuk tumbuh dan berkembang. Motivasi berkaitan dengan keseimbangan atau equilibrium yaitu upaya untuk dapat membuat dirinya memadai dalam menjalani hidup ini. Dengan equilibrium dimaksudkan agar seseorang dapat mengatur dirinya sendiri, relatif tidak terpengaruh oleh orang lain untuk menjadi lebih kompeten.

Kartono (1995) mengatakan bahwa motivasi merupakan dorongan yang mendasari dan mempengaruhi sikap, usaha dan kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Anak yang mempunyai dorongan yang kuat untuk belajar, akan belajar lebih berhasil (Suryosubroto 1988).

Motivasi berhubungan dengan kebutuhan dan tujuan, sangat mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Motivasi sangat penting bagi proses belajar karena motivasi dapat menggerakkan organisme, mengarahkan tindakan, serta memilih tujuan belajar yang berguna bagi kehidupan (Soemanto 1990).

Belajar dengan motivasi yang kuat merupakan syarat untuk mencapai sukses yang optimal. Akan tetapi tidak selalu dapat terjadi secara spontan. Lebih-lebih pada anak yang masih muda. Kadang kala timbulnya motivasi itu harus sengaja diupayakan oleh guru (Tonthowi 1993).

Motivasi akan menimbulkan keinginan, kehendak atau kebutuhan dalam diri siswa untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Siswa akan merasa terpacu karena ada dorongan dari dalam maupun dari luar diri siswa untuk meningkatkan prestasi. Semakin kuat motivasi seseorang untuk mengembangkan kemampuannya, semakin kuat pula proses belajar yang terjadi. Dengan demikian, hasil yang akan dicapai akan semakin tinggi pula (Gunarsa dan Gunarsa 2004).

Ciri-ciri siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi yaitu (1) cenderung mengambil resiko dan memperhitungkan supaya harapan dan tujuan yang realistis untuk dicapai; (2) menyukai situasi kerja yang meminta tanggung jawab pribadi; (3) ingin menambah pengetahuan dengan cara kerja yang baik; (4) menyelidiki lingkungan dan memanfaatkan sumber-sumber yang ada serta belajar dengan cara yang baik dan inovatif disamping adanya tujuan yang konkrit dalam mencapai pendidikan.

Gambar

Gambar 1 Faktor – Faktor yang Berpengaruh terhadap Prestasi Belajar.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan  Kebiasaan
Tabel 17 Rata-rata penggunaan waktu contoh untuk berbagai aktivitas  Aktivitas
Tabel 25  Sebaran contoh berdasarkan gejala stres
+4

Referensi

Dokumen terkait

Srbnined in P.diat Futfh'ut of the E4kiMt. tot

Kelemahan pelaksanaan pendidikan seni antara lain terdapat pada aspek penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar yang dilakukan cenderung baru terfokus pada

Observasi pembelajaran di kelas dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa memiliki pengetahuan serta pengalaman pendahuluan sebelum melaksanakan tugas mengajar

Sejauh ini sistem yang digunakan oleh Konter Samudra berupa penjualan secara manual dalam menjual produk handphone dan aksesoris, sehingga pelanggan yang berada di

Untuk menjelaskan pelaksanaan komitmen dalam pengelolaan program PIK-KRR oleh Penyuluh Keluarga Berencana di Kabupaten Jember.. Untuk menjelaskan pelaksanaan promosi dan

Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk merancang suatu sistem pendukung keputusan dengan Metode SMART dan Metode Weighted Product yang dapat

\ Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan strategi perkuliahan dengan menggunakan asesmen formatif pada materi biodiversitas, mendeskripsikan beberapa strategi

Selanjutnya, dari hasil wawancara dengan pengurus panti asuhan Tunas Melati Muhammadiyah Pontianak mengenai upaya yang dilakukan untuk menunjang pendidikan fisik