• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI. dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODOLOGI. dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inventarisasi Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan penelitian lapangan dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara.

Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai dengan Oktober 2007.

Bahan dan Alat Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Peta digital penunjukan kawasan hutan yang sudah ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan No. 44 tahun 2005, skala 1:50000.

2. Citra satelit (landsat TM) Kabupaten Asahan tahun 2005

3. Data digital DAS Asahan yang bersumber dari BPDAS Barumun, Pematangsiantar

4. Peta digital administrasi Kabupaten Asahan 5. Peta kelerengan lahan

6. Peta bahaya Erosi Alat

Alat yang digunakan adalah PC beserta kelengkapannya dengan perangkat lunak (software) , ArcView 3.3 dan printer untuk mencetak peta. Alat yang digunakan di lapangan adalah GPS, kamera, kalkulator, dan alat tulis.

(2)

Metode Penelitian 1. Pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah jenis data spasial. Data spasial adalah data yang berbentuk peta digital yaitu Citra Satelit Landsat TM tahun 2005 dan peta digital penunjukan kawasan hutan yang dikeluarkan oleh Badan Planologi Digital Kehutaan, peta digital DAS Asahan dan peta digital administrasi kabupaten Asahan yang dikeluarkan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Barumun, Pematangsiantar.

2. Pengolahan citra

Sebelum Citra landsat TM tahun 2005 diinterpretasi terlebih dahulu dilakukan pengkombinasian band (Stacking). Pemilihan kombinasi band ini akan mempengaruhi penampakan warna citra. Tahap selanjutnya melakukan klasifikasi penggunaan lahan. Klasifikasi penggunaan lahan dilakukan dengan interpretasi visua yakni dengan mengamati unsur-unsur yang terdapat dalam citra. Unsur

interpretasi yang dimaksud disini yaitu; rona, warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, dan asosiasi. Pengklasifikasi ini dilakukan dengan terlebih dahulu mendeliniasi penggunaan lahan berdasarkan analisis visual sehingga mengelompokkan yang lebih mewakili kedalam beberapa kelas penggunaan lahan.

3. Input Data Spasial (Parameter Lahan Kritis).

Data spasial lahan kritis diperoleh dari hasil analisis terhadap beberapa data spasial yang merupakan parameter penentu kekritisan lahan. Parameter

(3)

penentu kekritisan lahan berdasarkan SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 meliputi:

• kondisi tutupan vegetasi

• kemiringan lereng

• tingkat bahaya erosi dan

• kondisi pengelolaan (manajemen)

Data spasial lahan kritis dapat disusun apabila data spasial ke 5 (lima) parameter tersebut di atas sudah disusun terlebih dahulu. Data spasial untuk masing-masing parameter harus dibuat dengan standar tertentu guna mempermudah proses analisis spasial untuk menentukan lahan kritis. Standar data spasial untuk masing-masing parameter meliputi kesamaan dalam sistem proyeksi

3.1 Data Spasial Tutupan Lahan

Informasi tentang liputan lahan diperoleh dari hasil interpretasi citra penginderaan jauh Citra satelit TM tahun 2005 yang dimiliki BPDAS Barumun, Pematangsiantar.

Dalam penentuan kekritisan lahan, parameter liputan lahan mempunyai bobot 50%, sehingga nilai skor untuk parameter ini merupakan perkalian antara skor dengan bobotnya (skor x 50). Klasifikasi tutupan lahan dan skor untuk masing-masing kelas ditunjukkan pada tabel berikut.

(4)

Tabel 1. Klasifikasi Liputan Lahan dan Skoringnya

Kelas Skor Skor x Bobot (50)

Sangat Baik 5 250

Baik 4 200

Sedang 3 150

Buruk 2 100

Sangat Buruk 1 50

3.2 Data Spasial Kemiringan Lereng.

Data spasial kemiringan lereng disusun dari hasil pengolahan data kontur dalam format digital. Klasifikasi kemiringan lereng dan skor untuk masing- masing kelas ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 2. Klasifikasi Lereng dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis.

Kelas Kemiringan Lereng(%) Skor

Datar < 8 5

Landai 8 - 15 4

Agak Curam 16 - 25 3

Curam 26 - 40 2

Sangat Curam > 40 1

3.3 Data Spasial Tingkat Erosi.

Data spasial tingkat erosi diperoleh dari pengolahan data spasial sistem lahan (land system). Klasifikasi Tingkat Erosi dan skor untuk masing-masing kelas tingkat erosi ditunjukkan pada tabel berikut.

(5)

Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Erosi dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis.

Kelas Besaran / Deskripsi Skor

Ringan Tanah dalam:

<25% lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi alur pada jarak 20 – 50 m

Tanah dangkal:

25% lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi alur pada jarak >50 m

5

Sedang Tanah dalam:

25 – 75 % lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi alur pada jarak kurang dari 20 m

Tanah dangkal:

25 – 50 % lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi alur dengan jarak 20 - 50 m

4

Berat Tanah dalam:

Lebih dari 75 % lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi parit dengan jarak 20-50 m Tanah dangkal:

50 – 75 % lapisan tanah atas hilang

3

Sangat Berat

Tanah dalam:

Semua lapisan tanah atas hilang >25 % lapisan tanah bawah dan/atau erosi parit dengan kedalaman sedang pada jarak kurang dari 20 m

2

Tanah dangkal >75 % lapisan tanah atas telah hilang, sebagian lapisan tanah bawah telah tererosi

1

Untuk menyesuaikan data pengkelasan tingkat erosi dengan yang sebelumnya maka kelas tingkat erosi dibagi menjadi 5 (lima) kelas yaitu mulai dari kelas Sangat Ringan (SR), Ringan (R), Sedang (S), Berat (B) dan Sangat

(6)

3.4 Kriteria Manajemen.

Manajemen merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan hutan lindung, yang dinilai berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan, pengamanan dan pengawasan serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan. Data tersebut diperoleh melalui checking lapangan dengan sistem sampling. Data hasil survei tersebut diolah untuk dijadikan sebagai updateting data yang sudah ada.

Sesuai dengan karakternya, data tersebut juga merupakan data atribut. Seperti halnya dengan kriteria produktivitas, manajemen pada prinsipnya merupakan data atribut yang berisi informasi mengenai aspek manajemen.

Klasifikasi manajemen dan skor untuk masing-masing kelas ditunjukkan pada tabel beikut.

Tabel 4. Klasifikasi Manajemen dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis

Kelas Besaran / Deskripsi Skor

Skor x Bobot (10)

Baik Lengkap *) 5 50

Sedang Tidak Lengkap 3 30

Buruk Tidak Ada 1 10

*) : - Tata batas kawasan ada - Pengamanan pengawasan ada - Penyuluhan dilaksanakan

4. Analisis Spasial.

Metode yang digunakan dalam analisis tabular adalah metode skoring.

Setiap parameter penentu kekritisan lahan diberi skor tertentu seperti telah dijelaskan diatas. Pada unit analisis hasil tumpangsusun (overlay) data spasial,

(7)

skor tersebut kemudian dijumlahkan. Hasil penjumlahan skor selanjutnya diklasifikasikan untuk menentukan tingkat kekritisan lahan. Klasifikasi tingkat kekritisan lahan berdasarkan jumlah skor parameter kekritisan lahan seperti ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 5. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Berdasarkan Total Skor Total Skor Pada:

Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Hutan

Lindung Kawasan Budidaya Kehutanan

120 - 180 110 - 200 Sangat Kritis

181 - 270 201 - 275 Kritis

271 - 360 276 - 350 Agak Kritis

361 - 450 351 - 425 Potensial Kritis

451 - 500 426 - 500 Tidak Kritis

Secara teknis, proses analisis spasial untuk penentuan lahan kritis dengan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) ArcView dapat dilakukan dengan bantuan ekstensi Geoprocessing.

Uraian secara rinci tahapan tersebut adalah sebagai berikut : Tumpangsusun (overlay) Data Spasial. Dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) ArcView dapat dilakukan overlay dengan mudah. Software tambahan (extension) Geoprocessing yang terintegrasi dalam Software ArcView sangat berperan dalam proses ini. Didalam extension ini terdapat beberapa fasilitas overlay dan fasilitas lainnya seperti; union, dissolve, merge, clip, intersect, asign data.

(8)

Gambar 1. Kotak Dialog untuk Memilih Teknik Overlay .

Proses overlay ini dilakukan secara bertahap dengan urutan mulai overlay theme Vegetasi dengan kelas kemiringan lereng kemudian hasil overlay tersebut

dioverlaykan kembali dengan theme erosi. Proses ini dilakukan untuk theme- theme berikutnya dengan cara yang sama sebagaimana terlihat pada diagram dibawah ini.

(9)

Gambar 2. Kriteria & Prosedur Penetapan Lahan Kritis Kawasan Hutan Lindung

(10)

Gambar 3. Kriteria & Prosedur Penetapan Lahan Kritis Kawasan Budidaya Kehutanan

Pada Kawasan Budidaya Kehutanan

(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGELOLAAN PETA DASAR

Data-data dasar yang digunakan dalam penelitian ini berupa data digital yang sama yang digunakan BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai), Pematangsiantar, sehingga dengan adanya dukungan data yang sesuai maka pengelolaan analisis yang dilakukan dalam penelitian dapat membantu dalam menghasilkan informasi yang tepat.

Peta dasar lokasi penelitian merupakan hasil turunan dari peta dasar administrasi Kab. Asahan dan peta tematik lainnya, yaitu peta kondisi tutupan vegetasi ,kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi dan singkapan batuan (outcrop), serta peta kondisi pengelolaan (manajemen). Pengelolaan peta dan data dasar merupakan kegiatan yang dilakukan melalui proses pemotongan sesuai dengan wilayah penelitian (DAS Asahan), sehingga peta dasar yang dihasilkan merupakan peta dasar yang hanya memprioritaskan wilayah penelitian pada Kabupaten Asahan.

Peta dasar yang telah dikumpulkan dari dinas-dinas kehutanan Sumatera Utara, masih dalam satuan DAS ataupun Sub-DAS. Oleh karena itu untuk mendapatkan peta tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Asahan, terlebih dahulu harus dilakukan penumpangtindihan (overlay) antara peta administrasi Kabupaten Asahan dengan seluruh parameter penentu kekritisan lahan.

(12)

BANDAR PULAU BANDAR PASIR BANDOGE

SEI KEPAYANG

PULAU RAKYAT AEK KUASAN AIR JOMAN

BANTU PANE

AIR BATU

SIMPANG EMPAT MERANTI

TANJUNG BALAI TANJUNG TIRAM

KISARAN TIMUR KISARAN BARAT

Batas Kedamatan TANJUNG TIRAM TANJUNG BALAI SIMPANG EMPAT SEI KEPAYANG PULAU RAKYAT MERANTI

KISARAN TIMUR KISARAN BARAT BANTU PANE BANDAR PULAU BANDAR PASIR BANDOGE AIR JOMAN

AIR BATU AEK KUASAN

KAB. TAPANULI SELATAN KAB. LABUHAN BATU KAB. ASAHAN

KAB. MANDAILING NATAL KAB. TOBASA KAB. TAPANULI UTARA KAB. SIMALUNGUN

KAB. TAPANULI TENGAH KAB. SAMOSIR KAB. KARO

KOTA SIDEMPUAN KAB. HUMBANG HASUNDUTAN

Keterangan :

Sumber Peta :

520000

520000

540000

540000

560000

560000

580000

580000

600000

600000

10280000 10280000

10300000 10300000

10320000 10320000

10340000 10340000

PETA ADMINISTRASI KECAMATAN KABUPATEN ASAHAN

N

Skala 1:800.000

Peta Lokasi Sumatera Utara Skala 1: 10.000.000

1. Peta Tematik DAS Asahan 2. Peta Administrasi Kab. Asahan

Gambar 4. Peta Administrasi Kabupaten Asahan

Data Base Penggunaan Lahan di Kabupaten Asahan

Dari data base penggunaan lahan diperoleh dari hasil interpretasi secara visual. Analisis visual merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi objek-objek permukaan bumi yang tampak pada citra. Adapun citra yang digunakan adalah Citra satelit landsat TM 2005 dengan menggunakan

(13)

520000

520000

540000

540000

560000

560000

580000

580000

600000

600000

10280000 10280000

10300000 10300000

10320000 10320000

10340000 10340000

Sumber Peta : 1. Peta Tematik DAS Asahan 2. Peta Dasar Kab. Asahan 3. Peta Hasil Interpretasi Citra Satelit Landsat E TM+ skala 1:750.000

Keterangan : Peta Lokasi Sumatera Utara

Skala 1: 10.000.000

KAB. TAPANULI SELATAN KAB. LABUHAN BATU KAB. ASAHAN

KAB. MANDAILING NATAL KAB. TOBASA KAB. TAPANULI UTARA KAB. SIMALUNGUN

KAB. TAPANULI TENGAH KAB. SAMOSIR KAB. KARO

KOTA SIDEMPUAN KAB. HUMBANG HASUNDUTAN

Bellukar Hutan

Kebun Campuran Ladang

Mangrove

Pemukiman Perkebunan RawaSawah Tambak

PETA PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN ASAHAN

N

Skala 1:750.000

kombinasi band 453 (false color), hal ini bertujuan untuk mendapatkan Informasi tentang liputan lahan/ penutupan vegetasi. Peta penggunaan lahan hasil interpretasi di Kabupaten Asahan dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:

Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Asahan

(14)

Tutupan lahan di Kabupaten Asahan hasil interpretasi Citra satelit (landsat-TM) tahun menunjukkan tutupan lahan di Kabupaten Asahan didominasi oleh kebun campuran seluas ±105.957,77ha (33,86%), kemudian disusul tutupan hutan seluas ±84.664,57ha (27,06%), rawa seluas ±34.487,37ha (11,02%) sedangkan belukar ±24.861,08ha (7,94%), selebihnya terbagi habis dengan tutupan lahan lainnya seperti ladang, sawah, perkebunan, pemukiman dan mangrove. Adapun secara rinci tutupan lahan di Kabupaten Asahan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Jenis Tutupan Lahan di Kabupaten Asahan Penggunaan Lahan Luas

(Ha)

Luas (%)

Belukar 24.861,08 7,94

Hutan 84.665,57 27,06

Kebun Campuran 105.957,77 33,86

Madang 20.911,98 6,68

Mangrove 2.980,72 0,95

Perkebunan 17.119,45 5,47

Rawa 34.487,37 11,02

Sawah 18.640,81 5,96

Pemukiman 3.291,02 1,05

TOTAL 312.919,77

Data Base Kawasan Hutan di Kabupaten Asahan

Kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui SK No.

44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Propinsi Sumatera Utara

(15)

Peta Digital Penunjukan Kawasan Hutan Sumber Peta :

KAB. HUMBANG HASUNDUTAN

KAB. TAPANULI SELATAN KAB. LABUHAN BATU KAB. ASAHAN

KAB. MANDAILING NATAL KAB. TAPANULI

UTARA KAB. TOBASA KAB. SIMALUNGUN

KAB. TAPANULI TENGAH KAB. DAIRI KAB. KARO

Peta Lokasi Sumatera Utara Skala 1: 000.000

Keterangan :

520000

520000

540000

540000

560000

560000

580000

580000

600000

600000

10280000 10280000

10300000 10300000

10320000 10320000

10340000 10340000

HLHP HPKHPT LKWHT

PETA KAWASAN HUTAN KABUPATEN ASAHAN

N

Skala 1:800.000

untuk Kabupaten Asahan terdiri dari lima fungsi kawasan yaitu Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi (HP), Hutan produksi Konversi (HPK), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Luar Kawasan Hutan (LKWHT).

Gambar 6. Peta Penunjukan Fungsi Kawasan Hutan

(16)

1. Peta Tematik DAS Asahan 2. Peta Dasar Kab. Asahan 3. Peta Tematik Penggunaan Lahan

BANDAR PULAU BANDAR PASIR BANDOGE

SEI KEPAYANG

PULAU RAKYAT AEK KUASAN AIR JOMAN

BANTU PANE AIR BATU

SIMPANG EMPAT MERANTI TANJUNG BALAI

TANJUNG TIRAM

KISARAN TIMUR KISARAN BARAT

Keterangan :

Sumber Peta :

Peta Lokasi Kabupaten Asahan Skala 1: 55.000 511000

511000

518000

518000

525000

525000

532000

532000

539000

539000

10283000 10283000

10290000 10290000

10297000 10297000

10304000 10304000

Sangat Baik Baik

Sangat Buruk Buruk

Skala 1:300.000

N

PETA TUTUPAN TAJUK DI KAWASAN HUTAN LINDUNG KABUPATEN ASAHAN

INPUT DATA SPASIAL (PARAMETER LAHAN KRITIS)

Data Spasial Tutupan Lahan

Kondisi tutupan lahan dinilai berdasarkan prosentase tutupan tajuk pohon dan diklasifikasikan menjadi lima kelas. Masing-masing kelas tutupan lahan selanjutnya diberi skor untuk keperluan penentuan lahan kritis. Dalam penentuan kekritisan lahan, parameter liputan lahan pada Hutan Lindung (HL) dan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), mempunyai bobot 50, sehingga nilai skor untuk parameter ini merupakan perkalian antara skor dengan bobotnya.

(17)

520000

520000

540000

540000

560000

560000

580000

580000

600000

600000

10280000 10280000

10300000 10300000

10320000 10320000

10340000 10340000

Keterangan : Peta Lokasi Sumatera Utara

Skala 1: 10.000.000

KAB. HUMBANG HASUNDUTAN

KAB. TAPANULI SELATAN KAB. LABUHAN BATU KAB. ASAHAN

KAB. MANDAILING NATAL KAB. TAPANULI

UTARA KAB. TOBASA KAB. SIMALUNGUN

KAB. TAPANULI TENGAH KAB. DAIRI KAB. KARO

Sedang Sangat Buruk

BaikSangat Baik

Sumber Peta : 1. Peta Tematik DAS Asahan 2. Peta Dasar Kab. Asahan 3. Peta Tematik Penggunaan Lahan

Baik

Skala 1:300.000

N

PETA TUTUPAN TAJUK DI KAWASAN HUTAN LINDUNG KABUPATEN ASAHAN

Gambar 8. Peta Penutupan Tajuk di Kawasan Budidaya Kehutanan

Tutupan lahan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam analisa data spasial lahan kritis, ini ditunjukkan dengan besar bobot yang diberikan yaitu sebesar 50 pada arahan fungsi kawasan hutan lindung, dan pada Kawasan Budidaya Kehutanan. Dalam analisa, tutupan lahan pada kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Budidaya Kehutanan klasifikasi tutupan lahan dan skor untuk

(18)

Tabel 7. Klasifikasi Tutupan Lahan

Kelas

Prosentase Tutupan Tajuk

(%)

Skor

Luas (Ha) Luas (%)

HL KBK HL KBK

Sangat Baik > 80 5 34.552,97 36.428,41 99.37 43.27

Baik 61- 80 4 40,12 34.198,54 0.11 40.63

Sedang 41- 60 3 - 7.416,7 - 8.81

Buruk 21- 40 2 25,36 298,4 0.073 0.35

Sangat Buruk < 20 1 153,73 5.834,4 0.44 6.94

Kondisi tutupan lahan diperoleh berdasarkan pengkelasan nilai Cp (pengelolaan tanaman dan pengkonservasian lahan) dari hasil interpretasi citra.

Klasifikasi kelas kerapatan tajuk di Kabupaten Asahan mulai dari pada Hutan Lindung (HL) maupun pada Kawasan Budidaya Kehutanan, di dominasi oleh tingkat kerapatan “sangat baik”. Untuk arahan fungsi lahan Hutan Lindung diikuti oleh tingkat kerapatan “sangat buruk”, 0,44% dari luas keseluruhan kawasan Hutan Lindung. Sementara untuk arahan fungsi lahan Kawasan Budidaya Kehutanan diikuti oleh tingkat kerapatan “baik” yakni sebesar 40,63% dari luas keseluruhan Kawasan Budidaya Kehutanan.

Data Spasial Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (persen) dan

0 (derajat). Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil pengolahan

(19)

512000

512000

520000

520000

528000

528000

536000

536000

544000

544000

10280000 10280000

10288000 10288000

10296000 10296000

10304000 10304000

1. Peta Tematik DAS Asahan 2. Peta Dasar Kab. Asahan 3. Peta Tematik Penunjukan Kawasan

BANDAR PULAU BANDAR PASIR BANDOGE

SEI KEPAYANG

PULAU RAKYAT AEK KUASAN AIR JOMAN

BANTU PANE AIR BATU

SIMPANG EMPAT MERANTI TANJUNG BALAI

TANJUNG TIRAM

KISARAN TIMUR KISARAN BARAT

Keterangan :

Sumber Peta :

Peta Lokasi Kabupaten Asahan Skala 1: 55.000

Sangat Curam Agak Curam Curam Landai Datar

4. Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:50.000 PETA KELERENGAN DI KAWASAN

HUTAN LINDUNG KABUPATEN ASAHAN

N

Skala 1:300.000

data ketinggian garis kontur) dengan bersumber pada peta topografi atau peta rupabumi. Pengolahan data kontur untuk menghasilkan informasi kemiringan lereng dapat dilakukan secara manual maupun dengan bantuan komputer apabila telah tersedia data kontur dalam format digital. Kemiringan lereng di DAS Asahan Kabupaten Asahan diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi kemiringan lereng untuk identifikasi lahan kritis.

(20)

520000

520000

540000

540000

560000

560000

580000

580000

600000

600000

10280000 10280000

10300000 10300000

10320000 10320000

10340000 10340000

Keterangan : Peta Lokasi Sumatera Utara

Skala 1: 000.000

KAB. HUMBANG HASUNDUTAN

KAB. TAPANULI SELATAN KAB. LABUHAN BATU KAB. ASAHAN

KAB. MANDAILING NATAL KAB. TAPANULI

UTARA KAB. TOBASA KAB. SIMALUNGUN

KAB. TAPANULI TENGAH KAB. DAIRI KAB. KARO

4. Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:50.000

Datar Landai Curam Agak Curam Sangat Curam

Sumber Peta : 1. Peta Tematik DAS Asahan 2. Peta Dasar Kab. Asahan 3. Peta Tematik Penunjukan Kawasan PETA KELERENGAN PADA KAWASAN

BUDIDAYA KABUPATEN ASAHAN

N

Skala 1:750.000

Gambar 10. Peta Kelerengan di Kawasan Budidaya Kehutanan

Berdasarkan hasil yang ditampilkan oleh Gambar 9 dan Gambar 10, maka berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng dapat diketahui sebaran luas arahan fungsi lahan. Sebaran luas arahan fungsi lahan berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng disajikan dalam tabel berikut.

(21)

Tabel 8. Klasifikasi Kemiringan Lereng

Kelas Kemiringan Lereng (%)

Skor

Luas (Ha) Luas (%)

HL KBK HL KBK

Datar < 8 5 84,3 35.847,43 0.24 41.08

Landai 8 - 15 4 843,24 15.015,24 2.42 17.21

Agak Curam 16 - 25 3 7.051,35 15.676,66 20.27 21.40 Curam 26 - 40 2 4.682,95 11.682,68 13.46 13.39 Sangat Curam > 40 1 22.110,34 6.024,29 63.58 6.91

Faktor kelerengan berperan besar terhadap penentuan kelas kekritisan lahan. Semakin tinggi kemiringan lereng, maka pengaruhnya terhadap kekritisan lahan juga akan semakin besar. Faktor kelerengan untuk arahan fungsi kawasan Hutan Lindung lebih berpengaruh besar dibandingkan dengan arahan fungsi Kawasan Budidaya Kehutanan. Hal ini terlihat dari besarnya nilai bobot yang diberikan pada arahan fungsi kawasan pada Hutan Lindung sebesar 20. Sedangkan untuk arahan fungsi KBK sebesar 10.

Berdasarkan klasifikasi tersebut keadaan topografi Kabupaten Asahan untuk arahan fungsi lahan Hutan Lindung kelas kemiringan lereng yang paling mendominasi adalah kelas “sangat curam” yakni dengan luasan sebesar 22.110,34Ha atau 63,58 % dari keseluruhan luas Hutan Lindung di Kabupaten Asahan. Untuk arahan fungsi areal Kawasan Budidaya Kehutanan., kelas kemiringan lereng “datar” yang paling banyak dijumpai yakni sebesar 35.847,43Ha atau 41,08% dari luas keseluruhan Kawasan Budidaya Kehutanan.

(22)

Data Spasial Tingkat Erosi

Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ke tempat lain. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Secara umum, terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim (terutama intensitas hujan), topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup tanah, dan tata guna lahan.

Data spasial tingkat erosi diperoleh dari pengolahan data spasial sistem lahan (land system). Setiap poligon (unit pemetaan) land system mempunyai data atribut yang salah satunya berisikan informasi tentang bahaya erosi. Adapun luas secara rinci masing-masing kelas tingkat bahaya erosi dapat dilihat pada peta dan dalam tabel berikut.

(23)

Peta Lokasi Kabupaten Asahan Skala 1: 55.000

Sumber Peta :

Keterangan :

BANDAR PULAU BANDAR PASIR BANDOGE

SEI KEPAYANG

PULAU RAKYAT AEK KUASAN AIR JOMAN

BANTU PANE AIR BATU

SIMPANG EMPAT MERANTI TANJUNG BALAI

TANJUNG TIRAM

KISARAN TIMUR KISARAN BARAT

1. Peta Tematik DAS Asahan 2. Peta Dasar Kab. Asahan 3. Peta tematik intensitas curah hujan

4. Peta Tematik Jenis Tanah 5. Peta Tematik Penggunaan Lahan 6. Peta tematik Kelerengan

512000

512000

520000

520000

528000

528000

536000

536000

544000

544000

10280000 10280000

10288000 10288000

10296000 10296000

10304000 10304000PETA BAHAYA EROSI DI KAWASAN

HUTAN LINDUNG KABUPATEN ASAHAN

N

Skala 1:300.000

Ringan Sedang Berat

Sangat Berat

Gambar 11. Peta Kelerengan di Kawasan Hutan Lindung

(24)

KAB. HUMBANG HASUNDUTAN

KAB. TAPANULI SELATAN KAB. LABUHAN BATU KAB. ASAHAN

KAB. MANDAILING NATAL KAB. TAPANULI

UTARA KAB. TOBASA KAB. SIMALUNGUN

KAB. TAPANULI TENGAH KAB. DAIRI KAB. KARO

520000

520000

540000

540000

560000

560000

580000

580000

600000

600000

10280000 10280000

10300000 10300000

10320000 10320000

10340000 10340000

Peta Lokasi Sumatera Utara Skala 1: 10.000.000

Keterangan :

Ringan Sedang Berat

Sangat Berat

4. Peta Tematik Jenis Tanah 5. Peta Tematik Penggunaan Lahan 6. Peta tematik Kelerengan 1. Peta Tematik DAS Asahan

2. Peta Dasar Kab. Asahan 3. Peta tematik intensitas curah hujan Sumber Peta :

PETA BAHAYA EROSI PADA KAWASAN BUDIDAYA KABUPATEN ASAHAN

N

Skala 1:800.000

Gambar 12. Peta Bahaya Erosi di Kawasan Budidaya Kehutanan

(25)

Tabel 9. Klasifikasi Tingkat Erosi Kelas Tingkat

Erosi

Skor

Luas (Ha) Luas (%)

HL KBK HL KBK

Ringan 5 30388.49 584.156,87 87.46 85.65 Sedang 4 3651.55 18.135,73 10.51 2.66

Berat 3 137.55 29.367,50 0.396 4.30

Sangat Berat 2 569.03 50.320,11 1.63 7.38

Dari hasil tabulasi diatas kelas tingkat erosi di Kabupaten Asahan masih termasuk kelas erosi “ringan”. Pada arahan fungsi lahan Kawasan Budidaya Kehutanan yang mengalami erosi sangat berat adalah seluas 50.320,11Ha atau 7.38% dari luas total Kawasan Budidaya Kehutanan. Sedangkan pada arahan fungsi lahan kawasan Hutan lindung terdapat 569,03Ha termasuk kelas erosi “ Sangat Berat”.

Kriteria Manajemen.

Manajemen merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan hutan, yang dinilai berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan, pengamanan dan pengawasan serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan. Data tersebut diperoleh melalui checking lapangan dengan sistem sampling. Data hasil survei tersebut diolah untuk dijadikan sebagai updateting data yang sudah ada. Sesuai dengan karakternya, data tersebut juga merupakan data atribut. Manajemen pada prinsipnya merupakan data atribut yang berisi informasi mengenai aspek

(26)

manajemen kawasan hutan di Kabupaten Asahan akan tetapi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Pematangsiantar, manajemen pengelolaan untuk Das Asahan masit tergolong sedang, atau dalam besarannya dikatakan tidak lengkap. Bobot yang diberikan untuk penunjukan fungsi Kawasan Budidaya Kehutanan bobot yang diberikan lebih besar yakni 30 dibandingkan untuk penunjukan fungsi Hutan Lindung sebesar 10.

TINGKAT KEKRITISAN LAHAN.

Menurut Direktorat Rehabilitasi dan Reboisasi Lahan Kritis (1997), lahan kritis didefenisikan sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai batas yang ditentukan/ diharapkan (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Labuhan Batu, 2002). Sedangkan Mahfudz (2001) menyataka secara umum ciri utama lahan kritis adalah gundul, berkesan gersang dan bahkan batuan-batuan dipermukaan tanah, topografi lahan pada umumnya berbukit atau berlereng curam.

Berdasarkan peta penunjukan kawasan, secara keseluruhan luas total kawasan hutan Kabupaten Asahan yakni ±119092Ha. Untuk kawasan hutan tingkat kekritisan di Kabupaten Asahan didominasi oleh tingkat kekritisan lahan potensial kritis pada arahan fungsi Kawasan Budidaya Kehutanan seluas

±59.795,03Ha. Jika lahan kritis merupakan kelompok dari kelas kekritisan agak kritis, kritis, hingga sangat kritis maka luas lahan kritis yang terbesar terdapat di arahan fungsi Kawasan Budidaya Kehutanan, yaitu sebesar ±13872.13ha atau

±16.44% dari total luas KBK. Pada arahan fungsi hutan lindung, luas lahan kritis sebesar ±167.22ha atau ±0.48% dari total luasan Hutan Lindung.

(27)

520000

520000

540000

540000

560000

560000

580000

580000

600000

600000

10280000 10280000

10300000 10300000

10320000 10320000

10340000 10340000

Sumber Peta : 1. Peta Tematik Kelas Kelerengan 2. Peta Tematik Behaya Erosi 3 Peta Tematik Penutupan Lahan 4. Peta Tematik Manajemen

Agak Kritis Kritis

Potensial Kritis Sangat Kritis Tidak Kritis

Keterangan : Peta Lokasi Sumatera Utara

Skala 1: 10.000.000

KAB. HUMBANG HASUNDUTAN

KAB. TAPANULI SELATAN KAB. LABUHAN BATU KAB. ASAHAN

KAB. MANDAILING NATAL KAB. TAPANULI

UTARA KAB. TOBASA KAB. SIMALUNGUN

KAB. TAPANULI TENGAH KAB. DAIRI KAB. KARO

PETA TINGKAT KEKRITISAN KAWASAN HUTAN KABUPATEN ASAHAN

N

Skala 1:650.000

A P L

Gambar 13. Peta Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Hutan Kab. Asahan

(28)

Adapun secara rinci tingkat kekritisan lahan pada Kawasan hutan di Kabupaten Asahan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 10. Klasifikasi Kekritisan Lahan Secara Keseluruhan untuk Kawasan Hutan Kabupaten Asahan.

Tingkat Kekritisan

Lahan

Luas (Ha) Luas (%)

HL

KBK

HL

KBK

HP HPK HPT HP HPK HPT

Sangat

Kritis 135.7 670.59 312.75 240.8 0.38 2.3 1.43 0.72 Kritis 6.77 4711.41 422.72 85.21 1.91 16.17 1.93 0.26 Agak

Kritis 24.75 243.28 2588.9 4596.47 0.069 0.83 11.81 13.81 Potensial

Kritis 33.943.62 19972.4 16344.58 23478.05 95.77 68.53 74.55 70.55 Tidak

Kritis 661.37 3543.86 2254.14 4879.39 1.86 12.16 10.28 14.66 Total 34747.46 29141.54 21923.09 33279.92

Dari hasil tabulasi tingkat kekritisan lahan potensial kritis merupakan yang mendominasi untuk tingkat kekritisan Kawasan Hutan Kabupaten Asahan secara keseluruhan. Sementara itu areal fungsi Hutan Produksi Konservasi (HPK) merupakan kawasan hutan terluas (33279.92Ha), akan tetapi lahan kritis terluas berada di kawasan areal fungsi Hutan Produksi Terbatas yakni seluas 5.625,28Ha, 4.72% dari total luas Kawasan hutan Kab. Asahan yang terdiri dari HL, HP, HPK, dan HPT. Dari hasil kalkulasi total lahan kritis di areal hutan Kab. Asahan sebesar 13.872,13Ha atau 11.64% dari total luas Kawasan hutan.

(29)

Pada umumnya, penduduk yang tinggal di kawasan hutan relatif miskin hal ini disebabkan pemberdayaan tanah kritis tersebut berhubungan erat dengan masalah kemiskinan penduduknya, tingginya kepadatan populasi, kecilnya luas lahan, kesempatan kerja terbatas dan lingkungan yang terdegradasi. Oleh karena itu perlu diterapkan sistem pertanian berkelanjutan dengan melibatkan penduduk dan kelembagaan (Mahfudz, 2001). Meluasnya lahan kritis disebabkan oleh beberapa hal antara lain tekanan penduduk, perluasan areal pertanian yang tidak sesuai, perladangan berpindah, padang penggembalaan yang berlebihan, pengelolaan hutan yang tidak baik, dan pembakaran yang tidak terkendali (Mahfudz, 2001).

Fujisaka dan Carrity (1989) dalam Mahfudz (2001) mengemukakan bahwa masalah utama yang dihadapi di lahan kritis antara lain adalah lahan mudah tererosi, tanah bereaksi masam dan miskin unsur hara.

Permasalahan yang diperkirakan masih dihadapi dalam pembangunan kehutanan pada tahun 2007 adalah: (1) masih lemahnya kapasitas kelembagaan pengelola sumber daya hutan khususnya di tingkat lapangan sehingga pengelolaan hutan yang berkelanjutan (sustainable forest management/SFM) masih belum dapat dilaksanakan dengan baik; (2) belum optimalnya pemanfaatan aneka fungsi hutan karena pengelolaan hutan masih bertumpu pada hasil hutan kayu; (3) masih belum selesainya restrukturisasi industri kehutanan sehingga permintaan bahan baku kayu dari industri dalam negeri jauh melebihi kemampuan penyediaan yang berkelanjutan; (4) masih lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran UU dan peraturan yang terkait dengan kehutanan sehingga kasus-kasus pembalakan

(30)

pembakaran hutan, konversi kawasan hutan , dll masih sering terjadi; (5) kurangnya pelibatan dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan, antara lain karena tidak jelasnya pelaksanaan aturan kerjasama pemerintah dan masyarakat, serta kondisi kemiskinan masyarakat sehingga cenderung mudah dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan-kegiatan ilegal; (6) kurang efektifnya pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan kritis, perlindungan dan konservasi, penatagunaan kawasan hutan, dan lain-lain. Keseluruhan permasalahan tersebut juga berlaku untuk Kaupaten Asahan oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya rehabilitasi hutan dan lahan, serta rekomendasi kegiatan- kegiatan pengolahan lahan dengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah, upaya melestarikan dan mempertahankan keberadaan hutan.

(31)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Luas penggunaan lahan kawasan hutan di Kabupaten asahan dengan pembagian fungsi kawasan Hutan Produksi (HP) seluas 21.511,84Ha, Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 37907.77Ha dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 21.967,53, Hutan lindung (HL) seluas 347.47,46Ha dan areal penggunaan lain (APL) seluas 592.425,05ha.

2. Tingkat kekritisan lahan potensial kritis merupakan yang mendominasi untuk tingkat kekritisan Kawasan Hutan Kabupaten Asahan secara keseluruhan yakni seluas 99306.96Ha atau 85,5% dari luas total kawasan hutan yang ad di Kabupaten Asahan.

3. Luas lahan kritis pada fungsi kawasan Hutan Lindung seluas ±167.22ha atau ±0.48% dari total keseluruhan luas kawasan hutan lindung menurut SK MenHut No.44/MenHut-II/2005.

4. Luas lahan kritis pada fungsi Kawasan Budidaya Kehutanan seluas 6279.32Ha yang terbagi berdasarkan fungsi penunjukan kawasannya yakni Hutan Produksi (HP) seluas 340.47Ha, Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 3279.37Ha dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 2659.48Ha.

(32)

1. Adapun kegiatan identifikasi lahan kritis ini bersifat umum karena bergantung pada ketersediaan data yang sangat terbatas. Hasil identifikasi ini nantinya dapat disempurnakan dengan data yang lebih akurat, dan komprehensif.

2. Tehadap penunjukan fungsi di luar kawasan hutan atau areal penggunaan lain (APL) juga perlu dilakukan pengidentifikasian lahan kritis.

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Liputan Lahan dan Skoringnya
Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Erosi dan Skoringnya Untuk Penentuan    Lahan Kritis.
Tabel 4. Klasifikasi Manajemen dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis
Tabel 5. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Berdasarkan Total Skor  Total Skor Pada:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah kategori bahasa simile berdasarkan unsur pembanding yang terdapat dalam novel Perahu Kertas karya Dewi &#34;Dee&#34; Lestari yakni,

Menurut hukum Islam penentuan nasab kepada kedua orang tua biologisnya adalah anak yang lahir lebih dari enam bulan sejak berlangsungnya akad nikah.. Hal ini

Persaingan bisnis yang dihadapi perusahaan – perusahaan saat ini semakin ketat, sehingga menuntut manajemen perusahaan untuk lebih cermat dala menentukan strategi

Jumlah calon penyedia barang/jasa yang telah mendaftar mengikuti lelang Pengadaan barang modal peralatan dan mesin KPP Pratama Ciamis tahun anggaran 2012

Para Pemegang Saham atau kuasanya yang akan menghadiri Rapat diminta dengan hormat untuk membawa dan menyerahkan Konfirmasi Tertulis Untuk Rapat (KTUR) atau

Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara”, Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Segala puji, syukur serta hormat Penulis hantarkan kepada Yang Maha Pengasih dan Penyayang Tuhan Yesus Kristus, yang atas berkat, hikmat serta akal budi yang Ia

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada penelitian Mohammad dkk meneliti tentang hubungan pola makan bergizi dengan tumbuh kembang anak usia sekolah,