• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi Pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TESIS. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi Pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

73

UJI AKTIVITAS HIPOGLIKEMIK NANO PARTIKEL DAUN TEMURU DAN EKSTRAK DAUN TEMURU (Murraya koenigii (L.) Spreng) TERHADAP TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ALOKSAN SERTA

AKTIVITAS ANTIOKSIDANNYA TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

RINI HANDAYANI NIM 137014008

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

TESIS

(2)

74

UJI AKTIVITAS HIPOGLIKEMIK NANO PARTIKEL DAUN TEMURU DAN EKSTRAK DAUN TEMURU (Murraya koenigii (L.) Spreng) TERHADAP TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ALOKSAN SERTA

AKTIVITAS ANTIOKSIDANNYA

OLEH:

RINI HANDAYANI NIM 137014008

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

75

(4)

76

PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Rini Handayani Nomor Induk Mahasiswa : 137014008

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Uji Aktivitas Hipoglikemik Nano partikel Daun Temuru dan Ekstrak Etanol Daun Temuru (Murraya koenigii (L) Spreng) Terhadap Tikus Putih yang Diinduksi Aloksan Serta Aktivitas Antioksidannya

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Kamis tanggal dua puluh tujuh bulan Agustus tahun dua ribu lima belas.

Mengesahkan:

Tim Penguji Tesis

Ketua Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Karsono., Apt.

Anggota Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt.

(5)

77

UJI AKTIVITAS HIPOGLIKEMIK NANO PARTIKEL DAUN TEMURU DAN EKSTRAK DAUN TEMURU (Murraya koenigii (L.) Spreng) TERHADAP TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ALOKSAN SERTA

AKTIVITAS ANTIOKSIDANNYA ABSTRAK

World Health Organization memperkirakan penderita diabetes mellitus (DM) terus meningkat baik di dunia maupun di Indonesia pada tahun 2030.

Akarbose sebagai antidiabetik DM tipe 2 memiliki efek samping. Pengobatan menggunakan bahan alam dianggap lebih aman dan mempunyai efek samping yang relatif kecil. Aplikasi teknologi nano dalam dunia pengobatan terus meningkat, tetapi belum ditemukan teknologi nano dalam pengolahan simplisia daun temuru.

Tujuan penelitian ini untuk menguji aktivitas hipoglikemik, menentukan golongan senyawa bioaktif, membandingkan aktivitas hipoglikemik, dan mengukur aktivitas antioksidan nano partikel dan ekstrak etanol daun temuru, serta mengetahui pengaruh kadar glukosa darah terhadap kadar kolesterol darah tikus DM.

Nano partikel daun temuru diperoleh menggunakan metode milling selanjutnya karakteristik nano partikel dianalisis menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) dan PSA (Particle Size Analyzer), sedangkan ekstrak etanol daun temuru diperoleh dengan cara maserasi. Uji hipoglikemik menggunakan tikus yang diinduksi dengan aloksan 150 mg/kg bb intraperitoneal. Pengukuran kadar glukosa darah (KGD) tikus menggunakan alat glukotest dan penetapan kadar kolesterol total darah tikus menggunakan metode kolorimetri enzimatik. Penentuan aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl).

Analisis SEM dan PSA menunjukkan bahwa nano partikel daun temuru memiliki permukaan yang halus dan rata dengan rerata ukuran partikel 35,77 ± 36,3 nm. Analisis paired samples statistic menunjukkan bahwa rata-rata penurunan KGD puasa kelompok tikus yang diberikan nano partikel dan ekstrak etanol daun temuru berbeda nyata dengan kelompok kontrol diabetik berturut- turut dengan nilai signifikan 0,003; 0,002, P < 5%. Analisis regresi linier sederhana (RLS) secara statistik menunjukkan peningkatan dan penurunan KGD sebesar 1mg/dL akan meningkatkan atau menurunkan kadar kolesterol total tikus DM sebesar 0,144mg/dL. Skrining fitokimia menunjukkan nano partikel mengandung senyawa bioaktif alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, antrakuinon glikosida, tanin, triterpenoid/steroid, dan ekstrak etanol daun temuru mengandung senyawa bioaktif alkaloid, glikosida, saponin, dan triterpenoid/steroid. Analisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun temuru memiliki IC50 sebesar 34,16 ppm dan IC50 nano partikel sebesar 328,42 ppm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nano partikel dan ekstrak etanol daun temuru dapat menurunkan KGD tikus. Kadar glukosa darah tikus mempengaruhi kadar kolesterol total tikus DM dan aktivitas antioksidan nano partikel lebih besar daripada ekstrak etanol daun temuru.

Kata kunci: hipoglikemik, nano partikel, antioksidan

(6)

78

HYPOGLYCEMIC ACTIVITY TEST NANO PARTICLES TEMURU LEAVEAS AND TEMURU (Murraya koenigii (L.) Spreng) LEAF EXTRACT TO RATS INDUCED ALLOXAN AND THE ANTIOXIDANT

ACTIVITY ABSTRACT

World Health Organization predict that Diabetes Mellitus (DM) keep increasing whether in worldwide or Indonesia in 2030. Acarbose is an antidiabetic for DM type II that has a side effect. Treatment using the natural product is effectiveness and less side effect. Nanotechnology application in medicinal world keep increasing, but the nanotechnology in the leaves of temuru simplex has not been found.

The aim of this study was to evalueted the hypoglycemic activity, determined the bioactive compounds, compared the hypoglycemic activity, and measured the antioxidant activity of nano particles and ethanolic extract of temuru leaves, and to determined the effect of blood glucose level against cholesterol in DM rats.

Nano particles of temuru leaves was obtained using milling method then the characteristic of nano particles was analyzed using SEM (Scanning Electron Microscope) and PSA (Particle Size Analyzer), while the extract was obtained using maceration. Hypoglycemic test was using rats that was induced with intraperitoneal of 150 mg/kg/BW alloxan. Blood glucose level was measured using glucose test instrument and the cholesterol was determined using enzymatic colorimetric method. Antioxidant activity was determined using DPPH (2.2- diphenyl-1-picrylhidrazil).

SEM and PSA analysis showed that the of nano particles temuru leaveas had a soft and flat surface with the average particle size about 35.7±36.3 nm.

Paired samples statistic analysis showed that the decreasing of fasted blood glucose level in the rats group that given nano particles and ethanolic extract of temuru leaves was significantly different with diabetic control group with significant value 0.003;0.002, P < 5%. Simple linier regression statistically showed that the increasing or decreasing of 1 mg/dL blood glucose level will increase or decrease the total cholesterol of 0.144 mg/dL. Phytochemical screening showed nano particles contained alkaloids, flavonoids, glycoside, saponins, antraquinone glycoside, tannin, triterpenoids/steroids, and the extract of temuru leaves contained bioactive compounds such as alkaloids, flavonoids, saponins, and triterpenoids/steroids. Antioxidant activity analysis showed that the IC50 of ethanolic extract of temuru leaves was 34.16 ppm and IC50 of nano particles was 324.43 ppm.

The results indicates that nano particles and ethanolic extract of temuru leaves can decreasing the rats blood glucose level. The blood glucose levellevel in DM rats is influences the total cholesterol and the antioxidant activity of nano particles was higher than the ethanolic extract of temuru leaves.

Keyword: hypoglycemic, nano particles, antioxidant

(7)

79 DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Hipotesis ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

(8)

80

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.6 Kerangka Teori Penelitian ... 9

1.7 Kerangka Pikir Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Uraian tanaman ... ... 14

2.1.1 Habitat dan daerah tumbuh ... ... 14

2.1.2 Sinonim ... 14

2.1.3 Nama daerah ... 14

2.1.4 Sistematika tumbuhan ... 15

2.1.5 Morfologi tanaman ... 15

2.1.6 Kandungan kimia ... 16

2.1.7 Penggunaan tanaman ... 16

2.2 Ekstraksi ... ... 17

2.1.1 Metode ekstraksi... 18

2.3 Diabetes Mellitus ... 20

2.3.1 Klasifikasi diabetes mellitus ... 21

2.3.2 Manifestasi klinik diabetes mellitus ... 24

2.3.3 Diagnostik diabetes mellitus ... 25

(9)

81

2.3.4 Komplikasi diabetes mellitus ... 25

2.3.5 Pengobatan diabetes mellitus ... 26

2.3.5.1 Terapi insulin ... 26

2.3.5.2 Obat Hipoglikemik Oral (OHO) ... 27

2.3.5.2.1 Sulfonilurea ... 27

2.3.5.2.2 Glinide (meglitinide dan turunan fenilalanin) ... 28

2.3.5.2.3 Biguanida ... 28

2.3.5.2.4 Tiazolidondion ... 29

2.3.5.2.5 Inhibitor DPP-4 ... 29

2.3.5.2.6 Penghambat enzim α-glukosidase ... 29

2.3.6 Diabetes mellitus pada hewan uji ... 31

2.4 Radikal bebas ... ... 33

2.4.1 Sumber radikal bebas ... 33

2.5 Antioksidan ... ... 33

2.5.1 Klasifikasi antioksidan ... 35

2.5.1.1 Berdasarkan asal terbentuknya ... 35

2.5.1.2 Berdasarkan fungsinya ... 35

(10)

82

2.5.2 Metode uji aktivitas antioksidan ... 37

2.5.3 Metode DPPH ... ... 37

2.6 Kolesterol... ... 38

2.6.1 Biosintesis kolesterol ... 38

2.6.2 Transfor lipid dalam plasma ... 40

2.6.3 Klasifikasi kadar lipid dalam plasma ... 41

2.6.4 Hiperlipidemia ... 42

2.6.5 Terapi hiperlipidemia ... 43

2.6.6 Metode pengukuran lipid plasma ... 47

2.7 Nanomaterial dan nanoteknologi ... 47

2.7.1 Nanopartikel ... 48

2.7.2 Metode pembuatan nanopartikel ... 48

2.7.3 Keunikan nanopartikel ... 51

BAB III METODE PENELITIAN ... 52

3.1 Alat ... 53

3.2 Bahan-bahan ... ... 54

3.3 Prosedur ... 54

3.3.1 Penyiapan bahan tumbuhan ... 54

3.3.1.1 Pengumpulan bahan tumbuhan ... 54

(11)

83

3.3.1.2 Identifikasi tumbuhan ... 55

3.3.1.3 Pembuatan simplisia daun temuru ... 55

3.3.2 Pembuatan pereaksi ... 55

3.3.2.1 Besi (III) klorida 1%b/v ... 55

3.3.2.2 Larutan asam klorida 2N ... 55

3.3.2.3 Timbal (II) asetat 0,4M ... 55

3.3.2.4 Pereaksi meyer ... 55

3.3.2.5 Pereaksi molish ... 56

3.3.2.6 Pereaksi dragendorf ... 56

3.3.2.7 Larutan kloralhidrat ... 56

3.3.2.8 Larutan pereaksi asam sulfat 2N ... 56

3.3.2.9 Pereaksi bouchardat ... 56

3.3.2.10 Pereaksi lieberman-bouchardat ... 56

3.3.3 Pemeriksaan karakteristik simplisia ... 57

3.3.3.1 Pemeriksaan makroskopik ... 57

3.3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 57

3.3.3.3 Penetapan kadar air ... 57

(12)

84

3.3.3.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 58

3.3.3.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 59

3.3.3.6 Penetapan kadar abu total ... 59

3.3.3.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut asam ... 59

3.3.4 Penentuan golongan senyawa kimia ekstrak etanol daun temuru dan nanopartikel daun temuru ... 60

3.3.4.1 Pemeriksaan alkaloid ... 60

3.3.4.2 Pemeriksaan flavanoid ... 60

3.3.4.3 Pemeriksaan glikosida ... 60

3.3.4.4 Pemeriksaan glikosida antrakinon ... 61

3.3.4.5 Pemeriksaan saponin ... 61

3.3.4.6 Pemeriksaan tanin ... 62

3.3.4.7 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 62

3.3.5 Pembuatan ekstrak etanol dan nanopartikel daun temuru ... 62

3.3.5.1 Pembuatan ekstrak etanol daun temuru ... 62

3.3.5.2 Pembuatan nanopartikel daun temuru ... 63

(13)

85

3.3.6 Pemeriksaan karakteristik nanopartikel ... 64

3.3.6.1 SEM (Scanning Electrone Microscope) ... 64

3.3.6.2 PSA (Particle Size Analyzer) ... 64

3.3.7 Pengujian aktivitas hipoglikemik ... 65

3.3.7.1 Aklimatisasi hewan uji ... 65

3.3.7.2 Pengukuran kadar glukosa darah (KGD) Puasa ... 65

3.3.7.3 Uji Pendahuluan ... 65

3.3.7.4 Penginduksian DM pada tikus dengan aloksan ... 67

3.3.7.5 Pemberian nanopartikel dan ekstrak etanol daun temuru secara peroral (desain eksperimen) ... 67

3.3.8 Analisis aktivitas antioksidan metode DPPH ... 68

3.3.8.1 Pembuatan larutan blangko ... 68

3.3.8.2 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ... 69

3.3.8.3 Penentuan operating time ... 69

3.3.8.4 Pembuatan larutan induk ekstrak dan Nanopartikel daun temuru ... 69

(14)

86

3.3.8.5 Pembuatan larutan uji ... 69

3.3.8.6 Analisis persen pemerangkapan radikal bebas . 69 3.3.8.7 Analisis nilai IC50 ... 70

3.3.9 Pengukuran kolesterol ... 70

3.3.9.1 Cara pengambilan plasma darah tikus ... 70

3.3.9.2 Penetapan kadar kolesterol total ... 71

3.4 Analisis data ... 72

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 73

4.1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 73

4.2 Karakterisasi nanopartikel dan ekstrak daun temuru ... 73

4.3 Skrining fitokimia ... 74

4.4 Karakteristik nano partikel daun temuru ... 76

4.4.1 Pengamatan scanning electron microscopy (SEM) ... 76

4.4.2 Particle size analyzer (PSA) ... 77

4.5 Uji pendahuluan ... 78

4.6 Penginduksian aloksan ... 80

4.7 Aktivitas hipoglikemik nanopartikel dan ekstrak daun temuru pada tikus putih jantan yang diinduksi aloksan ... 81

(15)

87

4.8 Perbandingan aktivitas hipoglikemik nanopartikel dan

ekstrak etanol daun temuru ... 87

4.9 Pengaruh KGD tikus putih jantan terhadap kolesterol total Tikus putih jantan diabetes mellitus ... 89

4.10 Aktivitas antioksidan ... 94

4.10.1 Hasil penentuan panjang gelombang ... 94

4.10.2 Hasil operating time ... 95

4.10.3 Hasil analisis peredaman radikal bebas DPPH oleh Nanopartikel dan ekstrak etanol daun temuru ... 95

4.10.4 Hasil analisis nilai IC50 (inhibitory concentration) Nanopartikel dan ekstrak daun temuru ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

5.1 Kesimpulan ... 101

5.2 Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(16)

88

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Manfaat daun temuru (Murraya koenigii) ... 4 Tabel 2.1 Klasifikasi kadar kolesterol total, LDL, HDL, dan

Trigliserida ... 42 Tabel 2.2 Obat-obat yang mempengaruhi metabolisme lipoprotein,

efek samping, dan kontraindikasi ... 46 Tabel 2.3 Kelebihan dan kekurangan metode pembuatan

nanopartikel ... 50 Tabel 3.1 Matriks rancangan percobaan ... 52 Tabel 3.2 Jumlah sampel, standard, dan reagen kit kolesterol untuk

Pengukuran kadar kolesterol total ... 71 Tabel 4.1 Hasil karakterisasi nanopartikel dan ekstrak etanol daun

temuru ... 73 Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia nanopartikel dan ekstrak etanol

Daun temuru ... 75 Tabel 4.3 Hasil PSA (Particle Size Analyzer) simplisia daun

temuru ... 77 Tabel 4.4 Hasil pengukuran kadar glukosa darah (rerata±SD, n=5)

Tikus putih jantan setiap kelompok perlakuan

setelah penginduksianaloksan ... 81 Tabel 4.5 Hasil analisis anova rerata penurunan darah kadar

glukosa darah (mg/dL) tikus putih jantan yang diberikan

nanopartikel daun temuru setelah penginduksian aloksan ... 83 Tabel 4.6 Hasil analisis anova rerata penurunan darah kadar

glukosa darah (mg/dL) tikus putih jantan yang diberikan ekstrak etanol daun temuru setelah penginduksian

aloksan ... 86

(17)

89

Tabel 4.7 Rerata jumlah penurunan (JP) KGD pada kelompok uji

setiap waktu pengamatan ... 87 Tabel 4.8 Hasil analisis anova perbandingan rerata penurunan

darah kadar glukosa darah (mg/dL) tikus putih jantan setelah penginduksian aloksan yang diberikan

nanopartikel daun temuru ... 88 Tabel 4.9 Hasil pengukuran kadar kolesterol total dan kadar glukosa

Darah (mg/dL) tikus putih jantan diabetes mellitus ... 91 Tabel 4.10 Nilai kenaikan kadar kolesterol total darah tikus putih

jantan DM ... 92 Tabel 4.11 Hasil analisis peredaman radikal bebas oleh

nanopartikel dan ekstrak etanol daun temuru ... 96 Tabel 4.12 Hasil persamaan regresi linier nanopartikel dan ekstrak

daun temuru ... 97 Tabel 4.13 Nilai IC50 nanopartikel dan ekstrak etanol daun temuru ... 97 Tabel 4.14 Kategori nilai IC50 sebagai antioksidan ... 97

(18)

90

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Diagram kerangka teori penelitian ... 10

Gambar 1.2 Diagram kerangka pikir penelitian ... 11

Gambar 2.1 Daun temuru ... 16

Gambar 2.2 Struktur kimia akarbose ... 30

Gambar 4.1 Morfologi nanopartikel daun temuru menggunakan SEM .... 77

Gambar 4.2 Grafik penurunan kadar glukosa darah pada uji pendahuluan 78 Gambar 4.3 Aktivitas hipoglikemik nanopartikel dan ekstrak daun temuru tikus putih jantan setelah penginduksian aloksan ... 81

Gambar 4.3 Kurva serapan maksimal larutan DPPH 40 ppm dalam etanol secara spektrofotometri visibel ... 93

(19)

91

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Identifikasi tumbuhan temuru ... 113

Lampiran 2 Gambar tumbuhan temuru ... 114

Lampiran 3 Bahan uji nanopartikel daun temuru ... 115

Lampiran 4 Mikroskopik serbuk simplisia daun temuru ... 116

Lampiran 5 Bagan pembuatan ekstrak simplisia serbuk daun temuru . 117 Lampiran 6 Bagan pembuatan nanopartikel daun temuru ... 118

Lampiran 7 Hasil analisis morfologi daun temuru menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy) ... 119

Lampiran 8 Hasil analisis ukuran partikel serbuk daun temuru ... 120

Lampiran 9 Persetujuan etik penelitian kesehatan ... 121

Lampiran 10 Perhitungan pemeriksaan karakteristik nanopartikel dan ekstrak daun temuru ... 122

Lampiran 11 Contoh perhitungan dosis pada tikus ... 130

Lampiran 12 Hasil aktivitas antioksidan ... 132

Lampiran 13 Perhitungan nilai IC50 ... 139

Lampiran 14 Hasil pengukuran kolesterol total darah tikus diabetes mellitus ... 141

Lampiran 15 Hasil analisis Tukey HSD ... 143

Lampiran 16 Uji anova pengaruh KGD terhadap kolesterol tikus diabetes mellitus ... 154

Lampiran 17 Analisis Paired Samples Statistic ... 155

(20)

77

UJI AKTIVITAS HIPOGLIKEMIK NANO PARTIKEL DAUN TEMURU DAN EKSTRAK DAUN TEMURU (Murraya koenigii (L.) Spreng) TERHADAP TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ALOKSAN SERTA

AKTIVITAS ANTIOKSIDANNYA ABSTRAK

World Health Organization memperkirakan penderita diabetes mellitus (DM) terus meningkat baik di dunia maupun di Indonesia pada tahun 2030.

Akarbose sebagai antidiabetik DM tipe 2 memiliki efek samping. Pengobatan menggunakan bahan alam dianggap lebih aman dan mempunyai efek samping yang relatif kecil. Aplikasi teknologi nano dalam dunia pengobatan terus meningkat, tetapi belum ditemukan teknologi nano dalam pengolahan simplisia daun temuru.

Tujuan penelitian ini untuk menguji aktivitas hipoglikemik, menentukan golongan senyawa bioaktif, membandingkan aktivitas hipoglikemik, dan mengukur aktivitas antioksidan nano partikel dan ekstrak etanol daun temuru, serta mengetahui pengaruh kadar glukosa darah terhadap kadar kolesterol darah tikus DM.

Nano partikel daun temuru diperoleh menggunakan metode milling selanjutnya karakteristik nano partikel dianalisis menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) dan PSA (Particle Size Analyzer), sedangkan ekstrak etanol daun temuru diperoleh dengan cara maserasi. Uji hipoglikemik menggunakan tikus yang diinduksi dengan aloksan 150 mg/kg bb intraperitoneal. Pengukuran kadar glukosa darah (KGD) tikus menggunakan alat glukotest dan penetapan kadar kolesterol total darah tikus menggunakan metode kolorimetri enzimatik. Penentuan aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl).

Analisis SEM dan PSA menunjukkan bahwa nano partikel daun temuru memiliki permukaan yang halus dan rata dengan rerata ukuran partikel 35,77 ± 36,3 nm. Analisis paired samples statistic menunjukkan bahwa rata-rata penurunan KGD puasa kelompok tikus yang diberikan nano partikel dan ekstrak etanol daun temuru berbeda nyata dengan kelompok kontrol diabetik berturut- turut dengan nilai signifikan 0,003; 0,002, P < 5%. Analisis regresi linier sederhana (RLS) secara statistik menunjukkan peningkatan dan penurunan KGD sebesar 1mg/dL akan meningkatkan atau menurunkan kadar kolesterol total tikus DM sebesar 0,144mg/dL. Skrining fitokimia menunjukkan nano partikel mengandung senyawa bioaktif alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, antrakuinon glikosida, tanin, triterpenoid/steroid, dan ekstrak etanol daun temuru mengandung senyawa bioaktif alkaloid, glikosida, saponin, dan triterpenoid/steroid. Analisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun temuru memiliki IC50 sebesar 34,16 ppm dan IC50 nano partikel sebesar 328,42 ppm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nano partikel dan ekstrak etanol daun temuru dapat menurunkan KGD tikus. Kadar glukosa darah tikus mempengaruhi kadar kolesterol total tikus DM dan aktivitas antioksidan nano partikel lebih besar daripada ekstrak etanol daun temuru.

Kata kunci: hipoglikemik, nano partikel, antioksidan

(21)

78

HYPOGLYCEMIC ACTIVITY TEST NANO PARTICLES TEMURU LEAVEAS AND TEMURU (Murraya koenigii (L.) Spreng) LEAF EXTRACT TO RATS INDUCED ALLOXAN AND THE ANTIOXIDANT

ACTIVITY ABSTRACT

World Health Organization predict that Diabetes Mellitus (DM) keep increasing whether in worldwide or Indonesia in 2030. Acarbose is an antidiabetic for DM type II that has a side effect. Treatment using the natural product is effectiveness and less side effect. Nanotechnology application in medicinal world keep increasing, but the nanotechnology in the leaves of temuru simplex has not been found.

The aim of this study was to evalueted the hypoglycemic activity, determined the bioactive compounds, compared the hypoglycemic activity, and measured the antioxidant activity of nano particles and ethanolic extract of temuru leaves, and to determined the effect of blood glucose level against cholesterol in DM rats.

Nano particles of temuru leaves was obtained using milling method then the characteristic of nano particles was analyzed using SEM (Scanning Electron Microscope) and PSA (Particle Size Analyzer), while the extract was obtained using maceration. Hypoglycemic test was using rats that was induced with intraperitoneal of 150 mg/kg/BW alloxan. Blood glucose level was measured using glucose test instrument and the cholesterol was determined using enzymatic colorimetric method. Antioxidant activity was determined using DPPH (2.2- diphenyl-1-picrylhidrazil).

SEM and PSA analysis showed that the of nano particles temuru leaveas had a soft and flat surface with the average particle size about 35.7±36.3 nm.

Paired samples statistic analysis showed that the decreasing of fasted blood glucose level in the rats group that given nano particles and ethanolic extract of temuru leaves was significantly different with diabetic control group with significant value 0.003;0.002, P < 5%. Simple linier regression statistically showed that the increasing or decreasing of 1 mg/dL blood glucose level will increase or decrease the total cholesterol of 0.144 mg/dL. Phytochemical screening showed nano particles contained alkaloids, flavonoids, glycoside, saponins, antraquinone glycoside, tannin, triterpenoids/steroids, and the extract of temuru leaves contained bioactive compounds such as alkaloids, flavonoids, saponins, and triterpenoids/steroids. Antioxidant activity analysis showed that the IC50 of ethanolic extract of temuru leaves was 34.16 ppm and IC50 of nano particles was 324.43 ppm.

The results indicates that nano particles and ethanolic extract of temuru leaves can decreasing the rats blood glucose level. The blood glucose levellevel in DM rats is influences the total cholesterol and the antioxidant activity of nano particles was higher than the ethanolic extract of temuru leaves.

Keyword: hypoglycemic, nano particles, antioxidant

(22)

92 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) saat ini merupakan masalah kesehatan utama di dunia (Chatterji, et al., 2010). WHO memperkirakan penderita DM terus meningkat di dunia (Singh, et al., 2012) pada tahun 2025 dari 194 juta jiwa menjadi 333 juta jiwa dan di Indonesia diperkirakan akan terjadi peningkatan penderita DM di tahun 2030 menjadi 21,3 juta jiwa (Depkes RI, 2008). DM merupakan penyakit degeneratif yang tidak dapat disembuhkan namun kadar glukosa darah dapat dikontrol dengan melaksanakan diet, olah raga (Midhet, et al., 2011), dan obat-obatan. Pengobatan DM dapat dilakukan dengan pemberian obat sintetik dan atau obat tradisional.

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya dengan keanekaragaman hayati nomor empat setelah Brazil, Columbia, dan China (Mitra, et al., 2007). Keanekaragaman hayati ini memberi peluang besar untuk ditemukan dan dikembangkannya obat-obat tradisional dengan khasiat yang besar, efek samping yang kecil, dan toksisitas yang rendah. Telah banyak dilakukan penelitian dan membuktikan bahwa senyawa fitokimia dapat berperan sebagai agen antidiabetik. Senyawa fitokimia tersebut bekerja dengan menginduksi sekresi insulin, memperbaiki fungsi insulin atau sebagai inhibitor α-glukosidase (Talreja dan Kaur, 2014; Andriani, 2011; Vinuthan, et al., 2004).

Alfa glukosidase adalah enzim yang berperan pada hidrolisis karbohidrat makanan menjadi glukosa dan monosakarida lainnya. Pada penderita DM,

(23)

93

inhibisi terhadap enzim ini menyebabkan absorbsi glukosa terhambat, sehingga menurunkan kadar glukosa darah postprandial (Sanusi, 2002).

Akarbose adalah obat sintetik yang mempunyai mekanisme kerja menghambat kerja enzim α-glukosidase yang terdapat pada brush border di permukaan membran usus halus. Dengan pemberian akarbose, maka pemecahan karbohidrat menjadi glukosa di usus akan berkurang, dengan sendirinya kadar glukosa darah akan berkurang (Rahman, 2011). Akarbose sebagai antidiabetik telah banyak digunakan untuk penderita DM tipe 2 tetapi banyak pasien mengeluh tidak nyaman dengan efek samping obat ini yaitu flatulensi, diare, dan sakit perut (Hollander, et al., 1997). Pengobatan menggunakan bahan alam dianggap lebih aman dan mempunyai efek samping yang relatif kecil (Sudha, 2013; Chatterji, et al, 2010; Tembhurne dan Sakarkar, 2010).

Beberapa senyawa fitokimia telah terbukti dapat menghambat enzim α- glukosidase, seperti Alkaloid (Petal, et al., 2012), Polifenol (Sindhu, et al., 2013), Flavanoid, dan Triterpens (Febrinda, dkk., 2013). Sepuluh tanaman dari familia Rubiaceae dan lima tanaman dari familia Apocynaceae juga mempunyai aktivitas antidiabetik dengan cara menghambat enzim α-glukosidase. Kandungan senyawa kimia yang banyak ditemukan pada ekstrak etanol 80% dari lima simplisia familia apocynaceae adalah tanin, glikosida, saponin, dan antrakinon. Sepuluh tanaman dari familia rubiaceae mengandung terpenoid, tanin, glikosida, dan antrakinon (Yuliastuti, 2011). Senyawa fitokimia alkaloid, terpen, saponin, tannin, glikosida, flavonoid, dan kuinon menghambat enzim α-glukosidase (Elya, 2012; Pasaribu, 2011). Daun temuru mengandung alkaloid (Amin, et al., 2013; Nagappan, et al., 2011; Bakar, et al., 2007). Ekstrak air dan ekstrak etanol menunjukkan daun

(24)

94

temuru memiliki kandungan fenol, sterol dan steroid, saponin, kuinon, alkaloid, flavanoid, tanin, dan minyak atsiri (Shalini dan Puspha, 2013; Katoch, et al., 2012).

Diabetes kronis terbukti meningkatkan stres oksidatif yang mengakibatkan berkurangnya jumlah glucose transporter (GLUT) dan berdampak pada peningkatan resistensi insulin, lemahnya insulin signaling dan mengganggu sekresi insulin oleh sel β pankreas (Kaneto, et al., 1999). Defisiensi insulin pada penderita DM menyebabkan proses metabolisme tubuh terganggu (Sharma, et al, 2011: WHO, 1999) yang mengakibatkan mobilisasi asam lemak bebas dari jaringan adiposa meningkat sehingga produksi LDL-kolesterol meningkat (Febrinda, dkk., 2013).

Penggunaan senyawa antioksidan semakin berkembang, baik untuk makanan maupun untuk pengobatan seiring dengan bertambahnya pengetahuan tentang aktivitas radikal bebas (Boer, 2000). Antioksidan memiliki fungsi untuk menghentikan atau memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas yang terdapat di dalam tubuh, sehingga dapat menyelamatkan sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas (Rohmatussolihat, 2009).

Antioksidan bermanfaat menurunkan resiko komplikasi akibat DM tipe 2 dan mengurangi resistensi insulin (Ridwan, dkk., 2012). Berbagai penelitian membuktikan bahwa senyawa fenol dan flavanoid dalam tumbuhan mampu menangkal radikal bebas (Gill dan Sharma, 2014; Amin, et al., 2013). Daun temuru mengandung senyawa fenolik dan flavanoid. Beberapa penelitian membuktikan daun temuru mempunyai aktivitas antioksidan (Gill dan Sharma,

(25)

95

2014; Sivakumar dan Meera, 2013; Shalini dan Puspha, 2013; Smerq dan Sharma, 2011; Tembhurne dan Sakarkar, 2010).

Penggunaan obat tradisional merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang kita dari generasi ke generasi. Temuru atau sering disebut dengan daun kari selain digunakan sebagai rempah (bumbu masak) juga sering digunakan sebagai jamu pengobatan alternatif. Daun temuru dipakai sebagai bahan baku dalam hampir semua obat tradisional India, yang berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit antara lain pusing-pusing, sakit perut, kulit gatal, digigit serangga, mual, diare dan disentri (Gul, et al., 2012), antiemetik, karminativum (Singh, et al., 2012), influenza, reumatik, obat luka, gigitan ular, dan diabetes (Kong, et al., 1986). Di Indonesia pemanfaatan daun temuru sebagai obat belum dikenal luas, terutama pada masyarakat daerah Sumatera yang kerap menggunakan daun temuru sebagai rempah.

Beberapa penelitian telah menunjukkan daun temuru (Murraya koenigii (L.) Spreng) mempunyai banyak manfaat untuk pengobatan diabetes, kolesterol, dan antioksidan dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Manfaat daun temuru (Murraya koenigii) N

o

Bahan uji

Pengujian Dosis Induksi hasil Refe-

Rensi

1 2 3 4 5 6 7

1 Daun temur u

KGD dan insulin

plasma

200 dan 600

mg/kg bb p.o

Aloksan Menurunkan

KGD dan meningkatkan

insulin plasma

(a)

2 Daun temur u

Efek

hipoglikemik dan

antiobesitas

300 dan 500

mg/kg bb

Makanan tinggi lemak dan glukosa 1g/kg bb tikus

Menurunkan KGD, kolesterol

total, dan trigliserida darah

(b)

(26)

96 3 Daun

temur u

Efek

antidiabetik

100 dan 200mg/kg bb

Streptozo - tocin

Menurunkan KGD

(c)

Tabel 1.1 (sambungan)

1 2 3 4 5 6 7

4 Daun temur u

Khasiat ekstrak metanol-air

100 dan 200mg/kg bb

Aloksan Menurunkan KGD, trigliserida,

LDL, dan VLDL darah

(d )

5 Daun temur u

Efek

protektif dan kemungkina n mekanisme antioksidan

300 dan 500mg/kg bb

Streptozo- tocin

Menurunkan

KGD dan menghambat

lipid

peroksidase

(e)

6 Daun temur u

Efek hipoglikemi k

100, 200, 300, dan 400 mg/kg bb

Streptozotoci n

Menurunkan KGD

(f)

7 Daun temur u

Aktivitas antioksidan

12,5

; 25; 50;

dan 100 mg/kg bb

Timbal pada hati, ginjal, dan jantung

Memberikan perlindungan terhadap hati, ginjal, jantung melalui

aktivitas antioksidannya

(g )

8 Daun temur u

Aktivitas antioksidan terhadap tikus DM

25mg Streptozotoci n

- Menunjukkan aktivitas hipoglikemik - Meningkatka

n fungsi sel β pankreas - Mengurangi

glikogenesis dan

glukoneogene sis

(h )

9 Daun temur u

Efek daun kari terhadap kadar

glukosa darah mencit

50%mL/10

g bb, 70%mL/10

g bb, 90%mL/10

g bb

Aloksan - KGD turun

diduga

karena zat aktif berupa antioksidan

(i)

Keterangan: KGD (kadar glukosa darah); (a) Vinuthan, et al., 2004, (b) Tembhurne dan Sakarkar, 2012, (c) Amin, et al., 2013, (d) Jayakumar dan Ganesh, 2012, (e) Tembhurne dan sakarkar, 2010,

(27)

97

(f) Chatterji, et al., 2010, (g) Ghosh, et al., 2012, (h) Sudha, et al., 2013, (i) Fauziah, et al., 2014.

WHO merekomendasikan dan mempromosikan obat tradisional/herbal dalam program perawatan kesehatan alami karena mudah tersedia dengan biaya rendah, dan relatif aman. WHO menekankan perlunya untuk memastikan kontrol kualitas produk tanaman obat dengan menggunakan teknik-teknik modern dan menerapkan standar yang sesuai (Rasheed, et al., 2012).

Aplikasi teknologi nano dalam dunia ilmu pengetahuan terutama dunia pengobatan terus meningkat (Lanimarta, 2012). Telah banyak dilaporkan penelitian yang membuktikan daun temuru mempunyai khasiat obat, tetapi belum ditemukan teknologi nano dalam pengolahan simplisia. Di Indonesia teknologi nanopartikel terutama untuk herbal masih belum dikembangkan (Prasetyorini, dkk., 2011). Nanopartikel adalah partikel padat dengan ukuran 1- 1000 nm (Fernandez, 2011).

Ukuran partikel suatu obat secara klinik dapat mempengaruhi pelepasan zat aktif (Moechtar, 1990). Berkurangnya ukuran partikel akan meningkatkan kelarutan obat (Soppimath, 2001), ini disebabkan karena luas permukaan partikel menjadi lebih besar dan sifat partikel menjadi berubah, sehingga dapat meningkatkan bioavailibilitas obat di dalam tubuh (Dewandari, dkk., 2013).

Bentuk dan ukuran partikel mempengaruhi proses kelarutan, absorbsi dan distribusi obat, oleh sebab itu bentuk dan ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas`obat, (Prasetyorini, dkk., 2011).

Teknologi nano dalam pengolahan simplisia bahan alam dapat memberikan banyak keuntungan diantaranya absorbsi dan bioavailibilitas obat meningkat, efek samping akibat penggunaan pelarut dapat dihindari (Sahu,

(28)

98

2013), proses penyediaan produk lebih cepat, lebih ekonomis, dan ramah lingkungan. Oleh sebab itu, melalui kegiatan penelitian ini akan dikembangkan inovasi teknologi sediaan nanopartikel daun temuru dengan aktivitas hipoglikemik dan aktivitas antioksidan yang tinggi.

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian Perbandingan Uji Aktivitas Hipoglikemik dan Aktivitas Antioksidan Nanopartikel dan Ektrak daun Temuru (Murraya koenigii (L.) Spreng) terhadap Tikus Putih yang diinduksi Aloksan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. apakah nanopartikel daun temuru dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus putih diabetes mellitus?

b. apakah ekstrak etanol daun temuru dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus putih diabetes mellitus?

c. golongan senyawa bioaktif apakah yang terkandung dalam nanopartikel dan ekstrak etanol daun temuru?

d. apakah aktivitas hipoglikemik nanopartikel daun temuru lebih besar daripada aktivitas hipoglikemik ekstrak etanol daun temuru?

e. apakah aktivitas antioksidan nanopartikel daun temuru lebih besar daripada ekstrak etanol daun temuru?

f. apakah peningkatan dan penurunan kadar glukosa darah tikus diabetes mellitus mempengaruhi kadar kolesterol darah tikus putih diabetes mellitus?

(29)

99 1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah maka hipotesis penelitian ini adalah:

a. nanopartikel daun temuru dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus putih diabetes mellitus.

b. ekstrak etanol daun temuru dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus putih diabetes mellitus.

c. golongan senyawa bioaktif yang terkandung dalam nanopartikel dan ekstrak etanol daun temuru adalah alkaloid, flavanoid, tanin, dan saponin.

d. aktivitas hipoglikemik nanopartikel daun temuru lebih besar daripada aktivitas hipoglikemik ekstrak etanol daun temuru.

e. kapasitas antioksidan nanopartikel daun temuru lebih besar daripada ekstrak etanol daun temuru.

f. peningkatan dan penurunan kadar glukosa darah tikus diabetes mellitus mempengaruhi kadar kolesterol darah tikus putih diabetes mellitus.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. menguji aktivitas hipoglikemik nanopartikel daun temuru.

b. menguji aktivitas hipoglikemik ekstrak etanol daun temuru.

c. menentukan golongan senyawa bioaktif yang terkandung dalam nanopartikel dan ekstrak etanol daun temuru.

d. membandingkan aktivitas hipoglikemik nanopartikel daun temuru dengan ekstrak etanol daun temuru.

(30)

100

e. mengukur aktivitas antioksidan nanopartikel daun temuru dan ekstrak etanol daun temuru.

f. mengetahui peningkatan dan penurunan kadar glukosa darah mempengaruhi kadar kolesterol darah tikus putih diabetes mellitus.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi potensi nanopartikel daun temuru dan ekstrak etanol daun temuru sebagai antihiperglikemik dan antioksidan.

b. hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai antihiperglikemik alternatif sehingga manfaat daun temuru (Murraya koenigii (L.) Spreng) dapat dieksplorasi secara optimal.

1.6 Kerangka Teori Penelitian

Kerangka teori penelitian ini meliputi mekanisme kerja aloksan dalam merusak sel beta pankreas sehingga menyebabkan kondisi diabetes pada hewan uji dan berhubungan dengan kemungkinan mekanisme kerja senyawa bioaktif yang terkandung dalam nano partikel daun temuru dan ekstrak daun temuru sebagai agen hipoglikemik serta aktivitas antioksidannya secara teori. Kerangka teori penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.

(31)

101

Gambar 1.1 Diagram Kerangka Teori Penelitian

aloksan Sel β-pankreas

- Gangguan homeostatis kalsium intraseluler  konsentrasi insulin tinggi sangat cepat  sensitivitas insulin perifer terganggu

- Menghambat glukokinase

- Aloksan direduksi menjadi asam dialurat  pembentukan oksigen reaktif

 ROS meningkat (Gull, dkk., 2012;

Rohilla dan Ali, 2012; Yuriska, 2009)

GLUT 2

Nano partikel daun temuru dan ekstrak etanol daun temuru

Senyawa bioaktif antioksidan nano partikel daun temuru dan ekstrak

etanol daun temuru

kerusakan sel lambat

Mencegah komplikasi DM - Kadar kolesterol

total turun (Themburne dan Sakarkar, 2011)

Sekresi IGF-1 di hati (Prameswari,

2004)

Pemecahan karbohidrat menjadi monosakarida (glukosa) terhambat (Matuputun, dkk., 2014

Transport glukosa di intestinal

Absorbsi sari makanan berkurang

Turun Kadar glukosa darah (KGD) naik

Alkaloid Flavonoid Saponin Tanin

Stimulasi hipothalamus (sekresi GHRH meningkat, sekresi

GH meningkat)

Menghambat enzim α-glukosidase (Ho dan Braydan Bray,

1999)

Menghambat Na+/D-glucose cotranst system (SGLUT) di membran brush border intestinal

Meningkatkan glikogenesis, mengerutkan membran epitel

usus halus (Prameswari,

2004)

(32)

102 1.7 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian dilakukan dengan preparasi serbuk daun temuru menjadi bentuk nanopartikel dan ekstrak dalam etanol. Nanopartikel dan ekstrak etanol dibuat dalam tiga dosis yang berbeda untuk selanjutnya diuji efek hipoglikemik, kadar kolesterol darah, dan aktivitas antioksidan. Hasil dari pengujian tersebut akan dibandingkan. Selanjutnya dilihat pengaruh pemberian nanopartikel dan ekstrak etanol daun temuru terhadap kadar glukosa darah (KGD) hewan uji, apakah ada pengaruh aktivitas antioksidan terhadap penurunan kadar glukosa darah (KGD) tikus DM dan apakah hiperkolesterolemia tikus dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan KGD tikus DM. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.2 Diagram Kerangka Pikir Penelitian Nano

partikel daun temuru

Ekstrak etanol daun temuru

Dosis 100;

300;

500mg/kg bb

Dosis 100;

200; 300;

400mg/kg bb

Efek hipoglikemik

Efek hipoglikemik

Kadar glukosa darah (mg/dL) (ekstrak) Serbuk

daun temuru

glukosa tikus

Kadar glukosa darah (mg/dL) (nanopar tikel)

(33)

103

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.2 Diagram Kerangka Pikir Penelitian (lanjutan)

Serbuk Daun Temuru

Nanopartikel

Ekstrak Etanol

Karakteristik Nanopartikel

Bentuk (SEM) dan Ukuran Partikel (PSA)

Karakteristik Simplisia/Ekstrak

1. Makroskop 2. Mikroskopik 3. Kadar Air 4. Kadar abu total 5. Kadar abu tidak

larut dalam asam 6. Kadar sari larut

dalam air

7. Kadar sari larut dalam etanol.

Skrining Fitokimia (Nanopartikel)

1. Alkaloid 2. Flavonoid 3. Tanin 4. Saponin 5. Triterpenoid /

Steroid 6. Glikosida 7. Antrakinon

Skrining Fitokimia (Ekstrak)

1. Alkaloid 2. Flavonoid 3. Tanin 4. Saponin 5. Triterpenoid /

Steroid 6. Glikosida 7. Antrakinon

(34)

104

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.2 Diagram Kerangka Pikir Penelitian (lanjutan)

Aloksan

Tikus putih jantan normal

Tikus hiperglikemia

Nanopartikel

Ekstrak Etanol

Aktivitas Hipoglikemik (nanopartikel)

Kolesterol Darah (nanopartikel)

Aktivitas Hipoglikemik

(ekstrak)

Kolesterol Darah (ekstrak)

Kadar Glukosa Darah (mg/dL)

(nanopartikel)

Kadar Kolesterol Total (mg/dL) (nanopartikel)

Kadar Glukosa Darah (mg/dL)

(ekstrak)

Kadar Kolesterol Total

(mg/dL)

Serbuk Daun Temuru

Nanopartikel

Ekstrak Etanol

Aktivitas Antioksidan (nanopartikel)

Aktivitas Antioksidan

(Ekstrak)

Nilai Aktivitas Penangkal Radikal Bebas

(IC50)

Nilai Aktivitas Penangkal Radikal Bebas

(IC50)

(35)

105 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman

Uraian tanaman meliputi habitat dan daerah tumbuh, sistematika tumbuhan, sinonim, nama daerah, morfologi tanaman, kandungan senyawa kimia, serta penggunaan tanaman.

2.1.1 Habitat dan daerah tumbuh

Temuru umumnya lebih dikenal sebagai daun kari (curry-leaf tree) termasuk dalam famili Rutaceae (Satyavati dkk., 1999). Tanaman ini banyak tumbuh di beberapa negara Asia Selatan, serta paling banyak ditemui hampir diseluruh wilayah India (Rahman, 2011). Di Indonesia daun temuru banyak terdapat di beberapa daerah di Sumatera seperti Aceh dan Medan. Daun ini banyak digunakan sebagai bahan rempah-rempah terutama sebagai bumbu pada berbagai jenis masakan dan juga digunakan untuk perawatan berbagai jenis penyakit pada sistem pengobatan tradisional (Shalini dan Puspha, 2013).

2.1.2 Sinonim

Nama lain Murraya koenigii (L.) Spreng adalah Chalcas koenigii (Mulherin, 1996). Bergera koenigii (L.) (Anonim, 2014).

2.1.3 Nama daerah

Nama Indonesia adalah Garupillai (Anonim, 1995). Di Indonesia Murraya koenigii (L.) Spreng dikenal sebagai Salam Koja, Daun Kari, Temuru. Salam koja (Jakarta), daun kari dan Temurui (Aceh), Tikusan (Jawa), Ki Becetah (Sunda), Sicerek (Minang Kabau) (Anonim, 2014).

(36)

106 2.1.4 Sistematika tumbuhan

Sistematika dari tumbuhan temuru adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Sapindales Famili : Rutaceae

Genus : Murraya

Spesies : Murraya koenigii (L.) Spreng (Anonim, 2014).

2.1.5 Morfologi tanaman

Pohon kari/salam koja/temuru memiliki nama latin Murraya koenigii, merupakan jenis perdu atau pohon kecil (Anonim, 1995) dengan tinggi maksimal mencapai + 4 – 6 meter (Gill dan Sharma, 2014) atau 0,8 – 4 meter (Anonim, 1995) dan diameter batang maksimal + 40 cm (Gill dan Sharma, 2014). Daunnya berbentuk menyirip seperti daun belimbing, hanya saja berukuran lebih kecil dan berwarna hijau tua mengkilap. Bunganya putih kecil, berkelompok dan memiliki aroma yang harum. Kulit batang berwarna hitam dan berbulu halus, buah berbentuk bulat dan berwarna hitam dengan lebar buah 8-12 mm (Anonim, 1995). Daun temuru dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(37)

107

Gambar 2.1 Daun temuru (Sumber: Anonim, 2014) 2.1.6 Kandungan kimia

Ekstrak air dan ekstrak etanol menunjukkan daun temuru memiliki kandungan karbohidrat, asam amino dan protein, fenol, sterol dan steroid, saponin, kuinon, alkaloid, flavanoid, tanin, dan minyak atsiri (Shalini dan Puspha, 2013; Katoch, dkk., 2012). Daun temuru mengandung polifenol (Sivakumar dan Meera, 2013). Ekstrak daun temuru dalam etanol menunjukkan adanya senyawa fitokimia alkaloid, saponin, tanin, dan fenol (Abubakar, dkk., 2014).

Kandungan alkaloid yang ditemukan pada daun temuru diantaranya mahanimbicine dan mahanimbine (Nagappan, dkk, 2011), selain pada daun, pada akar juga terdapat mahanimbina, girinimbina dan dua karbazol alkaloid baru isomahanimbina dan koenimbidina. Murrayanin, murrayafolin-A dan triterpen terdapat pada batang dan akar Murraya koenigii (Bakar, dkk., 2007).

2.1.7 Penggunaan tanaman

Murraya koenigii bukanlah tumbuhan asli Indonesia, tetapi tumbuhan ini berasal dari India yang dikenal sebagai daun kari (Lanjhiyana, dkk., 2011). Di

(38)

108

Indonesia, daun kari lebih dikenal dengan nama daun salam koja dan daun temuru (Anonim, 2014). Di India, daun kari dikenal sebagai rempah, kosmetik, dan sebagai obat tradisonal. Daunnya memiliki khasiat untuk menyuburkan rambut (Gill dan Sharma, 2014) dan memiliki efek anti-diabetic, antioxidant, antimicrobial, anti-inflammatory, dan manfaat lainnya (Singh, dkk., 2012;

Shrivastav dkk., 2013 ). Selain itu daun ini juga memiliki kandungan zat besi yang tinggi (Amin, dkk., 2013).

Beberapa penelitian telah menunjukkan daun temuru (Murraya koenigii (L.) Spreng) mempunyai banyak manfaat untuk pengobatan, diantaranya sebagai antibakteri (Vats, dkk., 2011; Kumar, 2013), immunostimulatory (Shah dan Juvekar, 2010), hepatoprotektif (Sathaye, dkk., 2012), antiinflamasi (Muthumani, dkk., 2009), antikanker (Muthumani, dkk., 2009), antioksidan (Gill dan Sharma, 2014; Sivakumar, dkk., 2013; Shalini dan Puspha, 2013; Smerq dan Mukta, 2011; Tembhurne dan Sakarkar, 2010), menurunkan LDL kolesterol (Themburne dan Sakarkar, 2010) dan antihiperglikemia (Tembhurne dan Sakarkar, 2012; Lhanjiyana, dkk., 2011; Chatterji, dkk., 2010; Tembhurne dan Sakarkar., 2009).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut yang sesuai (Ditjen POM, 2010). Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan penyari simplisia menurut cara yang sesuai, tanpa pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes RI, 2000), apabila tidak menggunakan bahan

(39)

109

tumbuhan segar, maka bahan tumbuhan harus dikeringkan terlebih dahulu sebelum dilakukan ekstraksi dan dihaluskan dengan derajat halus yang sesuai (Harborne, 1987).

Kandungan zat aktif dalam simplisia mempengaruhi pemilihan cairan penyari dan metode ekstraksi. Pemilihan cairan penyari dan metode ekstraksi yang tepat akan mempengaruhi kualitas ekstrak (Depkes RI, 1986).

Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada pemilihan cairan penyari diantaranya, yaitu murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap, dan tidak mudah terbakar, tidak mempengaruhi zat berkhasiat dan diperbolehkan oleh peraturan (Depkes RI, 1986). Untuk proses penyarian cairan penyari yang dapat digunakan adalah air, etanol, etanol-air (Depkes RI, 2000). Kapang dan kuman sulit tumbuh pada konsentrasi etanol di atas 20% dan tidak beracun, netral, absorbsinya baik.

Campuran cairan penyari etanol dan air bertujuan untuk meningkatkan penyarian (Depkes RI, 1986).

2.2.1 Metode ekstraksi

Pemilihan metode ekstraksi disesuaikan dengan kandungan zat aktif dalam bahan yang akan disari. Metode ekstraksi secara umum dibagi menjadi dua cara, yaitu cara dingin dan cara panas (Depkes RI, 2000).

a. Cara dingin

Cara dingin diantaranya adalah maserasi dan perkolasi.

i. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut melalui beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan

(40)

110

(Depkes RI, 2000). Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang bersifat lunak seperti daun dan bunga (Harborne, 1987), tetapi banyak juga yang menggunakan metode ini untuk menyari simplisia yang keras seperti akar dan korteks karena cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diperoleh.

Penyarian dengan cara maserasi memerlukan pengadukan agar konsentrasi larutan di luar serbuk simplisia homogen. Pengadukan berfungsi untuk menjaga derajat perbedaan kosentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel (Ditjen POM, 2010).

ii. perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (Depkes RI, 2000).

b. Cara panas i. refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000). Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar.

(41)

111 ii. digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu umumnya pada temperatur 40 - 50ºC (Depkes RI, 2000).

iii. infusa

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90⁰C selama 15 menit. Pembuatan infus merupakan cara yang paling sederhana. Simplisia yang digunakan adalah dari bahan lunak seperti daun dan bunga. Infus dapat diminum panas atau dingin. Simplisia yang mengandung minyak atsiri harus menggunakan penutup pada pembuatan infus.

Perbedaan infusa dan dekok adalah pada waktu perebusan. Pembuatan dekok lebih lama daripada infus yaitu lebih dari atau sama dengan 30 menit, biasanya untuk menyari simplisia yang keras seperti batang (Ditjen POM, 2010).

iv. sokletasi

Sokletasi adalah penyarian simplisia dengan menggunakan alat sokletasi menggunakan pelarut organik yang selalu baru. Pelarut yang digunakan relatif konstan karena menggunakan pendingin balik (Depkes RI, 2000). Sokletasi digunakan untuk mengekstraksi tumbuhan kering seperti biji kering, akar, daun (Harborne, 1987).

2.3 Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

(42)

112

atau kedua-duanya yang melibatkan hormon endokrin pankreas, antara lain insulin dan glukagon (Nugroho, 2006). Hiperglikemia kronik terkait dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (ADA, 2012). Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel β- Langerhans, kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999). Kondisi hiperglikemia kronik akan berkembang menjadi Diabetes mellitus (Nugroho, 2006).

2.3.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi Diabetes mellitus mengalami perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu dan saat ini klasifikasi Diabetes mellitus lebih didasarkan pada etiologi penyakitnya (Depkes RI, 2005). DM umumnya diklasifikasikan menjadi 4 (empat) tipe yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional, dan Pra- diabetes (Loranza, 2012).

a. Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 disebut juga insulin dependent Diabetes mellitus (IDDM) (Ridwan, 2012) atau juvenil onset diabetes (Cosgrove, 2004).

Berdasarkan penyebabnya DM tipe 1 dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tipe imun (1A) yang menyebabkan kerusakan sel β pankreas dan tipe nonimun (1B) disebut dengan DM idiopatik. Pada DM tipe 1B tidak terjadi proses imun sama sekali dan defisiensi insulin yang terjadi tidak diketahui penyebabnya (Kurniawan dan Surja, 2013; ADA, 2012; Anonim, 2009).

Diabetes mellitus tipe 1 ini merupakan diabetes yang jarang dan terjadi hanya pada 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Gangguan

(43)

113

produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau langerhans yang disebabkan oleh reaksi autoimun (ADA, 2012; Depkes RI, 2005). Secara patologi terlihat adanya peradangan pankreas (insulitis) yang ditandai dengan adanya infiltrasi makrofag dan limfosit T teraktivasi di sekitar dan di dalam sel islet, kadang dijumpai virus yang merusak sitoplasma sel (Yuriska, 2009). Virus tersebut diantaranya virus Cocksakie, Rubella, Herpes, dan lain sebagainya (Depkes RI, 2005). Kerusakan ini menyebabkan terbentuknya ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies) yang mengganggu produksi insulin (Yuriska, 2009).

ICCA merupakan autoantibodi utama yang ditemukan dalam darah hampir 90% penderita DM Tipe 1. Nilai normal ICCA dalam darah adalah 0,5- 4%. ICCA merupakan prediktor yang cukup akurat untuk DM Tipe 1 (ADA, 2012; Depkes RI, 2005).

b. Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 disebut dengan non insulin dependent Diabetes mellitus (NIDDM) (Anonim, 2015), umumnya lebih bersifat genetik (Gustaviani, 2007: Depkes RI, 2005) dan pengaruh lingkungan seperti obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang berat badan (Depkes RI, 2005). DM tipe 2 merupakan tipe diabetes yang penderitanya mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes (ADA, 2012), umumnya berusia di atas 45 tahun (Depkes RI, 2005).

Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena resistensi insulin (Rahman, 2011) yaitu sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal (Depkes RI, 2005). Resistensi insulin terjadi antara lain akibat obesitas (ADA,

(44)

114

2012), pola hidup kurang gerak, dan penuaan. Disamping resistensi insulin pada DM tipe 2 dapat juga terjadi gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan (Depkes RI, 2005). Keadaan lain yang berperan dalam DM tipe 2 adalah terjadinya disfungsi sel β-pankreas. Defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut (ADA, 2012), oleh sebab itu umumnya terapi tidak memerlukan insulin eksogen (ADA, 2012;

Depkes RI, 2005).

Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin, apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.

Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Depkes RI, 2005).

c. Diabetes mellitus gestasional

Diabetes mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes mellitus) adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan (ADA, 2012) dan biasanya berlangsung hanya sementara (Depkes RI, 2005). Penderita GDM kebanyakan memiliki homeostatis glukosa yang normal selama trimester pertama kehamilan dan mengalami defisiensi insulin relatif pada bulan keempat dan kelima. Pada umumnya kadar glukosa darah kembali normal setelah melahirkan (Yuriska, 2009).

(45)

115

Penyebab Diabetes mellitus gestasional berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar esterogen yang menstimulasi pelepasan insulin yang berlebihan serta hormon pertumbuhan yang terus-menerus tinggi selama kehamilan yang mengakibatkan penurunan responsivitas seluler (Yuriska, 2009).

Diabetes mellitus gestasional dapat menyebabkan terjadi malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Wanita yang pernah menderita GDM memiliki risiko menderita Diabetes mellitus lebih besar di masa depan sehingga diperlukan kontrol metabolisme yang ketat untuk mengurangi risiko-risiko tersebut (Depkes RI, 2005).

d. Pra-diabetes

Pra-diabetes adalah kondisi kadar gula darah seseorang berada diantara kadar normal dan diabetes. Kondisi pra-diabetes merupakan faktor risiko untuk diabetes, serangan jantung dan stroke. Kondisi pra-diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat meningkat menjadi diabetes tipe 2 dalam kurun waktu 5-10 tahun (Depkes RI, 2005).

2.3.2 Manifestasi klinik diabetes mellitus

Gejala khas pada penderita DM antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar) dengan atau tanpa keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas (ADA, 2012).

Gejala umum pada DM Tipe I adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritis (gatal-gatal pada kulit). Penderita DM Tipe 2 umumnya hampir tidak ada gejala

(46)

116

dan umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf (Depkes RI, 2005).

2.3.3 Diagnostik diabetes mellitus

Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila ada keluhan khas berupa poliuria, polidipsia, polifagia (Tembhurne dan Sakarkar, 2010) dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan tersebut disertai hasil pemeriksaan Nilai A1C ≥6.5% (ADA, 2014). Kadar glukosa darah sewaktu lebih besar 11,1 mmol/L (≥200 mg/dl) dan atau hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 7,0 mmol/L (≥126 mg/dL) (ADA, 2014; Depkes RI, 2005). Dikatakan puasa jika tidak ada asupan kalori selama ≥8 jam (ADA, 2014).

Diagnosis untuk kelompok tanpa keluhan khas, pemeriksaan kadar glukosa darah dilakukan paling tidak dua kali pengukuran kadar gula darah sewaktu pada hari yang berbeda menghasilkan kadar abnormal tinggi (>200 mg/dL), kadar glukosa darah puasa yang abnormal tinggi (>126 mg/dL), atau dari hasil uji toleransi glukosa oral didapatkan kadar glukosa darah paska pembebanan

>200 mg/dL (Depkes R.I, 2005).

2.3.4 Komplikasi diabetes mellitus

Komplikasi yang sering terjadi pada penderita DM adalah hipoglikemia, hiperglikemia, komplikasi makrovaskular, dan komplikasi mikrovaskular.

Komplikasi makrovaskuler dapat berupa penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease = PVD) (Amin, 2013; Depkes RI, 2005).

(47)

117

Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita DM tipe 1.

Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati (Thembhurne dan Sakarkar, 2010; Depkes RI, 2005).

Hiperglikemia merangsang pelepasan radikal bebas terutama ROS (reactive oxygen species) sehingga memicu terjadinya stres oksidatif. Akibat dari oksidasi yang meningkat pada diabetes menyebabkan berkurangnya kemampuan sel beta untuk mensekresi insulin dan meningkatnya produksi asam lemak dalam darah (lipotoxycity). Hiperglikemia pada DM tipe 2 hampir selalu disertai dengan hiperlipidemia (Manaf, 2009). Antioksidan dapat mengatasi stres oksidatif dan mencegahan komplikasi klinis Diabetes mellitus (Dialetta, 2006).

2.3.5 Pengobatan diabetes mellitus 2.3.5.1 Terapi insulin

Insulin merupakan terapi bagi penderita DM tipe 1, karena sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita DM tipe 1 rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Oleh karena itu sebagai penggantinya penderita DM tipe 1 diberikan insulin eksogen (Depkes RI, 2005).

Insulin membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel. Selain itu, insulin berperan dalam pengelolaan diabetes ketoasidosis dan memiliki peran penting dalam pengobatan hiperglikemik, koma nonketosis. Pada semua kasus,

(48)

118

tujuannya tidak hanya untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga semua aspek metabolisme (Yuriska, 2009).

2.3.5.2 Obat hipoglikemik oral (OHO)

Obat hipoglikemik oral (OHO) dibagi menjadi tiga golongan (Depkes RI, 2005) yaitu:

a. meningkatkan sekresi insulin, yaitu golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).

b. meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin yaitu golongan biguanida dan tiazolidindion.

c. inhibitor katabolisme karbohidrat, yaitu inhibitor α-glukosidase.

2.3.5.2.1 Sulfonilurea

Sulfonilurea adalah salah satu golongan obat DM yang telah lama digunakan. Derivat sulfonilurea bekerja dengan cara merangsang sel β pulau Langerhans untuk meningkatkan sekresi insulin (ADA, 2015; Anonim, 2009).

Obat golongan ini tidak bermanfaat bagi penderita DM tipe 1, karena sel β pulau langerhans penderita DM tipe 1 sudah rusak, sehingga tidak dapat memproduksi insulin. Golongan ini dapat menurunkan A1C sampai dengan sebesar 1-2%

(Depkes RI, 2005). Obat golongan ini juga bekerja dengan cara menutup kanal KATP pada sel β-pankreas (ADA, 2015).

Generasi pertama sulfonilurea adalah klorpropamid, tolbutamid, dan tolazamid (Anonim, 2009). Generasi kedua dari golongan ini adalah glibenklamida, glipizida, gliklazida, glimepirida (ADA, 2015). Efek samping golongan sulfonilurea dapat berupa gangguan saluran cerna. Dosis yang tidak

(49)

119

tepat dan diet ketat dapat menyebabkan hipoglikemia, berat badan meningkat (ADA, 2015).

2.3.5.2.2 Glinide (meglitinida dan turunan fenilalanin)

Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida merupakan obat hipoglikemik generasi baru yang cara kerjanya mirip dengan golongan sulfonylurea yaitu meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas dan menutup kanal K (ADA, 2015; Anonim, 2009), tetapi efek samping hipoglikemik dari obat golongan ini lebih jarang terjadi daripada golongan sulfonilurea, diduga karena masa paruhnya yang lebih pendek daripada sulfonilurea (Anonim, 2009).

Senyawa obat hipoglikemik golongan meglitinida dan turunan fenilalanin ini umumnya dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral lainnya. Golongan ini dapat merunkan A1C sampai dengan sebesar 1,5%

(Depkes RI, 2005).

2.3.5.2.3 Biguanida

Metformin adalah satu-satunya obat golongan biguanida yang tersedia (Depkes RI, 2005). Metformin merupakan terapi pilihan pertama untuk penderita DM tanpa komplikasi (ADA, 2015). Obat golongan ini mengaktifkan AMP kinase dan bekerja langsung pada hati, menurunkan produksi glukosa hati (menurunkan

“hepatic glucose output”) (ADA, 2015) dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia (Depkes RI, 2005). Golongan ini mengganggu saluran pencernaan seperti diare, defisiensi vitamin B12, hipoksia, dan dehidrasi (ADA, 2015). Obat golongan biguanida mempunyai kelebihan dibanding obat golongan sulfonilurea yaitu tidak menyebabkan kenaikan berat badan (Anonim, 2009).

(50)

120 2.3.5.2.4 Tiazolidindion (TZD)

Senyawa golongan tiazolidindion bekerja meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin (ADA, 2015) dengan jalan berikatan dengan PPARγ (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin (Depkes RI, 2005). Senyawa-senyawa TZD juga menurunkan kecepatan glikoneogenesis (Depkes RI, 2005).

Obat golongan ini menyebabkan penurunan A1C sebesar 0,5-1,4 %. Efek samping yang paling sering adalah penambahan berat badan dan retensi cairan sehingga terjadi edema perifer dan peningkatan kejadian gagal jantung kongestif (ADA, 2015).

2.3.5.2.5 Inhibitor DPP-4

Inhibitor DPP-4 merupakan obat baru dalam terapi DM tipe 2. Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat aktivitas DPP-4 dan meningkatkan aktivitas incretins postprandial. Dengan demikian sekresi insulin meningkat dan sekresi glukagon menurun. Incretins merupakan peptida yang disekresi usus halus akibat adanya makanan. Terdapat 2 jenis incretins yaitu GLP-1 (Glucagon Like Peptide -1) dan GIP (Glucose Dependent Insulinotropic Peptide). Namun peran GIP dalam metabolisme glukosa lebih sedikit (ADA, 2015).

2.3.5.2.6 Penghambat enzim α-glukosidase

Enzim α-glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) (Depkes RI, 2005) merupakan enzim karbohidrolase yang bekerja mengkatalisis pelepasan α-glukosa (Loranza, 2012). Enzim ini berperan pada konversi karbohidrat menjadi glukosa, menghidrolisis oligosakarida pada dinding usus halus (Yuliastuti, 2011). Glukosa yang dilepas akan diabsorbsi pada lumen usus

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang telah diperoleh, kemudian dibuat grafik dengan hubungan arus (I), tegangan (V), terhadap variabel tinggi pita (cm), lebar pita (mm), diameter

yang kreatifitasnnya akan menunjukkan belajar dengan penuh kesadaran, kesungguhan, tidak ada paksaan untuk memperoleh tingkat penguasaan pengetahuan dan

Pada hari ini Jumat tanggal dua puluh delapan bulan Desember tahun dua ribu dua belas, melalui website LPSE Kementerian Keuangan www.lpse.depkeu.go.id telah dilaksanakan

Sampai berakhirnya waktu tahapan penjelasan / Aanwijzing pukul 11.00 Wita tidak ada pertanyaan dari peserta lelang, panitia berkesimpulan dokumen lelang cukup jelas

If any offer of securities is made, it shall be pursuant to a definitive final offering circular (the “Offering Circular”) prepared by or on behalf of the DBS Group which would

Kayu yang tidak mengalami pengawetan dan yang mengalami pengawetan diuji Physical Properties dan Mechanical Propertiesnya menggunakan acuan Standar Nasional Indonesia (SNI)

Dengan membaca teks dan menyanyi lagu “Matahari Terbenam”, siswa dapat menunjukkan kosakata tentang peristiwa malam hari dengan tepat.. Dengan mencermati gambar tentang peristiwa

Bagi usaha kecil dan menengah (UKM), keberhasilan dalam pengembangan inovasi produk menunjukkan bahwsa UKM sudah selangkah lebih maju dibanding dengan