• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia, terdiri dari 17.508 pulau yang tersebar di seluruh wilayah, 2/3 bagian wilayahnya merupakan wilayah perairan laut. Oleh sebab itu kapal sebagai sarana transportasi laut merupakan modal angkutan yang penting dan strategis. Kapal dengan berbagai jenis dan ukuran lalu- lalang di wilayah perairan Indonesia, membawa komoditi dan penumpang.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia tentu menempatkan aktivitas maritim di urutan terpenting sebagai salah satu penopang perekonomian negara (Jinca, 2011). Di sektor logistik, Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 mengarahkan ketersediaan jaringan infrastuktur transportasi yang memadai, handal dan efisien, sehingga terwujud konektivitas lokal (local connectivity), konektivitas nasional (national connectivity) dan konektivitas global (global connectivity) dengan transportasi laut sebagai tulang punggungnya sebagai ‘blueprint’

(Widyasanti, 2012).

Indonesia terkenal dengan pelaut-pelautnya yang ulung, namun saat ini banyak pelaut-pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal asing di seluruh dunia karena tingkat penggajian di kapal-kapal asing yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di kapal-kapal Indonesia.

Sejak diterbitkanya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional yang intinya adalah pelaksanaan azas cabotage, maka pada tahun 2011 seluruh angkutan laut dalam negeri wajib diangkut oleh kapal-kapal berbendera Indonesia.

Implementasi azas cabotage selain akan menambah jumlah armada nasional sekaligus juga akan berdampak terhadap kebutuhan pelaut, baik dari aspek kuantitas maupun kualitas.

.

Peningkatan kebutuhan pelaut tecermin dari terus meningkatnya jumlah armada laut nasional yang saat ini mencapai 10.784 kapal dengan kapasitas total 14,52 juta GT (Gross Ton). Padahal tahun 2009 lalu jumlah armada laut berbendera Indonesia baru mencapai 9.170 unit (11,7 Juta GT) yang terdiri dari common carrier 7.546 unit ( 11,1 Juta GT) dan industrial carrier 1.624 unit (0,59 Juta GT) (Arso Martopo, 2012). Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM)

(2)

Perhubungan, pada tahun 2011 memprediksi dibutuhkanya sebanyak sekitar 11.000 sampai dengan 12.000 orang pelaut untuk bekerja di dalam negeri. Kebutuhan tenaga pelaut tersebut didominasi oleh perwira, baik nautika maupun teknika, dan baru terpenuhi oleh berbagai lembaga pelatihan baik pemerintah maupun swasta sekitar 1.500 orang. Hal ini dikarenakan jumlah lembaga pendidikan maritim di Indonesia yang menghasilkan tenaga pelaut baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta tidak lebih dari 36 lembaga. Jumlah ini tidak sebanding dengan kebutuhan output-nya yang mencapai 12.000 orang pelaut.

Dalam catatan lain, pada tahun 2015 nanti Indonesia diperkirakan membutuhkan 43.806 orang yang terdiri dari 18.774 perwira pelaut dan 25.032 pelaut dasar. Di samping itu kebutuhan perwira pelaut internasional semakin meningkat, pada tahun 2010 saja telah mencapai 84.000 orang, menurut Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Perhubungan.

Selain permasalahan terbatasnya jumlah lembaga yang menghasilkan tenaga pelaut, permasalahan lain timbul karena pelaut yang ada lebih memilih kapal-kapal asing karena lebih menarik dalam hal penggajian, sehingga kapal-kapal nasional masih kekurangan crew. Semenjak era tahun 90-an, kesempatan pelaut-pelaut Indonesia untuk bekerja di kapal- kapal asing khususnya kapal-kapal Eropa lebih besar lagi, karena kecenderungan menurunnya minat generasi muda Eropa untuk bekerja di laut. Kekurangan tenaga pelaut dari Eropa tersebut diisi oleh pelaut-pelaut dari kawasan Asia, seperti Filiphina, India, Vietnam, dan Indonesia.

Selain itu permasalahan juga ada pada lembaga pendidikan pelaut yang tergolong memiliki persyaratan yang berat, karena harus tunduk pada regulasi International Maritime Organization (IMO) melalui Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers (STCW) 1978, yang diratifikasi pemerintah RI berdasarkan KEPPRES Nomor 60 Tahun 1986. Selanjutnya diamandemen dalam Seafarers Training Certification and Watchkeeping Code 1995 (STCW Code 1995) dan STCW Amandemen Manila 2010, yang mulai berlaku 1 Januari 2012.

Implementasinya di Indonesia dilakukan oleh Direktorat Perkapalan dan Kepelautan (Eselon II ) yang berada di bawah Dirjen Perhubungan Laut (Eselon I) selanjutnya untuk monitoring proses pendidikan dilaksanakan oleh PPSDM Perhubungan Laut (Eselon II) yang berada di bawah BPSDM Perhubungan (Eselon I). Di samping itu lembaga pendidikan pelaut masih harus tunduk pada regulasi Ditjen Dikti Kemendikbud dan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN- PT) dan BAN-Sekolah. Beratnya persyaratan penyelenggaraan lembaga pendidikan pelaut itu lebih dirasakan oleh lembaga yang diselenggarakan oleh masyarakat, dari pada yang diselenggarakan oleh pemerintah. Untuk itu, kiranya perlu digagas mengenai upaya yang tepat untuk memaksimalkan terwujudnya harapan, guna memenuhi

(3)

kebutuhan jumlah dan meningkatkan kualifikasi pelaut di Indonesia melalui sebuah studi pengembangan kemitraan lembaga pendidikan pemerintah dan swasta dalam meningkatkan tenaga pelaut dalam aspek kuantitas dan kualitas.

Alasan lain pentingnya dilakukan studi ini adalah bahwa pelayaran adalah industri high risk, resikonya terbesar kedua setelah angkutan udara, terutama resiko terhadap keselamatan dan keamanan jiwa.

Pelayaran melibatkan banyak stakeholder yaitu operator kapal, owner/charterer, operator pelabuhan, regulator dan juga awak kapal.

Prinsip safety first dalam pelayaran menempatkan keselamatan sebagai hal yang utama. Agar keselamatan dapat terwujud perlu diciptakan safety culture yang ditempuh dengan sikap konsisten terhadap konsensus dan kejelasan peraturan yang diterima secara universal.

Selain itu, kapal yang berlayar dalam kondisi tidak aman, mengancam kehidupan serta lingkungan laut (Purnomo, 2011).

Berdasarkan data statistik diketahui bahwa 80% dari kecelakaan kapal disebabkan oleh kesalahan manusia, sehingga perhatian masyarakat akan tertuju pada Lembaga Diklat yang mendidiknya. Namun demikian angka 80% tidak mutlak, tergantung dari pendekatan apa yang dilakukan, contoh Protection and Indemnity (P&I) Club menyebut human error 62%. Untuk itu UNCLOS mengharuskan negara-negara yang memiliki kapal (flag state) tunduk pada aturan tersebut. Semua peraturan dijadikan landasan operasional kapal untuk memastikan agar selamat, aman dan zero accident. Keselamatan dan keamanan pelayaran itu dapat terwujud jika diawaki oleh pelaut-pelaut yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan pelaut yang kompeten. Di samping itu, studi ini dilaksanakan untuk menjawab permasalahan dari Inpres Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional.

B. MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN

Studi ini memiliki maksud dan tujuan kegiatan sebagai berikut :

1. Maksud dari studi adalah untuk menganalisis kebutuhan tenaga pelaut dan jumlah lulusan yang dihasilkan oleh Lembaga Pendidikan Pelaut di Indonesia, serta menemukan permasalahan mendasar penyelenggaraan pendidikan pelaut sesuai kualifikasi IMO untuk kemudian merekomendasikan solusi yang tepat.

2. Tujuan dari studi ini adalah tersusunnya konsep pengembangan kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah dan Swasta dalam Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Tenaga Pelaut, untuk menjembatani keinginan user yaitu pemilik kapal atau Otoritas Pelabuhan.

(4)

C. RUANG LINGKUP KEGIATAN

Dalam studi ini kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi hal- hal sebagai berikut :

1. Inventarisasi peraturan perundang-undangan dan literatur yang terkait dengan kepelautan, baik nasional maupun internasional;

2. Inventarisasi peraturan perundang-undangan dan literatur yang terkait dengan penerapan azas cabotage di Indonesia;

3. Inventarisasi jumlah tenaga pelaut yang bekerja di pelayaran dalam dan luar negeri saat ini;

4. Inventarisasi jumlah armada berbendera Indonesia yang melayani pelayaran dalam dan/atau luar negeri;

5. Identifikasi kondisi lembaga pendidikan pemerintah dan swasta di bidang kepelautan sesuai tingkatan dilihat dari sarana dan prasarana, SDM, manajemen operasional pendidikan, sistem penjamin mutu pendidikan dan lulusan;

6. Analisis kebutuhan tenaga pelaut di Indonesia nasional dan Internasional;

7. Analisis jumlah lulusan tenaga pelaut di Indonesia yang akan dihasilkan lembaga pendidikan pemerintah dan swasta;

8. Analisis kelemahan dan permasalahan lembaga pendidikan pelaut swasta dilihat dari aspek sarana dan prasarana, pengembangan sistem kurikulum, tenaga pengajar, manajemen operasional pendidikan, sistem penjamin mutu pendidikan dan lulusan;

9. Analisis konsep pengembangan kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah dan Swasta dalam meningkatkan kualitas dan kantitas pelaut;

10. Rekomendasi.

D. PERUMUSAN MASALAH

Atas dasar pemaparan latar belakang masalah di atas, maka beberapa hal yang dianggap sebagai masalah dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Kebutuhan jumlah pelaut yang belum terpenuhi.

2. Keterbatasan output dari lembaga pendidikan pelaut.

3. Persyaratan penyelenggaraan lembaga pendidikan pelaut tergolong berat.

Belum ada formula kemitraan antara lembaga pendidikan pelaut yang diselenggarakan oleh pemerintah dan oleh masyarakat yang dapat meningkatkan jumlah dan kualitas pelaut

(5)

E. MANFAAT STUDI

Studi ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi Diklat Kepelautan pemerintah dan Diklat Kepelautan masyarakat dalam membangun pola kemitraan demi meningkatkan kualitas dan kuantitas pelaut di Indonesia, sehingga supply dan demand pelaut dapat ketemu.

F. SISTIMATIKA LAPORAN

Laporan ini pada pokoknya terdiri dari beberapa Bab, yaitu : Bab I : Pendahuluan

Bab II : Landasan Teori Bab III : Metodologi Bab IV : Data Penelitian Bab V : Analisis

Bab VI : Kesimpulan dan Rekomendasi

Ringkasan Eksekutif dilaporkan secara terpisah.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui korelasi antara susut yang terjadi pada jaringan distribusi dengan variasi bentuk kurva beban dan variasi besar

Posted at the Zurich Open Repository and Archive, University of Zurich. Horunā, anbēru, soshite sonogo jinruigakuteki shiten ni okeru Suisu jin no Nihon zō. Nihon to Suisu no kōryū

Cerukan adalah jumlah penarikan yang melebihi dana yang tersedia pada akun giro; rekening negatif yang disebabkan oleh nasabah yang menulis cek yang melebihi jumlah

[r]

Pada multifragmentary complex fracture tidak terdapat kontak antara fragmen proksimal dan distal setelah dilakukan reposisi. Complex spiral fracture terdapat dua atau

Sistem pengaman pada tugas akhir ini menggunakan Mikrokontroler ATmega 16 sebagai pusat kontrol sistem pembuka dan penutup palang pintu dengan menggunakan

Pengelolaan risiko kredit dalam Bank juga dilakukan dengan melakukan proses analisa kredit atas potensi risiko yang timbul melalui proses Compliant Internal

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan