• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Parameter Air Sebagai Tempat Hidup Ikan Bawal Air Tawar

Hasil analisis kualitas media air yang digunakan selama penelitian ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis kualitas air media pemeliharaan bawal air tawar Parameter Kolam budidaya Laboratorium Standar Satuan

Suhu 26 27 25-30* oC pH 7,34 7,40 7-8* - DO 5,37 6,31 4-6* ppm CO2 1,85 3,96 Max. 25* ppm Alkalinitas 154,2 94 50-300* ppm Amoniak 0,03 0,05 Max. 0,1* ppm Sumber: *) Kordi (2011)

Suhu merupakan salah satu parameter fisika yang digunakan untuk mengukur kualitas air. Hasil pengamatan kualitas air kolam budidaya dan kolam laboratorium yang telah diendapkan selama 2 hari memiliki kisaran suhu yang sama yaitu 26 hingga 27 oC. Suhu tersebut baik untuk kehidupan ikan bawal berdasarkan standar yang didapat. Suhu sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme dan kelarutan senyawa dalam air. Peningkatan suhu perairan dapat mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya O2, CO2, dan

sebagainya (Irawan 2007). Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme akuatik dan selanjutnya mengakibatkan penurunan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu sebesar 10 °C menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen organisme akuatik sebanyak 2-3 kali lipat (Effendi 2003). Hal ini berbanding terbalik dengan adanya penurunan suhu yang dapat mengurangi aktivitas dan proses metabolisme ikan. Kondisi inilah yang dimanfaatkan untuk tujuan transportasi ikan hidup sistem kering sehingga ikan dapat bertahan lebih lama dalam lingkungan yang terbatas selama proses pengangkutan berlangsung. Hasil pengamatan kualitas air kolam budidaya dan air laboratorium memiliki pH antara 7,3 dan 7,4 yang berarti sesuai untuk kondisi lingkungan hidup ikan bawal. Ikan mampu beradaptasi di perairan yang memiliki perubahan pH yang tidak drastis (Nitibaskara et al. 2006). Nilai pH yang ideal untuk kelangsungan hidup ikan adalah 6,5 hingga 8,5.

(2)

Faktor penting yang menunjang kehidupan ikan adalah oksigen yang terlarut dalam air. Dissolve oxygen (DO) yang terkandung dalam air kolam budidaya dan air laboratorium memiliki kisaran antara 5,37 dan 6,31. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan oksigen yang terlarut dalam kedua air tersebut memiliki nilai yang cukup baik untuk kehidupan ikan bawal. Tanpa oksigen terlarut yang cukup, maka kehidupan ikan akan terganggu. Hal yang mempengaruhi kelarutan oksigen dalam air salah satunya adalah kenaikan suhu, semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigen akan berkurang. Peningkatan suhu senilai 1 °C akan meningkatkan konsumsi oksigen sebesar 10% (Effendi 2003).

Kadar CO2 yang terkandung dalam air kolam budidaya dan kolam

laboratorium senilai 1,85 dan 3,96 ppm. Hal ini sesuai untuk kehidupan ikan bawal karena menurut Kordi (2011), kadar CO2 yang terkandung dalam air tidak

boleh melebihi batas 25 ppm. Sedangkan untuk kadar alkalinitas dan amonia yang masing-masing bernilai 94-154 dan 0,03-0,05 ppm juga masih dalam batas yang normal.

Hasil yang diperoleh dari pengamatan parameter kualitas air kolam budidaya dan air laboratorium yang diendapkan menunjukkan bahwa keduanya masih memiliki standar yang baik bagi kelangsungan hidup ikan bawal air tawar. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air tidak mempengaruhi kondisi kesehatan dan proses pemeliharaan, pengadaptasian serta perlakuan baik dalam proses pembiusan maupun pembugaran.

4.2 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui respon penurunan suhu rendah terhadap aktivitas bawal air tawar dan menentukan suhu pembiusan bawal air tawar secara bertahap. Hasil penelitian tahap ini akan digunakan pada penelitian utama.

4.2.1 Respon penurunan suhu rendah terhadap aktivitas bawal air tawar

Bawal air tawar dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam sebelum diimotilisasi. Pemuasaan dilakukan agar organ pencernaan bawal bebas dari kotoran. Respon aktivitas bawal air tawar selama proses pembiusan secara bertahap dengan suhu rendah ditampilkan pada Tabel 5.

(3)

Tabel 5 Respon aktivitas bawal air tawar pada berbagai penurunan suhu Suhu

(oC)

Waktu (menit)

Aktivitas Ikan Bawal Air Tawar Kriteria

27 0-4

Ketika dimasukkan ikan meronta, gerak tutup insang cepat, ikan aktif, lincah. Gerakan sirip normal, merespon terhadap sentuhan.

Normal

24 5-10

Aktivitas bawal mulai berkurang, lebih tenang, cenderung berenang di

dasar, gerak tutup insang normal. Adaptasi

23-21 10-15

Bawal cenderung diam, gerakan tutup insang dan sirip semakin lambat dan tenang, ketika disentuh respon masih ada.

Tenang

20-18 15-20

Bawal mulai limbung, gerakan dan respon terhadap rangsangan masih ada, posisi badan miring, mulai meregangkan sirip, mulai mudah dipegang.

Fase panik

17-15 20-25

Bawal limbung, gerakan sirip dan tutup insang lambat, rangsang terhadap sentuhan lambat dan lebih tenang saat dipegang.

Pingsan ringan

14-12 25-30

Bawal tergeletak, posisi tubuh roboh, hampir tidak ada gerakan, sirip tidak bergerak dan tutup insang bergerak sangat lambat , ketika diangkat tubuh bawal melayang, respon tidak ada.

Pingsan berat

Hasil pengamatan responbawal air tawar terhadap penurunan suhu rendah menunjukkan perubahan pada aktivitas tingkah lakunya. Pada suhu awal pembiusan (±27 °C) atau suhu ruang, bawal berada dalam kondisi normal, tubuh tegak, sangat lincah dan responsif terhadap rangsangan serta sirip dan tutup insang masih bergerak aktif. Pembiusan secara bertahap selama ±4 menit menyebabkan suhu media pembiusan turun hingga mencapai suhu 24 °C. Semua bawal yang diimotilisasi pada suhu ini terlihat masih berdiri kokoh namun aktivitasnya sudah mulai berkurang.

(4)

Aktivitas bawal ketika memasuki suhu 24 oC terlihat semakin lambat dan tenang, cenderung berenang di dasar dan gerakan tutup insang yang normal. Hal tersebut menandakan bahwa sebagian bawal mulai beradaptasi dan telah merespon kondisi perubahan suhu lingkungan yang semakin rendah. Kondisi ini terus berlangsung selama ±5 menit hingga suhu pembiusan mencapai 21 oC.

Bawal memasuki fase tenang pada suhu 23-21 oC, bawal cenderung diam, gerakan tutup insang dan sirip semakin lambat dan tenang pada lama pembiusan 10-15 menit. Ketika diberikan rangsangan sentuhan bawal masih memberikan respon. sirip dan tutup insang terlihat diam akan tetapi seluruh bawal masih dalam kondisi tegak.

Bawal mulai kehilangan orientasi dan memasuki fase panik pada kisaran suhu 20-18 oC. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi bawal yang mulai limbung ketika memasuki suhu 20 oC, sebagian besar bawal masih dapat berenang tegak kembali ketika posisi tubuhnya dibalik. Respon terhadap rangsangan masih ada namun bawal mulai mudah dipegang. Gerakan dan respon terhadap rangsangan bawal mulai melemah ketika suhu pembiusan mulai mencapai 18 oC, meskipun seluruh bawal yang dibius belum menunjukkan tanda-tanda pingsan.

Bawal mulai memasuki fase pingsan ringan pada kisaran suhu 17-15 oC. Hal ini ditunjukkan oleh hilangnya keseimbangan pada ikan bawal serta lemahnya respon terhadap rangsangan sentuhan yang diberikan. Sirip dan tutup insang bergerak lambat tetapi masih menunjukkan adanya gerakan. Ketika posisi tubuh dibalik seluruh bawal tidak dapat tegak kembali dan lebih tenang ketika dipegang.

Bawal menunjukkan tanda-tanda pingsan ketika suhu media memasuki kisaran suhu 14-12 oC. Sebagian bawal telah roboh kemudian pingsan, gerakan tutup insang dan sirip. Kisaran suhu 14-12 oC yang dipertahankan selama 30 menit mengakibatkan seluruh bawal telah pingsan. Bawal telah tergeletak di dasar media dalam keadaan roboh, hampir tidak ada gerakan, tutup insang dan sirip bergerak sangat lambat. Ketika bawal diangkat, tubuh bawal melayang dan tidak ada respon terhadap rangsangan. Bawal yang telah pingsan tidak memberikan perlawanan ketika dikemas.

Penurunan suhu secara bertahap mengakibatkan gerakan bawal yang semula aktif pada suhu normal secara perlahan-lahan direduksi menjadi tenang seiring

(5)

dengan penurunan suhu yang diberikan. Proses aklimatisasi dari metode penurunan suhu secara bertahap pada dasarnya juga dipengaruhi oleh bobot dan ukuran bawal air tawar yang digunakan. Semakin besar bobot dan ukuran bawal yang digunakan maka semakin besar nilai toleransi terhadap perubahan suhu (Wibowo et al. 1994).

Hasil pengamatan aktivitas bawal pada berbagai suhu di atas menunjukkan bahwa bawal yang dipingsankan dengan penurunan suhu secara bertahap akan mengalami gangguan keseimbangan. Terganggunya keseimbangan pada bawal disebabkan oleh kurangnya oksigen dalam darah. Laju konsumsi oksigen pada hewan air akan menurun seiring dengan menurunnya suhu media (Berka 1986). Penurunan konsumsi oksigen pada bawal akan mengakibatkan jumlah oksigen yang terikat dalam darah semakin rendah. Kondisi ini akan mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan syaraf juga berkurang sehingga menyebabkan berkurangnya aktivitas fisiologi dan bawal menjadi tenang (Suryaningrum et al. 2008; Ikasari et al. 2008). Kekurangan oksigen yang lebih lanjut menyebabkan bawal menjadi pingsan dan akhirnya roboh. Hasil penelitian aktivitas bawal air tawar pada berbagai suhu menunjukkan kisaran suhu kritis bagi bawal air tawar, yaitu suhu 20-18 oC (fase panik), 17-15 oC (pingsan ringan) dan 14-12 oC (pingsan berat).

4.2.2 Penentuan suhu pembiusan terbaik

Penentuan suhu pembiusan terbaik untuk bawal air tawar dilakukan dengan cara mengetahui pengaruh suhu pembiusan yang menyebabkan fase kritis terhadap tingkat kelulusan hidup dan kondisi saat pembugaran. Suhu pembiusan tersebut adalah 20-18 oC (fase panik), 17-15 oC (pingsan ringan) dan 14-12 oC (pingsan berat).

Hasil pengamatan pada penentuan suhu pembiusan terbaik menunjukkan bahwa perlakuan suhu pembiusan menghasilkan kondisi yang berbeda terhadap bawal yang diimotilisasi. Pembiusan secara bertahap dengan suhu 20-18 oC selama 30 menit dapat membuat kondisi ikan bawal cukup tenang.

Bawal yang dibius pada kisaran suhu 17-15 oC terlihat dalam keadaan limbung dan mulai kehilangan keseimbangan. Bawal masih bergerak lemah dan hanya sedikit menunjukkan respon ketika diberikan rangsangan. Pada waktu dilakukan pengemasan,bawal masih meronta lemah.

(6)

Pembiusan pada suhu 14-12 oC menghasilkan kondisi bawal yang berbeda dibandingkan dengan bawal yang diimotilisasi pada suhu 17-15 oC. Ketika bawaldibius secara bertahap pada media air hingga suhu 14-12 oC menyebabkan sebagian bawal roboh. Bawal dalam keadaan diam ketika diangkat serta tidak ada respon terhadap rangsangan yang diberikan sehingga memudahkan penanganan bawaluntuk dikemas. Untuk mengamati kedalaman fase pingsan bawal yang sudah dibius diletakkan dalam kotak stirofoam sebagaimana diagram Gambar 4.

Gambar 4 Penyusunan ikan bawal dalam stirofoam

Berikut adalah hasil pengamatan kelulusan hidup dan kondisi bawal setelah uji penyimpanan 3 jam dalam kemasan kering ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil penelitian pendahuluan penentuan suhu pembiusan terbaik

Suhu pembiusan

(oC)

Kondisi bawal setelah penyimpanan selama 3 jam Survivalrate (%) Posisi Kondisi Respon Waktu

Diangkat 20-18 Bergeser Sadar (Normal) Ada Meronta 60 17-15 Bergeser Sadar (Lemah) Lemah Meronta Lemah 80

14 - 12 Tidak Bergeser Pingsan Tidak Ada

Tidak Meronta

100

Kondisi bawal air tawar yang dibius pada suhu 14-12 oC dan dilakukan penyimpanan selama 3 jam mendapatkan nilai survival rate tertinggi sebesar 100%. Ketika dilakukan pembongkaran bawal tidak bergeser posisinya, berada dalam kondisi pingsan dan ketika diangkat tidak meronta. Bawal yang dibius pada

Es sebanyak 0,5 kg yang dilapisi kantung plastik dan koran Serbuk gergaji 5cm

Ikan Bawal (5 ekor) Serbuk gergaji 5cm

(7)

suhu 17-15 oC mendapatkan survival rate senilai 80 %. Kondisi ikan sadar lemah dan meronta lemah ketika diangkat. Sedangkan bawal yang dibius pada suhu 20-18 oC memiliki nilai survival rate terendah yaitu 60 %. Kondisi bawal pada suhu pemingsanan 20-18 oC ketika dilakukan pembongkaran sudah berada dalam kondisi sadar, ketika diangkat meronta dan merespon terhadap rangsangan.

Hasil penelitian pendahuluan membuktikan bahwa suhu 14-12 oC memiliki nilai kelulusan hidup yang lebih baik dibandingkan dengan suhu 20-18

o

C dan 17-15 oC. Menurut Soedibya dan Taufik (2006), suhu krusial dalam pembiusan bawal berkisar antara 18-13 oC. Pada titik-titik krusial ini terjadi perubahan aktivitas dan respon ikan bawal yang nyata,yang diharapkan merupakan momen yang tepat saat ikan menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam mempertahankan hidupnya. Karena pada dasarnya, dalam kondisi krusial makhluk hidup cenderung menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Suhu optimal untuk pembiusan bawal berkisar antara 18-13 oC. Suhu diatas maupun dibawah kisaran tersebut masih beresiko menimbulkan mortalitas yang tinggi. Selain itu suhu yang digunakan untuk imotilisasi ikan cenderung pada fase pingsan berat dan pingsan ringan agar dapat menekan resiko kematian ketika transportasi.

4.3 Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui tingkat kelulusan hidup bawal air tawar. Pembiusan bawal air tawar pada penelitian utama menggunakan metode pembiusan secara bertahap dengan suhu pembiusan terbaik yang didapat dari hasil penelitian pendahuluan yaitu 14-12 oC.

4.3.1 Kelulusan hidup bawal air tawar selama penyimpanan

Kelulusan hidup bawal ditentukan setelah bawal dibugarkan dalam air selama 1 jam untuk melihat kemampuan bawal beradaptasi kembali dalam media air setelah dilakukan penyimpanan. Uji penyimpanan dilakukan sebanyak 3 pengamatan pada jam ke-0, 3, 6, dan 9. Data hasil pengamatan dicantumkan dalam Gambar 5.

(8)

Gambar 5 Kelulusan hidup bawal air tawar dengan perlakuan lama penyimpanan

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bawal air tawar yang dikemas menggunakan media serbuk gergaji menghasilkan tingkat kelulusan hidup sebesar 100% pada penyimpanan jam ke-0. Selanjutnya tingkat kelulusan hidup bawal turun menjadi 73% pada jam ke-3, dan 60% pada jam ke-6. Pada akhir penyimpanan jam ke-9, tingkat kelulusan hidup bawal sebesar 40%. Dapat terlihat bahwa masing-masing perlakuan lama penyimpanan memberikan hasil yang berbeda sangat nyata berdasarkan uji statistik yang dilakukan. Perlakuan lama penyimpanan pada media serbuk gergaji terlihat memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar selama transportasi dilakukan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelulusan hidup (survival rate) bawal air tawar menurun seiring bertambahnya lama penyimpanan. Menurut penelitian Suryaningrum et al. (2005) yang menggunakan bawal sebagai biota ujinya, penurunan nilai kelulusan hidup tersebut karena sebagian biota yang dibius telah tersadar pada saat disimpan sehingga aktivitas maupun metabolismenya meningkat. Hal ini juga dapat berlaku bagi bawal air tawar karena aktivitas dan metabolisme bawal yang semakin tinggi menuntut ketersediaan oksigen yang tinggi pula, sedangkan ketersediaan oksigen dalam media kemasan sangat terbatas

100 73 60 40 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 3 6 9 K ela ng sun g a n H idu p (%)

(9)

sehingga bawal dapat mengalami kekurangan oksigen yang berakibat pada kematian.

Rendahnya persentase tingkat kelulusan hidup pada jam ke-9 diduga karena ikan lebih cepat sadar kembali selama berada dalam kemasan. Pada saat ikan dipingsankan dan disimpan dalam kemasan tanpa air, katup insangnya masih mengandung sedikit air sehingga oksigen dapat diserap walaupun dalam jumlah yang sedikit (Utomo 2001). Tingkat kematian yang cukup tinggi pada jam penyimpanan ke-9 diduga akibat rendahnya cadangan oksigen pada katup insang sehingga mempercepat proses kematian ikan selama transportasi.

4.3.2 Perubahan suhu media kemasan selama penyimpanan

Suhu media kemasan mengalami perubahan sejak awal hingga akhir uji penyimpanan bawal air tawar. Hasil pengamatan perubahan suhu media pengisi selama uji penyimpanan ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Perubahan suhu media kemasan selama penyimpanan

Pada penyimpanan selama 9 jam terlihat bahwa media kemasan dengan bahan pengisi serbuk gergaji mengalami perubahan suhu yang cukup berarti. Peningkatan suhu menjadi 15,7 oC terjadi ketika penyimpanan mencapai lama

13,0 15,7 18,0 18,7 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0 3 6 9 Suhu C)

(10)

penyimpanan 3 jam dan mencapai 18 oC pada penyimpanan selama 6 jam. Suhu media serbuk gergaji mengalami peningkatan menjadi 18,7 oC pada penyimpanan jam ke-9. Penggunaan serbuk gergaji sebagai media pengisi pada penyimpanan bawal terbukti dapat mempertahankan suhu kemasan tetap rendah (≤ 21 oC) hingga 9 jam penyimpanan. Serbuk gergaji terus mengalami peningkatan suhu seiring semakin lamanya durasi penyimpanan. Hal ini terjadi akibat menurunnya kemampuan es sebagai media pendingin dan adanya penetrasi panas dari suhu lingkungan (Junianto 2003). Suhu media serbuk gergaji dapat dipertahankan rendah oleh beberapa faktor, yaitu penambahan es dan penggunaan stirofoam sebagai wadah pengemas.

Penentuan suhu media pengisi disesuaikan dengan suhu pembiusan ikan bawal. Menurut Suryaningrum dan Utomo (1999) dalam Andasuryani (2003), suhu media untuk transportasi ikan sistem kering berkisar atau sama dengan suhu pembiusannya. Suhu merupakan faktor yang sangat penting dalam transportasi ikan sistem kering dan berpengaruh terhadap kelulusan hidup ikan yang ditransportasikan. Suhu dalam kemasan harus dipertahankan sebaik mungkin dan idealnya pada akhir transportasi suhu tidak lebih dari 20 oC (Suryaningrum et al. 1994).

Sampai saat ini, serbuk gergaji merupakan jenis media pengisi yang paling sering digunakan pada transportasi biota perairan hidup sistem kering. Serbuk gergaji mempunyai panas jenis yang lebih besar daripada sekam padi atau serutan kayu, memiliki tekstur yang baik dan seragam serta nilai ekonomisnya relatif rendah. Serbuk gergaji yang digunakan sebaiknya berasal dari jenis kayu yang sedikit mengandung getah atau resin, kurang beraroma terpenten, tidak beracun, tidak berbau tajam dan bersih (Junianto 2003). Jenis kayu yang umum digunakan antara lain kayu mindi (Melia azedarach), jeungjing (Albizia falcata) dan jati (Tectona grandis) (Karnila dan Edison 2001).

Perubahan suhu yang kecil menyebabkan bawal tetap tenang, tidak banyak bergerak, aktivitas metabolisme dan respirasi berkurang sehingga diharapkan daya tahannya cukup tinggi di luar habitatnya. Rendahnya metabolisme bawal akan menghasilkan kebutuhan energi untuk aktivitas yang juga rendah. Hal ini berarti bahwa perombakan adenosin triphosphat (ATP) menjadi adenosin

(11)

diphosphat (ADP), adenosin monophosphat (AMP) dan inosin monophosphat untuk menghasilkan energi sangat rendah, sehingga oksigen yang digunakan unuk merombak ATP untuk menghasilkan energi juga sangat rendah. Kadar oksigen dalam darah bawal pada akhirnya tidak turun secara drastis, sehingga bawal mampu hidup lebih lama selama proses transportasi (Karnila dan Edison 2001).

Suhu kemasan memegang peran penting dalam menentukan kelulusan hidup bawal. Suhu kemasan yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah akan menyebabkan mortalitas yang tinggi selama proses transportasi. Media yang digunakan untuk transportasi bawal air tawar sistem kering harus bersifat lembab, dengan suhu di dalam kemasan dipertahankan pada 12,9-25,4 oC. Dalam kondisi ini, transportasi Bawal air tawar akan lebih lama dan kelulusan hidupnya tinggi (Suryaningrum et al. 2007). Semakin lama bahan pengisi mampu menyimpan dingin maka semakin panjang waktu dan jarak tempuh transportasi yang bisa dilakukan (Hastarini et al. 2006).

Suhu media kemasan selama penyimpanan ikut menentukan ketahanan hidup ikan bawal air tawar dalam transportasi hidup sistem kering. Perubahan suhu yang cukup besar sejak awal hingga akhir transportasi akan menyebabkan bawal tersadar dari kondisi imotil sehingga aktivitas dan metabolismenya meningkat. Aktivitas dan metabolisme yang semakin tinggi akan menuntut ketersediaan oksigen yang siap dikonsumsi, akan tetapi ketersediaan oksigen di dalam media kering terbatas. Biota yang dikemas akan mengalami kekurangan oksigen yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian (Karnila dan Edison 2001).

Peningkatan suhu yang lebih cepat akan membuat ikan lebih cepat sadar sehingga metabolismenya meningkat, Hal ini berpengaruh pula terhadap nilai survival rate dalam transportasi ikan sistem kering. Untuk mengetahui tingkat kenaikan suhu media serbuk gergaji yang sebenarnya dilakukan penelitian penyimpanan dengan menggunakan thermo-hygrometer. Dalam uji yang dilakukan selanjutnya diukur tingkat suhu media serbuk gergaji dan kelembaban relatifnya (relative humidity) dengan menggunakan alat thermo-hygrometer digital dengan sensor berbentuk probe. Probe diletakkan dalam serbuk gergaji dan indikator diletakkan di luar kotak stirofoam. Posisi thermo-hygrometer dapat

(12)

dilihat pada Gambar 7. Pengamatan dilakukan setiap 30 menit untuk memantau suhu dan kelembaban. Hasil pengamatan perubahan suhu media pengisi dan kelembaban serbuk gergaji selama uji penyimpanan ditampilkan pada Gambar 8 dan 9.

Gambar 7 Posisi thermo-hygrometer pada percobaan

Gambar 8 Perubahan suhu serbuk gergaji selama penyimpanan dengan menggunakan thermo-hygrometer.

Pengamatan suhu serbuk gergaji dengan menggunakan thermo-hygrometer digital, memperlihatkan rata-rata suhu naik dari pengamatan ke-0 hingga pengamatan ke-7 (0 hingga 3 jam 30 menit) dari suhu 13 ºC hingga 16,27 ºC.

-2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Su hu ( ºC)

(13)

Pada pengamatan ke-8 hingga pengamatan ke-18 (4-9 jam) terjadi kenaikan sedikit (relatif stabil) yaitu dari suhu 16,3 ºC menjadi 17,1 ºC.

Gambar 9 Perubahan RH serbuk gergaji selama penyimpanan menggunakan thermo-hygrometer.

Pengamatan kelembaban menghasilkan rata-rata 73,3 % hingga 99 % pada pengamatan ke-0 sampai dengan ke-7 (0 jam hingga 3 jam 30 menit). Kemudian terlihat stabil pada kelembaban 99 % pada pengamatan ke-8 sampai ke-18 (4-9 jam). Terlihat bahwa kenaikan suhu maupun kelembaban terjadi pada pengamatan ke-0 hingga ke-7.

Kelembaban relatif (relative humidity) didefinisikan sebagai rasio dari tekanan parsial uap air dalam campuran terhadap tekanan uap jenuh air pada temperatur (Perry dan Green 1997). Kenaikan kelembaban yang terjadi selama transportasi ikan bawal disebabkan oleh menguapnya cadangan es yang digunakan selama transportasi. Es yang menguap sebagian berubah menjadi uap air dan meningkatkan kelembaban udara yang ada pada kemasan.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Rela tiv e H um idi ty ( %)

Gambar

Tabel 4 Hasil analisis kualitas air media pemeliharaan bawal air tawar  Parameter  Kolam budidaya  Laboratorium  Standar  Satuan
Tabel 5 Respon aktivitas bawal air tawar pada berbagai penurunan suhu  Suhu
Gambar 8 Perubahan suhu serbuk gergaji selama penyimpanan dengan  menggunakan thermo-hygrometer

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi IPK (Isolat Protein Kedelai) tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata warna sosis ikan lele dumbo

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa rataan daya cerna bahan kering ransum ikan bawal air tawar yang diberi perlakuan R 1 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan R 0

Sedangkan pada variasi selanjutnya dimana kadar serbuk gergajinya tinggi, yaitu beton dengan variasi 0,6% Bestmittel dan substitusi serbuk gergaji kayu sebagai bahan pengganti

Berdasarkan hasil yang diperoleh (Tabel 2) memperlihatkan bahwa untuk ikan bawal air tawar, perlakuan yang terbaik adalah pada perlakuan bawal e yaitu konsentrasi

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa pertumbuhan ikan pada perlakuan kontrol (0 ppt) mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada perlakuan

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pembiusan dengan suhu rendah secara bertahap terhadap kelulusan hidup bawal air tawar (Colossoma macropomum)

Perlakuan Rata-rata Laju Perkecambahan (hari) K0 = Kontrol atau Tanpa sekam maupun serbuk gergaji 6,13 c K1 = Penyimpanan dengan serbuk gergaji 50% 6,00 bc K2 = Penyimpanan

dosis arang aktif serbuk gergaji kayu jati tidak memberikan pengaruh yang nyata.. terhadap tinggi tanaman cabai