• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KESEHATAN KOTA DENPASAR TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL KESEHATAN KOTA DENPASAR TAHUN 2013"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KESEHATAN KOTA DENPASAR

TAHUN 2013

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mengukur keberhasilan pembangunan kesehatan di Kota Denpasar sesuai dengan Visi Dinas Kesehatan Kota Denpasar ”DENPASAR SEHAT YANG KREATIF, MANDIRI DAN BERKEADILAN”, dan dengan misinya 1) Mengoptimalkan sumber daya kesehatan untuk peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat dan menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, 2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, 3) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani, 4) Meningkatkan kemandirian masyarakat dalam berprilaku hidup bersih dan sehat, 5) Menggerakkan pembangunan daerah berwawasan kesehatan dan berperan aktif menunjang pelaksanaan pembanagunan kesehatan yang berskala nasional, diperlukan suatu indikator. Indikator tersebut antara lain: 1) indikator derajat kesehatan yang terdiri atas indikator-indikator untuk mortalitas, morbiditas dan status gizi; 2) Indikator upaya kesehatan yang terdiri atas pelayanan kesehatan perilaku hidup sehat dan keadaan lingkungan serta;

serta 3) Indikator sumber daya kesehatan yang terdiri dari sarana kesehatan, tenaga kesehatan dan pembiayaan kesehatan dan 4) indikator lain yang terkait dengan kesehatan. Indikator ini terangkum dalam Indikator Kinerja Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan yang terdiri atas 26 indikator pelayanan bidang kesehatan.

Salah satu sarana yang dapat digunakan untuk menggambarkan hasil atau pencapaian program di bidang kesehatan atau kinerja dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah Profil Kesehatan. Profil Kesehatan pada intinya berisi berbagai data/informasi yang menggambarkan tingkat pencapaian program pembangunan kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Disamping

BAB

I

(3)

itu profil juga bermanfaat sebagai bahan untuk perencanaan pembangunan kesehatan di tingkat Kabupaten. Untuk membuat suatu program dan kegiatan yang berkualitas dan menyentuh kebutuhan masyarakat maka data/ gambaran kesehatan Kota Denpasar sangat diperlukan, sehingga setiap tahun terjadi perbaikan/perubahan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik, Perubahan – perubahan tersebut yang nantinya akan dituangkan dalam profil kesehatan yang akan dijadikan acuan dalam membuat program dan kegiatan selanjutnya, sebagai bahan informasi bidang kesehatan. Oleh karena itu data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat sangat dibutuhkan dalam mengambil keputusan dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan mengevaluasi pembangunan kesehatan di Kota Denpasar.

Profil kesehatan Kota Denpasar diharapkan dapat dijadikan salah satu media untuk memantau dan mengevaluasi hasil penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Harapan kita Profil Kesehatan Kota Denpasar dapat disusun secara lebih berkualitas yaitu dapat terbit lebih cepat, menyajikan data yang lebih akurat, konsisten dan sesuai kebutuhan.

B. Tujuan

B.1 Tujuan Umum

Tersedianya data/informasi yang akurat, tepat waktu dan sesuai kebutuhan dalam rangka meningkatkan kemampuan manajemen kesehatan secara berhasil guna dan berdayaguna.

B.2 Tujuan Khusus

a. Tersedianya acuan dan bahan rujukan dalam rangka pengumpulan data, pengolahan, analisis serta pengemasan informasi;

b. Tersedianya wadah integrasi berbagai data yang telah dikumpulkan oleh berbagai sistim pencatatan dan pelaporan di unit-unit kesehatan;

c. Memberikan analisis-analisis yang mendukung penyediaan informasi dalam menyusun alokasi dana/anggaran program kesehatan;

(4)

d. Tersedianya bahan untuk penyusunan profil kesehatan tingkat propinsi dan nasional.

C. Isi Ringkasan Profil

Profil kesehatan Kota Denpasar berisi narasi dan gambaran analisis situasi umum dan lingkungan yang mempengaruhi kesehatan, situasi sumber daya, situasi upaya kesehatan, situasi derajat kesehatan dan pembiayaan kesehatan. Disamping narasi juga berisi tabel dan diagram untuk sajian distribusi frekuensi menggambarkan perkembangan/perbandingan pencapaian program.

D. Sistimatika Penyajian Bab I. Pendahuluan

Bab ini secara ringkas menjelaskan maksud dan tujuan disusunnya profil kesehatan Kota Denpasar. Dalam bab ini juga diuraikan secara ringkas pula isi dari Profil Kesehatan Kota Denpasar dan sistimatika penyajian.

Bab II. Gambaran Umum Kota Denpasar

Dalam bab ini diuraikan gambaran secara umum Kota Denpasar yang meliputi keadaan geografi, cuaca, keadaan penduduk, tingkat pendidikan penduduk, keadaan ekonomi, serta perilaku penduduk yang terkait dengan kesehatan.

Bab III. Situasi Derajat Kesehatan

Bab ini berisi uraian tentang berbagai indikator derajat kesehatan yang mencakup tentang angka kematian, angka harapan hidup, angka kesakitan dan status gizi masyarakat

Bab IV. Situasi Upaya Kesehatan

Bab ini berisi uraian tentang upaya kesehatan yang tertuang pada tujuan program pembangunan di bidang kesehatan. Gambaran upaya kesehatan yang telah diselenggarakan meliputi pelayanan kesehatan dasar, pencapaian upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit dan upaya perbaikan gizi masyarakat serta gambaran tentang keadaan sumber daya mencakup tentang keadaan sarana/ fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dan pembiayaan kesehatan.

(5)

Bab V. Kinerja Pembangunan Kesehatan.

Bab ini menyajikan kegiatan multi sektor yang dilaksanakan dalam rangka mencapai Kabupaten/Kota Sehat yang dituangkan dalam Indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan.

Bab VI. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan yang disajikan dalam bab ini mencakup tentang keadaan umum maupun pencapaian pembangunan kesehatan dan kinerja pembangunan kesehatan

Saran-saran berisi rekomendasi dalam rangka mengatasi masalah- masalah kesehatan dan masalah-masalah kinerja pembangunan kesehatan yang menonjol.

Lampiran

Pada lampiran dicantumkan seluruh tabel induk yang digunakan dalam penyusunan profil kesehatan Kota Denpasar.

(6)

GAMBARAN UMUM DAN

PERILAKU PENDUDUK KOTA DENPASAR

A. Gambaran Umum A.1 Geografi

Kota Denpasar terletak pada posisi 08035’31” sampai 08044’49”

Lintang Selatan dan 115000’23” sampai 115016’27” Bujur Timur, dengan ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Batas wilayah Kota Denpasar di bagian Utara, Selatan dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Badung, sedangkan di bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Gianyar. Peta wilayah Kota Denpasar seperti tampak pada gambar berikut:

Peta Wilayah Kota

Denpasar

Luas Wilayah Kota Denpasar 127,78 km2 atau 2,18% dari luas wilayah Propinsi Bali. Secara administratif Kota Denpasar terdiri dari 4 Kecamatan, 43 desa atau kelurahan dengan 209 dusun. Letak geografis dan luas masing-masing kecamatan seperti pada tabel 2.1 berikut :

Kab. Badung

Kab. Gianyar

Selat Badung

BAB

II

(7)

Tabel 2.1

Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Denpasar Tahun 2014

No Kecamatan Letak Geografis Luas

(Km2) Lintang Selatan Bujur Timur

1 Denpasar Utara 08035`31”-

08039`29” 115012`09”-

115014`39” 31,42 2 Denpasar Timur 08035`31”-

08040`36” 115012`29”-

115016`27” 22,31 3 Denpasar

Selatan 08040`00”-

08044`49” 115010`23”-

115015`54” 49,99 4 Denpasar Barat 08036`24”-

08041`59” 115010`23”-

115014`14” 24,06 Denpasar 08035`31”-

08044`49” 115010`23”-

115016`27” 127,78 Penggunaan lahan di Kota Denpasar sebagian kecil dimanfaatkan sebagai lahan sawah irigasi (21,26%), dan sisanya merupakan lahan kering (78,66%) dan lahan lainnya (0,08%). Sementara itu luas kawasan hutan rakyat hanya sebesar 0,59%, yang ditanami Tanaman Hutan Rakyat yang meliputi hutan mangrove yang berfungsi sebagai hutan pencegah abrasi terletak di kawasan Suwung, Benoa dan Serangan.

A.2 Topografi dan Iklim

Topografi Kota Denpasar sebagian besar merupakan dataran rendah yang terbentang dari Selatan ke Utara. Panjang pantai ± 11 Km, berupa perairan laut yang meliputi pantai padang Galak, pantai Sanur, serta pantai Pulau Serangan. Wilayah Kota Denpasar secara umum beriklim laut tropis yang dipengaruhi oleh angin musim.

Sebagai daerah tropis Kota Denpasar memiliki musim kemarau dan musim hujan yang diselingi oleh musim panca roba, dengan curah hujan berkisar antara 1 – 437 mm. Curah hujan yang paling rendah terjadi pada Bulan September yaitu sebesar 1 mm, sedangkan curah hujan yang paling tinggi terjadi pada Bulan Januari sebesar 437 mm.

Suhu maksimum berkisar antara 29,90C – 33,90C dan suhu minimum berkisar antara 22,70C – 25,60C. Temperatur tertinggi terjadi di Bulan Desember dan terendah terjadi pada Bulan September dengan kelembaban udara berkisar antara 73 hingga 82 persen .

(8)

A.3 Pemerintahan

Pemerintahan Kota Denpasar secara adminnistratif terdiri dari 4 kecamatan dan 43 Desa/Kelurahan. Dari 43 Desa/ Kelurahan yang ada 16 buah berstatus Kelurahan dan 27 berstatus Desa. Kecamatan Denpasar Selatan terdiri dari 6 kelurahan dan 4 desa, Denpasar Timur 4 Kelurahan dan 7 Desa, Denpasar Barat 3 Kelurahan dan 8 Desa dan Kecamatan Denpasar Utara 3 Kelurahan dan 8 Desa.

A.4 Kependudukan

Berdasarkan hasil perhitungan geometris berdasarkan proyeksi Sensus Penduduk 2010 yang dibantu oleh BPS Propinsi Bali, pencerminan penduduk Kota Denpasar pada tahun 2014 berjumlah 867.700 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 424.600 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 443.100 jiwa.

Kecamatan Denpasar Selatan merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar yaitu 267.900 atau 31,49% dari seluruh penduduk Kota Denpasar, diikuti Denpasar Barat 246.600 jiwa (28,99%), Denpasar Utara 188.700 jiwa (22,18%) dan Denpasar Timur 147,400 jiwa (17,32%). Bila dilihat kepadatan penduduk Kota Denpasar dibandingkan luas wilayahnya kecamatan Denpasar Barat merupakan wilayah dengan penduduk terpadat 10.249,38 jiwa/Km2, dan Kecamatan Denpasar Selatan dengan kepadatan terendah yaitu 5.359,07 jiwa/Km2.

Rata rata kepadatan penduduk di Kota Denpasar adalah 6.657 jiwa/Km2 Sex ratio adalah perbandingan penduduk laki –laki dan penduduk .perempuan di suatu wilayah. Sex ratio penduduk Denpasar adalah 104,36 artinya penduduk laki-laki 4,36% lebih banyak dari penduduk perempuan. Laju pertumbuhan penduduk mencapai angka 4,28%.

Sedangkan Umur Harapan Hidup (UHH) penduduk Kota Denpasar tahun 2011 mencapai umur 73.06 tahun.

Penduduk Kota Denpasar bila dirinci menurut golongan umur dan jenis kelamin, dapat dilihat pada piramida berikut:

(9)

Grafik 2.1 Distribusi penduduk di Kota Denpasar menurut golongan Umur tahun 2014

0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75>

Perempuan Laki-Laki

Pada Grafik 2.1 terlihat bahwa jumlah balita adalah sebesar 8,89% dari seluruh total penduduk dan jumlah usila 2,89% dari seluruh total penduduk, sedangkan persentase balita dan anak anak adalah 24,6% dari seluruh total penduduk Denpasar. Berdasarkan data ini dapat kita lihat bahwa komposisi penduduk usia produktif (dewasa) lebih besar dibandingkan usia non produktif (anak-anak dan usia lanjut).

Indikator penting yang terkait dengan distribusi penduduk menurut umur yang sering digunakan untuk mengetahui produktifitas penduduk adalah ratio beban ketergantungan atau dependency ratio. Ratio beban ketergantungan adalah angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur dibawah 15 tahun dan diatas 65 tahun) dengan banyaknya umur produktif (umur 15-64 tahun).

Ratio beban ketergantungan di Kota Denpasar sebesar 37,95, angka ini menunjukkan setiap 100 orang yang masih produktif akan menanggung 38 orang yang belum/sudah tidak produktif lagi.

(10)

A.5 Sosial Ekonomi

Produk domistik bruto (PDRB) merupakan salah satu indicator pembangunan dibidang ekonomi dari suatu wilayah. Pertumbuhan perekonomian Kota Denpasar dapat dilihat dari laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Nilai PDRB Kota Denpasar tahun 2012 atas dasar harga berlaku sebesar 15,56 triliun rupiah atau meningkat 12,28% bila dibandingkan dengan tahun 2011. Data sampai dengan tahun 2012 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan PDRB Kota Denpasar mencapai 12%. Pembentukan PDRB Kota Denpasar sebagian besar (73,69%) ditopang oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor pengangkutan dan sektor jasa- jasa lainnya. Besarnya PDRB perkapita di Kota Denpasar mencapai Rp.

11,80 juta, melebihi rata-rata PDRB Propinsi Bali yang mencapai angka Rp. 9,89 juta.

B. Perilaku Penduduk

B.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Pelaksanaan perilaku bersih dan sehat sejak dini dalam keluarga dapat menciptakan keluarga yang sehat dan aktif dalam setiap upaya

kesehatan masyarakat (Profil Kes Indonesia, 2012).

Untuk menanggulangi rumah tangga yang rawan terhadap penyakit infeksi dan non infeksi, maka setiap rumah tangga yang ada perlu diberdayakan untuk melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada rumah

tangga di Kota Denpasar dalam lima tahun terakhir seperti pada grafik di bawah ini :

(11)

Grafik 2.2

Tren persentase Rumah Tangga ber PHBS di Kota Denpasar Tahun 2009 s/d 2013

59.4

70.05 76.4 72.9 79.6

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

2009 2010 2011 2012 2013

Data pada grafik 2.2 di atas menunjukkan bahwa selama tahun lima tahun terakhir jumlah rumah tangga yang ber PHBS sudah

cenderung mengalami peningkatan. Hal ini sudah cukup baik mengingat peran PHBS yang begitu penting dalam membantu menumbuhkan budaya hidup yang baik dibidang kesehatan. Pada Renstra Dinas Kesehatan Kota dicantumkan target rumah tangga ber PHBS untuk tahun 2013 sebesar 78%. Pencapaian Kota Denpasar sebesar 79,6%, hal ini menunjukkan sudah terjadi peningkatan dibandingkan dengan pencapaian tahun 2012 dan sudah mencapai target yang ditetapkan pada Renstra, untuk tahun selanjutnya perlu terus digalakkan upaya untuk meningkatkan cakupan rumah tangga ber PHBS dengan meningkatkan pembinaan PHBS di rumah tangga dengan menggerakkan dan memberdayakan keluarga atau anggota rumah tangga untuk hidup bersih dan sehat melalui penyuluhan baik secara individu maupun berkelompok agar setiap orang, kelompok atau

(12)

keluarga tahu, mau dan mampu menolong diri sendiri di bidang kesehatan.

Untuk mencapai rumah tangga ber PHBS terdapat 10 perilaku hidup bersih dan sehat yang dipantau, yaitu:

1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan 2. Memberi ASI ekslusif

3. Menimbang balita setiap bulan 4. Menggunakan iar bersih

5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 6. Menggunakan jamban sehat

7. Memberantas jentik di rumah seminggu sekali 8. Makan buah dan sayur setiap hari

9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari 10. Tidak merokok di dalam rumah

Bila kita lihat data per puskesmas persentase rumah tangga ber PHBS tertingi di wilayah kerja Puskesmas Denpasar II Barat (90,7%) sedangkan terendah di Puskesmas IV Denpasar Selatan ( 61,0%).

Grafik 2.3

Persentase Rumah Tangga ber PHBS di Kota Denpasar Berdasarkan Kecamatan Tahun 2013

77.5 80

77.7

83.8

74 76 78 80 82 84

Dps Utara Dps Timur Dps Selatan Dps Barat

Sumber : Seksi Prom Kes Bidang Bina Kesmas Dikes Kota Denpasar

(13)

Rumah tangga ber PHBS tertinggi terdapat di Kecamatan Denpasar Barat (83,8%) sedangkan terendah di kecamatan Denpasar Utara (77,5%).

B.2 Aktivitas Posyandu

Posyandu merupakan salah satu upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM). Keberadaan posyandu sampai saat ini masih memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya pada golongan balita.

Tingkat perkembangan posyandu di Kota Denpasar dalam lima tahun terakhir seperti pada grafik di bawah ini :

Grafik 2.4

Persentase Posyandu di Kota Denpasar Tahun 2009 s/d 2013

0 10 20 30 40 50

2009 2010 2011 2012 2013

% Pratama

% Madya

% Purnama

% Mandiri

Sumber : Seksi Prom Kes Bidang Bina Kesmas Dikes Kota Denpasar

Data pada grafik 2.5 di atas menunjukkan bahwa perkembangan posyandu di Kota Denpasar terutama untuk posyandu mandiri mengalami penurunan. Dari 461 posyandu yang ada di Kota Denpasar baru 233 posyandu (50,54%) merupakan Posyandu Aktif. Lambatnya perkembangan posyandu ke arah posyandu mandiri tidak terlepas dari kurang berperan sertanya masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan posyandu terutama dalam hal dukungan dana untuk operasional kegiatan

(14)

posyandu. Saat ini dana operasional posyandu sebagian besar berasal dari bantuan pemerintah.

B.3 Penyuluhan Kesehatan.

Penyuluhan kesehatan merupakan upaya untuk memberikan pemahaman, penyebaran informasi tentang masalah kesehatan dan solusi pemecahan masalah kesehatan kepada masyarakat agar berperilaku atau mengubah perilaku ke arah yang dapat menunjang kesehatannya. Cakupan penyuluhan di Kota Denpasar tahun 2013 sebanyak 4.015 kali penyuluhan yang meliputi penyuluhan kelompok sebanyak 3.811 kali dan penyuluhan massa sebanyak 204 kali.

C. Keadaan Lingkungan

Kondisi lingkungan di Kota Denpasar sangat dipengaruhi oleh perilaku hidup manusia dalam menata rumah dan alam sekitarnya. Pada tahun 2013 dilakukan pemeriksaan terhadap 89.113 rumah (65,7%) dari 135.586 rumah yang ada di Kota Denpasar. Jumlah Rumah yang termasuk dalam kategori sehat sebanyak 86.315 rumah (96,9%).

Cakupan rumah sehat menurut kecamatan seperti pada grafik di bawah ini :

Grafik 2.5

Persentase Rumah Sehat di Kota Denpasar Tahun 2009 s/d 2012

95.31 95.11

98.2

96.4 96.9

93 94 95 96 97 98 99

2009 2010 2011 2012 2013

Sumber seksi PLP dan Kualitas air bidang bina PL Dikes Kota Denpasar

(15)

Data pada grafik 2.5 di atas menunjukkan bahwa cakupan rumah sehat di Kota Denpasar selama 5 tahun terakhir sudah diatas target Renstra Dikes Kota Denpasar Tahun 2013 sebesar 85%.

C.1 Air Bersih

Cakupan keluarga yang memiliki akses air bersih di Kota Denpasar pada tahun 2013 mencapai 99.8%. Dengan adanya sebagian besar masyarakat yang sudah bisa mengakses air bersih di Kota Denpasar, diharapkan penyakit-penyakit menular melalui air (water borne desease) dapat dicegah atau sedapat mungkin diturunkan kasusnya.

C.2 Jamban

Kepemilikan jamban bagi keluarga merupakan sesuatu yang vital karena dengan adanya jamban di masing-masing rumah tangga berbagai penyakit yang penularannya melalui kotoran manusia seperti kecacingan, diare dan sebagainya dapat dicegah sedini mungkin. Pada dasarnya seluruh KK yang ada di Kota Denpasar sudah memiliki jamban, namun yang termasuk dalam kategori jamban sehat mencapai 96,8% atau dari 89.113 KK yang memiliki jamban, yang berada dalam kategori sehat sebanyak 86.233 KK.

C.3 Tempat Sampah dan Pengelolaan Air Limbah

Tempat sampah dan pengeloaan air limbah di tingkat rumah tangga merupakan faktor yang ikut berperan penting dalam menciptakan suatu lingkungan yang sehat di tingkatan yang paling bawah. Data yang ada menunjukkan bahwa seluruh KK di Kota Denpasar sudah memiliki tempat sampah dan pengelolaan air limbah. Tempat sampah yang termasuk dalam kategori sehat sebesar 90,1%, sedangkan pengelolaan air limbah yang termasuk dalam kategori sehat sebesar 97,2%.

(16)

C.4 Tempat Umum Pengelolaan Makanan (TUPM)

Pemeriksaan terhadap tempat-tempat umum dan tempat umum pengelolaan makanan (TUPM) secara berkala meliputi hotel, restoran/rumah makan, pasar serta TUPM lainnya. Pemeriksaan bertujuan untuk menjamin agar tetap terjaganya kesehatan lingkungan di tempat- tempat yang bersangkutan dan lingkungan sekitarnya. Data pada tahun 2013 menunjukkan bahwa jumlah hotel di Kota Denpasar sebanyak 257 buah, pasar 61 buah, restoran/rumah makan sebanyak 431 buah dan TUPM lainnya sebanyak 3.629 buah.

Pemeriksaan kesehatan hotel dilakukan pada 221 buah hotel. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sebagian besar (98,64%) termasuk dalam kategori sehat. Sedangkan cakupan pemeriksaan pada Tempat umum pengelolaan makanan (TUPM) yang meliputi restoran/rumah makan, pasar dan tempat umum pengelolaan makanan lainnya mencapai 3.556 buah (81,2%) dari 4.378 TUPM yang ada. Hasil pemeriksaan menunjukkan TUPM yang termasuk dalam kategori sehat sebanyak 3.445 buah (92,15%) dari seluruh TUPM yang diperiksa.

Disamping pemeriksaan terhadap TUPM tersebut juga dilaksanakan pembinaan terhadap institusi meliputi sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana ibadah dan perkantoran. Pembinaan pada sarana kesehatan yang meliputi sarana puskesmas, puskesmas pembantu beserta jejaringnya sudah dilaksanakan secara rutin (100%). Pembinaan pada sarana pendidikan mencakup 419 buah sarana pendidikan (95,8%) dari 437 buah sarana pendidikan yang ada, pembinaan pada sarana ibadah mencakup 143 buah tempat ibadah (85,1%) dari 168 sarana ibadah yang ada.

Dalam rangka pencegahan terhadap DBD, di Kota Denpasar telah dilakukan pengamatan jentik secara berkala. Pemeriksaan dilakukan pada 2.307.381 rumah/bangunan dan TTU dari 2.307.381 rumah/bangunan dan TTU yang ada (100%). Hasilnya menunjukkan bahwa yang termasuk dalam kategori rumah/bangunan bebas jentik sebanyak 2.229.353 rumah/bangunan dan TTU (96,62%). Sedangkan sisanya 3,38% dalam kategori tidak bebas jentik yang dikhawatirkan dapat menimbulkan KLB Demam Berdarah Dengue di Kota Denpasar. Kondisi lingkungan yang

(17)

tidak memenuhi syarat kesehatan dan banyak barang tidak terpakai berserakan dapat mengakibatkan genangan air terutama pada musim hujan. Genangan air ini dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk penyebar penyakit seperti DBD. Untuk itu perlu upaya yang lebih keras lagi dari petugas maupun seluruh komponen masyarakat agar seluruh rumah/bangunan yang ada bebas dari jentik. Cakupan rumah/bangunan bebas jentik menurut kecamatan di Kota Denpasar seperti pada grafik berikut :

Grafik 2.6

Persentase Rumah Bebas Jentik berdasarkan kecamatan Di Kota Denpasar Tahun 2012

96.47

96.99

96.13

97.3

95.5 96 96.5 97 97.5

Den Ut Den Tim Den Sel Den Bar

Sumber Seksi P2B2 Bidang P2P Dikes Kota Denpasar

Data pada grafik 2.6 di atas menunjukkan bahwa rumah/bangunan bebas jentik tertinggi berada di Kecamatan Denpasar Barat dan Kecamatan Denpasar Timur, disusul Kecamatan Denpasar Utara dan Kecamatan Denpasar Selatan

Secara umum cakupan angka bebas jentik di Kota Denpasar sudah mencapai 96,62%. Cakupan ini sudah melampaui target yang ditetapkan yaitu sebesar 95%.

(18)

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan, seperti kondisi morbiditas, mortalitas dan status Gizi. Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh multi faktor. Faktor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan sangat menentukan derajat kesehatan masyarakat. Faktor lain diluar kesehatan yang tak kalah penting berperan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat adalah keadaan sosial ekonomi, pendidikan, lingkungan social, keturunan dan factor lainnya (Depkes, 2010). Pada bagian ini derajat kesehatan masyarakat Kota Denpasar akan digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka morbiditas beberapa penyakit yang ada di Kota Denpasar.

A. Mortalitas

Angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu dikenal dengan mortalitas (Depkes, 2010). Mortalitas selain dapat menggambarkan keadaan dan derajat kesehatan masyarakat suatu wilayah dapat juga digunakan sebagai dasar perencanaan di bidang kesehatan. Tingkat kematian secara umum sangat berhubungan erat dengan tingkat kesakitan. Sebab-sebab kematian ada yang dapat diketahui secara langsung dan tidak langsung. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas dan morbiditas adalah sosial ekonomi, pendapatan perkapita, pendidikan, perilaku hidup sehat, lingkungan, upaya kesehatan dan fertilitas.

A.1 Angka Kematian Bayi (AKB)

Jumlah kematian penduduk yang berusia di bawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu disuatu daerah disebut Angka Kematian Bayi (AKB). AKB merupakan indikator yang sangat berguna untuk mengetahui status kesehatan anak khususnya bayi dan dapat mencerminkan tingkat kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan

BAB

III

(19)

secara umum, status kesehatan penduduk secara keseluruhan serta tingkat perkembangan sosial ekonomi masyarakat.

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi AKB secara umum adalah tingkat kesakitan dan status gizi, kesehatan ibu waktu hamil dan proses penanganan persalinan. Gangguan perinatal merupakan salah satu dari sekian faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan ibu selama hamil yang mempengaruhi perkembangan fungsi dan organ janin.

Angka Kematian Bayi (AKB) di Kota Denpasar dalam lima tahun terakhir seperti pada grafik di bawah ini.

Tabel 3.1

Angka Kematian bayi Kota Denpasar Tahun 2010 s/d 2015

3,8

1,8

0,7 0,5 0,6

0 1 2 3 4

2010 2011 2012 2013 2014

Angka kematian bayi

Sumber: Seksi Keluarga Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dikes Kota Dps

Data pada grafik 3.1 di atas menunjukkan bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) di Kota Denpasar dalam lima tahun terakhir cenderung mengalami penurunan, hal ini tidak terlepas dari pemerataan pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya, meningkatnya pendapatan masyarakat serta perbaikan gizi yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.

(20)

AKB di tingkat Kecamatan tahun 2013 seperti pada grafik di bawah ini .

0 0,5 1 1,5 2 2,5

AKB/1000 KH

Grafik 3.2

Angka Kematian Bayi (AKB) Menurut Jenis Kelamin di Tingkat Kecamatan Tahun 2014

Laki-laki 0,6 0,5 2,19 0,47 0,9

Perempuan 0 0,6 0 0,45 0,2

Total 0,3 0,54 1,17 0,48 0,6

den bar Dentim den ut den sel Kota Dps

Sumber: Seksi Keluarga Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dikes Kota Dps

Gambar diatas menunjukkan di kecamatan denpasar barat dan denpasar utara kematian Bayi hanya terjadi pada bayi laki-laki. Angka Kematian Bayi pada tahun 2014 tertinggi di Kecamatan Denpasar Utara dan terendah di Kecamatan Denpasar Barat.

Penyebab Kematian bayi tersebut adalah

No Penyebab Kematian Jumlah

1 Berat badan lahir rendah (BBLR) 5 orang

2 Asfiksia 1 orang

3 Kelainan congenital 2 orang

4 DSS 1 orang

5 Kelainan jantung 1 orang

6 Kelainan penyerapan 1 orang

Total 11 orang

Upaya-upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi kematian pada bayi meliputi imunisasi TT pada ibu hamil, persalinan yang bersih, perawatan mata, ASI dini dan eksklusif dan pemberian antibiotika untuk penyebab kematian karena infeksi. Kemudian untuk penyebab kematian

(21)

karena asfiksia dan trauma kelahiran dilakukan upaya berupa resusitasi dan penghangatan. Sedangkan untuk mencegah kematian bayi karena kelainan kongenital dilakukan upaya yang meliputi terapi spilis bagi WUS penderita spilis dan suplementasi Folat pada ibu hamil.

Kematian Bayi umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti tingkat kesakitan dan status gizi, kesehatan ibu waktu hamil dan proses penanganan persalinan. Gangguan perinatal merupakan salah satu dari sekian faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan ibu selama hamil yang mempengaruhi perkembangan fungsi dan organ janin.

Lebih dari 90% kematian bayi di Kota Denpasar terjadi pada usia kurang dari 28 hari dan 50% lebih kematian disebabkan oleh BBLR. Hal ini mengindikasikan kesehatan ibu pada saat hamil sangat berperan dalam perkembangan kesehatan janin. Untuk tahun – tahun selanjutnya perlu ditingkatkan cakupan penemuan dan penanganan ibu hamil dengan komplikasi sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian bayi.

Renstra Dinas Kesehatan Kota Denpasar mencantumkan target kematian bayi pada tahun 2014 sebesar 26 per 1000 kelahiran hidup.

Angka Kematian Bayi di Kota Denpasar (0,6/1000 Kelahiran Hidup) sudah dibawah target dan ini menunjukan bahwa pelayanan kesehatan bagi bayi di Kota Denpasar sudah cukup baik karena petugas dan sarana kesehatan sudah menjangkau seluruh wilayah desa/kelurahan yang ada di Kota Denpasar.

A.2 Angka Kematian Balita (AKABA)

AKABA adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun dan dinyatakan per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian balita dihitung dengan menjumlahkan kematian bayi dengan kematian balita. Berdasarkan pedoman MDGs disebutkan bahwa nilai normatif >140 tinggi, 71-140 tinggi, 20-40 sedang dan <20 rendah. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak-anak dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit infeksi dan

(22)

kecelakaan. Angka Kematian Balita (AKABA) di Kota Denpasar seperti pada grafik di bawah ini :

Grafik 3.3

Angka Kematian Balita (AKABA) per 1000 KH Menurut Kecamatan TH 2014

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

den bar Den Tim den ut den sel Kota Dps

laki-laki Permpuan total

Sumber: Seksi Keluarga Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dikes Kota Dps

Pola grafik kematian Balita di Kota Denpasar tidak jauh berbeda dengan kematian bayi, AKABA tertinggi terjadi kecamatan Denpasar Utara dan terendah di kecamatan Denpasar Barat. Bila dilihat berdasarkan jenis kelaminnya, Kematian balita di Kota Denpasar pada tahun 2014 lebih banyak terjadi pada anak laki – laki dibandingkan dengan anak perempuan. Kematian Anak perempuan hanya terjadi di kecamatan Denpasar Timur dan Kecamatan Denpasar selatan.

(23)

Grafik 3.4

Angka Kematian Balita (AKABA) per 1000 KH Di Kota Denpasar Th 2010 sampai dengan Th 2014

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5

2010 2011 2012 2013 2014

AKABA/1000 KH

Sumber: Seksi Keluarga Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dikes Kota Denpasar

Secara Nasional ditetapkan AKABA sebesar 40/1000 KH. Pada tahun 2014 terjadi 15 kematian balita (11 kematian bayi dan 4 kematian anak balita). Bila kita lihat pencapaian Kota Denpasar pada tahun 2014 yaitu sebesar 0,8/1000 KH, maka sudah lebih rendah dari target nasional.

Rendahnya angka kematian balita (AKABA) di Kota Denpasar disebabkan karena baiknya gizi balita, rendahnya faktor risiko yang mengakibatkan kematian bagi balita, perilaku orang tua dalam pemberian gizi anak cukup baik serta peranan dari petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

A.3 Angka Kematian Ibu Maternal (AKI)

Angka kematian ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang meninggal pada tahun tertentu dengan penyabab kematian yang terkait gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. Indikator ini secara langsung digunakan untuk memonitor kematian terkait kehamilan.

Angka Kematian Ibu Maternal berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi, kesehatan ibu, kondisi

(24)

kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, waktu melahirkan dan masa nifas.

Keberhasilan pembangunan sektor kesehatan senantiasa menggunakan indikator AKB dan AKI sebagai indikator utamanya.

Angka kematian ibu maternal di Kota Denpasar dalam lima tahun terakhir sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini :

Grafik 3.5

Angka Kematian Ibu Maternal Di Kota Denpasar Tahun 2010 s/d 2014

24,91

46

59,7

21,8

16,1

0 10 20 30 40 50 60 70

2010 2011 2012 2013 2014

AKI per 100000 KH

Pada grafik diatas terlihat Angka kematian ibu di Kota Denpasar pada tahun 2013 dan 2015 sudah bisa ditekan bila dibandingkan dengan tahun 2012. Angka Kematian Ibu Maternal di Kota Denpasar tahun 2014 (16,1 per 100.000 KH) sudah lebih rendah dari target Renstra Dinas Kesehatan Kota Denpasar tahun 2014 (90 per 100.000 KH). Selama tahun 2014 di Kota Denpasar terjadi 3 kematian ibu yang terdiri dari 1 kematian ibu hamil, dan 2 orang ibu bersalin. Penyebab kematian ibu di Kota Denpasar pada tahun 2014 ini adalah 2 kematian ibu disebabkan oleh penyakit Non Obstertri yaitu kelainan jantung dan 1 orang karena infeksi.

Upaya yang sudah dilakukan selain rutin melaksanakan Audit Maternal Perinatal (AMP) untuk mengetahui akar permasalahan penyebab kematian juga sudah dilaksanakan pembelajaran kasus yang

(25)

mengakibatkan kematian ibu tersebut. Strategi kedepannya yang akan diambil untuk mengatasi hal ini adalah selain melibatkan lintas sektor dan lintas program agar ikut bersama – sama memantau ibu hamil, melahirkan dan masa setelah melahirkan dengan gerakan sayang ibu di harapkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi di Kota Denpasar dapat di tekan.

Di Tingkat Kecamatan yang ada di Kota Denpasar, Angka Kematian Ibu terdistribusi di 4 kecamatan seperti terlihat pada grafik di bawah ini :

Grafik 3.6

Angka Kematian Ibu per 100.000 KH berdasarkan Kecamatan di Kota Denpasar Tahun 2014

23,3

0 0

31,77

0 5 10 15 20 25 30 35

Den Ut Den Tim Den Sel Den Bar

Sumber: Seksi Keluarga Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dikes Kota Denpasar

Data pada grafik 2.5 di atas menunjukkan bahwa kematian maternal terjadi di dua kecamatan yaitu Kecamatan Denpasar Utara dan Kecamatan Denpasar Barat, dengan AKI tertinggi di kecamatan Denpasar Barat (31,77/100.000 KH). Bila dilihat kelompok umurnya kematian ibu maternal tertinggi pada kelompok umur 20-34 tahun.

Secara umum Angka Kematian Ibu di Kota Denpasar pada tahun 2014 masih dibawah target Nasional (125 per 100.000 KH) maupun target tingkat Propinsi Bali (100 per 100.000 KH), dan bila dibandingkan dengan target Renstra Dinas Kesehatan Kota Denpasar (90 per 100.000 KH), maka AKI per 100.000 Kelahiran Hidup di Kota Denpasar masih

(26)

berada di bawah target yang telah ditetapkan. Ini menunjukkan bahwa kwalitas pelayanan kesehatan pada ibu hamil di Kota Denpasar sudah cukup baik. Disamping itu pula akses terhadap sarana pelayanan sangat mudah karena penyebarannya hampir merata di wilayah seluruh Kota Denpasar.

A.4 Angka Harapan Hidup (AHH)

Derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat juga dapat dilihat dari nilai Angka Harapan Hidup (AHH). AHH juga merupakan indikator Indeks keberhasilan Pembangunan Manusia. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari peningkatan AHH. AHH adalah rata-rata jumlah tahun yang akan dijalani seseorang sejak orang tersebut lahir. Angka Harapan Hidup penduduk Kota Denpasar tahun 2011 berdasarkan data BPS sebesar 73,06 tahun. Angka ini lebih tinggi dari AHH Propinsi Bali oleh BPS sebesar 69,65 tahun untuk semua jenis kelamin dan lebih tinggi dari proyeksi AHH nasional tahun 2011 yang tertulis dalam Profil Kesehatan Indonesia yaitu sebesar 69,65 tahun.

B. STATUS GIZI

Status gizi balita merupakan salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam MDGs. Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan/panjang badan (TB). Variabel umur, BB dan TB ini disajikan dalam bentuk tiga indicator antropometri yaitu: berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indikator BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis atau akut karena berat badan berkorelasi positif

(27)

dengan umur dan tinggi badan. Dengan kata lain betar badan yang rendah dapat diakibatkan oleh tubuh yang pendek (kronis) atau karena diare atau penyakit infeksi lain (akut). Tahun 2014 di Kota Denpasar terdapat dilaporkan terdapat 30.792 balita dan sebanyak 0,1% bawah garis merah (BGM).

C. Morbiditas

Angka kesakitan baik insiden maupun prevalen dari suatu penyakit disebut morbiditas. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu dan berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat.

1. Pola sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas

No ICD DIAGNOSA L P L+P

1 J00 Acute nasopharyngitis [common cold]

22.290

23.606

45.896 2 J02 Acute pharyngitis (Faringitis)

14.306

13.490

27.796 3 I10

Essential (primary) hypertension (HT Primer / HT Saja)

10.383

11.962

22.345 4 R50.9 Fever, unspecified

5.039

4.755

9.794 5 M13 Others Arthritis (Atritis Lainnya)

3.219

4.809

8.028 6 K30 Dyspepsia

2.968

5.035

8.003 7 R51 Headache (Cepalgia + Sakit Kepala)

2.966

4.888

7.854 8 E11

Non-insulin-dependent diabetes mellitus / DM Type II

3.865

3.823

7.688 9 L23 Allergic contact dermatitis

3.635

3.257

6.892 10 A09

Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infectious origin (Diare

2.804

2.693

5.497 Jumlah

71.475

78.318

149.793

2. Penyakit Menular a. TB Paru

Penyakit TB Paru merupakan penyakit re emerging masih terus ditemukan di Provinsi Bali. Secara nasional TB Paru merupakan penyakit

(28)

merupakan penyakit yang masih tinggi angka kejadiannya bahkan merupakan yang tertinggi ketiga di dunia. MDGs menetapkan penyakit TB Paru sebagai salah satu target penyakit yang harus diturunkan selain HIV AIDS dan Malaria.

Hasil pengobatan penderita TB Paru dipakai indikator succses rate, dimana indikator ini dapat dievaluasi setahun kemudian setelah penderita ditemukan dan diobati. Sukses rate akan meningkat bila pasien TB Paru dapat menyelesaikan pengobatan dengan baik tanpa atau dengan pemeriksaan dahak. Pada tahun 2014 angka sukses rate pengobatan penderita TB di Kota Denpasar sebesar 88,17%.

Gambaran penyakit TB Paru di Kota Denpasar seperti terlihat pada grafik dibawah ini :

Grafik 3.7

Succes Rate TB di Kota Denpasar tahun 2010 s/d 2014

0 20 40 60 80 100

2010 2011 2012 2013 2014

Sucses Rate TB

Sumber seksi P2ML Bidang Bina P2P Dikes Kota Denpasar

Data pada grafik 3.7 di atas menunjukkan bahwa secara signifikan terjadi peningkatan sucses rate kasus TB Paru di Kota Denpasar dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Prevalensi TB Paru pada tahun 2014 sebesar 121,47 per 100.000 penduduk, dengan jumlah kematian akibat TB Paru sebesar 2,5 per 100.000 penduduk. Peningkatan angka penemuan ini disebabkan karena semakin ditingkatkannya jangkauan pelayanan yang mengacu pada manajemen DOTS baik dari puskesmas, RS Pemerintah, RS Swasta maupun praktisi swasta sehingga semakin banyak kasus yang bisa terdeteksi di masyarakat.

Upaya yang perlu dilakukan untuk menurunkan Case Rate dan meningkatkan Success Rate adalah dengan cara meningkatkan sosialisasi penanggulangan TB Paru dengan manajemen DOTS melalui

(29)

jejaring internal maupun eksternal rumah sakit serta sektor terkait lainnya. Disamping meningkatkan jangkauan pelayanan, upaya yang tidak kalah penting dan perlu dilakukan dalam rangka penanggulangan penyakit TB Paru adalah meningkatkan kesehatan lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat. Kasus TB Paru sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk dan kemiskinan, karena penularan TB Paru adalah melalui kontak langsung langsung dengan penderita. Status gizi juga mempengaruhi kasus TB Paru terutama angka kesembuhannya, dengan status gizi yang baik penderita TB Paru akan lebih cepat pulih.

b. Pneumonia

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang pernapasan mulai dari hidung hingga alveoli.

Penyakit ISPA yang menjadi masalah dan masuk dalam program penanggulangan penyakit adalah pneumonia karena merupakan salah satu penyebab kematian anak. Pneumonia adalah infeksi akut yang menyerang jaringan paru (alveoli). Infeksi ini bisa disebabkan oleh bakteri, jamur, virus atau kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi rentan yang terserang pneumonia adalah anak umur < 2 tahun. Penemuan dan tatalaksana kasus adalah salah satu kegiatan program penanggulangan.

Jumlah kasus pneumonia pada balita yang dilaporkan berobat di sarana pelayanan kesehatan baik di Puskesmas maupun RSU dalam lima tahun terakhir di Kota Denpasar seperti terlihat pada grafik di bawah ini :

(30)

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Persentase

Grafik 3.8

Prevalensi Kasus Pneumonia Pada Balita Di Kota Denpasar Tahun 2010 s/d 2014

% Kasus 3,01 8,2 16,8 7 8,8

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun

2012 2013 2014

Penderita pneumonia yang ditemukan dan ditangani di Kota Denpasar terlihat mengalami peningkatan pada tahun 2014 bila dibandingkan dengan tahun 2013. Pada tahun 2014 ditemukan 8,8%

penderita pneumonia Balita dari jumlah perkiraan penderita sebesar 8.438 orang. Perlu diterus ditingkatkan upaya penemuan penderita penemonia terutama pada Balita sehingga segera dapat ditangani.

Pneumonia pada balita lebih banyak disebabkan karena faktor seperti kurang gizi, status imunisasi yang tidak lengkap, terlalu sering membedung anak, kurang diberikan ASI, riwayat penyakit kronis pada orang tua bayi/balita, sanitasi lingkungan tempat tinggal yang kurang memenuhi syarat kesehatan, orang tua perokok dan lain sebagainya.

Upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi kasus pneumonia pada bayi/balita adalah menghilangkan faktor penyebab itu sendiri melalui peningkatan status gizi bayi/balita, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), peningkatan sanitasi lingkungan tempat tinggal serta peningkatan status imunisasi bayi/balita.

c. Aquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)

HIV/AIDs merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang system kekebalan tubuh penderitanya sehingga penderita mengalami penurunan ketahanan

(31)

tubuh sehingga sangat mudah terinfeksi berbagai macam penyakit yang lain.

Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dahulu dinyatakan sebagai HIV positif. HIV positif dapat diketahui dengan 3 cara yaitu VCT, sero survey dan survey terpadu biologis dan perilaku (STBP). Di Kota Denpasar terdapat 4 Puskesmas dengan layanan VCT yaitu Puskesmas II Denpasar Selatan, Puskesmas II Denpasar Utara dan Puskesmas I Denpasar Timur dan Puskesmas II Denpasar Barat

Penyebaran HIV-AIDS tidak mengenal batas daerah maupun wilayah.

Perkembangan kasus AIDS dan infeksi HIV yang dilaporkan di Kota Denpasar dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, seperti terlihat pada grafik dibawah ini:

0 100 200 300 400

Kasus

Grafik 3.9

Jumlah Kasus Baru HIV-AIDS Di Kota Denpasar Tahun 2009 s/d 2013

HIV 6 221 294 290 332

AIDS 170 221 310 326 379

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Data pada grafik 3.9 di atas menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir jumlah kasus baru HIV-AIDS meningkat secara signifikan. Pada tahun 2010 ditemukan 6 penderita HIV baru dan 170 penderita AIDS. Pada tahun 2011 ditemukan 221 kasus HIV baru. Pada tahun 2012 jumlah penderita HIV yang ditemukan meningkat menjadi 294 orang (119 penderita laki-laki dan 175 perempuan) dan AIDS sebanyak 310 orang (208 penderita laki-laki dan 102 penderita perempuan). Sedangkan pada tahun 2013 dengan penambahan 1 puskesmas yang mampu melakukan VCT jumlah kasus

(32)

HIV sedikit menurun menjadi 290 kasus (144 laki-laki dan 146 perempuan), sedangkan AIDS ditemukan 326 orang (228 laki-laki dan 98 perempuan). Sedangkan pada tahun 2013 ditemukan 332 penderita HIV positif (161 laki-laki dan 171 perempuan) dan AIDS ditemukan 379 orang (239 laki-laki dan 140 perempuan). Selama tahun 2014 ditemukan 13 kematian akibat AIDS (10 laki-laki dan 3 perempuan).

Penularan kasus HIV-AIDS dominan melalui hubungan seks, jarum suntik yang tercemar HIV, ibu hamil yang HIV positif. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi penyebaran kasus HIV-AIDS di Kota Denpasar. Salah satunya adalah melakukan skrining terhadap pendonor darah. Pada tahun 2014 Unit Tranfusi Darah (UTD) PMI Cabang Kota Denpasar yang berkedudukan di RSUD Wangaya telah melakukan skrining terhadap 3.903 pendonor darah (3.055 laki-laki dan 848 perempuan). Dari jumlah tersebut sebanyak 21 sampel darah (0,54%) positif terinfeksi HIV-AIDS.

Disamping itu juga Dinas Kesehatan Kota Denpasar bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Denpasar secara aktif melaksanakan penyuluhan/KIE ke tempat-tempat kerja/perusahaan terutama yang termasuk dalam kategori resiko tinggi seperti panti- panti pijat. Tujuan penyuluhan atau KIE tersebut adalah agar kelompok berisiko tersebut mau datang ke Klinik VCT untuk memeriksakan diri secara berkala.

d. Infeksi Menular Seksual (IMS)

IMS merupakan jenis penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan sexual dengan orang yang mengidap IMS. Gambaran kasus IMS di Kota Denpasar dalam lima tahun terakhir seperti pada grafik di bawah ini :

(33)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

Kasus

Grafik 3.10

Jumlah Kasus IMS Di Kota Denpasar Tahun 2010 s/d 2014

Jml. Kasus 4558 3332 1931 5872 6521 3336

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Jumlah kasus IMS yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 3.336 kasus. Tingginya penemuan kasus IMS tidak terlepas dari keberadaan klinik VCT di Puskesmas dan sudah meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri ke layanan kesehatan ketika mengalami keluhan IMS. Penyakit IMS merupakan masalah kesehatan yang cukup penting karena IMS merupakan salah satu pencetus timbulnya kasus HIV-AIDS di masyarakat. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap cukup tingginya kasus IMS di Kota Denpasar disebabkan karena meningkatnya jangkauan pelayanan terhadap penyakit menular sexual sehingga semakin banyak penderita yang terjaring, diobati dan dilaporkan.

Upaya yang dilakukan untuk mencegah dan mengurangi penularan penyakit menular seksual (PMS), termasuk dampak sosialnya, maka Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Kesehatan Kota Denpasar telah melakukan Sero Survey yang kegiatannya meliputi: (1) Pemeriksaan darah sero dan sentinel surveilans IMS dan HIV/AIDS, (2) Penyuluhan/KIE kepada masyarakat umum, anak sekolah/remaja maupun kelompok resiko tinggi, (3) Penemuan dan Pengobatan, dan (4) Monitoring ke Puskesmas.

(34)

e. Diare

Diare dapat didefinisikan sebagai kejadian buang air besar berair lebih dari tiga kali namun tidak berdarah dalam 24 jam, bila disertai dengan darah disebut disentri. CFR diare secara nasional adalah 2,48%

sedangkan di Kota Denpasar CFR nya 0.

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan di Kota Denpasar, karena IR nya cukup tinggi. Penyakit gastroenteritis lain seperti diare berdarah dan tifus perut klinis juga termasuk ke dalam sepuluh besar penyakit baik di Puskesmas maupun catatan rawat inap di rumah sakit. Meskipun jumlah kasus diare cukup tinggi, namun angka kematiannya relative rendah. Serangan penyakit yang bersifat akut mendorong penderitanya untuk segera mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan. Dalam perjalanan alamiahnya sebagian besar penderita sembuh sempurna.

Pada tahun 2014 di Kota Denpasar ditemukan dan ditangani 12.674 penderita diare atau sebesar 68,1% dari jumlah perkiraan kasus yang ada. Gejala diare yang terkesan ringan dan dapat diobati sendiri oleh penderitanya menyebabkan penderita enggan mendatangi sarana pelayanan kesehatan.

Penanggulangan diare dititikberatkan pada penanganan penderita untuk mencegah kematian dan promosi kesehatan tentang hiegyne sanitasi dan makanan untuk mencegah penyebarluasan kasus (KLB).

Upaya yang dilakukan oleh jajaran kesehatan baik oleh puskesmas maupun dinas kesehatan adalah meningkatkan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat, kaporitisasi air minum dan peningkatan sanitasi lingkungan.

f. Malaria

Angka kesakitan malaria untuk Jawa dan Bali diukur dengan Annual Parasite Rate Incidence (API). Pada tahun 2014 tidak terdapat kasus penyakit malaria positif dari hasil pemeriksan secara klinis terhadap 226 sampel darah di Kota Denpasar. Penyakit malaria bukan merupakan penyakit endemis tetapi merupakan kasus-kasus import dari penduduk yang berasal dari daerah endemis malaria atau orang

(35)

Bali khususnya yang berasal dari Kota Denpasar yang pernah tinggal di daerah endemis malaria seperti NTT, Maluku dan Papua.

g. Kusta

Kusta adalah penyakit kulit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium leprae. Bila penyakit kusta tidak ditangani maka dapat menjadi progresif menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, mata dan anggota gerak. Strategi global WHO menetapkan indikator eliminasi kusta adalah angka penemuan penderita/ new case detection rate (NCDR). Dengan NCDR 0,1 per 10.000 penduduk berarti Denpasar sudah dapat dikatagorikan sebagai daerah rendah kusta dengan mengacu pada indicator pusat bahwa daerah dengan NCDR 0,50 per 10.000 penduduk sudah dapat dikatakan sebagai daerah rendah kusta.

Gambaran Penyakit kusta dalam lima tahun terakhir seperti pada grafik di bawah ini :

Grafik 3.12

Prevalensi Penyakit Kusta Di Kota Denpasar Tahun 2010 s/d 2014

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25

Kasus

Kasus/10.000 pddk 0,01 0,07 0,1 0,2 0,1 0,1 Tahun

2009

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Keberhasilan penanganan kasus kusta di Kota Denpasar tidak terlepas dari upaya intensif dari dinas kesehatan, puskesmas dan jajarannya serta adanya kemauan penderita untuk sembuh dari penyakit kusta. Kasus kusta sampai dengan tahun 2013 di Kota Denpasar sudah bisa ditekan menjadi < 1 per 100.000 penduduk.

(36)

Indikator yang dipakai dalam menilai keberhasilan program kusta adalah angka proporsi cacat tingkat II (cacat yang dapat dilihat oleh mata). Angka ini dapat dipakai untuk menilai kinerja petugas, bila angka proporsi kecacatan tingkat II tinggi berarti terjadi keterlambatan penemuan penderita akibat rendahnya kinerja petugas dan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang tanda/gejala penyakit kusta. Di Kota Denpasar Cacat tingkat II tidak diketemukan, ini berarti kinerja petugas cukup baik.

Indikator lain yang dipakai menilai keberhasilan program adalah adanya penderita anak diantara kasus baru, yang mengindikasikan bahwa masih terjadi penularan kasus di masyarakat. Proporsi kasus anak di Kota Denpasar sebesar 0%. Dalam lima tahun terakhir prevalensi kusta tidak mengalami penurunan yang signifikan, akan tetapi masih berada pada posisi eliminasi kusta.

B.2 Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

Untuk mencegah supaya tidak terjadi kasus penyakit ada beberapa langkah yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan imunisasi.

Beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain:

a. Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum (TN) disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang masuk ke tubuh melalui luka. Penyakit ini dapat menginfeksi bayi baru lahir apabila pemotongan tali pusat tidak dilakukan dengan steril.

Pada tahun 2014 di kota Denpasar tidak ditemukan kejadian tetanus neonatorum.

b. Poliomyelitis dan Acute Flaccid Paralysis (AFP)/ Lumpuh Layuh Akut

Penyakit poliomyelitis merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Penyebab penyakit tersebut adalah virus polio yang menyerang system syaraf hingga penderita mengalami kelumpuhan.

Kelompok umur 0-3 tahun merupakan kelompok umur yang paling sering diserang penyakit ini, dengan gejala demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher dan sakit di tungkai dan lengan.

(37)

AFP merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas dan kemudian berakhir dengan kelumpuhan. Ditjen PP&PL Kementrian Kesehatan RI menetapkan indicator surveilans AFP yaitu ditemukannya Non Polio AFP Rate minimal sebesar 2/100.000 anak usia < 15 tahun. Hasil surveilens aktif pada tahun 2010 s/d 2014 di Kota Denpasar seperti pada grafik di bawah ini :

Grafik 3.12

Kasus AFP Pada Umur < 15 Tahun Di Kota Denpasar Tahun 2009 s/d 2013

0 1 2 3 4 5 6 7

AFP/100.000 Pddk <

15 Thn

2,58 6,24 2,49 3,19 1,03

2010 2011 2012 2013 2014

Data pada grafik di atas menunjukkan selama empat tahun terakhir AFP rate tetap dapat dipertahankan diatas 2 per 100.000 anak

< 15 tahun. Namun Non Polio AFP Rate di Kota Denpasar tahun 2014 adalah sebesar 1,03 per 100.000 anak < 15 tahun..

h. Campak

Penyakit campak adalah penyakit akut yang mudah menular baik pada balita, anak-anak maupun orang dewasa yang disebabkan oleh virus campak. Penularan campak dapat terjadi melalui udara yang terkontaminasi dan secret orang yang terinfeksi. Dalam lima tahun terakhir penyakit campak pada balita seperti pada grafik di bawah ini :

(38)

Grafik 3.13

Prevalensi Penyakit Campak Pada Balita Di Kota Denpasar Tahun 2010 s/d 2014

0 1 2 3 4

Persentase

% Kasus 0 0,39 0 0,03 0,01

Tahun 2010

tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Prevalensi penyakit campak di masyarakat dalam lima tahun terakhir sudah bisa ditekan. Pada tahun 2014 kasus campak sebanyak 88 orang (0,01%). Kasus campak dikota denpasar ditegakkan berdasarkan klinis campak dan ditunjang konfirmasi lab dan konfirmasi. Keberhasilan menekan kasus campak tidak terlepas dari pelaksanaan imunisasi campak secara rutin baik di tingkat puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu serta sarana kesehatan lainnya, penyediaan sarana vaksin yang sudah memadai, tenaga yang mencukupi serta kesadaran masyarakat untuk mendapatkan imunisasi campak bagi bayi/balitanya.

c. Penyakit berpotensi KLB/Wabah 1) Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh vector nyamuk aedes aegypty.

Indonesia merupakan negara tropis yang secara umum mempunyai risiko terjangkit penyakit DBD, karena vektor penyebabnya yaitu nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di kawasan pemukiman maupun tempat-tempat umum, kecuali wilayah yang terletak pada ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Serangan penyakit DBD berimplikasi luas terhadap kerugian material dan moral berupa biaya

(39)

rumah sakit dan pengobatan pasien, kehilangan produktivitas kerja dan yang paling fatal adalah kehilangan nyawa.

Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam waktu singkat. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia.

Kota Denpasar merupakan dearah endemis DBD baik tingkat desanya maupun kecamatan, karena selama tiga tahun berturut – turut selalu dilaporkan adanya kasus DBD. Untuk daerah endemis kriteria kejadian luar biasa (KLB) DBD adalah terjadinya satu kematian akibat DBD dan terjadinya peningkatan kasus secara bermakna 2 kali lipat dari periode sebelumnya

Jumlah kasus DBD pada tahun 2014 adalah 1,837 kasus, terdiri dari 1004 penderita laki-laki dan 833 perempuan. Incidence rate DBD pada tahun 2014 adalah 211,7 per 100.000 penduduk. Kematian akibat DBD pada tahun 2014 sebanyak 7 orang (CFR=0,4%).

Grafik 3.14

IR DBD di Kota Denpasar Tahun 2010 s/d 2014

0 100 200 300 400 500 600 700

2010 2011 2012 2013 2014

IR DBD

Sumber seksi P2B2 Bidang Bina P2P Dikes Kota Denpasar

Tiga hal penting dalam upaya pemberantasan DBD adalah 1) Peningkatan surveilans penyakit dan surveilans vektor, 2) diagnosis dini dan pengobatan dini, 3) peningkatan upaya pemberantasan vektor penular penyakit DBD. Upaya pemberantasan vektor yang dilaksanakan di Kota Denpasar adalah melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui 3M plus (Menguras,menutup dan mengubur) plus menabur

(40)

larvasida. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan PSN adalah angka bebas jentik (ABJ). Tahun 2014 ABJ Kota Denpasar adalah sebesar 96,62%.

Tingginya kasus DBD di Kota Denpasar disebabkan oleh lingkungan dengan tingkat sanitasi yang kurang memadai, tingkat kepadatan penduduk serta tingkat kepadatan populasi nyamuk aedes aegypty yang tinggi, serta masih rendahnya peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk. Berbagai upaya telah diambil Pemerintah Kota Denpasar untuk menanggulangi penyakit Demam Berdarah di masyarakat, diantaranya adalah melalui Fogging massal maupun fokus, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui program 3 M plus, penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta peningkatan sanitasi lingkungan.

Disamping melalui upaya tersebut di atas, Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Kesehatan Kota Denpasar secara rutin melaksanakan Lomba Kebersihan Lingkungan dan Pemberantasan Sarang Nyamuk serentak di seluruh wilayah Kota Denpasar yang meliputi 4 Kecamatan, 43 Desa/Kelurahan yang didalamnya termasuk 399 Banjar Dinas/Lingkungan. Lomba ini merupakan upaya yang sifatnya promotif/preventif dan sekaligus sebagai motivator bagi masyarakat agar berperan aktif dalam memberantas penyakit Demam Berdarah Dengue melalui peningkatan kebersihan lingkungan masing-masing rumah tangga. Kebijakan lain yang telah ditempuh pemerintah Kota Denpasar dalam upaya menurunkan IR DBD adalah dengan mengangkat 430 petugas Juru Pemantau Jentik (JUMANTIK) yang ditempatkan di masing – masing banjar serta 43 orang koordinator Jumantik yang ditempatkan di masing – masing Desa/ Kelurahan, dimana setiap hari mereka melaksanakan pemantauan jentik ke rumah – rumah penduduk. Berbagai upaya yang telah dilakukan diharapkan dapat menurunkan kasus DBD sampai dibawah targetyang ditetapkan secara Nasional yaitu sebesar 55/100.000 penduduk dan kejadian luar biasa yang lebih besar dapat dicegah.

(41)

2) Kejadian luar biasa Gizi Buruk

Gizi buruk di Kota Denpasar tahun 2014 sebanyak 12 orang terdiri dari 8 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. Penyebab Balita Gizi buruk ini bervariasi sebagian besar disebabkan karena adanya penyakit penyerta, seperti: kelainan jantung, microchepali dan pneumonia.

Dibandingkan ditahun 2013 terjadi peningkatan persentase balita gizi buruk. Renstra Dinas Kesehatan Kota Denpasar menargetkan maksimal ada 3,6% Balita gizi buruk di Kota Denpasar, bila kita bandingkan hasil penemuan gizi buruk tahun 2014 dengan target Renstra Dinas Kesehatan Kota Denpasar maka persentase gizi buruk di Kota Denpasar sudah lebih rendah dari target Renstra. Seluruh Balita Gizi buruk yang ditemukan dikota Denpasar sudah mendapatkan penanganan dan perawatan.

Gambar

Grafik 2.1  Distribusi penduduk  di Kota Denpasar menurut  golongan Umur tahun 2014
Gambar diatas menunjukkan di kecamatan denpasar barat dan denpasar  utara  kematian  Bayi  hanya  terjadi  pada  bayi  laki-laki
Tabel 1.1  Jumlah  dan Rasio Tenaga Kesehatan di Kota Denpasar  Tahun 2013
Tabel 57 102 Pasien Maskin (dan hampir miskin) Mendapat

Referensi

Dokumen terkait

Nilai recovery nikel dan besi campuran antara nickeliferous sintetik, sub-bituminous, dan tambahan sulfur hingga 52% yang dilakukan proses milling selama 10 jam

Selain dari hal tersebut diatas, ternyata bahwa proses pembuatan suatu produk mempengaruhi mutu produk bersangkutan. Dalam suatu proses produksi diperlukan

Foto Senyawa Kromanon Deamina Komersial dengan Merk Dagang Vet-i..

Untuk maksud tersebut maka Dinas Kesehatan melalui Seksi Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan mengadakan Pelatihan Asuhan Persalinan Normal ( APN ) yang bekerjasama

 Luka tertutup : cedera jaringan lunak tidak Luka tertutup : cedera jaringan lunak tidak disertai dengan kerusakan jaringan kulit.. disertai dengan kerusakan

Sesuai Pasal 443 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, penjatuhan sanksi pidana kepada korporasi dapat dibebankan kepada pengurusnya yaitu pidana penjara dan

Lafaz 'am ialah yang sengaja diciptakan oleh bahasa untuk menunjukkan satu makna yang dapat mencakup seluruh satuan-satuan yang tidak terbatas dalam jumlah

agglomerans LAS-2b yang berasal dari Sumber Air Panas Lejja, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, dengan tahapan peremajaan bakteri, pembuatan medium inokulum dan medium