PERBEDAAN PENURUNAN NYERI PERSALINAN KALA I
ANTARA TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DENGAN
TEKNIK PIJAT EFFLEURAGE YANG DILAKUKAN OLEH
SUAMI PADA IBU INPARTU DI BIDAN PRAKTEK SWASTA
WENI TRI PURNANI
Program Studi Bidan Pendidik (DIV) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri Jl. Selomangleng No. 1 email:
RINGKASAN
Rasa nyeri pada persalinan adalah nyeri kontraksi uterus yang dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, perubahan tekanan darah, denyut jantung, pernafasan dan apabila tidak segera diatasi maka akan meningkatkan rasa khawatir, tegang, takut dan stress. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan teknik pereda nyeri yang banyak memberikan masukkan terbesar karena dapat mencegah kesalahan yang berlebihan pasca persalinan. Meningkatnya jumlah persalinan maka tanggung jawab tenaga, hal ini perlu upaya bagaimana melaksanakan metode yang dapat membantu menurunkan rasa nyeri yang berarti. Fakta di tempat pelayanan kesehatan secara efektif belum melaksanakan intervensi teknik relaksasi nafas dalam penanganan nyeri persalinan. Tujuan penelitian ini menganalisis perbedaan penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif antara teknik relaksasi nafas dalam dengan teknik pijat effleurage pada ibu inpartu.
Jenis penelitian analitik dengan rancang bangun kuasi eksperimen, sampel dalam penelitian ini ibu inpartu yang melakukan pemeriksaan kehamilan serta bersalin di BPS Ny. A sejumlah 14 yang dibagi menjadi kelompok kontrol (teknik pijat effleurage) dan perlakuan (teknik relaksasi nafas dalam) dilakukan dengan teknik simple random sampling. Variabel bebas teknik penurunan nyeri, variabel terikat nyeri persalinan. Analisis data menggunakan uji t sampel tidak berpasangan dan uji mann whitney dengan nilai signifikansi α<0,05.
Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif antara kelompok kontrol dengan perlakuan yaitu terlihat bahwa nadi mempunyai nilai signifikansi 0.000 <0.05, skala VAS 0.031<0.05), sistolik 0.026 <0.05, diastolik 0.038 <0.05.
Kesimpulan penelitian ini terdapat perbedaan penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif antara yang menggunakan teknik relaksasi nafas dalam dengan teknik pijat effleurage pada ibu inpartu, sehingga hasil penelitian dapat dijadikan alternatif manajemen nyeri persalinan non farmakologis kala I fase aktif persalinan
.
Kata kunci: nyeri persalinan, teknik relaksasi nafas dalam, teknik pijat effleurage PENDAHULUAN
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis serta peristiwa alamiah yang sangat dinantikan oleh ibu dan keluarga selama sembilan bulan. Ketika proses persalinan dimulai, peran ibu adalah melahirkan bayinya, sedangkan peran petugas kesehatan adalah memantau persalinan untuk mendeteksi dini adanya komplikasi serta bersama keluarga memberikan bantuan dan dukungan ibu bersalin.
Rasa nyeri pada persalinan dalam hal ini adalah nyeri kontraksi uterus yang dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, perubahan tekanan darah, denyut jantung, pernafasan dengan warna kulit dan apabila tidak segera diatasi maka akan meningkatkan rasa khawatir, tegang,
takut dan stress (Bobak, 2004).Nyeri pada proses persalinan diakibatkan karena peregangan segmen bawah rahim selama kontraksi servik (Farer, 2001). Kontraksi pada saat melahirkan akan menimbulkan perasaan nyeri yang timbul akibat kontraksi servik serta dilatasi (pelebaran) mulut rahim dan segmen bawah rahim banyak ditakuti oleh ibu.
Menurut Farer (2001), bahwa intensitas nyeri sebanding dengan kekuatan kontraksi dan tekanan yang terjadi, nyeri bertambah ketika mulut rahim dalam keadaan dilatasi penuh akibat tekanan bayi terhadap stuktur panggul diikuti regangan dan perobekan jalan lahir. Lebih dari itu, berbagai hambatan fisik dan psikologis pada ibu saat persalinan akan menambah rasa nyeri yang terjadi. Kondisi nyeri yang hebat
pada proses persalinan memungkinkan para ibu cenderung memilih cara yang paling gampang dan cepat untuk menghilangkan rasa nyeri, maka berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan nyeri pada persalinan baik secara farmakologi maupun non farmakologi. Pengendalian nyeri dengan farmakologi antara lain dengan pemberian
analgetik non opioid, analgetik opiod, Adjuvan atau koanalgetik. Sedangkan
pengendalian nyeri dengan non farmakologi dilakukan dengan cara stimulasi kutaneus (rangsangan permukaan kulit), akupunktur, dan distraksi yakni dengan cara mengalihkan perhatian melalui kegiatan membaca, mendengarkan radio serta dapat dilakukan dengan teknik relaksasi yang merupakan kombinasi dari distraksi dan terapi kognitif yang terdiri dari relaksasi otot, imajinasi terpimpin dan nafas dalam (Mander, 2003).
Nyeri non farmakologis, yang salah satunya dengan menggunakan teknik relaksasi bernafas sesuai dengan teori Dick-Read dan Lamage (Wong and Perry, 1998) bahwa nyeri persalinan yang disebabkan oleh rasa nyeri, takut dan tegang dapat dikurangi/diredakan dengan berbagai metode yaitu menaikkan pengetahuan ibu tentang hal-hal yang akan terjadi pada suatu persalinan, menaikkan kepercayaan diri dan relaksasi pernafasan (Bobak, 2004).
Penatalaksanaan yang terampil dan handal dari bidan serta dukungan yang terus-menerus dengan menghasilkan persalinan yang sehat dan memuaskan dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan. Sebagai bidan, dalam memberikan asuhan akan mengandalkan pengetahuan, keterampilan dan pengambilan keputusan dari apa yang dilakukan, hal ini dimaksudkan untuk mendukung ibu dan keluarga baik secara fisik dan emosional selama persalinan dan kelahiran. Kebutuhan dasar selama persalinan tidak terlepas dengan asuhan yang diberikan bidan. Asuhan kebidanan yang diberikan, hendaknya asuhan yang sayang ibu dan bayi. Asuhan yang sayang ibu ini akan memberikan perasaan aman dan nyaman selama persalinan dan kelahiran. Menurut Pusdiknakes (2003), salah satu upaya penerapan asuhan sayang ibu selama proses persalinan adalah membimbing suami dan keluarga tentang cara memperhatikan dan mendukung ibu selama proses persalinan dan kelahiran bayi,
seperti: memberikan makan dan minum, memijit punggung ibu, membantu mengganti posisi ibu, membimbing relaksasi dan mengingatkan untuk berdoa.
Teknik relaksasi bernafas merupakan teknik pereda nyeri yang banyak memberikan masukkan terbesar karena teknik relaksasi dalam persalinan dapat mencegah kesalahan yang berlebihan pasca persalinan. Adapaun relaksasi bernafas selama proses persalinan dapat mempertahankan komponen sistem saraf simpatis (SSO) dalam keadaan homeostasis sehingga tidak terjadi peningkatan suplai darah, mengurangi kecemasan dan ketakutan agar ibu dapat beradaptasi demgam nyeri selama proses persalinan (Mander, 2003). Kelebihan teknik ini adalah mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat, relaksasi melibatkan sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja.
Berdasarkan data yang diperoleh dari survey pendahuluan pada tanggal 2 Maret 2012 dilakukan dengan wawancara pada masing-masing bidan di Kabupaten Kediri, dari 20 Bidan Praktik Swasta terdapat 9 BPS dengan prosentase 45% yang tidak menggunakan teknik relaksasi, di salah satu BPS tersebut, menunjukkan bahwa jumlah persalinan normal dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, bulan Desember 2011 sampai Pebruari 2012 sebanyak 36 Orang. Survey pendahuluan di ketahui pula bahwa yang dilakukan untuk melakukan manajemen nyeri pada proses persalinan kebanyakan dengan cara farmakologi (pemberian obat). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan efek dengan cepat dirasakan oleh ibu bersalin. Padahal penggunaan obat-obatan untuk mengurangi rasa nyeri memungkinkan timbulnya efek samping yang tidak diharapkan.
Bila melihat fenomena tersebut, semakin meningkat jumlah persalinan maka tanggung jawab tenaga kesehatan di tempat-tempat pelayanan kesehatan semakin berat, selain itu menurut khususnya bagaimana melaksanakan metode yang dapat membantu merasakan nyeri yang berarti. Namun fakta yang terjadi saat ini tempat-tempat pelayanan kesehatan dalam hal ini Puskesmas dan Rumah Sakit belum secara efektif melaksanakan intervensi teknik relaksasi bernafas dalam penanganan nyeri persalinan,
sehingga tidak diketahui secara pasti apakah memang benar ada pengaruh teknik relaksasi terhadap nyeri pada pasien inpartu kala I sesuai dengan referensi/teori yang ada.
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah adakah perbedaan penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif antara teknik relaksasi nafas dalam dengan teknik pijat effleurage yang dilakukan oleh suami pada ibu inpartu di Bidan Praktek Swasta? Dengan tujuan penelitian menganalisis perbedaan penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif antara teknik relaksasi nafas dalam dengan teknik pijat
effleurage yang dilakukan oleh suami pada
ibu inpartu di Bidan Praktek Swasta METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik, rancangan bangun penelitian yang digunakan dalam penelitian ini kuasi eksperimen dengan menggunakan desain
control group pre-post test. Lokasi penelitian
ini di laksanakan di BPS Ny. A Kabupaten Kediri Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2012. Populasi pada penelitian ini adalah ibu inpartu yang
melakukan pemeriksaan kehamilan serta bersalin di BPS Ny. A, besar sampel yaitu sebanyak 7 responden pada kelompok kontrol dan 7 responden pada kelompok perlakuan. Instrumen yang digunakan teknik penurunan nyeri dan nyeri persalinan yaitu lembar observasi. Selanjutnya untuk mengidentifikasi penururunan nyeri masing-masing kelompok antara kelompok perlakuan dan kontrol. Dilakukan uji normalitas data untuk data numerik yang akan di uji dengan parametrik menggunakan uji shapiro wilk sebelum dilakukan analisis untuk data berdistribusi normal menggunkan analisis parametrik yaitu dengan uji t sampel berpasangan sedangkan untuk data berdistribusi tidak normal menggunakan analisis non parametrik yaitu dengan uji wilcoxon. Kemudian untuk menganalisis perbedaan penurunan nyeri antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan menggunakan uji t sampel bebas untuk data berdistribusi normal sedangkan untuk data yang tidak berdistribusi normal menggunakan uji Mann Whitney.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 Penurunan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif dengan Menggunakan Teknik
Relaksasi Nafas Dalam pada Ibu Inpartu di Bidan Praktek Swasta Tahun
2012
No
Parameter Nyeri
N
Rerata
SD
p
1 Sistolik (mmHg) (pre)
Sistolik (mmHg) (post)
7
7
127,14
120,00
11,12
11,54
0,008*
2 Diastolik (mmHg) (pre)
Diastolik (mmHg) (post)
7
7
84,28
77,14
11,33
9,51
0,025**
3 Nadi (kali/menit) (pre)
Nadi (kali/menit) (post)
7
7
91,85
88,42
7,12
7,52
0.001*
4 VAS (kali/menit) (pre)
VAS (kali/menit) (post)
7
7
7,00
5,57
1,52
1,13
0,026**
* signifikan (p<0,05), uji t sampel berpasangan ** signifikan (p<0,05), uji wilcoxon
Berdasarkan pengujian sistolik dan diastolik pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sistolik dan diastolik yang signifikan antara pre test dan post test. Penurunan tekanan
darah yang terjadi pada kelompok perlakuan merupakan hasil dari penerapan teknik relaksasi nafas dalam yang merangsang tubuh untuk rileks, sehingga tekanan darah ibu yang sempat tinggi karena proses
persalinan maupun stress akan menurun. Menurut Alimul (2006), Burner dan Suddart (2005) tujuan teknik relaksasi napas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihra pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stres fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan
Teknik relaksasi nafas dalam mengaktifkan sistem saraf simpatis. Percabangan sistem saraf ini menghantarkan sensasi yang menenangkan. Fungsinya menjaga keseimbangan sistem saraf simpatis, dimana sistem saraf simpatis ini merangsang keadaan emosi dan reaksi fisiologis yang mendasari stress, cemas dan panik (Fraser, 2000). Ketika ibu merasa tenang dan stres ibu berkurang maka sekresi hormon adrenalin berkurang. Hal ini menyebabkan paparan adrenalin tidak cukup tinggi untuk merangsang simpatis sehingga tekanan darah dan nadi yang dihasilkan oleh jantung juga menurun. Otot yang rileks karena relaksasi membutuhkan energi yang sedikit sehingga jantung tidak dirangsang untuk bekerja lebih berat untuk mensuplai oksigen ke otot dan jaringan (Allen, 2002). Ketika jantung tidak
dirangsang untuk bekerja lebih berat maka tekanan darah yang dihasilkan juga akan menurun. Adanya pengaruh teknik relaksasi nafas dalam akan merespon otak melalui jalur HPAaxis sehingga terjadi penurunan sekresi CRF (Corticotropin Releasing
Factor) oleh hipotalamus yang dapat
mempengaruhi kelenjar pituitary untuk menghambat pelepasan ACTH (Adrenal
Cortico Tropic Hormon) kemudian
mempengaruhi medulla adrenal untuk menurunkan sekresi katekolamin. Katekolamin menghambat rangsangan saraf simpatis pada jantung sehingga menurunkan tekanan darah (Guyton, 1997).
Berdasarkan pengujian terhadap nadi pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nadi yang signifikan antara pre test dan post test. Penurunan jumlah nadi per menit karena pengaruh teknik relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam mengaktifkan sistem saraf parasimpatis. Percabangan sistem saraf ini menghantarkan sensasi yang menenangkan. Fungsinya menjaga keseimbangan sistem saraf simpatis, dimana sistem saraf simpatis ini merangsang keadaan
emosi dan reaksi fisiologis yang mendasari stres, cemas, dan panik (Fraser, 2000).
Ketika ibu merasa tenang dan stres ibu berkurang maka sekresi hormon adrenalin berkurang hal ini menyebabkan paparan adrenalin tidak cukup tinggi untuk merangsang simpatis sehingga tekanan darah dan nadi yang dihasilkan oleh jantung stabil. Teknik relaksasi nafas dalam dapat menyebabkan tubuh menjadi rileks. Keadaan rileks ini menurunkan aktivitas adrenagik yang dimanifestasikan dengan penurunan heart rate, ketegangan otot-otot pernafasan, jumlah sekresi adrenalin, aktifitas asam lambung dan aktifitas kelenjar keringat (Smeltzer, 2001).
Berdasarkan pengujian terlihat bahwa skala VAS pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skala VAS yang signifikan antara pre test dan post test. Penurunan tingkat nyeri dalam kelompok perlakuan disebabkan teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan oleh ibu inpartu saat terjadi his. Teknik relaksasi nafas dalam dapat direspon oleh otak melalui korteks serebri kemudian dihantarkan melalui jalur HPA axis, hipotalamus melepas
Corticotropin Releasing Factor (CRF).
Selanjutnya CRF merangsang kelenjar pituitari untuk mempengaruhi medulla adrenal dalam meningkatkan produksi
prooploidmelanocortin (POMC) sehingga
produksi enkephalin juga meningkat. Kelenjar pituitary juga menghasilkan β-endorphin sebagai neurotransmitter yang dapat mempengaruhi suasana hati menjadi rileks dan sebagai opiat untuk mengurangi rasa sakit. Peningkatan β-endorphin dan enkephatin menyebabkan tubuh menjadi rileks dan rasa nyeri berkurang (Guyton & Hall, 1997).
Teknik relaksasi nafas dalam meningkatkan relaksasi fisik dengan mengurangi ketegangan, dan meningkatkan relaksasi secara emosional dengan mengurangi kecemasan. Teknik relaksasi nafas dalam juga dapat mengalihkan perhatian wanita saat nyeri persalinan (Durham, 2004). Selain itu teknik relaksasi nafas dalam juga akan memberikan suplai oksigen ke dalam uterus (Durham, 2004), sehingga nyeri akibat iskemia karena kekurangan oksigen di dalam jaringan uterus dapat tertangani akhirnya nyeri dapat berkurang.
Tabel 2 Penurunan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif dengan Menggunakan Teknik
Pijat Effleurage yang Dilakukan Oleh Suami pada Ibu Inpartu Di Bidan
Praktek Swasta Tahun 2012
No
Parameter Nyeri
N
Rerata
SD
p
1 Sistolik (mmHg) (pre)
Sistolik (mmHg) (post)
7
7
124,28
127,14
11,33
7,55
0,356*
2 Diastolik (mmHg) (pre)
Diastolik (mmHg) (post)
7
7
84,28
85,71
9,75
7,86
0,564**
3 Nadi (kali/menit) (pre)
Nadi (kali/menit) (post)
7
7
88,85
89,71
5,98
5,18
0,270*
4 VAS (kali/menit) (pre)
VAS (kali/menit) (post)
7
7
7,57
7,28
1,13
0,95
0,317**
* signifikan (p<0,05), uji t sampel berpasangan ** signifikan (p<0,05), uji wilcoxon
Berdasarkan pengujian terlihat bahwa sistolik dan diastolik pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan sistolik dan diastolik yang signifikan antara pre test dan post test. Hal ini diduga bahwa perubahan fisiologis tekanan darah harus melalui proses panjang dan tidak hanya terkait dengan sekresi katckolamin, tetapi juga dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu kardiak out put, resistensi perifer, viskositas darah, volume darah, dan elastisitas pembuluh darah (Smeltzer, 2003), sehingga tekanan darah kelompok perlakuan tidak mengalami perubahan. Selain itu nyeri akibat kontraksi uterus juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik (Mander, 2004).
Menurut Bobak (2004) pada kala I kontraksi uterus dapat meningkatkan tekanan sistolik sampai 10mmHg. Tekanan darah sistolik yang menurun dan tekanan darah diastolik yang tidak berubah disebabkan tidak tertangani stress atau kecemasan secara baik, lingkungan yang kurang nyaman bagi ibu dan tidak ada dukungan psikologis juga menyebabkan stress bagi ibu sehingga tetap terjadi rangsangan pada sistem simpatis yang berakibat tetap tingginya tekanan darah sistolik. Rasa sakit yang didukung oleh kecemasan yang dialami ibu selama proses persalinann akan menimbulkan terjadinya stres. Stres akan merangsang korteks cerebri untuk mempengaruhi jalur HPAaxis. Hipotalamus melepas CRF (Corticotropin
Releasing Factor) merangsang pituitary
merangsang pengeluaran kortisol oleh ACTH. Didalam tubuh kortisol akan merangsang kerja sistem saraf simpatis sehingga terjadi peningkatkan tekanan darah (Guyton, 1997).
Berdasarkan pengujian terlihat bahwa nadi terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan nadi yang signifikan antara pre test dan post test. Hal ini diduga karena rasa cemas dan takut ibu saat persalinan masih ada meskipun sudah diberikan pijat efflurage sehingga jumlah nadi permenit tidak menurun. Stress yang diakibatkan oleh lingkungan persalinan juga dapat mempengaruhi peningkatan jumlah nadi per menit ibu.
Jumlah nadi permenit pada kelompok kontrol yang tidak berubah disebabkan proses fisiologis yang terjadi dalam tubuh ibu inpartu. Ada beberapa faktor yang mengubah tekanan darah ibu. Aliran darah yang menurun pada arteri uterus akibat kontraksi, dirahkan kembali ke pembuluh darah perifer. Timbul tahanan perifer, tekanan darah meningkat, dan frekuensi denyut nadi melambat (Bobak, 2004). Pada kala I persalinan fisiologis terdapat peningkatan denyut jantung, tekanan sistolik,
dan peningkatan cardiac out put sebesar 10-15% (Lowdermilk, 1999).
Kelompok kontrol tidak menurun jumlah nadi per menitnya cenderung mengalami stres karena rasa cemas dan takut saat persalinan yang tidak tertangani dengan baik, lingkungan baru tempat persalinan juga dapat mempengaruhi tingkat stress ibu saat bersalin sehingga nadi pada kelompok kontrol meingkat. Nyeri yang didukung oleh kecemasan yang dialami ibu selama proses persalinan akan menimbulkan terjadinya stress. Stress akan merangsang korteks serebri untuk mempengaruhi jalur HPAaxis. Hipotalamus melepas CRF merangsang pituitary untuk melepas ACTH. Adanya stress akan merangsang pengeluaran kortisol oleh ACTH. Di dalam tubuh kortisol akan merangsang kerja sistem saraf simpatis sehingga terjadi peningkatan nadi (Gayton, 1997).
Berdasarkan pengujian terlihat bahwa skala VAS pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan skala VAS yang signifikan antara pre test dan post test. Hal ini bisa diduga pembelajaran teknik pijat efflurage dilakukan hanya satu kali pada saat inparti kala I fase aktif sehingga keluarga
melakukan kurang sempurna, sehingga tidak dapat menurunkan tingkat nyeri ibu. Menurut Mattson (1993) dalam Bobak (2004) ibu yang mengalami nyeri saat persalinan akan mengalami perubahan afektif yaitu peningkatan rasa cemas disertai penyempitan lapang perseptual, sehingga teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan oleh ibu tidak sempurna. Kecemasan yang tidak tertangani saat persalinan juga dapat meningkatkan nyeri yang dialami oleh ibu.
Peningkatan nyeri persalinan disebabkan kontraksi uterus yang meningkat. Uterus yang berkontraksi menyebabkan iskemia pada uterus. Iskemia jaringan merupakan salah satu penyebab timbulnya rasa nyeri. Bila aliran darah yang menuju jaringan terhambat, maka dalam waktu beberapa menit saja jaringan akan terasa nyeri sekali (Guyton & Haall, 1997). Ada beberapa faktor yang memperberat terjadinya nyeri, Gaston dalam penelitiannya menggunakan McGall Pain Questionnaire secara signifikan derajat nyeri lebih berat dirasakan pada primipara dibandingkan dengan multipara. Lowe juga mendapatkan
hasil yang sama, dikatakan bahwa frekuensi kontraksi uterus dan pembukaan serviks merupakan faktor prediksi beratnya nyeri persalinan. Pada fase aktif, transisional dan kala II persalinan derajat progresifitas nyeri akan semakin meningkat baik pada primipara maupun multipara. Corli dalam evaluasi karakteristik kontraksi uterus, menyimpulkan bahwa besar intensitas dari kontraksi uterus lebih menentukan derajat nyeri yang ditimbulkan dibandingkan lamanya kontraksi uterus (Huffnagle, 1992; Lowe, 2002 dikutip Andrianto, 2004). Faktor obstetri lain yang berperan mempengaruhi derajat nyeri adalah posisi janin, dikatakan bahwa posisi persisten occipito posterior akan menimbulkan rangsangan nyeri yang lebih berat dibandingkan posisi occiput di transversa atau anterior. Primipara atau multipara dengan riwayat nyeri waktu haid dilaporkan secara bermakna lebih tinggi derajat nyeri persalinan dibandingkan dengan mereka yang tidak mempunyai riwayat nyeri menstruasi sebelumnya (Huffnagle, 1992 dikutip Andrianto, 2004).
Tabel 3 Faktor Budaya dengan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif sebelum
diberikan perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada
ibu Inpartu Di Bidan Praktek Swasta Tahun 2012
No Kelompok Budaya
Tingkat Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif (Pre) Nyeri
Sedang Nyeri Berat
Nyeri sangat
berat Total 1 Kontrol Minum Larutan Rumput
Fatimah 1 (14,3%) 2 (28,6%) 3 (42,9%) Minum Air
Putih/teh/susu 0 (0%) 4 (57,1%) 4 (57,1%) 2 Perlakuan Minum Larutan Rumput
Fatimah 0 (0%) 2 (28,6%) 0 (0%) 2 (28,6%) Minum Air
Putih/teh/susu 4 (57,1%) 0 (0%) (14,3%)1 5 (71,4%)
Pada kelompok kontrol pada saat sebelum dilakukan pijat effleurage
didapatkan 28,6% yang minum larutan rumput fatimah dan mengalami nyeri berat, pada saat sesudah diberikan pijat effleurage tingkat nyeri persalinan didapatkan 28,6% yang minum larutan rumput fatimah dan mengalami nyeri berat hal ini menunjukkan tidak ada penurunan tingkat nyeri persalinan. Pada kelompok perlakuan pada saat sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam terdapat 28,6% yang minum larutan rumput fatimah dan mengalami nyeri berat, pada saat sesudah diberikan teknik relaksasi nafas dalam terjadi penurunan yaitu 14,3% yang minum larutan rumput fatimah dan mengalami nyeri sedang pada persalinan kala I fase aktif.
Rumput fatimah atau Labisa pumila ini mengandung oksitoksin yaitu zat yang digunakan oleh tubuh untuk merangsang kontraksi rahim, sehingga dipercaya dapat mempercepat persalinan. Zat sejenis oksitoksin yang terkandung di dalam rumput fatimah sama seperti obat yang diberikan untuk menginduksi ibu hamil agar terjadi kontraksi. Kandungan oksitosin tersebut dosisnya tidak dapat diukur. Tumbuhan ini dipakai dengan cara akarnya direndam. Air rendaman inilah yang diminum. Semakin lama direndam, kadar oksitosin yang terlarut pun semakin pekat. Kontraksi yang ditimbulkan akan sangat tinggi, tanpa ada jeda waktu istirahat. Tapi pembukaannya tidak sesuai dengan kontraksinya. Efeknya berbeda-beda, untuk ibu yang pembukaannya sudah hampir
sempurna memang dapat membantu mempercepat kelahiran, namun bagi yang pembukaannya masih awal tentu tidak sesuai dengan kontraksi yang hebat tersebut. Jika tidak tahan akan kontraksi, ibu akan terus-terusan mengejan padahal pembukaan masih sedikit, sehingga besar kemungkinan rahim akan robek. Selain itu akan terjadi perdarahan setelah melahirkan, atau bahkan kematian pada janin.
Pada kelompok kontrol yang menggunakan teknik pijat effleurage tidak terjadi penurunan tingkat nyeri diduga proses memberi bimbingan teknik pijat effleurage yang dilakukan oleh bidan kepada keluarga ibu hanya sekali serta stres karena rasa cemas dan takut saat persalinan yang tidak tertangani dengan baik. Peningkatan nyeri persalinan disebabkan kontraksi uterus yang meningkat. Minum larutan rumput fatimah akan menyebabkan peningkatan kontraksi uterus, dikarenakan rumput fatimah merupakan bahan alamiah yang mengandung estrogen alami atau fitoestrogenik dan memiliki aktivitas menyerupai estrogen
endogen. Sebagai estrogen alami, tanaman rumput Fatimah kemungkinan mampu meningkatkan jumlah reseptor oksitosin dan agen adrenergik yang memodulasi channel kalsium membran. Juga mampu meningkatkan sintesis connexin43 dan pembentukan taut celah (gap junction) dalam miometrium yang sangat diperlukan dalam komunikasi intraseluler serta menstimulasi produksi prostaglandin F2α dan E2 yang menstimulasi kontraksi uterus. Dengan demikian pemberian air rendaman rumput fatimah pada hewan coba yaitu tikus galur
Sprague Dawley terbukti meningkatkan
kualitas kontraksi otot uterus, yang ditunjukkan dengan jumlah frekuensi yang meningkat dan lama durasi yang lebih singkat (Nani, 2010). Uterus yang berkontraksi menyebabkan iskemia pada uterus. Iskemia jaringan merupakan salah satu penyebab timbulnya rasa nyeri. Bila aliran darah yang menuju jaringan terhambat, maka dalam waktu beberapa menit saja jaringan akan terasa nyeri sekali (Guyton & Haall, 1997).
Tabel 4
Perbedaan Penurunan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Antara yang
Menggunakan Teknik Relaksasi Nafas Dalam dengan yang Menggunakan
Teknik Pijat Effleurage yang Dilakukan Oleh Suami pada Ibu Inpartu Di
Bidan Praktek Swasta Tahun 2012
No
Variabel Nyeri
Kelompok
N
Rerata
SD
p
1 Sistolik
Perlakuan
Kontrol
7
7
-2,85
7,14
7,55
4,87
0,020**
2
Diastolik
Perlakuan
Kontrol
7
7
-1,42
7,14
6,90
4,87
0,026
3
Nadi
Perlakuan
Kontrol
7
7
-0,85
3,42
1,86
1,39
0.000*
4
VAS
Perlakuan
Kontrol
7
7
0,28
1,42
0,75
0,97
0.031*
* signifikan (p<0,05), uji t sampel bebas ** signifikan (p<0,05), uji Mann Whitney
Berdasarkan pengujian terlihat bahwa sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa penurunan nyeri persalinan kala I pada ibu inpartu yang mendapatkan teknik relaksasi pernafasan lebih tinggi daripada yang mendapatkan teknik pijat effleurage.
Secara fisiologis teknik pijat
effleurage dan relaksasi nafas dalam dapat
menurunkan nyeri, hal ini sesuai dengan teori
Gate Control yang menyatakan
rangsangan-rangsangan nyeri dapat diatur atau bahkan dihalangi oleh pintu mekanisme sepanjang system pusat neurons. Gate dapat ditemukan didalam sel-sel gelatinosa dengan tanduk tulang belakang pada ujung syaraf tulang belakang, thalamus dan system limbic. Dengan memahami apakah dapat mempengaruhi gate/gerbang-gerbang ini,
para bidan dapat memperoleh sebuah kerangka kerja konseptual yang berguna untuk manajemen rasa nyeri. Teori ini menyatakan bahwa rangsangan akan dirintangi ketika sebuah pintu tertutup. Penutupan pintu adalah dasar untuk terapi pertolongan rasa nyeri (Pottern,2006). Demikian juga pendapat Suhartini (2007) bahwa nyeri adalah suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul bila mana jaringan yang sedang dirusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi atau menghilangkan rangsang nyeri.
Terdapatnya perbedaan penurunan nyeri antara teknik relaksasi nafas dalam dengan pijat effleurage dapat disebabkan pada saat proses bimbingan kepada ibu dimana untuk bimbingan teknik relaksasi
nafas dalam dilakukan sejak usia kehamilan 36-38 minggu dan pada saat inpartu kala I fase aktif diingtkan kembali serta dibimbing secara intensif sampai menjelang persalinan sehingga hormon adrenalin dan kortisol yang menyebabkan stres akan menurun, ibu dapat meningkatkan konsentrasi dan merasa tenang sehingga memudahkan ibu untuk mengatur pernafasan sampai frekuensi pernafasan kurang dari 60-70x/menit. Kadar PaCo2 akan meningkat dan menurunkan PH sehingga akan meningkatkan kadar oksigen dalam darah.
Pada proses pijat effleurage tidak berhasil dikarenakan tidak tepat dalam melakukan teknik pijat effleurage. Pada saat ibu beserta suami datang dengan keluhan ingin melahirkan, bidan/asisten bidan telah menjelaskan prosedur teknik pijat effleurage dan dijelaskan hanya sekali, akan tetapi pada saatnya dimana ibu membutuhkan teknik pijat effleurage yang seharusnya dilakukan selama 20 menit dengan enam kali kontraksi tidak dapat dilakukan, suami ibu hanya melakukan rata-rata 3-4 kali kontraksi atau sekitar 6-10 menit, hal ini dikarenakan sang suami merasa tidak tega melihat ibu kesakitan sehingga pemijatan dihentikan dan
membiarkan ibu bermobilisasi seperti yang ibu inginkan dan hal ini yang menyebabkan teknik pijat effleurage tidak maksimal sehingga kurang menimbulkan efek distraksi yang diharapkan dapat meningkatkan pembentukan endorphin dalam sistem kontrol dasenden dapat membuat pasien lebih nyaman karena pijat membuat relaksasi otot (Monsdragon, 2004). Hal lain yang menyebabkan terdapatnya perbedaan penurunan nyeri antara teknik relaksasi nafas dalam dengan pijat effleurage yaitu tentang cara pelaksanaan, yang mana pada teknik relaksasi nafas dalam bisa dilakukan oleh ibu sendiri atau nisa dilakukan secara mandiri atau bila dengan pendamping/suami hanya membimbing, sedangkan pada teknik pijat
effleurage ibu membutuhkan pendamping
selain untuk membimbing juga melakukan pemijatan sesuai prosedur teknik pijat
effleurage.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan
penurunan nyeri persalinan kala I fase
aktif antara yang menggunakan teknik
relaksasi nafas dalam dengan yang
menggunakan teknik pijat effleurage
yang dilakukan oleh suami pada ibu
inpartu di bidan praktek swasta Ny. A
yaitu teknik relaksasi nafas dalam
mengalami penurunan nyeri yang lebih
tinggi, diharapkan pemberian pelatihan
teknik relaksasi nafas dalam dilakukan
selama kehamilan dalam kelas ibu hamil
sehingga ibu akan lebih mahir dalam
melaksanakan teknik relaksasi nafas
dalam ketika persalinan berlangsung dan
lebih mampu untuk beradaptasi dengan
persalinan.
DAFTAR PUSTAKA