6 A. Landasan Teori
1. Pengertian Persediaan
Secara umum persediaan diartikan sebagai barang yang dimiliki perusahaan. Persediaan yang dimiliki oleh perusahaan berbeda-beda tergantung dari sifat dan tujuan perusahaan yang berangkutan.
“Dalam perusahaan dagang persediaan hanya terdiri dari satu golongan, yaitu persediaan barang dagangan yang merupakan barang yang dibeli untuk dijual kembali.” Mulyadi (2010:553)
“Dalam perusahaan dagang, persediaan hanya terdiri dari suatu golongan, yaitu persediaan barang dagang yang merupakan barang yang dibeli untuk dijual kembali.” Mulyadi (2014:553)
2. Metode pencatatan persediaan
Biaya persediaan diakui sebagai beban selama periode, seringkali
disebut sebagai beban pokok penjualan, terdiri dari biaya-biaya yang
sebelumnya diperhitungkan dalam pengukura persediaan yang saat ini telah
dijual overhead produksi yang lain tidak teralokasi, dan jumlah biaya
produksi persediaan yang tidak normal. Keadaan entitas juga
memungkinkan untuk memasukan biaya lainya.
Biaya perolehan persedian mencakup seluruh biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lainnya yang terjadi untuk membawa persediaan ke kondisi lokasi sekarang. IAI (2013:39)
a. Biaya Pembelian
Biaya pembelian persediaan meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya (kecuali kemudian dapat direstitusi kepada otoritas pajak), biaya pengakuan, biaya penanganan, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatrisbusikan pada perolehan barang jadi, bahan, dan jasa. Diskon dagang, potongan dan lainnya yang serupa dikurangi dalam menentukan biaya pembelian. Entitas dapat melakukan pembelian persediaan dalam beberapa termin penyelesaian tangguhan. Jika perjanjian secara efektif mengandung adanya elemen pembiayaan maka elemen tersebut (misalnya, perbedaan antara harga beli untuk persyaratan kredit normal dengan jumlah yang dibayar) diakui sebagai beban bunga selama periode pembiayaan dan tidak ditambahkan kebiaya perolehan persediaan. IAI (2013:39)
b. Biaya Konversi
Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung
terkait dengan unit produksi, seperti biaya tenaga kerja langsung
Termasuk juga alokasi sistematis overhead produksi tetap dan variabel
yang timbul dalam mengkonversi bahan menjadi barang jadi. IAI
(2013.39)
c. Biaya Lain
Biaya-biaya lain yang termasuk dalam biaya persediaan hanya sepanjang biaya tersebut timbul agar persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat kini. Sebagai contoh, dalm keadaan tertentu diperkenankan untuk memasukan biaya overhead nonproduksi atau biaya perancangan produk untuk pelanggan tertentu sebagai biaya persedian. IAI (2014:144)
d. Rumus Biaya
Entitas harus mengukur biaya persediaan untuk jenis persedian yang normalnya tidak dapat dipenukarkan, dan barang atau jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek tertentu dengan menggunakan identifikasi khusus biasanya secara individual IAl (2013:41)
Entitas harus menentukan biaya persediaan, dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar-pertama (MPKP atau rata tertimbang. Rumus yang sama harus digunakan seluruh persediaan dengan sifat dan pemakaian yang serupa Untuk persediaan dengan sifat dan pemakain yang berbeda, penggunaan rumus biaya yang berbeda dapat dibenarkan. Metode masuk-terakhir keluar-keluar pertama tidak di perkenankan oleh SAK ETAP. IAI (2013:41)
Ada dua metode yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan pencatatan persediaan menurut zaki baridwan yaitu:
a. Rumus Fisik
Penggunaan metode fisik mengharuskan adanya perhitungan barang yang masih ada pada tanggal penyusunan laporan keuangan. Perhitungan persediaan (Stock opname) ini diperlukan untuk mengetahui berapa jumlah barang yang masih ada dan kemudiaan diperhitungkan harga pokoknya.
Dalam metode mutasi persediaan barang tidak diikuti dalam buku-buku, setiap pembelian barang dicatat dalam rekening persediaan. Karena tidak ada catatan mutasi persediaan barang maka harga pokok penjualan juga tidak dapat diketahui Harga pokok penjualan baru dapat dihitung apabila persediaan akhir sudah dihitung. Zaki Baridwan (2011:151)
Perhitungan harga pokok penjualan dilakukan dengan cara sebagai berikut
Persediaan Barang Awal Rp xxx
Pembelian (neto) xxx
Persediaan untuk dijual Rp. xxx
Persediaan barang akhir ( xxx )
Harga pokok penjualan Rp. XXX
(2)Ada masalah yang timbul jika digunakan metode fisik, yaitu jika
diinginkan menyusun laporan keuangan jangka pendek misalnya bulanan,
yaitu keharusan mengadakan perhitungan fisik atas barang. Bila barang dan
banyak, maka perhitungan fisik akan memakan waktu yang cukup dan
akibatnya laporan keuangan juga akan terlambat. diikutinya mutasi dalam
buku metode ini sangat sederhana baik pada saat pencatatan persediaan mau pada waktu melakukan pencatatn penjualan. Zaki Baridwan (2011:151).
b. Metode perpetual
Sistem perpetual memungkinkan akuntansi perusahaan menyediakan informasi terkini terkait dengan persediaan barang perubahan barang dagangan langsung dicatat di akun persediaan barang dagangan.
Mengggunakan sistem perpetual, pencatatan kas barang terjual (KBT) dilakukan pada saat transaksi penjualan pencatatan KBT karena transaksi penjualan.
Tabel 1
Kartu Persediaan Barang
Sumber : Mulyadi(2010:558)
Walaupun neraca dan laporan rugi laba dapat segera disusun tanpa mengadakan perhitungan fisik atas barang, setidak-tidaknya setahun sekali perlu diadakan pengecekan apakah jumlah barang dalam sesuai jumlah dalam persediaan. Pengecekan ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil penelitian fisik dengan jumlah dalam rekening
Tgl Diterima Dikeluarkan Saldo
Qty Harga Jumlah Qty Harga Jumlah Qty Harga Jumlah
persediaan. Bila terdapat selisih jumlah persediaan antara hasil perhitungan fisik dengan saldo rekening dapat dilakukan penelitian fisik dengan saldo rekening persediaan, dapat dilakukan penelitian terhadap sebab-sebab terjadinya perbedaan itu. Apakah selisih itu normal dalam arti susut atau rusak, ataukah normal, yaitu diselewengkan.
Zaki Baridwan (2011:152)
"Selisih yang terjadi akan dicatat dalam rekening selisih persediaan dan rekening lawannya adalah rekening persediaan barang. Bila jumlah dalam gudang lebih kecil dibandingkan dengan saldo rekening persediaan dikurangi, dan sebaliknya". Zaki Baridwan (2011:152)
"Selisih persediaan tidak termasuk dalam harga pokok penjualan tetapi dicatat tersendiri. Sedangkan dalam metode fisik karena harga pokok dihitung dengan metode selisih persediaan maka kekurangan kelebihan persediaan akan tercampur dalam harga pokok penjualan".
Zaki Baridwan (2011:152)
"Dibandingkan dengan metode fisik maka metode perpetual merupakan cara yang labih baik untuk mencatat persediaan yaitu dapat membantu memudahkan penyusunan neraca dan laporan rugi laba, juga dapat untuk mengawasi barang-barang gudang”.
Zaki Baridwan (2011:152)
c. Rata-rata tertimbang (Weight Averagae)
Pada metode ini pengalokasian harga perolehan barang yang persediaan untuk dijual dilakukan atas dasar harga perolehan rata-rata tertimbang. Barang-barang yang dikeluarkan akan dibebani harga pokok pada periode, karena harga pokok rata-rata baru dihitung pada akhir periode. Apabila harga pokok rata-rata dicatat setiap ada pengeluaran barang maka diperlukan untuk menghitung harga pokok rata-rata dicatat setiap ada pengeluaran barang maka diperlukan untuk mengitung harga pokok rata-rata setiap kali terjadi pembelian barang.
d. Menentukan Hak Kepemilikan Barang 1) Barang dalam Perjalanan
a) FOB (Free on Broard) shipping point
“Apabila barang-barang dikirim dengan syarat FOB shipping point maka hak atas barang yang dikirim berpindah pada pembeli ketika barang-barang tersebut diserahkan pada pihak pengangkut”. Baridwan (2011:153)
b) FOB (Free on Broard) destinaron
“Syarat pengiriman FOB destination berarti bahwa hak atas
barang akan berpindah pada pembeli jika barang-barang yang dikirim
dan sudah diterima oleh pembeli”. Baridwan (2011:153).
2) Barang Konsinyasi
Penjualan konsinyasi yaitu suatu penjualan melalui pihak lain secara komisi. Bagi pihak yang menjualkan (consignee) barang tersebut bukanlah merupakan miliknya karena sifatnya adalah barang titipan. Oleh karena itu, walaupun secara fisik ada di gudang perusahaan tidak boleh memasukkannya ke dalam persediaan perusahaan. Sebaliknya, bagi pihak yang menitipkan barang (consignor) meskipun secara fisik barang tetap berada di luar perusahaan, barang tersebut masih dilaporkan sebagai bagian dari persediaan perusahaan selama masih belum dilakukan penjualan oleh consignee. Susanto (2007:245)
3) Penjualan Angsuran (installment sales atau conditional sales) Dalam penjualan angsuran, hak atas barang tetap pada penjual sampai seluruh harga jualnya dilunasi. Penjual akan melaporkan barang-barang tersebut tersebut dalam persediaan dikurangi dengan jumlah yang sudah dibayar. Pembeli akan melaporkan barang-barang tersebut dalam persediannya sejumlah yang sudah dibayarkan. Baridwan (2011:154)
4) Barang-barang yang dipisahkan (segregated goods)
“Meskipun secara fisik barang masih berada di gudang,
namun apabila barang tersebut sudah dicatat sebagai penjualan
untuk suatu periode akuntansi tertentu, maka barang tersebut harus
dikeluarkan dari persediaan perusahaan” Susanto (2007:245)
3. Penilaian persediaan (Inventory Valuation)
Penilaian persediaan adalah menentukan nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca, dimana persediaan akhir biasa dihitung harga pokoknya dengan menggunakan beberapa cara penentuan harga pokok persediaan akhir, tetapi nilai ini tidak terlalu tampak dalam neraca, jumlah yang dicantumkan dalam neraca tergantung pada metode penilaian yang digunakan. Zaki Baridwan (2011:181)
"Nilai persediaan merupakan perkalian antara kuantitas persediaan (inventory quantity) dan harga persediaan (inventory cost)".
Imam Santoso (2007:243)
Tampaknya memang sederhana, tapi justru hal inilah yang menjadi masalah pokok dalam persediaan, yaitu masalah penentuan kuantitas yang harus termasuk dalam persediaan dan harga yang harus masuk kedalam harga pokok. Jadi berapakah nilai persediaan yang akan dilaporkan di neraca, ditentukan oleh dua faktor :
a. Kuantitas persediaan (inventory Quantity)
"Hal yang harus termasuk ke dalam kuantitas pesediaan adalah
persediaan yang benar-benar milik perusahaan, karena adanya suatu
kenyataan bahwa walaupun tampaknya ada secara
fisik diperusahaan namun bukan milik perusahaan dan sebaliknya walaupun kenyataan tidak ada secara fisik namun sudah milik perusahaan. Imam Santoso(2007:244)
Kuantitas yang harus termasuk ke dalam persediaan meliputi hal- hal berikut:
1) Barang dalam perjalanan (goods in transit)
Dalam transaksi penjualan maupun pembelian, perusahaan selalu dihadapkan pada kapankah penjualan (sales) diakui sebagai pendapatan (revenue) dan pembelian (purchases) diakui sehingga timbulnya suatu kewajiban. sesuai dengan prinsip akuntansi mengenai pengakuan pendapatan (revenue recognition) diketahui bahwa pendapatan baru akan diketahui apabila telah terjadi transferof title (perpindahan hak kepemilikan) di mana pada saat penjual berkewajiban menyerahkan barang sehingga dari penyerahan ini timbul hak untuk menagih pembayaran (timbul piutang) dan pada saat yagn sama pembeli berhak untuk menerima barang sehingga timbul suatu kewajiban untuk membayar (timbul kewajiban). Imam Santoso (2007:244)
2) Barang konsinyasi (consignment goods)
"Dalam penjualan konsinyasi yaitu suatu penjualan melalui pihak
lain secara komisi. Bagi pihak yang menjualkan (consignee) barang
tersebut bukanlah merupakan miliknya karena sifatnya adalah
barang konsinyasi atau barang titipan. oleh karena itu walaupun
secara fisik ada di gudang perusahaan tidak boleh dimasukan ke dalam persediaan perusahaan". Imam Santoso (2007:245)
3) Penjualan angsuran (installment sales atau condition sales) Penjualan angsuran merupakan suatu cara penjualan dilakukan dalam beberapa kali angsuran di mana penjualnya biasanya memperhitungkan uang muka (down payment) dan sisanya dilunasi dalam beberapa kali angsuran ditambah sisanya dilunasi dalam beberapa kali angsuran ditambah dengan suatu bunga dengan persentasi tertentu. Dalam kontrak penjualan angsuran selalu menyatakan bahwa transfer of title tetap berada pada pihak penjual sampai harga
yang di sepakati atas barang yang dijual dilunasi seluruhnya oleh pembeli. Dengan demikian bagi penjual walaupun barang tersebut secara fisik sudah keluar, masih diakui sebagai bagian
persediaan perusahaan yang secara berangsur akan semakin berkurang seiring dengan pelunasan yang dilakukan oleh pembeli.
Sebaliknya bagi perusahaan sampai seluruh kewajiban dilunasi.
Imam Santoso (2007:245)
4) Barang-barang yang dipisahkan (segregated goods)
Meskipun secara fisik barang masih berada di gudang, namun
apabila barang tersebut sudah dicatat sebagai penjualan untuk
periode akuntansi tertentu, maka barang tersebut harus dikeluarkan
dari persediaan perusahaan. Mencatat penjualan tanpa mencatat
harga pokoknya dapat diartikan sebagai suatu usaha window dressing bagi perusahaan. Imam Santoso (2007:245)
b. Harga pokok persediaan
Setelah menetapkan jumlah kuantitas persediaan, selanjutnya adalah bagaimana menetapkan harga pokok persediaan (inventory cost) untuk dapat menetapkan nilai persediaan (value) Walaupun dalam akuntansi suatu prinsip harga pokok (historical cost), tapi dalam kenyataannya bukanlah hal yang mudah dalam menentukan apa yang dimaksud dengan harga perolehan tersebut.
Harga beli (purchase price) hanyalah merupakan sebagian dari pembentukan harga perolehan, walaupun dalam kenyataan harga beli merupakan komponen yang membentuk harga perolehan, selain harga beli itu sendiri termasuk di dalamnya semua pengeluaran pengeluaran (expenditures) baik yang langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan perolehan persediaan sehingga siap untuk dijual (ready for sale) baik dalam bentuk aslinya maupun dalam bentuk lain karena sudah mengalami proses produksi sesuai dengan tujuan perolehannya. Imam Santoso (2007:246)
Dalam hal ini penentuan nilai persediaan terdapat berbagai
himpuan kuantitas persediaan dan harga persediaan yang bersatu
pada persediaan tersebut. Karean itulah perlu diperhatikan secara
seksama harga persediaan mana yang akan digunakan sebagai dasar
penentuan nilai persediaan. Kesalahan dalam penentuan nilai persediaan akan mengakibatkan ketidakwajaran penyajian persediaan pada neraca dan pada waktu yang bersamaan. Hal ini akan mengakibatkan penyajian harga pokok barang yang di jual pada perhitungkan laba rugi menjadi tidak wajar. Imam Santoso (2007:246)
4. Sistem Komputer
a. Perangkat Keras (Hardware)
Perangkat keras yang biasanya terdapat dalam sebuah sistem basis data adalah :
1) Komputer (satu untuk sistem yang stand-alone atau lebih dari satu untuk sistem jaringan)
2) Memori sekunder yang on-line (harddisk)
3) Memori sekunder yang off-line (Tape atau Removable Disk) untuk keperluan backup data
4) Media/perangkat komunikasi (untuk sistem jaringan) b. Perangkat Lunak
Aplikasi (Perangkat Lunak) lain ini bersifat optional. Artinya, ada atau
tidaknya pada kebutuhan. Bagi pemakai basis data (khususnya yang
menjadi end-user atau naïve-user) dapat dibuatkan program khusus
untuk melakukan pengisisan, pengubahan dan pengambilan data.
5. Sistem Manajemen Basis Data (DBMS)
Basis data (Database) didefinisikan dalam sejumlah sudut pandang seperti :
a. Himpunan kelompok data (arsip) yang saling berhubungan yang di organisasi sedemikian rupa agar kelak dapat dimanfaatkan kembali dengan cepat dan mudah
b. Kumpulan data yang saling berhubungan yang disimpan secara bersama sedemikian rupa dan tanpa pengulangan (redundansi) yang tidak perlu untuk memenuhi berbagai kebutuhan.
c. Kumpulan file/table/arsip yang saling berhubungan yang disimpan dalam media penyimpanan elektonis. Fathansyah (2012:2)
Pengelolaan basis data secara fisik tidak dilakukan oleh pemakai secara langsung, tetapi ditangani oleh sebuah Perangkat Lunak (Sistem) yang khusus. Perangkat lunak inilah yang disebut Database management system (DBMS) yang akan menentukan bagaimana data diorganisasi, disimpan, diubah dan diambil kembali.
Fathansyah (2012:15)
6. Data Flow Diagram (DFD) atau Diagram Alir Data (DAD)
Data Flow Diagram (DFD) adalah sebuah alat yang menggambarkan
aliran data sampai sebuah sistem selesai dan kerja atau proses dilakukan
dalam sistem tersebut. Istilah dalam Bahasa Indonesia adalah diagram aliran
data dalam DFD ini terdapat 4 Komponen utama, yaitu:
a. External Agent
Agen eksternal mendefinisikan orang atau sebuah unit organisasi, sistem lain, atau organisasi yang berada di luar sistem proyek tapi dapat mempengaruhi kerja sistem.
b. Process
Adalah penyelenggaraan kerja atau jabatan, datanya aliran data atau kondisinya.
c. Data Stores
Adalah Penyimpanan Data d. Data Flow
Mempresentasikan sebuah input data ke dalam sebuah proses atau output berupa informasi dari sebuah proses. Indrajani (2015:27)
Tabel 2
Simbol Data Flow Diagram (DFD)
Proses
Aliran
Aliran Material
Aliran Data
Pengolahan
Data
Penghubung
Halaman Sama Halaman Lain
Tempat penyimpanan
data
Sumber atau tujuan data
Masukan / keluaran
Ditunjukkan oleh garis alir
Sumber : Mulyadi (2016:58)
7. Entity Relationship Diagram (ERD)
Entity Relationship (ER) modeling adalah sebuah pendekatan top- bottom dalam perancangan basis data yang dimulai dengan
mengidentifikasikan data-data terpenting yang disebut dengan entitas dan
berhubungan antara etitas-entitas tersebut yang digambarkan dalam suatu
model. Karena terdapat keterbatasan pada ER yang disebut Encanced Entity
Relational (EER) Model. Indrajani (2015:17)
a. Kardinalitas Derajat Relasi
"Kardinalitas relasi menunjukkan jumlah maksimum entitas yang dapat berelasi dengan entitas pada himpunan entitas yang lain" . Fathansyah (2012:78)
1) Satu ke satu One-to-One, yang berarti setiap entitas pada himpunan entitas A berhubungan dengan paling banyak dengan satu entitas pada himpunan entitas B, dan begitu juga sebaliknya setiap entitas pada himpunan entitas B berhubungan dengan paling banyak dengan satu entitas pada himpunan entitas A.
Gambar 1 Hubungan One-to-One
Sumber : Fathansyah (2012:79)
2) Satu ke Banyak One-to-Many, yang berarti setiap entitas pada himpunan entitas A berhubungan dengan banyak entitas pada himpunan entitas B, tetapi tidak sebaliknya, dimana setiap entitas
Entitas 1 Entitas 2 Entitas 3 Entitas 4
Entitas 2
Entitas 3
Entitas 4
Entitas 5
pada himpunan entitas B berhubungan dengan paling banyak dengan satu entitas pada himpunan entitas A.
Gambar 2
Hubungan One-to-Many
Sumber : Fathansyah (2012: 79-80)
3) Banyak ke satu Many-to-one, Yang berarti setiap entitas pada himpunan entitas A berhubungan dengan paling banyak dengan satu entitas pada himpunan entitas B, Tetapi sebaliknya, dimana setiap entitas pada himpunan entitas A berhubungan dengan paling banyak satu entitas pada himpunan entitas B
Gambar 3
Hubungan Many-to-One
Sumber : Fathansyah (2012:80) Entitas 1
Entitas 2 Entitas 3
Entitas 1 Entitas 2 Entitas 3 Entitas 4 Entitas 5
Entitas 1 Entitas 2 Entitas 3 Entitas 4 Entitas 5
Entitas 1
Entitas 2
Entitas 3
4) Banyak ke Banyak Many-to-One, Yang berarti setiap entitas pada himpunan entitas A dapat berhubungan dengan banyak entitas pada himpunan entitas Bdan demikian juga sebaliknya, dimana setiap entitas pada himpunan entitas B dapat berhubungan dengan banyak entitas pada himpunan entitas A.
Gambar 4
Hubungan Many-to-Many
Sumber : Fathansyah (2012 : 81) 8. Normalisasi
Normalisasi adalah suatu teknik dengan pendekatan botton-up yang digunakan hubungan, yaitu functional dependencies antara atribut.
Pengertian adalah suatu teknik yang menghasilkan sekumpulan hubungan dengan sifat-sifat yang diinginkan dan memenuhi kebutuhan pada perusahaan.
a. Tujuan Normalisasi
Entitas 1 Entitas 2
Entitas 2 Entitas 3 Entitas 4
Entitas 3
Entitas 4
Entitas 5
Tujuan utama normalisasi adalah mengidentifikasikan kesesuaian hubungan yang mendukung data untuk memenuhi kebutuhan perusahaan.
Adapun karakteristik hubungan tersebut mencakup :
b. Minimal jumlah atribut yang diperlukan untuk mendukung kebutuhan perusahaan.
c. Atribut dengan hubungan logika yang menjelaskan mengenai functional dependencies.
d. Minimal duplikat untuk tiap atribut.
e. Peran Normalisasi dalam Perancangan Basis Data
Normalisasi adalah suatu teknik formal yang dapat
digunakan dalam perancangan basis data. Peran normalisasi dalam
hal ini adalah dalam penggunaan pendekatan bottom-up dan teknik
validasi. Teknik validasi digunakan untuk memeriksa, apakah
struktur relasi yang dihasilkan oleh ER modeling itu baik atau tidak
baik.
Gambar 5
Peranan Normalisasi dalam Perencanaan Basis Data
Pendekatan 2 Pendekatan 1
Sumber : Indrajani (2015:7)
Dari gambar tersebut dapat terlihat atas user-user, spesifikasi kebutuhan berbagai user, berbagai form atau laporan, data dictionary, dan data model perusahaan. Kemudian terdapat pendekatan top-down dan bottom-up, dimana pendekatan tersebut nantinya menghasilkan desain relasi. Lalu peranan normalisasi pada bottom-up dan teknik validasi.
Terdapat 6 bentuk normal yang bisa digunakan yaitu:
1) First Normal Form (INF) atau Normal Tingkat 1 User-user
Spesifikasi Kebutuhan Berbagai User
Form atau Laporan
Data Dicnonary Dan Data Model
Perusahaan
Pendekatan Top – Down Contoh : ER Model
Desain Relasi
Pendekatan Button-Up Contoh : Normalisasi
Normalisasi
Teknik Validasi
2) Second Normal Form (2NF) atau Normal Tingkat 2 3) Third Normal Form (3NF) atau Normal Tingkat 3 4) Boyce-Codd Normal Form (BCNF)
5) Four Normal Form (4NF) 6) Five Normal Form (5NF)
Gambar 6
Diagram Proses Normalisasi
Mengubah atribut ke format tabel
Menghilangkan pengulangan grup
Menghilangkan partian dependencies
Menghilangkan transitive dependencies