BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persediaan
2.1.1 Pengertian persediaan
Persediaan merupakan barang yang diperoleh untuk dijual kembali atau
bahan untuk diolah menjadi barang jadi atau barang jadi yang akan dijual atau
barang yang akan digunakan. Persediaan digunakan untuk mengindikasikan
barang dagangan yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi bisnis
perusahaan, dan bahan yang digunakan dalam proses produksi atau yang
disimpan untuk tujuan itu. Dan merupakan bagian dari aktiva lancar, yang
apabila setiap kesalahan pencatatan dalam perhitungan persediaan akan
mempengaruhi baik neraca maupun laporan laba rugi.
Stice, et al (2009:571) menyatakan bahwa “Persediaan ditunjukan untuk
barang-barang yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal,dan
dalam kasus manufaktur, maka kata ini ditunjukkan untuk barang dalam
proses produksi atau yang ditempatkan dalam kegiatan produksi”.
Menurut PSAK No. 14 (2009:03) “ Persediaan adalah aktiva (a) tersedia
untuk dijual dalam kegiatan usaha normal; (b) dalam proses produksi dan atau
dalam perjalanan; atau (c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk
digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa”.
dalam operasi bisnis perusahaan; 2) bahan yang digunakan dalam proses
produksi atau yang disimpan untuk tujuan itu”.
2.1.2Klasifikasi persediaan
Persediaan pada setiap perusahaan berbeda dengan perusahaan lain
tergantung pada bidang kegiatan bisnisnya. Persediaan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
A. Persediaan barang dagangan
Barang yang ada digudang dibeli oleh pengecer atau perusahaan
perdagangan seperti importir atau eksportir untuk dijual kembali.
Biasanya barang yang diperoleh untuk dijual kembali secara fisik tidak
diubah oleh perusahaan pembeli, barang-barang tersebut tetap dalam bentuk
yang telah jadi ketika meninggalkan pabrik pembuatnya. Dalam beberapa hal
dapat terjadi beberapa komponen dibeli untuk kemudian dirakit menjadi
barang jadi.
B. Persediaan manufaktur menurut Stice, al etc (2009:573) “Persediaan
dalam perusahaan manufaktur diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
1. Bahan baku
Bahan baku adalah barang-barang yang dibeli untuk digunakan dalam proses produksi. Sebagian bahan baku diambil langsung dari sumber aslinya. Namun yang sering terjadi, bahan baku dibeli dari perusahaan lain yang merupakan barang jadi dari sisi pemasok.
Bahan baku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Bahan baku langsung. Bahan yang secara langsung digunakan dalam produksi barang.
b. Bahan baku tidak langsung. Bahan baku yang menjadi bahan pendukung.
2. Barang dalam proses
a. Bahan baku langsung, yaitu biaya bahan baku yang secara langsung dapat diidentifikasi dalam barang yang diproduksi.
b. Tenaga kerja langsung, yaitu biaya tenaga kerja yang secara langsung dapat diidentifikasi dengann barang yang diproduksi
c. Overhead Pabrik, yaitu bagian dari overhead pabrik yang dibebankan atas barang yang diproduksi.
3. Barang jadi
Barang jadi adalah barang yang sudah selesai diproduksi dan menunggu untuk dijual.
C. Persediaan rupa-rupa. Barang-barang seperti perlengkapan kantor,
kebersihan, dan pengiriman. Persediaan jenis ini biasanya digunakan segera
dan biasanya dicatat sebagai beban penjualan umum ketika dibeli.
Menurut Rangkuti (2004:7) persediaan dapat digolongkan ke dalam
tiga jenis berdasarkan fungsinya, yaitu
1. Batch stock/Lot Size Inventory
Persediaan yang diadakan karen kita membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan saat itu. Keuntungannya :
a. Potongan harga pada harga pembelian b. Efisiensi produksi
c. Penghematan biaya angkutan 2. Fluctuation Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan.
3. Anticipation Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun untuk menghadapi penggunaan, penjualan atau permintaan yang meningkat.
2. 1. 3 Sistem pencatatan persediaan
Sistem pencatatan persediaan merupakan pengelolaan persediaan
melalui proses pencatatan, untuk memastikan keakuratan jumlah persediaan
yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Kuantitas jenis-jenis persediaan
pada akhir periode haruslah ditentukan guna mengkalkulasi biaya pokok
Menurut Stice, et al. (2009:574) Adapun sistem pencatatan persediaan
dapat digolongkan dengan dua cara, yaitu :
A.Sistem Persediaan Periodik
Dalam metode ini pencatatan pada akun persediaan barang dagang hanya dilakukan pada awal atau akhir periode saja, sedangkan pada saat terjadinya transaksi pembelian, begitu pula pada saat transaksi penjualan. Barang dagang tidak dicatat pada akun persediaan barang dagang tetapi pada akun penjualan.
B. Sistem Persediaan Perpetual
Pada sistem ini, setiap terjadi transaksi yang terjadi pada persediaan barang dagang, ditentukan terlebih dahulu harga pokok penjualan sehingga setiap transaksi yang mempegaruhi nilai persediaan barang dagang dicatat pada akun persediaan barang dagang sebesar harga perolehnya.
Contoh perbedaan pencatatan untuk persediaan yang dibuat dalam sistem persediaan periodik dan perpetual dapat dilihat pada transaksi berikut ini : Transaksi berikut yang terjadi selama satu periode
1 Persediaan awal ... 50 unit @ $ 10 $ 500 2 Pembeliaan selama periode tersebut... 300 unit @ $ 10 $ 3.000 3 Penjualan selama periode tersebut... 275 unit @ $ 15 $ 4.125 4 Persediaan akhir( perhitungan fisik)... 70 unit @ $ 10 $ 700
Sistem Pencatatan Persediaan Secara Periodik
TGL PERKIRAAN REF DEBET
Sistem Pencatatan Persediaan Secara Perpetual
2.1.4 Metode penilaian persediaan
Bagi perusahaan sangat penting untuk menentukan besarnya harga
pokok produksi barang yang dijual. Jika perusahaan tidak mampu
menentukan harga produksi yang melekat pada barang dagang yang
dihasilkan akan menyulitkan dalam penentuan harga jual
Menurut stice, et al (2009:585) ada empat metode penilaian yang
paling umum digunakan yaitu :
A. Identifikasi khusus (spesific identification)
Biaya dapat dialokasikan ke barang yang terjual selama periode berjalan dan ke barang yang ada ditangan pada akhir periode berdasarkan biaya aktual dari unit tersebut. Metode identifikasi khusus memerlukan suatu cara untuk mengidentifikasi biaya historis dari setiap unit persediaan. Dengan identifikasi khusus, arus biaya yang dicatatat disesuaikan dengan arus fisik barang. Dari sudut pandang teoritis, metode identifikasi khusus sangat menarik, khususnya ketika setiap unsur persediaan unik dan memiliki biaya yang tinggi. Namun, ketika persediaan terdiri atas berbagai unsur atau unsur-unsur identik yang dibeli pada saat yang berlainan dengan harga yang berbeda, maka identifikasi khusus akan menjadi lamban, membebani, dan memakan biaya.
B. Metode biaya rata-rata (average cost)
Metode biaya rata-rata membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unit. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan biaya rata-rata, yaitu rata-rata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap harga. Metode rata-rata dapat dianggap sebagai metode yang realistis dan paralel dengan arus fisik barang, khususnya ketika ada percampuran dari unit persediaan yang identik. Tidak seperti metode persediaan yang lain, pendekatan biaya rata-rata memberikan nilai yang sama untuk unsur serupa dengan penggunaan yang sama. Metode ini tidak memperbolehkan manipulasi keuntungan. Akan tetapi, keterbatasan dari metode biaya rata-rata ini adalah bahwa nilai persediaan dapat tertinggal secara signifikan terhadap harga dalam periode dimana terdapat kenaikan atau penurunan harga yang cepat.
C. Metode masuk pertama, keluar pertama (First-In, First- out FIFO)
dinilai melekat pada barang yang terjual. FIFO memberikan kesempatan kecil untuk memanipulasi keuntungan karena pembebanan biaya ditentukan oleh urutan terjadinya biaya. Selain itu, unit yang tersisa pada persediaan akhir adalah unit yang paling akhir dibeli, sehingga biaya yang dilaporkan akan mendekati atau sama dengan biaya penggantian di akhir periode ( end-of-period replacement cost).
D. Metode masuk terakhir, keluar pertama (Last-In, First-Out LIFO)
Metode masuk terkahir, keluar pertama (LIFO) didasarkan pada asumsi bahwa barang yang paling barulah yang terjual. LIFO sering kali dikritik dari sudut pandang teroritis. Metode ini tidak cocok dengan arus barang yang terjadi dalam sebuah perusahaan. LIFO menghasilkan nilai lama dalam neraca dan dapat memberikan angka harga pokok penjualan yang aneh ketika tingkat persediaan menurun. Namun, LIFO adalah metode yang paling baik dalam mencocokkan biaya persediaan saat ini dengan pendapatan saat ini. E. Penilaian persediaan bukan berasal dari cost
Menurut warren,etc al(2006:468) “Persediaan bisa dinilai selain dari biaya. Dua situsi ini muncul apabila
1. Biaya penggantian barang-barang persediaan lebih rendah daripada biaya yang tecatat
2. Persediaan tidak dapat dijual pada harga jual normal karena cacat, usang, perubahan gaya, atau penyebab lainnya.
Penilaian persediaan dapat dilakukan dengan dua metode mana yang
lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar (LCM method). Jika biaya
penggantian suatu persediaan lebih rendah daripada biaya pembeliannya
maka metode mana yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar
digunakan untuk menilai persediaan. Harga pasar, yang digunakan dalam
LCM, adalah biaya untuk mengganti barang dagang pada tanggal persediaan.
Nilai pasar ini didasarkan pada jumlah yang biasanya dibeli dari sumber
pemasok yang biasa. Keunggulan utama dari metode LCM adalah bahwa laba
kotor dan laba bersih akan berkurang dalam periode terjadinya penurunan
nilai pasar. Dalam menerapkan metode LCM, biaya penggantian dapat
1) Biaya dan biaya penggantian dapat ditentukan untuk setiap jenis barang
dalam persediaan,
2) Biaya dan biaya penggantian dapat ditentukan untuk kelas atau kategori
utama persediaan,
3) Biaya dan biaya penggantian dapat ditentukan untuk persediaan secara
keseluruhan
F. Penilaian Pada Nilai Realisasi Bersih
Nilai realisasi bersih adalah estimasi harga jual dikurangi biaya pelepasan
langsung, seperti komisi penjualan.
2.2 Pengertian Perputaran Persediaan
Menurut Warren, etc al (2006:474), perputaran mengukur hubungan antara
volumme barang dagang yang dijual dengan jumlah persediaan yang dimiliki
selama periode berjalan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus
Perputaran Persediaan =ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎𝑝𝑜𝑘𝑜𝑘𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
x 1kali=...kali
Persediaan rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan angka-angka
mingguan, bulanan, atau tahunan. Untuk menyerhanakan kita menentukan
persediaan rata-rata dengan membagi jumlah persediaan akhir pada akhir dan
awal tahun dibagi 2. Selama jumlah persediaan yang dimiliki sepanjang tahun
stabil, rata-rata ini akan cukup akurat bagi analisa. Besarnya hasil perhitungan
persediaan menunjukkan tingkat kecepatan persediaan menjadi kas atau piutang
dagang.
Menurut stice, etc al. (2009:799), perputaran persediaan kadang-kadang
Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena penjualan adalah sebuah angka eceran,
sedangkan harga pokok penjualan dan persediaan merupakan harga grosir. Namun
demikian, ketika telah menjadi sebuah rasio, setiap orang diberi kebebasan untuk
menghitung dengan berbagai cara yang mereka inginkan. Terpenting adalah
perhitungan dibuat dengan cara yang sama dan dibandingkan dengan nilai-nilai
lain yang juga dihitung dengan cara yang sama.
Tingkat perputaran persediaan mengukur kemampuan perusahaan dalam
memutarkan barang dagangnnya dan menunjukkan hubungan antara barang yang
diperlukan untuk menunjuang atau mengimbangi tingkat penjualan yang telah
ditentukan, serta efisiensi persediaan dapat dilihat dari tingkat perputaran
persediaan. Perputaran persediaan merupakan salah satu ukuran efisein untuk
perusahaan dalam penggunaan aktiva terutama aktiva lancar. Semakin cepat
perputaran persediaan maka akan semakin efisien penggunaan persediaan.
2.3 Pengertian Rasio Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan sautu perusahaan menghasilkan
laba. Laba adalah selisih lebih pendapatan dengan beban sehubungan dengan
Usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut selama periode tertentu. Dimana
laba merupakan tolak ukur sejauh mana keberhasilan manajemen sebuah
perushaan, ukuran kinerja perusahaan, ukuran efisiensi dan pedoman kebijakan
perusahaan. Selisih lebih antara keseluruhan pendapatan dengan biaya yang
dikeluarkan untuk proses kegiatan operasi maupun penjualan selama periode
untuk mencapai hal tertentu perlu adanya perencanaan dan pengendalian dalam
setiap aktivitas usahanya agar perusahaan dapat membiayai seluruh kegiatan yang
berlangsung secara terus menerus.
Pengertian laba menurut Baridwan (2004 : 29) adalah “kenaikan modal
(aktiva bersih) yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang jarang
terjadi dari badan usaha dan dari semua transaksi atau kejadian lain yang
mempengaruhi badan usaha selama satu periode kecuali yang termasuk dari
pendapatan atau investasi oleh pemilik”.
Laba dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
1. Laba kotor
2. Laba dari operasi
3. Laba bersih
1. Laba kotor
Laba kotor yaitu perbedaan antara pendapatan bersih dan penjualan dengan
harga pokok penjualan. Laba kotor atas penjualan merupakan selisih dari
penjualan bersih dan harga pokok penjualan, laba ini dinamakan laba
kotor. Hasil laba bersih belum dikurangi dengan beban operasi lainnya
untuk periode tertentu. 2. Laba dari operasi
Laba dari operasi yaitu selisih antara laba kotor dengan total beban biaya
atau laba kotor dikurangi dengan sejumlah biaya penjualan, biaya
3. Laba Bersih
Laba bersih yaitu angka terakhir dalam perhitungan laba rugi dimana
untuk mencarinya laba operasi bertambah pendapatan lain-lain dikurangi
oleh beban lain-lain.
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan
dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektifitas
manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari
penjualan dan pendapatan investasi (Kasmir. 2008:196). Penggunaan rasio
profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara berbagai
komponen yang ada dilaporan keuangan, terutama laporang keuangan neraca dan
laporan laba rugi. Pengukuran ini dapat dilakukan untuk beberapa operasi.
Tujuannya adalah agar terlihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu
tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus mencari penyebab perubahan
tersebut. Hasil pengukuran ini dapat dijadikan alat evaluasi kinerja manajemen
secara efektif atau tidak.
Rasio profitabilitas dianggap sebagai alat yang paling valid dalam mengukur
hasil pelaksanaan operasi perusahaan karena rasio profitabilitas merupakan alat
pembanding pada berbagai alternatif investasi sesuai dengan tingkat resiko.
Umumnya dalam perusahaan masalah profitabilitas lebih penting daripada laba,
karena laba yang besar bukan ukuran perusahaan telah bekerja efisiensi. Efisiensi
perusahaan dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan
Menurut Tampubolon (2005:39), rasio profitabilitas yang digunakan pada
umunya adalah berikut ini :
1. Net Profit Margin
2. Return on Investment
3. Return on Net Worth
Menurut Horne (2005:222), rasio profitabilitas terbagi atas 2 jenis yaitu:
a. Rasio profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan, antara lain net profit margin (NPM), operating profit margin (OPM), gross profit margin (GPM), b. Rasio profitabilitas dalam kaitannya dengan ekuitas, antara lain return on
equity (ROE), return on common stock equity, earning per share, dividend per share, book value per share, price earninng ratio,dan dividend yield.
Return on Asset sering dijadikan alat untuk mengukur tingkat pengembalian
total aktiva setelah laba bersih, beban bunga dan tarif pajak dibagi rata-rata total
asset (Subramanyam, etc al, 2010:44). Menurut stice, etc al(2009:801), ROA
dipengaruhi oleh profitabilitas dan efisiensi penggunaan aset untuk menghasilkan
penjualan. ROA yang lebih tinggi menunjukkan keefisiensian sebuah perusahaan
untuk menggunakan asetnya untuk menghasilkan pernjualan.
2.4 Pengaruh Perputaran Persediaan terhadap Profitabilitas
Persediaan merupakan salah satu aktiva lancar yang memiliki nilai yang
Cukup besar. Persediaan merupakan investasi yang dibuat untuk tujuan
memperoleh pengembalian melalui penjualan kepada pelanggan. Sebagian besar
perusahaan biasanya mempertahankan tingkat persediaan pada level tertentu. Jika
persediaan tidak mencukupi, kegagalan ini akan mengakibatkan hilangnya
penjualan. Sebaliknya jika persediaan terlalu banyak akan mengurangi solvensi
karena tertimbunnya sejumlah dana yang semestinya dapat digunakan untuk
juga menambah beban seperti penyimpanan, asuransi, dan pajak properti
(Warren, et al. 2006:474).
Warren, et Al (2006:474) mengemukakan bahwa perputaran persediaan mengukur hubungan antara volume barang dagang yang dijual dengan jumlah persediaan yang dimiliki selama periode berjalan. Semakin cepat persediaan dirubah menjadi barang dagang yang nantinya akan dijual maka semakin cepat perusahaan untuk memperoleh laba.
Keadaan perputaran persediaan yang tinggi menunjukkan bahwa
perusahaan efisien dan efektif mengelola persediaanya (Warren, et al. 2006:475).
Hal ini juga menunjukkan volume penjualan yang tinggi pada perusahaan, laba
yang dihasilkan perusahaan semakin besar dengan meminimalisasi biaya-biaya
yang terkandung pada persediaan. Besarnya laba yang diperoleh perusahaan akan
mempengaruhhi tingkat pengembalian asset secara positif dan berbanding lurus.
Dimana, bila semakin tinggi perputaran persediaan, maka ROA juga akan
semakin besar, sebab persediaan merupakan bagian dari aktifa lancar. Hal ini
mengindikasikan bahwa profitabilitas perusahaan menunjukkan kondisi yang
baik.
2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa tinjauan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian,
Tabel 2.1 bahwa perputaran persediaan tidak berpengaruh positif terhadap Return On Asset
2. Josephine H.S parsial perputaran persediaan tidak berpengaruh positif terhadap
Data diolah Penulis. 2012
Ellys Delfrina Sipangkar (2009) melakukan penelitian mengenai Pengaruh
Perputaran Persediaan Terhadap Tingkat Profitabiitas Perusahaan Pada
Perusahaan Otomotif yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Variabel
independen dalam penelitian adalah perputaran persediaan dan variabel dependen
adalah ROA. Penelitian di lakukan pada perusahaan otomotif yang terdaftar di
BEI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh perputaran
persediaan terhadap ROA.
Seprina Ruleta Sitanggang (2008) melakukan penelitian mengenai
Perusahaan Dagang yang Terdaftar di Bursa Efek Indonnesia. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah tingkat perputaran persediaan. Varibel
dependen adalah Rentabilitas ekonomis. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan regresi linier sederhana dengan melakukan uji asumsi klasik
terlebih dahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat perputaran
persediaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap rentabilitas ekonomis.
2.6 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori
dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah
tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis antara
variable-variabel penelitian yaitu variabel bebas dengan variable terikat.
Perputaran Persediaan H1 Return On Asset
(ROA) (X) (Y)
Gambar 2.1
2.7 Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2004:15) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Berdasarkan tinjauan teoritis, rumusan masalah dan
tinjauan penelitian terdahulu hipotesis penelitian ini adalah.
Terdapat pengaruh perputaran persediaan terhadap tingkat profitabilitas