• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Katalis

Katalis merupakan suatu senyawa yang dapat meningkatkan laju reaksi tetapi tidak terkonsumsi oleh reaksi. Katalis digunakan secara luas baik di alam, laboratorium dan industri. (Shriver, D. & Atkins, P., 1999 )

Katalis yang berada pada fase yang sama (liquid) dengan reaktan disebut sebagai katalis homogen. Sedangkan katalis yang berada pada fase yang berbeda dengan reaktannya (dapat berupa padatan, cairan yang tidak dapat bercampur ataupun gas) disebut sebagai katalis heterogen (Helwani, Z. 2009).

2.1.1 Katalis Homogen

Katalis homogen terdiri atas dua jenis yaitu katalis asam homogen dan katalis basa homogen.

Katalis yang umum digunakan dalam reaksi transesterifikasi yaitu KOH dan

NaOH.Penggunaan katalis ini menimbulkan masalah pada proses pemisahan produk reaksi

sehingga menghasilkan limbah pencucian dalam jumlah yang besar. Di samping itu, katalis

basa bekerja dengan baik pada batas asam lemak bebas (ALB) < 0,5%. Jika bahan baku

mengandung ALB tinggi, akan terjadi reaksi antara katalis dengan asam lemak bebas

membentuk sabun. (Shu, 2010). Katalis asam homogen yang digunakan dalam reaksi

transesterifikasi misalnya H

2

SO

4

, HCl, dan H

3

PO

4

. Akan tetapi penggunaan katalis ini

memerlukan waktu reaksi yang lama, menyebabkan korosi pada reaktor yang digunakan,

rasio molar alkohol dengan minyak harus besar serta memerlukan suhu yang tinggi (Helwani,

2009).

(2)

2.1.2. Katalis Heterogen

Katalis heterogen terdiri atas dua jenis yaitu katalis heterogen yang bersifat asam dan katalis heterogen yang bersifat basa. Beberapa katalis heterogen telah disintesis baik yang bersifat asam maupun basa. Katalis basa heterogen yang paling umum digunakan adalah senyawa oksida logam seperti logam alkali, alkali tanah sebagai katalis transesterifikasi minyak nabati.

Oksida logam alkali tanah (MgO, CaO, SrO, dan BaO) dikenal sebagai oksida logam tunggal (single metal oxides) (Endalew, A., 2011). Veljkovic (2009) telah menggunakan CaO pada reaksi transesterifikasi minyak bunga matahari dengan yield 98%.

Katalis basa heterogen juga dapat berupa pencampuran atau pendopingan oksida logam untuk meningkatkan kebasaannya seperti logam Na, Li, dan K yang didoping pada CaO, MgO dan BaO pada reaksi tranesterifikasi minyak lobak dengan yield 96,7% (D’Cruz, 2007) dan oksida campuran antara Na, Li, dan La

2

O

3

untuk transesterifikasi minyak kacang tanah menghasilkan metil ester asam lemak dengan yield> 99% (Singh dan Fernando 2009).

Selain katalis basa heterogen, katalis asam heterogen juga telah banyak digunakan untuk mengkatalisis reaksi transesterifikasi. Drelinkiewicz, A (2014) telah mensintesis asam polianilin sulfonat sebagai katalis transesterifikasi dan esterifikasi menghasilkan biodiesel yang menunjukkan kereaktifan dan kestabilan katalis yang tinggi (Drelinkiewicz, A., 2014).Garcia, C (2008) telah berhasil menggunakan zirkonium sulfat sebagai katalis transesterifikasi miyak kacang kedelai dengan metanol dan etanol dengan yield98,6%

(metanolisis) dan 92% (etanolisis). Katalis senyawa karbon dengan basis sulfonat menjadi katalis yang paling diminati saat ini karena memiliki gugus –SO

3

H dengan kerangka karbon yang stabil sehingga mudah dipisahkan dari sistem reaksi (Kang, S., 2013).

Katalis heterogen memiliki keuntungan dibandingkan dengan katalis homogen yaitu:

mudah dipisahkan dari produk reaksi, lebih tahan terhadap asam lemak bebas yang

terkandung di dalam bahan baku tanpa melalui reaksi saponifikasi sehingga memungkinkan

untuk melakukan reaksi transesterifikasi dan esterifikasi sekaligus dengan bahan baku yang

mengandung kadar asam lemak bebas yang tinggi, baik bahan baku yang berasal dari hewan

maupun yang berasal dari tumbuhan. (Drelinkiewicz, A., 2014)

(3)

2.1.3. Katalis Enzim

Reaksi transesterifikasi secara enzimatis mencegah terbentuknya sabun, reaksi terjadi pada pH netral, suhu reaksi yang lebih rendah sehingga lebih bersifat ekonomis. Beberapa metode secara enzimatis bertujuan untuk memecah ikatan kovalen, ikatan silang (cross linking) dan enkapsulasi mikro. Lipase merupakan enzim yang paling banyak digunakan pada reaksi transesterifikasi, karena harganya lebih murah dibandingkan dengan enzim yang lain dan mampu mengkatalisis baik reaksi hidrolisis maupun transesterifikasi trigliserida dalam kondisi biasa untuk menghasilkan biodiesel (Semwal, S., 2010).

Macario (2009) telah melakukan enkapsulasi enzim lipase (Rhizomucor miehe lipase).

Enzim tersebut dienkapsulasi di dalam fase micellar dari surfaktan yang mengandung silika.

Biokatalis yang dienkapsulasi telah digunakan untuk reaksi transesterifikasitriolein dengan metanol dalam kondisi bebas pelarut. Metil ester asam lemak yang dihasilkan dengan yield77% dengan waktu reaksi selama 96 jam dan suhu 40

0

C (Macario, 2009).

Penggunaan katalis enzim dalam reaksi transesterifikasi memiliki permasalahan yaitu selain harga enzim yang mahal juga adanya asam lemak bebas pada bahan baku yang bereaksi dengan alkohol rantai pendek (seperti metanol dan etanol) menyebabkan enzim terdenaturasi. Gliserol sebagai salah satu produk reaksi, memberi efek negatif pada enzim yang digunakan (Lou, 2008).

2.2 Reaksi Transesterifikasi

Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi dari minyak atau lemak dengan alkohol untuk membentuk ester dan gliserol. Transesterifikasi terdiri dari tiga reaksi reversibel yaitu konversi trigliserida menjadi digliserida, digliserida menjadi monogliserida dan monogliserida menjadi metil ester dan gliserol (Chouhan, 2011). Reaksi ini dibagi atas tiga jenis yaitu:

a. Interesterifikasi

yaitu pembentukan alkil ester dari ester dengan ester b. Alkoholisis

yaitu pembentukan alkil ester dari suatu ester dengan alkohol

(4)

c. Asidolisis

yaitu reaksi antara suatu ester dengan asam karboksilat (Frank, G., 2004).

Reaksi transesterifikasi meliputi pengubahan lemak/minyak menjadi senyawa metil ester. Umumnya pada reaksi transesterifikasi diperlukan adanya katalis berdasarkan reaksi di bawah ini :

Trigliserida Metanol Gliserol Metil Ester

Gambar 1.2. Skema Reaksi Transesterifikasi

Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor penting antara lain :

a. Suhu Reaksi

Pengaruh suhu terhadap reaksi transesterifikasi menghasilkan metil ester dengan bahan baku trigliserida dapat dilakukan dalam berbagai suhu reaksi. Konwar, L (2013) telah melakukan reaksi transesterifikasi minyak jarak dengan variasi suhu reaksi 50 sampai 100

0

C. Peningkatan suhu menghasilkan peningkatan laju transesterifikasi. Meskipun demikian, suhu yang paling tepat untuk transesterifikasi adalah 80

0

C dengan tidak adanya kandungan asam lemak bebas di dalam bahan baku (Konwar, L., 2013).

b. Perbandingan Molar Alkohol dengan Minyak

Perbandingan molar antara metanol dengan minyak merupakan salah satu faktor yang

sangat penting dengan adanya asam lemak bebas yang terkandung di dalam bahan

(5)

baku minyak maupun lemak. Karena transesterifikasi merupakan reaksi yang setimbang, maka dibutuhkan alkohol berlebih agar kesetimbangan mengarah pada pembentukan ester asam lemak. Yao, J (2010) telah melakukan reaksi transesterifikasi minyak biji kapas dengan variasi mol alkohol dengan minyak yaitu 3 : 1 ; 9 : 1 ; 12 : 1 (mol / mol) dengan metil ester maksimal yang diperoleh pada perbandingan 12 : 1 (mol / mol)

c. Konsentrasi Katalis

Konsentrasi katalis yang digunakan bergantung pada bahan baku yang digunakan.

Dalam katalis asam heterogen, konsentrasi katalis mengacu pada banyaknya gugus sulfonat yang terikat pada katalis tersebut yang bersifat polar sehingga mampu menkonversi asam lemak bebas dalam bahan baku yang digunakan. Penelitian sebelumnya menggunakan konsentrasi katalis sebesar 2 – 6,5% (berat) untuk transesterifikasi minyak jarak dengan asam lemak bebas 8,17% (Konwar, L., 2013).

d. Waktu Reaksi

Semakin lama waktu reaksi transesterfikasi maka semakin besar yield yang diperoleh dari reaksi tersebut. Yao, J (2010) telah melakukan reaksi transesterifikasi minyak biji kapas dengan variasi waktu 1-5 jam. Diperoleh hasil bahwa metil ester meningkat pada waktu reaksi 1 dan 2 jam sedangkan pada 3-5 jam peningkatan kadar metil ester yang terjadi tidak terlalu signifikan (Yao, J., 2010).

2.3. Industri Oleokimia

Oleokimia saat ini mewakili satu dari kemungkinan-kemungkinan utama terhadap tantangan besar ilmu kimia pada produk-produk yang terperbarukan. Semua teknologi yang diperlukan untuk penghancuran biji, pemurnian minyak, transformasi dan fraksionasi bahan kimia telah tersedia dan diketahui.Berbicara secara umum mengenai sistem industri, maka terdapat empat unit proses (penghancuran, pemurnian, fraksionasi, dan transformasi bahan kimia) yang dilakukan dengan berbagai aktor tumbuhan yang berbeda (Bondioli, P., 2003).

Industri oleokimia seperti industri kelapa sawit merupakan industri yang berkembang

pesat di Indonesia dan merupakan sumber material terperbaharui yang sangat potensial untuk

(6)

dikembangkan. Kandungan asam lemak jenuh seperti miristat, palmitat, dan stearat serta asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat dan linoleat menjadi bahan baku yang diproses menjadi senyawa baru seperti metil ester asam lemak dan alkohol asam lemak (Roesyadi, A., Hariprajitno, D., Nurjannah, N., dan Savitri, S.D., 2012). Secara sederhana, kegunaan non makanan dari minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit serta produknya dibagi menjadi dua kategori, yaitu produk yang dibuat secara langsung dari bahan minyak (rute langsung) dan produk yang diperoleh melalui rute oleokimia, yaitu senyawa-senyawa kimia yang diturunkan dari minyak atau lemak (Fereidoon, S., 2004).

Salah satu produk oleokimia yang dapat diperoleh dari minyak sawit adalah asam lemak. Bagi Indonesia, kebutuhan akan asam lemak ini akan semakin meningkat pada tahun- tahun mendatang, karena asam lemak ini banyak dipakai pada berbagai industri seperti industri ban, kosmetik, plastik, cat, farmasi, detergen dan sabun, serta alternatif bahan bakar biodiesel (Tambun, R., 2002).

2.4. Kimia Hijau

Secara luas telah diakui bahwa terdapat peningkatan kebutuhan akan proses-proses yang lebih ramah lingkungan dalam industri kimia. Hal ini selanjutnya dikenal sebagai ‘Kimia Hijau’ atau ‘Teknologi Berkelanjutan’ yang mengharuskan terjadinya pergeseran pandangan dari konsep tradisional mengenai efisiensi proses menjadi nilai ekonomi untuk menghilangkan atau mengurangi limbah dan menghindari pemakaian zat-zat beracun dan/atau berbahaya (Sheldon, 2007).

Beberapa tahun belakangan ini, proses reaksi yang ramah lingkungan telah dipelajari secara mendalam sebagai salah satu nilai dari kimia hijau. Sebagai contoh reaksi oksidasi dilakukan dengan menggunakan udara atau di dalam air, superkritis fluida dan penggunaan cairan ionik sebagai pelarut untuk sintesis kimia organik (Rajendran, 2010).

Dalam prakteknya, kimia hijau melingkupi persoalan-persoalan yang lebih luas dari

definisi yang diberikan. Meskipun demikian, dengan ditingkatkannya perhatian terhadap

proteksi lingkungan, pencegahan polusi, dan teknologi produksi yang bersih dan ramah

lingkungan, maka akan terdapat ketertarikan tinggi dan tantangan yang besar bagi ahli kimia

untuk mengembangkan produk baru serta prosesnya (Sharma, S. & Mudhoo, A., 2011).

(7)

Bahan-bahan kimia organik yang banyak digunakan saat ini diturunkan dari minyak bumi dan gas alam yang tidak terperbarukan, dan juga beberapa bahkan masih dibuat dari batu bara menghasilkan gas CO

2

yang merupakan gas rumah kaca penyebab pemanasan global.

(Matlack, A.S., 2001)

2.5. Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak merupakan senyawa yang sangat melimpah di alam dalam bentuk lipida.

Minyak dan lemak berbentuk triester dari reaksi kondensasi antara tiga molekul asam lemak dengan sebuah molekul gliserol. Triester tersebut umumnya dikenal dengan trigliserida.

Lemak dan minyak yang dijumpai di alam terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester dari asam lemak rantai panjang. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair.

Pada umumnya minyak berwujud cair pada suhu kamar karena mengandung sejumlah besar asam lemak tak jenuh seperti oleat, linoleat, dan linolenat. Sedangkan lemak umumnya berwujud padat pada suhu kamar karena mengandung sejumlah besar asam lemak jenuh seperti stearat, palmitat, dan laurat. Minyak dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan dan lemak dapat diperoleh dari hewan. Ada beberapa reaksi penting pada minyak dan lemak yaitu hidrolisa, oksidasi, hidrogenasi, dan esterifikasi / transesterifikasi (Ketaren, S., 1986).

Minyak dan lemak yang diperdagangkan merupakan campuran-campuran dari lipid, mayoritas tersusun atas triasilgliserol (umumnya >95%) bersama dengan diasilgliserol, monoasilgliserol dan asam lemak bebas. Namun, minyak dan lemak juga mengandung fosfolipida, sterol bebas dan ester-ester sterol, tokols (tokoferol dan tokotrienol), triterpen alkohol, hidrokarbon dan vitamin-vitamin yang terlarut dalam minyak.

Kebanyakan minyak dan lemak biasanya dinamai berdasarkan sumber biologisnya

(seperti minyak kedelai) tetapi masing-masing minyak dan lemak memiliki rentang parameter

fisika, kimia, dan komposisinya sehingga dapat dikenali (Gunstone, F.D., 2004).

(8)

2.6. Asam Lemak

Asam lemak terdiri atas unsur-unsur seperti karbon, hidrogen dan oksigen yang tersusun sebagai rangka rantai karbon linier dengan beragam panjang rantai dan mempunyai sebuah gugus karboksil pada salah satu ujung rantainya. Asam-asam lemak dapat berupa saturated (tidak memiliki ikatan rangkap), monounsaturated (memiliki sebuah ikatan rangkap), atau polyunsaturated (memiliki dua atau lebih ikatan rangkap) (Chow, C.K., 2008).

2.7. Metil Ester

Metil ester merupakan salah satu senyawa turunan lemak/minyak nabati yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi. Metil ester merupakan bahan baku yang dibutuhkan dalam industri oleokimia. Densitas metil ester adalah salah satu hal ynag perlu diperhatikan, biasanya faktor yang mempengaruhi densitas metil ester adalah kandungan gliserol, dimana semakin banyak kandungan gliserol dalam metil ester maka penggunaannya akan kurang baik. Untuk itu dilakukan cara yang dapat mengubah karakteristik lemak menyerupai solar yaitu menghasilkan metal ester asam lemak yang pemanfaatannya jauh lebih besar.

2.8. Biodiesel

Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar yang berasal dari sumber energi terbarukan dari minyak tumbuhan yang dipercaya akan menjadi bahan bakar yang digunakan pada alat transportasi untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi sehingga menyebabkan banyaknya polusi udara. Biodiesel dapat dibuat dari minyak murni tumbuhan, limbah minyak setelah pemakaian maupun minyak yang berasal dari lemak hewan. Minyak tumbuhan dapat diklasifikasi menjadi dua jenis yaitu edibel dan non edibel.

Beberapa jenis minyak baik edibel maupun non edibel seperti minyak bunga matahari, minyak kelapa sawit, dan minyak kemiri telah ditransesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel. ( Semwal, 2011 )

Biodiesel menjadi penting di Indonesia karena sejak tahun 2005, Indonesia telah

berubah statusnya dari eksportir menjadi net importer bahan bakar minyak yang pada tahun

2005 defisit sekitar 100 juta liter. Ditambah lagi krisis minyak dunia menjadikan harga

minyak global meningkat dari sebelumnya sekitar US$ 22/barel menjadi US$ 72/barel ( April

(9)

2006 ). Dampaknya, biodiesel yang semula sulit bersaing dengan bahan bakar minyak dari segi harga, kini bias dimunculkan di pasar sebagai bahan bakar alternative pengganti bahan bakar minyak.

( Sudradjat, 2006 )

2.9. Reaksi Sulfonasi

Sulfonasi adalah suatu reaksi yang dilakukan untuk memodifikasi bahan polimer yang memiliki cincin aromatic sebagai rantai utamanya. Sulfonasi merupakan salah satu reaksi elektrofilik. Reaksi sulfonasi dari senyawa polimer aromatis dapat menjadi reaksi yang sangat kompleks karena sifat reversibilitas dari reaksi tersebut. Senyawa seperti H

2

SO

4

dan SO

3

adalah bahan pensulfonasi yang paling umum digunakan untuk berbagai senyawa polimer aromatis misalnya polistirena. ( Pinto, B. P. 2006 )

Sulfonasi terhadap senyawa aromatis seperti benzena bersifat mudah balik dan menunjukkan efek isotop kinetik dimana ion benzenonium sebagai zat antara dalam sulfonasi dapat kembali menjadi benzena atau langsung menjadi asam benzenasulfonat dengan mekanisme yang sama. Gugus sulfonat dapat dengan mudah digantikan oleh berbagai jenis gugus yang lain. Dengan reaksi sulfonasi tersebut, asam aril sulfonat merupakan zat antara yang bermanfaat dalam sintesis untuk menghasilkan senyawa tertentu.(Fessenden, R. J. dan J.

S. Fessenden. 1986)

Gambar

Gambar 1.2. Skema Reaksi Transesterifikasi

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penentuan proses pembuatan butil metakrilat, maka dipilih proses dengan bahan baku asam metakrilat dan butanol karena tekanan operasi yang rendah, katalis

Misalnya di dalam menetukan kebijakan dosen dengan kinerja terbaik per semester, mana yang lebih penting antara faktor Penilaian Mahasiswa dengan Kehadiran dosen?,

Menurut Pusat Perkembangan Kurikulum (2001), manfaat yang diperolehi daripada teknologi maklumat dan komunikasi dalam pembelajaran :.  Guru berupaya meningkatkan kefahaman

Om Swastyastu. Dané Jero Mangku sané maraga suci, para manggala sané subaktinin titiang, para panglingsir, miwah sameton lanang-isteri sané wangiang titiang. Pamekas

belaka ng di atas penelitian berjudul : “ PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DANA. BAGI HASIL, DAN PENDAPATAN PER KAPITA

Penelitian diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru .Disamping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan

menunjukkan bahwa hal ini biasa dilakukan dengan meningkatkan pada tahapan pendampingan pasca pembelajaran/pelatihan melalui Model Pendampingan Partisipatif - Integratif (PPI.

Dalam pembuatan kebijaksanaan telah ditentukan adanya peraturan-peraturan bagi Interen Pengadilan Tata Usaha Negara Padang dimana masing-masing sebagai pemegang