• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineenis Jacq) berasal dari Nigeria, Afrika Barat.

Didatangkan ke Indonesia oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanami tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenalilah jenis sawit “Deli Dura” .

Pada tahun 1911, kelapa sawit dimulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama kali berlokasi di Pantai Timur Sumatera Utara (Deli) dan Aceh.

Semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR ( Pirindu Perkebunan PTPN III). Perluasan area perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.

Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika ( Darmosarkoro, 2003 ).

(2)

Kelapa sawit pertama kali di perkenalkan di Indonesia oleh pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha kelapa sawit di Indonesia adalah Adrian Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang dilakukan diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.

Perkebunan kelapa sawit pertama kali berlokasi di pantai timur Sumatera Utara (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara – negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil pengolahan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk Belanda.

2.2. Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen perikrap dan 20 persen buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikrap sekitar 34-40 persen.

(3)

Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi asam lemak seperti Tabel 2.1

Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Sawit.

Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (persen)

Minyak Inti Sawit (persen) Asam Kaprilat Asam Kaproat Asam Laurat Asam Meristat Asam Palmitat Asam Stearat Asam Oleat Asam Linolenat - - - 1,1 – 2,5 40 – 46 3,6 – 4,7 39 – 45 7 – 11 3 – 4 3 – 7 46 – 52 14 – 17 6,5 – 6 1 – 2,5 13 – 10 0,2 – 2 Sumber : ketaren 1986

Minyak dan lemak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak tersebut jika dihidrolisis atau

splitting yang berlangsung pada suhu tinggi dan tekanan tinggi akan menghasilkan

3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gilserol. Adapun proses hidrolisis dari trigliserida tersebut adalah sebagai berikut : (Riswiyanto, 2009)

(4)

... (2.1)

2.3. Pemurnian Minyak Sawit

Proses pemurnian merupakan langkah yang perlu dilakukan dalam produksi

edible oil dan produk berbasis lemak. Tujuan dari proses ini adalah untuk

menghilangkan pengotor dan komponen lain yang akan mempengaruhi kualitas dari produk akhir/jadi. Kualitas produk akhir yang perlu diawasi adalah bau, stabilitas daya simpan dan warna produk.

Dalam sudut pandang industri, tujuan utama dari pemurnian adalah untuk merubah minyak kasar/mentah menjadi edible oil yang berkualitas dengan cara

menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan sampai level yang diinginkan dengan cara yang paling efisien. Pengotor tersebut mungkin diperoleh selama proses hulu, yaitu ekstraksi, penyimpanan atau transportasi dari minyak kasar/mentah dari lapangan ke pabrik.

Proses pemurnian yang tepat sangat penting dilakukan dalam rangka untuk memproduksi produk akhir yang berkualitas tinggi dalam rentang spesifikasi yang telah ditentukan dan sesuai keinginan pelanggan. Ada dua tipe dasar teknologi pemurnian yang tersedia untuk minyak:

(5)

(i) Pemurnian secara kimia (alkali) (ii) Pemurnian secara fisik

Perbedaan diantara kedua tipe tersebut didasarkan pada jenis bahan kimia yang digunakan dan cara penghilangan asam lemak bebas. Pemurnian secara fisik tampaknya pada prakteknya menggantikan penggunaan teknik pemurnian menggunakan bahan kimia (alkali) karena tingginya asam lemak bebas pada minyak yang dimurnikan dengan secara kimia. Proses deasidifikasi (deodorisasi)

pada proses pemurnian secara fisik mampu mengatasi masalah tersebut.

Terpisah dari hal tersebut, menurut literature, metode ini didasarankan karena diketahui cocok untuk minyak tumbuhan dengan kadar fosfat yang rendah seperti minyak sawit. Dengan demikian, pemurnian secara fisik terbukti memiliki efisiensi yang lebih tinggi, kehilangan yang lebih sedikit (nilai emurnian <1,3), biaya operasi yang lebih rendah, modal yang lebih rendah dan lebih sedikit bahan untuk ditangani. Nilai pemurnian (NP) adalah parameter yang digunakan untuk memperkirakan berbagai tahap pada proses pemurnian. Faktor ini tergantung pada hasil produk dan kualitas dari input yang dihitung seperti berikut ini :

Nilai Pemurnian = ... (2.2)

NP biasanya dikuantifikasi untuk berbagai tahap dalam proses pemurnian secara sendiri-sendiri dan pengawasan NP dalam pemurnian biasanya berdasarkan berat yang dihitung dari pengukuran volumetric yang disesuaikan dengan suhu atau menggunakan accurate cross-checked flow meters.

Secara umum, pemurnian secara kimia memerlukan tahap proses, peratatan dan bahan kimia yang lebih banyak bila dibandingkan dengan pemurnia secara fisik.

(6)

Diagram proses untuk proses pemurnian secara kimia dan secara fisik digambarkan pada Gambar 2.1 (Hui, 1996).

Gambar 2.1. Proses pemurnian dari CPO secara kimia dan fisika 2.3.1. Pemisahan Gum

Pemisahan gum (De-Gumming) merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak.

Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidrasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan proses pemusingan (sentrifusi). Caranya ialah dengan melakukan uap air panas ke dalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifusi sehingga bagian lendir terpisah dari air.

Tujuan utama dari degumming adalah untuk menghapus getah yang tidak diinginkan, yang akan menggangu stabilitas produk minyak di tahap selanjutnya. Tujuan yang ingin dicapai adalah memperlakukan minyak kelapa sawit mentah

(7)

(CPO) dengan jumlah makanan tertentu. Komponen utama yang terkandung dalam getah yang harus dihapuskan adalah fosfat. Sangat penting untuk menghapus fosfat dalam minyak sawit mentah karena adanya komponen ini akan memberikan rasa dan warna yang tidak diinginkan dan mempercepat kerusakan minyak (Leong, 1992).

2.3.2. Netralisasi

Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soa stock). Pemisahan asam lemak

bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah de-asidifikasi.

Netralisasi dengan Kaustik Soda (NaOH)

Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu penggunaan kaustik soda, membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak.

Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut :

(8)

Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi.

Dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara mekanis, maka netralisasi dengan menggunakan kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida, protein, resin dan suspense dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan proses pemisahan gum.

2.3.3. Pemucatan

Pemucatan (Bleaching) ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan cara mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap

(fuller earth), lempung aktiv (activated clay) dan arang aktif atau dapat juga

menggunakan bahan kimia.

Pemucatan Minyak Dengan Adsorben

Absorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat (bleanching earth) dan arang (bleanching carbon). Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspense koloid (gum dan resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida. Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 1050oC, selama 1 jam. Penambahan absorben pada saat minyak mencapai suhu sekitar 70-800oC dan jumlah absorben kurang lebih sebanyak 1,0-1,5 persen dari berat minyak. Selanjutnya minyak dipanaskan dari absorben dengan cara

(9)

penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut kurang lebih 0,2-0,5 persen dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan.

2.3.4. Deodorisasi

Tujuan deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian mnyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak.

Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum.

Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang digunakan untuk bahan pangan. Beberapa jenis minyak yang baru diekstrak mengandung flavor yang baik untuk tujuan bahan pangan, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi: misalnya lemak susu, lemak babi, lemak cokelat dan minyak olive ( Ketaren, 1986).

2.4. Standar Mutu

Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangnya. Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur nilai titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawti berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan (Fauzi, 2008)

(10)

Akhir-akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun non pangan, banyak yang menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan harga dan nilai komoditas ini

Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu yaitu : kandungan air dan kotoran dalam minyak dan kandungan asam lemak bebas (Adlin, 1992).

Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur, angka penyabunan, dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini, syarat mutu dapat diukur berdasarkan spesifikasi standar internasional yang meliputi ALB, air, kotoran, dan lain-lain (Fauzi, 1994).

Standar mutu di pabrik harus di bawah standar perdagangan karena pemeriksaan dilakukan di pelabuhan pembeli sehingga makin baik mutu yang dihasilkan di pabrik akan memberi kemungkinan lebih baik pula sesampainya ditempat tujuan.

Perdagangan Internasional menghendaki syarat-syarat yaitu : 1. Asam lemak bebas (ALB) maksimum 5%

2. Kadar air 0,10%

(11)

4. Besi 10 ppm 5. Tembaga 0,5 ppm 6. Peroksida 10 meq

7. Pemucatan diukur dengan indikator cahaya (warna, yaitu Merah 3,5 dan Kuning 35) (Lubis, 1992).

Tabel 2.2. Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit, dan Inti Sawit Karakteristik Minyak Sawit Inti Sawit Minyak Inti Sawit Keterangan

Asam Lemak Bebas Kadar Kotoran Kadar Zat Menguap

Bilangan Peroksida Bilangan Iodine

Kadar Logam (Fe,Cu) Lovibond Kadar Minyak Kontaminasi Kadar Pecah 5% 0,5% 0,5% 6 meq 44-58 mg/gr 10 ppm 3-4 R - - - 3,5% 0,02% 7,5% - - - - 47% 6% 15% 3,5% 0,02% 0,2% 2,2 meq 10,5-18,5 mg/gr - - - - - Maksimal Maksimal Maksimal Maksimal - - - - Minimal Maksimal Maksimal

(12)

2.5. Penimbunan Minyak Kelapa Sawit

Sejalan dengan makin meningkatnya luas areal perkebunan kelapa sawit, produksi minyak sawit semakin meningkat. Penyimpanan dan penanganan selama transportasi minyak sawit yang kurang baik dapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi baik oleh logam maupun bahan lain sehingga akan menurunkan kualitas minyak sawit.

Pengawasan mutu minyak sawit selama penyimpanan, transportasi, dan penimbunan perlu dilakukan dengan ketat untuk mencegah terjadinya penurunan mutu minyak sawit. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membuat standarisasi prosedur penyimpanan, transportasi darat, dan penimbunan minyak sawit. Standarisasi ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi dan penurunan kualitas minyak sawit.

Minyak produksi sebelum diangkat ketempat konsumen ditimbun dalam tangki timbun. Minyak yang masuk kedalam tangki timbun suhunya 40-50oC. titik leleh minyak sawit ± 40oC, sehingga untuk mempermudah pengeluaran minyak dari tangki maka untuk maksud tersebut dipertahankan agar suhu minyak bertahan diatas titik leleh. Selama penyimpanan terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas (ALB) yang disebabkan terjadinya proses autokatalitik yang dipercepat oleh panas (Naibaho, 1998).

Tangki penimbunan minyak dipakai sebagai penampungan atau penimbunan minyak produksi dan pengukuran minyak produksi harian. Alat ini terdiri dari tangki berbentuk silinder yang didalamnya dilengkapi dengan pipa pemanas berbentuk spiral, dan pada bagian atas terdapat lubang untk pengukuran dan lubang penguapan air. Tangki penimbunan minyak sawit memiliki kapasitas

(13)

antara 500-3000 ton. Selama penimbunan ini dapat terjadi perusakan mutu, baik peningkatan ALB maupun peningkatan oksidasi.

Persyaratan penimbunan yang baik adalah :

1. Kebersihan tangki dijaga, khususnya terhadap kotoran dan air.

2. Jangan mencampur minyak berkadar ALB tinggi atau minyak kotor dengan minyak berkadar ALB rendah atau bersih.

3. Membersihkan tangki dan memeriksa pipa-pipa uap pemanas, tutup tangki, dan alat-alat pengukur.

4. Memelihara suhu sekitar 40oC

5. Pipa pemasukan minyak harus terbenam ujungnya dibawah permukaan minyak

6. Melapisi dinding tangki dengan dammar epoksi (hanya untuk minya sawit bermutu tinggi) (Mangoensoekarjo, 2003).

2.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Minyak Kelapa Sawit Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya penanganan paska panen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutannya. Berikut ini akan dikemukakan beberapa hal yang secara langsung berkaitan dengan penurunan mutu minyak sawit yaitu :

2.6.1 Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam

(14)

lemak bebas dalam minyak sawit. Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya fakto-fakrot panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi belangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.

... (2.4)

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relative tinggi dalam minyak sawit antara lain :

1. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu.

2. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah.

3. Adanya mikroorganisme (jamur dan bakteri tertentu) yang dapat hidup pada suhu dibawah 500C.

4. Terjadinya reaksi oksidasi, akibat terjadinya kontak langsung antara minyak dan udara.

5. Penumpukan buah yang terlalu lama dan 6. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik

Pemanenan pada waktu yang tepat merupakan salah satu usaha untuk menekan kadar ALB sekaligus menaikkan rendemen minyak.

(15)

Peningkatan kadar ALB juga dapat terjadi pada proses hidrolisa di pabrik. Pada proses tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan berlangsung pada kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada suhu tertentu merupakan bahan pembantu dalam proses pengolahan.

Akan tetapi, proses pengolahan yang kurang cermat mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan, mutu minyak menurun sebab air pada kondisi suhu tertentu bukan membantu proses pengolahan tetapi malah menurunkan mutu minyak. Untuk itu, setelah akhir proses pengolahan minyak sawit dilakukan pengeringan dengan bejana hampa pada suhu 90oC.

Tabel 2.3. Hubungan antara Kematangan Panen dengan Rendemen Minyak dan ALB

Kematangan Panen Rendemen Minyak (%) Kadar ALB (%) Buah Mentah Agak Matang Buah Matang Buah Lewat Matang

14-18 19-25 24-30 28-31 1,6-2,8 1,7-3,3 1,8-4,9 3,8-6,1

(Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 1998)

Asam lemak bebas dapat berkembang akibat kegiatan enzim yang menghidrolisa minyak. Enzim-enzim dan ko-enzim yang terdapat di dalam buah akan terus aktif sebelum enzim-enzim itu dihentikan kegiatannya.

(16)

Enzim yang paling menggangu pada buah sawit yaitu : enzim lipase dan oksidase. Enzim ini sering terikat pada buah karena buah luka atau terikut oleh peralatan panen. Kegiatan enzim dapat berhenti dengan perebusan hingga temperature 50oC selama beberapa menit. Namun, jika ditinjau dari proses pengolahan selanjutnya, perebusan harus dilakukan dengan temperature yang lebih tinggi.

Kandungan asam lemak bebas buah sawit yang baru dipanen biasanya <0,3%. ALB minyak yang diperoleh dari buah yang tetap berada pada janjang sebelum diolah (dan tidak mengalami memar) tidak pernah melewati 1,2%. Sedangkan, ALB brondolan biasanya sekitar 5%. Di pihak lain, sangat jarang diperoleh ALB di bawah 2% pada crude palm oil (CPO) hasil produksi PKS,

biasanya sekitar 3%.

Peningkatan ALB yang mencapai sekitar 20 kali ini terjadi karena kerusakan buah selama proses panen sampai tiba di ketel perebusan. Kemungkinan penyebab utama kerusakan terjadi pada saat pengisian buah ditempat pemungutan, penurunan buah ditempat pengumpulan hasil, pengisian buah ke alat transport pembawa buah ke pabrik, penurunan buah di loading ramp dan pengisian buah ke lori.

Pembentukan lemak dalam buah sawit mulai berlangsung beberapa minggu sebelum matang. Oleh karena itu penentuan saat panen adalah pada saat buah akan membrondol (melepas dari tandannya). Karena itu kematangan tandan biasanya dinyatakan dengan jumlah buahnya yang membrondol.

Kebalikan dari pembentukan lemak adalah penguraian atau hidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Proses ini dalam buah terjadi sejak

(17)

mulai berlangsungnya proses “kematian” yaitu saat buah membrondol atau saat tandan dipotong dan terlepas hubungannya dengan pohon. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang juga terdapat dalam buah, tetapi berada diluar sel yang mengandung minyak.

Pembentukan asam lemak bebas oleh mikroorganisme (jamur dan bakteri tertentu) juga dapat terjadi bila suasananya sesuai, yaitu pada suhu rendah dibawah 50oC, dan dalam keadaan lembab dan kotor. Oleh karena itu minyak sawit harus segera dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai suhu diatas 90oC seperti pada pemisahan dan pemurniannya akan menghancurkan semua mikroorganisme dan menonaktifkan enzimnya. Pada kadar air berkurang dari 0,8% mikroorganisme juga tidak dapat berkembang. Jika lebih tinggi sebaliknya minyak ditimbun dalam keadaan panas sekitar 50-600C (Mangoensoekarjo, 2003).

2.6.2. Kadar air dan zat menguap

Cara hot plate dapat digunakan untuk menentukan kadar air dan bahan lain yang menguap yang terdapat dalam minyak dan lemak. Cara tersebut dapat digunakan untuk semua jenis minyak dan lemak. Sebelum dilakukan pengujian contoh, minyak harus diaduk dengan baik. Dengan pengadukan, maka penyebaran air dalam contoh akan merata (Ketaren, 1986).

2.6.3. Kadar Logam

Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain besi, tembaga, dan kuningan. Logam-logam tersebut biasanya berasal dari alat-alat olahan yang digunakan. Tindakan preventif pertama yang harus dilakukan

(18)

untuk menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan alat-alat dan pipa adalah mengusahakan alat-alat dari stainless steel (Ketaren, 1986).

Agar dapat dipasarkan, minyak sawit yang dihasilkan pabrik harus memenuhi spesifikasi mutu sebagai berikut :

Tabel 2.4. Spesifikasi mutu minyak sawit

Parameter Standar ALB Air Kotoran Bilangan Peroksida DOBI Bilangan Iod Fe (besi) Cu (tembaga) 3 maks 0,1 maks 0,002 maks 5,0 maks 2,5 maks 51 min 5 maks 0,3 maks

2.7. Dampak dari Tingginya Kadar Asam Lemak Bebas di dalam Minyak Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi sampai 15%, belum menghasilkan flavor yang tidak disenangi.

Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1 persen, jika dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal ini berlaku pada lemak yang mengandung asam lemak tidak dapat menguap, dengan jumlah atom C lebih besar dari 14 (C>14).

Asam lemak bebas yang dapat menguap, dengan jumlah atom karbon C4,C6,C8, dan C10, menghasilkan bau tengik dan rasa tidak enak dalam bahan

(19)

pangan berlemak. Asam lemak ini pada umumnya terdapat dalam lemak susu dan minyak nabati, misalnya minyak inti sawit.

Asam lemak bebas juga dapat mengakibatkan karat dan warna gelap jika lemak dipanaskan dalam wajan besi (Ketaren, 1986).

Gambar

Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti  Sawit.
Diagram proses untuk proses pemurnian secara kimia dan secara fisik  digambarkan pada Gambar 2.1 (Hui, 1996)
Tabel 2.2. Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit, dan Inti Sawit
Tabel 2.3. Hubungan antara Kematangan Panen dengan Rendemen Minyak  dan ALB
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini ialah Insentif dan disiplin secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap kinerja pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kutai Timur

Berdasarkan hasil studi pendahulu- an tentang kondisi awal kompetensi guru ditemukan bahwa terdapat 86% guru yang belum memiliki kompetensi menggunakan media daur ulang

r tabel pada taraf signifikan. Berarti dalam hal ini terdapat hubungan antara power otot lengan dengan hasil tolak peluru, dengan demikian semakin bagus power otot

(2) NJOP PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari NJOP Bumi dan NJOP Bangunan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Gubernur tentang Klasifikasi Nilai Jual Bumi

persepsi gaya kepemimpinan guru Bimbingan dan Konseling terhadap kepercayaan diri siswa. kelas XI SMK Negeri

merupakan alat yang digunakan untuk menganalisa unsur logam dalam

Setelah hasil analisis data penelitian, selanjutnya adalah mendiskripsikan hasil penelitian tersebut dalam sebuah tabel yang menunjukkan adanya perbedaan hasil

Proses pengukuran rasio tingkat kantuk dilakukan terhadap kegiatan mengemudi ke-2 untuk melihat waktu beristirahat selama 10 menit, 15 menit, atau 20 menit yang dapat menghasilkan