• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Perubahan Sumber Daya Manusia Menjadi Manusia Bersumber Daya dalam Organisasi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Perubahan Sumber Daya Manusia Menjadi Manusia Bersumber Daya dalam Organisasi."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN

STRATEGI PERUBAHAN SUMBER DAYA MANUSIA MENJADI

MANUSIA BERSUMBER DAYA DALAM ORGANISASI

Menggunakan Metode ESQ

(Emotional and Spiritual Quotient)

Disusun Oleh:

ANA MARIANA, S.E., M.Si. ( 520036 ) PETER, S.E., M.T. ( 520092 )

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

(2)

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN 1. Judul Penelitian : STRATEGI PERUBAHAN SUMBER DAYA

MANUSIA MENJADI MANUSIA BERSUMBER DAYA DALAM ORGANISASI Menggunakan Metode ESQ (Emotional and Spiritual Quotient)

2. Ketua / Penanggung jawab Pelaksana Kegiatan Penelitian:

Nama : Ana Mariana., S.E., M.Si.

Pangkat / Golongan / NIK : Ahli Madya / III B / 520036 Fakultas / Jurusan : Ekonomi / Manajemen 3. Anggota Penelitian :

Nama Peneliti : Peter, S.E., M.T.

Pangkat/Golongan/NIK: Ahli Madya/ III B/ 520092 Fakultas / Jurusan : Ekonomi / Manajemen

4. Sumber Dana Penelitian : Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha

Bandung.

5. Biaya Penelitian : Rp.4.455.000,00 6. Lama Penelitian : 3 ( tiga ) bulan

Bandung, 12 Maret 2008

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua LPPM Dekan Fakultas Ekonomi

( Ir. Heru Susilo, M.Sc. ) ( Dra. Tatik Budiningsih, MS. )

Ketua / Penanggung jawab Pelaksana

(3)

ABSTRAK

Perkembangan industri pada saat ini telah membuat persaingan antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya bersaing secara ketat dan saling memperkuat basis yang dimilikinya dimulai dengan sumber daya yang dimilikinya. Pekerja sering kali dianggap sebagai faktor produksi yang dapat dieksplorasi dengan alasan efektifitas dan efisiensi. Sehingga posisi pekerja semakin terjepit karena pemanfaatan yang berlebihan akibat adanya persaingan dalam industri yang menghasilkan persaingan baru di dalam perusahaan antara pekerja yang satu dengan pekerja yang lainnya.

Menyadari posisi pekerja yang semakin terjepit maka terdapat pemikiran yang diutarakan oleh Bapak Frans Mardi Hartanto mengenai perubahan paradigma dari Sumber Daya Manusia menjadi Manusia Bersumber Daya. Adapun metode yang dipilih untuk melakukan perubahan paradigma yang ada dengan merubah konsep yang ada pada para pekerja dengan menggunakan metode ESQ untuk mengubah paradigma yang ada.

Perubahan paradigma yang ada diharapkan akan mengubah pola pikir para pekerja yang akan mengakibatkan adanya perubahan pada lingkunga kerja. Perubahan dengan menggunakan metode ESQ merupakan salah satu cara dari banyak cara yang dapat ditempuh untuk melakukan perubahan paradigma dari Sumber Daya Manusia menjadi Manusia Bersumber Daya.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pekerja diharapkan dapat mengerti potensi yang dimiliki oleh dirinya. Metoda ESQ merupakan metoda yang mengandalkan kekuatan paradigma atau cara berpikir dalam membentuk sikap / perilaku yang diinginkan.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yesus yang telah menyertai kami selama ini sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. Semua ini karena kebaikan dan campur tangan Tuhan saja, sehingga penelitian ini dapat selesai. Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Tatik Budiningsih, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

2. Bapak Tedy Wahyusaputra, SE., MM., selaku Pembantu Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

3. Ibu Dr. Marcellia Susan, SE., MT., selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

4. Ibu A. Rinny Maharsi, SE., MM., selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

5. Bapak Ir. Heru Susilo, M.Sc., selaku Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

6. Seluruh Staff TU Fakultas dan Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

Akhir kata, kami berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak – pihak yang membutuhkan. Terima kasih, Tuhan Memberkati.

Bandung, 12 Maret 2008

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.1.1 Bisnis Kontemporer dan Perlakuan Terhadap Manusia... 1

1.1.2 Relasi Antara Organisasi / Perusahaan dengan Manusia. 1 1.1.3 Kecenderungan Bisnis maupun Pebisnis Saat Ini dan Strateginya... 2

1.1.4 Hakekat Manusia berSumber Daya... 3

1.2 Identifikasi Masalah... 5

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode ESQ... 7

2.1.1 Penjernihan Emosi (Zore Mind Process)... 7

2.1.2 Membangun Mental... 10

2.1.3 Menciptakan Ketangguhan Pribadi... 12

(6)

2.2 Fungsi ESQ... 13

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian... 15

3.2 Alat dan Teknik Pengumpulan Data... 16

3.3 Desain Penelitian... 16

3.4 Analisa Hasil... 16

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Organisasi dalam Proses Perubahan Sumber Daya Manusia Menjadi Manusia Bersumber Daya... 17

4.2 Hal – hal Dalam Persiapan Perubahan... 18

4.3 Reaksi Terhadap Perubahan... 19

4.4 Resistensi Terhadap Perubahan... 19

4.5 Pemberdayaan (Empowerment)... 21

4.6 Pembelajaran pada Adaptasi Perubahan... 21

4.7 Reward System ………. 22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan……… 23

5.2 Saran……….. 25

DAFTAR PUSTAKA………. 26

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1.1 Bisnis Kontemporer dan Perlakuan terhadap Manusia

Pada saat ini persaingan antar perusahaan maupun perorangan dalam melakukan kegiatan usaha maupun bekerja semakin ketat dan berpacu semakin kencang antara yang satu dengan yang lain. Kecenderungan yang terjadi adalah pemanfaatan asset yang maksimal sebagai dasar untuk memenangkan persaingan antar perusahaan. Tidak jarang perusahaan memandang pekerja hanya sebagai sumber daya ataupun aset yang berharga dan dapat dieksploitasi sampai dengan batasan tertentu, setelah tidak berguna maka sumber daya tersebut dapat dibuang atau dalam hal ini dipensiunkan / diberhentikan.

Perlakuan yang diberikan kepada pekerja tidak berbeda dengan memperlakukan aset perusahaan yang lain, hal ini tentu saja harus ada pembaharuan dalam segi paradigma yang dimiliki oleh pihak manajemen. Paradigma baru yang seharusnya dapat ditanamkan adalah manusia bersumber daya, dimana manajemen perusahaan membutuhkan upaya - upaya untuk mentransformasikan hal tersebut.

1.1.2 Relasi antara Organisasi/Perusahaan dengan Manusia

(8)

Dalam konteks organisasi yang demikian maka manusia harus dipandang bukan lagi sebagai salah satu faktor produksi atau sumber daya manusia; akan tetapi harus dihargai sebagai manusia yang bersumber daya yaitu orang yang cerdas dan memiliki potensi.

Pada hakekatnya potensi kecerdasan manusia meliputi : kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan intelektual. Fokus manusia bersumber daya adalah pada kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional; sedangkan sumber daya manusia adalah pada kecerdasan intelektual. Kecerdasan spiritual dan emosional bermuara pada pembentukan karakter seseorang, sedangkan kecerdasan intelektual bermuara pada kompetensi seseorang. Oleh sebab itu manusia yang lengkap atau paripurna adalah manusia yang tidak hanya kompeten; tetapi sekaligus juga berkarakter. Apabila kompetensi dibangun dari luar diri yaitu melalui pendidikan, pelatihan, pergaulan, dan pengalaman atas dasar modal fisik dan mental; maka karakter adalah sesuatu yang memancar dari dalam diri setiap manusia/individu yang merupakan suatu pancaran keyakinan spiritual yang mewarnai emosi seseorang, dan muncul dalam bentuk etos kerja, semangat belajar, dan berinovasi.

Sesuatu yang penting di sini adalah bahwa apabila kualitas emosi adalah pancaran dari tingkat kecerdasan spiritual seseorang, maka sesungguhnya ada satu hukum alam universal yang berlaku di sini yaitu bahwa setiap diri manusia potensial menghasilkan kebajikan-kebajikan yang merupakan kandungan utama (content).

1.1.3 Kecenderungan Bisnis maupun Pebisnis Saat Ini dan Strateginya

(9)

bisnis yang berhasil adalah manusia yang cerdas secara paripurna, dan organisasi bisnis yang berhasil adalah yang mampu mengembangkan potensi-potensi kebajikan yang ada dalam diri setiap manusia anggotanya.

Organisasi yang berhasil adalah yang mampu menggabungkan karakter dan kompetensi dari para anggotanya sehingga menjadikan mereka sebagai manusia-manusia bersumber daya yang memiliki kapabilitas (kecakapan) tinggi. Oleh sebab itu penting kiranya bagi suatu organisasi untuk mengembangkan strategi atau pendekatan dalam mentransformasikan manusianya dari sekedar sebagai sumber daya manusia menjadi manusia bersumber daya.

1.1.4 Hakekat Manusia berSumber Daya

Dalam proses penciptaannya, manusia diciptakan lebih dari yang makhluk yang lainnya karena dua hal yaitu :

• manusia diberi kesadaran diri akan maksud dan tujuan penciptaan diri dan seluruh alam semesta ini;

• manusia diberi kemampuan memilih untuk mentaati atau mengingkari maksud dan tujuan tersebut.

Alam semesta, termasuk bumi dan kehidupan di dalamnya, memiliki aturan atau hukum-hukum alam yang mengikat; Mengikat artinya apabila diikuti akan mendatangkan keuntungan dan sebaliknya apabila dilanggar akan mendatangkan kerugian.

(10)

Walaupun demikian ternyata kekuatan penalaran akal manusia mampu membayangkan hal-hal di luar fakta-fakta empiris yang dapat diinderanya di dunia nyata. Akan tetapi untuk dapat menguji kebenarannya maka hasil penalaran akal tersebut harus dibuktikan keberlakuannya di alam nyata ini.

Seluruh proses penggalian pengetahuan tersebut harus dimaknai dalam kerangka : harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mengatasi kesulitan dan melipatgandakan kapasitas seluruh ciptaan di alam semesta ini, selaras dengan maksud dan tujuan penciptaannya masing-masing.

Manusia adalah satu-satunya makhluk pelaku utama yang dapat melakukan proses penggalian pengetahuan dan memanfaatkannya untuk mengubah alam semesta ini, sesuai dengan maksud dan tujuan penciptaannya. Oleh sebab itu manusia perlu memiliki pedoman untuk apa dan bagaimana ia melakukan semua itu. Pedoman itu bisa berasal dari manusia sendiri, maupun dari yang menciptakan manusia berikut alam semesta ini. Berbagai paham yang ada di dunia ini pada dasarnya membagi diri dalam spektrum yang terbentang antara kedua pendapat tersebut.

Berdasarkan uraian sebelumnya menjadi jelas bahwa akan sangat besar manfaatnya apabila manusia bertindak selaras dengan tujuan penciptaan dirinya dan seluruh alam semesta ini; sebaliknya, akan sangat besar bencana atau kerugiannya apabila manusia bertindak tidak selaras dengan tujuan penciptaannya maupun melanggar tujuan penciptaan alam semesta.

(11)

mulia tersebut maka manusia perlu mengoptimalkan segenap potensi yang ada dalam dirinya yaitu potensi kecerdasan-kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosionalnya.

1.2 Identifikasi Masalah

Dalam konteks organisasi, kegagalan pengelolaan, pada dasarnya adalah suatu kegagalan dalam memahami kehendak manusia. Oleh sebab itu strategi untuk mengatasi persoalan tersebut adalah dengan berupaya untuk memahami kehendak manusia (mengubah dari sumber daya manusia menjadi manusia bersumber daya). Sehingga dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas adalah :

Bagaimanakah caranya mencerdaskan manusia secara inteletual, spiritual, dan emosional?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

Mengetahui cara mencerdaskan secara intelektual, spiritual, dan emosional melalui metode Emotional and Spiritual Quotient (ESQ).

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini bagi pihak perusahaan diharapkan dapat mengubah perlakuan mereka terhadap para pekerja dan dapat menjadikan kinerja perusahaan menjadi lebih baik karena adanya perlakuan yang berbeda terhadap pekerja yang memandang bahwa mereka adalah orang – orang yang memiliki potensi dan bukan sebagai aset yang dapat dimanfaatkan penuh.

(12)
(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. METODE ESQ

Secara garis besar metode ini ditujukan untuk membangun kecerdasan emosi dan spiritual yang sangat dibutuhkan dalam rangka mengubah sumber daya manusia menjadi manusia bersumber daya. Proses perubahan perilaku individu untuk menjadi manusia paripurna secara mental dan fisik tersebut dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :

a. Melakukan penjernihan emosi (Zero Mind Process) b. Membangun mental (Mental Building)

c. Menciptakan ketangguhan pribadi (Personal Strength) d. Menciptakan ketangguhan sosial (Social Strength)

2.1.1. Penjernihan Emosi (Zore Mind Process)

Penjernihan emosi adalah suatu proses untuk dapat memahami suatu masalah atau keadaan secara seutuhnya sehingga tidak menimbulkan persepsi atau praduga yang tidak benar.

(14)

mengemukakan bahwa orang seringkali hidup di dunia yang dipersepsikan bukan pada realita itu sendiri.

Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi proses penjernihan emosi antara lain :

a. Prasangka negatif.

Apabila orang lain tidak melakukan sesuatu sesuai keinginan kita, kadang kita mempunyai prasangka jelek terhadap orang itu karena kita tidak memahami betul keadaan orang itu. Padahal mungkin dia berbuat begitu karena ada suatu masalah yang sedang ia pikirkan sehingga konsentrasinya terbagi.

Dalam hal ini prasangka negatif sering muncul karena alam pikiran kita yang sering dipengaruhi lingkungan pahit sehingga cenderung selalu curiga dan sering kali berprasangka negatif kepada orang lain. Prasangka negatif mengakibatkan orang selalu bersikap defensif dan tertutup karena beranggapan bahwa orang lain adalah musuh yang berbahaya, cenderung menahan informasi dan tidak mau bekerjasama. Akibatnya justru ia sendiri yang akan mengalami kerugian seperti turunnya kinerja, tidak mampu melakukan sinergi dengan orang lain dan bahkan tersingkir dari pergaulan sosialnya.

(15)

b. Pengaruh prinsip hidup.

Prinsip hidup yang dianut dan diyakini oleh seseorang akan menciptakan berbagai tipe pemikiran dengan tujuannya masing - masing. Setiap orang terbentuk sesuai dengan prinsip yang dianutnya.

Paham Peter Drucker dalam bukunya ” Management by Objective ” ternyata hanya menghasilkan budak - budak materialis di bidang ekonomi, efisiensi, dan teknologi, tetapi hatinya kekeringan dan tidak memiliki ketentraman batin seperti ada sesuatu yang hilang.

c. Pengaruh pengalaman.

Orang kadang sering terjebak dalam paradigma dan menyamakan setiap persoalan berdasarkan pengalamannya. Disini orang bertindak berdasarkan pengalamannya, orang kadang menjadi trauma terhadap pengalaman pahitnya tetapi juga kadang terlena dengan pengalaman suksesnya padahal belum tentu setiap persoalan dapat diselesaikan dengan metode yang sama seperti yang pernah dia alami.

Pengalaman kehidupan dan lingkungan akan sangat mempengaruhi cara berpikir seseorang yang berakibat pada terciptanya sosok manusia pembentukan lingkungan sosialnya. Bisa dibayangkan apabila ia berada dalam lingkungan sosial yang buruk, maka iapun akan menjadi seseorang seperti lingkungannya.

(16)

d. Pengaruh kepentingan dan prioritas.

Kepentingan tidak sama dengan prioritas. Kepentingan cenderung bersifat mikro (diri sendiri) sedangkan prioritas bersifat makro (universal). Prioritas bermuara pada prinsip, suara hati, kepentingan dan kebijaksanaan. Sebagai contoh, orang yang berprinsip pada kemenangan kelompok akan mementingkan dan mendahulukan kemenangan tim meskipun harus mengorbankan kepentingan pribadinya.

e. Pengaruh sudut pandang.

Perbedaan sudut pandang dalam memahami suatu persoalan akan menghasilkan suatu tindakan yang berbeda. Oleh karena itu dalam memahami suatu masalah sebaiknya tidak menggunakan sudut pandang yang sempit tetapi sudut pandang yang luas yang menggambarkan sistem dari segala aspek.

f. Pengaruh pembanding.

Menilai segala sesuatu berdasarkan perbandingan pengalaman yang telah dialaminya dan bayangan yang kita ciptakan sendiri di alam pikiran kita akan mempengaruhi kita dalam memahami persoalan.

g. Pengaruh literatur.

Literatur mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan persepsi orang terhadap suatu masalah. Semakin banyak literatur yang dipahami maka akan semakin baik pemahaman terhadap suatu masalah yang dihadapinya.

2.1.2. Membangun Mental

Membangun mental dapat dilakukan melalui enam prinsip, antara lain :

(17)

• Memiliki prinsip kepercayaan yang teguh seperti percaya diri, dan motivasi yang tinggi.

• Memiliki jiwa kepemimpinan seperti keteladanan, komitmen yang kuat dan menjadi pemimpin yang berpengaruh.

• Memiliki prinsip pembelajaran yang akan mendorong pada arah kemajuan. • Selalu berorientasi kepada masa depan sehingga perlu adanya visi dan misi. • Selalu berorientasi pada manajemen yang teratur, disiplin, sistematis dan

integratif.

Setelah melalui pemahaman ke enam prinsip tersebut, maka diharapkan orang akan memiliki suatu landasan kokoh untuk memilliki sebuah kecerdasan hati yang terbentuk dalam diri dan mempunyai suatu pegangan pasti berupa sebuah prinsip yang kuat dan tidak akan berubah meskipun menghadapi berbagai rintangan dan permasalahan yang berat sekalipun, prinsip ini akan abadi selamanya.

Membangun prinsip berpikir yang benar dengan pijakan dasar yang kuat didasarkan pada dua hal, yaitu :

• Berhubungan dengan kemampuan nalar (reasoning power). Dengan

kemampuan nalar ini seseorang dapat mencerna unsur-unsur penting seperti pandangan, paradigma, nilai-nilai, dan visi ke depan.

• Berhubungan dengan kecerdasan emosi (emotional quotient) yang meliputi

(18)

2.1.3. Menciptakan Ketangguhan Pribadi

Ketangguhan pribadi adalah ketika seseorang berada pada posisi atau dalam keadaaan telah memiliki pegangan prinsip hidup yang kokoh dan jelas. Seseorang bisa dikatakan tangguh apabila ia telah memiliki prinsip yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh lingkungannya yang terus berubah dengan cepat. Ia tidak menjadi korban dari pengaruh lingkungan yang dapat mengubah prinsip hidup atau cara berfikirnya. Prinsip hidupnya bersifat abadi, ia mampu untuk mengambil suatu keputusan yang bijaksana dengan menyelaraskan antara prinsip yang dianut dengan kondisi lingkungannya tanpa harus kehilangan pegangan hidup.

Orang yang memiliki ketangguhan pribadi tidak akan pernah sakit hati, apabila ia sendiri tidak mengijinkan hatinya untuk disakiti. Ia mampu memilih respon atau reaksi yang ia sukai sesuai dengan prinsip yang dianut. Disinilah pusat rasa aman yang sebenarnya, bukan pada lingkungan yang labil tetapi pada iman yang mantap. Ia mempunyai pedoman yang jelas dalam mencapai tujuan hidup, tetap fleksibel, dan bijaksana dalam menghadapi berbagai realitas kehidupan yang riil.

Secara sistematis, ketangguhan pribadi adalah yang telah memiliki prinsip berpikir sebagai berikut :

• Memiliki prinsip dasar yang kokoh • Memiliki prinsip kepercayaan • Memilliki prinsip kepemimpinan

• Memiliki prinsip pembelajaran

• Memiliki prinsip masa depan

(19)

Selanjutnya dalam pelaksanaannya ia memiliki tiga langkah sukses, yaitu : a. Memiliki pernyataan misi yang jelas

b. Memiliki sebuah metode pembangunan karakter c. Memiliki kemampuan pengendalian diri

2.1.4. Menciptakan Ketangguhan Sosial (Sinergi)

Mempergunakan semua sumber daya adalah suatu teknik dasar untuk melakukan sinergi dalam rangka mencapai suatu tujuan secara efektif. Lingkungan sosial adalah sebuah sumber daya yang penting untuk mendukung sebuah keberhasilan. Di dalam hubungan sosial, begitu banyak permasalahan yang dihadapi oleh orang lain di sekitar kita, yang mana kita bisa melakukan berbagai hal untuk mengisi kekosongan mereka melalui prinsip memberi perhatian dan penghargaan, memahami perasaan orang lain, bersikap toleran, dan menunjukkan integritas.

Hal di atas akan menciptakan suatu hubungan dengan mana investasi kepercayaan akan tercipta dari kedua belah pihak. Suatu hubungan saling percaya dan membentuk investasi komitmen dua arah secara mendalam akan menciptakan suatu landasan kooperatif yang sangat positif dan terfokus pada suatu sinergi.

2. 2. FUNGSI ESQ

(20)

Apabila pemahaman ini yang ada pada setiap karyawan, maka setiap orang akan rela bekerja dengan ikhlas. Urusan bekerja ‘dinaikkan’ statusnya menjadi urusan dengan Allah. Implikasinya, setiap bagian unit kerja, dari direksi sampai petugas kebersihan, menyadari fungsi masing-masing. Kinerja perusahaan meningkat tajam ke arah lebih baik.

Intinya adalah “penyempurnaan” pemahaman akan posisi di mana dan apapun profesi kita, apapun yang kita lakukan, manakala disandarkan atas ‘kehendak’ Allah tentu saja hasilnya lain. Sebab, dimulai dari motivasi yang benar, tentu akan membuahkan kerja yang benar dengan hasil yang benar.

Tan Sri Ahmad Sarji dalam Harian Online Republika (25 April 2005) mengungkapkan bahwa ESQ adalah sumbangan yang besar bagi pembangunan SDM. Ia mengungkapkan pula bahwa dalam metode ESQ, orang adalah insan yang kerdil, manusia biasa. Apabila metode ESQ ini bisa dikembangkan, akan dapat membasmi kesombongan serta menekankan pada kesamaan semua orang.

Philabox (2007) menyatakan bahwa memang, berdasarkan penyelidikan para ahli, EQ (Emotional Quotient) berperan delapan puluh persen dalam keberhasilan, tetapi kenyataannya banyak diantara mereka yang menderita "kekeringan", karena SQ (Spiritual Qoutient) terpisahkan. Padahal di beberapa negara, seperti Jepang sudah mulai membuktikan bahwa spiritualitas telah berhasil mengantarkan berbagai kesuksesan di banyak perusahaan kelas dunia.

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Jenis metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan studi pustaka yang membandingkan persepsi dan pemikiran para ahli dan bertujuan untuk mengetahui manfaat ESQ dalam merubah konsep sumber daya manusia menjadi manusia bersumber daya. Berikut adalah proses penelitian yang dilakukan:

PERUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN PEMBATASAN MASALAH

PENGUMPULAN DATA KEPUSTAKAAN

STUDI PUSTAKA

ANALISA HASIL PENGUMPULAN DATA DAN

SINTESIS TERHADAP PERUMUSAN MASALAH

(22)

3.2 Alat dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan yang mempelajari, membandingkan, dan menelaah berbagai macam literatur yang menyediakan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian ini serta mengacu pada penelitian – penelitian terdahulu yang sudah ada. Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan membandingkan hasil penelitian terdahulu yang menjadi acuan.

3.3 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan studi pustaka yang menggali bagaimana melakukan perubahan terhadap konsep sumber daya manusia menjadi manusia bersumber daya. Sumber yang ada antara satu dengan yang lain digabungkan, agar memberikan efek sinergis yang menjadi kekuatan untuk dapat mengubahkan konsep menjadi ‘manusia bersumber daya’.

3.4 Analisis Hasil

(23)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Strategi Organisasi dalam Proses Perubahan Sumber Daya Manusia Menjadi Manusia Bersumber Daya

Dalam sebuah organisasi, elemen terpenting dalam menjalankan roda organisasi adalah aspek manusia yang menjadi anggota organisasi tersebut. Baik buruknya kondisi organisasi akan merupakan hasil dari perilaku semua individu yang terlibat di dalam organisasi tersebut. Sehingga perilaku individu yang ada di dalam organisasi menjadi prioritas paling utama dalam semua proses perubahan yang akan dilakukan dan juga untuk mengantisipasi efek perubahan yang terjadi sehingga situasi dan kondisi yang terjadi akan sesuai dengan yang diinginkan oleh perusahaan.

Pada setiap individu, proses perubahan perilaku adalah merupakan hal yang kompleks dan terjadi karena banyak alasan yang berbeda antar individu yang satu dengan yang lainnya. Setiap individu dapat berubah karena pengaruh pengalaman pribadinya, sebagai hasil dari perubahan hubungan interaksi dengan sesama manusia, karena proses pembauran, atau karena perubahan lingkungan kerja yang dialami, serta banyak sebab yang lainnya.

Sesungguhnya, perubahan dapat terjadi pada banyak hal dan bersifat kompleks, dan hal ini dapat tercermin dari :

a. berubahnya motivasi dan keinginan untuk maju,

b. adanya perasaan terhambat ataupun kepuasan dalam bekerja, c. perubahan lingkungan dan sifat kerja,

d. ketekunan atau kelelahan dalam bekerja,

(24)

Hal ini terjadi karena adanya perubahan keyakinan yang dianut oleh individu yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk mengubah perilaku individu yang diinginkan oleh organisasi, maka perlu adanya perubahan pada tingkat keyakinan setiap individu.

Sebuah organisasi, akan merupakan wadah bagi setiap individu dalam organisasi tersebut untuk meningkatkan kualitas dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya, untuk menjadi manusia yang sempurna dan mulia. Dalam konteks ini maka organisasi akan menjadi fasilitator bagi setiap individu dalam proses tersebut, dengan mengembangkan iklim atau kondisi kerja yang sesuai dengan tujuan tersebut.

4.2 Hal – hal dalam Persiapan Terhadap Perubahan

Di tempat kerja, pekerja atau karyawan mempunyai kecurigaan dan merasa bahwa keputusan dibuat untuk keuntungan pada pihak manajemen saja, dan sebaliknya manajer cenderung melihat pekerja bersikap curang terhadap jam kerja, keuntungan, ataupun kualitas pekerjaannya.

Permasalahannya terdapat pada proses komunikasi, dimana hal sebenarnya yang ingin disampaikan oleh pihak manajemen tidak bisa sampai ke bawah, dan demikian pula sebaliknya.

(25)

4.3. Reaksi Terhadap Perubahan

Setiap individu akan memiliki efek yang berbeda dari perubahan yang dilakukan. Proses perubahan dipengaruhi oleh kehidupan personal dan profesionalnya, yang keduanya membuat besar dan kecepatan perubahan akan membuat perbedaan pada hasil akhir perubahan.

Kecepatan perubahan memiliki pengaruh yang besar, biasanya perubahan yang lambat akan memberikan hasil dan reaksi yang lebih besar dibandingkan perubahan secara cepat. Kecepatan perubahan akan membuat setiap individu semakin cepat memahami apa yang diharapkan dari perubahan, dan apa yang ingin dicapai, dan pengaruhnya terhadap kehidupannya.

Sistem berbagi nilai (share value) yang merupakan elemen dasar dari kebudayaan perusahaan sangat sulit untuk diubah. Lebih mudah dan lebih produktif jika tidak mencoba untuk mengubah sistem nilai, tetapi menekankan bahwa tata nilai harus konsisten dengan tujuan proses perubahan. Keputusan yang datang dari pemimpin, yang harus dikomunikasikan dengan para pekerjanya, dan terlebih jauh dengan menyediakan jalan kepada para karyawannya untuk menerima budaya yang diharapkan dan menjabarkan nilai-nilai perusahaan dengan informasi seluas-luasnya bagi seluruh karyawannya.

4.4. Resistensi Terhadap Perubahan

Resistensi hampir selalu ada dalam setiap proses perubahan sebagai bentuk perlawanan dari nilai-nilai lama atau budaya lama terhadap nilai-nilai baru ataupun budaya baru yang akan dibentuk.

(26)

biasanya dikarenakan kebiasaan melakukan suatu kegiatan, ketakutan kehilangan rasa aman yang selama ini ada, faktor ekonomi yang takut berubah, dan juga ketakutan terhadap segala sesuatu yang tidak pasti. Sedangkan sumber resistensi terhadap perubahan yang berasal dari sumber organisasional dapat berasal dari mekanisme struktur yang sudah terbentuk, memiliki fokus yang terbatas pada perubahan, norma kelompok yang sudah terbentuk, dan lain sebagainya.

Pada proses resistensi ini, permasalahannya bukan terdapat pada cara menghadapi resistensi atas perubahan yang terjadi, tetapi dengan memahami sumber dari resistensi, dengan mengacu pada tata nilai yang tersirat dalam proses resistensi tersebut dan hubungan dengan mana tata nilai tersebut ditanamkan.

Resistensi dapat diwujudkan dalam beberapa hal, mulai dari penggunaan sikap negatif, bahkan sampai tindakan mensabotase atau merusak produk ataupun layanan. Cara menghindari resistensi ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut ini.

1. Adanya aktivitas teratur untuk mengatur perubahan organisasi dan membantu setiap karyawan untuk mengetahui alasan dari perubahan yang akan dilakukan.

2. Menunjukkan adanya komitmen total di tingkat pihak manajemen terhadap perubahan yang akan dilakukan.

3. Mengembangkan kebijakan perusahaan yang memberikan dukungan pada perancangan perubahan, dengan proses pelatihan untuk peningkatan kemampuan karyawan, dan pemberian “Sistem Penghargaan”.

(27)

4.5 Pemberdayaan (Empowerment)

Jalan yang efektif pada setiap perusahaan untuk menolong karyawannya dalam mengembangkan kemampuannya ialah dengan memberikan keleluasaan pada setiap karyawannya dalam melakukan pekerjaannya.

Parker(1) menggambarkan tiga tahap dalam pengembangan pemberdayaan: 1. Mengembangkan tujuan, prinsip dan proses kerja.

2. Menyediakan pelatihan dan pengembangan.

3. Menyediakan umpan balik (feedback) pada performa karyawan, data mengalir dua arah antara manajer dan karyawan.

4.6 Pembelajaran pada Adaptasi Perubahan

Edgar Schein(1), memberikan tiga tipe pembelajaran pada proses perubahan organisasi, yaitu :

1. Pengetahuan dan wawasan (knowledge acquisition and insight), terjadi jika karyawan mengetahui permasalahan yang ada. 2. Pembelajaran kebiasaan dan keahlian (habit and skill learning),

dengan membuat kreasi dari penggunaan sistem penghargaan dan insentif untuk memperoleh sifat yang diinginkan.

3. Kondisi emosi dan keinginan belajar (emotional condition and learned anxiety). Berdasarkan “reward and punishment system”.

(28)

4.7 Reward System

Reward system merupakan suatu cara yang dapat memberikan rasa pengakuan kemampuan ataupun kontribusi seseorang terhadap hasil kerja yang dilakukannya, yang mana semakin besar kontribusi seseorang, maka reward yang diterimanya makin besar, dan hal ini mencerminkan rasa keadilan dan pengakuan terhadap karyawan tersebut.

Rasa keadilan dan pengakuan terhadap hasil kerja seseorang akan membuat setiap orang tertantang untuk membuktikan kemampuan dirinya, dan sebaliknya bila pengakuan tersebut tidak ada, hal ini akan menimbulkan turunnya semangat kerja dan kontribusi yang akan diberikannya terhadap perusahaan.

(29)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

• Mengubah manusia menjadi manusia bersumber daya berarti memanusiakan manusia, yaitu menjadikan manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaannya yaitu sebagai makhluk paripurna (yang sempurna dan mulia).

• Pada kenyataannya manajemen manusia tidaklah sesederhana tulisan ini, mengingat bahwa manusia merupakan makhluk yang sangat kompleks, yang mana manusia memiliki dimensi fisik dan emosional yang dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan tetapi juga memiliki dimensi rohani atau spiritual yang seringkali dikecualikan dari ilmu pengetahuan ilmiah.

• Pada kenyataannya mengelola manusia berarti mengubah manusia menuju

kepada arah yang diinginkan, yang bermakna bahwa seluruh struktur manusia harus dikenali terlebih dahulu sebelum direkayasa agar memunculkan perilaku-perilaku yang diinginkan.

• Pada kenyataannya pula bahwa perilaku manusia sangat ditentukan oleh

keyakinan yang dimilikinya, oleh sebab itu maka perubahan perilaku manusia hanya dapat dilakukan dengan mengubah keyakinan-keyakinan yang tertancap di dalam hati manusia tersebut.

• Strategi manajemen manusia pada dasarnya adalah strategi menancapkan

(30)

• Strategi manajemen manusia dapat lebih difokuskan menjadi strategi

memberikan pengetahuan-pengetahuan yang bermanfaat; dengan mana selanjutnya pengetahuan-pengetahuan tersebut harus diolah agar menjadi keyakinan, dengan mana keyakinan-keyakinan yang sudah tertancap tersebutlah yang akan memunculkan perilaku-perilaku sebagaimana yang diinginkan.

• Metoda ESQ merupakan metoda yang mengandalkan kekuatan paradigma atau

(31)

5.2 Saran

(32)

TINJAUAN PUSTAKA

1. Robbins, S. P., Judge, T.A. 2007. Organizational Behavior. Twelfth Edition. Pearson International Edition. Person Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey.

2. Abbas, E. W. 2005. Nyaman Memahami ESQ. Lembaga Pengkajian Kebudayaan dan Pembangunan Kalimantan (LPKPK) Banjarbaru dengan Penerbit Gama Media Jogjakarta.

3. http://www.republika.co.id/koran_detail. 4. http://www.pintunet.com/lihat_opini.

5. Sen, Amartya, Development as Freedom, Oxford University Press, Great Britain, 1999;

6. Goble, Frank G, Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1987;

7. Khan, Hazrat Inayat, The Art of Being and Becoming, Omega Publications Inc, 1989;

8. Batra, Promod, Management Wisdon, Think Inc, New Delhi, 1999;

9. Goleman, Daniel, Kecerdasan Emosional, Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta, 2003;

10.Carr, David K, Managing the Change Process, Mc Graw Hill, 1996;

11.Agustian, Ary Ginanjar, Emotional Spiritual Quotient, Penerbit Arga, Jakarta, 2001.

(33)

LAMPIRAN

( Masukan dari beberapa Nara Sumber Mengenai ESQ )

ESQ |Emotional Spiritual Quotient| oleh Ary Ginanjar Agustian ESQ :Emotional Spiritual Quotient

Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam Penerbit : Arga (305 hal)

Membaca buku ini, seperti menguak tabir rahasia tentang adanya korelasi yang sangat kuat antara dunia usaha, profesionalisme dan manajemen modern, dalam hubungannya dengan intisari Islam, yaitu Rukun Iman dan Rukun Islam. Pemahaman dan pendalaman kedua unsur inti ini, telah melahirkan sebuah pemikiran baru yang segar yang dinamakan ESQ atau Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Penulis buku ini, Ary Ginanjar, adalah seorang pengusaha muda yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal mengenai keagamaan atau psikologi. Ia mendalami bidang keagamaan dengan mandiri melalui metode “kemerdekaan berpikir”. Dalam buku ini, ia berusaha menggabungkan Emotional Intelligence (EQ) yang didasari dengan hubungan antara manusia dengan Tuhannya (SQ), sehingga menghasilkan ESQ: Emotional and Spiritual Quotient . Ary Ginanjar memaparkan pemikirannya melalui sebuah ESQ Model, yang menggambarkan seluruh pemahaman dan fenomena secara komprehensif. Bermula dari titik fitrah, berlanjut kepada pembangunan prinsip hidup yang membangun mental, hingga ketangguhan sosial yang dirangkumkan secara berintegrasi.

(34)

Penjernihan Emosi), penulis mengharapkan pembaca dapat berpikir secara jernih terlepas dari belenggu pemikiran yang selama ini menghalangi kecerdasan emosi manusia. Hasil dari penjernihan emosi ini dinamakan "God-Spot" atau fitrah. Pada bagian dua ( Mental Building), Ary Ginanjar menjelaskan tentang arti pentingnya alam pikiran. Di tahap ini, penulis menjabarkan mengenai cara membangun alam berpikir dan emosi secara sistematis berdasarkan Rukun Iman yang diperkenalkan

dengan istilah Enam Prinsip, yaitu:

Star Principle – Prinsip Bintang (Iman kepada Allah) Angel Principle – Prinsip Matahari (Iman kepada Malaikat) Leadership Principle – Prinsip Kepemimpinan (Iman kepada Nabi dan Rasul) Learning Principle – Prinsip Pembelajaran (Iman kepada Al Qur’an) Vision Principle – Prinsip Masa Depan (Iman kepada Hari Kemudian) Well Organized Principle – Prinsip Keteraturan (Iman kepada Ketentuan Allah)

Pada bagian tiga (Personal Strength–Ketangguhan Pribadi), berisi mengenai penjabaran mengenai tiga langkah pengasahan hati yang dilaksanakan secara berurutan dan sangat sistematis berdasarkan Rukun Islam. Langkah ini dimulai dengan Mission Statement (Dua Kalimat Syahadat), dilanjutkan dengan Character Building (Shalat 5 Waktu) dan diakhiri dengan Self Controlling (Puasa). Dengan melakukan ketiga langkah ini, pembaca diharapkan dapat memiliki ketangguhan pribadi. Menurut penulis, ketangguhan pribadi perlu diimbangi dengan ketangguhan sosial yang dapat diwujudkan dengan pembentukan dan pelatihan untuk melakukan sinergi dengan orang lain atau dengan lingkungan sosialnya. Pelatihan yang diberikan dinamakan Strategic Collaboration atau Langkah Sinergi (Zakat) dan Total Action

(35)

Inti dari buku ini adalah untuk menjadi seorang yang sukses, tidak hanya dibutuhkan intelegensi yang tinggi tapi juga kecerdasan emosi yang tidak hanya berorientasi pada hubungan antar manusia semata tapi juga didasarkan pada hubungan manusia dengan Tuhannya. Buku ini mensinergikan kebenaran ajaran Islam dengan penemuan ilmiah dan teori-teori dari para pakar ilmu pengetahun di “Barat”, khususnya ilmuwan di

bidang EQ atau kecerdasan emosi.

Buku yang perlu dibaca, tidak hanya oleh kalangan agamawan atau ilmuwan tetapi juga oleh masyarakat umum. Dan hendaknya dijadikan bahan acuan pemikiran dan langkah bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan umat Islam khususnya demi

kemajuan bangsa dan negara secara keseluruhan.

(36)

RAHASIA SUKSES MEMBANGUN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

Konsep ESQ Model pada buku ini diyakini mampu melahirkan manusia unggul, namun ini bukanlah suatu program pelatihan kilat. Hal terebut tidak bisa terjadi tanpa suatu proses yang berkelanjutan dan komitmen yang kuat pada diri kita. ESQ Model akan senantiasa berpusat pada prinsip atau kebenaran hakiki yang bersifat universal dan abadi. Sejarah menunjukkan bahwa orang-orang sukses adalah orang yang berpegang teguh pada prinsip.

Lingkaran terdalam (God-Spot) terletak pada Dimensi Spiritual di alam tak sadar. Lingkaran kedua terletak pada Dimensi Psikis, alam prasadar. Dan pada lingkaran terluar terdapat lima lingkaran kecil, dimana semuanya terletak pada area Dimensi Fisik (IQ), alam sadar. Dimensi Psikis (EQ) atau dimensi Fisik (IQ), semua berada pada garis edar yang mengorbit pada titik sentral yang disebut Titik Tuhan (SQ), Seperti gerakan Bima Sakti (Milky Way), gerakan Atom (Bohr), atau gerakan Jama’ah Haji mengelilingi Ka’bah, semua melakukan Thawaf sujud kepada Allah. Konsep ini penulis namakan God Sentris. Berpusat kepada SQ.

(37)

dilakukan dengan ikhlas dan jernih, etos kerja akan terbentuk dengan sendirinya”. (lisma noviani)

Membangun Mental Menggunakan ESQ Model l Star Principle : Orientasi hanya kepada Allah

l Angel Principle : Loyalitas seperti malaikat, tanpa pamrih l Leadership Principle : Meneladani kepemimpinan Rasullul-lah

l Learning Principle : Manusia pembelajar yang berpedoman pada Al Quran dan Sunnah

l Vision Principle : Visi jauh ke depan (dunia dan akhirat)

l Well Organized Principle : Bersinergi dan maksimal pada segala peran, siap dan ikhlas menghadapi segala tantangan dan risiko

Tips membangun dan memelihara ESQ 1. Jernihkan Hati (ZMP) —> lakukan : istighfar

2. Hidupkan Cahaya Hati —> lakukan : Dzikir Asmaul Husna 3. Bangun mental —> lakukan: Tasbih, Tahmid, Tahlil dan Takbir 4. Bangun Ketangguhan Pribadi–> lakukan: Syahadat, Shalat,puasa 5. Bangun ketangguhan sosial –> lakukan: zakat dan haji

(38)

pada hati dan pikiran yang bersifat merdeka serat bebas dari belenggu. Tahap ini merupakan titik tolak dari sebuah kecerdasan emosi. Di sinilah tanah yang subur, tempat untuk menanam benih berupa gagasan. Di samping itu, pada Bagian Satu, saya mencoba memperkenalkan secara umum suara hati yang bisa dijadikan sebagai landasan dari ESQ. Dan setelah itu anda akan siap untuk mengikuti pengembaraan berikutnya.

Di Bagian Dua (Mental Building-Enam Prinsip Yang Berada dalam Dimensi Psikis (EQ)), dijelaskan tentang kesadaran diri, yaitu arti pentingnya alam pikiran. Dijabarkan cara membangun alam berpikir dan emosi secara sistematis berdasarkan Rukun Iman. Dimulai dari pembangunan Prinsip Bintang atau Star Principle (1), Angel Principle (2), dilanjutkan dengan Leadership Principle (3), lalu Learning Principle (4), Vision Principle (5), dan yang terakhir adalah Well Organized Principle (6). Pada Bagian Ini diharapkan tercipta format berpikir dan emosi berdasarkan kesadaran diri, serta sesuai dengan hati nurani terdalam dari diri manusia. Disinilah karakter manusia yang memiliki tingkat kecerdasan emosi dan spiritual terbentuk pada tahap awal.

Bagian Tiga, adalah suatu langkah pengasahan hati yang telah terbentuk. Ini dilaksanakan secara beruntun dan sangat sistematis berdasarkan Rukun Islam. Pada Intinya, bagian ini merupakan langkah yang dimulai dari penetapan misi atau mission statement (1) dan dilanjutkan dengan pembentukan karakter secara kontinyu dan intensif atau character building (2). Selanjutnya adalah, pelatihan pengendalian diri atau self controlling(3). Ketiga langkah ini akan menghasilkan apa yang disebut ketangguhan pribadi (Personal Strength). Proses internalisasi ke dalam.

(39)

Bagian Empat, diuraikan tentang pembentukan dan pelatihan untuk melakukan aliansi, atau sinergi dangan orang lain atau dengan lingkungan sosialnya. Ini merupakan suatu perwujudan tanggung jawab sosial seorang individu yang telah memiliki ketangguhan pribadi diatas. Pelatihan yang diberikan, dinamakan Langkah Sinergi atau Sinergic Collaboration (4) dan diakhiri Langkah Aplikasi Total atau Total Action (5). Pada tahap ini, diharapkan akan terbentuk apa yang dinamakan ketangguhan sosial (Sosial Strenght). Di sinilah letak sublimasi semua prinsip dan langkah yang dibahas dalam buku ini. Internalisasi total.

(40)

Seminar Internasional When East Meet West

Sinergi Timur dan Barat Menangkan Persaingan

Anda ingin memenangkan persaingan di Milenium ketiga ini? Namun tak tahu bagaimana caranya? Ikuti saja sebuah dialog spiritual internasional antara Timur dan Barat, digelar di Jakarta Convention Center. Sebuah formula baru akan ditawarkan dalam acara tersebut.

Itulah seminar sehari bertajuk When East Meets West: Spiritual Capital, The New Formula to Win in the Third Millennium. Acara istimewa pada 12 Juni itu dikemas secara menarik, dengan eksplorasi multimedia, dan diselingi musik orkestra Dwiki Darmawan yang diperkirakan akan dihadiri sekitar 1.000 orang lebih. Seminar mengetengahkan dua orang penulis buku best sellers: Ary Ginanjar Agustian dan Danah Zohar, Ary Ginanjar ialah penulis Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, ESQ Berdasarkan 1 (Ihsan) 6 (Rukun Iman) dan 5 (Rukun Islam). Sedangkan Danah Zohar penulis buku Spiritual Capital, lulusan Harvard University.

Hadirnya dua pembicara yang sudah diakui kepeloporannya dalam pengembangan nilai-nilai spiritual itu, merupakan peristiwa yang tak boleh dilewatkan, terutama bagi para pelaku bisnis. Mengapa? Karena keduanya mewakili dua kutub yang berbeda: Ary Ginanjar dari Timur, dan Danah Zohar dari Barat -- dua kutub peradaban yang selama ini dipandang bertentangan.

(41)

yang menempatkan manusia hanya sebagai makhluk ekonomi dan mesin produksi, membuat wajah dunia menakutkan. Dalam bahasa Danah Zohar, Kapitalisme Barat tak lain adalah the pursuit of profit for its own sake (pencarian keuntungan adalah demi keuntungan itu sendiri). Ironisnya, prinsip ini banyak diadopsi oleh pelaku bisnis di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia hingga saat ini. Padahal, paham ini telah banyak menjebak para pelaku bisnis dan ekonomi pada umumnya ke dalam sebuah perburuan keuntungan kompetitif yang kejam, yang mengabaikan nilai moral dan kemanusiaan dan membuat dunia carut marut.

Korupsi, penebangan hutan secara liar, penggelapan pajak, laporan keuangan fiktif dan lainnya dilakukan oleh para pelaku ekonomi yang ingin mendapatkan keuntungan besar. Bahkan, itu juga dilakukan oleh perusahaan- perusahaan kelas dunia antara lain Enron, Worldcom, Parmalat, yang membuat mereka bangkrut. Mengapa semua itu terjadi? Menurut Danah, dalam bukunya Spiritual Capital, penyebab utamanya adalah ketiadaan makna yang menyertai Kapitalisme Barat. Ketakbermaknaan inilah pemicu utama penularan penyakit di dunia maju saat ini. Di antaranya depresi, keletihan, sindrom kepenatan yang kronis, alkoholisme, penyalahgunaaan obat-obatan, pornografi, kemiskinan, pengangguran, perang antarkelompok yang tak pernah berhenti dan bunuh diri. Inilah yang disebut penyakit spiritual (Spiritual Pathology).

(42)

hanya sampai disitu Danah menawarkan obat penawar untuk menyembuhkan penyakit yang semakin akut itu. Danah kesulitan untuk menjawab pertanyaan ''How to achieve our ultimate motivation?''.

Dan, jawaban itu, secara tak terduga, muncul di Timur, melalui Ary Ginanjar Agustian dengan ESQ. Jika Danah menjawab pertanyaan ''Why'' (''Mengapa Anda memerlukan kecerdasan spiritual?''), maka Ary menjawab pertanyaan berikutnya: ''How'' (''bagaimana caranya membangun dan mengembangkan kecerdasan spiritual?'').

Penemu ESQ Model ini menyajikan konsep Spiritual Engineering The ESQ Way 165 yang mampu mensinergikan kecerdasan spiritual, emosional, dan intelektual sekaligus secara komprehensif. Metode ini mengelola tiga modal dasar, yaitu modal fisik, sosial, dan spiritual. Beberapa nilai dan kaidah universalisme Islam berhasil ia buktikan mampu menjadi piranti pembangun kecerdasan spiritual.

Lalu, bagaimana kedua tokoh itu menawarkan formula baru, sinergi Timur dan Barat untuk memenangkan persaingan di Milenium ketiga? Mereka akan memberikan jawabannya pada seminar internasional sehari, When East Meets West, 12 Juni 2007.

(43)

solusi atau cara untuk memenangkan persaingan dengan membawa nilai-nilai moral. Ini pencerahan, kata Presiden Direktur PaninBank Rostian Syamsuddin. Karenanya, jangan lewatkan seminar ini, bagi Anda yang ingin menjadi pemenang di era milenium ketiga, terutama para pelaku bisnis.

Ary Ginanjar

Penulis buku best seller ESQ sekaligus Penemu ESQ Model pada 2001. Ia adalah pionir training ESQ untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia dan kinerja individu maupun perusahaan. Sudah lebih dari 350 ribu orang mengikuti training ESQ yang tersebar hampir di seluruh Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Eropa. Perusahaan-perusahaan besar seperti Telkom, Indosat, dan Petronas --perusahaan minyak kelas dunia dari Malaysia-- telah mengikuti training ESQ. Pada 2004, Ary Ginanjar terpilih sebagai The Most Powerfull People in Business versi majalah SWA dan menjadi salah satu Tokoh Perubahan 2005 versi Republika.

Danah Zohar

Seorang fisikawan, filsuf dan pendidik di bidang manajeman, juga sebagai profesor di MIT (Massachusetts Institute of Technology). Ia juga sering menjadi pembicara di seminar bisnis, pendidikan dan kepemimpinan. Danah juga telah memberikan pelatihan bagi sejumlah korporasi besar antara lain Volvo, Unilever, Tobbaco, Telecom, Motorola, Philips, Unesco dan lain sebagainya. Bukunya selalu menjadi best seller dunia dan telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, antara lain: The Quantum Self, The Quantum Society, Rewiring the Corporate Brain, Spiritual Quotient dan Spiritual Capital.

(44)

KOMENTAR, KRITIK DAN SARAN TERHADAP TEORI KARANGAN ARY GINANJAR AGUSTIAN

BERJUDUL :

RAHASIA SUKSES MEMBANGUN

KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

E S Q

EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT

BERDASARKAN 6 RUKUN IMAN DAN 5 RUKUN ISLAM

Oleh Muhammad Lawi Yusuf∗∗∗∗

Buku yang ditulis oleh Ary Ginanjar Agustian (selanjutnya saya singkat dengan Penulis ESQ) cukup laris. Alumni yang telah mengikuti pelatihan ESQ di Indonesia kabarnya telah mencapai ratusan ribu. Penulis ESQ sendiri masih mengharap dan membuka diri untuk menerima kritik dan saran untuk buku tersebut.

Beberapa tahun lalu, ketika belum lama buku ini diterbitkan, saya pernah diundang dalam acara bedah buku ESQ ini yang diadakan oleh Mahasiswa FK Unsri. Saya diminta sebagai salah satu pembahas buku tersebut dari segi ilmiahnya. Waktu pembahasan sangat terbatas sehingga masukan yang diperoleh mungkin kurang memadai. Saya tidak tahu apakah hasil bedah buku tersebut didokumentasikan dan disampaikan kepada penulisnya, yang jelas tidak dipublikasikan.

Saya mencoba mengemukakan komentar, kritik dan saran yang mungkin berguna bagi pembaca maupun Penulis buku ESQ itu sendiri.

(45)

II. Emosi dan Spiritual ;

III. Literature rujukan dan pendapat Penulis ESQ ;

IV. Teori ESQ Vs Konsep Islam ;

V. Instrumen : ‘BAROMETER’.

Selain itu, saya juga memberikan saran untuk perbaikannya bila kritik dan komentar saya ini benar dan diterima.

I. Istilah “Quotient” pada Judul Teori ‘Emotional Spiritual

Quotient’.

Suatu teori yang realtif baru : Emotional Intelligence, pertama kali dicetuskan oleh Daniel Goleman pada tahun 1995, yang buku terjemahan Bahasa Indonesianya berjudul Kecerdasan Emosional, diterbitkan oleh Gramedia tahun 1999. Dalam teorinya itu, Goleman mengatakan Kecerdasan Emosional meliputi : kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi ; mengendalikan

dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan ; mengatur suasana hati

dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir ;

berempati dan berdoa.

Teori ESQ, Emotional Spiritual Quotient karangan Ary Ginanjar Agustian cetakan pertama diterbitkan tahun 2001. Sebenarnya arti harfiah dari istilah Quotient adalah hasil bagi bilangan, seperti pada rumus Intelligence Quotient (IQ), yaitu :

Umur Inteligensi IQ = --- X 100 Umur Kronologis

(46)

dengan kemampuan anak usia 5 tahun, maka nilai IQ = (5 : 10) X 100 = 50. Ini adalah penilaian inteligensi yang bersifat kuantitatif.

Ada juga penilaian inteligensi yang bersifat semi kuantitatif, misalnya hasil kumulatif keseluruhan komponen tes anak usia 10 tahun tersebut dikatakan kapasitas mentalnya setara dengan anak usia 5 tahun. Ada pula penilaian inteligensi hanya kualitatif berupa berupa label, contoh : bodoh, cerdas, genius, dsb.

Dalam bagian PROLOG halaman l (=50, angka Rumawi) alinea pertama, Penulis ESQ menyatakan :

“Pakar EQ,, Goleman berpendapat bahwa meningkatkan kualitas kecerdasan emosi sangat berbeda denga IQ”.

Menurut yang saya baca, Goleman secara konsisten/konsekuen tidak pernah menggunakan istilah EQ untuk Emotional Intelligence karena memang tidak ada rumusnya yang memberikan hasil bagi bilangan. Bahkan selanjutnya Goleman menyatakan (‘Emotional Intelligence’, terjemahan hal.60 aline pertama) :

Berbeda dengan tes IQ yang sudah dikenal, sampai sekarang belum ada tes tertulis tunggal yang menghasilkan ‘nilai kecerdasan emosional’ dan barangkali tak pernah akan ada tes semacam itu”.

Dengan demikian, penilaian kecerdasan emosional hanya bersifat kualitatif, seperti pemberian label diatas, bukan nilai kuantitatif berupa angka.

Memang ada beberapa penulis Barat lainnya menulis : Emotional Intelligence (EQ). Mungkin penggunaan istilah EQ tersebut secara otomatis, ‘tak sadar’, karena terbiasa dengan istilah IQ.

(47)

Bagaimana pula mengukur Kecerdasan Spiritual seseorang ? Andai istilah tersebut setara dengan tingkat ketakwaan seseorang, maka banyak sekali variabelnya yang tidak bisa diukur oleh manusia. Misalnya, memberikan derma uang yang banyak untuk membangun sarana ibadah. Nilai amalnya dimata Allah adalah tergantung niatnya, apakah karena riya’ atau memang ihlas karena Allah semata, hanya Allah yang tahu selain yang bersangkutan sendiri. Konon kabarnya Malaikat pun tidak tahu isi hati. Lagi pula, bila memang yang bersangkutan ihlas, apakah dia mau mengisi instrumen “BAROMETER” ?. Bila dia isi, apakah tidak menjadi riya’?

Instrumen yang digunakan ESQ pada halaman 292-299 sebenarnya namanya “Self Rating Scale” (lihat komentar khusus tentang “BAROMETER SUARA HATI” dan “BAROMETER APLIKASI DAN REALITAS”). Nilai yang didapat adalah hasil penjumlahan total semata, bukan hasil bagi bilangan(Quotient).

Jadi penggunaan istilah Emotional Spiritual Quotient (ESQ)” tanpa ada rumus bilangan pembilang dan pembagi terasa dipaksakan dan tidak realistis, menyalahi kaidah-kaidah ilmiah. Lebih tepat digunakan istilah Emotional Spiritual Intelligence saja atau Kecerdasan Emosional Spiritual(tanpa Q = Quotient).

II. Emosi dan Spiritual

EMOSI. Akar kata emotion adalah movere, kata Latin yang berarti “bergerak”,

ditambah awalan “e” memberi arti “bergerak menjauh”. Kata Emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang menyertainya, keadaan psikologis dan biologis, dan sederet impuls (dorongan) untuk beraksi. The Oxford English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai : “setiap agitasi atau gangguan dari jiwa, perasaan, kemarahan, nafsu (keinginan besar), setiap keadaan jiwa yang penuh

semangat atau gairah (excited)”.

Padanan istilah Emosi yang mendekati kesesuaian dalam Al Qur’an mungkin adalah Nafs (dalam bahasa Indonesia disebut Nafsu atau Hawa Nafsu). Namun kata Nafs sendiri dalam Al Qur’an juga ada yang bermakna Nyawa atau Diri/ Pribadi.

SPIRITUAL. Michal Levin (Th.2000) dalam bukunya berjudul “Spiritual

(48)

terbitan Gramedia 2005), menyatakan bahwa spiritual bukan agama, bukan syahadat, tetapi adalah perspektif hati dan visi, yang diperoleh lewat meditasi. Dalam bukunya itu Levin mengatakan hasil yang diperoleh melalui meditasi tersebut adalah menemukan kembali potensi diri. Sebagai ilustrasi, dia memberikan contoh cerita anak-anak Harry Potter, yang belajar di sekolah sihir harus mengucapkan mantra “expecto Patronum” untuk membangkitkan citra sifat positif nya sendiri yang akan melindunginya. Menurut Levin, bila meditasi seseorang telah berhasil, maka orang tersebut akan menyerupai phoenix - mahluk mistis yang disembah di Mesir kuno, yang membakar diri setiap akhir siklus, naik dan diremajakan kembali, lahir kembali dari abunya sendiri.

Dalam Psikiatri (Ilmu Kedokteran Jiwa), pengalaman spiritual merupakan suatu kesadaran transendental, suatu keadaan kesadaran yang tak biasa yang menimbulkan isi kesadaran yang tidak biasa pula, yang diperoleh melalui berbagai teknik seperti Indonesia khususnya, sudah dipastikan hanya berkaitan dengan Agama.

Penulis ESQ menggunakan istilah-istilah Bahasa Inggeris dalam buku ESQ, dengan alasan untuk menjaga keutuhan makna dan dalam rangka memudahkan sosialisasi ide dalam era global ini (halaman xx buku ESQ : Dari Penulis,). Hal ini justru kontraproduktif, karena dengan menggunakan istilah-istilah Bahasa Inggeris sebagai pengganti istilah yang sudah baku dalam Islam maka maknanya jadi tidak utuh.

III. Literatur Rujukan dan Pendapat Penulis ESQ

“God Spot”

(49)

sistem yang disebut Susunan Saraf Pusat (SSP). Sistem SSP ini sangat kompleks, mungkin merupakan sistem yang palingkompleks yang pernah dikenal di jagad raya ini.

Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran dan kesehatan (Iptekdokkes) belakangan ini mamang pesat menakjubkan. Penelitian neuroscience (ilmu saraf) dengan menggunakan instrument yang canggih, seperti EEG (Electro Encephalogram), MRI (Magnetic Resonance Imaging), MRS (Magnetic Resonance Spectroscopy), fMRI

(functional Magnetic Resonance Imaging), PET (Positron Emission Tomography),

SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) dan sebagainya, maupun penelitian neurohormonal, mencoba menguak misteri apa dan bagaimana mekanisme pusat-pusat saraf yang ada di otak itu berfungi. Sudah banyak pengetahuan baru yang didapat, tetapi gambaran yang dihasilkan masih seperti bayangan benda dibalik layar, apakah betul ada bendanya di balik sana, masih belum tuntas, sehingga penafsiran hasilnya masih banyak bersifat hipotetik sementara.

Penulis ESQ mengutip beberapa hasil penelitian neurologist (ahli saraf), antara lain dari V.S. Ramachandran. Penelitian Ramachandran yang menemukan “God spot” adalah penelitian terhadap aktivitas elektris pada salah satu bagian otak yang disebut lobus temporalis yang dikatakannya penting dalam pengalaman religius. Pola aktivitas elektris otak sangat berbeda-beda tergantung terutama pada pengalaman yang dimiliki seseorang. Sebagai contoh, orang yang sedang menjelang mati dapat menghasilkan pola aktivitas elektris berbeda dengan orang yang sedang meditasi. Para ilmuan kini percaya bahwa sejumlah struktur dalam otak memerlukan kerja sama untuk membantu kita mengalami spiritualitas dan religion. Ramachandran juga menyatakan bahwa berbagai studi telah jelas menunjukkan suatu hubungan antara pengalaman religius dengan epilepsy lobus temporalis. Pengalaman religius dan spiritual sangatlah kompleks, katanya pula, melibatkan emosi, pikiran, sensasi dan perilaku. Tapi para ilmuan percaya bahwa pasien penderita epilepsy lobus temporalis yang menderita halusinasi religius dapat dijadikan sebagai sebuah model penting dalam menunjukkan bagaimana pengalaman religius tertentu mempengaruhi otak manusia.

(50)

disebut lobus temporalis itu. Serangan bisa simple tanpa kehilangan kesadaran, bisa pula kompleks disertai kehilangan kesadaran. Serangan kompleks karena serangan itu menyebar pada lobus kiri dan kanan otak, menyebabkan kehilangan memori. Penderita epilepssi lobus temporalis, menurut Ramachandran, sekitar 10-70% menderita halusinasi religius, tapi sebagian besar neurologist (ahli saraf) percaya bahwa hanya sebagian kecil pasien penderita epilepsi lobus temporalis yang mengalami halusinasi seperti itu.

Ramachandran menceritakan pula percobaan Dr. Persinger dengan menggunakan helmet yang dapat membangkitkan lapangan magnetic berputar yang sangat lemah, diletakkan di atas kepala subjek percobaan, menimbulkan efek pengalaman religius. Pengalaman religius ini berupa suatu “sensasi kehadiran” (a ‘sensed presence’) – perasaan seakan-akan ada seseorang hadir didalam kamar percobaan bersama mereka. Bila subjek religiusnya kuat mungkin menginterpretasikan kehadiran tersebut sebagai Tuhan. Sementara itu, orang atheis bisa juga melaporkan suatu ‘sensasi kehadiran’ tapi menghubungkannya dengan suatu tipuan kimia otak, mungkin seperti pengalaman mereka ketika menyalahgunakan obat diwaktu lampau.

Beberapa dekade lalu ada ilmuan Barat yang menulis bahwa Nabi Muhammad Saw menderita epilepsi. Karena dalam riwayat diceritakan keadaan Nabi Saw bila sedang menerima wahyu, ada yang seperti mimpi saat tidur, ada yang tiba-tiba terdiam beberapa saat, dan ada yang gemetaran dan berkeringat seperti ketakutan. Kondisi-kondisi ini dinterpretasikannya sebagai suatu serangan epilepsi. Tulisan itu kemudian dibantah oleh ilmuan Barat lainnya, salah satu argumentasinya adalah : serangan epilepsi yang berulang-ulang dan tidak terkontrol akan menyebabkan

penurunan fungsi berpikir, sedangkan Nabi Muhammad Saw makin sering menerima wahyu, makin meningkat kemampuannya.

(51)

Dalam Neuropsikiatri (Ilmu Kedokteran Saraf dan jiwa) makna istilah halusinasi adalah suatu pengalaman persepsi pancaindera tanpa adanya rangsang yang nyata dari luar tubuh. Timbulnya halusinasi bisa disebabkan oleh faktor organik (adanya rangsangan nyata atau gangguan pada otak) bisa juga oleh faktor non-organik (faktor fungsional, yaitu tanpa rangsangan nyata atau gangguan pada otak). Adanya pengalaman religius berupa suatu sensasi kehadiran, interpretasinya sangat sujektif, yaitu dipengaruhi oleh pengalaman emosional sebelumnya. Interpretasi antara orang beriman dan atheis bisa berbeda. Jadi ‘sensasi kehadiran’ yang dihasilkan oleh percobaan Dr.Persinger tersebut termasuk halusinasi gabungan organik dan fungsional.

Adanya halusinasi sensasi kehadiran seseorang’ tersebut bila diinterpretasikan sebagai kehadiran Tuhan, ini namanya proses berpikir konkritisasi, wujud Allah dikonkritkan menjadi sama dengan mahluk ciptaanNya. Ini sangat naïf. Mewujudkan wajah para Nabi pun kita dilarang. Na’udhzubillaah min dzalik ! A’udhzubillaahi minas syaithaanirrajim !

Dengan demikian, bila ‘God spot’ nya Ramachandran diasumsikan oleh Penulis ESQ sebagai tempat fitrah manusia, sumber suara hati, sebagai representasi eksistensi Allahdalam diri manusia, sebagai bukti bahwa Allah berada lebih dekat

dari urat nadi kita, rasanya perlu dikaji ulang (simak halaman 7 alinea 3-4 buku ESQ). Apalagi, model yang digunakan untuk memahaminya berupa fenomena halusniasi religius pada penderita ayan (epilepsi lobus temporalis) serta ‘sensasi

kehadiran”!

(52)

itu berarti juga mendapat tambahan roh ? Semua itu tidak akan mampu kita temukan jawabannya. Tak usah dibahas, bisa membuat kita senewen, karena itu Allah menyatakan dalam firmanNya : “Roh itu termasuk urusan Tuhan” (QS 17:85).

Simak pula pernyataan Penulis ESQ pada halaman liii (angkaRumawi) alinea ke dua :

“Konsep ESQ Model pada buku ini diyakini mampu melahirkan manusia unggul, namun ini bukan suatu program pelatihan kilat”.

Memang Penulis ESQ telah melakukan studi literature dan melakukan pengamatan dilapangan dalam rangka penyusunan konsep ESQ. Seyogyanya konsep ESQ diuji coba dulu pada populasi (peserta) terbatas, lalu dilakukan evaluasi adakah perbedaan antara sebelum dengan sesudah beberapa waktu dari pelatihan ESQ. Bagaimana Penulis ESQ bisa yakin (sejak saat Teori ESQ diterbitkan !), bila metodologi penyusunan teorinya hanya berdasarkan keyakinan-keyakinan tanpa didukung data hasil studi lapangan ? Pernyataan tersebut rasanya (ma’af) agak berbau iklan. Dan bila disimak pula pernyataan Penulis ESQ pada halaman 7 pada kalimat terakhir dari alinea ke 3 :

“Inilah dasar penjernihan emosi kita, bukan proaktif seperti yang diajarkan oleh kalangan orang-orang barat yang masih meraba-raba itu”

Disini tersurat dan tersirat kepercayaan Penulis ESQ agak berlebihan (mendekati arogansi) terhadap konsep teorinya, sambil merendahkan orang-orang barat padahal banyak sekali literature barat yang dikutipnya bahkan menjadi dasar teorinya (kacang lupa dengan kulit ?). Sebaiknya biarkan orang lain yang akan menilainya kelak.

Pada PROLOG buku ESQ halaman xxxix, pada point 2. IQ vs EQ tertulis sebagai berikut :

(53)

Pernyataan Penulis ESQ tersebut menimbulkan pertanyaan : Sejak kapan Penulis ESQ mengenal istilah kecerdasan emosi ? Seperti diketahui, Daniel Goleman yang pertama menulis teori tersebut baru mempublikasikannya tahun 1995. Jadi rasanya kita belum familiar dengan istilah tersebut sebelum 1995.

Masih pada PROLOG halaman xli alinea baru berbunyi sebagai berikut :

Sebaliknya, pendidikan di Indonesia selama ini, terlalu menekankan arti penting nilai akademik, kecerdasan otak atau IQ saja. Mulai dari tingkat sekolah dasar sampai ke bangku kuliah, jarang sekali ditemukan pendidikan tentang kecerdasan emosi yang mengajarkan tentang : integritas ; kejujuran ; komitmen ; visi ; kreativitas ; ketahanan mental ; kebijaksanaan ; keadilan ; prinsip kepercayaan ; penguasaan diri atau sinergi, pada hal justru inilah hal yang penting. Mungkin kita bisa melihat hasil dari bentukan karakter dan kualitas sumber daya manusia era 2000 yang patut dipertanyakan, yang berbuntut pada krisis ekonomi yang berkepanjangan saat ini. Hal ini ditandai dan dimulai dengan krisis moral atau buta hati yang terjadi dimana-mana………..Kemudian terbukti, akhirnya sang suara hati itu yang benar……suara hati yang menjadi dasar sebuah kecerdasan emosi”.

Kalimat pertama dari kutipan di atas tampaknya mengadopsi pernyataan Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence tentang kondisi pendidikan di USA. Apakah pernyataannya Penulis ESQ itu berdasarkan suatu hasil survey ? Padahal sejak tahun 1982 seluruh dosen di Indonesia harus mengikuti penataran mengajar Akta V yang kemudian tahun 1985 diteruskan dengan nama baru Applied Approach (AA) dengan isi sama. Itu persyaratan untuk mengajar. Sejak itu proses pembelajaran dan evaluasi hasil belajar meliputi 3 ranah : ranah kognitif (inteligensi); ranah afektif (= emosi) dan ranah psikomotor. Bukankah demikian ?

Referensi

Dokumen terkait

 Biodiesel memiliki sifat pelumas yang sangat baik, secara signifikan lebih baik daripada bahan bakar diesel konvensional, sehingga dapat memperpanjang masa

Beberapa contoh sistem dinamik antara lain sistem mekanik, sistem listrik, sistem fluida sistem termal serta kombinasi dari sistem – sistem tersebut.. Beberapa contoh

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Profil berpikir subjek motivasi belajar matematika tinggi dan rendah. 1) saat menjawab

Salah satu cabangnya terdapat di kota Medan, Hotel Grand Aston Medan Berdiri di dekat Bank Indonesia dengan ikon balai kota Medan tempo dulu,dengan dua bangunan, bangunan

Dalam kesempatan yang lain Abu Bakar mengintruksikan pada pada amil yang sama bahwa kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat digabung, atau kekayaan yang

Seperti halnya dengan kota-kota di Indonesia yang mempunyai khazanah budaya beragam, Ogan Komering Ulu mempunyai ragam kekayaan sejarah dan budaya yang sangat

Jadi dapat diartikan bahwa pada tahap ini peneliti mengambil kesimpulan terhadap data yang telah direduksi ke dalam laporan secara sistematis, dengan cara membandingkan,

economizer secara konveksi alami. Panas kemudian diteruskan melewati bottom plate twin deck dengan ketebalan 10 mm secara konduksi. Suhu muatan yang digunakan untuk