• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis Di Instalasi Rawat Inap Rsup Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten Periode 2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis Di Instalasi Rawat Inap Rsup Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten Periode 2014."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN

GAGAL GINJAL KRONIS DI INSTALASI RAWAT INAP

RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

PERIODE 2014

NASKAH PUBLIKASI

Oleh :

GITA AYU PRADINA K 100 110 101

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA

(2)
(3)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO

KLATEN PERIODE 2014

EVALUATION OF THE USE OF ANTIBIOTICS IN CHRONIC RENAL FAILURE PATIENTS INPATIENT RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

PERIOD 2014

Gita Ayu Pradina dan Zakky Cholisoh

Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102

Email : gitayu14@gmail.com

ABSTRAK

Antibiotik merupakan salah satu obat yang paling banyak digunakan dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit infeksi. Penggunaan antibiotik khususnya pada gagal ginjal kronis perlu diperhatikan karena dapat menyebabkan nefrotoksisitas pada ginjal. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi kerasionalan penggunaan antibiotika di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro pada kasus gagal ginjal kronis tahun 2014. Evaluasi meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, dan tepat dosis. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara retrospektif yang didasarkan pada penulusuran rekam medik milik pasien gagal ginjal kronis pada instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014. Hasil penelusuran rekam medik didapat hasil jumlah penderita gagal ginjal kronis yang menggunakan antibiotik sebanyak 38 pasien dan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah ceftriakson 20 pasien (52,60%). Dari hasil evaluasi penggunaan antibiotik yang tepat indikasi sebanyak 24 kasus (63,20%), yang memenuhi kriteria tepat pasien berjumlah 37 pasien (97,4%), yang memenuhi kriteria tepat obat ada 21 kasus (55,2%), yang memenuhi kriteria tepat dosis sebanyak 30 kasus (78,9%), dan jumlah pasien yang memenuhi kriteria kerasionalan antibiotik sebanyak 73,67%. Status kepulangan pasien dengan jumlah total 38 pasien (100%) pulang dalam keadaan membaik.

Kata kunci: Antibiotik, Gagal Ginjal Kronis, Rawat Inap, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

ABSTRACT

Antibiotics are one of the most widely used drugs in curing various kinds of infectious diseases. The use of antibiotics, especially in chronic renal failure, need to be considered because it can cause nephrotoxicity in kidneys. The purpose of this study was to evaluate the rational use of antibiotics in RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro in cases of chronic renal failure in 2014. The evaluation includes the right indication, the right drug, right patient, and proper dosage. This research is conducted in a manner that is based on a retrospective medical record belongs to chronic renal failure patients on inpatient RSUP Dr. Tirtonegoro Klaten 2014. The search results obtained from medical records and evaluation results the number of patients with chronic renal failure who use antibiotics was 38 patients and the most widely used antibiotic is ceftriaxone 20 patients (52.60%). From the results of the evaluation patient with indicated the use of appropriate antibiotics as many as 24 cases (63,20%), patients with chronic kidney failure who meet the appropriate criteria are 37 cases (97,4%), use of the right type of antibiotics drugs there were 21 cases (55,2%), and to use appropriate antibiotics doses were 30 cases (78,9%), and the number of patients who meet the criteria rationality of antibiotics as much as 73,67%. Discharge status of patients with a total of 38 cases (100%) with result of the patient’s health improved.

(4)

PENDAHULUAN

Kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan yang ditandai dengan kelainan

patologis atau petanda kerusakan ginjal contohnya proteinuria disebut dengan gagal ginjal

kronis. Apabila tidak ada tanda kelainan patologis penegakan diagnosis didasarkan pada laju

filtrasi glomerulus <60mL/menit/1,73m² selama >3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal

(Chonchol, 2009).

Antibiotik merupakan salah satu obat yang paling banyak digunakan dalam

menyembuhkan berbagai macam penyakit infeksi. Penggunaan antibiotik khususnya pada

gagal ginjal kronis perlu diperhatikan karena dapat menyebabkan nefrotoksisitas pada ginjal

(Kenward & Tan, 2003). Pada penderita gagal ginjal fungsi ginjal sudah tidak sebaik saat

ginjal dalam kondisi normal. Pada kondisi gagal ginjal kronis ginjal menjadi lebih sensitif

terhadap penggunaan obat-obatan (Kenward & Tan, 2003). Penggunaan antibiotik harus

dipertimbangkan karena beberapa antibiotik bersifat toksik terhadap ginjal (Chasani, 2008).

Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien gagal ginjal pernah dilakukan pada RSUD

Dr. Moewardi pada tahun 2007. Antibiotik yang tidak disesuaikan dosisnya dengan pasien

gagal ginjal sebesar 16,1%, antibiotik yang di kontraindikasikan pada penderita gagal ginjal

sebesar 1,8%, tepat indikasi tidak tepat obat 10,9%, tepat indikasi tepat obat 81,8%.

Berdasarkan hasil terapi pemberian antibiotik didapatkan 45,5% outcome/hasil terapinya baik

(Yulianti, et al., 2007). Dengan adanya penelitian sebelumnya di RSUD Dr. Moewardi tersebut

maka kami bermaksud untuk mengadakan penelitian di rumah sakit yang berbeda. Rumah sakit

yang akan digunakan untuk penelitian adalah RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten karena

sampai saat ini belum ada penelitian tentang penggunaan antibiotik pada gagal ginjal kronis di

rumah sakit tersebut. Dengan latar belakang tersebut maka evaluasi penggunaan antibiotik

pada penderita gagal ginjal kronis perlu dilakukan.

METODE PENELITIAN

Alat: Alat yang digunakan adalah lembar pengumpulan data, Therapeutic Guidelines: Antibiotic, British National Formulary 2009, Pharmacotherapy Handbook, Pedoman Umum

Penggunaan Antibiotik dari Peraturan Menteri Kesehatan nomor:

2406/MENKES/PER/XII/2011dan buku Farmasi Klinis (Parfati, et al., 2003).

Bahan: Bahan yang digunakan adalah data rekam medik pasien gagal ginjal kronis di RSUP

Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014 yang masuk dalam kriteria inklusi.

Definisi Operasional Variabel

1. Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien gagal ginjal kronis sesuai 4T yaitu tepat

indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis. Tepat indikasi adalah pasien diberi obat

(5)

obat berdasarkan obat pilihan utama (drug of choice) sesuai diagnosis; Tepat pasien adalah

kesesuaian pemberian obat dilihat dari ada tidaknya kondisi fisiologis dan patologis pasien

yang menghalangi pemakaian obat (kontraindikasi); Tepat dosis adalah ketepatan jumlah

obat yang diberikan pada pasien, dimana dosis berada dalam range dosis terapi yang

direkomendasikan serta disesuaikan dengan usia dan kondisi pasien.

2. Pasien rawat inap dewasa yang telah didiagnosis dengan penyakit gagal ginjal kronis di

RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

3. Antibiotik. Obat yang digunakan atau yang diberikan untuk menyembuhkan infeksi dan

diberikan pada penderita gagal ginjal kronik.

Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal kronis yang

mendapatkan terapi antibiotik dalam pengobatannya di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Tahun 2014. Total jumlah pasien yang didiagnosis menderita gagal ginjal kronis dan

mendapatkan terapi antibiotik sebanyak 38 pasien.

Tempat Penelitian: Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria inklusi:

a. Pasien yang menderita gagal ginjal kronis di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

tahun 2014.

b. Pasien mendapat terapi antibiotik.

c. Data lengkap minimal memuat data pasien misalnya: nomor rekam medisnya, usia,

berat badan, jenis kelamin, gejala, diagnosis, nama obat, aturan pakai, dosis, durasi

antibiotik, tanggal pemberian, tes fungsi ginjal (blood urea nitrogen dan serum

kreatinin), angka hitung leukosit, dan kondisi terakhir pasien.

2. Kriteria eksklusi:

Pasien yang meninggal saat pengobatan.

Jalannya Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut :

a. Menyelesaikan perijinan untuk melakukan penelitian di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro

Klaten

b. Penelusuran data rekam medik pasien gagal ginjal kronis tahun 2014

c. Pengambilan data.

d. Evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien gagal ginjal kronis sesuai

(6)

Analisis Data: Data yang telah diperoleh dianalisis secara deskriptif, dengan menghitung

persentase dari jumlah kaidah 4 tepat yaitu, tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat dan tepat

dosis.

1. % tepat indikasi = %

2. % tepat pasien = %

3. % tepat obat = %

4. % tepat dosis = %

5. % 4 tepat = , , , %

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan kondisi retrospektif

yaitu penelitian yang didasarkan pada penulusuran rekam medik milik pasien gagal ginjal

kronis di instalasi rawat inap RSUP Dr. Tirtonegoro Klaten tahun 2014. Jumlah kasus pasien

yang masuk dalam kriteria inklusi sebanyak 38 pasien. Sampel yang diambil memenuhi data

rekam medik yang dibutuhkan meliputi (nomor rekam medis, usia, berat badan, jenis kelamin,

gejala, diagnosis, nama obat, aturan pakai, dosis, durasi antibiotik, tanggal pemberian, tes

fungsi ginjal (blood urea nitrogen dan serum kreatinin), angka hitung leukosit, dan kondisi

terakhir pasien).

Karakteristik Umum Pasien

1. Data demografi pasien berdasarkan jenis kelamin dan umur

Dari hasil penelitian diketahui terdapat 38 sampel pasien gagal ginjal kronis di RSUP

Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang masuk kriteria inklusi. Jumlah pasien yang menderita

gagal ginjal kronis untuk jenis kelamin laki-laki adalah 25 pasien (69,4%) dan untuk pasien

perempuan 11 pasien (30,6%). Data demografi pasien berdasarkan umur dan jenis kelamin

dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Data demograsi pasien gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014 berdasarkan jenis kelamin dan umur

Data (kelompok umur) Data (jenis kelamin) Laki-Laki Peresentase

(N=38) Perempuan

Persentase (N=38)

25-34 5 13,2% 1 2,6%

35-44 3 7,9% 2 5,3%

45-54 10 26,3% 6 15,8%

55-64 5 13,2% - -

65-74 1 2,6% 2 5,3%

>75 3 7,8% - -

Jumlah 27 71% 11 29%

Berdasarkan tabel 1, untuk pasien gagal ginjal kronis dengan jenis kelamin laki-laki

dan perempuan paling banyak terdapat pada kelompok umur 45-54 yaitu untuk pasien laki-laki

(7)

(15,8%) dari total kasus. Menurut KemenKes (2013), pasien gagal ginjal kronis angkanya

meningkat tajam pada pasien usia >35 tahun. Hal ini disebabkan turunnya fungsi ginjal karena

masa otot yang semakin berkurang seiring bertambahnya usia (BPOM, 2013).

2. Data Pasien Berdasarkan Diagnosis

Dari hasil penelitian diperoleh data pasien dengan beberapa diagnosis seperti yang

tertera pada tabel 3. Dari data didapatkan hasil pasien selain mengalami gagal ginjal kronis

juga mengalami beberapa diagnosis penyakit lain, diagnosis pasien dengan hipertensi paling

tinggi angkanya dengan jumlah 16 kasus (42,10%). Dapat diketahui bahwa hipertensi

merupakan salah satu faktor resiko terjadinya gagal ginjal kronis (Black & Hwaks, 2005).

Tabel 2. Data pasien gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014 berdasarkan diagnosis

Diagnosis Jumlah

Pneumonia 12 2,4,6,13,15,18,20,22,24,26,27,37 31,50%

ISK 6 1,7,9,17,21,38 15,80%

Diare 2 16,33 5,30%

Bronkitis 2 12,14 5,30%

Profilaksis 2 10,11 5,30%

Anemia 6 3,8,27,29,30,32 15,80%

CHF 3 25,31,35 7,90%

Hipertensi 16 2,3,5,7,9,10,15,17,18,19,23,24,29,

30,32,34 42,10%

Diabetes 4 16,22,37,38 10,50%

Vertigo 4 19,25,35,36 10,50%

Udem pulmo 1 34 2,60%

Epilepsi 1 8 2,60%

Keterangan:

CKD = Chronic Kidney Disease

ISK = Infeksi Saluran Kemih CHF = Congestive Heart Failure

3. Data Lama Rawat Inap Pasien dan Kondisi Kepulangan Pasien

Dari hasil penelitian didapatkan hasil data lama rawat inap dan kondisi kepulangan

pasien gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun

2014 seperti yang tertera pada tabel 3. Lama rawat inap pasien yang paling banyak selama 8-14

hari sebanyak 22 kasus (57,90%) dan untuk kondisi kepulangan pasien, 100% pasien pulang

dalam keadaan membaik. Pasien tidak dikatakan pulang dengan keadaan sembuh mengingat

penelitian dilakukan pada pasien yang mengalami gagal ginjal kronis yang berarti fungsi ginjal

tidak dapat bekerja secara normal kembali (Price & Wilson, 2003)

Tabel 3. Data pasien gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014 berdasarkan lama rawat inap dan kondisi kepulangan pasien

Lama Rawat

7,28,29,30,32,33,36,37,38 22 57,90%

15-21 Hari - - - 10,11 2 5,30%

22-28 Hari - - - 20 1 2,60%

(8)

Data Penggunaan Antibiotik Pasien

Dari hasil penulusuran rekam medik, data penggunaan antibiotik pasien di instalasi

rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Data penggunaan antibiotik pada pasien gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014

Data (penggunaan antibiotik)

Jumlah pasien yang menerima

antibiotik

No. Pasien Persentase

(N=38)

Nama Dagang Nama Generik

Ceftriaxon Ceftriaxon 20 1,2,7,8,10,12,13,14,16,18,20,21,24,2

7,28,29, 30,32,33,37 52,60%

Cefixim Cefixim 12 3,5,6,8,11,15,16,17,25,31,33,35 31,60%

Ceftazidim Ceftazidim 1 2 2,60%

Cefat Sefadroksil 2 4,12 5,30%

Amoksisilin Amoksisilin 3 6,17,19 7,90%

Ciprofloksasin Ciprofloksasin 5 9,11,24,26,38 13,20%

Cefotaxime Cefotaxime 4 22,23,34,36 10,50%

Clindamycin Clindamycin 1 16 2,60%

Dari data penggunaan antibiotik pada tabel 4 dapat dilihat penggunaan antibiotik untuk

pasien gagal ginjal kronis paling banyak adalah antibiotik golongan sefalosporin. Antibiotik

dari golongan sefalosporin yang paling banyak digunakan adalah seftriakson dengan jumlah

pasien yang menerima pengobatan dengan seftriakson sebanyak 20 pasien (52,60%).

Seftriakson banyak digunakan pada pasien gagal ginjal kronis karena dinilai cukup aman untuk

digunakan pada pasien gagal ginjal kronis terutama untuk pasien yang memiliki nilai klirens

kreatinin diatas 10 mL/menit (Bayer, 2012).

Data Penggunaan Obat Lain

Selain mendapat terapi antibiotik pasien yang menderita gagal ginjal kronis juga

mendapat terapi dengan obat lain guna mengobati diagnosis maupun gejala yang dialami oleh

pasien. Data dari penggunaan obat-obatan lain dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Data penggunaan obat lain pada pasien gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014

Kelas Terapi Nama obat

Jumlah

Diuretik Lasik, Furosemid,

Spironolakton 27

Irbesartan, Clonidin 7 7,10,15,19,27,29,34 18,42%

(9)

Kelas Terapi Nama obat

Aminopillin 4 4,12,13,26, 10,53%

Analgesik dan

7 11,15,19,25,34,35,36 18,42%

Antihistamin

Metoklorpamid 7 16,22,29,34,36,37,38 18,42%

Antiangina

Obat Diare Loperamid, New

Diatab 3 9,16,21 7,89%

 

Dari hasil data penggunaan obat lain yang tertera pada tabel 5 penggunaan cairan infus

100% digunakan pada pasien gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji

Tirtonegoro Klaten tahun 2014. Cairan infus digunakan untuk menjaga keseimbangan cairan

dalam tubuh dan bisa juga sebagai sumber energi. Selain penggunaan cairan infus pasien juga

mendapatkan diuretik sebanyak 27 pasien (71,05%), diuretik merupakan salah satu obat yang

dapat meningkatkan volume urin untuk mengatasi udem maupun menjadi salah satu obat yang

dapat mengontrol tekanan darah pasien sehingga dapat memperlambat keparahan dari penyakit

gagal ginjal kronis (Dipiro, 2008). Pengontrolan tekanan darah tidak hanya dengan obat-obat

golongan diuretik pasien ada juga yang mendapat terapi antihipertensi dari golongan lain

sebanyak 7 pasien (18,42%).

Pasien gagal ginjal kronis juga mendapat terapi menggunakan CaCO3 sebanyak 20

pasien (52,63%) yang berfungsi sebagai buffer darah. Pemberian buffer darah khususnya

CaCO3 digunakan untuk menjaga pH darah normal. Pasien juga mendapatkan terapi suplemen

dan vitamin sebanyak 24 pasien (63,16%) berupa asam folat, vitamin K, dan curcuma

pemberian suplemen ini dimaksudkan untuk menunjang kondisi pasien contohnya asam folat

digunakan untuk memperbaiki kondisi pasien gagal ginjal yang rentan mengalami anemia

(Kenward & Tan, 2003).

Dari data tabel 5 pasien juga mendapatkan obat piracetam untuk stroke sebanyak 1

pasien (2,63%); OBH untuk mengatasi batuk sebanyak 1 pasien (2,63%); bronkodilator seperti

aminopillin dan ambroksol senyak 4 pasien (10,53%); analgesik antipiretik seperti

paracetamol, asam mefenamat, meloksikam, mertigo, dan novalgin sebanyak 7 pasien

(18,42%); ondansetron dan metoklorpamid sebagai antiemetik sebanyak 7 pasien (18,42%);

antiangina seperti verapamil, amlodipin, dan propanolol sebanyak 14 pasien (36,84%); obat

(10)

Ketepatan Indikasi

Pemberian obat yang sesuai dengan indikasi berarti obat yang digunakan sudah sesuai

dengan tanda, gejala, dan diagnosis yang ada. Untuk data pasien yang tepat indikasi dapat

dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Data evaluasi penggunaan antibiotik pasien gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014 berdasarkan kriteria ketepatan indikasi

Diagnosis Penggunaan Antibiotik Tepat Indikasi

Tepat Tidak

29,30,31,32,34,35,36 14

Jumlah 38 24 14

Persentase

(N=38) 63,20% 36,80%

Keterangan:

CKD = Chronic Kidney Disease

ISK = Infeksi Saluran Kemih

   

Dari tabel 6 dapat dilihat ada beberapa penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan

indikasi diantaranya pemberian antibiotik tanpa indikasi sebanyak 14 kasus (36,80%) dan

untuk pemakaian antibiotik yang tepat indikasi sebanyak 24 kasus (63,20%). Penggunaan obat

khususnya antibiotik bila tidak ada indikasi infeksi tetapi diberi terapi antibiotik maka dapat

terjadi resistensi ketika pasien benar-benar mengalami infeksi (PerMenKes, 2011).

Ketepatan Pasien

Pemberian obat dengan kriteria tepat pasien adalah kesesuaian pemberian obat dilihat

dari ada tidaknya kondisi fisiologis dan patologis pasien yang menghalangi pemakaian obat

(kontraindikasi). Untuk pemakaian keseluruhan antibiotik diantaranya seftriakson, sefiksim,

seftazidim, sefadroksil, amoksisilin, siprofloksasin, dan sefotaksim tidak ada masalah dengan

kondisi fisiologis dan patologis pasien. Jumlah pasien yang menerima terapi dengan antibiotik

tersebut dan masuk kriteria tepat pasien sebanyak 37 pasien (97,4%). Dari hasil penelitian

terdapat 1 pasien (2,6%) yang mendapat terapi antibiotik yang tidak masuk dalam kriteria tepat

pasien. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat pasien adalah penggunaan klindamisin pada

(11)

pasien karena klindamisin memiliki efek samping diare (BNF, 2009) dan dapat memperburuk

kondisi dari pasien.

Ketepatan Obat

Pemberian obat dengan kriteria tepat obat pada penggunaan antibiotik berarti ketepatan

pemilihan obat berdasarkan obat pilihan utama (drug of choice) untuk masing-masing penyakit

infeksi yang menyertai pada pasien gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap RSUP Dr.

Soeradji Tirtonegoro Klaten. Untuk data ketepatan penggunanaan antibiotik antibiotik dapat

dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Data penggunaan antibiotik berdasarkan kriteria tepat obat pada pasien dengan gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014

Nama Antibiotik

Diagnosis CKD

(tanpa infeksi) Pneumonia ISK Diare Bronkitis Profilaksis

Tepat Tidak

CKD = Chronic Kidney Disease

ISK = Infeksi Saluran Kemih

  Dari data ketepatan penggunaan antibiotik pada pasien gagal ginjal ada 25 kasus

(65,8%) pemakaian antibiotik yang tidak tepat obat. Pasien dengan penggunaan antibiotik yang

tidak tepat obat tersebut diantaranya, pasien gagal ginjal kronis tanpa indikasi infeksi yang

menerima terapi antibiotik sebanyak 15 kasus (39,5%); pasien pneumonia yang mendapat

terapi antibiotik seftazidim, sefadroksil, dan ciprofloksasin sebanyak 3 kasus (7,9%); pasien

diare yang mendapat terapi antibiotik klindamisin sebanyak 1 kasus (2,6%); pasien bronkitis

kronis yang mendapat terapi antibiotik seftriakson dan sefadroksil sebanyak 3 kasus (7,9%);

dan pasien yang mendapat terapi profilaksis menggunakan antibiotik seftriakson,

ciprofloksasin, dan sefiksim sebanyak 3 kasus (7,9%). Data pasien yang penggunaan

antibiotiknya sudah tepat obat berjumlah 21 kasus (55,2%). Pasien yang penggunaan

antibiotiknya sudah tepat obat diantaranya pasien pneumonia yang mendapat terapi seftriakson,

amoksisilin, sefotaksim, dan sefiksim sebanyak 11 kasus (28,9%); pasien infeksi saluran kemih

(12)

10 dan pasien diare yang mendapat terapi seftriakson dan sefiksim sebanyak 4 kasus (10,5%).

Data-data tersebut telah dibandingkan dengan ketepatan penggunaan antibiotik dari Dipiro,

(2008); PerMenKes (2011); dan Guideline Management of Community-Acquired Pneumonia in

Adult.

Ketepatan Dosis

Pemberian obat dengan kriteria tepat dosis berarti ketepatan jumlah obat yang

diberikan pada pasien, dimana dosis berada dalam range terapi yang direkomendasikan serta

disesuaikan dengan usia dan kondisi pasien. Mengingat bahwa yang dievaluasi adalah pasien

gagal ginjal kronis maka akan erat hubungannya dengan nilai klirens kreatinin pasien. Dari

hasil nilai klirens kreatininnya diketahui pasien gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap

RSUP Dr. Soeradji Tirtoneoro Klaten paling banyak terjadi pada stage IV dengan jumlah 16

pasien (42,1%); stage V dengan jumlah 12 pasien (31,6%); stage III dengan jumlah 9 pasien

(23,7%) dan yang paling rendah jumlahnya adalah pasien dengan gagal ginjal stage II dengan

jumlah 1 pasien (2,6%).

Penyesuaian dosis dihitung berdasarkan nilai klirens kreatinin penderita gagal ginjal

kronis menggunakan rumus dari Parfati, et al., (2003):

Do (GL) = x Cl(GL)

Keterangan :

Do (N) = Dosis pada ginjal normal

Do (GL) = Dosis pada gagal ginjal

Cl (N) = Klirens pada ginjal normal

Cl (GL) = Klirens pada gagal ginjal

Selain itu untuk penyesuaian dosis digunakan Therapeutic Guidelines: Antibiotic dan (BNF, 2009) untuk beberapa dosis antibiotik yang tersedia. Untuk evaluasi penyesuaian dosis dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Data penggunaan antibiotik berdasarkan kriteria tepat dosis pada pasien dengan gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014

No.

Antibiotik Pemberian Dosis Standar Keterangan Dosis

(13)

11

Antibiotik Pemberian Dosis Standar Keterangan Dosis

(14)

No.

Antibiotik Pemberian Dosis Standar Keterangan Dosis

Sefadroksil

Dari data yang didapatkan diperoleh hasil penggunaan antibiotik yang tepat dosis sebanyak

30 kasus (78,9%) dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat dosis sebanyak 18 kasus (47,4%)

dari total 38 pasien yang mendapat terapi antibiotik.

Evaluasi Kerasionalan Antibiotik

Dari data penelitian didapat hasil evaluasi antibiotik yang masuk kriteria tepat indikasi

63,20%, tepat pasien 97,4%, tepat obat 55,2%, dan tepat dosis 78,9%. Dari data tersebut

didapat data penggunaan antibiotik yang rasional dari 4 kriteria evaluasi sebesar 73,67%

pemakaian antibiotik sudah memenuhi kriteria pemakaian antibiotik yang rasional.

Status Kepulangan Pasien

Dari hasil penelitian, status kepulangan pasien dengan jumlah total 38 kasus (100%)

pulang dalam keadaan membaik. Pasien tidak dituliskan pulang dengan keadaan sembuh

karena gagal ginjal kronis bersifat irreversible atau dengan kata lain kondisi ginjal tidak dapat

berfungsi normal kembali meski pun menerima pengobatan (Chonchol, 2009).

Keterbatasan Penelitian

Karena data evaluasi dari penggunaan antibiotik dari masing-masing infeksi masih

kurang lengkap, sehingga evaluasi penggunaan antibiotik pada masing-masing infeksi hanya

didasarkan dari karakteristik diagnosis infeksi secara umum.

Keterangan: √ = memenuhi + = dosis berlebih - = dosis kurang

(15)

PENUTUP

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

tahun 2014 dapat disimpulkan evaluasi antibiotik pasien gagal ginjal kronis yang memenuhi

kriteria tepat indikasi sebanyak 24 kasus (63,20%), tepat pasien berjumlah 37 kasus (97,40%),

penggunaan antibiotik yang tepat obat ada 21 kasus (55,2%), dan untuk penggunaan antibiotik

yang tepat dosis sebanyak 30 kasus (78,90%). Dari keempat data evaluasi tersebut didapat

hasil penggunaan antibiotik yang sudah rasional sebesar 73,76%.

Saran

Berdasarkan pada penelitian, saran yang dapat diberikan adalah :

Perlu dilakukan peningkatan ketelitian bagi para dokter dalam meresepkan obat

untuk pasien. Adanya peningkatan peran serta tenaga apoteker bagi peningkatan status

pelayanan kesehatan sehubungan dengan penyesuaian obat bagi pasien.Perlu dilakukan

adanya perbaikan oleh tenaga medis terkait dalam penulisan rekam medik karena pada

penulisan data di rekam medik ada beberapa bagian yang sulit untuk dibaca dan

dimengerti.

DAFTAR PUSTAKA

Antibiotic Expert Groups., 2014, Therapeutic Guidelines: Antibiotic, Version 15., Melbourne: Therapeutic Guidelines Limited.

Bayer, A., Erler, M., Gerlach, F.M., Haefeli, W.E., Petersen, J.J., Rath, T., Rochon, J., & Saal, K., 2012, How to Improve Drug Dosing For Patients With Renal Impairment in Primary Care - a Clusterrandomized Controlled Trial, Jerman, BMC Family Practice, 13:91.

Black, J.M. & Hawks, J.H., 2005, Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcomes, St. Louis, Elsevier Inc.

BNF, 2009, British Formularium National, GGP Media GmbH, Possneck, Germany.

BPOM., 2013, Lampiran 3: Informatorium Obat Nasional Indonesia, Jakarta, CV Sagung Seto.

Chonchol, M. & Spiegel, D.M., 2009, The Patient with Chronic Kidney Disease, In: Schrier, R.W., 6th ed, Manual of Nephrology, Philadelphia, Lippincott Williams and Wilkins.

Dipiro, T.J., Matzke, G.R., Posey, L.M., Talbert, R.L., Wells, B.G., & Yee, G.C., 2006, Pharmacotherapy Handbook, Sixty Edition, Mc. Graw Hill.

(16)

KemenKes, 2013, Laporan Riset Kesehatan Dasar, Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kenward, R. & Tan, C.K., 2003, Penggunaan Obat Pada Gangguan Gagal Ginjal, dalam Aslam Farmasi Klinis: Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien 2003, Jakarta, PT. Elex Media Komputindo Gramedia.

Parfati, Budisutio, F.H., & Tan, C.K., 2003, Farmakokinetik Klinis, dalam Aslam Farmasi Klinis: Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien 2003, Jakarta, PT. Elex Media Komputindo Gramedia.

PerMenKes, 2011, Modul Penggunaan Obat Rasional, Jakarta, Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor: 2406/MENKES/PER/XII/2011, 2011, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Jakarta, Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Price, S.A. & Wilson, L.M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, diterjemahkan oleh Pendit, B.U. & Hartanto, H., Jakarta, Buku Kedokteran EGC.

Yulianti, T., Hakim, L. & Putranto, W., 2007, Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode September-November 2007, Tesis, Yogyakarta: Fakultas Farmasi Pasca Sarjana,

Gambar

Tabel 1. Data demograsi pasien gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014 berdasarkan jenis kelamin dan umur  Data (jenis kelamin)
Tabel 2. Data pasien gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap
Tabel 4. Data penggunaan antibiotik pada pasien gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap RSUP Dr
Tabel 6. Data evaluasi penggunaan antibiotik pasien gagal ginjal kronis di instalasi rawat inap RSUP Dr
+3

Referensi

Dokumen terkait

(6) Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara gaya belajar tipe visual, auditorial, dengan kinestetik, pada kelas yang

Empat puluh ekor 40 tikus ( Rattus norvegicus ) bunting dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan yaitu K (tidak diberi phytoestrogen, sebagai kontrol), SF-AW (diberi susu

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran yang jelas tentang hubungan kemampuan siswa dalam membuat model matematika dan komputasinya terhadap

(Motivasi Karier, Motivasi Mencari Ilmu, Motivasi Ekonomi, dan Motivasi Mengikuti Ujian Sertifikat Akuntan Publik (USAP)) Terhadap Minat Mahasiswa Akuntansi Untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi yang meliputi motivasi karier, motivasi mencari ilmu, motivasi ekonomi, dan motivasi mengikuti ujian

telah menguji aktivitas antibakteri ekstrak metanol kulit buah delima pada. konsentrasi 50 mg/disk terhadap Pseudomonas aeruginosa

POTENSIAL KATEGORI KETIDAKTEPATAN PEMILIHAN OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN DIABETES MELLITUS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT.. UMUM DAERAH R.A KARTINI JEPARA

Alasan teknis lainnya adalah karena produksi kopi arabika rendah proporsinya terhadap ekspor kopi Indonesia, padahal kopi arabika merupakanbahan baku kopi sangrai. Selain