• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG FAKTOR PRESIPITASI GANGGUAN JIWA ANTARA Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Faktor Presipitasi Gangguan Jiwa antara Sebelum dan Sesudah Diberikan Psikoedukasi pada Remaja di Desa Nguter.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG FAKTOR PRESIPITASI GANGGUAN JIWA ANTARA Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Faktor Presipitasi Gangguan Jiwa antara Sebelum dan Sesudah Diberikan Psikoedukasi pada Remaja di Desa Nguter."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR PRESIPITASI GANGGUAN JIWA ANTARA

SEBELUM DANSESUDAH DIBERIKAN

PSIKOEDUKASI PADA REMAJA

DI DESA NGUTER

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh : YASIR FIRMANSYAH

J 210.110.036

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)
(3)

1

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG FAKTOR

PRESIPITASI GANGGUAN JIWA ANTARA SEBELUM DAN

SESUDAH DIBERIKAN PSIKOEDUKASI PADA REMAJA

DI DESA NGUTER

Yasir Firmansyah, Arum Pratiwi, Sahuri Teguh Kurniawan

Program Studi S1 Keperawatan Internasional Fakultas Ilmu Kesehatan UMS Jl. A. Yani, Tromol Pos I, Pabelan, Surakarta

ABSTRAK

Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan keseimbangan psikologis yang menyebabkan terganggunya hubungan sosial. Kurang pengetahuan adalah faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa. Psikoedukasi dapat membantu memberikan pengetahuan untuk mencegah meningkatnya gangguan jiwa. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahuai perbedaan tingkat pengetahuan tentang faktor presipitasi penyakit jiwa antara sebelum dan sesudah diberikan psikoedukasi pada remaja di Desa Nguter. Penelitian ini menggunakan metode pre eksperimental dengan rancangan pre dan post one group desain. Sampel penelitian adalah 30 remaja desa Nguter dengan teknik purposive sampling. Tingkat pengetahuan responden diukur dengan menggunakan kuisioner. Hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Paired t test. Hasil penelitian untuk untuk uji Paired t test didapatkan nilai P-value = 0.00 (<0.05) maka terdapat perbedaan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan psikoedukasi. Maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan tingkat pengetahuan tentang faktor presipitasi gangguan jiwa antara sebelum dan sesudah diberikan psikoeduksi pada remaja di Desa Nguter.

Kata kunci : design,gangguan jiwa, pengetahuan, psikoedukasi

ABSTRACT

Mental disorder is a psychological balance changes that lead to the disruption of social relationships. Lack of knowledge is the causes of mental disorders. Psychoeducation can help provide the knowledge to prevent the escalation of mental disorders. The aim of this study was mengetahuai differences in the level of knowledge about mental illness precipitation factor between before and after psychoeducation in adolescents in the village Nguter. This study used pre-experimental design with pre and post one group design. The sample was 30 adolescents Nguter village with purposive sampling technique. The level of knowledge was measured using questionnaires. Results were analyzed using Paired t test. The research result for Paired t test to obtain the value of P-value = 0.00 (> 0.05) then there is a difference in the level of knowledge before and after psychoeducation. It can be concluded there is a difference in the level of knowledge about mental illness precipitation factor between before and after psikoeduksi on teenagers in the village Nguter.

(4)

PENDAHULUAN

Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan keseimbangan psikologis yang menyebabkan gangguan pada

fungsi kejiwaan ,yang berakibat

terganggunya hubungan sosial (

Townsend, 2008). Gangguan jiwa

dapat mempengaruhi kehiduan

seseorang. Seseorang dengan gangguan harus segera mendapat pengobatan.

Keterlambatan pengobatan dapat

merugikan keluarga,masyarakat dan pasien itu sendiri (Yosep, 2010).

Berdasarkan data World Health

Organisasi (WHO) dalam Yosep (2013), sekitar 450 juta penduduk dunia mengalami gangguan jiwa. Setidaknya satu dari empat penduduk dunia mengalami gangguan mental, dan ini merupakan masalah serius yang dihadapi oleh dunia.

Profil kesehatan Indonesia tahun 2014 menyebutkan, terdapat 1 juta jiwa pasien gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien gangguan jiwa ringan di

Indonesia, jumlah ini meningkat

dibandingkan dengan 2013 yang

mencapai 400 ribu orang (Depkes, 2014) . Jawa tengah termasuk dalam 5 provinsi dengan angka prevelensi tertinggi di Indonesia dengan angka peravelensi mencapai 2.3% (Riskedas 2013). Di wilayah Sukoharjo masih banyak terdapat orang yang mengalami gangguan jiwa. Tercatat kurang lebih 2357 kunjungan pasien gangguan jiwa diseluruh kabupaten sukoharjo (Dinkes kabupaten Sukoharjo,2013) dan pada tahun 2014 kunjungan ini mengalami peningkatan menjadi 3386 (Dinkes kabupaten Sukoharjo, 2014).

Terdapat 152 penderita gangguan jiwa di kecamatan Nguter pada tahun 2013. Pada tahun 2014 terdapat penambahan pasien baru sekitar 51 pasien yang mengalami gangguan jiwa (Dinkes Sukoharjo, 2014)). Menurut

informsai dari beberapa pihak seperti pemu, ketua karang taruna dan, tenaga kesehatan didapatkan bahwa di desa Nguter sendiri masih terdapat sekitar 26 pasien ganguan jiwa pada tahun 2015.

Prevalensi gangguan jiwa berat atau dalam istilah medis disebut psikosis/skizofrenia di daerah pedesaan ternyata lebih tinggi dibanding daerah

perkotaan. Di daerah pedesaan,

proporsi rumah tangga dengan minimal salah satu anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah dipasung mencapai 18,2 persen.

Sementara di daerah perkotaan,

proporsinya hanya mencapai 10,7 persen. Salah satu penyebab terjadinya perbedaan gangguan jiwa antara di daerah pedesaan dan perkotaan adalah tingkat pengetahuan tentang gangguan jiwa (Dinkes, 2013).

Kurangnya pengetahuan tentang gangguan jiwa adalah salah satu penyebab terjadinya gangguan jiwa (Yosep, 2013). Pengetahuan jiwa ini akan berpengaruh tentang hal apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, cara pencegahan dan bagaimana cara mengobati. Maka dari

itu perlu diberikan pengetahuan

gangguan jiwa sejak dini. Lebih baik diberikan pada saat remaja karena pada karena pada masa ini seseorang

mengalami perkembangan kognitif

yang cepat atau dimana sering disebut masa puncak perkembangan kognitif seseorang selain itu juga

pikiran-pikiran baru juga akan sangat

berpengaruh terhadap perkembanga pertumbuhan remaja dan pemberian pengetahuan ini juga berfungsi untuk

membantu perkembangan jiwa

(5)

LANDASAN TEORI A. Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah respon fungsi sosial, pekerjaan dan atau fisik (Townsend, 2005).

Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah sebagai berikut :

1) Ketegangan (tension), rasa putus asa

dan murung, gelisah, cemas,

perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.

2) Gangguan persepsi: merasa

mendengar suatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah, padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi.

3) Gangguan kemauan: memiliki

kemauan yang lemah (abulia) susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.

4) Gangguan emosi: klien merasa

senang, gembira yang berlebihan (waham kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang kaya, titisan Bung karno tetapi di lain waktu ia bisa merasa sangat sedih, menangis, tak

berdaya (depresi) sampai ada

keingin mengakhiri hidupnya. Gangguan psikomotor : Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang berlebihan , berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan apa-apa

yang tidak disuruh atau menentang apa

yang disuruh, diam lama tidak

bergerak atau melakukan gerakan aneh. (Yosep, 2007).

Faktor presipitasi gangguan jiwa adalah setiap stressor yang dialami Individ yaitu biologis, psikologis, lingkungan(Stuart & Laraia, 2005) : (a) Faktor biologis

Faktor biologis sebagai salah

satu pencetus yang dapat

menyebabkan ganngguan adalah penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, hal ini menyebakan terganggunya fungsi otak sebagai pusat pengatur perilaku seseorang (Stuart & Laraia, 2005). (b) Faktor psikologis

Faktor psikologis pencetus

gangguan jiwa meliputi

pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya abuse dalam

keluarga, adanya kegagalan –

kegagalan dalam hidup,

penganiyayan seksual, mengalamai kekerasan. Mereka yang mengalami

kegagalan-kegagalan, dalam

hiudupnya akan mengalami

kecemasan yang ekstrim dan ini dapat memicu terjadinya gangguan jiwa . Penganiayayan seksual ataupun fisik akan cenderung untuk menarik diri dan berdiam diri ini dikarenakan ketakutan akan hal yang sama terjadi pada dirinya (Stuart & Laraia, 2005).

(c) Factor sosial budaya

(6)

pencetus terjadinya gangguan jiwa misalnya : suatu keluarga dengan ekonomi rendah yang tinggal dalam

kelompok lingkungan dengan

ekonomi tinggi akan dikucilkan oleh

kelompok dan ini dapat

mngakibatkan keputus asan pada

seseorang yang nantinya akan

mengakibatkan gangguan jiwa

B. Remaja

Remaja merupakan periode

peralihan dari anak-anak menjadi dewasa diamana terdapat perubahan-perubahan yang terjadi dalam tubuhnya

secara fisik maupun psikologi

(Geldarad, 2011). Menurut Sarwono (2013) remaja adalah mereka yang berusia antara 11-20 tahun. Batasan usia remaja adalah 12-24 tahun.

Menurut Sarwono (2013)Tahapan

remaja terbagi dari 3 periode yaitu:

1. Remaja awal

2. Remaja madya

3. Remaja akhir

C. Pengetahuan

Pengetahuan juga di artikan sebagai

proses tahu yang berasal dari

pengalaman, pembelajaran serta

pemahaman-pemahaman baru yang berasal dari media informasi seperti buku, Koran, iklan, dan sebagainya serta dari budaya yang berada di masyarakat ( Budiman & Agus, 2013).

D. Psikoedukasi

Psikoedukasi adalah sebuah bentuk pendidikan pada seseorang dengan gangguan jiwa yang bertujuan sebagai proses terapy. Tujuan psikoedukasi adalah untuk mengembangkan dan

meningkatkan penerimaan pasien terhadap penyakit yang dialami (Bordbar & Faridhosseini, 2010).

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan metode penelitian pre experimental, dengan desain penelitian Pretest-Posttest One Group Design. Penelitian yang

memberikan perlakuan tanpa

menggunakan kelompok control

dengan memberikan pretest sebelum

dilakukan perlakuan dan diakhiri dengan pemberian post test setelah diberikan perlakuan

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni, pada remaja desa Nguter

Kecamatan Nguter, Kabupaten

Sukoharjo.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini

adalah semua remaja dengan

lingkungan yang memiliki warga yang mengalami gangguan jiwa di wilayah desa Nguter

Dalam penelitian ini peneliti mengambil jumlah sampel 30 orang dikarenakan hanya menggunakan satu kelompok sebagai kelompok perlakuan

C. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang

digunakan adalah nonprobability

(7)

D. Analisis Data

Data yang terkumpul untuk

kemudian dianalisis dengan

menggunakan software pada komputer yang meliputi:

1. Analisis Univariat

Analisis bertujuan untuk

mendeskrifsikan setiap hasil dari penelitian, yaitu variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent) yang menghasilkan distribusi dan persentase dari setiap variabel.

2. Analisis Bivariat

Analisis statistik pada penelitian ini untuk mengetahui perbedaan pada dua metode berpasangan. Sebelum analisis bivariat data harus diuji Normalitas dengan menggunakan Kolmogorov-smirnov, Uji

Normalitas data yang sudah

dilakukan menggunakan

Kolmogorov-smirnov.

Berdasarkan hasil uji Normalitas data, maka analisis data untuk membandingkan nilai Pre-test dan Post-tes Pengetahuan menggunakan paired t test . Dasar

untuk pengambilan kesimpulan

hipotesis berdasarkan pada tingkat signifikan nilai p, yaitu:

a. Iika nilai probabilitas < 0,05, makaHo ditolak.

b. Jika nilai probabilitas > 0,05, maka Ho diterima.

HASIL

A. Karakteristik Responden

Tabel 1. Karakteristik Responden

Berdasarkan table di atas

karakteristik responden dengan

distribusi umur paling banyak adalah remaja dengan usia antara 16 sampai

Distribusi responden menurut tingkat pendidikan pendidikan yang paling banyak adalah remaja dengan

tingkat pendidikan SMA yaitu

sebanyak 15 remaja (50%), remaja

dengan tingkat pendidikan SMP

(8)

B. Analisis Univariat 1. Pengetahuan

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden

Hasil

Pre-test Post-test

Jum

Hasil dari jawaban responden nanti akan dikatagorikan dalam 3 katagori yaitu baik dengan jawaban 76%-100% benar, sedang dengan jawaban 56%-75% benar dan kurang dengan jawaban <55% jawaban benar.

Berdasarkan tabel 4.2 diatas diketahui bahwa tingkat pengetahuan

remaja tentang factor presipitasi

gangguan jiwa pada saaat pre-test sebagian besar pengetahuan buruk, yaitu sekitar 16 responden (53.3%). Responden dengan pengetahuan baik sebanyak 3 responden (10%), dan responden dengan pengetahuan sedang sebanyak 11 responden (36.7%). Hasil post-test tingkat pengetahuan sebagian besar berpengetahuan sedang dengan

jumlah responden 16 responden

(53.3%) untuk kategori baik

mengalami peningkatan yang semula

berjumlah 3 (10%) menjadi 5 (16.7%) responden dan untuk kategori buruk menurun yang semula berjumlah 16 (53.3%) menjadi 9 (30%) responden. Terlihat ada peningkatan rata-rata skor pengetahuan dari 10.93 menjadi 12.67.

C. Analisis Bivariat

1. Uji Paired sampel t-test Tingkat Pengetahuan

Tabel 3. Hasil uji Paired sampel t-test Pengetahuan

Hasil Pre-Paired Sample t-test pre-test dan post-test menunjukan bahwa nilai p-value sebesar 0.000 diambil keputusan H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan rata-rata

pengetahuan tingkat pengetahuan

tentang factor presipitasi.

Berdasarkan hasil penelitian item soal yang mengalami perubahan nilai yang besar adalah soal nomor 19 tentang terpai pada pasien gangguan jiwa yang pada awalnya hanya ada 2 orang yang bisa menjawab setalah diberikan psikoedukasi yang berhasil menjawab sebanyak 15 orang, pada

(9)

psikologis dari faktor presipitasi

ganguan jiwa sebelum diberikan

psikoeduaksi yang berhasil menjawab 8 responden dan setelah diberikan psikoedukasi yang berhasil menjawab sebanyak 17 responden, pada nomor 13 tentang faktor presipitasi ganguuan jiwa sebelum diberikan psikoedukasi yang berhasil menjawab sebanyak 10

responden setelah diberikan

psikoedukasi yang berhasil mejawab sebanyak 16 responden.

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Karakteristik responden

berdasarkan pendidikan menunjukan

bahwa sebagian besar responden

memiliki tingkat pendidikan SMA.

Tingkat pendidikan reponden ini

dipengaruhi karena mayoritas

responden masih berumur sekitar 16-19 tahun serta banyaknya responden yang telah lulus SMA memutuskan untuk langsung bekerja dan tidak melanjutkan untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Karakteristik responden

berdasarkan usia sebagian besar usia responden sebagian besar memiliki usi antara 16-19 tahun. Gerldard(2011) menyatakan bahwa dimana pada saat

remaja seesorang mulai dapat

mengembangkan pemikiranya sendiri.

Wong, Hockenberry, Wilson,

Winkelsten & Schwart (2009)

menyatakan bahwa seseorang pada saat usia remaja sudah dapat berfikir secara sistematis ketika mereka mendapatkan

masalah. Jadi dapat disimpulkan

bahwa pemberian psikoedukasi pada remaja akan mudah diserap oleh remaja karena pada sasat remaja

pemikiran seseorang berkembang

dengan baik.

1. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Faktor Presipitasi Gangguan Jiwa

Berdasarkan hasil dari

penelitian tingkat pengetahuan remaja tentang faktor presipitasi gangguan jiwa sebelum diberikian psikoedukasi mayoritas buruk dan setelah diberikan psikoedukiasi

meningkat menjadi mayoritas

sedang. Tingkat pengetahuan

responden juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden yang mayoritas adalah SMA. Hal ini

sejalan dengan Notoadmojo

(2010) yang mengatakan bahwa

kemampuan seeseorang dalam

memahami suatu informasi

dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan, termasuk pengetahuan tentang kesehatan. Semakin tinggi tingakat pendidikan seeseorang makan akan semakin mudah bagi orang tersebut untuk memahami informasi yang diperoleh. Wawan dan Dewi (2010) menyatakan

pendidikan diperlukan untuk

mendapatkan informasi dimana semakin besar informasi yang diperoleh seseorang maka akan

semakin luas juga tingkat

pengetahuan seseorang tersebut.

2. Perbedaan Tingkat Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Diberikan Psikoedukasi

Berdasarkan hasil penelitian

tentang ada tidaknya perbedaan antara tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan psikoedukasi pada remaja di desa Nguter menggunakan teknik analisis Paired sample t-test dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan. Pada nilai rata-rata

mengalami peningkatan setelah

diberikan psikoedukasi yaitu, pre-test (10.93) meningkat menjadi (12.67) saat post-test maka dapat disimpulkan adanya perbedaan nilai rata-rata tingkat

(10)

psikoedukasi tentang faktor presipitasi gangguan jiwa.

Penelitian ini menggunakan

metode ceramah. Notoatmojo (2003) mengatakan bahwa metode yang baik untuk dengan peserrta lebih dari 15

orang adalah metode ceramah,

kelebihan metode ini mudah

menguasai kelas karena informasi dan

materi secara langsung, mudah

menerangkan bahan ajar. Responden diberikan pret-test sebelum diberikan psikoedukasi, hal ini bertujuan untuk

mengetahui tingkat pengetahuan

remaja sebelum diberikan

psikoedukasi. Psikoedukasi diberikan

dengan materi tentang faktor

presipitsai gangguan jiwa,materi

disampaikan menggunakan power

point. Selanjutnya dilanjutkan dengan proses tanya jawab, pada proses ini antusias resonden tinggi ini ditunjukan dengan banyaknya reponden yang bertanya. Post-test dilakukan setalah 1 minggu diberikan psikoedukasi.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa psikoedkukasi tentang faktor

presipitasi ganguan jiwa dapat

meningkatkan pengetahuan remaja

tentang faktor presipitasi gangguan jiwa. Hal ini sejalan dengan teori Notoadmojo (2003) bahwa pendidikan

kesehatan dapat meningkatkan

pengetahuan kesehatan seseorang. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Eack

(2011) tentang EFFECTS OF SEVERE

MENTAL ILLNESS EDUCATION ON MSW STUDENT ATTITUDES ABOUT

SCHIZOPHRENIA yang

menyimpulkan bahwa peningkatan

pada pengetahuan dan sikap umum

mahasiswa setelah dulakukan

peneliatian, serta sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pickett-Schenk (2008) tentang IMPROVING KNOWLEDGE ABOUT MENTAL ILLNESS THROUGH FAMILY-LED EDUCATION: THE JOURNEY OF HOPE yang menyimpulkan bahwa

keluraga yang diberikan pemberian

pendidikan psiokoedukasi selama

Sembilan bulan mengalami

peningkatang pengetahuan mengatasai masalah dan pemberian pengobatan terhadap kelurga yang mengalami gangguan jiwa.

Tingkat pengetahuan responden dipandang seecara empiris dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, umur dan antusias. Tingkat pendidikan pada responden didominasi oleh tingkat SMA dimana pada tingkat ini remaja sudah mampu menyerap informasi dengan baik. Hal ini sejalan dengan teori Wawan dan Dewi (2010) yang mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka dia akan mudah untuk menerima informasi. Usia yang mendominasi responden adalah usi 15-20 tahun yang mana pada

usia ini remaja mengalami

perkembangan pemikiran secara pesat dan dapat menggunakan logika secara

baik sehingga responden dengan

mudah dapat menerima psikoedukasi secara baik. Responden memiliki antusias yang cukup tinggi dibuktikan dengan adanya beberapa pertanyaan yang diajuka oleh responden kepada peneliti serta ini juga menunjukan

bahwa responden menyimak

psikoedukasi yang diberikan dan dapat

memahami psikoedukasi yang

diberikan oleh peneliti.

Tingkat pengetahuan dipandang secara normative dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang dikatakan Menurut (sulihah,2002) pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, informasi, budaya dan, pengalaman. Pendidikan merupakan sebuah usaha untuk memberikan pengetahuan untuk merubah sikap menjadi lebih baik.

Pada umumnya semakin tinggi

(11)

yang didapat seseorang maka akan

semakin luas pengetahuan yang

dimiliki seseorang. Budaya merupakan

tingkah laku masyarakat dalam

melakukan sebuah kebiasaan yang

memiliki sebuah sikap dan

kepercayaan dapat mempengaruhi dari sikap seseeorang dalam menerima informasi. Pengalam seseorang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang dimana lewat sebuah

pengalaman seseorang dapat belajar sesuatu hal yang baru yang mungkin

hanya bisa diperoleh lewatsuatu

kejadian dan tidak didapatkan dari suatu instansi pendidikan.

3. Keterbatasan penelitian

a. Dalam uji normalitas

seharusnya menggunakan

shapirowilk bukan Kolmogorov smirnov berdasarkan panduan terbaru

b. Penelitian ini hanya

menggunkana 1 kelompok

penelitian sehingga kurang bisa mengetahui pengaruh variabel

penggangu dalam pengaruh

tingkat pengetahuan.

c. Jawaban dari hasil penelitian ini tidak mewakili seluruh Desa Nguter tetapi hanya mewakili satu Dukuh.

d. Pemberian psikoedukasi

diberikan oleh peneliti sendiri bukan oleh tenaga profesional.

KESIMPULAN

1. Tingkat pengetahuan remaja

tentang faktor presipitasi gangguan

jiwa sebelum diberikan

psikoedukasi sebagian besar

adalah buruk.

2. Tingkat pengetahuan remaja

tentang faktor presipitasi gangguan

jiwa setelah diberikan

psikoedukasi sebagian besar

adalah sedang.

3. Terdapat efektifitas psikoedukasi

tehadap tingkat pengetahuan

remaja tentang faktor presipitasi ini dibuktikan dengan adanya

peningkatan jumlah rata-rata

tingkat pengetahuan remaja setelah

diberikan psikoedukasi oleh

peneliti.

SARAN

1. Bagi instansi kesehatan

Lebih meningkatkan

pemantauan, sosialisasi dan

pemberian informasi secara

berkala pada masyarakat atau remaja yang memiliki lingkungan

dengan resiko mengalami

gangguan jiwa dan untuk

meningkatkan pengetahuan

tentang gangguan jiwa instasi

dapat menggunakan metode

psikoedukasi.

2. Bagi masyarakat

Lebih memeperluas informasi

dan wawasan tentang faktor

presipitasi gangguan jiwa

khususnya pada daerah dengan

resiko gangguan jiwa untuk

menggurangi resiko terjadinya gangguan jiwa.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Bordbar, Mohammad. Faridhosseini, Farhad (2010) Psychoeducation for

Bipolar M Disorder. Jurnal:

Clinical, Research, Treatment

Approaches to Affective Disorders.

Eack, Shaun M., Newhill, Christina E.,

Watson, Amy C (2011) EFFECTS

OF SEVERE MENTAL ILLNESS EDUCATION ON MSW STUDENT

ATTITUDES ABOUT

SCHIZOPHRENI. Journal of Social Work Education, 48.3 , 425-438.

DKK Sukoharjo (2013) Profil Kesehatan Kabupaten 2013.

Notoatmojo, S (2003) Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta.

Rineka Cipta.

Pickett-Schenk S.A, Bennett C, Lippincott, R.C, et al: Improving Knowledge About Mental Illness Through Family-Led Education: The Journey of Hope. Psychiatric Services. 51. 49-56.

Riskesdas (2014) Profil Kesehatan Indonesia 2014. beritaJakarta.com. Di unduh pada tanggal 24 maret 2015 jam 19.00 WIB.

Sarwono, S, W (2013) Psikologi Remaja. Jakarta. Rajawali Pers.

Stuart dan Laraia (2005)Buku Saku

Keperawatan Jiwa, Edisi

5.Jakarata.EGC.

Sulihah, dkk (2002) Penyuluhan

Kesehatan.www.Creasoft.Wordpres s.com.22 September 2014.

Sulistyorini, Nopyawati (2013) Hubungan

Pengetahuan Tentang Gangguan Jiwa Terhadap Sikap Masyarakat Kepada Penderita Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Colomadu 1. Skripsi , Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Townsend (2008) Esesential of Psychiatric Mental Health Nursing. Ed.3. Philadelphia : F.A.Davis Company.

Wawan, A dan Dewi, M. (2010).Teori dan Pengukuran Pengetahuan , Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.

Yosep, I (2007) Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

. (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

.(2013) Keperawatan Jiwa.

Gambar

Tabel 2. Distribusi Frekuensi

Referensi

Dokumen terkait

Keempat metode bangun piramida lainnya memiliki daya berkecambah lebih tinggi daripada metode piramida tanpa dinding dan lebih rendah rendah daripada kontrol

interferensi gramatikal bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dalam karangan siswa bermula dari adanya kontak bahasa dan transfer negatif bahasa Jawa ke dalam

serta bagaimana perlindungan yang harus diberikan oleh pemeritah terhadap seseorang yang telah menjadi korban kejahatan. Disini dapat terlihat bahwa korban sebenarnya juga

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test data awal (N=63)

Bab 1 pendahuluan 1.1 Latar belakang 1.2 Masalah. 1.3 Rumusan Masalah Bab

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi bidang MICE di Loji Hotel Solo, strategi penjualan meeting package di Loji Hotel Solo, kendala yang

NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kualitas Makanan Dan Nilai yang dirasakan terhadap Niat Beli

Ukuran papan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2x5x176 cm yang terdiri dari 4 jenis kayu, yaitu kayu Nangka, kayu Afrika, kayu Sengon kayu Randu dan perekat isosianat merk