• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Harga Diri dengan Perilaku Heteroseksual Siswa Kelas X dan XI Jurusan Tata Boga SMK Negeri 1 Salatiga T1 132009002 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Harga Diri dengan Perilaku Heteroseksual Siswa Kelas X dan XI Jurusan Tata Boga SMK Negeri 1 Salatiga T1 132009002 BAB I"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja merupakan masa perubahan dari yang semula anak-anak menuju ke arah kedewasaan. Masa ini juga sering disebut masa peralihan atau masa pencarian jati diri seseorang. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12-13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun (Papalia dan Olds, 2001). Sedangkan menurut Rumini dan Sundari (2004) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untu memasuki masa dewasa. Pada masa ini, remaja mulai akan berhadapan dengan masalah dunia yang mungkin dulu belum mereka hadapi sebelumnya di masa anak-anak. Cinta, persahabatan, konflik, persaingan, dan sebagainya, akan satu persatu menjadi bagian dari masa remaja sebelum akhirnya remaja mengenal dunia dalam menginjak usia dewasa.

(2)

2

remaja sudah terjebak dalam dunia yang busuk (merusak) maka akan sulit bagi remaja untuk keluar dari itu dan akan menimbulkan pembawaan hingga dewasa nanti.

Salah satu hal yang menyimpang yang kerap terjadi yaitu perilaku seks. Beberapa faktor yang mendorong anak remaja usia sekolah SMP dan SMA melakukan hubungan seks di luar nikah diantaranya adalah pengaruh liberalisme atau pergaulan hidup bebas, faktor lingkungan dan faktor keluarga yang mendukung ke arah perilaku tersebut serta pengaruh dari media masa (Shanti Widyarini Sari, 2012).

Aminudin (dalam Fathiyah, 2009) masa remaja menjadi masa transisi individu dari makhluk aseksual menjadi seksual. Kematangan hormonal serta menguatnya karakteristik seksual primer dan sekunder diikuti pula perkembangan emosionalnya. Selama masa peralihan ini diikuti perkembangan secara biologis dari masa anak-anak menuju dewasa dini. Pada masa transisi seperti ini menjadi rawan terhadap meningkatnya aktifitas seksual aktif maupun pasif. Pada masa ini impuls-impuls dorongan seksual (sex drive) mengalami peningkatan dan pada saat tersebut rasa ketertarikan remaja untuk merasakan kenikmatan seksual meningkat.

(3)

3

kompensasi dari dorongan rasa ini terhadap lawan jenis, remaja kurang memiliki kontrol diri yang baik dan terlebih disalurkan melalui kanalisasi yang tidak tepat. Perilaku seksual semacam ini rawan terhadap timbulnya masalah-masalah baru bagi remaja. Banyak ditemukan remaja melakukakan penyaluran dorongan yang tidak sesuai dengan apa yang menjadi norma masyarakat setempat ataupun diwujudkan melalui ekspresi seksual yang kurang sehat. Dorongan ini rawan terhadap munculnya pelecehan seksual.

Penelitian Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia/SKRRI (2007), menemukan perilaku seks bebas bukanlah sesuatu yang aneh dalam kehidupan remaja Indonesia. Kementerian Kesehatan/ Kemenkes (2009) pernah merilis perilaku seks bebas remaja dari penelitian di empat kota yakni Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya. Hasilnya menunjukkan sebanyak 35,9 persen remaja punya teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan sebanyak 6,9 persen responden telah melakukan hubungan seksual pranikah.

Hasil survey Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menemukan bahwa beberapa wilayah di Jawa para remaja melakukan hubungan seks pranikah (okezone.com, 2010), data dapat dilihat pada tabel berikut :

Daerah prosentase

Jabodetabek 51%

Surabaya 54 %

Medan 52%

Bandung 47%

Yogyakarta 37%

(4)

4

Perilaku seksual yang dilakukan remaja dapat berakibat pada munculnya rasa berasalah, depresi dan takut karena telah melanggar norma agama dan norma masyarakat yang tidak membenarkan adanya perilaku seksual. Akibat tersebut sangat kontras dengan harapan yang ada dalam masyarakat terhadap para remaja. Adapun harapan tersebut menurut Schubotz (dalam khafri, 2013) adalah pada usia remaja, individu masih terlibat penuh dalam proses pendidikan (baik sekolah, kuliah atau pendidikan tinggi lainnya), remaja juga masih memiliki kesempatan untuk aktif dalam berbagai macam kegiatan ilmiah, olah raga dan lainnya, yang pada akhirnya akan berguna bagi masa depan remaja. Harapan lainnya adalah remaja harus mampu untuk berpikir lebih kritis dan rasional, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain agar dapat membedakan baik dan buruk suatu perbuatan (Sulaeman, 1995).

Harga diri adalah variabel psikologis yang memegang peranan penting dalam perkembangan sikap dan perilaku remaja. Menurut Santrock (2003), remaja masih dalam situasi peralihan dan krisis dalam menemukan identitas dirinya sehingga perasaan berharga dan bernilai sangatlah dibutuhkan oleh remaja. Coopersmith (1978) mengungkapkan bahwa harga diri mengarah pada evaluasi diri yang dibuat individu yang menyatakan suatu sifat menerima atau menolak dari sejumlah penerimaan, penghargaan dan perhatian yang diterima oleh individu dari lingkungannya.

(5)

5

menahan tekanan untuk conform dan kurang mampu mempersepsi stimulus yang mengancam. Sementara itu, seseorang dengan harga diri tinggi mampu mempertahankan image dari kemampuan dan keunikannya sebagai seorang individu. Remaja yang memiliki Self-esteem tinggi cenderung dapat memfilter dirinya dari pengaruh ngatif yang datang dari dalam dirinya (Fathiyah, 2009).

Beberapa penelitian menggunakan variabel harga diri untuk mengukur ada atau tidaknya hubungan harga diri terhadap perilaku seksual. Dalam penelitian Ribeca (2011) tentang Hubungan Self-esteem dengan perilaku seksual remaja di SMA N 3 Salatiga, dengan hasil sig = 0,334 (p>0,05), yang berarti tidak ada hubungan antara Self-esteem dengan perilaku seksual.

Namun ada penelitian lain yang bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Ribeca, dari hasil penelitian yang dilakukan Ummu (2010), dengan hasil analisis menunjukkan ada hubungan antara tingkat harga diri dengan tingkat perilaku seksual remaja. Hasil perhitungan juga menunjukkan r = - 0,589, p = 0,00, p < 0,05. Taraf signifikan p lebih kecil dari 0.05 maka hipotesis kerja diterima. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara tingkat harga diri dengan tingkat perilaku seksual remaja. Hal tersebut berarti semakin tinggi tingkat harga diri maka akan semakin rendah kecenderungan tingkat perilaku seksual remaja.

(6)

6

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru BK di SMK N 1 Salatiga. Mengungkapkan bahwa permasalahan siswa masing-masing kelas dan jurusan beragam dan berbeda. Tetapi untuk kelas XI Tata Boga yang pernah didapati mengenai perilaku seksual, pernah ada seperti seorang siswa putri yang sering membolos dan ternyata dia membolos dengan pacarnya yang masih sekolah disalah satu SMA swasta, selain itu salah seorang guru pernah menyita hp salah seorang siswa saat pelajaran karena sedang sms, dan isi sms tersebut menjurus keperilaku seksual seperti mencium melalui sms.

Dari keterangan yang diperoleh melalui wawancara yang dilakukan dengan guru BK SMK N 1 Salatiga dan dari perbedaan hasil penelitian sebelumnya, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Harga Diri dengan Perilaku Heteroseksual terhadap Remaja yang akan dilaksanakan di kelas X dan XI Jurusan Tata Boga SMK Negeri 1 Salatiga.

1.2 Rumusan masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

“Apakah adahubungan yang signifikan antara Harga Diri dengan Perilaku

Heteroseksual Siswa kelas X dan XI Jurusan Tata Boga SMK Negeri 1 Salatiga.”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini antara lain yaitu :

“Untuk mengetahui signifikansi hubungan antara Harga Diri dengan

(7)

7 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis:

Bila ditemukan dalam penelitian ini ada hubungan signifikan antara harga

diri dan perilaku heteroseksual maka hasil penelitian sejalan dengan hasil

penelitian Ummu (2010). Sedangkan bila hasilnya tidak berhubungan signifikan

antara harga diri dan perilaku heteroseksual maka hasil penelitian ini sejalan

dengan hasil penelitian Ribeca (2011).

1.4.2 Manfaat Praktis:

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi institusi sekolah terutama guru BK dan UKS (Unit Kesehatan Sekolah), mengenai gambaran persepsi siswanya terhadap perilaku seksual, sehingga pihak institusi dapat menyusun langkah-langkah selanjutnya untuk dapat mengembangkan dan megarahkan persepsi siswa-siswinya terhadap perkembangan perilaku seksual kearah yang lebih baik.

1.5 Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk memudahkan pembaca memahami isi skripsi ini, maka dalam penyusunan skripsi ini menggunakan sistematika dan garis besar isinya yang disajikan sebagai berikut :

(8)

8

Referensi

Dokumen terkait

antara Self-Efficacy dengan Tingkat aspirasi Pekerjaan pada siswa kelas XI SMK Kristen (BM) Salatiga, karena hasil korelasi yang diperoleh 0,01 yang berarti. kurang dari

Adaanya hubungan antara peran guru dengan motivasi belajar siswa kelas XI SMK.. Pelita

Tidak ada hubungan yang signifikan antara eksposur kekerasan di televisi.. dengan jenis perilaku agresif siswa kelas XI SMK N

Ada hubungan yang signifikan antara kesejahteraan guru dengan kinerja. guru BK di SMP Se-kota

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada guru. BK SMP se-kota salatiga serta kesimpulan dari hasil penelitian

Ada hubungan yang signifikan antara harga diri dengan efikasi diri pada siswa kelas X F jurusan penjualan SMK PGRI 2 Salatiga. Artinya Ada hubungan antara harga diri dan efikasi

Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini diharapkan pihak sekolah khususnya Guru BK dapat mengembangkan dan meningkatkan dan mempertahankan efikasi diri siswa

Dari keterangan yang diperoleh melalui wawancara yang dilakukan oleh guru BK SMA Negeri 1 Adipala penulis tertarik untuk melakukan penelitian Hubungan antara