• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802009016 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802009016 Full text"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Perilaku seks bebas menjadi suatu permasalahan yang terus berlangsung yang tidak pernah tuntas dibahas dari masa ke masa. Era globalisasi sekarang ini memungkinkan terjadinya berbagai fenomena perilaku seksual khususnya dikalangan remaja. Berkembangnya teknologi dan beberapa sumber mengungkap fenomena-fenomena kepada khayalak ramai melalui pemberitaan media cetak, media eletronik maupun lewat media online serta faktor penyebab perilaku seks bebas berkembang di Indonesia. Penelitian dibeberapa daerah pada tahun 2005 yang dilakukan oleh PKBI (Paguyuban Keluarga Berencana Indonesia) pusat menunjukkan, dari keseluruhan remaja di Indonesia sekitar 62 juta orang terdapat 15% dari remaja tersebut telah melakukan aktivitas seksual yang melampaui batas bahkan berhubungan seks tanpa menikah terlebih dulu. Aktivitas seksual yang diungkap dalam penelitian ini dimulai dari berciuman bibir, meraba dada hingga petting (menempelkan alat kelamin). Informasi-informasi yang dapat diakses dengan mudah menjadi salah satu sarana pendukung menjamurnya pergaulan perilaku seks bebas yang ikut mendorong terjadinya perubahan tata nilai dimasyarakat dan remaja. Pergaulan bebas ini banyak terjadi kepada para remaja dimana kebanyakan dari remaja menganggap bahwa perilaku seks bebas sudah menjadi trend dilingkungannya, (Yulianto, 2010).

(2)

terbaru mengindikasikan bahwa 35% siswa menengah atas AS aktif secara seksual (dalam Santrock, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Yulianto (2010) di Jakarta menunjukkan penurunan batas usia hubungan seks pertama dikalangan remaja yaitu sekitar usia 18 tahun dan usia termuda 13 tahun sementara hubungan seks pertama pada usia 16 tahun, sebanyak 56,8% pada remaja pria dan 33,3% pada remaja putri di Manado.

Data lain menunjukkan bahwa penelitian Annisa Foundation pada tahun 2006 yang melibatkan siswa SMP dan SMU Cianjur (Jabar), terungkap 42,3% pelajar telah melakukan hubungan seks yang pertama dibangku sekolah. Fenomena lainnya diungkap oleh Yulianto (2010), juga memaparkan suatu fenomena seksual dikalangan remaja yang tidak disangka-sangka, mengungkapkan bahwa Komnas Perlindungan Anak Indonesia belakangan ini mengeluarkan data 62,7% remaja SMP di Indonesia sudah tidak lagi perawan. Hal tersebut dimungkinkan terjadi akibat besarnya rasa keingintahuan remaja SMP terhadap seks. KPAI memperkirakan dengan semakin banyaknya peredaran video mesum seperti sekarang, angka tersebut berpotensi semakin meningkat. Hasil lain dari survei tersebut juga mengungkapkan bahwa 93,7% siswa SMP dan SMA pernah melakukan ciuman, 21,2% remaja SMP mengaku pernah aborsi, dan 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno. Penelitian lainnya menurut Sahabat Remaja (dalam Susanto, 2012) ditemukan seratus orang hamil dari dua ratus remaja putri pelaku seks pranikah (50% dari jumlah sampel) dan sembilan puluh dari seratus remaja hamil itu melakukan aborsi (90%).

(3)

Bentuk-bentuk perilaku ini umumnya bertahap dimulai dari tingkat yang kurang intim sampai dengan hubungan seksual. Beberapa tahap-tahap perilaku seksual remaja adalah berpegangan tangan, memeluk atau dipeluk dibahu, memeluk atau dipeluk dipinggang, ciuman bibir, ciuman bibir sambil berpelukan, meraba atau diraba didaerah erogen (payudara, alat kelamin) dalam keadaan berpakaian, mencium atau dicium didaerah erogen dalam keadaan berpakaian, saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian, meraba atau diraba didaerah erogen tanpa pakaian, mencium atau dicium didaerah erogen tanpa pakaian, saling menempelkan alat kelamin tanpa pakaian, hubungan seksual.

(4)

PKBI, 1999). Selain dampak fisik dan sosial, Faturochman (dalam Mulyana & Purnamasari, 2010) menjelaskan bahwa remaja yang melakukan hubungan seks pranikah mengalami penurunan aspirasi yang dapat menyebabkan menurunnya motivasi untuk belajar sehingga tidak mengherankan bahwa banyak diantara mereka kemudian mengalami penurunan prestasi akademik. Keadaan seperti inilah yang menuntut kita untuk lebih bijak dalam menyikapi pergaulan bebas dikalangan masyarakat khususnya remaja dan bagaimana remaja bersikap serta menyadari dirinya sendiri atas tindakan-tindakan yang sesuai untuk dilakukan dan tidak ataupun untuk menahan dirinya terhadap gairah seks yang mulai dirasakan didalam hubungan berpacaran.

(5)

berciuman, berpelukan hingga melakukan hubungan seksual). Perilaku tersebut dinamakan dengan perilaku seksual, (dalam Mulyana & Purnamasari, 2010).

Remaja dalam memasuki masa peralihan tanpa pengetahuan yang memadai mengenai perilaku seks bebas dapat menjerumuskan mereka kedalam kehidupan seks yang tidak sehat. Perilaku seks bebas cenderung mengarah kepada perilaku seksual pranikah. Salah satunya yang terjadi di provinsi Bali, bahwa terdapat 29% anak muda berusia 20-24 tahun telah aktif seksual. Sementara itu hasil penelitian di Bali yang dilakukan oleh Soetjipto dan Faturochman (1998), menunjukkan bahwa persentase laki-laki dan perempuan di desa dan kota yang telah melakukan hubungan seks sebelum menikah masing-masing adalah 23,6% dan 33,5% (dalam Taufik & Anganthi, 2005). Melakukan hubungan seks sebelum menikah (seks pranikah) merupakan salah satu bentuk perilaku seksual yang dapat muncul sehubungan dengan adanya dorongan seksual dan kebutuhan dalam diri remaja. Dorongan seksual tersebut akan memengaruhi sikap dan perilaku remaja. Apabila pasangan dalam pacaran itu sama-sama memiliki dorongan kearah perilaku seks, maka kemungkinan terjadinya hubungan seks sebelum nikah akan mudah terjadi. Dorongan seks belum tentu bisa terealisir tanpa ada kesempatan untuk mewujudkannya (Faturochman, 1992).

(6)

orientasi lokal dan nasional ke orientasi global. Keterbukaan masyarakat Bali menjadi semakin intensif dengan ikut teradopsinya berbagai budaya baru. Perubahan budaya agraris ke budaya iptek tidak selalu membawa hasil yang memuaskan. Seperti yang terjadi di Bali sekarang ini, berbagai masalah timbul sebagai akibat dari perubahan budaya tersebut. Sebagian dari masyarakat Bali telah berubah dari masyarakat tradisonal menjadi masyarakat modern. Perubahan masyarakat ini ditandai dengan pula oleh perubahan bentuk solidaritas mekanik ke solidaritas organik, artinya sifat-sifat kebersamaan cenderung memudar dan mulai muncul sifat individualis. Ciri perubahan ini adalah merosotnya peran sosial agama dan adat dalam mempengaruhi aspek kehidupan yang lainnya, menurut Laksmiwati (2003).

(7)

Pranata sosial dalam masyarakat mempunyai arti yang sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat yang bersangkutan, pranata menunjuk pada sistem norma yang ada. Pranata sosial sebagai wadah nilai dan norma yang dianut masyarakat dengan satu tujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keteraturan sosial sehingga tercapai keseimbangan sosial dan mengarahkan masyarakat untuk melakukan kegiatan yang sesuai dengan aturan atau norma dalam pranata sosial, (Kuyoto, 2004). Menurut Soekanto (dalam Kuyoto, 2004), pranata sosial adalah himpunan norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat, sedangkan Koentjaraningrat (dalam Setiadi & Kolip, 2011), pranata sosial adalah sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.

(8)

telah semakin permisif terhadap hubungan seks pranikah. Kalau masyarakat semakin permisif terhadap perilaku seks pranikah, sementara keterlibatan lembaga adat semakin melemah, maka kemungkinan masyarakat juga akan permisif terhadap aborsi, sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah bawaan yang disebabkan oleh perilaku seks pranikah. Angka yang menunjukkan remaja yang melakukan aborsi di Bali relatif tinggi, Tjitarsa (dalam Laksmiwati, 2003). Dalam hal ini Bali dan juga masyarakatnya sudah banyak mengalami perubahan, dimana pembangunan Bali yang semakin cepat dengan industri pariwisatanya sehingga banyak bermunculan tempat-tempat hiburan yang bisa menjadi salah satu faktor perilaku seks bebas, (Laksmiwati, 2003).

Menurut Wijaningsih (2004), perubahan inilah yang terus terjadi sebagai bentuk dari adaptasi terhadap perkembangan jaman yang dipengaruhi oleh penemuan-penemuan baru serta penyebaran kebudayaan ataupun perluasan dari “cultural base” (kemajuan

dalam transport dan media). Perubahan sosial adalah sebuah perubahan yang terjadi pada masyarakat baik menyangkut perubahan yang lambat (evolusioner) maupun perubahan yang bersifat cepat (revolusioner). Pendapat lain menurut Soemardjan (dalam Setiadi & Kolip, 2011) perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai, sikap dan pola peri kelakuan diantara kelompok dalam masyarakat, sedangkan menurut Garth dan Mills (dalam Setiadi & Kolip, 2011) perubahan sosial adalah apapun yang terjadi (kemunculan, perkembangan dan kemunduran) dalam kurun waktu tertentu terhadap peran, lembaga atau tatanan yang meliputi struktur sosial.

(9)

nilai-nilai dari kehidupan masyarakat. Salah satu hal yang dapat mengubah perilaku seseorang adalah lingkungan sosial budayanya. Masyarakat khususnya remaja akan mengikuti perubahan yang terjadi seperti hubungan interpersonal, (Yusuf, 2002). Seperti dalam hal berpacaran di kalangan remaja yang semakin permisif dengan perilaku seks bebas. Perilaku demikian merupakan salah satu cara remaja untuk menampilkan dirinya di kelompoknya. Hal ini tidak terlepas dari pencarian identitas baru sebagai seorang remaja. Tahap ini, seseorang berusaha untuk menentukan apa yang unik dari diri mereka, menemukan siapa dirinya, kekuatan mereka dan peran yang sesuai dengan hidup mereka. Pembentukan konsep diri tidak terlepas dari kehidupan remaja. Konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang memengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari, (Agustiani, 2009).

Penelitian tentang perilaku seksual remaja telah difokuskan pada perilaku

pengambilan risiko seksual dalam upaya untuk mengurangi kehamilan yang tidak

(10)

O’Sullivan, mengungkapkan (dalam Hucker, Mussap & Mccabe, 2010) remaja dengan

self-efficacy tinggi lebih sering menggunakan kondom.

Adanya sikap permisif terhadap seks dan rendahnya self-efficacy untuk menolak seks menjadi awal perilaku seksual dikalangan remaja, serta pengaruh kelompok dan teman sebaya, kurangnya kontrol dan peran orangtua sehingga aktivitas seksual menjadi lebih bebas, (Purnima, Zimmerman, Noar, & Dumenci, 2013). Self-efficacy, keyakinan inidividu tentang kemampuan untuk melakukan perilaku dalam situasi tertentu ikut serta berperan dalam tindakan seorang remaja dalam berperilaku, dengan asumsi bahwa kepercayaan seorang remaja dalam kemampuannya untuk mengelola hubungan seksual yang berisiko dan menolak seks yang tidak diinginkan. Setiap remaja, bagaimanapun, harus diberdayakan untuk melawan situasi seksual yang tidak diinginkan yang berpotensi mengalami seksual berisiko (Rostosky, et.al 2008)

Jadi peranan konsep diri terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja, dikarenakan konsep diri merupakan Internal Frame Of Reference, yaitu merupakan acuan bagi tingkah laku dan cara penyesuaian bagi remaja. Remaja yang memiliki konsep diri positif akan menghasilkan perilaku yang positif terhadap dirinya. Sebaliknya remaja yang memiliki konsep diri negatif cenderung menunjukkan perilaku yang negatif pula, (Wahyuningsih, 2008).

(11)

Perilaku Seksual Pranikah

Perilaku seksual menurut Soetjiningsih (2008), perilaku seksual pranikah remaja adalah segala tingkah laku seksual yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya, yang dilakukan oleh remaja sebelum mereka menikah.

Tahapan Perilaku Seksual Pranikah

Soetjiningsih (2008), tahapan perilaku seksual pranikah remaja yaitu: 1. Berpegangan tangan

2. Memeluk/dipeluk dibahu 3. Memeluk/dipeluk dipinggang 4. Ciuman bibir

5. Ciuman bibir sambil pelukan

6. Meraba/diraba daerah erogen (payudara, alat kelamin) dalam keadaan berpakaian

7. Mencium/dicium daerah erogen dalam keadaan berpakaian 8. Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian 9. Meraba/diraba daerah erogen dalam keadaan tanpa berpakaian 10.Mencium/dicium didaerah erogen dalam kedaan tanpa berpakaian 11.Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa berpakaian 12.Hubungan seksual

Faktor-Faktor Perilaku Seksual Pranikah

(12)

Konsep Diri

Konsep diri menurut Fitts (dalam Agustiani, 2009) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Dimensi-Dimensi Konsep Diri

Fitts (dalam Agustiani, 2009) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi internal meliputi, diri identitas (identity self), diri pelaku (behavioral self) dan diri penerimaan (judging self). Dimensi eksternal yaitu, diri fisik (physical self), diri etik-moral (moral-ethical self), diri pribadi (personal self), diri keluarga (family self), dan diri sosial (social self).

Hubungan Konsep Diri dengan Perilaku Seksual Pranikah

Perkembangan dimasa remaja diwarnai oleh interaksi antara faktor-faktor genetik, biologis, lingkungan dan sosial. Remaja dihadapkan pada perubahan biologis, pengalaman-pengalaman baru serta tugas perkembangan baru. Pada masa ini remaja mengalami masa pacaran maupun eksplorasi seksual dan kemungkinan melakukan hubungan seksual. Remaja yang hidup dijaman sekarang dihadapkan pada berbagai pilihan gaya hidup yang ditawarkan melalui media dan kini banyak remaja yang tergoda untuk menggunakan obat terlarang dan melakukan aktivitas seksual di usia yang sangat dini, (Santrock, 2012).

(13)

permisif terhadap aktivitas seksual, (Santrock, 2012). Sikap permisif terhadap perilaku seksual lebih ditunjukkan oleh remaja pria, akan tetapi apabila pasangan dalam berpacaran sama-sama memiliki dorongan ke arah perilaku seks, maka kemungkinan terjadinya hubungan seks sebelum menikah akan mudah terjadi, (Faturochman, 1992). Sikap permisif terhadap seks dan rendahnya self-efficacy untuk menolak seks menjadi awal perilaku seksual dikalangan remaja, serta pengaruh kelompok dan teman sebaya, kurangnya kontrol dan peran orangtua sehingga aktivitas seksual menjadi lebih bebas, (Purnima, et.al, 2013).

(14)

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian yang akan diuji adalah “ada hubungan negatif antara

konsep diri dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di Kuta-Bali”.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain korelasional antara konsep diri dengan perilaku seksual pranikah.

Partisipan

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, berdasarkan karakteristik tertentu, yaitu remaja berusia 15-20 tahun yang belum menikah, bertempat tinggal di Provinsi Bali, Kuta-Kab.Badung, dan remaja dengan predikat clubbers. Sampel berjumlah 48 subjek. Pengambilan sampel dilakukan di Kuta-Bali.

Instrumen

Penelitian ini menggunakan dua alat ukur berupa skala konsep diri dan skala perilaku seksual pranikah. Skala konsep diri mengacu pada dimensi konsep diri menurut Fitts (dalam Agustiani, 2009). Skala konsep diri disusun oleh Jamaludin, Ahmad, Yusof dan Abdullah (dalam European Journal of Social Science, 2009), jumlah item pada skala konsep diri berjumlah 90 item dan sudah dimodifikasi, seperti, “saya tidak terlalu tinggi tetapi tidak terlalu pendek, saya kurang baik dalam bermain maupun dalam

(15)

pernyataan mendukung dan tidak mendukung atau favorable dan unfavorable. Favorable mempunyai skor dari 4-1, sedangkan skor untuk unfavorable dari 1-4.Sangat Sesuai (SS) 4, Sesuai (S) 3, Tidak Sesuai (TS) 2 dan Sangat Tidak Sesuai (STS) 1, sebaliknya pernyataan yang tidak mendukung (unfavorable) mempunyai skor Sangat Sesuai (SS) 1, Sesuai (S) 2, Tidak Sesuai (TS) 3 dan Sangat Tidak Sesuai (STS) 4. Setelah pengujian, jumlah item yang baik pada skala konsep diri berjumlah 52 item, uji reliabilitas skala konsep diri sebesar 0,936 dengan analisis daya diskriminasi mencapai sama atau lebih besar dari 0,30.

Skala perilaku seksual pranikah mengacu kepada tahapan-tahapan perilaku seksual pranikah yang disusun oleh Soetjiningsih (2008) sebanyak 12 item, seperti “berpegangan tangan, memeluk/dipeluk dibahu”. Perilaku seksual pranikah diukur dengan

menggunakan skala Guttman, dengan dua pilihan jawaban, iya dengan skor 1 dan tidak dengan skor 0. Uji reliabilitas skala perilaku seksual pranikah sebesar 0,938 dengan analisis daya diskriminasi mencapai sama atau lebih besar dari 0,30.

Prosedur Pengambilan Data

(16)

Grage and Bar sebanyak 13 orang dan sebanyak 3 angket diisi dan langsung dikembalikan kepada peneliti. Pada hari Rabu, 11 Juni 2014 peneliti bertemu subjek disalah satu tempat dugem Sky Garden dan mendapat subjek sebanyak 16 orang dan saat itu juga angket diisi dan dikembalikan lagi kepada peneliti, terakhir pada hari Jumat, 13 Juni 2014 ditempat dugem M Bar Go sebanyak 21 orang. Total angket yang kembali sebanyak 48 angket. Dalam pemilihan subjek, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian diolah dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 17.0 for windows.

Teknik Analisis Data

Untuk menguji hubungan antara dua variabel, maka penelitian ini menggunakan teknik korelasi Spearman, karena uji asumsi untuk normalitas pada skala perilaku seksual pranikah diperoleh nilai signifikasi sebesar p = 0,000 (p<0,05), yang berarti distribusi data tidak normal.

HASIL PENELITIAN Uji Asumsi

(17)

program SPSS 17.0 menggunakan Test for Linearity. Berdasarkan hasil pengujian linearitas diperoleh F beda sebesar 2,022 dengan signifikasi sebesar 0,075 (p>0,05). Jadi data antara skala konsep diri dengan skala perilaku seksual pranikah adalah linier.

Hasil Analisis Deskriptif Konsep Diri

No Kategori Interval Frekuensi Persentase (%) Mean SD

1 Sangat Tinggi 169 < x ≤ 208 18 37,5%

163,06 14,38

2 Tinggi 130 < x ≤ 169 30 62,5%

3 Rendah 91 < x ≤ 130 0 0%

4 Sangat Rendah 52 < x ≤ 91 0 0%

Berdasarkan data diatas, dari 48 subjek diperoleh hasil dengan kategori sangat tinggi (37,5%), tinggi (62,5%), rendah dan sangat rendah (0%), dengan mean sebesar 163,06 dengan standar deviasi 14,38. Maka dari hasil tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri pada remaja di Kuta-Bali tergolong tinggi.

Perilaku Seksual Pranikah

No Kategori Interval Frekuensi Persentase (%) Mean SD

1 Sangat Tinggi 9 < x ≤ 12 23 48% 7,75 4,39

2 Tinggi 6 < x ≤ 9 2 4%

3 Rendah 3 < x ≤ 6 13 27%

(18)

Berdasarkan data diatas, dari 48 subjek diperoleh hasil dengan kategori sangat tinggi (48%), tinggi (4%), rendah (27%) dan sangat rendah (21%), dengan mean sebesar 7,75 dan standar deviasi sebesar 4,39. Dari data diatas menunjukkan bahwa secara umum tingkat perilaku seksual pranikah pada remaja di Kuta-Bali sangat beragam, akan tetapi masih tergolong sangat tinggi mencapai 48%.

Hasil Uji Korelasi

Hasil uji korelasi dihitung menggunakan Spearman dengan bantuan SPSS 17.0. Correlations

KonsepDiri

PerilakuSeksual

Pranikah

Spearman's rho KonsepDiri Correlation Coefficient 1.000 -.202

Sig. (1-tailed) . .084

N 48 48

PerilakuSeksualPranikah Correlation Coefficient -.202 1.000

Sig. (1-tailed) .084 .

N 48 48

(19)

kontribusi sebesar 90,25%. Dari hasil tersebut dimensi sosial memberikan kontribusi paling besar pada penelitian ini.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data hasil uji korelasi antara skala konsep diri dengan skala perilaku seksual pranikah sebesar r -0,202 dengan signifikasi 0,084 (p>0,05), menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan diantara kedua variabel. Terdapat korelasi negatif antara konsep diri dengan perilaku seksual pranikah. Sehingga semakin rendah konsep diri maka kecenderungan seks pranikah semakin tinggi. Artinya, hasil penelitian tidak sesuai dengan teori-teori yang dikemukakan oleh Burns, (1993), bahwa konsep diri disusun dari unsur-unsur seperti persepsi dari karakteristik dan kemampuan seseorang, hal-hal yang dipersepsikan dan konsep-konsep tentang diri yang ada hubungannya dengan orang lain, lingkungan, kualitas nilai yang dipersepsikan, dihubungankan dengan pengalaman, obyek-obyek, tujuan-tujuan dan ide-ide yang dipersepsikan sebagai nilai positif atau nilai negatif.

(20)

kepercayaan diri yang rendah memungkinkan untuk melakukan hubungan seksual pranikah.

Menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2007), remaja yang mempunyai konsep diri tinggi, cenderung akan mempunyai konsep diri yang positif yang ditandai dengan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat dan mampu memperbaiki diri karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha merubah, akan tetapi dari hasil penelitian ini tinggi rendahnya konsep diri seseorang tidak terlalu memengaruhi sikap seseorang terhadap perilaku seksual pranikah. Artinya seorang remaja dengan konsep diri yang tinggi memungkinkan untuk berperilaku demikian, sebaliknya seseorang dengan konsep diri rendah mempunyai kemungkinan untuk tidak berperilaku seperti itu.

(21)

bungalow sebagai sarana untuk mempermudah para remaja berhubungan seks. Remaja adalah salah satu konsumen yang menikmati bisnis seks ini, serta cara cepat untuk mendapatkan penghasilan (uang).

Hal ini menunjukkan bahwa perilaku seksual pranikah terhadap para remaja sudah semakin permisif, secara tidak langsung hal ini memengaruhi konsep diri para remaja di Bali, bahwa tidak selamanya remaja dengan konsep diri tinggi memiliki pola pikir atau perilaku yang sesuai, dan juga sebaliknya karena pengaruh di dalam kehidupan masyarakat Bali lebih kuat dan selalu berkembang. Terjadi atau tidak terjadi perilaku seks pranikah sangat tergantung pada wawasan mereka tentang perilaku tersebut. Remaja mampu mempunyai wawasan dan kepribadian yang mantap sangat dipengaruhi oleh pola asuh atau cara pendidikan yang diterapkan dalam keluarga. Anak yang dididik dengan cara yang baik akan melahirkan remaja dengan moral yang baik pula, (dalam Laksmiwati, 2003).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di Kuta-Bali.

2. Konsep diri pada remaja di Kuta-Bali tergolong tinggi (62,5%) dengan mean sebesar 163,06.

3. Tingkat perilaku seksual pranikah pada remaja di Kuta-Bali tergolong sangat tinggi (48%) dengan mean sebesar 7,75.

(22)

moral-etik memberikan kontribusi sebesar 1,58%, dimensi pribadi memberikan kontribusi sebesar 4,20%, dimensi keluarga memberikan kontribusi sebesar 40,96% dan dimensi sosial memberikan kontribusi sebesar 90,25%. Dari hasil tersebut dimensi sosial memberikan kontribusi paling besar pada penelitian ini.

SARAN 1. Keluarga

Keluarga wajib memberikan pendidikan seks dini dan mengontrol kepada para anak-anaknya dengan cara dan kebutuhan yang disesuaikan dengan umur anak sehingga anak tidak buta pada saat ia sudah mulai mengenal dan merasakan gairah/nafsu seks, karena pendidikan pertama yang didapat oleh seorang anak adalah dari keluarganya sendiri dan juga tidak terlalu mentabukan hal-hal yang berkaitan dengan seks itu sendiri.

2. Lembaga Pendidikan

(23)

memahami mengenai pendidikan seks itu sendiri. Karena dilingkungan lembaga pendidikan juga yang menjadi latar belakang mereka nantinya.

3. Media (cetak, elektronik, massa)

Diharapkan peran media menjadi salah satu penyambung informasi yang baik dan akurat didalam menyampaikan atau menulis informasi kepada masyarakat. Karena peran media baik cetak, elektronik maupun massa dapat dengan mudah diperoleh, dilihat, dibaca dan diakses oleh berbagai kalangan, tidak terkecuali hal-hal mengenai seks (situs video porno, gambar-gambar porno, majalah dewasa, cyber sex) berbagai hal dapat kita lihat dan menirukannya. Untuk itu media juga harus menghentikan segala informasi yang bersifat tidak baik, saling membantu untuk memberikan informasi yang jelas, baik dan akurat terkhusus hal-hal yang berkaitan dengan masalah seks.

4. Lingkungan sosial/masyarakat

Peran masyarakat harus dapat saling menjaga dan membantu para remaja didalam tumbuh kembangnya. Lingkungan masyarakat yang terjalin dengan baik juga membantu para remaja untuk membentuk diri mereka dengan baik, mental, pola pikir, sikap dan perilaku akan terlihat juga darimana ia tinggal, bersosialisasi, sebaliknya jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung, maka tidak akan terbentuk remaja-remaja dengan kualitas yang baik.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, H. (2009). Psikologi perkembangan pendekatan ekologi kaitannya dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung: Refika Aditama.

Anukasanti, Y. (2010). Hubungan antara konsep diri dengan perilaku pelecehan seksual pelajar SMU Virgo Fidelis Bawen. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Arikunto, S. (1998). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2011). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baron, A.R. & Byrne, D. (2003). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga.

Bhakti, K.A. (2010). Hubungan antara tingkat religiusitas dengan perilaku seks bebas pada remaja tengah di lokalisasi Bawen. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Burns, R.B. (1993). Konsep diri teori, pengukuran, perkembangan dan perilaku. Jakarta: Arcan.

Chaplin, J.P. (2009). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Darmasih, R. (2009). Faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja di Surakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah.

Faturochman. (1992). Sikap dan perilaku seksual remaja di Bali. Jurnal Psikologi, 1, 1-12.

Febriana, F. (2009). Perbedaan konsep diri remaja awal ditinjau dari status sosial ekonomi keluarga. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Feist, J & Feist, G.J. (2010). Teori kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.

Feriyani, B & Fitri, A.R. (2014). Perilaku seksual pranikah ditinjau dari intensitas cinta dan sikap terhadap pornografi pada dewasa awal. Jurnal Psikologi, 2, 119-152. Gunarsa, S.D & Gunarsa, J.S.D. (1983). Psikologi perkembangan anak dan remaja.

(25)

Gunarsa, S.D & Gunarsa, J.S.D. (1980). Psikologi remaja. Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia.

Helm, H.W., Mcbride, D.C., Knox, D., & Zusman, M. (2009). The influence of a conservative religion on premarital sexual behavior of University student. North American Journal of Psychology, 11, 231-245.

Hucker, A., Mussap, A.J., & Mccabe, M.M. (2010). Self-concept clarity and women’s sexual well-being. The Canadian Journal of Human Sexuality, 19, 67-77.

Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Jamaludin, Ahmad, Yusof, R., & Abdullah, S.K. (2009). The reliability and validity of Tennessee self concept scale (tscs) instrument on residents of drug rehabilitation centre. European Journal of Social Science, 10, 349-363.

Khirade, S. K. (2012). A study of self concepts of the adolescents. Indian Streams Research Journal, 2, 1-6.

Kuyoto S. (2004). Sosiologi SMA Kelas 2. Jakarta: PT Grasindo.

Laksmiwati, I.A.A. (2003). Transformasi sosial dan perilaku reproduksi remaja. Jurnal Studi Jender Srikandi, 3 (1).

Mappiare, A. Psikologi remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R. (1999). Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Mulyana, H.R.D & Purnamasari, S.E. (2010). Hubungan antara harga diri dengan sikap

terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja dari keluarga broken home. Jurnal Psycho Idea, 8, 41-53.

Munawaroh, F. (2012). Konsep diri, intensitas komunikasi orang tua-anak, dan kecenderungan perilaku seks pranikah. Jurnal Psikologi Indonesia, 1, 105-113. Nadia, A. (2010). The relationship between self-concept and satisfaction with life

among adolescents. The International Journal of Interdisciplinary Social Sciences, 5, 81-92.

Olapegba, P.O., Idemudia, E.S., & Onuoha, U.C. (2013). Gender differences in responsible sexual behavior of-in school adolescents. Gender and Behavior, 11, 5316-5322.

(26)

Rakhmat, J. (2007). Psikologi komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Riduwan. (2007). Skala pengukuran variabel-variabel penelitian. Bandung: Alfabeta. Rotosky, S.S., Dekhtyar, O., Cupp, P.K., & Anderman, E.M. (2008). Sexual

self-concept and sexual self-efficacy in adolescents: a possible clue to promoting sexual health? Journal of Sex Research, 45, 277-286.

Santrock, J.W. (2012). Perkembangan masa hidup. Jakarta: Erlangga. ---. (2007). Perkembangan anak jilid dua. Jakarta: Erlangga. Sarwono, W.S. (2000). Psikologi remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. ---. (2006). Psikologi remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.. ---. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

---. (2011). Psikologi remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Setiadi, E.M & Kolip, U. (2011). Pengantar sosiologi pemahaman fakta dan gejala permasalahan sosial: teori,aplikasi, dan pemecahannya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Soejoeti, S.Z. (2001). Perilaku seks di kalangan remaja dan permasalahannya. Artikel Media Litbang Kesehatan, 11, 30-35.

Soetjiningsih, C.H. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja. Disertasi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Sugiyono. (2011). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

Susanto, A.S. (1977). Pengantar sosiologi dan perubahan sosial. Bandung: Binacipta. Susanto. (2012). Hubungan antara sikap terhadap media pornografi dengan perilaku

seksual pranikah pada remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.

Susilowati, M.D. (2008). Hubungan antara sikap terhadap masalah kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual pranikah pada mahasiswa di Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata. Taufik & Anganthi, N. R. N. (2005). Seksualitas remaja: perbedaan seksualitas antara

(27)

Wahyuningsih, R. (2008). Hubungan antara konsep diri dan kontrol diri dengan perilaku seksual pranikah pada siswa kelas xi SMA Negri 1 Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri.

Wijaningsih, D. (2004). Perubahan sosial dan hukum. Jurnal Hukum, 14 (1).

Yulianto. (2010). Gambaran sikap siswa SMP terhadap perilaku seksual pranikah (penelitian dilakukan di SMP 159 Jakarta). Jurnal Psikologi, 8, 46-58.

Referensi

Dokumen terkait

Siswa remaja yang memiliki konsep diri positif menampilkan prestasi yang baik di sekolah atau siswa remaja yang berprestasi tinggi di sekolah memiliki penilaian diri yang

[r]

Capaian IPM Kabu- paten Sumedang tahun 2012 sebesar 72,95, shortfall sebesar 1,02 dan masuk kategori menengah atas.. Hal ini tidak terlepas dari upaya pemerintah daerah

[r]

Pasien Hipertensi Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.. Deskripsi Karakteristik Penderita, Lama Dirawat

[r]

Kemudian, menyatakan ketentuan Pasal 38 juncto Pasal 55 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi atau Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Penelitian ini bertujuan merancang bangun algoritma penilaian fertilitas sel sperma sapi PO secara kuantitatif menggunakan model JST kepala sperma sapi ideal berdasarkan empat