• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMK TAMANSISWA SUKADAMAI KABUPATEN ASAHAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMK TAMANSISWA SUKADAMAI KABUPATEN ASAHAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMK TAMANSISWA SUKADAMAI

KABUPATEN ASAHAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

MUSTIKA FITRI LARASATI SIBUEA NIM : 8136171036

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI

MATEMATIS SISWA SMK TAMANSISWA SUKADAMAI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

MUSTIKA FITRI LARASATI SIBUEA. Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa SMK Tamansiswa Sukadamai Kabupaten Asahan Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) peningkatan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa, (2) interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Tamansiswa Sukadamai Kabupaten Asahan. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini terdiri dari seluruh siswa SMK Tamansiswa Sukadamai, sedangkan sampelnya terdiri dari 32 siswa pada kelas X Akuntansi sebagai kelas eksperimen dan 30 siswa pada kelas X RPL sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan melalui teknik purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan komunikasi matematis dan angket disposisi matematis siswa. Pengujian hipotesis statistik dalam penelitian ini menggunakan uji ANAVA dua jalur pada program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) peningkatan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Hasil rerata peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang diberi pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa masing-masing sebesar 0,52 dan 0,45, dan rerata peningkatan disposisi matematis siswa masing-masing sebesar 0,443 dan 0,417. (2) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan disposisi matematis siswa.

(7)

ii ABSTRACT

MUSTIKA FITRI LARASATI SIBUEA. Improvement of The Student’s Mathematical Communication Ability and Disposition of SMK Tamansiswa Sukadamai Kabupaten Asahan Through Problem-Based Learning Model. A Thesis. Medan : Post Graduate Program. University Of Medan, 2015.

This research aims to determine: (1) the improvement of mathematical communication ability and disposition of students who received problem-based learning and conventional learning, (2) the interaction between learning model and prior knowledge of mathematics to improve mathematical communication ability and mathematical disposition. This research was conducted in SMK Tamansiswa Sukadamai Kabupaten Asahan. The type of this research was quasi-experiment. The population in this research was all of student of SMK Tamansiswa Sukadamai while the sample was 32 students in X Ak class as an experiment class and 30 students in X RPL class as a control class. The sampling was done through purposive sampling technique. The research instrument which used were a test of mathematical communication ability and questionnaire of student mathematical disposition. The statistical hypothesis testing in this research used two way ANOVA in the SPSS programme. The results showed that (1) the improvement of mathematical communication ability and disposition of students who received problem-based learning was higher than the improvement of mathematical communication ability and disposition of students who received conventional learning. The average of mathematical communication ability improvement who received problem-based learning and conventional learning respectively 0.52 and 0.45, and the average of student mathematical disposition improvement respectively 0.443 and 0.417. (2) There was no interaction between learning model and prior knowledge of mathematical communication ability and student mathematical disposition.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Pertama sekali penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah

SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan

tesis ini. Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi persyaratan dalam

memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan

Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED) dengan

judul : “Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis

Siswa SMK Tamansiswa Sukadamai Kabupaten Asahan Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah.”

Sejak mulai persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis

mendapatkan semangat, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak dan pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih, antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Asmin, M.Pd sebagai pembimbing I yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd sebagai pembimbing II sekaligus

sebagai Ketua Prodi Pendidikan Matematika Program Pascasarja UNIMED

yang telah mengarahkan peneliti dalam penyempurnaan penulisan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Narasumber sekaligus Sekretaris

Program Studi Pendidikan Matematika yang setiap saat memberikan

kemudahan, arahan, saran dan nasehat yang sangat berharga bagi penulis.

4. Bapak Dr. Deny Setiawan, M.Si dan Ibu Dr. Ani Minarni, M.Si selaku

Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan

dalam penyempurnaan tesis ini.

5. Direktur, Asisten I dan II beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang

telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

6. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana

UNIMED yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tidak berhingga

kepada penulis sejak awal perkuliahan sampai penyelesaian penulisan tesis

(9)

iv

7. Kepada Ayahanda Sanusi Sibuea, M.Si, Ibunda Romiyah, S.Pd, dan Suami

Tercinta Muhammad Ardiansyah Sembiring, M.Kom penulis ucapkan terima

kasih yang tak terhingga yang telah memberikan dorongan, motivasi dan

nasehatnya yang menyejukkan hati serta cinta kasihnya sehingga penulis

dapat menyelesaikan tesis ini.

8. Serta teman-teman mahasiswa kelas A-3 reguler terkhusus Irma Sari Daulay,

M.Pd dan Siti Aminah Nababan beserta semua pihak yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan tugas ini yang tidak dapat disebutkan satu per

satu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab

itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang sifatnya

membangun dari pembaca sekalian demi kesempurnaan dalam

penulisan-penulisan selanjutnya.

Medan, Juni 2015

(10)

v

1.7 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 17

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis ... 20

2.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 20

2.1.2 Disposisi Matematis ... 27

2.1.3 Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ... 31

2.1.4 Pembelajaran Biasa ... 37

2.1.5 Perbedaan Pedagogik antara Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa ... 41

2.1.6 Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Berbasis Masalah... 43

2.1.7 Kemampuan Awal Matematika ... 46

2.1.8 Hasil Penelitian yang Relevan ... 48

2.2 Kerangka Konseptual ... 50

2.3 Hipotesis Penelitian ... 56

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 57

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian... 57

3.3 Desain Penelitian ... 59

3.4 Instrumen Penelitian ... 61

3.5 Uji Coba Instrumen ... 70

3.6 Prosedur Penelitian ... 78

(11)

vi BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 88

4.1.1 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ... 89

4.1.2 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian....91

4.1.3 Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 94

4.1.4 Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 98

4.1.5 Disposisi Matematika Siswa... 103

4.1.6 Analsis Data... 108

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ...125

4.2.1 Faktor Pembelajaran ...125

4.2.2 Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 128

4.2.3 Interaksi Antara Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 130

4.2.4 Angket Disposisi Matematis Siswa ... 132

4.2.5 Interaksi Antara Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap Peningkatan Kemampuan Disposisi Matematis Siswa... 133

4.2.6 Keterbatasan Penelitian ... 135

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 137

5.2 Implikasi ... 139

5.3 Saran ... 140

(12)

v

DAFTAR TABEL

Tabel

1.1 Persentase Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Komunikasi ... 6

1.2 Persentase Hasil Disposisi Matematis Siswa ... 7

2.1 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 35

2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Biasa ... 40

2.3 Perbedaan Pedagogik Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa ... 41

3.1 Rancangan Penelitian ... 60

3.2 Tabel Weiner Keterkaitan Antara Variabel Bebas, Variabel Terikat dan Variabel Kontrol ... 61

3.3 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Siswa Berdasarkan KAM ... 64

3.4 Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 65

3.5 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 66

3.6 Kisi-kisi Angket Disposisi Matematis Siswa ... 67

3.7 Skor Alternatif Jawaban Angket Disposisi Matematis Siswa ... 68

3.8 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 70

3.9 Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 71

3.10 Hasil Kesimpulan Dari Validasi Angket Disposisi Matematis Siswa...72

3.11 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 75

3.12 Klasifikasi Derajat Reliabilitas ... 77

3.13 Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis Statistik, Data, Alat Uji, Dan Uji Statistik ... 87

4.1 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran oleh Ahli ... 89

4.2 Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi ... 89

4.3 Hasil Validasi Angket Disposisi Matematis ... 90

4.4 Rangkuman Ujicoba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen ... 91

4.5 Hasil Validasi Dan Reliabilitas Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi . 92 4.6 Hasil Analisis Interater Tes Komunikasi Matematis ... 92

4.7 Hasil Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Angket Disposisi Matematis ... 93

4.8 Deskripsi Kemampuan Matematika Siswa Tiap Kelas Sampel Berdasarkan Nilai Tes Kemampuan Awal Matematika ... 94

4.9 Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 95

4.10 Hasil Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 96

4.11 Analisis Varians Uji Perbedaan Rata-rata Kemampuan Awal Matematika Siswa Antar Kelompok Data ... 97

4.12 Sebaran Sampel Penelitian ... 98

4.13 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Kedua Kelompok Pembelajaran... 99

4.14 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran Untuk Kategori KAM ... 101

4.15 Deskripsi DataDisposisi Matematis Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran .. 104

(13)

vi

4.17 Data Hasil Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa...109

4.18 Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ..111

4.19 Hasil Uji Homogenitas Skor N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 112

4.20 Rekapitulasi Data Hasil Skor N-Gain Disposisi Matematis Siswa ... 113

4.21 Hasil Uji Normalitas Peningkatan Disposisi ... 115

4.22 Hasil Uji Homogenitas Peningkatan Disposisi Matematis ... 116

4.23 Hasil ANAVA dua jalur Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 117

4.24 Hasil ANAVA dua jalur kemampuan disposisi matematis siswa ... 118

4.25 Hasil uji anava berdasarkan pembelajaran dan kategori KAM terhadap Peningkatan kemampuan komunikasi ... 119

4.26 Hasil Uji Anava Berdasarkan Pembelajaran dan Kategori KAM Terhadap Peningkatan Disposisi Matematis Siswa ... 122

(14)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar

3.1 Prosedur Penelitian... 80 4.1 Rata-rata Skor Kemampuan Komunikasi Matematis ... 99 4.2 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 100 4.3 Peningkatan N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Berdasarkan Kategori KAM ... 103 4.4 Rata-Rata Skor Disposisi Matematis Siswa ... 104 4.5 Peningkatan Disposisi Matematis siswa ... 104 4.6 Peningkatan N-Gain Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan Kategori

KAM ... 107 4.7 Diagram Rerata Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 109 4.8 Diagram Rerata Gain Disposisi Matematis ... 113 4.9 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Peningkatan

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 121 4.10 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Peningkatan Disposisi

(15)

v

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A (PERANGKAT PEMBELAJARAN)

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen 1 ... 145

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen 2 ... 160

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen 3 ... 172

4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen 4 ... 184

5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol 1 ... 196

6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol 2 ... 199

7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol 3 ... 202

8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol 4 ... 205

9. Lembar Kerja Siwa (LKS) 1 ... 208

10. Lembar Kerja Siwa (LKS) 2 ... 215

11. Lembar Kerja Siwa (LKS) 3 ... 221

12. Lembar Kerja Siwa (LAS) 4 ... 224

13. Format Lembar Observasi Pembelajaran Berbasis Masalah ...230

14. Format Lembar Observasi Pembelajaran Biasa ...232

LAMPIRAN B (INSTRUMEN PENELITIAN) 1. Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 233

2. Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 238

3. Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 241

4. Soal Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 243

5. Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 245

6. Alternatif Jawaban Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 248

7. Kisi-kisi Angket Disposisi Matematis ... 252

8. Angket Disposisi Matematis ... 253

(16)

vi LAMPIRAN C

1. Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 261

2. Hasil Validasi Lembar Aktivitas Siswa ... 263

3. Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi ... 273

4. Hasil Uji Coba Angket Disposisi Matematis ... 288

LAMPIRAN D 1. Data Hasil Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 312

2. Pengolahan Data Tes KAM ... 315

3. Data Hasil Tes Kemampuan Komunikasi ... 318

4. Pengolahan Data Tes Kemampuan Komunikasi ... 330

5. Data Hasil Angket Disposisi Matematis ... 335

6. Pengolahan Data Angket Disposisi Matematis ... 353

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang

mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan-penerapan bidang ilmu lain

maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri. Dalam kehidupan

sehari-hari banyak aktivitas yang dilakukan manusia berhubungan dengan matematika,

contohnya menghitung keuntungan hasil usaha, berbelanja, dan lain-lain.

Pentingnya matematika untuk dipelajari menyebabkan matematika menjadi salah

satu bidang studi yang dipelajari pada setiap jenjang pendidikan baik di tingkat

dasar, menengah maupun perguruan tinggi. Matematika yang diajarkan di sekolah

bukan hanya untuk keperluan kalkulasi saja, tetapi lebih dari itu matematika

dipelajari karena begitu banyak kegunaannya antara lain dengan belajar

matematika : kita mampu melakukan perhitungan-perhitungan, perhitungan

menjadi lebih sederhana dan praktis, dan dengan belajar matematika diharapkan

siswa mampu menjadi manusia yang berpikir logis, kritis, tekun, bertanggung

jawab dan mampu menyelesaikan persoalan (Russefendi, 1991:208).

Tujuan pembelajaran matematika, yaitu : (1) memahami konsep

matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep

atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tetap dalam pemecahan masalah,

(2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan

(18)

2

gagasan dan penyelesaian matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi

kemampuan pemahaman masalah, merancang model matematika, menyelesaikan

model dan menemukan solusi, (4) mengkomunikasikan gagasan matematika

dengan simbol, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau

masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu memiliki rasa ingin, tahu perhatian dan minat dalam mempelajari

matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah

(Departemen Pendidikan Nasional, 2006). Hal ini juga sesuai dengan tujuan

kurikulum 2013 yaitu mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki

kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif,

kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Permendikbud,

2013). Dari beberapa uraian di atas, menunjukkan pentingnya mempelajari

matematika dalam menata kemampuan berpikir para siswa, bernalar, memecahkan

masalah, berkomunikasi, mengaitkan materi matematika dengan keadaan

sesungguhnya, serta mampu menggunakan dan memanfaatkan teknologi.

Sumarmo (dalam Saragih, 2007:2) menyatakan bahwa

kemampuan-kemampuan dalam tujuan pembelajaran matematika itu disebut dengan daya

matematis (mathematical power) atau keterampilan matematika (doing math).

Istilah “daya matematis” tidak tercantum secara eksplisit dalam kurikulum

pembelajaran matematika di Indonesia, namun tujuan pembelajaran matematika

dalam kurikulum di Indonesia menyiratkan dengan jelas tujuan yang ingin dicapai

yaitu: (1) kemampuan pemecahan masalah (problem solving), (2) kemampuan

(19)

3

(4) kemampuan membuat koneksi (connection), dan (5) kemampuan representasi

(representation). Kelima hal tersebut oleh NCTM (2000) dikenal dengan istilah

standar proses daya matematis (mathematical power process standards).

Dari beberapa kemampuan di atas, salah satu kemampuan yang sangat

penting untuk diperhatikan dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan

komunikasi matematis siswa. Hal senada juga dikemukakan Saragih (2007) yang

menyatakan kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu untuk

diperhatikan, ini disebabkan komunikasi matematika dapat mengorganisasi dan

mengkonsolidasi berpikir matematis siswa baik secara lisan maupun tulisan yang

mengakibatkan siswa memiliki pemahaman matematika yang mendalam tentang

konsep matematika yang dipelajari. Baroody (1993:100) menjelaskan bahwa ada

dua alasan penting mengapa komunikasi dalam matematika perlu

ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Pertama, mathematics as language,

artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking),

alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan,

tetapi matematika juga sebagai suatu alat yang berharga untuk

mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat dan cermat. Kedua,

mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam

pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa,

dan juga komunikasi antara guru dan siswa. Pentingnya matematika sebagai

sarana komunikasi juga dikemukakan oleh Cockroft (dikutip oleh Abdurrahman,

2009:253) yang menulis:

(20)

4

digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

Jika pembelajaran matematika hanya mengingat rumus atau menghafal

rumus daripada mengkomunikasikan ide-ide matematika, maka matematika

menjadi suatu domain yang sulit untuk dilalui. Oleh karena itu komunikasi dalam

matematika perlu untuk ditumbuhkembangkan untuk mempercepat pemahaman

matematika siswa.

Selain kemampuan (ranah kognitif) yang berkaitan dengan keterampilan

komunikasi, juga perlu dikembangkan sikap (ranah afektif) yang menghargai

kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian,

dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

memecahkan masalah seperti yang termaktub dalam tujuan pembelajaran

matematika dari Departemen Pendidikan Nasional. Dalam Standar Kompetensi

Lulusan Kurikulum 2013 dikemukakan kriteria mengenai kualifikasi kemampuan

lulusan dalam matematika, yaitu : (1) Sikap. Memiliki perilaku yang

mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan

bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan

alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan

dunia. (2) Pengetahuan. Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural,

dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan

wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab

serta dampak fenomena dan kejadian. (3) Keterampilan. Memiliki kemampuan

(21)

5

pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri (Choridah,

2013:195).

Sesuai dengan SKL Kurikulum 2013 di atas, pada pembelajaran

matematika siswa tidak sekedar belajar pengetahuan kognitif, namun siswa

diharapkan memiliki sikap kritis dan cermat, obyektif dan terbuka, menghargai

keindahan matematika, serta rasa ingin tahu, berpikir dan bertindak kreatif, serta

senang belajar matematika. Sikap dan kebiasaan berpikir seperti itu pada

hakekatnya akan membentuk dan menumbuhkan disposisi matematis

(mathematical disposition) yaitu keinginan, kesadaran dan dedikasi yang kuat

pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan

matematika (Sumarmo, 2011:27). Pengembangan ranah afektif yang menjadi

tujuan pendidikan matematika di setiap jenjang sekolah menurut kurikulum pada

hakekatnya adalah menumbuhkan dan mengembangkan disposisi matematis.

Selanjutnya Sumarmo (dalam Karlimah, 2010:4) juga menyatakan bahwa :

“... dalam belajar matematika siswa perlu mengutamakan

pengembangan kemampuan berfikir dan disposisi matematis. Pengutamaan tersebut menjadi semakin penting manakala dihubungkan dengan tuntutan kemajuan IPTEK dan suasana bersaing yang semakin ketat terhadap lulusan semua jenjang

pendidikan.”

Maxwell (dalam Musliha, 2012) menyatakan, ”Student disposition toward

mathematics is major factor in determaining their educational succes” . Hal ini

berarti bahwa faktor utama yang menentukan kesuksesan siswa dalam belajar

matematika adalah disposisi siswa terhadap matematika.

Uraian di atas menunjukkan bahwa baik kemampuan komunikasi

matematika dan disposisi matematis siswa dalam matematika merupakan faktor

(22)

6

mempengaruhi hasil belajar matematika siswa itu sendiri. Namun pada

kenyataannya kemampuan komunikasi matematis siswa Indonesia masih rendah.

Hal ini seperti yang dinyatakan Imelda (dalam Marlina, 2013:85) kemampuan

siswa Indonesia dalam komunikasi matematis sangat jauh di bawah negara-negara

lain, sebagai contoh, untuk permasalahan matematika yang menyangkut

kemampuan komunikasi matematis, siswa Indonesia yang berhasil menjawab

benar hanya 5% dan jauh di bawah negara seperti Singapura, Korea, dan Taiwan

yang mencapai lebih dari 50%. Secara khusus, kemampuan komunikasi matematis

siswa SMK Tamansiswa Sukadamai juga masih rendah. Hal ini sesuai dengan

hasil observasi awal peneliti dengan memberikan tes awal mengenai kemampuan

komunikasi matematis siswa terhadap siswa kelas XI SMK Tamansiswa

Sukadamai pada materi statistika. Rendahnya kemampuan komunikasi matematis

tersebut dapat dilihat pada hasil tes yang diberikan peneliti yang disajikan dalam

tabel berikut ini :

Tabel 1.1 Persentase Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

No Persentase Ketuntasan Tingkat

Ketuntasan Banyak Siswa

Dapat dilihat dari tabel bahwa persentase siswa yang tuntas hanya 26,67%

sedangkan persentase siswa yang tidak tuntas mencapai 73,33%. Ini membuktikan

kemampuan komunikasi siswa SMK Tamansiswa Sukadamai masih rendah. Salah

satu soal yang sama sekali tidak dapat dijawab oleh seluruh siswa adalah soal

yang meminta siswa untuk menyajikan data kelompok nilai matematika siswa

(23)

7

Begitu juga halnya dengan disposisi matematis siswa. Rendahnya disposisi

matematis siswa juga dapat dilihat pada hasil angket yang diberikan peneliti yang

disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 1.2 Persentase Hasil Disposisi Matematis Siswa No Persentase Ketuntasan Tingkat

Ketuntasan Banyak Siswa

Persentase Jumlah

Siswa

1 < 65% Tidak Tuntas 12 80%

2  65% Tuntas 3 20%

Jumlah 15 100%

Dapat dilihat dari tabel bahwa persentase siswa yang tuntas hanya 20%

sedangkan persentase siswa yang tidak tuntas mencapai 80%. Ini membuktikan

bahwa disposisi matematis siswa SMK Tamansiswa Sukadamai masih rendah.

Hal tersebut menurut IMSTEP (Sya’ban, dalam Marlina, 2013:85) antara lain

disebabkan karena pembelajaran cenderung berpusat pada guru yang menekankan

pada proses prosedural, tugas latihan yang mekanistik, dan kurang memberi

peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis.

Begitu juga halnya setelah peneliti memberi angket disposisi matematis kepada

siswa ternyata masih banyak siswa yang kurang menyenangi pelajaran

matematika. Dari beberapa permasalahan di atas maka dapat kita lihat bahwa

kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa masih rendah.

Menurut pengamatan Ruseffendi (1991:87) anak-anak yang menyenangi

matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika yang

sederhana, makin tinggi tingkatan sekolahnya dan makin sukar matematika yang

dipelajarinya akan semakin berkurang minatnya. Maka dari itu, hal penting yang

perlu diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran di kelas selain kemampuan

(24)

8

siswa. Kemampuan awal matematika siswa merupakan kecakapan yang dimiliki

oleh siswa sebelum proses pembelajaran matematika dilaksanakan di kelas.

Kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa juga bervariasi antara siswa yang satu

dengan yang lainnya jika ditinjau dari tingkat penguasaan siswa maka dapat

dibedakan antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi, sedang dan

rendah. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan awal untuk seorang siswa mungkin

saja baru mencapai tahap pengenalan, sedangkan bagi siswa yang lain untuk tahap

yang sama, sudah mencapai siap ulang atau siap pakai sehingga kemampuan awal

siswa sangat penting diperhatikan oeh guru sebagai perancang pengajaran di

dalam kelas (Uno, 2012:61).

Namun, kenyataan selama ini guru jarang memperhatikan kemampuan

awal yang dimiliki oleh siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Sutama (2011:15)

bahwa pembelajaran matematika selama ini tidak efektif salah satu faktor

penyebabnya adalah guru dalam mengajar cenderung kurang memperhatikan

kemampuan awal siswa. Padahal menurut Achmad (2011:1) pengetahuan tentang

kemampuan awal siswa diperlukan guru untuk menetapkan strategi mengajar,

bahkan untuk mengajukan pertanyaan atau masalah kepada siswa juga diperlukan

pemahaman tentang kemampuan awal siswa.

Berdasarkan pemahaman kemampuan awal siswa tersebut guru dapat

membantu siswa memperlancar proses pembelajaran yang dilakukan dan

memperkecil peluang kesulitan yang dihadapi siswa dalam memahami materi

pelajaran yang disampaikan oleh guru. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan

awal akan mempengaruhi pembelajaran baik yang diajarkan dengan pembelajaran

(25)

9

tentunya akan mempengaruhi peningkatan kemampuan komunikasi dan disposisi

matematis siswa.

Materi statistika menjadi fokus materi dalam penelitian ini. Statistika

adalah salah satu materi yang diperoleh siswa baik tingkat SD, SMP, SMA/SMK

dan Perguruan Tinggi. Soal-soal pada materi statistika adalah soal yang persentasi

jumlahnya paling banyak keluar dalam Ujian Nasional tingkat Sekolah Menengah

Kejuruan dibandingkan persentase soal pada bab lain. Selain itu, dalam kehidupan

sehari-hari kita sering menjumpai peranan statistika dalam beberapa aspek

kehidupan, misalnya pengumpulan data tentang minat siswa dalam pemilihan

jurusan, jumlah kepadatan penduduk dan lain sebagainya. Data tersebut biasanya

disajikan dalam bentuk tabel atau diagram. Dengan statistika data-data yang

diperoleh dapat disajikan dalam tabel dan diagram sehingga mempermudah untuk

membacanya. Kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi statistika

dapat dilihat ketika siswa menyampaikan ide atau suatu gagasan dalam bentuk

gambar, grafik atau diagram.

Akan tetapi, pada materi tersebut siswa masih sering melakukan kesalahan

dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Pernyataan ini diperkuat dengan

adanya kajian penelitian sebelumnya yang membahas analisis kesalahan pada

materi statistika. Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Mariani

(2005) di SMA Negeri 2 Pati kelas XI IPA 3, diketahui bahwa masih banyak

siswa yang melakukan kesalahan dalam materi statistik pada tahun ajaran

2005/2006. Penelitian dilakukan dengan metode tes berupa 20 tes dengan bentuk

pilihan ganda. Kesimpulan dari penelitian adalah banyaknya siswa yang

(26)

10

yaitu karena kurang menguasai konsep sebanyak 13,2%, siswa kurang terampil

dalam menyelesaikan masalah 11,21%, siswa mengalami kesalahan dalam

memahami makna kata dalam soal 8,79%, dan siswa memilih tidak menjawab

pertanyaan sebesar 6,15%.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan, guru

matematika di SMK Tamansiswa Sukadamai mengungkapkan bahwa banyak

siswa yang sering mengalami kesulitan dan melakukan kesalahan dalam materi

statistika. Walaupun sudah banyak berlatih dan diberi penjelasan oleh guru, masih

banyak siswa yang melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal. Hal ini

disebabkan karena siswa mengalami kesalahan dalam membaca data, kurang

cermat, kurangnya konsentrasi siswa saat menerima pelajaran, dan lain-lain.

Hal-hal tersebut yang menyebabkan terjadi kesalahan dan dipandang perlu untuk

diteliti lebih lanjut.

Salah satu penyebab rendahnya kemampuan komunikasi dan disposisi

matematis yang juga mengakibatkan siswa kesulitan dalam memahami materi

statistika adalah pendekatan pembelajaran yang digunakan guru. Hal ini seperti

yang dikemukakan Abdurrahman (2009:38) bahwa yang menjadi faktor penyebab

rendahnya atau kurangnya pemahaman peserta didik terhadap konsep matematika,

salah satu di antaranya adalah metode pembelajaran yang digunakan oleh

pengajar, misalnya dalam pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan

tradisional yang menempatkan peserta didik dalam proses pembelajaran sebagai

pendengar. Kemampuan guru dalam menerapkan metode atau strategi

pembelajaran yang kurang tepat, misalnya proses pembelajaran yang cenderung

(27)

11

mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir

matematiknya. Selain itu, guru-guru sering merasa khawatir tidak dapat

menyampaikan semua kompetensi dasar yang terdapat dalam silabus yang telah

ditetapkan oleh kurikulum pendidikan karena keterbatasan waktu yang tersedia.

Hal ini dikarenakan mengingat pada tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),

mata pelajaran matematika hanya 4 jam pelajaran selama satu minggu. Akibatnya

guru lebih suka mengajar dengan cara pembelajaran biasa yang hanya

menggunakan metode ceramah dan memberikan latihan saja.

Hal senada disampaikan oleh Djohar (dalam Musliha, 2012:25),

pembelajaran yang secara umum berlangsung selama ini, masih berperan sebagai

panggung pentas penyampaian informasi (delivery system). Guru berdiri di depan

siswa untuk menyampaikan pengetahuan, sementara siswa menerimanya tanpa

harus mengetahui prosesnya. Siswa hanya menerima ilmu, sehingga siswa

kehilangan kesempatan untuk mengeksplorasikan pengetahuan yang telah ia

miliki sebelumnya. Selain itu model pembelajaran yang sering digunakan selama

ini juga masih berpusat pada guru (teacher centered) dimana guru mendominasi

proses pembelajaran di kelas dan siswa hanya menerima materi pelajaran, contoh

soal, dan kemudian di berikan latihan, maka di saat proses pembelajaran seperti

itu terjadi, nantinya siswa akan kesulitan menyelesaikan soal yang tidak sesuai

dengan contoh yang telah diberikan sebelumnya karena siswa belum bisa

merasakan pembelajaran yang bermakna. Dalam hal ini siswa masih belajar

memahami contoh belum memahami konsep.

Ada banyak model pembelajaran yang bisa kita gunakan dalam upaya

(28)

12

Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan

komunikasi dan disposisi matematis siswa dan juga merupakan harapan

kurikulum yang berlaku pada saat ini adalah model pembelajaran berbasis

masalah. Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan

masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis

dan keterampilan pemecahan masalah yang juga dapat menggunakan masalah

tersebut ke dalam bentuk pengganti dari suatu situasi masalah (model matematika)

atau aspek dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi,

serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi

pelajaran. Masalah kontekstual yang diberikan bertujuan untuk memotivasi siswa,

membangkitkan gairah belajar siswa, meningkatkan aktivitas belajar siswa,

belajar terfokus pada penyelesaian masalah sehingga siswa tertarik untuk belajar,

menemukan konsep yang sesuai dengan materi pelajaran, dan dengan adanya

interaksi berbagi ilmu antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, maupun

siswa dengan lingkungan siswa diajak untuk aktif dalam pembelajaran.

Menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, pelajar menghadapi

masalah dan berusaha menyelesaikannya dengan informasi yang mereka sudah

miliki memungkinkan mereka untuk menghargai apa yang telah mereka ketahui.

Mereka juga mengidentifikasi apa yang mereka perlu pelajari untuk lebih

memahami masalah dan bagaimana mengatasinya. Pembelajaran dengan model

pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu pembelajaran yang berpusat pada

siswa dan guru sebagai fasilitator.

Ibrahim dan Nur (dalam Trianto, 2009:96) menjelaskan bahwa manfaat

(29)

13

kemampuan berpikir tingkat tinggi, memecahkan masalah, belajar berperan

sebagai orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata dan

simulasi menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri. Dengan diajarkannya

model pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa belajar secara aktif,

penuh semangat dan siswa akan semakin terbuka terhadap matematika, serta akan

menyadari manfaat matematika karena tidak hanya terfokus pada topik tertentu

yang sedang dipelajari.

Penerapan model pembelajaran ini diupayakan dapat menumbuh

kembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa mulai bekerja dari

permasalahan yang diberikan, mengaitkan masalah yang akan diselidiki dengan

meninjau masalah itu dari banyak segi, melakukan penyelidikan autentik untuk

mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata, membuat produk berupa

laporan, model fisik untuk didemonstrasikan kepada teman-teman lain, bekerja

sama satu sama lain untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan

berpikir.

Penelitian dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah telah

diteliti oleh Daulay (2011) yang menyatakan : peningkatan kemampuan

pemecahan masalah dan koneksi matematika siswa yang memperoleh model

pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa yang memperoleh model pengajaran langsung,

diperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

yang memperoleh model pembelajaran berbasis masalah adalah 6,94

sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

(30)

14

rata-rata kemampuan koneksi matematika siswa yang memperoleh model

pembelajaran berbasis masalah adalah 6,62 sedangkan rata-rata

kemampuan koneksi matematika siswa yang memperoleh model

pengajaran langsung adalah 6,24. Selain itu, aktivitas siswa dengan

pembelajaran berbasis masalah efektif serta pola jawaban siswa dengan

pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan pengajaran

langsung.

Berdasarkan penjelasan di atas dirasakan perlu untuk mengungkapkan

apakah model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran biasa

memiliki perbedaan konstribusi terhadap kemampuan komunikasi dan disposisi

matematis siswa. Hal itulah yang mendorong dilakukan suatu penelitian yang

memfokuskan diri pada penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap

kemampuan komunikasi matematis dan disposisi matematis siswa Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK).

Memperhatikan uraian di atas secara umum dapat diperkirakan bahwa

pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan

disposisi matematis siswa. Karena penelitian ini di laksanakan di SMK maka

judul penelitian ini adalah Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan

Disposisi Matematis Siswa SMK Tamansiswa Sukadamai Kabupaten Asahan Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan

(31)

15

1. Kemampuan komunikasi matematis siswa rendah

2. Disposisi matematis siswa rendah

3. Kemampun awal siswa jarang diperhatikan oleh guru

4. Siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan

materi statistika

5. Model pembelajaran selama ini masih menggunakan pembelajaran biasa

sehingga keterlibatan siswa selama proses pembelajaran masih kurang

6. Guru kurang memvariasikan model pembelajaran matematika

1.3. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah, maka agar lebih fokus mencapai

tujuan, masalah yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada masalah yang

berkenaan dengan kemampuan komunikasi matematis, disposisi matematis,

kemampuan awal matematika, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran

biasa, materi statistika kelas X SMK.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi

pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan

(32)

16

2. Apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang diberi pembelajaran

berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan disposisi matematis

siswa yang diberi pembelajaran biasa?

3. Apakah terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan

kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa?

4. Apakah terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan

kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan disposisi

matematis siswa?

1.5. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan

penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada

peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi

pembelajaran biasa.

2. Untuk mengetahui apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang diberi

pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan disposisi

matematis siswa yang diberi pembelajaran biasa.

3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan

kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi

(33)

17

4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan

kemampuan awal siswa terhadap peningkatan disposisi matematis siswa.

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi tentang alternatif pendekatan pembelajaran matematika dalam usaha-usaha perbaikan proses

pembelajaran. Secara rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sebagai masukan bagi guru mengenai pendekatan pembelajaran dalam

membantu siswa meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

b. Bagi siswa, memberikan manfaat berupa variasi pembelajaran matematika

sehingga memahami dan memudahkan dalam mengkomunikasikan

matematika yang menyebabkan siswa lebih aktif dalam pembelajaran.

c. Bagi peneliti sebagai pengalaman langsung dan dapat menambah

cakrawala pengetahuan serta memberikan gambaran dan informasi.

d. Sebagai sumber informasi bagi sekolah tentang perlunya merancang

sistem pembelajaran berbasis masalah sebagai upaya mengatasi kesulitan

belajar siswa guna meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

siswa.

1.7 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Agar penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian

ini tidak menimbulkan kerancuan, perlu dikemukakan defenisi operasional

(34)

18

1) Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menyatakan,

mendemonstrasikan dan menafsirkan gagasan atau ide matematis dari suatu

masalah kontekstual berbentuk uraian ke dalam model matematik (gambar,

grafik, diagram, tabel, dan persamaan) atau sebaliknya.

Adapun indikator yang menunjukkan kemampuan komunikasi matematis

adalah: (1) mengekspresikan, mendemonstrasikan dan melukiskan ide-ide

matematika ke dalam bentuk gambar, tabel, grafik atau model matematika

lain; (2) menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke

dalam bahasa, simbol, idea, atau model matematik; dan (3) menggunakan

keahlian membaca, menulis dan menelaah untuk menginterpretasikan dan

mengevaluasi ide-ide serta informasi matematika.

2) Disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat

pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai

kegiatan matematika.

Indikator yang menunjukkan disposisi matematis adalah: (1) kepercayaan

diri dengan indikator percaya diri terhadap kemampuan/keyakinan; (2)

keingintahuan yang meliputi: sering mengajukan pertanyaan,

antusias/semangat dalam belajar, dan banyak membaca/mencari sumber lain;

(3) ketekunan dengan indikator gigih/tekun/perhatian/kesungguhan; (4)

fleksibilitas, yang meliputi: berusaha mancari solusi/strategi lain; (5)

reflektif, yaitu kecenderungan untuk memonitor hasil pekerjaan; (6) aplikasi,

yaitu menilai kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari; dan (7)

apresiasi, yaitu penghargaan peran matematika dalam budaya dan nilainya,

(35)

19

3) Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan

mengacu pada lima langkah pokok pembelajaran, yaitu : (1) orientasi siswa

pada masalah; (2) mengorganisir siswa untuk belajar; (3) membimbing

penyelidikan individual maupun kelompok; (4) mengembangkan dan

manyajikan hasil karya dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah.

4) Pembelajaran biasa merupakan suatu pembelajaran yang didalamnya guru

menerangkan suatu konsep, guru memberikan contoh soal dan penyelesaian,

guru memberikan soal-soal latihan dan siswa menyimak, mencatat dan

mengerjakan tugas-tugas serta ulangan/ tes.

5) Kemampuan awal matematika siswa adalah kecakapan matematika yang

sudah dimiliki siswa sebelum mempelajari materi selanjutnya diukur melalui

pemberian tes mengenai materi yang telah dipelajari oleh siswa. Dari hasil tes

tersebut maka siswa akan dikelompokkan menjadi siswa yang memiliki

(36)

137

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, pembelajaran matematika baik dengan

pembelajaran berbasis masalah (PBM) maupun dengan pembelajaran biasa dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan disposisi matematis siswa.

Berdasaran rumusan masalah, hasil penelitian, dan pembahasan seperti yang telah

dikemukan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa simpulan yang berkaitan

dengan faktor pembelajaran, kemampuan awal matematika, kemampuan

komunikasi matematis dan disposisi matematis siswa, kesimpulan tersebut

sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan

pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa.

Siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah memperoleh

rata-rata kemampuan komunikasi matematis sebesar 40,31 sebelumnya 21,38

(N-Gain kemampuan komunikasi matematis sebesar 0,52), sementara siswa

yang diajarkan dengan pembelajaran biasa memperoleh rata-rata kemampuan

komunikasi matematis sebesar 37,87 sebelumnya 21,27 (N-Gain kemampuan

komunikasi matematis sebesar 0,45).

2. Peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa yang diajarkan dengan

pembelajaran berbasis masalah (PBM) lebih tinggi daripada peningkatan

kemampuan disposisi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran

biasa. Siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah

(37)

138

memperoleh rata-rata disposisi matematis sebesar 50,91 sebelumnya 49,19

(N-Gain disposisi matematis siswa sebesar 0,443), sementara siswa yang

diajarkan dengan pembelajaran baisa memperoleh rata-rata disposisi

matematis siswa sebesar 50,77 sebelumnya 49,07 (N-Gain kemampuan

komunikasi matematis sebesar 0,417).

3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal

matematika (KAM) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa. Dalam hal ini diartikan bahwa interaksi antara pembelajaran

(pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa) dan kemampuan

awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) tidak memberikan

pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap peningkatan

kemampuan komunikasi matematis siswa. Perbedaan peningkatan

kemampuan komunikasi matematis siswa disebabkan oleh pembelajaran yang

digunakan bukan karena kemampuan awal matematika siswa.

4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal

matematika (KAM) terhadap peningkatan disposisi matematis siswa. Dalam

hal ini diartikan bahwa interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis

masalah dan pembelajaran biasa) dan kemampuan awal matematika siswa

(tinggi, sedang dan rendah) tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama

yang signifikan terhadap peningkatan disposisi matematis siswa. Perbedaan

peningkatan disposisi matematis disebabkan oleh pembelajaran yang

digunakan bukan karena kemampuan awal matematika siswa.

(38)

139

5.2 Implikasi

Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada

kemampuan komunikasi matematis dan disposisi siswa melalui pembelajaran

berbasis masalah dan pembelajaran biasa. Terdapat peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis

masalah dengan pembelajaran biasa secara signifikan. Terdapat peningkatan

kemampuan disposisi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran

berbasis masalah dengan pembelajaran biasa secara signifikan. Ditinjau dari

interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siwa, hasil ini

dapat ditinjau dari pembelajaran yang diterapkan pada siswa kelas eksperimen dan

siswa kelas kontrol dengan kategori KAM siswa.

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari

pelaksanaan proses pembelajaran menggunakan pembelajaran berbasis masalah

antara lain: Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif, dalam

membangun semangat dan disposisi siswa serta dapat menumbuhkembangkan

kemampuan komunikasi meliputi kemampuan mengekspresikan,

mendemonstrasikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar,

tabel, grafik atau model matematika lain; kemampuan menyatakan suatu situasi,

gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide atau model

matematik; dan kemampuan menggunakan keahlian membaca, menulis dan

menelaah untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide serta informasi

matematika.

Diskusi dalam pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu

(39)

140

disposisi siswa yang diharapkan mampu menumbuhkembangkan suasana kelas

menjadi lebih nyaman, dan menimbulkan rasa keinginan dalam belajar

matematika.

Peran guru sebagai teman belajar, mediator, dan fasilitator membawa

konsekuensi hubungan guru dan siswa menjadi lebih akrab. Hal ini berakibat guru

lebih memahami kelemahan dan kelebihan dari bahan ajar serta karakteristik

kemampuan individual siswa.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan dalam pelaksanaan

penelitian, peneliti memberi saran sebagai berikut:

1. Kepada Guru

Pembelajaran berbasis masalah (PBM) pada kemampuan komunikasi

matematis dan disposisi siswa dapat diterapkan pada semua kategori KAM. Oleh

karena itu hendaknya pembelajaran ini terus dikembangkan di lapangan yang

membuat siswa terlatih dalam menyelesaikan masalah mengenai kemampuan

komunikasi matematika meliputi kemampuan mengekspresikan,

mendemonstrasikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar,

tabel, grafik atau model matematika lain; kemampuan menyatakan suatu situasi,

gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide atau model

matematik; dan kemampuan menggunakan keahlian membaca, menulis dan

menelaah untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide serta informasi

matematika sehingga pembelajaran lebih baik khususnya materi statistika. Peran

guru sebagai fasilitator perlu didukung oleh sejumlah kemampuan antara lain

(40)

141

kemampuan dalam menyimpulkan. Disamping itu kemampuan menguasai bahan

ajar sebagai syarat mutlak yang harus dimiliki guru agar siswa aktif dalam

pembelajaran. Untuk menunjang keberhasilan implementasi pembelajaran

berbasis masalah diperlukan bahan ajar yang lebih menarik dirancang berdasarkan

permasalahan kontekstual yang merupakan syarat awal yang harus dipenuhi

sebagai pembuka belajar mampu stimulus awal dalam proses pembelajaran yang

dilaksanakan.

2. Kepada Lembaga Terkait

Pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM), masih sangat

asing bagi guru dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu

perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningatkan

kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis dan disposisi siswa yang tentunya akan berimplikasi pada

meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi matematika.

3. Kepada Peneliti

Untuk peneliti lebih lanjut hendaknya penelitian dengan pembelajaran

berbasis masalah dalam peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan

disposisi siswa secara maksimal untuk memperoleh hasil penelitian yang

maksimal. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran berbasis

masalah dalam peningkatan kemampuan matematika lain dengan menerapkan

(41)

142

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Achmad, Nuedin. (2011). Lima Kelemahan Mengajar Guru. (Online). (http://www.pusatartikel.com/, diakses 02 Oktober 2014).

Ansari. (2012). Komunikasi Matematika dan Politik : Suatu Perbandingan. Banda Aceh : Yayasan PeNA

Arends, R. (2008). Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi Ketujuh/Buku Dua. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

__________. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

---. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

__________. (2013). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Asmin, dkk. (2014). Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Analisis Klasik dan Modern. Medan : LARISPA INDONESIA

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reosoning, and Communicating, K-8. Helping Children Think Mathematically. New York: Merril, an inprint of Macmillan Publishing, Company.

Choridah, Dedeh, T. (2013). Peran Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi serta Disposisi Matematis Siswa SMA. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandug Infinity Vol. 2 No. 2 Edisi September 2013.

Dahar. R. W. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga.

Daulay, L. A. (2011). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematika Siswa SMP dengan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis tidak dipublikasikan. Medan: Pascasarjana Unimed.

(42)

143

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas

Fajri, Nurul, dkk. (2013). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematis Siswa dengan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Jurnal Pendidikan Matematika Paradikma Vol. 6 No. 2 Edisi Desember 2013.

Hake, R. R. (1998). Interaktive-engagement versus traditional methods: A six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. Jurnal American Association of Physics Teachers, 66 (1):64-74. (online).Tersedia:http://web.mit.edu/rsi/www/2005/minipaper/papers/Hake. df. Diakses: 21 September 2014.

Karlimah. (2010). Pengembangan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Serta Disposisi Matematis Mahasiswa PGSD Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Bandung: Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.

Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (2001). Adding It Up: Helping Children Learn Mathematics. Washington, DC : National Academy Press

Marlina, dkk. (2013). Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa di SMA Negeri 1 Bireun. Jurnal Didakti MatematikaVol. 1 No. 1 Edisi April 2013.

Marzuki. (2012). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Langsun. Tesis Tidak Dipublikasikan. Medan : Program Pascasarjana UNIMED.

Musliha, Fitri Hayati. (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri1 Namorambe. Tesis Tidak Dipublikasikan. Medan : Program Pascasarjana UNIMED.

Napitupulu, E. (2008). Mengembangkan kemampuan menalar dan memecahkan masalah melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM), Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma Vol. 1 No. 1 Edisi Juni 2008.

Nasution, Haryata Ahda, dkk. (2013). Perbedaan Peningkatan Kemampuan

Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa Pada

(43)

144

Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma Vol. 6 N0. 1 Edisi Juni 2013.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (1989). Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.

Nuraini, dkk. (2013). Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Metakognisi Siswa Ditinjau dari Gaya Belajar yang Menerapkan Model Pembelajaran CTL dan Konvensional di SMPN 2 Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Jurnal Pendidikan Matematika Paradikma Vol. 6 No. 2 Edisi Desember 2013.

Nurdalilah, dkk. (2013). Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematika dan Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional di SMA Negeri 1 Kualuh Selatan. Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma Vol. 6 No. 2 Edisi Desember 2013.

Permendikbud. (2013). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah atas/Madrasah Aliyah, Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Riduwan. (2010). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rohantizani. (2014). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa SMP Negeri 1 Lhoksukon Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Medan : Program Pascasarjana UNIMED.

Rusman. (2012). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Dua. Jakarta : Rajawali Press.

Russeffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetisinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

. (2005). Dasar-Dasar Penelitian dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Sanjaya. W. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, edisi I, cetakan ke-6. Jakarta: Kencana prenada Media group.

(44)

145

Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.

Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. [Online]. Tersedia: http://p4tkmatematika.org/downloads/sma/pemecahanmasalah.pdf

Siregar, Nurfauziah. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Pengetahuan Prosedural Matematika Siswa SMP. Tesis Tidak Dipublikasikan. Medan : Program Pascasarjana UNIMED.

Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sumarmo, U. (2011). Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung Vol. 1

Sutama. (2011). Pengelolaan Pembelajaran Matematika untuk Penamaan dan Pengembangan anti Korupsi. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 24 Juli.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Uno, B. Hamzah. (2012). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: IPA Abong.

Walpole, R, E. (1995). Pengantar Statistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Yamin, Martinis. (2008). Paradigma Pendidikan Kontrruktivistik. Jakarta : Gaung Persada Press.

Gambar

Tabel 1.1 Persentase Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Tabel 1.2 Persentase Hasil Disposisi Matematis Siswa
tabel, grafik atau model matematika lain; kemampuan menyatakan suatu situasi,
tabel, grafik atau model matematika lain; kemampuan menyatakan suatu situasi,

Referensi

Dokumen terkait

[r]

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA LEMBAGA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DAN PENJAMINAN MUTU

perempuan adalah sosok yang tepat untuk mengajar di Taman Kanak-kanak.. (Daitsman,

Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat

Dimana sebelum alat di modifikasi, hanya menghasilkan kuat medan magnet sebesar 800 Gauss pada kuat arus 15 A, sedangkan setelah dimodifikasi dan dikembangkan mengahsilkan kuat

[r]

Adapun permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah bagaimana kedudukan hukum daftar piutang sebagai jaminan fidusia, perlindungan hukum terhadap kreditur penerima

(1) Setelah penatalaksanaan di rumah sakit atau rumah sakit jiwa, ODGJ yang kondisi  akutnya sudah  teratasi  dan  dalam  kondisi  stabil