• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Tipe Work-Life Balance pada Wiraswastawan dalam Bidang Bahan Bangunan di Kecamatan "X" Kota Bandung yang Sudah Menikah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Tipe Work-Life Balance pada Wiraswastawan dalam Bidang Bahan Bangunan di Kecamatan "X" Kota Bandung yang Sudah Menikah."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

vii Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai tipe work-life balance pada wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang sudah menikah. Responden dalam penelitian ini adalah wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang sudah menikah sebanyak 38 orang yang dijaring dengan menggunakan teknik accidental sampling.

Untuk mengukur tipe work-life balance pada wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang sudah menikah digunakan alat ukur work-family enrichment oleh Greenhaus yang dikembangkan oleh Dawn S. Carlson (2006) dan work-family conflict oleh Grzywacz dan Carlson (2007), yang kemudian dimodifikasi oleh Indah Soca Kuntari M. Psi., Psikolog. Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan rumus pearson dan reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach, diperoleh 12 item yang valid dari kuesioner work-family enrichment dengan nilai antara 0.216-0.688 dan reliabilitas 0.830. Sedangkan untuk kuesioner work-family conflict terdapat 17 item yang valid dengan nilai antara 0.294-0.811 dan reliabilitasnya 0.828. Hasil dari kedua alat ukur tersebut kemudian dikombinasikan sehingga didapatkan 4 tipologi yaitu beneficial, harmful, active dan passive work-life balance.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini menyatakan bahwa tipe work-life balance yang paling dominan pada wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang sudah menikah adalah tipe beneficial balance sebesar 86,8%. Artinya bahwa wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang sudah menikah, mendapatkan pengalaman enhancement yang tinggi dari peran-peran yang dijalankan pada domain pekerjaan dan domain keluarga, sedangkan mereka mengalami conflict yang rendah dari peran-peran yang dijalankan pada domain pekerjaan dan domain keluarga. Peneliti mengajukan saran kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan melibatkan data penunjang yang lebih bervariasi dan mendalam agar dapat melihat keterkaitannya dengan tipe work-life balance, sehingga dapat menjadi acuan dalam menentukan faktor-faktor yang memengaruhi penggolongan tipe.

(2)

Abstract

This study is conducted to discover the description of work-life balance type in entrepreneur in the field of building materials in the district "X" Bandung who is married. Respondents in this study are 38 people in entrepreneur in the field of building materials in the district "X" Bandung that have been married using accidental sampling technique.

The instruments used to measure these type of work-life balance are work family enrichment which is based on theory Greenhaus that have been developed by Dawn S.Carlson (2006), and also work family conflict Grzywacz and Carlson (2007) that have been modified by Indah Soca Kuntari M. Psi., Psikolog. Based on validity test using pearson validity and reliability using Alpha Cronbach, there are 12 items valid and 2 items not valid in work-family enrichment questionnaire with range validity value from 0.216-0.688 and reliability value 0.830. In the other hand for work-family conflict questionnaire, researcher obtained 17 item valid and 1 item not valid with range validity value from 0.294-0.811 and reliability value 0.828. Result from both of the instrument are combined to obtain 4 typology of work-life balance such as, beneficial, harmful, active and passive work-life balance.

This study is concluded that the dominant type of work-life balance in entrepreneur in the field of building materials in the district "X" Bandung that have been married is beneficial type (86,8 percent). Based on that can be said that they experience high enhancement and low conflict from both of work and family domain with their role. Researcher suggest to have further research with another level and position and use deeper supporting data that can be used to determine which factor that relevant with work-life balance.

(3)

ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………...…… ii

LEMBAR ORISINILITAS………... iii

LEMBAR PUBLIKASI………. iv

KATA PENGANTAR………... v

ABSTRAK………... vii

ABSTRACT………... viii

DAFTAR ISI………...………...… ix

DAFTAR TABEL…...…..………..….….. xiii

DAFTAR BAGAN………...……….… xiv

DAFTAR LAMPIRAN…..…….….………...………….. xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………...………... 1

1.2 Identifikasi Masalah………... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………... 10

1.3.1 Maksud Penelitian………..……….... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian………... 10

1.4 Kegunaan Penelitian………... 10

1.4.1 Kegunaan Teoritis………... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis………... 11

1.5 Kerangka Pikir………... 11

(4)

2.1 Work-Life Balance...………….………. 19

2.1.1 Pengertian Work-Life Balance ..…….……….………….. 19

2.1.2 Dimensi Work-Life Balance .……….………..…….. 19

2.1.2.1 Enhancement......………..………...19

2.1.2.2 Conflict.…...…...……….. 20

2.1.3 Job Demands and Resources... 20

2.1.3.1 Tuntutan Kerja (Job demands)...20

2.1.3.2 Sumber Daya Kerja (Job resources)... 21

2.1.3.3 Sumber Daya Pribadi (Personal resources)... 22

2.1.4 Taksonomi Work-Life Balance Rantanen... 23

2.1.5 Data Demografis Work-Life Balance... 25

2.1.5.1 Stress Pekerjaan... 25

2.1.5.2 Family Characteristics...27

2.1.5.3 Employee Characteristics... 28

2.1.5.4 Karakteristik Pekerjaan... 29

2.1.5.5 Kehadiran dari Pengukuran Work-Life Balance... 30

2.1.5.5.1 Sikap Manajer Senior dan Supervisor... 30

2.1.5.5.2 Sikap Rekan Kerja... 31

2.2 Konsep Keseimbangan Peran... 31

2.3 Wiraswastawan... 33

2.3.1 Pengertian Wiraswastawan…………..……….………..…... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian………..…..………. 34

3.2 Bagan Rancangan Penelitian……… 34

(5)

xi Universitas Kristen Maranatha

3.3.1 Variabel Penelitian……….…….…...… 35

3.3.2 Definisi Konseptual……….……….. 35

3.3.3 Definisi Operasional... 36

3.4 Alat Ukur………. 38

3.4.1 Alat Ukur Work-Life Balance ...……… 38

3.4.1.1 Prosedur Pengisian... 39

3.4.1.2 Sistem Penilaian... 39

3.4.1.2.1 Sistem Penilaian Work-Family Enrichment ... 39

3.4.1.2.2 Sistem Penilaian Work-Family Conflict ... 40

3.4.1.2.3 Sistem Penilaian Work-Life Balance ... 41

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ...………...……... 42

3.4.2.1 Data Pribadi ... 42

3.4.2.2 Data Penunjang ... 42

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Work-Life Balance ... 42

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ... 42

3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 44

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel...………..……….. 45

3.5.1 Populasi Sasaran……….………... 45

3.5.2 Karakteristik Sampel……..……….………..………... 45

3.5.3 Teknik penarikan Sampel…….…….………... 45

3.6 Teknik Analisis Data……….……….. 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden……….. 47

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia……….…….. 47

(6)

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir………..……... 48

4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Kerja……....…….………….. 49

4.2 Hasil Penelitian……….... 49

4.2.1 Tipe Work-Life Balance…………...………... 50

4.2.2 Work-Family Enrichment…...………….…….... 50

4.2.3 Work-Family Conflict... 51

4.3 Pembahasan……….. 51

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan……….………. 57

5.2 Saran……….... 57

5.2.1 Saran Teoritis………...………. 57

5.2.2 Saran Praktis………...……….. 57

DAFTAR PUSTAKA………..……….. 59

DAFTAR RUJUKAN……….….….………. 62

(7)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tipologi Work-Life Balance……….…... 23

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Work-Life Balance ……….…………... 38

Tabel 3.2 Penilaian Item Work-Family Enrichment……….. 39

Tabel 3.3 Penilaian Item Work-Family Conflict ………... 40

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia………...……….... 47

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………... 48

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir……….…… 48

Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Kerja………...…….... 49

Tabel 4.5 Tipe Work-Life Balance ...………... 50

Tabel 4.6 Work-Family Enrichment ...………...… 50

Tabel 4.7 Work-Family Conflict ... 51

(8)

DAFTAR BAGAN

(9)

xv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I KISI – KISI ALAT UKUR L-1

Lampiran 1.1 Kisi – kisi Alat Ukur Work-Life Balance L-2 Lampiran II KATA PENGANTAR, INFORMED CONSENT & KUESIONER L-5

Lampiran 2.1 Kata Pengantar Kuesioner L-6

Lampiran 2.2 Lembar Persetujuan Responden L-8

Lampiran 2.3 Kuesioner Data Personel L-9

Lampiran 2.4 Kuesioner Work-Life Balance L-13 Lampiran III VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR L-18 Lampiran 3.1 Validitas Alat Ukur Work-Life Balance L-19 Lampiran 3.2 Reliabilitas Alat Ukur Work-Life Balance L-21

Lampiran IV DATA HASIL KUESIONER L-22

Lampiran 4.1 Hasil Kuesioner Work-Life Balance Responden L-23 Lampiran 4.2 Hasil Work-Family Enrichment Responden L-26 Lampiran 4.3 Hasil Work-Family Conflict Responden L-29

Lampiran V HASIL PENGOLAHAN DATA L-32

Lampiran 5.1 Data Demografis Responden L-33

Lampiran 5.2 Gambaran Sampel L-36

Lampiran 5.3 Hasil Penelitian Work-Life Balance L-42 Lampiran 5.4 Hasil Tabulasi Silang Antara

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bekerja dan berkeluarga menjadi bagian yang akan dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya. Bekerja adalah salah satu sarana atau jalan yang dapat dipergunakan oleh manusia dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk menciptakan dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial. Dalam budaya Timur menjalani keduanya merupakan kewajiban bagi pria, sementara wanita akan menjadi seorang ibu rumah tangga ketika menikah (Sylviana, 2013). Namun, seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan hidup yang semakin meningkat setiap tahunnya, peranan tersebut menjadi berubah (Wicaksono, 2011).

Perubahan peran yang terjadi adalah saat ini wanita tidak hanya berperan sebagai ibu rumah tangga saja, tetapi kebanyakan wanita juga berperan sebagai wanita karir yang memiliki kewajiban pekerjaan yang harus diselesaikan, yaitu tuntutan dari kantor (Sylviana, 2013). Begitu pula dengan pria, saat ini pria juga dituntut untuk lebih terlibat dalam urusan keluarga serta tidak hanya berperan sebagai pencari nafkah dan pemimpin keluarga. Pria juga mulai memegang tanggung jawab baru, di antaranya adalah mengasuh anak serta ikut mengerjakan berbagai kegiatan rumah tangga (Ema, 2015).

(11)

2

Universitas Kristen Maranatha dari lingkungan tidak dapat terpenuhi dengan baik, maka akan ada sanksi sosial yang diberikan oleh lingkungan kepada individu yang bersangkutan.

Terdapat beberapa tuntutan dalam masing-masing peran yang dijalankan baik oleh pria maupun wanita yang sudah menikah, dan tuntutan tersebut akan menimbulkan kurangnya dukungan dari anggota-anggota keluarga (Greenhaus, 2002). Tuntutan dari lingkungan keluarga, seperti: kewajiban menafkahi dan mengurus keluarga, memiliki tanggung jawab utama sebagai orangtua, serta konflik interpersonal dalam unit keluarga. Sedangkan tuntutan dari lingkungan pekerjaan, seperti: tanggung jawab yang dimiliki oleh individu untuk melaksanakan tugas dalam pekerjaannya dengan baik, ikut berpartisipasi dalam kegiatan perusahaan, meluangkan waktu lebih untuk menyelesaikan pekerjaannya atau ketika perusahaan mewajibkan individu untuk bekerja lembur, dan sebagainya (Liman, 2012).

Tuntutan peran di antara domain keluarga dan pekerjaan ini akan menimbulkan konflik peran pada diri individu, yang dapat mengganggu kesejahteraan hidup individu. Konflik dalam pekerjaan maupun keluarga merupakan bentuk konflik inter-role, yaitu adanya tuntutan keluarga dan tuntutan pekerjaan yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya sehingga akan membuat partisipasi individu dalam keluarga maupun perkerjaan menjadi lebih sulit dikarenakan partisipasi dalam peran yang lainnya (Liman, 2012).

(12)

3

Wiraswastawan adalah individu yang membuka usaha dengan maksud memeroleh keuntungan, memelihara usaha itu dan membesarkannya, dalam bidang produksi maupun distribusi barang-barang ekonomi maupun jasa (Schumpeter, 1934). Seiring dengan kemajuan zaman dan meningkatnya kebutuhan akan pembangunan, permintaan akan persediaan bahan bangunan pun bertambah. Hal ini dilihat sebagai situasi yang menguntungkan oleh wiraswastawan, sehingga semakin bertambahnya wiraswastawan yang membuka usaha dalam bidang bahan bangunan. Berdasarkan keterangan dari ketua RT dan ketua RW di kecamatan “X”, saat ini terdapat hampir 90 toko yang bergerak dalam bidang bahan bangunan di kecamatan “X” di kota Bandung sehingga kecamatan “X” ini dijuluki sebagai pusat

perdagangan bahan bangunan di kota Bandung.

(13)

4

Universitas Kristen Maranatha Usaha yang dilakukan wiraswastawan dalam menjual barang di tokonya, tak luput dari situasi penjualan yang ramai dan situasi ketika penjualan sedang sepi. Oleh karena itu, wiraswastawan juga memiliki kewajiban untuk dapat memertahankan keberlangsungan usahanya agar tidak gulung tikar serta mencari keuntungan sebanyak mungkin untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Mereka berusaha untuk bekerja lebih keras agar konsumen yang datang tidak mudah beralih ke toko lain. Mereka juga perlu memikirkan ide-ide apa yang dapat digunakan untuk menarik konsumen, serta meningkatkan pelayanan konsumen dengan cara seperti memasang spanduk yang mempromosikan barang yang dijualnya di depan toko, memasang iklan mengenai tokonya di media cetak, serta memberikan diskon untuk barang-barang yang sudah lama belum terjual atau mengadakan cuci gudang. Hal ini mampu mengatasi kondisi toko yang sepi akan konsumen dan menarik konsumen untuk membeli barang-barang yang belum laku, sehingga wiraswastawan bisa mendapatkan keuntungan.

Di sisi lain, wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang sudah menikah juga memiliki tuntutan peran di dalam keluarganya. Pasangan suami atau istri mereka di rumah, menuntut wiraswastawan untuk memperhatikan dan menyediakan waktu bagi keluarga. Hal ini seringkali memicu konflik dalam rumah tangga, karena pulang terlalu malam, kurangnya waktu kebersamaan dengan suami atau istri dan anak di malam hari, kurangnya perhatian terhadap keluarga, kurangnya waktu untuk berekreasi di akhir pekan, dan terbengkalainya tugas rumah tangga. Selain itu, terdapat pula tuntutan yang didapatkan dari anak, seperti waktu kebersamaan dengan anak, anak meminta untuk dijemput atau ditemani, serta anak meminta tolong ketika belajar atau mengerjakan tugas.

(14)

5

mengalami situasi yang disebut dengan work-family conflict. Work-family conflict didefinisikan sebagai tekanan tidak kompatibel yang timbul secara bersamaan antar peran pekerjaan dengan peran keluarga (Greenhaus dan Beutell, 1985).

Rantanen (2008) berpendapat bahwa pekerjaan tidak selalu mengenai tuntutan (demands) tapi adanya peningkatan skill yang didapatkan dari aktivitas bekerja yang dapat menunjang kesejahteraan psikologis individu (resources). Peningkatan skill yang didapatkan oleh wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan, salah satunya adalah kemampuan mengelola uang. Kemampuan ini dapat membantu wiraswastawan dalam menjalani peran baik di pekerjaan, seperti mengatur jumlah uang untuk membeli persediaan barang di tokonya, mengatur pembayaran gaji karyawan, serta menentukan harga barang yang dijual. Sedangkan di keluarga, wiraswastawan mampu mengatur uang belanja, uang untuk keperluan pendidikan, atau kebutuhan yang mendadak. Adanya peningkatan skill yang dirasakan oleh wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan ini akan menimbulkan pengalaman enhancement, yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Banyaknya tuntutan peran (demands) yang dialami oleh individu akan mengakibatkan munculnya konflik peran dalam diri individu. Sedangkan peningkatan skill (resources) yang didapatkan individu dari pekerjaannya, akan menunjang individu dalam mencapai psychological well-being dan meningkatkan performa dalam peran lainnya, atau disebut sebagai enrichment (Greenhaus and Powell, 2004). Adanya pengalaman di salah satu peran meningkatkan kualitas hidup, baik dalam kinerja maupun afek, dalam peran lainnya, disebut sebagai work-family enrichment (Greenhaus and Powell, 2004). Namun dalam penelitian yang dilakukan oleh Rantanen (2008), istilah enrichment disebut sebagai enhancement.

(15)

6

Universitas Kristen Maranatha dinegosiasikan dan diterima antara individu dengan pasangannya dalam perannya masing-masing di domain pekerjaan dan domain keluarga (Grzywacz dan Carlson, 2007:458). Rantanen (2008) menggambarkan 4 tipe individu dalam menyeimbangkan peran di dalam pekerjaan dan di keluarga berdasarkan kombinasi adanya enhancement dan konflik, diantaranya beneficial work-life balance, harmful work-life balance, active work-life balance, dan passive work-life balance. Tipe beneficial work-life balance mengacu pada dialaminya enhancement secara simultan oleh individu di pekerjaan-keluarga dan sebaliknya, serta tidak dialaminya conflict di pekerjaan-keluarga dan sebaliknya. Sedangkan tipe harmful work-life balance, mengacu pada dialaminya conflict secara simultan oleh individu di pekerjaan-keluarga dan sebaliknya, serta tidak dialaminya enhancement di pekerjaan-pekerjaan-keluarga dan sebaliknya.

Tipe work-life balance selanjutnya adalah active work-life balance dan passive work-life balance. Tipe active work-life balance dalam tipologi ini mengacu pada dialaminya enhancement maupun conflict secara simultan oleh individu di pekerjaan-keluarga dan sebaliknya, yang disebabkan luasnya partisipasi individu dalam peran yang diambilnya. Sedangkan tipe passive work-life balance, mengacu pada tidak dialaminya conflict maupun enhancement secara simultan oleh individu di pekerjaan-keluarga dan sebaliknya, karena pembatasan partisipasi individu dalam peran yang diambilnya.

(16)

7

Profesional Finlandia (termasuk staf dengan minimal gelar Master atau jabatan supervisi) dengan total sampel sebanyak 1482 orang, Manajer Finnish sebanyak 1214 orang, dan Manajer Estonia sebanyak 396 orang. Sampel yang berasal dari Universitas Profesional Finlandia memeroleh hasil prevalensi dengan tipe beneficial work-life balance sebanyak 56%, tipe harmful work-life balance sebanyak 7%, tipe active work-life balance sebanyak 27%, dan tipe passive work-life balance sebanyak 10%. Sampel untuk Manager Finnish mendapatkan hasil prevalensi dengan tipe beneficial life balance sebanyak 57%, tipe harmful life balance sebanyak 5%, tipe active life balance sebanyak 34%, dan tipe passive work-life balance sebanyak 4%. Sampel untuk Manager Estonia mendapatkan hasil prevalensi dengan tipe beneficial work-life balance sebanyak 74%, tipe harmful work-life balance sebanyak 1,5%, tipe active work-life balance sebanyak 23%, dan tipe passive work-life balance sebanyak 1,5% (Rantanen, 2008).

Berdasarkan hasil prevalensi yang telah dijabarkan, terdapat hasil yang tidak terduga antara tipe beneficial work-life balance dengan harmful work-life balance. Kedua fenomena tersebut sangat menonjol pada sampel Manager Estonia, yaitu terdapat 74% yang termasuk tipe beneficial work-life balance dan hanya 1,5% (terdiri dari 6 orang) yang termasuk harmful work-life balance. Individu yang memiliki peran ganda bisa mengalami konflik peran, yaitu terganggunya peran yang sedang dijalankan baik di pekerjaan maupun di keluarga, sehingga individu tidak dapat mengembangkan dirinya. Namun berdasarkan hasil penelitian tersebut, individu yang memiliki peran ganda, seperti peran di dalam pekerjaan dan peran di dalam keluarga tidak selalu mengalami konflik peran. Salah satu individu yang memiliki peran ganda adalah responden dalam penelitian ini, yaitu wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan yang sudah menikah.

(17)

8

Universitas Kristen Maranatha dirasakan dari tuntutan peran dalam pekerjaan dan keluarga, didapatkan hasil sebanyak 4 orang atau 40% wiraswastawan merasa bahwa mereka terlalu banyak menghabiskan waktunya untuk mengelola tokonya, sehingga mereka kurang dapat membagi waktu antara pekerjaan dengan keluarga. Mereka merasa bahwa mengelola toko dengan baik dapat menghasilkan pendapatan yang lebih besar, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan operasional toko dan kebutuhan keluarganya. Di sisi lain, mereka merasa kurang dapat memenuhi tuntutan dalam keluarga karena telah melalaikan tugas rumah tangga seperti membereskan rumah, memasak untuk pasangan dan anak, serta mengurus keperluan pasangan dan anak. Hal ini seringkali memicu konflik, ketika mereka dianggap tidak membantu dalam mengurus rumah tangga dan anak, serta mereka merasa diabaikan dan tidak diperhatikan oleh keluarganya. Dalam upaya untuk menyeimbangkan tuntutan peran dalam pekerjaan dan keluarga ini, wiraswastawan berusaha menyelesaikan tuntutan peran dahulu di toko setelah semua selesai baru memenuhi tuntutan peran dalam keluarga, seperti menjaga toko dari pagi sampai sore lalu malamnya digunakan untuk mengerjakan tugas rumah tangga dan bercengkrama bersama keluarga.

(18)

9

toko, meskipun merasa lelah tapi mereka ingin menikmati kebersamaan dengan keluarganya. Di rumah juga, mereka kadang membantu anaknya mengerjakan pekerjaan rumah atau membantu pasangannya dalam hal memasak dan mendidik anak.

Sebanyak 3 orang atau 30% wiraswastawan merasa bahwa mereka mampu memenuhi tuntutan yang ada di dalam pekerjaan dan keluarga, karena adanya pengertian dari pasangan dan anak. Mereka mengatakan bahwa baik pasangan maupun anaknya selalu memberikan dukungan dan pengertian pada kesibukannya dalam mengelola toko, berupa memberikan perhatian pada mereka ketika pulang dari toko, tidak menuntut untuk pergi jalan-jalan ketika hari kerja, bersedia mendengarkan keluh kesah mereka mengenai pekerjaan di toko, serta selalu menyemangati mereka agar bekerja lebih keras. Mereka juga memiliki kesepakatan dengan pasangannya untuk membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan, dengan cara membuka toko dari hari Senin hingga Sabtu siang, sementara Sabtu sore hingga Minggu digunakan untuk waktu bersama keluarga dan mengusahakan tidak menerima pesanan barang yang datang di akhir pekan. Hal ini dilakukan oleh wiraswastawan agar dirinya dapat memiliki waktu untuk beristirahat sekaligus mendekatkan diri dengan keluarganya, terutama anak, dengan cara pergi jalan-jalan bersama, bermain bersama di rumah, atau berolahraga bersama.

Berdasarkan fenomena yang dipaparkan oleh peneliti di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tipe work-life balance yang terdapat pada wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang sudah menikah.

1.2 Identifikasi Masalah

(19)

10

Universitas Kristen Maranatha tipe passive work-life balance) manakah yang paling dominan pada wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang sudah menikah.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memeroleh gambaran mengenai work-life balance pada wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang sudah menikah.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tipe work-life balance (tipe beneficial work-life balance, tipe harmful work-life balance, tipe active work-life balance, dan tipe passive work-life balance) yang paling dominan pada wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang sudah menikah.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya Psikologi Industri dan Organisasi mengenai tipe work-life balance pada wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang

sudah menikah.

(20)

11

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang sudah menikah untuk

memahami konflik dan pengalaman enhancement dari peran-peran yang dijalaninya baik dalam pekerjaan maupun keluarga.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan sebagai bahan acuan untuk tindakan lebih lanjut (seperti konseling) kepada wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang sudah menikah dalam meningkatkan

kesejahteraan hidup dan performa kerja.

1.5 Kerangka Pikir

Wiraswastawan merupakan individu yang membuka usaha dengan maksud memeroleh keuntungan, memelihara usaha itu dan membesarkannya usahanya baik dalam bidang produksi maupun distribusi barang-barang ekonomi dan jasa (Schumpeter, 1934). Wiraswastawan berperan mencari keuntungan sebanyak mungkin untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya serta memertahankan keberlangsungan usahanya agar tidak gulung tikar. Dalam melakukan perannya, wiraswastawan membutuhkan tenaga, waktu, dan pemikiran yang dicurahkan selama bekerja di tokonya, bahkan ketika memikirkan pekerjaannya diluar jam operasional toko.

(21)

12

Universitas Kristen Maranatha dari distributor maupun yang sudah terdapat di dalam toko. Pada tahap pelaksanaan, seorang wiraswastawan bertugas melakukan pelayanan kepada konsumen, menarik konsumen untuk membeli barang ditokonya dengan cara menanyakan dan menyediakan apa yang diperlukan oleh konsumen, memantau jalannya proses jual beli dengan cara mengawasi karyawan ketika sedang melayani konsumen, serta memeriksa masuknya pendapatan ke kasir dengan cara mengecek bukti transaksi yang ada dengan pendapatan yang didapatkan pada hari itu. Pada tahap terakhir yaitu tahap pengecekan, seorang wiraswastawan bertugas untuk melakukan pencatatan barang yang terjual dan barang yang baru datang, serta mengevaluasi kinerja karyawan dengan cara memberikan feedback secara lisan atas kinerja karyawan pada hari itu.

Sementara di dalam keluarga, wiraswastawan memiliki tuntutan untuk membantu pasangan mengurus rumah, memelihara rumah, mengurus anak, mendidik anak, serta berkomunikasi dengan anak maupun pasangan. Tuntutan peran ganda sebagai wiraswastawan, pasangan maupun orangtua, tidak mudah untuk dijalankan dalam waktu yang bersamaan, sehingga dapat menyebabkan konflik peran bagi individu baik dalam pekerjaan maupun keluarga. Ketika terjadi peningkatan tuntutan peran individu di pekerjaannya yang berlawanan dengan tuntutan peran individu di keluarganya, maka individu akan mengalami ketidakseimbangan peran diantara pekerjaan dan keluarga yang mengarah kepada konflik, sehingga mereka mengalami situasi yang disebut dengan work-family conflict (Greenhaus dan Beutel dalam Zats dkk, 1996).

(22)

13

domain pekerjaan dan keluarga. Rantanen (2008) menyebut istilah enrichment sebagai enhancement di dalam penelitiannya.

Pengalaman konflik maupun enhancement yang dialami wiraswastawan berhubungan dengan pencurahan waktu ketika menjalankan perannya dalam pekerjaan yang memengaruhi perannya di keluarga. Keterlibatan individu baik dalam pekerjaan maupun dalam keluarga, merujuk pada upaya psikologis dan kehadiran yang dikerahkan wiraswastawan. Sedangkan kepuasan yang dirasakan wiraswastawan, merujuk pada perasaan puas yang diekspresikan wiraswastawan secara seimbang terhadap perannya di pekerjaan dan di keluarga. Dalam hal ini, wiraswastawan memiliki jam kerja yang fleksibel tergantung seberapa banyak penghasilan yang ingin diperoleh oleh wiraswastawan. Semakin tingginya penghasilan yang ingin diperoleh, maka semakin sering pula wiraswastawan harus membuka tokonya, sehingga wiraswastawan akan mencurahkan banyak energi dalam mengoperasionalkan tokonya setiap hari dan menerima barang dari distributor saat hari libur. Hal ini menyebabkan waktu yang dimiliki wiraswastawan untuk keluarganya semakin sedikit karena wiraswastawan sudah terlalu lelah untuk bercengkrama dengan pasangan dan anaknya ketika berada di rumah sehingga wiraswastawan kurang mendapatkan kepuasan bersama pasangan dan anak.

(23)

14

Universitas Kristen Maranatha sebaliknya; dengan tinggi atau rendahnya derajat konflik yang dialami individu di keluarga sehingga menyulitkan pelaksanaan peran di pekerjaan dan sebaliknya; dan kombinasi pembatasan atau perluasan keterlibatan di berbagai peran, menghasilkan empat tipe work-life balance (Rantanen, 2008) yaitu beneficial work-life balance (high enhancement; low conflict), harmful work-life balance (low enhancement; high conflict), active work-life balance (high enhancement; high conflict), dan passive work-life balance (low enhancement; low conflict).

Wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan yang menghayati tingginya pengalaman enhancement dari peran di pekerjaan dan di keluarga, serta menghayati konflik antara pekerjaan dan keluarga yang rendah, termasuk ke dalam tipe beneficial work-life balance. Hal ini terlihat dari terciptanya relasi interpersonal antara wiraswastawan dengan karyawan baik di tokonya maupun dengan karyawan dari pihak distributor dan terciptanya relasi interpersonal antara wiraswastawan dengan pelanggan, sehingga wiraswastawan mampu mengaplikasikan pengalamannya tersebut dalam relasi interpersonal dengan anggota keluarga di rumah untuk membangun hubungan yang harmonis dengan keluarga. Dalam berelasi dengan anggota keluarga, wiraswastawan dapat memposisikan diri sebagai kepala keluarga, pasangan, dan orangtua, serta bersedia menjadi pendengar dan penasihat bagi anggota keluarganya. Ini menunjukkan bahwa wiraswastawan memiliki penghayatan terhadap pengalaman enhancement seperti pengembangan keterampilan kerja, perolehan informasi, peningkatan kepercayaan diri, serta peningkatan suasana hati yang positif, yang dapat bermanfaat bagi peran di pekerjaan maupun di keluarga. Dengan demikian, konflik yang dialami oleh wiraswastawan, yang muncul dari peran di pekerjaan dan di keluarga dapat teratasi oleh adanya penghayatan positif dari pengalaman enhancement tersebut.

(24)

15

tingginya konflik kerja dan keluarga, termasuk ke dalam tipe harmful work-life balance. Kondisi ini muncul ketika wiraswastawan menghayati banyaknya tuntutan pekerjaan yang diterima, melebihi manfaat yang didapatkannya dari peran di pekerjaan maupun di keluarga. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa wiraswastawan kurang dapat membagi waktu antara pekerjaan dengan keluarganya. Wiraswastawan menggunakan sebagian besar waktunya untuk mengelola toko sehingga waktu yang digunakan bersama keluarga lebih sedikit, sehingga mereka merasa kurang dapat memenuhi tuntutan dalam keluarga karena telah melalaikan tugas rumah tangga seperti membereskan rumah, memasak untuk pasangan dan anak, serta mengurus keperluan pasangan dan anak. Hal ini seringkali memicu konflik, ketika mereka dianggap tidak membantu dalam mengurus rumah tangga dan anak, serta mereka merasa diabaikan dan tidak diperhatikan. Konflik yang dialami wiraswastawan secara terus menerus dengan keluarganya akan menghasilkan hubungan yang tidak harmonis dengan anggota keluarga. Hal ini membuat wiraswastawan mengalami ketidakpercayaan diri karena tidak adanya dukungan dari pihak keluarga mengenai pekerjaannya.

(25)

16

Universitas Kristen Maranatha Di sisi lain, wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan yang menghayati rendahnya pengalaman enhancement dan rendahnya konflik yang dialami, akibat dari pembatasan peran yang dijalani baik di pekerjaan maupun di keluarga, termasuk ke dalam tipe passive work-life balance. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa wiraswastawan merasa kurang mampu untuk terlibat dalam berbagai macam peran di pekerjaannya dan merasa ingin mencurahkan energinya untuk fokus dalam satu peran saja. Dalam keluarga, wiraswastawan merasa tidak perlu untuk terlibat dalam mengurus dan mendidik anak, karena itu merupakan tugas pasangannya. Wiraswastawan merasa bahwa tugas pokoknya adalah mencari nafkah sehingga tidak bersedia terlibat dalam kegiatan lainnya di keluarga.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat terlihat bahwa wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan di kecamatan “X” yang sudah menikah memiliki usaha yang berbeda-beda

(26)

17

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Peran ganda :

Wiraswasta-wan dalam

bidang bahan bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang sudah

menikah.

Conflict

Enhancement

Work – Life

Balance

Beneficial work-life

balance Harmful

work-life balance

Activework-life balance

(27)

18

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi Penelitian

Asumsi yang mendasari penelitian ini adalah :

1. Wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan yang sudah menikah memiliki beberapa peran yang harus dijalani baik dalam pekerjaan maupun dalam keluarga.

2. Tuntutan-tuntutan dari peran yang dijalani oleh wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan baik dalam pekerjaan maupun keluarga dapat dihayati sebagai konflik.

3. Manfaat-manfaat dari peran yang dijalani oleh wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan baik dalam pekerjaan maupun keluarga dapat dihayati sebagai pengalaman enhancement.

(28)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Tipe work-life balance yang paling dominan pada wiraswastawan dalam bidang bahan

bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang sudah menikah adalah tipe beneficial

work-life balance. Artinya, melalui peran-peran yang dijalani oleh wiraswastawan dalam bidang bahan bangunan baik dalam kehidupan pekerjaan dan kehidupan keluarga, wiraswastawan menghayati adanya pengalaman enhancement yang tinggi dan adanya konflik yang rendah.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoretis

1. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian dengan melibatkan data penunjang yang lebih mendalam sehingga dapat menjaring enhancement dan konflik yang sesuai dengan karakteristik sampel.

2. Peneliti selanjutnya juga disarankan untuk melakukan penelitian dengan sampel dari berbagai pekerjaan dan jumlah sampel yang lebih banyak agar hasil penelitian dapat lebih menggambarkan perbedaan tipe work-life balance.

5.2.2. Saran Praktis

(29)

58

Universitas Kristen Maranatha dengan cara menegosiasikan atau mendiskusikan tuntutan peran yang dijalaninya kepada pasangan.

(30)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI TIPE WORK-LIFE BALANCE PADA

WIRASWASTAWAN DALAM BIDANG BAHAN BANGUNAN DI KECAMATAN

“X” KOTA BANDUNG YANG SUDAH MENIKAH

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Oleh:

DIEN SAVITRI

NRP: 1230084

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

(31)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat dan ridho Allah SWT, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Studi Deskriptif Mengenai Tipe Work-Life Balance pada Wiraswastawan dalam Bidang Bahan Bangunan Di Kecamatan “X” Kota Bandung yang Sudah Menikah”.

Penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung. Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti terbuka atas segala kritik dan saran yang diberikan bagi skripsi ini. Peneliti berharap di dalam segala kekurangannya, skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi Fakultas Psikologi khususnya dan mahasiswa lain yang ingin melanjutkan penelitian ini.

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menerima banyak bantuan, bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan peneliti menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Oej Irene Prameswari Edwina, M.Si, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Dra. Fifie Nurofia, Psikolog., MM. selaku dosen pembimbing utama yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran serta memberikan motivasi bagi peneliti selama penyusunan skripsi ini.

3. Ka Yan, M. Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran serta memberikan motivasi bagi peneliti selama penyusunan skripsi ini.

4. Para wiraswastawan bahan bangunan di kecamatan “X” kota Bandung yang telah

(32)

dengan penelitian ini sehingga membantu peneliti dalam penulisan latar belakang masalah penelitian.

5. Encep Nurzaman, Poppy Puspitasari, Hesty, Taufik, dan Ditta selaku keluarga peneliti yang telah memberikan segala dukungan, motivasi, dan memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh peneliti.

6. Marsha Grasiani, Claudy Purnama, Cynthia, serta Yusni Mutmainna selaku teman seperjuangan yang senantiasa mendukung, saling membantu, dan selalu menjadi teman diskusi selama penyusunan skripsi ini.

7. Andini Syifa, Amalia Shofiyanti, Aprilia Pratiwi, Ayu Abharina, Disha Novianti, Fadila Rahmalia, Nariezsa Hudania, Rosi Yuliana, Elsa Anggraeni, Kusuma Dewi, Putri Sariningsih, Raissa Putri, Zahroh Siti, dan Gimnastiar Darmawan selaku sahabat-sahabat peneliti yang senantiasa mendukung dan selalu menjadi teman diskusi selama penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan di Fakultas Psikologi yang telah mendukung, dan memberikan semangat kepada peneliti yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT selalu memberikan perlindungan dan balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang Bapak, Ibu serta rekan-rekan sekalian berikan. Akhir kata, peneliti mengucapkan selamat membaca dan berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, Desember 2016

(33)

59 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Aryee, S., Srinivas ES, & Tan HH.(2005). Rhythms of life : antecedents and outcomes of work-family balance in employed parents. Journal of Applied Psychology, 90, 132-146.

Bakker, A.B., & Geurts SAE.(2004). Toward a dual-process model of work-home interference. Work Occupation, 31, 345-366.

Bakker, Arnold B., Xanthopoulou, Despoina., Schaufeli, Wilmar B., Demerouti, Evangelia. (2007). The Role of Personal Resources in The Job Demands-Resources Model. International Journal of Stress Management, 2, 121-141.

Barnett, R.C., & Baruch, G.K.(1985). Women’s involvement in multiple roles and psychological distress. Journal of Personality, Social Psychology,49, 135-145.

Buchari Alma. 2001. Pengantar Bisnis.Bandung : Alfabeta.

Carlson, D.S., Kacmar, K.M., Wayne, J.H., & Grzywacz, J.G.(2006). Measuring the positive side of the work-family interface : Development and validation of a work-family enrichment scale.Journal of Vocational Behavior, 68, 131-164.

Clark, S.C.(2000). Work/family border theory : A new theory of work/family balance.Human Relations, 53(6), 747-770.

Crouter, A. C. (1984). Spillover from family to work : The neglected side of the work-family interface. Human Relations, 37, 425-442.

Friedenberg, Lisa, 1995. Psychological Testing : Design, Analysis and Use. Boston: Allyn & Bacon.

Goode, W.J.(1960). A theory of role strain. Am Sociol Rev, 25, 483-496.

(34)

60

Greenhaus, J.H., & Powell, G.N.(2004). When work and family are allies : A theory of work-family enrichment. Academy of Management Review, 31(1), 72-92.

Grzywacz, J.G, & Carlson, D.S.(2007). Conceptualizing work-family balance : implications for practice and research. Adv Dev Hum Resour, 9, 455-471.

Jones, F., Burke, R.J., & Westman, M.(2006). Work-life balance : A psychological perspective. Psychology Press, New York, NY.

Kumar, R. (2009). Research methodology : a step-by-step guide for beginners. London: Sage Publication.

Marks, S.R.(1977). Multiple roles and role strain : some notes on human energy, time and commitment. Am Sociol Rev, 42, 921-936.

Marks, S.R., & MacDermid, S.M.(1996). Multiple roles and the self : a theory of role balance. Journal of Marriage Family, 58, 417-432.

Nazir, M. 1983. Metode Penelitian.Jakarta: Ghalia Indonesia.

Powell, G., & Greenhaus, J. (2004). Is the opposite of positive negative? The relation between work-family enrichment and conflict. Academy of Management Meetings, New Orleans, LA.

Rantanen, J.(2008). Work-family interface and psychological well-being : a personality and

longitudinal perspective. Jyvӓskylӓ Studies in Education, Psychology, and Social Research 346. University of Jyvӓskylӓ, Jyvӓskylӓ.

Riasnugrahani, M. (2011). Liburan=Penyeimbang Kerja dan Keluarga, dalam Euangelian, Edisi 124, Juni-Juli 2011.

Schumpeter, J. (1934). The Theory of Economic Development. An Inquiry into Profits, Capital, Credit, Interest and the Business Cycle. Harvard U.

(35)

61

Universitas Kristen Maranatha Sugiyono.(2010). Metode Penelitian pendidikan: Pendekatan kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D.Bandung: Alfabeta.

Tiedje, L.B., Wortman, C.B., Downey, G., Emmons, C., Biernat, M., Lang, E. (1990). Women with multiple roles : role compatibility perceptions, satisfaction, and mental health. Journal of Marriage Family, 52, 63-72.

(36)

62

DAFTAR RUJUKAN

Ema. (2015). Pentingnya Peran Pria Dalam Keluarga. (Online). (http://www.orami.co.id/blog/Pentingnya-Peran-Pria-dalam-Keluarga/, diakses tanggal 26 April 2016).

Liman, V. A. (2012). Hubungan Antara Role Salience dan Work Family Conflict Pada Istri Yang Bekerja di Perusahaan “X” Kota Bandung. Undergraduated thesis. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Sylviana, C. G. (2013). Studi Deskriptif Mengenai Work Family Conflict Pada Karyawati Yang Sudah Berkeluarga di Bank “X” Jakarta. Undergraduated thesis. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Wicaksono, R. (2011). Perempuan Bekerja Sebuah Dilema Perubahan Zaman. (Online). (http://www.kompasiana.com/renaldi.wicaksono/perempuan-bekerja-sebuah-dilema-perubahan-zaman_5500b32f8133111918fa7c0b, diakses tanggal 22 April 2016).

Wicaksono, R. (2007). Pengertian Wiraswasta. (Online).

Referensi

Dokumen terkait

Dari kesimpulan diatas berimplikasi pada perlunya mempertahankan dan melaksanakan strategi pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan pesantren DT itu secara lebih baik

Sri Rohmawati, (2013) Peran Instruktur dalam Menumbuhkan Motivasi Warga Belajar Pada Pelatihan Kewirausahaan (Studi Deskriptif Pada Warga Belajar Paket C di

Finally, the writer hopes this Observation Report can benefit to the writer, academic environment, and the readers.. The writer realizes that this

Dalam memilih model pembelajaran, seorang guru harus memperhatikan siswanya sebagai subjek belajar. Pada dasarnya siswa yang satu berbeda dengan siswa yang lain,

Untuk pengembangannya sendiri dari rencana pengembangan pariwisata kota Solo, taman Sriwedari akan dijadikan seperti dulu yaitu kawasan wisata budaya yang di

[r]

Harapannya Agar para broker property Agent dapat segera memberikan jawaban dan solusi kepada calon pembeli rumah tanpa harus menunggu lama untuk datang ke pakar

LAMPIRAN : REKAP HASIL EVALUASI ADMINISTRASI, TEKNIS DAN HARGA Paket Pekerjaan : Pengadaan kapal perikanan < 3 GT. Lokasi :