• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PEMBIAYAAN PENDIDIKAN PESANTREN : Kajian Pada Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Kota Bandung Tahun 2001.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PEMBIAYAAN PENDIDIKAN PESANTREN : Kajian Pada Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Kota Bandung Tahun 2001."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

u, W r.r , W / i .^X)0

£-STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PEMBIAYAAN PENDIDIKAN PESANTREN

(Kajian Pada Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Kota Bandung Tahun 2001)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Administrasi Pendidikan

Oleh: \

DENIROHENDI 999560

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN UNTUK MENGIKUTI UJIAN TAHAP II

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Abdul Azis Wahab, M.A.

Pembimbing II

(3)

MENGETAHUI

Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan

Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

ABSTRAK

Judul: Strategi Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pembiayaan Pendidikan Pesantren (Kajian Pada Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Kota Bandung Tahun 2001).

Harapan masyarakat akan pendidikan yang berkualitas sangatlah besar seiring dengan tuntutan kehidupan yang semakin kompleks. Semua lembaga pendidikan dituntut untuk melakukan perbaikan-perbaikan untuk memenuhi harapan tersebut, termasuk didalamnya lembaga pendidikan pesantren yang merupakan aset pendidikan bangsa Indonesia yang cukup potensial.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan diperlukan berbagai faktor pendukung yang memadai, salah satunya yang sangat menentukan adalah besarnya dana yang mencukupi bagi kegiatan pendidikan tersebut. Namun pada kenyataannya dana yang tersedia dan dialokasikan pemerintah untuk sektor pendidikan ini masih terbatas dan jauh dari mencukupi, oleh karena itu diperlukan optimalisasi peran serta masyarakat dalam pembiayaan pendidikan ini.

Bagi lembaga pendidikan pesantren khususnya, potensi dana yang ada pada masyarakat perlu digali secara baik melalui strategi yang tepat, sehingga hasilnya dapat diperoleh secara efektif dan dapat meningkatkan aktivitas pendidikan pesantren serta masyarakatpun ikut merasa memiliki eksistensi lembaga pendidikan tersebut.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah "Bagaimana strategi pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan pesantren Daarut Tauhiid (DT)". Fokus masalah tersebut dirinci dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Pola pendidikan apakah yang dikembangkan ? (2) Konsep dan strategi pemberdayaan masyarakat yang manakah yang digunakan dalam pembiayaan pendidikan DT ? (3) Langkah-langkah strategis pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan apakah yang dilaksanakan ? (4) Hasil apakah yang diperoleh dari strategi yang digunakan bagi pembiayaan pendidikan

dan kegiatan pesantren DT ?.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara, observasi, dan telaah dokumentasi, yang ditujukan pada sejumlah subjek penelitian yang dipandang memadai untuk memberikan informasi sesuai dengan fokus penelitian.

(5)

eksternal dengan melakukan pembinaan ummat, membangun opini dan

penumbuhan motivasi serta terus menjalin silaturahmi dengan berbagai elemen

masyarakat. Ketiga, langkah-langkah strategis pemberdayaan masyarakat dalam

pembiayaan pendidikan DT itu dilaksanakan melalui proses perencanaan yang

terarah dan terukur, pelaksanaan dengan memberikan pelayanan terbaik kepada

masyarakat serta program-program pemberdayaan yang inovatif, pelaporan yang

jujur dan transparan. Keempat, dampak yang ditimbulkan dari strategi yang

digunakan adalah respon positif dari masyarakat dengan turut berperan aktif

dalam pembiayaan pendidikan pesantren DT, secara kuantitas dana yang

terkumpul cukup besar dan memadai sehingga kegiatan dan program pendidikan

pesantren DT dapat dilaksanakan secara baik.

Dari kesimpulan diatas berimplikasi pada perlunya mempertahankan dan

melaksanakan strategi pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan

pesantren DT itu secara lebih baik lagi dengan melaksanakan seluruh konsep dan

langkah-langkah strategis secara konsekwen guna mempertahankan kredibilitas

yang sudah dimiliki, sehingga peran serta masyarakat dapat dipertahankan.

Berdasar pada kesimpulan dan implikasi tersebut, maka rekomendasi yang

diberikan yaitu: Pertama, perlu adanya standai evaluasi kredibilitas personal dan

lembaga sebagai upaya untuk menjaga konsistensi kredibilitas yang dibangun.

Kedua, perlu adanya optimalisasi pengelolaan dana zakat, infak shodoqoh dan

wakaf bagi pembiayaan pendidikan. Ketiga, perlu terus diberikan peningkatan

pengetahuan dan keterampilan SDM guna meningkatkan mutu pelayanan yang

lebih baik lagi. Keempat, dengan melihat kebcrhasilan pendidikan pesantren DT

selama ini dalam pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan

pesantren, maka untuk lembaga pendidikan lainnya khususnya pesantren dapat

menjadikan DT sebagai pola model.

(6)

DAFTARISI

Halaman

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ih'

DAFTAR ISI vii

DAFTARTABEL

••

•.

ix

DAFTAR BAGAN x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah 13

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

16

D. Premis Penelitian 17

E. Paradigma Penelitian

18

BAB II KONSEP STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PEMBIAYAAN PENDIDIKAN PESANTREN

A. Orientasi Pendidikan Pesantren Dalam Masyarakat 21

B. Sumber Daya Pendidikan Dalam Masyarakat

27

C. Konsep Administrasi Pendidikan

30

D. Strategi Dalam Pemberdayaan Masyarakat

36

E. Konsep Dasar Biaya Pendidikan

62

F. Kajian Penelitian yang Relevan

71

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode Penelitian 73

B. Subj ek Penelitian

75

C. Data yang Diperlukan

76

D. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data 77

E. Langkah-Langkah Penelitian

79

F. Prosedur Analisis Data 81

(7)

G. Validasi Temuan Penelitian 83 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Pola Pendidikan Pesantren DT Bandung 85

B. Konsep Pesantren DT Untuk Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Dalam Pembiayaan Pendidikan Pesantren 99

C. Langkah-Langkah Strategis Pemberdayaan Masyarakat

Dalam Pembiayaan Pendidikan Pesantren DT 115

D. Efektivitas Strategi yang Digunakan

Bagi Pembiayaan Pendidikan dan Kegiatan Pesantren DT 128

E. Pembahasan 132

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan 142

B. Implikasi 145

B. Rekomendasi 145

DAFTAR PUSTAKA 147

LAMPIRAN-LAMPIRAN 151

RIWAYATHIDUP 162

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel :

4.1. Pola Pendidikan Pesantren DT Bandung 88

4.2. Laporan Penerimaan Pendapatan dan Pengeluaran Dana

Bulan Juli 2000 s.d. Oktober 2001, DPU DT 129

(9)

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan :

4.1. Struktur Organisasi Yayasan Pesantren DT Bandung 106

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar :

1.1. Paradigma Penelitian 20

2.1. Sistem Administrasi Pendidikan 34

2.2. Tahapan Berfikir Strategik Kenneth Primozic • 38

2.3. Model Manajemen Strategik 43

4.1. Konsep Pendidikan Terpadu DT 90

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran:

1. Instrumen Penelitian 151

2. Pedoman Wawancara 155

3. Pedoman Observasi 158

4. Kutipan Surat Keputusan Direktur Pascasarjana UPI Bandung Tentang: Pengangkatan Pembimbing Penulisan Tesis

Program Magister (S2) Pascasarjana UPI Angkatan 1999 160 5. Surat Permohonan Untuk Mengadakan Penelitian 161

(12)

BAB I !

PENDAHULUAN

''\ 'V'

A. Latar Belakang

Masalah dan sekaligus tantangan besar yang sedang dihadapi dunia pendidikan kita saat ini adalah berupa tuntutan masyarakat yang menghendaki adanya peningkatan kualitas sistem pendidikan nasional, yang dapat memberikan pelayanan peroses pendidikan dan hasil akhir pendidikan yang efektif dan efisien, sehingga pendidikan benar-benar mampu memberikan kontribusi positif bagi kesejahteraan hidup masyarakat.

Masyarakat di masa yang lalu beranggapan bahwa penyelenggaraan pendidikan ini seolah-olah hanyalah tanggung jawab pemerintah saja. Akibatnya pendidikan diklaim terpisah dari kebutuhan masyarakat, dari dunia industri dan dunia kerja, intelektualisme yang sempit telah memisahkan dunia pendidikan dari kehidupan yang sebenarnya. Kondisi ini menyebabkan pendidikan dianggap tidak dapat melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, padahal pendidikan ini diyakini sebagai investasi pembangunan bangsa yang akan meningkatkan "Human Capital" sebagai aset pembangunan tersebut.

(13)

Indonesia yang religius. Hal ini ditandai dengan semakin lunturnya perilaku mulia

(akhlaqul karimah) di kalangan pelajar, balikan bergeser menjadi pelilaku-perilaku

yang menjurus pada kejahatan berupa tawuran antar pelajar, penyalahgunaan obat

terlarang (narkoba), dan perilaku seks bebas di kalangan pelajar, sebagaimana

dinyatakan dalam sebuah penelitian :

Penelitian Dr. Winarini Wildan Mansoer, pada tahun 1997 tawuran melibatkan 137 sekolah (10% SLTP), terdapat 247 titik rawan di jalanan dan 11 titik rawan di terminal, dengan korkan jiwa yang

semakin meningkat. Selama tiga minggu pertama tahun ajaran 1999/2000 saja sudah 5 pelajar tewas dalam tawuran...dalam laporan

Kakanwil Depdiknas DKI Jaya kepada Mendiknas Yahya Muhaimin beberapa waktu lalu menyebutkan, sebanyak 1.015 siswa di 166 SMU di Jakarta selama tahun 1999/2000 terlibat tindak pidana narkoba...data Menko Kesra juga menyebutkan, terjadi kenaikan angka tertular penyakit menular seksual di kalangan remaja putri tingkat SLTP dan SMU di hampir semua kota besar di Indonesia. (SAKSI, No.18.12 Juni 2001)

Fenomena tersebut harus segera disikapi secara benar dan

sungguh-sungguh sebab jika hal ini terus berlangsung maka kekhawatiran para pakar

tentang hilangnya sebuah generasi mungkin akan menjadi sebuah kenyataan.

Terlebih lagi bangsa Indonesia saat ini dihadapkan pada pola persaingan global

yang telah direncanakan, seperti pasar bebas ASEAN dengan kesepakatan AFTA

mulai tahun 2003 dan sistem pasar terbuka antar negara anggota APEC pada

tahun 2020. Oleh karena itu tampaklah betapa reposisi pendidikan nasional dalam

kehidupan masyarakat menjadi begitu penting dan merupakan tanggung jawab

bersama yang mendesak untuk dilaksanakan.

Seiring dengan semangat reformasi, maka desentralisasi pendidikan

nasional dalam rangka pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 membawa harapan

(14)

memberikan efek terhadap kurikulum, efisiensi administrasi, pendapatan dan

biaya pendidikan, pemerataan. " (H.A.R. Tilaar, 2000:87).

Dalam desentralisasi sistem pendidikan nasional setidaknya ada tiga sasaran yang hendak dicapai, yaitu : (1) menjadikan pendidikan lebih retevan dangan tuntutan dan kebutuhan global, sehingga adanya link and match pendidikan dengan stake holder pendidikan, (2) mengembalikan peran serta masyarakat dalam pendidikan berupa tanggung jawab masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan pendidikan, (3) mengembangkan

nilai-nilai kemanusiaan yang berlaku di dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Nilai-nilai tersebut hidup dan berkembang, di kembangkan di dalam lingkungan keluarga masyarakat yang berbudaya.

Semakin besar partisipasi masyarakat di dalam pendidikannya, semakin tinggi pula akuntabilitas pendidikan, termasuk di dalam relevansi pendidikan

terhadap kebutuhan nyata dalam masyarakat, Mastuhu (1994:4) menyatakan:

Suatu lembaga pendidikan akan berhasil menyelenggarakan

kegiatannya jika ia dapat mengintegrasikan dirinya ke dalam

' kehidupan masyarakat yang melingkarinya. Keberhasilan itu

menunjukkan adanya kecocokan nilai antara lembaga pendidikan yang

bersangkutan dan masyarakatnya, setidak-tidaknya tidak bertentangan. Lebih dari itu, suatu lembaga pendidikan akan diminati

oleh anak-anak, orang tua dan seluruh masyarakat apabila ia mampu memenuhi kebutuhan mereka akan kemampuan ilmu dan teknologi untuk menguasai suatu bidang kehidupana tertentu dan kemampuan

moral keagamaan dan moral sosial budaya untuk menempatkan diri mereka di tengah-tengah pergaulan bersama manusia terhormat.

Dalam sejarah pendidikan nasional Indonesia, kita mengenal salah satu

subsistem pendidikan nasional yang telah menyatu dan mengakar dalam

(15)

dalamnya, yaitu pendidikan pesantren. Pondok pesantren keberadaannya telah dikenal sejak lima abad yang silam dalam budaya pendidikan kita, sebagaimana

dinyatakan oleh Qomari Anwar (1998 : 106) : "Pondok pesantren sebenarnya

sudah ada sejak abad ke - 15. Hal ini bisa kita buktikan dari sejarah adanya

Pondok Pesantren Gelogak Arum yang didirikan oleh Raden Fatah (Raja Demak)

tepatnyapada tahun 1476".

Kontribusi pendidikan pesantren bagi pembangunan bangsa tampak nyata. Sejak jaman perjuangan kemerdekaan, banyak tokoh pergerakan kemerdekaan terlahir dari latar pendidikan pesantren demikian pula pasca Indonesia merdeka sampai saat ini. Oleh karena itu keberadaan pendidikan pesantren telah dirasakan dan diakui sebagai aset pendidikan yang harus pula mendapat perhatian.

Saat ini pendidikan pesantren tengah berjuang dalam memantapkan identitas dan kehadirannya di tengah-tengah kehidupan bangsa yang sedang membangun ini, sebagai subsistem pendidikan nasional. Makin mantap dan kukuh

kedudukannya serta semakin besar peran dan sumbangannya dalam memenuhi

kebutuhan nasional melalui upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional, akan semakin jelas identitasnya dan oleh karenanya akan semakin dinamis gerak perjuangannya. Hal yang demikian ini akan tercapai jika pesantren mampu

mempertahankan identitasnya di satu pihak dan terbuka bagi kemajuan ilmu dan

teknologi di pihak yang lain, dalam rangka mencapai cita-cita nasinal.

Pendidikan pesantren adalah sistem pendidikan yang berlandaskan pada

(16)

Kamal Muhammad Isa (Qomari Anwar (1998 : 87) menguraikan keistimewaan

tersebut antara lain:

1. Konsep Islam merupakan konsep Ilahi yang ditransformasikan

dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Maka ia akan "kekal" dan tak

akan berubah-ubah secara substansial. Sesuai dengan perkembangan zaman, ia akan mampu memenuhi semua kebutuhan manusia yang utuh. Ia akan membimbing akal dan mengarahkan kemampuan manusia pada titik tujuan yang amat jelas.

2. Konsep Islam meletakkan manusia sebagai ciptaan Allah yang terdiri atas jasmani yang terkait ke bumi dan memiliki keinginan nafsu, serta rohani yang terkait ke langit. Islam memberikan keseimbangan antara kepentingan jasad dan ruh. Konsep ini memberikan keseimbangan yang konkrit antara kepentingan jasmaniah dan rohaniah, kepentingan individu dan juga bersama. 3. Konsep Islam ciptaan Allah karenanya ia bersifat mutlak, kokoh,

mantap, realistis dan "aplicable", tidak bersifat khayali atau

nisbi.

Sehingga dalam konsep pendidikan Islam pendidikan itu sarat akan nilai Ketuhanan, yang berarti: (1) Secara prinsip tujuan dan sasaran pendidikan sangat jelas. (2) Setiap langkah dan kebijakan yang diambil oleh para pendidik mutlak harus diorientasikan pada upaya mewujudkan kesempurnaan umat manusia. (3) Pendidikan perlu dirancang dan disajikan secara gradasi,bermula dari yang rendah hingga yang tinggi, dan (4) Peran pendidikan hendaknya tidak menyimpang dari realisasi ketaatannya kepada Allah Swt. (Abdurahman An Nahlawi, 1998).

Keterbukaan pesantren terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi ditandai dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem pendidikan

pesantren dari pola tradisional menuju pola yang lebih modern baik yang menyangkut sumber belajar maupun yang menyangkut pengelolaan pendidikan.

(17)

hubungan semakin rasional, dinamis dan kompetitif. Produk yang dihasilkan

bersifat massive dan standart, tetapi juga terspesialisasi. Di bidang pendidikan, lulusan dari lembaga pendidikan yang sejenis dan setingkat memiliki corak kualitas yang sama. Kerja kependidikan akan semakin didominasi oleh kegiatan

pengembangan sains dan teknologi.

Beberapa indikator pergeseran yang dialami oleh pesantren antara lain

terlihat pada hal-hal berikut: (1) Kyai bukan lagi merupakan satu-satunya sumber belajar. Dengan semakin beraneka ragam sumber-sumber belajar baru, dan semakin tingginya dinamika komunikasi antara sistem pendidikan pesantren dan sistem yang lain, maka santri dapat belajar dari banyak sumber. (2) Dewasa ini

hampir seluruh pesantren menyelenggarakan jenis pendidikan formal, yaitu

madrasah, sekolah umum dan perguruan tinggi. (3) Seiring dengan pergeseran-pergeseran tersebut, santri membutuhkan izasah dan penguasaan bidang keahlian,

atau keterampilan yang jelas, yang dapat mengantarkannya untuk menguasai

lapangan kehidupan tertentu, sehingga (4) Dikalangan santri terdapat

kecenderungan yang semakin kuat untuk mempelajari sains dan teknologi pada

lembaga-lembaga pendidikan formal untuk memperoleh keahlian atau

keterampilan tersebut, tetapi mereka juga tetap ingin belajar di pesantren untuk

mendalami agama dalam rangka memperoleh moral agama. (5) Belajar di

pesantren tidak lagi tanpa biayapendidikan, melainkan sudah sama sebagai mana

umumnya sekolah di luar pesantren yang dikenai kewajiban membayar sejumlah

(18)

Keterbukaan ini akan memaksa pesantren untuk mencari bentuk baru yang

sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan kemajuan ilmu dan teknologi, tetapi

tetap dalam kandungan iman dan takwa kepada Allah Swt. sehingga pendidikan

pesantren mengalami perubahan yang dinamis dan adaptif terhadap perubahan

jaman.

Pondok pesantren dewasa ini telah berkembang dan merupakan lembaga gabungan antara sistem pondok dan pesantren, yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan sistem non-klasikal. Sedang santrinya dapat bermukim di pondok yang

disediakan atau merupakan santri yang tidak mukim di pondok.

Pondok pesantren ini pun pada gilirannya menyelenggarakan sistem pendidikan klasikal (schooling) baik yang bersifat pendidikan umum maupun agama yang lazim disebut madrasah. (Saridjo, 1985:10)

Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa perubahan-perubahan

yang terjadi dalam sistem pendidikan pesantren adalah sebagai upaya untuk

meningkatkan kualitas pendidikan pesantren yang dapat memberikan layanan

proses pendidikan yang efektifsehingga dapat melahirkan para lulusan pendidikan

pesantren yang berkualitas, yaitu : 'manusia yang unggul secara intelektual, kaya

dalam amal, serta anggun dalam moral dan kebijakan' (A. Syafei Ma'arif,

1991:146) sesuai dengan tuntutan masyarakat dan dinamika perubahan global. Untuk tercapainya pendidikan pesantren yang berkualitas tersebut diperlukan dukungan secara optimal dari berbagai sumber daya Internal dan

eksternal organisasi yang dibutuhkannya, Dana merupakan salah satu sumber

terpenting dalam hal ini, karena "setiap kegiatan pendidikan memerlukan biaya "

(Moch. Idochi Anwar, 1990:50j, "semua rekayasa dalam membangun bidang

pendidikan baik secara makro, meso atupun mib'o mempunyai kaitan langsung
(19)

"pendidikan yang bermutu membutuhkan biaya besar" (Tilaar, 1991:52). Maka

"dapatlah dikatakan bahwa mutu pendidikan merupakanfungsi dari biaya. Makin

kaya sekolah makin baik mutunya karena bisa memberikan pelayanan yang lebih

baik kepada murid-muridnya melalui penyediaan guru yang lebih bermutu-dan

fasilitas belajar- mengajar yang yang lebih baik". (Dedi Supriadi, 1991:52)

Penyediaan dana pendidikan dan tanggung jawab pembiayaan pendidikan

telah diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku, dalam UU RI Nomor 2

Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab VIII, Pasal 36, yang

menyatakan bahwa:

(1) Biaya

penyelenggaraan

kegiatan

pendidikan

di

satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah menjadi

tanggung jawab pemerintah.

(2) Biaya

penyelenggaraan

kegiatan

pendidikan

di

satuan

pendidikan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat

menjadi

tanggung

jawab

badan/perorangan

yang

menyelenggarakan satuan pendidikan.

(3) Pemerintah

dapat

memberikan

bantuan

kepada

satuan

pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

Selama ini dana pendidikan yang bersumber dari pemerintah sangatlah

terbatas jumlahnya. Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam mengalokasikan

dana APBN bidang pendidikan, menjadi kendala besar dalam suksesnya

penyelenggaraan pendidikan nasional yang berkualitas, termasuk pendidikan

pesantren di dalamnya. Sebagaimana dinyatakan oleh Zubaidi (2001) dari sekian

permasalahan yang ada dalam pendidikan Islam diantaranya adalah masalah

kekurangan dana dan minimnya pasilitas pendidikan.

Oleh karena itu masalah biaya pendidikan hendaknya tidak semata-mata

(20)

pembiayaan pendidikan yang bersumber pada lingkungan pendidikan melalui

pemberdayaan peran serta masyarakat di dalamnya.

Pemberdayaan mengandung makna sebagai upaya untuk membangun diri

dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akanpotensi-yang

dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. (Ginanjar Kartasasmita,

1997). Pemberdayaan masyarakat dapat ditinjau dari dua faktor dasar yang

mempengaruhinya, yaitu : (1) faktor internal (lembaga pendidikan pesantren), dan

(2) faktor eksternal (lingkungan Masyarakat).

Dengan demikian secara internal pesantren berupaya untuk menanamkan

keyakinan masyarakat akan pentingnya pendidikan dan gambaran masa depan

yang dijanjikan oleh pendidikan pesantren, sehingga akan bangkit kepercayaan

masyarakat untuk ikut berperan serta didalamnya. Lembaga pesantren juga harus

membangun kredibilitas pesantren sebagai lembaga yang terpercaya dalam

pengelolaan dan penggunaan dana masyarakat, serta menampilkan budaya

organisasi yang dapat diandalkan dan dibanggakan sebagai aset umat Islam, bukan

menjual label Islam di tengah kelemahan pengelolaan pesantren.

Secara eksternal berhubungan dengan kinerja personal daripada organisasi

kemasyarakatan sehingga dihasilkan kerja yang optimal sesuai dengan harapan,

baikharapan lembaga pendidikan pesantren ataupun harapan masyarakat.

Pemberdayaan juga menuntut adanya perlakuan manajemen terhadap

kedua faktor tersebut berupa: "enabling, facilitating, consulting, collaborating,

(21)

10

Peran serta masyarakat dalam pendidikan, menurut PP No. 39 tahun 1992

pasal 4 dapat berbentuk :

1. Pendirian dan penyelenggaraan satuan pendidikan pada jalur

pendidikan sekolah atau luar sekolah, semua jenis pendidikan

kecuali pendidikan kedinasan dan semua jenjang pendidikan di

jalur pendidikan sekolah.

2. Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga kependidikan. 3. Pengadaan dan pengadaan tenaga ahli.

4. Pengadaan dan atau penyelenggaraan program pendidikan yang

belum diadakan dan atau diselenggarakan oleh pemerintah.

5. Pengadaan dana dan pemberiaqn bantuan yang dapat berupa wakaf, hibah, sumbangan, pinjaman, beasiswa dan sejenisnya. 6. Pengadaan dan pemberian bantuan ruangan, gedung dan tanah

untuk pelaksanaan KBM.

7. Pengadaan dan pemberian bantuan buku pelajaran dan peralatan

pendidikan.

8. Pemberian kesempatan untuk magang dan atau latihan kerja.

9. Pemberian bantuan manajemen.

10. Pemberian pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan dan atau penyelenggaraan pengembangan pendidikan.

11. Pemberian bantuan dan kerjasama dalam kegiatan penelitian

serta pengembangannya.

12. Keikutsertaan dalam program pendidikan dan atau penelitian.

Dengan melihat ketentuan perundang-undangan tersebut, sangatlah luas

dan terbuka kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat atau dilibatkan dalam

pengelolaan pendidikan khususnya pendidikan pesantren, baik dalam aspek

pemikiran yang terkait dengan kebijakan pesantren atau peran serta dalam hal

fisik atau material.

Dalam hal pembiayaan, pendidikan pesantren lebih mengandalkan pada

kemandirian lembaga dalam pembiayaan pendidikarmya, dana diperoleh dari

berbagai sumber yang ada berupa sumbangan para santri dan orang tua, wakaf,

(22)

Secara kuantitas sebenarnya potensi dukungan dana masyarakat bagi

pendidikan pesantren sangatlah besar, dengan populasi penduduk Indonesia yang

berjumlah 210 juta, 85 % adalah umat Islam, yang berarti 178,5 juta orang.

Dalam keyataannya potensi ini belum tergali dengan baik sehingga kurang

memberikan dampak bagi pendidikan pesantren, maka kini sudah saatnya pondok

pesantren lebih bisa memanfaatkan potensi ini secara lebih baik, perolehan dana pendidikan melalui melalui zakat, infak dan shodakoh perlu ditingkatkan, dirumuskan strategi yang lebih cerdas melalui berbagai kegiatan pendidikan dan usaha pesantren yang memungkinkan untuk dilaksanakan, seperti: (1) pendirian Koperasi Pesantren (Kopontren) yang menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat sekitar pesantren, (2) menyelenggarakan unit-unit usaha, (3) pendidikan dan pelatihan mental dan keagamaan, (4) memperluas jaringan kerjasama dan silaturahmi dengan berbagai kalangan masyarakat; usahawan,

ilmuwan, birokrat dan Iain-lain.

Untuk dapat memberdayakan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan pesantren dengan berbagai kegiatan seperti diuraikan di atas, pesantren perlu

menerapkan prinsip-prinsip manajemen modern, diantaranya manajemen strategik. "Manajemen strategik dapat berfungsi sebagai sarana mengkomunikasikan tujuan organisasi dan jalan yang hendak ditempuh untuk

mencapai tujuan tersebut kepadapemilih, eksekutif, karyawan, dan pihak-pihak

lain yang berkepentingan". (Suwarsono, .1996:17). Sehingga seorang pemimpim

(23)

12

Keyataannya sebagian besar lembaga pendidikan pesantren saat ini masih menerapkan pola-pola pemberdayaan masyarakat yang sangat sederhana, akibatnya peran serta masyarakat dalam pembiayaan pendidikan sangat minim.

Apabila masalah tersebut dibiarkan maka timbul kekhawatiran : (1) pesantren tidak dapat mengelola dana . masyarakat secara optimal, (2) masyarakat tidak lagi peduli untuk ikut berperan serta dalam pembiayaan pendidikan pesantren, (3) dana pengelenggaraan pendidikan pesantren sangat bergantung pada bantuan pemerintah, sehingga semakin memberatkan alokasi dana pemerintah untuk bidang pendidikan, (4) tujuan peningkatan kualitas pendidikan pesantren tidak dapat tercapai, (5) tujuan pendidikan nasional menjadi sulit dicapai.

Ditengah kekhawatiran tersebut, Pesantren Daarut Tauhiid (DT) Bandung ternyata diakui telah berhasil melakukan satu pola pemberdayaan masyarakat untuk ikut aktif berperan serta dalam pembiayaan pendidikan pesantren. Sehingga pesantren ini dapat mengembangkan pola pendidikan kepesantrenannya secara memasyarakat dengan kualitas yang baik. Secara kuantitatif peran serta masyarakat ini terlihat dari kontribusi masyarakat dalam pengumpulan dana produktif pesantren selama tahun 2000, rata-rata terkumpul dana kurang lebih seratus juta rupiah per bulan. Bagaimanakah manajemen pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan yang dilakukan oleh pesantren DT ?. Hal tersebut merupakan fenomena menarik dan sangat penting untuk dikaji lebih lanjut melalui penelitian.

Bertolak dari uraian tersebut, maka penulis melakukan penelitian berjudul:

Strategi Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pembiayaan Pendidikan Pesantren.

(24)

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah nampak bahwa peningkatan kualitas pendidikan pesantren tidak akan dapat berjalan dengan lancar tanpa dukungan dana yang mencukupi.

Berbagai sumber dana potensial bagi pembiayaan pendidikan pesantren dimiliki atau ada pada masyarakat sekitarnya dan selama ini peran serta masyarakat dalam pembiayaan pendidikan pesantren tersebut belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu diperlukan suatu pola manajemen

pemberdayaan masyarakat.

Lembaga pendidikan pesantren akan dapat dengan efektif memberdayaakan masyarakat, apabila kekuatan internal pesantren dapat diidentifikasi dan dimanfaatkan sebagai daya tarik bagi lingkungan masyarakat sekitar. Keterbukaan manajemen organisasi, budaya kerja yang produktif serta religius merupakan ciri dasar pengelolaan pendidikan pesantren yang harus

dikembangkan dan dikomunikasikan secara baik.

. Peluang dan Ancaman eksternal dapat menjadi faktor pendukung pendidikan pesantren apabila keduanya dianggap sebagai tantangan untuk maju, sebaliknya akan menjadi faktor penghambat apabila disikapi sebagai masalah.

Perubahan organisasi yang direncanakan membutuhkan perhatian yang yang eksklusif terhadap masalah-masalah sosial. Dorongan perubahan dalam

organisasi dipengaruhi oleh : (1) Perubahan internal; sistem lingkungan, sasaran

dan nilai, struktural, psikososial dan manajerial. (2) Perubahan eksternal;

(25)

14

Untuk mencapai keseimbangan dinamis antara tuntutan perubahan

A ' • >- ,

masyarakat dengan organisasi perlu kesadaran untuk mempelajari bagaimana menyusun, menyesuaikan diri, dan mengubah organisasi dengan cara yang lebih sesuai dengan aspirasi manusia, bagaimana mengorganisir usaha manusia secara efektif kedalam struktur khusus yang kompleks dalam lingkungan yang berubah dengan cepat, sementara tetap mempertahankan integritas sistem merupakan perhatian utama organisasi.

Tugas utama seorang manajer adalah menjalin kecocokan strategis antara organisasi dengan lingkungannya, adapun prosesnya menyangkut:

a. Pencocokan kompetensi organisasi dengan tuntutan lingkungan.

b. Mengatur struktur dan proses internal sedemikian rupa sehingga dapat tampil dengan alternatif yang berarti.

c. Mengembangkan kompetensi baru untuk memenuhi tuntutan masa depan. Maka pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan pesantren

pada akhirnya menuntut seorang manajer untuk melakukan interpensi terhadap

masyarakat untuk : membuat mampu (enabling), memperlancar (facilitating), berkonsultasi (consulting), bekerja sama (collaborating), membimbing (mentoring), dan mendukung (supporting). Melalui norma pemberdayaan berupa : mengembangkan visi bersama, mendidik, menyingkirkan rintangan-rintangan, mengungkapkan, mcnyemangati, memperlengkapi, menilai, dan mengharapkan. (Aileen Mitchell Stewart, 1994).

(26)

15

Untuk lebih jelasnya fokus masalah tersebut, dirinci menjadi pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Pola pendidikan apakah yang dikembangkan ?

a. apa visi, misi dan tujuan pendidikan pesantren DT ? b. bentuk pendidikan apakah yang dikembangkan.?

2. Konsep dan strategi pemberdayaan masyarakat yang manakah yang digunakan

dalam pembiayaan pendidikan DT ?

a. apa yang menjadi dasar dan tujuan dilakukannya pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan ?

b. faktor-faktor internal apa saja yang berpengaruh bagi pemberdayaan

masyarakat dalam pembiayaan pendidikan ?

c. faktor-faktor eksternal apa saja yang berpengaruh bagi pemberdayaan

masyarakat dalam pembiayaan pendidikan ?

3. Langkah-langkah strategis pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan

pendidikan apakah yang dilaksanakan ? a. bagaimana aspek perencanaannya ? b. bagaimana aspek pelaksanaannya?

c. bagaimana aspek pertanggungjawabannya ?

4. Hasil apakah yang diperoleh dari strategi yang digunakan bagi pembiayaan

pendidikan dan kegiatan pesantren DT ?

a. sebesar apakah porsi dana keterlibatan masyarakat dalam pembiayaan

pendidikan pesantren ?

(27)

16

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara uraura adalah untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan, dan menganalisis fenomena yang menjadi pokok permasalahan. Melalui penelitian ini diharapkan memperoleh informasi objektif bagaimana strategi pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan pesantren DT.

Sesuai dengan tujuan umum tersebut di atas, maka secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan, dan

menganalisis hal-hal sebagai berikut:

1. Pola pendidikan yang dikembangkan oleh pesantren DT.

2. Konsep dan strategi pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan

DT.

3. Langkah-langkah strategis pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan

pendidikan DT itu dilaksanakan.

4. Hasil yang diperoleh dari strategi yang digunakan bagi pembiayaan

pendidikan dan kegiatan pesantren DT. 2. Manfaat Penelitian

Secara teoritis manfaat penelitian ini, yaitu memperdalam kajian administrasi pendidikan khususnya pembiayaan pendidikan baik sebagai penguatan konsep teori biaya pendidikan maupun praktek dalam administrasi

pendidikan. Secara praktis penelitian ini diharapkan :

a. Memberikan bahan sumbangan pemikiran dan pengkajian lebih lanjut bagi yang berminat tentang peran serta masyarakat dalam pembiayaan pendidikan

(28)

17

b. Sebagai bahan kajian dan masukan kepada pihak pengambil keputusan pada pesantren DT berkenaan dengan pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan pesantren.

D. Premis Penelitian

Sebagai dasar pijakan yang kokoh atas permasalahan penelitian ini, maka perlu adanya anggapan dasar (asumsi) penelitian. Adapun asumsi penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan merupakan kebutuhan asasi manusia, yang akan memberikan dampak bagi kehidupan secara pribadi maupun kemasyarakatan di masa akan datang berupa keuntungan ekonomi (profit) yang akan meningkatkan pendapatan dan nilai manfaat (benefit) yang akan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Dengan demikian pendidikan merupakan investasi SDM (human capital) yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh. (Komaruddin, 1991; Nanang Fattah, 2000)

2. Agar proses pendidikan dapat berjalan baik guna tercapainya tujuan yang telah digariskan, maka perlu didukung oleh berbagai faktor yang berkaitan dengan

proses pendidikan tersebut, antara lain: sarana dan prasarana, tenaga dan biaya yang cukup menentukan, karena setiap kegiatan pendidikan akan memerlukan biaya dan juga semua rekayasa dalam membangun bidang pendidikan baik makro, meso ataupun mikro mempunyai kaitan langsung dengan konsep biaya pendidikan. (Moch. Idochi Anwar, 1990)

(29)

n

lebih baik kepada murid-muridnya melalui penyediaan guru yang lebih bermutu dan fasilitas belajar-mengajar yang lebih baik. (Tilaar, 1991; Dedi Supriadi, 1991)

4. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua dan masyarakat. Sistem desentralisasi pendididikan berimplikasi pada peningkatan peran serta masyarakat yang lebih tinggi termasuk dalam dalam meningkatkan sumber dana dalam pendidikan, yang berarti juga adanya tuntutan kemandirian lembaga dalam pengelolaan pendidikan. Dalam rangka untuk mencapai tujuan kemandirian tersebut maka usaha-usaha yang dilaksanakan adalah usaha-usaha pemberdayaan (empowerment). (Djam'an Satori, 1999; Tilaar, 2000 )

5. Pesantren adalah suatu sistem kehidupan dan pendidikan yang lahir dan dibesarkan dalam suatu masyarakat yang tengah mengalami perubahan ke arah modernisasi. Meskipun di dalam perkembangannya pengelolaan pesantren banyak ditentukan oleh para kyai sebagai pemiliknya, namun tidak dapat

disangkal bahwa kehidupan pesantren telah ditopang dan dibesarkan oleh masyarakat yang memilikinya, pesantren merupakan model archaic dari pendidikan berbasis masyarakat. (Mastuhu,1994; Tilaar, 2000)

E. Paradigma Penelitian

Pengertian paradigma dalam penelitian ini dipahami sebagai kerangka berpikir konseptual yang digunakan untuk menghadapi objek penelitian, yang

merupakan kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitan,

(30)

19

Paradigm is a loose collection oflogically health together assumtioh}concepts or

proportions the orient thinking or research.

Menurut Nasution (1988 : 2). ia menyatakan : paradigma ialah suatu

perangkat kepercayaan, nilai-nilai, suatu pandangan tentang dunia sekitar.

Sedang Lexy J. Moleong (1995 :30) menyatakan bahwa : paradigma usaha

untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para filosof peneliti, maupun oleh

para praktisi melalui model-model tertentu. Model tersebut biasanya dikenai

dengan paradigma. Paradigma dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai kerangka pemikiran yang didasarkan pada posisi masalah untuk mengarahkan penelitian. Paradigma penelitian ini diilustrasikan dalam gambar 1.1

Gambar tersebut memberikan penjelasan, yakni adanya sejumlah harapan yang diinginkan terhadap pendidikan pesantren berkualitas, dengan dukungan dana pendidikan yang memadai. Namun dalam kenyataannya terdapat berbagai kendala untuk mewujudkan hal tersebut, terutama keterbatasan bantuan dana dari pihak pemerintah. Oleh karena itu penyelenggaraan pendidikan pesantren harus melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dalam hal pembiayaan pendidikan

secara lebih optimal.

Yang menjadi masalah mendasar yakni bagaimana pihak lembaga pendidikan pesantren dalam hal ini pesantren DT mengelola peran serta masyarakat dalam hal pembiayaan pendidikan sehingga tujuan dan harapan terhadap pendidikan pesantren tercapai. Hasil temuan ini selanjutnya dibahas dari berbagai sudut pandang, sesuai dengan tujuan penelitian akhirnya dapat

disimpulkan dan diambil suatu rekomendasi penelitian yang dapat dijadikan

sebagai bahan masukan pada sistem pengelolaan pembiayaan pendidikan

(31)

raw8»g»g^WBgiW»ag»»^^^3?^?gygJlfj^gattWBJ

f; Harapan :

Adanya keterpaduan kualitas pendidikan pesantren antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Tersedianya dana pendidikan pesantren yang memadai.

Adanya peran serta aktif masyarakat dalam pembiayaan pendidikan.

Kenyataan :

Kualitas pendidikan dianggap masih rendah

pesantren

Keterbatasan dana pemerintah

Pengelolaan dan pemanfaatan sumber dana potensial belum optimal

Pesantren yang ideal: Biaya memadai. Kegiatan berjalan baik. Lulusannya berkualitas. Masyarakat terlibat aktif

Masalahnya adalah kurangnya dana untuk pembiayaan

pesantren yang ideal

Sumber dana:

- Pemerintah.

Masyarakat.

- Badan usaha/lembaga lain. - Sumber lainnya.

Masalah Penelitian:

Cara-cara mengoptimalkan dana yang ada pada masyarakat untuk pembiayaan pendidikan pesantren

Intervensi:

Membuat mampu, Memperlancar, Berkonsultasi, Bekerja sama,

Membimbing, Mendukung.

<j

I(^EksternaT^)

Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembiayaan

Pendidikan Pesantren

[image:31.595.73.516.83.768.2]

^

Gambar 1.1. Paradigma Penelitian

T

Hasil yang Diperoleh

(32)
(33)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Sesuai dengan tuntutan rumusan masalah dan fokus

penelitian

sebagaimana diuraikan pada Bab I, dimana penelitian ini menghendaki adanya

eksplorasi untuk memahami dan menjelaskan apa yang diteliti melalui

komunikasi yang intensif dengan berbagai sumber data untuk memberikan makna

secara mendalam agar dapat melihat fenomena yang ada, maka metode yang tepat

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif-analisis dengan

menggunakan pendekatan Kualitatif

Menumt Bogdan dan Taylor (1997 : 5) dalam Moleong (1993 : 3),

mendefinisikan : 'metodologi kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan

data deskriptifberupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang diamati'. Dan Nasution (1992 : 5) mengatakan bahwa, "penelitian kualitatif

pada hakikatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya,

berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka

tentang dunia sekitarnya".

Oleh karena itu dalam pengumpulan datanya

dilakukan melalui kontak langsung dengan subjek yang diteliti pada tempat

dimana mereka melaksanakan kegiatannya dan dalam waktu yang relatif cukup

lama.

Ciri-ciri dari pendekatan kualitatif sebagaimana dikemukakan Bogdan dan

Biklen (1990 : 33-36). yaitu : (1) Sumber data dalam penelitian kualitatif ialah

(34)

74

situasi yang wajar atau natural setting dan peneliti merupakan instmmen kunci;

(2) Riset kualitatif itu bersifat deskriptif; (3) Riset kualitatif lebih memperhatikan

proses ketimbang hasil atau produk semata; (4) Periset kualitatif cendemng

menganalisa data secara induktif; (5) Makna merupakan soal esensial-bagi

pendekatan kualitatif.

Selain lima ciri tersebut, Nasution (1992 : 9-12) menambahkan ciri

pendekatan kualitatif lainnya, berupa : (1) Mengutamakan data langsung atau/z\s7

hand; (2) Triangulasi; (3) Menonjolkan rincian kontekstual; (4) Subjek yang

diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti; (5) Mengutamakan

perspektif emic; (6) Verifikasi, termasuk kasus negatif; (7) Sampling yang

purposif; (8) Menggunakan audit trail; (9) Partisipasi tanpa mengganggu; (10)

Mengadakan analisis sejak awal penelitian; dan (11) Desain penelitian tampil

dalam proses penelitian.

Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan kualitatif

mendudukan objek penelitian sejajar dengan peneliti dan menempatkan objeknya

dalam satu konteks natural. Pendekatan ini menolak kerangka teori sebagai langkah persiapan penelitian, mengakui kebenaran empirik, menuntut bersatunya

objek penelitian dengan subjek pendukung objek penelitian, keterlibatan peneliti

secara langsung di lapangan, serta menghayati proses penelitian dan dapat

menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah-ubah yang dihadapi dalam

penelitian itu. Data cendemng naratif daripada angka-angka namun demikian

penelitian kualitatif tidak menolak data kuantitatif sebagai penunjang dan hasil

(35)

75

memfokuskan pada proses daripada hasil berdasarkan pada analisis data secara

induktif.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah "benda, hal atau orang dan tempal dimana data

yang dipermasalahkan melekat". (Arikunto, 1993 : 102) Selanjutnya dijelaskan

perbedaan antara responden penelitian dan sumber data. Responden penelitian

adalah orang yang dapat merespon, memberi informasi tentang data penelitian.

Sedangkang sumber data adalah benda, hal atau orang dan tempat dimana peneliti

mengamati, membaca, atau bertanya tentang data.

Lofland dalam Moleong (1990 : 122) menyatakan bahwa "sumber data

utama dalam penelitian kualitatifialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah

data tambahan seperti dokumen dan Iain-lain ".

Mengenai sumber data atau populasi dalam penelitian kualitatif mengacu

pada empat tipe sumber data penelitian kualitatif, yaitu setting, peristiwa, orang

dan proses. (Hubermen, 1984). Untuk itu supaya memperoleh informasi yang

beraneka ragam dan lebih luas guna mencapai kedalaman penggalian masalah,

maka subjek penelitian kualitatif ditentukan secara purposive sampling, dimana

dilakukan dengan mengambil anggota kelompok sasaran yang terpilih oleh

peneliti, menumt ciri-ciri spesifik yang dimiliki sampel tersebut. Menurut

Nasution (1992 : 11), "Metode kualitatiftidak menggunakan populasi dan sampel

yang banyak. Sampelnya biasanya sedikit dan dipilih menurut tujuan (purposive)

penelitian". Dengan kata lain, sampling yang purposive adalah sampel yang

(36)

76

subjek didasarkan pada ciri-ciri pemilihan sampel purposive, yaitu :

(1) Rancangan subjek penelitian yang timbul tidak dapat ditentukan lebih dahulu;

(2) Penentuan subjek secara berurutan; (3) penyesuaian berkelanjutan dari subjek,

dan (4) Pemilihan berakhirjika telah terjadi pengulangan (Moleong, 1993 : 165).

Berdasarkan penegasan-penegasan di atas, maka subjek pada penelitian ini

terdiri dari : Pimpinan pesantren DT, para pimpinan pada departemen

Pengembangan

Sumber

Daya

Manusia

(PSDM),

pimpinan

departemen

Pendidikan, dan pimpinan departemen Sosial dan Dana Produktif Ummat (DPU),

staffmanajemen pendidikan pondok pesantren DT, unit kegiatan serta santri yang

dianggap mempunyai kelayakan dijadikan subjek penelitian.

C. Data yang Diperlukan

Data-data yang diperlukan guna memecahkan masalah penelitian ini,

berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan

pesantren, berdasarkan pada fokus dan permasalahan penelitian data-data yang

diperlukan bempa:

1. Gambaran pola pendidikan pesantren DT Bandung, data ini terdiri dari:

a. Konsep pendidikan pesantren DT.

b. Visi dan misi serta tujuan pendidikan pesantren DT pendidikan pesantren

DT.

(37)

77

2. Gambaran umum konsep dan strategi manajemen pendidikan pesantren DT

untuk pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan pesantren,

data ini terdiri dari:

a. Konsep dasar pemberdayaan yang dilakukan olehpesantren DT.

b. Faktor-faktor internal yang berpengaruh dalam pemberdayaan.

c. Faktor-faktor internal yang mempengamhi dalam pemberdayaan.

3.

Langkah-langkah strategis yang dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat

dalam pembiayaan pesantren DT. data ini terdiri dari:

a. Aspek perencanaan.

b. Pelaksanaan.

c. Aspek pengelolaan pertanggungjawaban pada masyarakat.

d. Hambatan-hambatan yang ditemui dalam proses pemberdayaan.

e. Altematif pemecahan masalah dari persoalan yang muncul.

4.

Hasil pemberdayaan masyarakat, data terdiri dari:

a. Respon masyarakat terhadap pendidikan pesantren DT.

-b. Peransertamasyarakat dalam pembiayaan pendidikan pesantren DT.

c. Kegiatan-kegiatan pendidikan yang dilaksanakan serta prestasi-prestasi

yang dicapai.

D. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah orang dan dokumen yang terdapat

di lingkungan pendidikan pesantren DT Bandung. Untuk mendapatkan data yang

dimaksud secara akurat diperlukan teknik pengumpulan data yang sesuai dengan

(38)

78

pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi. Penggunaan ketiga teknik

tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan data yang saling melengkapi dan saling

menunjang.

Pengamatan, teknik pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini

adalah jenis pengamatan

terbuka dimana peneliti diketahui oleh subjek, dan

subjekpun dengan sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat untuk

mengamati peristiwa yang terjadi. Teknik ini dimaksudkan untuk memperoleh

informasi dan data-data yang cermat, faktual dan kontekstual yang terkait dengan

aktivitas strategis dalam proses pemberdayaan masyarakat Dalam hal ini seputar

lingkungan pendidikan pesantren DT

Wawancara, dalam penelitian ini digunakan dengan maksud untuk

mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, perasaan, motivasi, tuntutan,

kepedulian dan lainnya (Lincoln dan Guba, 1985). Wawancara yang digunakan

telah dipersiapkan secara matang, melalui wawancara yang bersifat terbuka dan

wawancara tak terstmktur.

Dengan wawancara yang bersifat terbuka dimaksudkan untuk memberikan

keleluasaan dalam proses penggalian data, sehingga data yang diperoleh

diharapkan selengkap mungkin. Sedangkan wawancara tak terstmktur lebih

ditujukan pada kondisi yang berhubungan dengan orang penting; ingin

menanyakan sesuatu secara lebih mendalam lagi pada subjek tertentu; apabila

pewawancara menyelenggarakan kegiatan yang bersifat penemuan (discovery);

jika ia tertarik untuk berhubungan langsung dengan salah seorang responden;

(39)

19

responden; apabila ia mau mencoba mengungkapkan pengertian suatu peristiwa,

situasi, atau keadaan tertentu (Moleong, 1996 : 152).

Wawancara dilakukan kepada para pimpinan departemen Pendidikan DT, departemen Sosial dan Dana Produktif Ummat DT, serta sumber data lainnya yang relevan.

Studi dokumentasi, dilakukan untuk melacak berbagai informasi berkaitan

dengan strategi pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan pesantren DT. Dokumen-dokumen yang dikaji antara lain; kebijakan dasar pendidikan pesantren, rencana induk pengembangan pesantren, petunjuk pelaksanaan kegiatan pendidikan pesantren, dokumen atau laporan pengelolaan pembiayaan pendidikan pesantren. serta laporan-laporan kegiatan.

Selanjutnya teknik kajian dokumen akan ditekankan pada deskripsi isi dokumen, adapun untuk dokumen yang membutuhkan analisis isi, maka akan dilakukan sebatas penafsiran berdasarkan perspektif penulis dengan mengkonfirmasikannya dengan pendapat responden tertentu.

E. Langkah-Langkah Penelitian

(40)

80

1. Tahap Persiapan, langkah pertama yang dilakukan adalah dengan

penghajian dan memahami literatur yang berhubungan dengan konsep-konsep

yang akan dijadikan tenia penelitian yaitu: konsep manajemen strategik,

pemberdayaan masyarakat, biaya pendidikan serta konsep administrasi

pendidikan., Setelah berkonsultasi dengan pembimbing dan desain penelitian

disetujui, penulis mengadakan studi pendahuluan dengan melakukan serangkaian

wawancara informal, dan observasi tidak langsung dengan beberapa orang

manajer pendidikan pesantren DT, beberapa orang santri yang bisa dihubungi

untuk mengumpulkan data awal guna memperoleh gambaran permasalahan secara

lebih lengkap dan memfokuskan penelitian

2. Tahap Pelaksanaan, dalam tahap ini peneliti berusaha mengumpulkan

data yang berkenaan dengan fokus dan pertanyaan penelitian sesuai dengan

tujuannya. Dimulai setelah segala persyaratan perijinan terpenuhi, maka penulis

turun ke lapangan guna pengumpulan data dari subjek penelitian dengan

menggunakan teknik pengumpulan data yang telah ditetapkan.

• Pada tahap ini dilakukan triangulasi, yaitu mengecek kebenaran data untuk

menghindari subjektivitas dengan cara memperoleh data tersebut dari sumber lain yang menggunakan metode yang sama atau berbeda (nasution, 1996 : 10). Selain itu juga dilakukan member check untuk mengiformasikan kebenaran catatan lapangan yang telah dianalisis pada sumber datanya. Berikutnya adalah kegiatan

mendeskripsikan dan menganalisis data lapangan dengan merujuk kajian teoritis

(41)

81

3. Tahap Penyusunan Laporan, pada tahap ini disusun laporan penelitian

secara sistematis dalam bentuk tesis, setiap bab dilakukan melalui bimbingan yang intensif. Hasil dari penyusunan laporan ini selanjutnya akan dipertanggungjawabkan secara ilmiah dalam tahapan progres report, ujian tahap 1 dan ujian tahap II.

F. Prosedur Analisis Data

Prosedur analisis data menghendaki suatu proses yang berlaku berkesinambungan dari analisa data dan penafsiran data tersebut selama kegiatan penelitian sampai data yang diperlukan terkumpul. Bogdan dan Biklen (1990:189), mengemukakan bahwa analisis data adalah suatu proses untuk mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan

studi dokumentasi untuk meningkatkan penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan orang lain.

(42)

82

Adapun langkah-langkah sesudah meninggalkan lapangan adalah :

(1) Membuat kategori masalah dan menyusun kodenya; dan (2) Menata urutan

penelaahannya.

Sedangkan Nasution (1992 : 129-130) memberikan pegangan-yang

sifatnya umum mengenai prosedur yang dapat diikuti dalam analisis data, yaitu :

(1) Reduksi data; (2) Display data; (3) Pengambilan kesimpulan dan verifikasi

data.

Reduksi data, adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan atau menyingkat data dalam bentuk uraian (laporan) yang terinci

dan sistematis, menonjolkan pokok-pokok yang penting agar lebih mudah

dikendalikan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, membuang yang tidak perlu, yang akan memberikan gambaran

yang lebih terarah tentang hasil pengamatan dan juga mempermudah peneliti

untuk mencari kembali data itu apabila diperlukan.

Display data, mempakan upaya menyajikan data untuk melihat gambaran

keselumhan data atau bagian-bagian tertentu dari penelitian. Semua dirancang

guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk padu dan mudah

dimanfaatkan, sehingga peneliti dapat menguasai data itu dan tidak tenggelam

dalam tumpukan data.

Kesimpulan dan verifikasi, adalah upaya untuk mencari makna terhadap

data yang dikumpulkan dengan mencari pola, tema, hubungan, persamaan, dan

hal-hal yang sering timbul. Kesimpulan yang ditarik dari hasil penelitian di

lapangan yaitu suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah diverifikasikan

(43)

83

check maupun Triangulasi. Oleh sebab itu proses verifikasi kesimpulan ini

berlangsung selama dan sesudah data dikumpulkan.

G. Validasi Temuan Penelitian

Untuk memperoleh tingkat kepercayaan penelitian kualitatif, Nasution

(1992 : 114), mengemukakan empat kriteria yang harus dipenuhi, yaitu :

Kredibiltas

(validitas

internal),

Transferabilitas

(validitas

eksternal),

Dependabilitas (reliahilitas), dan Konfirmabilitas (objektivitas).

Kredibiltas, merupakan salah satu ukuran tentang kebenaran data yang

dikumpulkan Kredibilitas dalam penelitian kualitatif menggajnbarkan kecocokan

konsep peneliti dengan konsep yang ada pada responden atau nara sumber. Untuk

mencapai hal tersebut dalam penelitian ini antara lain dilakukan hal-hal sebagai

berikut:

a. Triangulasi, yaitu mengecek kebenaran informasi yang disampaikan oleh

responden dengan cara membandingkannya dengan informasi dari sumber

lainnya pada waktu yang berbeda. Artinya peneliti melakukan pengecekan

kebenaran data tertentu dengan membandingkan data asli dengan data dari

sumber lain, pada berbagai fase penelitian lapangan, dan pada waktu yang

berlainan.

b. Pembicaraan dengan Kolega (Peer debriefing), dalam tahap ini peneliti

membahas catatan-catatan lapangan dengan kolega, teman kuliah, atau para

pejabat yang kredibilitas akademisnya tidak diragukan. Tujuannya untuk lebih

memahami dan memperdalam perolehan informasi dari lapangan.

c

Penggunaan bahan referensi, digunakan untuk mengamankan berbagai

(44)

84 '">

tape recorder untuk merekam hasil wawancara. Dengan cara tersebut peneliti dapat memperoleh gambaran yang lengkap tentang informasi yang diberikan sumber sekaligus dapat memahami konteks pembicaraan.

d. Mengadakan member check, yaitu pada setiap akhir wawancara atau pembahasan suatu topik diusahakan untuk menyimpulkan secara bersama-sama dengan nara sumber, sehingga perbedaan persepsi dalam suatu masalah dapat dihindarkan. Selain itu dilakukan juga konfirmasi dengan nara sumber terhadap laporan hasil wawancara sehingga apabila terdapat kekeliruan bisa diperbaiki atau apabila ada kekurangan dapat ditambah dengan informasi baru.

Dengan demikian laporan yang dibuat sesuai dengan maksud atau kenyataan

yang dialami oleh nara sumber.

Transferabilitas, yakni sejauh manakah hasil penelitian dapat diterapkan

atau digunakan di tempat lain dan dalam situasi yang lain. Transferabilitas hasil penelitian baru ada jika pemakai melihat ada situasi yang identik dengan

permasalahan di tempatnya, meskipun diakui bahwa tidak ada situasi yang sama

persis pada situasi dan kondisi yang lain.

Dependabilitas dan Konfirmabilitas, adalah suatu kriteria kebenaran

dalam penelitian kualitatif, yakni mengupas tentang konsistensi hasil penelitian.

Artinya sebagai kriteria untuk menguji apakah penelitian ini dapat diulang atau

dilakukan di tempat yang Iain dengan temuan hasil penelitian yang sama. Adapun

konfirmabilitas berkenaan dengan objektivitas hasil penelitian.

Upaya menyatukan kebenaran dan objektivitas hasil penelitian agar dapat

dipertanggungjawabkan dilakukan dengan cara audit trail, usaha yang dilakukan

adalah dengan cara memeriksa kembali secara cermat seluruh proses penelitian,

(45)
(46)

BABV

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Pada bab

terakhir ini akan diuraikan kesimpulan, implikasi dan

rekomendasi penelitian, sesuai dengan perumusan masalah, tujuan dan

temuan-temuan penelitian.

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan

pada bab terdahulu, maka dapatlah disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1.

Visi pendidikan pesantren DT diarahkan untuk mengembangkan prinsip

keseimbangan tiga potensi manusia, yaitu keselarasan dan sinergi potensi

ruhaniah, akal, dan gerak jasad (afektif, kognitif, psikomotor) dalam kerangka

prilaku ibadah ritual, ibadah aktual atau sosial. Misi pendidikan pesantren DT

diarahkan pada upaya penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, pengkaderan,

pembinaan, bimbingan, dan pengembangan da'wah Islamiyah yang menjadi

solusi dalam bentuk karya dan prestasi. Pada akhirnya tujuan pendidikan

pesantren DT, yaitu mendidik insan beraqidah benar dan berakhlaq mulia

yang bermanfaat bagi diri, keluarga dan masyarakat.

Bentuk pendidikan pesantren DT, mempakan pesantren modem yang

mengembangkan pola pendidikan pesantren terpadu, yang menekankan pada

pembentukan karakter manusia seutuhnya berupa keunggulan Dzikir, Fikir,

Ikhtiar untuk melahirkan insan yang beretos kerja profesional dengan

(47)

14:

dibarengi kemuliaan perilaku melalui pendekatan Manajemen Qolbu, sebagai

inti perubahan ketiga unsur tersebut.

2. Untuk memberdayakan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan pesantren

cara yang ditempuh melalui dua pendekatan strategis, yaitu pendekatan

internal dan pendekatan eksternal. Pendekatan internal bempaya untuk

meningkatkan kemampuan SDM, penguatan kapasitas kelembagaan dan

penguatan program, hal ini dilakukan dengan;

(1) membentuk image

lembaga yang mempunyai kredibilitas tinggi sebagai lembaga pendidikan

pesantren yang jujur, amanah dan terpercaya serta profesional, (2)

membentuk budaya kerja organisasi yang positif dan produktif, melalui

pengembangan diri personal dan lembaga dengan karakter prilaku yang khas,

(3) menampilkan bukti nyata berbagai karya dan prestasi dan bukan hanya

dengan kata-kata. Pendekatan eksternal yang mempakan pemberdayaan

masyarakat secara langsung dilakukan dengan pembinaan ummat secara

sistematis dengan mengoptimalkan potensi internal berbasis pada penguatan

masyarakat, hal ini ditempuh dengan: (1) menjalin silaturahmi sebagai sarana

komunikasi dengan berbagai kalangan masyarakat, (2) membentuk,

menguatkan dan memanfaatkan berbagai organisasi kemasyarakatan sebagai

saranan dalam pemberdayaan masyarakat, (3) pendekatan khusus berupa

sentuhan qolbu untuk menumbuhkan kesadaran dan memotivasi masyarakat

secara intensif dan berkesinambungan, melalui berbagai sarana. Selain dua

pendekatan tersebut, berbagai faktor internal yang berpengamh diarahkan dan

(48)

144

menjadi lembaga pendidikan pesantren yang memiliki kredibilitas tinggi,

sedangkan faktor-faktor eksternal dimanfaatkan menjadi tenaga pendorong

bagi lembaga.

3. Langkah-langkah strategis pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan

pendidikan DT dilaksanakan melalui tahapan-tahapan perencanaan,

pelaksanaan dan pertanggungjawaban yang terprogram dengan sistematis.

Perencanaan dibuat secara bottom up melalui pertemuan rutin pimpinan

pesantren beserta staf dan para pengums, perencanaan yang dibuat mencakup

perencanaan jangka pendek, menengah dan jangka panjang yang dengan

senantiasa membuka diri untuk menerima berbagai masukan berapa saran.

Kritik dan koreksi dari lingkungan atau masyarakat, sehingga perencanaan

yang dibuat diupayakan sesuai bagi berbagai kepentingan. Langkah

pelaksanaan menitik beratkan pada pelayanan yang terbaik bagi berbagai

kepentingan dengan memberikan kemudahan-kemudahan dan bersifat

proaktif, penggalian potensi masyarakat dilakukan dengan berbagai program

secara kreatif dan inovatif, termasuk didalamnya upaya penggalian potensi

zakat, infak dan shodakoh. Dana masyarakat dialokasikan benar-benar hams

bemilai guna dan produktif dan mengurangi biaya-biaya konsumtif

Pertanggungjawaban diberikan kepada masyarakat bempa program nyata dan

laporan-laporan secara jujur dan transparan.

4. Dampak strategi yang digunakan bagi pembiayaan pendidikan dan kegiatan

(49)

145

pembiayaan pendidikan pesanten DT, serta aktivitas program pendidikan

Pesantren DT semakin meluas dan memasyarakat. B. Implikasi

Dalam penyelenggaraan pendidikan pesantren terpadu DT, dengan

berbagai

keunggulan

nilai-nilai

yang

dianutnya,

pola pendidikan

yang

dikembangkan beserta berbagai faktor internal dan ekternal yang melingkupinya.

Perlu untuk terns menerapkan dan mengembangkan strategi pemberdayaan

masyarakat dalam pembiayaan pendidikan pesantren secara lebih baik lagi,

dengan melaksanakan seluruh konsep dan langkah-langkah strategis yang ada

secara konsekwen. Karena jika hal tersebut tidak diperhatikan akan menyebabkan

kredibilitas dan image baik yang dimiliki pesantren DT saat ini akan hilang, yang

tentunya akan berdampak pada peran serta masyarakat itu sendiri dalam

pembiayaan pendidikan pesantren DT.

Dalam hal pengelolaan dana pendidikan masyarakat,

hendaknya

dipersiapkan tenaga-tenaga pengelola yang mempunyai latar belakang keilmuan

terutama menyangkut syari'at Islam, dan pendidikan yang memadai agar dapat

melakukan pengelolaan teknis dan administrasi yang relatif lebih baik. Jika hal

tersebut tidak diperhatikan dikhawatirkan akan menggangu kepuasan serta

keakuratan pelayanan yang selama ini diberikan.

C. Rekomendasi

Berdasarkan pada kesimpulan dan implikasi diatas, maka diajukan

beberapa saran sebagai rekomendasi bagi pihak pesantren DT dan lembaga

(50)

\\ L 146 \ :,

1. Kenyataan bahwa kekuatan pertama dan utama dalam pemberdayaan

masyarakat dalam pembiayaan pendidikan pesantren DT adalah terbangunnya

image kredibilitas personal dan lembaga yang unggul, maka bagi pihak

pesantren DT perlu adanya standar evaluasi hal tersebut untuk menjaga

konsistensi kredibilitas yang dibangun.

2. Melihat besamya perolehan dana melalui zakat infaq dan shodaqoh pada

pesantren DT, hal ini menunjukkan bahwa potensi zakat infaq dan shodaqoh

merupakan altematif pembiayaan pendidikan yang sangat potensial untuk

digunakan. Karenanya bagi para pengambil kebijakan pendidikan selayaknya

untuk menjadikannya sebagai solusi kekurangan dana pendidikan.

3. Mengingat pelayanan yang lebih baik akan ditunjang dengan pengetahuan dan

keterampilan yang memadai, maka bagi pihak manajemen pendidikan

pesantren DT perlu untuk meningkatkan terus kualitas pengetahuan dan

keterampilan SDM nya melalui pendidikan formal yang lebih tinggi.

4. Strategi pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan pesantren

yang dilakukan pesantren DT, sangat baik untuk mengoptimalkan biaya

pendidikan pesantren. Untuk itu bagi bagi lembaga atau organisasi pendidikan

(51)
(52)

DAFTAR PUSTAKA

ij *" <\ i

147* i "

Abdurahman An Nahlawi. (1995). Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan

Masyarakat. Jakarta: GIP.

Aileen Mitchell

Stewart.

(1994).

Empowering People.

London:

Pitman

Publishing.

Ali Asad. (1978). Ta'lim Muta'alim. Kudus: Menara Kudus.

Amal Fathullah Zarkasyi.

(1998). Pondok Pesantren Sebagai Lembaga

Pendidikan dan Dakwah. Jakarta: GIP.

Arikunto, Suharsimi. (1993). Manajemen Penelitian. Jakarta: RinekaCipta.

Azizah Husin. (1994). Proses Pembelajaran Kewiraswastaan Dalam Sistem

Pendidikan di Pesantren Daarut Tauhiid. Tesis pada PPS IKIP Bandung:

tidak diterbitkan.

Azyumardi Azra. (2000). Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju

Milenium Baru. Jakarta: Logos.

Bogdan. dan Biklen. (1990). Riset Kualitatif Untuk Pendidikan: Pengantar ke

Teori danMetpde. (Alih bahasa oleh Munandir). Jakarta: UT.

Coombs. H. Philip and Hallak, J. (1972). Managing Educational Costs. London:

Oxford University Press.

Dalton E. Mc. Farland. (1959). Manajement, Principles and Practices. New York:

Macmillan Co.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1992). Himpunan Peraturan

Perundang-Undangan

Republik Indonesia Bidang Pendidikan dan

Kebudayaan. Jakarta: Depdikbud.

Dawam Rahardjo. (1985). Pesantren dan Pembaharuan.. Jakarta: LP3ES.

Dimock. and Koenig. (1960). Public Administration. New York: Rinehort &

Company, Inc.

vEngkoswara. (1987). Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta: LP2TK.

Friedmann. (1992). Empowerment, The Politics of Alternative Development.

(53)

148

Gibson, e/ al. (1997). Organization Behavior, Structure, Process. Chicago: Irwin.

Glen A. Welch. (1976). Budgeting: Profit Planning and Control, 4 th ed. N.J:

Prentice-Hall Englewood Cliffs., Inc.

Gymnastiar., Hernowo., M. Deden Ridwan. (2001). Aa Gym dan Fenomena

Daarut Tauhiid; Memperbaiki Diri Lewat Manajemen Qalbu. Bandung:

Mizan.

^ Hadari Nawawi. (1981). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.

Higgins J.M. (1983). Organizational Policy andStrategic Management; Text and

Cases, 2-nd ed.. Chicago: The Dryden Press.

Ichlas Bunyamin. (1993). Kajian Makna Modernisasi Pesantren Terpadu. Tesis

pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Imron Arifin. (1993). Kepemimpinan Kyai: Kasus Pondok Pesantren Tebuireng.

Malang: Kalimasahada Press.

Ismail SM., Nurul Huda et al. (2001). Paradigma Pendidikan Islam. Semarang:

Pustaka Pelajar.

Karel A. Steenbrink. (1994). Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam

dalam Kurun Modern. Jakarta: LP3ES.

Kartasasmita, Ginanjar. (1996). Pembangunan Untuk Rakyat, Memadukan

Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta: CIDES.

Kindred, Leslie.W. (1957). School Public Relations. Prentice Hall, Inc,

Englewood Cliffs, N.J.

Kinderveter. Suzana. (1979). Non-Formal Educational, as an Empowering

Process. Anherst Mass: Center for International Educational.

Lincoln, Y.S. and Guba, Eg. (1985). Naturalistic Inquary. Beverly Hills: Soge

Publication.

Matthew B Miles., and A. Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif.

(Alih bahasa oleh Tjetjep Rohendi) Jakarta: Ul-Press.

(54)

150

Sarah Cook and Steve Macaulay. (1996). Perfect Empowerment. (Alih bahasa

oleh Paloepi Tyas, R.) Jakarta: PT. Alex Media Computindo.

Siagian, Sondang P. (1995). Manajemen Strategik Jakarta: Bina Aksara.

Sindu Galba. (1995). Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi. Jakarta: Rineka

Cipta.

Soekidjo Notoatmodjo. (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:

Rineka Cipta.

Stoner, J.A.F., Fruman, R.E. and Gilgert, Jr. (1995). Management. 6 th ed. N.J:

Prentice-Hall Englewood Cliffs., Inc.

Sumodiningrat. (1997). Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat.

Jakarta: Bina Rena Pariwara.

Suwarsono. (1996). Manajemen Strategik, Konsep dan Kasus. Yogyakarta UPP

AMP YPKP.

Syafi'i Ma'arif. A., et al. (1991). Pendidikan Islam di Indonesia. Yogyakarta:

Tiara Wacana. ,,

Tamyiz Burhanudin. (2001). Akhlak Pesantren Solusi Bagi Kerusakan Akhlak.

Yogyakarta: Ittaqa Press.

Thomas, J.A. (1971). The Productive School, ASystem Analysis Approach to

Educational Administration. New York: John Willy & Sond Inc.

Tilaar, H.A.R. (1998). Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan

MasaDepan. Jakarta: Logos.

(2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Vaizey, J. (1962). The Economics ofEducation. London: Latimer Trend & Co Ltd

Plymount.

Wheelan and Hunger. (1995). Strategic management and Business Policy.

Singapore: Addison-Wesley Publihing Company.

Yusuf Qoradhowi. (2000). Niat dan Ikhlas. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

(55)

149

Moch.Idochi Anwar. (1990). Transpormasi Biaya Pendidikan Dalam Pelayanan

Pendidikan Pada Perguruan Tinggi Negeri. Disertasi Doktor pada FPS

IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Muhammad Amin. (1987). Prospek Perkembangan Pesantren 25 Tahun

Mendatang (Tah

Gambar

Gambar 1.1. Paradigma Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Metro Batavia adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa penerbangan angkutan penumpang pesawat terbang, maka dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang

Melalui penelitian ini, perlakuan transfer gen penyandi enzim metabolik Δ5-desaturase (OmΔ5FAD) dari ikan masu salmon ( Oncorhyncus masou ) pada ikan nila

Penggunaan sistem akuntansi pada aktivitas penjualan (sistem akuntansi penjualan) bertujuan untuk mendukung aktivitas bisnis perusahaan dalam mengelolah serta serta

Oleh karena itu, melimpahnya limbah atau biomassa lignoselulosa dalam hal ini batang kelapa sawit di Indonesia dan potensi yang ada terkait dengan pemanfaatannya

Dasar pemikiran dan ruang lingkup pengaturan pendaftaran penduduk dalam Sistem Administrasi Kependudukan Indonesia yang diformulasikan dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kota Bandar Lampung maka, model pengajaran yang akan kami bangun pada

Fitur ini sesuai dengan salah satu kaidah translucent database , yaitu database tidak peduli bentuk data yang disimpan, baik itu plain text atau cipher text ; (6) Stunt data

Pada lantai 3 terdapat meja informasi yang bertujuan agar pemustaka yang ingin menanyakan perihal perpustakaan atau koleksi perpustakaan dapat menanyakannya langsung ke