• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Fatmawati sebagai isteri dan ibu 1943-1954.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Fatmawati sebagai isteri dan ibu 1943-1954."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN FATMAWATI SEBAGAI ISTERI DAN IBU

1943-1954

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

Disusun Oleh:

Serihartati

NIM : 064314005

FAKULTAS SASTRA

JURUSAN ILMU SEJARAH

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yang Maha Kuasa....atas lindungan dan juga energi daya nalar yang dilimpahkan kepada penulis.

Kedua Orang tuaku: Bapak Sadi Markus dan Ibu Martha Aisyah, terimakasih atas segala limpahan kasih sayang, dukungan moril melalui kerja keras yang telah kalian berikan dengan penuh ketulusan. “Maaf bah mak’, apa’ atas keterlambatan ini”!.

Abangku, Gervasius Doni Susanto, terimakasih bang atas nasehatnya yang luar biasa dalam memotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini, terimakasih banyak ya abangku.

Adikku Mimilia Sulastri dan Adik Bungsuku Lilis Suryani terimakasih atas kesediaan waktunya untuk mendengarkan segala keluh kesah kakakmu selama ini. Dan terima kasih juga atas segala “kecerewetan”nya, yang justru menjadi penyemangat kakakmu supaya bisa menyelesaikan skripsi ini,

Spesial untuk sahabatku tersayang Delfina Dhae, yang selalu selalu berbagi cerita dalam suka dan duka, menyemangati, membuat saya berproses menjadi lebih baik dan telah memberikan pengertian tentang arti indah hidup ini, baik itu persahabatan, cinta, dan pengorbanan serta indahnya sebuah perjuangan. Terima kasih sobatku, karena telah membuat saya menjadi lebih baik. Ku harap persahabatan kita abadi.

(5)

v

MOTO

Hadapilah segala kesulitan den gan ji wa yang tenang. Pekerjaan sekecil apapun harus dikerjakan dengan penuh perhatian, karena hal-hal yang kecil itu bisa menyebabkan hal-hal yang besar.

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 14 Agustus 2013 Penyusun

(7)

vii

ABSTRAK Serihartati

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

Penulisan skripsi dengan judul “Peran Fatmawati sebagai isteri Presiden Soekarno dan juga ibu (1943-1954)” ini bertujuan untuk menganalisis kepribadian Fatmawati melalui latar belakang sosial dan budaya Fatmawati guna mengetahui kepribadian Fatmawati dalam menjalani hidup yang penuh keharmonisan selama hidup berkeluarga dengan Soekarno dan juga peran Fatmawati sebagai seorang ibu.

Metode sejarah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode analisis dengan pendekatan ilmu psikologi yaitu teori konvergensi Wiliam Stern mengenai pembentukan kepribadian atau perkembangan individu.

Hasil penelitian ini adalah pembentukan kepribadian Fatmawati adalah karena pengaruh keturunan atau gen (endogen) ayahnya Hassan Din merupakan tokoh masyarakat yang religius di Bengkulu, yang mendidik Fatmawati dengan ajaran Islam yang kuat. Sedangkan dari faktor lingkungan (eksogen), karena perekonomian keluarganya mengalami kekurangan yang kemudian menyebabkan Fatmawati turut membantu meringankan beban kedua orang tuanya dengan membantu ikut serta bekerja.

Selain sebagai ibu negara, Fatmawati juga merupakan ibu rumah tangga yang mempunyai lima orang anak yaitu: Guntur Soekarnoputa, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri dan Guruh Soekarnoputra. Dengan kesibukannya mengurus suami dan kelima anaknya, Fatmawati juga harus mendampingi beberapa kunjungan suaminya Sukarno ke beberapa daerah bahkan negara. Walaupun demikian, peran sebagai istri atau ibu negara serta sebagai seorang ibu bisa Fatmawati jalankan dengan baik, terbukti dengan harmonisnya kehidupan rumah tangga Fatmawati dan Soekarno selama tiga belas tahun dan anak-anak mereka bisa tumbuh dengan baik dan sehat.

(8)

viii ABSTRACT

Serihartati

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

This thesis, which is titled,” Peran Fatmawati sebagai isteri Presiden Soekarno dan juga ibu (1943-1954)” aims to analyze the personality of Fatmawati based on her social and culture background in going through her harmonious life as the wife of Soekarno and a mother.

The methodology which is used in this study is psychology approach, which focuses on convergence theory proposed by William Stern. This theory states about the personality build and individual development.

The result of this study is that the personality of Fatmawati is influenced by the inheritance or the endogen of her father Hassan Din, who is a religious figure in society at Bengkulu. Her father educated Fatmawati with the strong Islamic tenet. Otherwise, if it is seen from eksogen factor, Fatmawati works really hard to help her family because of the low economy.

Besides a role as a first lady, Fatmawati was also a houskeepr, who has five children, Guntur Soekarnoputa, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri dan Guruh Soekarnoputra. In addition to take care of her husband and children, she also had to accompany Soekarno in visiting some regions even countries. Nevertheless, all of these duties can be done well by her. It can be seen from her happy life with her husband during thirteen years. Additionally, their children also grow well.

(9)

ix

LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Serihartati

Nomor Mahasiswa : 064314005

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“PERANAN FATMAWATI SEBAGAI ISTERI DAN IBU (1943-1954)”

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Demikian saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharna hak untuk penyimpanan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentul pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenar-benarnya

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 29 Agustus 2013

Yang menyatakan

(10)

x

KATA PENGANTAR

Senantiasa, penulis ingin mencantumkan di tempat teratas dalam daftar syukur, yaitu Allah Yang Maha Kuasa atas energi yang menggagumkan serta daya nalar yang dilimpahkan kepada penulis. Selayak dan sepantasnya, penulis menghaturkan rasa kagum, terima kasih, dan hormat kepada-Nya. Tak lupa juga, penulis merasakan ketentraman dalam belaian Bunda terkasih, Bunda Maria, bunda pelindung terkhusus pada saat-saat yang penting dan menentramkan menenangkan hati.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian tulisan ini tidak mudah, menantang dan menggugah rasa ingin tahu lebih dalam. Arah penyelesaian tulisan semakin terbuka, ketika banyak pihak terlibat dan ikut menangung ‘beban’ ini. Penulis merasa termotivasi sekaligus terbantu dengan peran-keterlibatan semua pihak secara langsung maupun tidak langsung. Ini adalah tanda dan bukti dari karya cinta Tuhan Yang Maha Kuasa dalam hidupku. Oleh sebab itu, penulis sadar dan memiliki alasan tepat untuk menorehkan penghargaan dan ucapan terima kasih yang dalam kepada :

1. Bapak Dr. F.X. Siswadi, M.A., selaku dekan Fakultas Sastra beserta staf kerja yang sudah memberikan kesempatan serta ijin untuk menyelesaikan skripsi ini.

(11)

xi

3. Dosen-dosenku di jurusan Ilmu Sejarah : Bapak Drs. Silverio R. L. Aji. S. M. Hum. (Kaprodi Ilmu Sejarah), Bapak Dr. H. Purwanta, M. A., Bapak Drs. Ign. Sandiwan Suharso., Bapak Dr. Anton Haryono, M. Hum., Romo Dr. F.X. Baskara T. Wardaya SJ., Romo Dr. G. Budi Subanar SJ., Bapak Drs. Manu Joyoatmojo., Ibu Dra. Lucia Juningsih, M. Hum., Mbak Dyah Palupi dan Mas Halim.

4. Mas Tri di sekretariat Fakultas Sastra yang selalu melayani keperluan administrasi mahasiswa Ilmu Sejarah.

5. Teman-teman angkatan 2006, Ifa Hadi Subardan, Theodorus Yanzen dan Ismiyanti, kita jatuh bangun, suka dan duka bersama dalam menghadapi tugas-tugas selama kuliah. Teruskan perjuangannya ya teman-teman. 6. Temen-temen kost Narada 10a : Oda, Rita, Angelin. Kontarakan Kotabaru

: Adikku Lilis Suryani, terimakasih ya dek telah memberikan ruang kamarnya untuk berbagi tempat dengan kakakmu ini., Yossi, Tari, Novi, Lusy. Terima kasih ya semuanya karena telah berbagi kebahagiaan, canda dan tawa selama kita bersama.

7. Forum Komunitas Mahasiswa Kristiani Sintang (FKPMKS) 8. Himpunan Mahasiswa Katolik Kalimantan (HMKK)

9. Terima kasih semuanya, kepada nama-nama lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu karena keterbatasan ruang formal ini. Terimakasih.

(12)

xii

lebih baik lagi. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, semoga hasil penelitian ini berguna bagi pembaca yang budiman.

Yogyakarta,

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penulisan ... 5

E. Manfaat Penulisan ... 6

F. Tinjauan Pustaka ... 6

G. Landasan Teori ... 10

(14)

xiv

I. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II: LATAR BELAKANG FATMAWATI BERPERAN SEBAG AI ISTERI SUKARNO A. Masa Kecil Fatmawati ... 18

B. Pertemuan Fatmawati dengan Sukarno ... 22

C. Reaksi Inggit Garnarsih ... 25

D. Kisah Cinta Fatmawati dengan Sukarno ... 27

E. Pernikahan Fatmawati dengan Sukarno ... 29

BAB III: PERAN FATMAWATI SEBAGAI ISTERI SUKARNO A. Peranan Fatmawati Seorang Isteri bagi Sukarno ... 31

B. Peranan Fatmawati sebagai Isteri Sukarno ... 32

BAB IV: PERAN FATMAWATI SEBAGAI IBU A. Hubungan Seorang Ibu dengan Anak ... 48

B. Peranan Fatmawati sebagai Seorang Ibu ... 49

C. Perjalanan Anak-anak ... 55

1. Guntur Soekarnoputra ... 55

2. Megawati Soekarnoputri ... 57

3. Rachmawati Soekarnoputri ... 60

4. Sukmawati Soekarnoputri ... 61

(15)

xv

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 66

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seorang tokoh dengan jasa-jasa dalam hidupnya, tidak bisa dilepaskan dari peran serta dukungan keluarga atau kerabatnya. Demikian juga halnya dengan Soekarno, tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan dan dukungan orang-orang di sekitarnya terutama istrinya Fatmawati. Sebagai seorang istri, Fatmawati sangat berperan di balik kesuksesan Soekarno dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan secara tidak langsung, karena Fatmawati tidak terjun langsung dalam bidang politik.

Setelah bercerai dengan Inggit Garnasih akhirnya Soekarno menikahi Fatmawati pada pada tanggal 1 Juni tahun 1942. Pernikahan ini dilaksanakan melalui nikah wali.1 yang mewakili Sukarno yaitu opseter Sarjono. Pernikahan model ini ditempuh dengan alasan saat itu sulit mendatangkan Fatmawati dan orangtuanya ke Jawa. Sementara itu tak mungkin bagi Soekarno berkunjung ke Bengkulu, karena kesibukannya di Lembaga Pusat Tenaga Rakyat (Putera).2 Fatmawati merupakan istri ketiga Sukarno setelah Siti Utari dan Inggit

1 Menurut hukum Islam, perkawinan dapat dilangsungkan, asal ada pengantin perempuan dan sesuatu yang mewakili mempelai laki-laki. Lihat Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Bengkulu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal. 21

2

(17)

Ganarsih.3 Fatmawati mendampingi Soekarno dalam masa-masa memperjuangkan kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan.4 Sebagai seorang isteri presiden, yang memimpin perjuangan. Fatmawati juga ikut serta dalam kancah perjuangan secara tidak langsung, melalui dukungannya sebagai istri Soekarno. Pindah berkali-kali dari satu kota ke kota lainnya, dan dari satu daerah ke daerah lainnya. Hal tersebut membuktikan bahwa menjadi isteri seorang pejuang tidaklah mudah, selain cinta, dibutuhkan kesiapan fisik dan mental dalam mendampingi seorang suami pejuang.

Selain itu Fatmawati juga merupakan ibu rumah tangga yang mempunyai lima orang anak yaitu: Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri dan Guruh Soekarnoputra. Dengan kesibukannya mengurus suami dan kelima anaknya, sebagai istri presiden Fatmawati juga harus mendampingi beberapa kunjungan suaminya Soekarno ke beberapa daerah bahkan negara. Walaupun semikian, peran sebagai istri dan ibu bisa Fatmawati jalankan dengan baik, dia menyempatkan diri untuk memasak makanan kesukaan suaminya. Kesuksesan Fatmawati berperan sebagai istri terbukti dengan harmonisnya rumah tangga Fatmawati dan Soekarno selama tiga belas tahun. 5

3 Ibid., hal. 48

4

Ibid., 5

(18)

Selama keduanya menikah, tidak pernah sekalipun keduanya berselisih, apalagi bertengkar. Selain itu dalam mendampingi suami yang menjalani tugas yang sering mendadak, tidak peduli siang ataupun malam, bahkan saat sakit maupun sehat. Kehidupan Fatmawati juga jauh dari kesan mewah, karena penghasilan suaminya yang kecil mengharuskannya pandai-pandai membelanjakan gaji suaminya yang tidak seberapa supaya cukup untuk satu bulan.6 Begitupun juga ketika Fatmawati harus mendampingi Soekarno pergi ke luar negeri yakni ke India dan Pakistan, karena tidak memiliki perhiasan apapun, Fatmawati meminjam perhiasan milik istri sekretaris negara.7

Kebahagiaan dan keharmonisan keluarga Soekarno dan Fatmawati tentu tidak terlepas dari peran Fatmawati, baik sebagai istri dan juga sebagai seorang ibu, dalam membimbing dan mendidik anak serta khususnya mendampingi Soekarno. Hal tersebut tidak terlepas karena pada umumnya kaum perempuan memiliki kodrat kehidupan yang berupa: kodrat perempuan sebagai ibu, sebagai istri, sebagai individu perempuan, dan sebagai anggota masyarakat. Setiap unsur kodrat yang dimiliki memerlukan tanggung jawab yang berbeda dengan peran dirinya sebagai anggota masyarakat, dan akan berbeda pula dengan peran dirinya sebagai individu.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa tinggi rendahnya pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mendapatkan peran

6

Fatmawati. Loc.Cit. Hal. 182. 7

(19)

yang penting dalam kehidupan. Fatmawati yang berasal dari desa dan tidak berpendidikan tinggi pada kenyataanya bisa berperan sukses sebagai istri Soekarno. Seperti apa dan bagaiman peran Fatmawati sebagai istri Soekarno dan ibu bagi kelima anaknya ?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka dilakukan penulisan skripsi ini sehingga bisa mengetahui peran Fatmawati sebagai istri Soekarno sebagai ibu negara maupun sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya.

B. Identifikasi Masalah

(20)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka terdapat pertanyaan yang dipilih untuk dicari jawabnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah latar belakang peran Fatmawati sebagai istri Soekarno? 2. Bagaimanakah peran Fatmawati bagi Soekarno khususnya sebagai ibu

negara ?

3. Bagaimana peran Fatmawati sebagai ibu bagi anak-anaknya ?

D. Tujuan

1. Akademis

Penelitian ini berupaya mendeskripsi dan menganalisis peran Fatmawati sebagai istri Soekarno. Diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui peran Fatmawati sebagai istri Sukarno dalam menghadapi tantangan hidup yang dihadapi selama bersama Sukarno.

2. Praktis

(21)

E. Manfaat

1. Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi studi keilmuan sejarah untuk memberikan sumbangan pengetahuan serta wacana baru mengenai peran sukses Fatmawati sebagai istri Soekarno.

2. Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan pemahaman mengenai pentingnya melihat kembali sebuah perubahan melalui peristiwa di masa lalu. Secara praktis manfaat penelitian ini diharapkan memberikan pandangan serta pemahaman baru mengenai peran Fatmawati khususnya sebagai istri Soekarno. Dalam hal ini, bagaimana seorang yang notabene berasal sebuah desa tidak mendapat pendidikan memadai bisa menjadi istri yang sukses yang membuat kehidupan keluarga menjadi harmonis.

F. Tinjauan Pustaka

(22)

harmonis, dan sebaliknya kegagalan istri dalam mendorong karir suaminya dapat berpengaruh pula pada keharmonisan dan keutuhan sebuah keluarga.

Terkait hal tesebut di atas, peran Fatmawati sebagai istri Sukarno terbilang sukses,baik sebagai isteri maupun sebagai ibu. Kesuksesan Fatmawati tersebut terbukti dari langgengnya kehidupan rumah tangga mereka selama tiga belas tahun. Buku-buku yang membahas mengenai keberhasilan Fatmawati tersebut yang menjadi tinjauan pustaka dalam penulisan ini yaitu :

Buku yang berjudul Fatmawati, Catatan Kecil Bersama Bung Karno, yang terbit pada tahun 1983 di Jakarta yang diterbitkan oleh PT. Jayakarta Agung Offset. Buku ini merupakan otobiografi.8 Di dalam buku ini, Fatmawati menceritakan mengenai biografi masa kecil dan masa remaja di Bengkulu. Dalam buku ini Fatmawati juga menceritakan mengenai perkenalannya dengan Soekarno hingga akhirnya menikah dan pindah ke Jakarta bersama kedua orang tuanya. Dalam buku ini, Fatmawati juga menceritakan kehidupan perkawinannya bersama Soekarno pada masa pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan. Terakhir dalam buku ini Fatmawati juga menceritakan mengenai keputusan Fatmawati untuk berpisah dengan Soekarno yang ingin mengawini Hartini dan meninggalkan istana serta hidup hingga akhir hayatnya di jalan Sriwijaya, Jakarta.

Buku ini dilengkapi dengan foto-foto Fatmawati dan Soekarno beserta kelima putra-putri mereka dan foto-foto bersama tamu kenegaraan dalam acara kenegaraan baik di istana maupun ketika berkunjung ke luar negeri. Dalam buku

8

(23)

ini, Fatmawati mengisahkan kehidupannya yang dibagi ke dalam lima periode yaitu : periode Bengkulu, periode Zaman Jepang, periode Yogyakarta dan periode Istana Merdeka serta yang terakhir adalah Periode Sriwijaya, Jakarta.

Kelebihan dari buku ini adalah Fatmawati secara lugas menceritakan mengenai biografinya yang meliputi kehidupan masa kecilnya di Bengkulu dan kehidupannya selama hidup bersama Soekarno. Akan tetapi peran Fatmawati sebagai istri bukanlah hal yang paling di soroti dalam buku ini.

Buku yang kedua adalah buku yang ditulis oleh Arifin Suryo Nugroho 9 yang berjudul Fatmawati Sukarno, The First Lady, terbit pada tahun 2010 di Yogyakarta yang diterbitkan Ombak. Secara keseluruhan buku ini menceritakan mengenai biografi Fatmawati yang merupakan istri ketiga Soekarno setelah Siti Utari dan Inggit Garnarsih, dari kecil hingga remaja di Bengkulu dan akhirnya pindah ke Jakarta setelah menikah dengan Soekarno. Hal khusus yang paling di soroti dalam buku ini adalah Fatmawati sebagai penjahit bendera pusaka merah putih. Terkait kata first lady atau ibu negara, dikatakan bahwa Fatmawati merupakan ibu negara pertama karena Soekarno adalah presiden pertama Indonesia.

Dalam buku ini juga diceritakan mengenai Fatmawati yang lebih memilih untuk berpisah dengan Soekarno daripada dimadu dan bahkan rela keluar dari istana yang kemudian tinggal di jalan Sriwijaya, Jakarta hingga akhir hayatnya. Dalam buku ini juga diceritakan mengenai meninggalnya Soekarno pada hari

9

(24)

Minggu, tanggal 21 Juni 1970 karena komplikasi penyakit. Pada tanggal 14 Mei 1980 Fatmawati meninggal dunia karena serangan jantung ketika dalam perjalanan pulang umroh dari Mekah dan dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.

Pada bagian akhir dari buku ini, turut juga diceritakan perjalanan kehidupan kelima putra-putri Soekarno dan Fatmawati yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri dan Guruh Soekarnoputra. Ini sangat jelas menunjukkan peran yang dijalankan oleh Fatmawati dengan penuh tanggung jawab baik suka maupun duka.

Buku berikutnya berjudul Istri-Istri Sukarno karya Reny Nuryanti dkk, yang terbit pada tahun 2007 di Yogyakarta oleh penerbit Ombak.10 Buku ini berisi tentang biografi kesembilan istri-istri Soekarno mulai dari Siti Utari Cokroaminoto, Inggit Garnarsih, Fatmawati, Hartini, Kartini Manopo, Ratna Sari Dewi, Haryati, Yurike Sanger hingga istri terakhirnya Heldy Djafar. Buku ini berisi tentang kisah cinta, keharuan, dan darma bakti seorang perempuan pendamping Soekarno yang dimulai dari kisah pertemuan, proses cinta, dan akhirnya menuju pelaminan. Di dalam buku ini, terkait penulisan skripsi ini, peran sebagai istri dijalankan Fatmawati dengan penuh tanggung jawab dan resiko yang tinggi pada masa pra kemerdekaan hingga masa pasca kemerdekaan. Sebagai ibu bagi anak-anaknya dan juga sebagai istri bagi Soekarno.

10

(25)

G. Landasan Teori

Penelitian ini berjudul “Peran Fatmawati Sebagai Istri dan Ibu ”. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran Fatmawati sebagai istri Soekarno. Untuk dapat memberikan penjelasan mengenai peran Fatmawati tersebut, maka dibutuhkan teori untuk menganalisis peran Fatmawati sebagai istri Soekarno, sehingga diperlukan penjelasan tentang teori perang terlebih dahulu. Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.11

Levinson dalam Soekanto mengatakan peranan mencakup tiga hal,12 antara lain:

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

11

Soerjono Seoekanto. 2009. Sosiologi suatu pengantar. Rajawali Press Jakarta. Hlm. 212-213.

12

(26)

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Merton dalam Raho mengatakan bahwa peranan didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran (role-set). Dengan demikian perangkat peran adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki status-status sosial khusus.13

Wirutomo mengemukakan pendapat David Berry bahwa dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Peranan didefinisikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Peranan ditentukan oleh norma-norma dalam masyarakat, yang merupakan kewajiban untuk melakukan hal-hal yang diharapkan dalam masyarakat, di dalam keluarga dan di dalam peranan-peranan yang lain.

Selanjutnya dikatakan bahwa di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu: pertama, harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran, dan kedua harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau

13

(27)

kewajiban-kewajibannya. Dalam pandangan David Berry, peranan-peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling berhubungan.14

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), peran diartikan sebagai pemain sandiwara; tukang lawak pada permainan ma’yung.15 Selain itu, masih dalam sumber yang sama peranan- peran diartikan sebagai berikut, sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa.16 Peran dalam ilmu psikologi diartikan sebagai suatu rangkaian tindakan-tindakan yang khas yang dilakukan oleh pribadi dalam situasi interaksi.17 Sedangkan dalam ilmu sosiologi peran diartikan sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakterisasi (posisi) dalam struktur negara.18

Peranan menurut K.J Holsti yang diterjemahkan Wawan Juanda dalam bukunya “Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis” yaitu:

“Konsep peranan bisa dianggap sebagai definisi yang dikemukakan oleh para pengambil keputusan terhadap bentuk-bentuk umum, keputusan, aturan, dan fungsi Negara dalam suatu atau beberapa masalah internasional. Peranan juga merefleksikan kecenderungan

14

Cohen Burce J: Tanpa Tahun. Sosiologi Suatu Pengantar. Penerbit Rineka Cipta. Hlm. 99-101

15

W. J. S. Poerwadarminta. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN. Balai Pustaka. Hlm. 735.

16 Ibid. 17

Soemadi Soejabrata. 1969. Pengantar Psikologi sosial jilid I, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta. Hlm.31

18

(28)

pokok, kekhawatiran, serta sikap terhadap lingkungan eksternal dan variable sistematik geografi dan ekonomi”.

Peranan dapat diartikan sebagai orientasi atau konsepsi dari bagian yang dimainkan oleh suatu pihak dalam posisi sosialnya. Dengan peranan tersebut, sang pelaku peran baik itu individu maupun organisasi akan berperilaku sesuai dengan harapan orang atau lingkungannya. Dalam hal ini peranan menjalankan konsep melayani untuk menghubungkan harapan-harapan yang terpola dari orang lain atau lingkungan dengan hubungan dengan pola yang menyusun struktur sosial. Peran sendiri merupakan seperangkat perilaku yang dapat terwujud sebagai perorangan sampai dengan kelompok, yang kesemuanya menjalankan berbagai peranan. Baik prilaku yang bersifat individual maupun jamak dapat dinyatakan sebagai struktur.19

Banyak pemahaman yang memberikan penjelasan mengenai teori peran seperti yang telah diuraikan diatas. Penelitian ini akan menjelaskan rangkaian tindakan yang diperankan atau dilakukan oleh seseorang ketika menduduki suatu posisi tertentu dalam struktur negara masyarakat atau suatu pemerintahan. Posisi pada dasarnya adalah suatu kedudukan atau bagian dalam struktur negara maupun pemerintahan. Dengan adanya posisi seseorang dalam masyarakat ataupun dalan suatu pemerintahan maka akan bersentuhan dengan peran yang dijalankan ketika berada dalam posisi struktur negara di masyarakat atau pemerintahan. Seperti yang dilakukan Fatmawati sebagai isteri atau ibu negara dalam mendukung dan

19

(29)

mendampingi Soekarno dalam tugas-tugas kenegaraan sehingga sukses membawa kehidupan rumah tangganya bersama Soekarno harmonis selain itu juga kepemimpinan Soekarno terbukti bisa membawa bangsa Indonesia menjadi lebih baik.

Teori kedua yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori Konvergensi20 yang dikemukakan oleh William Stern yang berpandangan bahwa pembentukan kepribadian atau perkembangan individu itu tidak bisa lepas dari pengaruh keturunan (endogen) maupun lingkungan (eksogen), kedua-duanya memainkan peranan penting. Teori ini dijadikan dasar untuk menganalisis peran Fatmawati sebagai istri Soekarno melalui kepribadiannya sebagai individu yang mandiri, rajin dan ramah, sabar serta sederhana, bagaimanpun juga merupakan pengaruh keturunan (gen) dari kedua orang tuanya dan juga pengaruh pendidikan yang didapatkannya dari sekolah serta pengaruh pengaruh lingkungan atau pengaruh orang-orang di sekitarnya.

20

(30)

H. Metode

Sejarah sebagai ilmu bertujuan untuk menggambarkan, memahami dan menjelaskan berbagai peristiwa penting yang terjadi di masa lampau. Hal ini dikarenakan dalam penulisan ini tidak hanya dimaksudkan sebagai penceritaan kembali suatu kejadian tetapi lebih untuk menerangkan kejadian dengan sebab-sebabnya, kondisi lingkungannya, khususnya dalam sebuah penulisan.

Metode sejarah adalah cara-cara yang ditempuh untuk mengkaji obyek studi yaitu peristiwa sejarah.21 Pertama, memilih topik. Pemilihan topik merupakan langkah kerja pertama yang harus dilakukan oleh penulis supaya apa yang ingin ditulis atau diketengahkan menjadi jelas terutama bagi penulis sehingga dapat dikerjakan dalam waktu yang tersedia. Oleh karena itu topik sebaiknya dipilih berdasarkan pertama kedekatan emosional dan kedua kedekatan intelektual.22

Kedua mengumpulkan sumber yang berhubungan dengan topik. Dalam pengumpulan sumber karena tulisan yang disajikan dalam skripsi ini merupakan hasil dari bentuk kajian pustaka maka metode yang digunakan adalah studi pustaka dengan mengumpulkan sumber-sumber primer dan sekunder. Data diperoleh dari tulisan-tulisan yang ada di perpustakaan yang berupa buku, artikel dari internet dan publikasi lainnya. Akan tetapi karena keterbatasan dalam

21

Gottschalk, Louis. Mengerti sejarah. 1985. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 32

22

(31)

penemuan dan penggunaan sumber primer maka yang dilakukan adalah dengan memaksimalkan proses pembacaan buku-buku di perpustakaan yang ada hubungannya dengan peran Fatmawati sebagai istri Soekarno. Data yang diperoleh kemudian akan diseleksi kesesuaiannya dengan topik yang akan ditulis.23

Selanjutnya sumber dianalisis dengan menggunakan landasan teori yang diajukan. Dalam penulisan ini data dianalisis dengan pendekatan ilmu psikologi. Pendekatan psikologi digunakan untuk melihat latar belakang yang meliputi gejala-gejala dan aspek sosial yaitu lingkungan sosial yang meliputi lingkungan pendidikan dan juga lingkungan pergaulan untuk mengetahui peran Fatmawati sebagai istri Soekarno.

Terakhir yaitu tahap penulisan. Data yang telah berhasil dikumpulkan dan setelah dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk tulisan. Tahap penulisan merupakan bentuk tatanan yang disusun secara sistematis sesuai dengan perumusan masalah yang sudah dijabarkan.24

I. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman mengenai hasil penulisan ini maka perlu disajikan ke dalam sub-sub bab di dalam bagian sistematika penulisan. Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu:

23

Ibid., hal. 94 24

(32)

Bab I adalah pendahuluan yang berisi uraian mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan yang terakhir sistematika penulisan.

Bab II berisi penjelasan mengenai sosok Fatmawati yang meliputi masa kecil Fatmawati, pertemuan Fatmawati dengan Soekarno, reaksi Inggit Garnarsih, kisah cinta Fatmawati dengan Soekarno dan terakhir mengenai pernikahan Fatmawati dan Soekarno.

Bab III berisi penjelasan mengenai bagaimana peran Fatmawati sebagai ibu negara

Bab IV berisi uraian bagaimana peranan Fatmawati sebagai ibu bagi anak-anaknya beserta perjalanan anak-anak-anaknya.

(33)

18

BAB II

LATAR BELAKANG FATMAWATI BERPERAN SEBAGAI ISTERI

SUKARNO

A. Masa Kecil Fatmawati

Fatmawati adalah putri tunggal pasangan Hassan Din dan Siti Kadijah, yang dilahirkan pada pada hari senin siang, 15 Februari 1923 di Pasar Padang, Bengkulu. Pada waktu melahirkan Fatmawati, tiada terkira penderitaan yang dialami oleh Siti khadijah, oleh karena itu dia memutuskan untuk tidak memiliki anak lagi. Sesaat setelah kelahiran Fatmawati, dua nama kemudian dipersiapkan yaitu Fatmawati dan Siti Jubaidah. Namun setelah diundi, nama Fatmawati itulah yang akhirnya dipilih. 25

Seiring berjalanya waktu, Fatmawati tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik dengan rambut di kepang. Masa kecil Fatmawati penuh dengan keprihatinan, ayahnya Hassan Din berhenti bekerja di perusahaan Borsumij yang lebih mencintai tanah airnya lebih memilih bekerja sebagai aktivis Muhammadiyah.26 Situasi tersebut membawa dampak penurunan ekonomi keluarga Hassan Din karena di Muhammadiyah tidak memberikannya gaji yang cukup untuk menafkahi keluarganya seperti ketika dia bekerja di Borsumij. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, Hassan Din

25 Fatmawati, 1978. Fatmawati, Catatan Kecil Bersama Bung Karno. Jakarta: Sinar Harapan. Hal. 18

26

(34)

mencoba berdagang dan mencoba menjajaki beberapa pekerjaan baru, akan tetapi hal itu tidak segera membawa dampak positif untuk keluarganya. Dalam situasi ekonomi yang serba kekurangan itulah Fatmawati menjalani masa kecilnya.

Melihat kesulitan yang dihadapi oleh keluarganya, Fatmawati pun kemudian turut membantu meringankan beban kedua orang tuanya dengan membantu menjajakan kacang bawang yang digoreng oleh ibunya atau menunggui warung kecil di depan rumahnya. Di samping itu walaupun perekonomian keluarganya mengalami kekurangan, tidak menyurutkan Fatmawati untuk belajar di sekolah.

Pendidikan yang diperoleh Fatmawati berasal dari pendidikan formal dan non-formal.27 Pendidikan non-formal berasal dari keluarga. Salah satu fungsi penting keluarga adalah menjadi pusat pendidik budi pekerti karena lingkungan keluargalah yang pertama-tama mempersiapkan anggotanya untuk berprilaku sesuai dengan budaya dan harapan masyarakat di mana individu tersebut berada. Dari mulai hal sederhana yaitu cara makan dan mandi, menerima sesuai dengan tangan kanan, mengucapkan terima kasih jika diberikan sesuatu sampai dengan prilaku yang lebih kompleks sifatnya, seperti mengenal dan mampu menerapkan

27

(35)

ajaran dan nilai-nilai sosial dan budaya.28 Sedangkan dari segi agama adalah anggota keluarga diajarkan bagaimana sholat atau sembahyang dan juga berdo’a dan aturan-aturan yang lainnya sesuai dengan agama yang dianut. Jadi fungsi keluarga adalah sebagai pusat penerusan norma yang mengajarkan supaya anggota keluarganya bisa menyesuaikan dan mengembangkan diri sehingga anggota keluarganya bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya sesuai dengan nilai sosial dan budaya dan agama yang berlaku. Artinya adalah di dalam keluargalah anak yang dilahirkan sebagai mahkluk biologis dipersiapkan untuk pertama kalinya menjadi mahkluk yang berbudaya. Ayah Fatmawati, Hassan Din merupakan tokoh masyarakat yang religius di Bengkulu, mendidik Fatmawati dengan ajaran Islam maka tidak heran jika Fatmawati sedari kecil sudah pandai mengaji dan memanjatkan ayat-ayat suci Al-Quran.

Pendidikan formal yang diperoleh Fatmawati adalah pendidikan sekolah dasar di HIS (Hollands Inlanche School). Sebelumnya pada saat berumur 6 tahun Fatmawati sekolah di Sekolah Gadang, akan tetapi oleh ayahnya dipindahkan ke HIS karena sistem pengajaran dan mata pelajaran yang diajarkan di HIS jauh lebih baik. Pada saat Fatmawati berumur 15 tahun, karena ketidakadaan biaya,

28

(36)

Fatmawati terpaksa meninggalkan bangku sekolah saat duduk di kelas V HIS.29 Kondisi kehidupan keluarga yang mengalami krisis keuangan inilah salah satu hal yang menentukan dan mempengaruhi karakter Fatmawati ke depannya dan hal ini kemudian berpengaruh pada kehidupannya setelah berkeluarga khususnya ketika hidup sebagai isteri Sukarno.

Setelah tidak bersekolah, hari-hari Fatmawati sering dihabiskan untuk membantu pekerjaan ibunya. Selain itu ia juga aktif berorganisasi sebagai anggota pengurus Nasyiatul Aisyah. Walaupun demikian, keinginan Fatmawati untuk meneruskan sekolah sebenarnya masih ada, akan tetapi karena tidak ada biaya serta tidak ingin membebani ayahnya, Fatmawati lebih memilih tidak memaksakan kehendaknya. Mengenai keinginan bersekolahnya tersebut, Fatmawati pernah mengatakan demikian :

“Aku tidak mau dan tidak pernah membebani ayahku untuk membayar uang sekolahku. Aku pasrah kepada Tuhan jadi apa nasibku gerangan dikemudian hari”.30

Dari petikan kalimat di atas, tercermin bahwa keinginan Fatmawati untuk bersekolah sangat kuat. Hal ini mencerminkan bahwa Fatmawati memiliki kepribadian yang mandiri dan bijaksana. Ia tidak ingin memaksakan kehendaknya bersekolah dan memilih untuk membantu meringankan beban kedua orang tuanya.

Watak dan kepribadian Fatmawati yang mandiri dan bijaksana tersebut merupakan hasil dari pengaruh lingkungan dan gen dari kedua orang tuanya. Hal ini sejalan dengan apa yang di katakan oleh Wiliam Stern dengan teori

29

Fatmawati, loc. cit.,hal. 33 30

(37)

konvergensi yang mengatakan bahwa pembentukan kepribadian atau perkembangan individu itu tidak bisa lepas dari pengaruh keturunan atau gen (endogen) maupun lingkungan (eksogen), dimana kedua-duanya memainkan peranan penting dalam membentuk kepribadian seseorang. 31

Teori konvergensi Wiliam Stern tersebut dapat dilihat pada diri Fatmawati yang merupakan seorang putri seorang tokoh Muhammadiyah di Bengkulu yang mendidik Fatmawati sejak masih kecil dengan didikan Islam yang kuat. Selain itu kepekaan Fatmawati terhadap kemiskinan yang dialami oleh keluarganya membuatnya menjadi pribadi yang mandiri dan tegas dalam berprinsip. Kepribadiannya yang mandiri bahkan sudah tampak meskipun usianya masih belia yaitu ketika berusia 7 tahun Fatmawati pergi ke rumah sakit sendiri untuk memeriksakan penyakit yang menyerang kakinya akibat gigitan nyamuk. Karena tidak ingin merepotkan ayah dan ibunya, Fatmawati memberanikan diri untuk pergi sendiri.32

B. Pertemuan Fatmawati dengan Sukarno

Fatmawati bertemu dengan Soekarno tepatnya pada bulan Agustus tahun 1938. Pada waktu itu Sukarno diasingkan ke Bengkulu, Sumatera Selatan oleh

31

Bimo, Wagito. 1980. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi. Hal.52

32

(38)

pemerintah Belanda.33 Hal ini dikarenakan Bengkulu dianggap daerah yang aman sebagai tempat pengasingan, terpencil dan tidak banyak dikenal orang. Ketika diasingkan ke Bengkulu, Soekarno berangkat dan ditemani oleh anggota keluarganya yaitu Inggit Garnarsih, Ratna Djuami yang biasa di panggil Omi, Kartika dan Riwu.34

Di Bengkulu Soekarno diterima dengan baik oleh masyarakat termasuk keluarga Hassan Din. Hassan Din secara khusus bertandang ke rumah Soekarno untuk mengajaknya menjadi guru sekolah rendah Muhammadiyah. Sejak saat itulah Soekarno dan Hassan Din dekat. 35

33

Giebels, Lambert. 2001. Sukarno Biografi. Jakarta: PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia. Hal 206. Pada tahun 1973 Sukarno menulis surat kepada Thamrin temannya di Batavia. Dalam surat tersebut Sukarno mengeluarkan isi hatinnya dan meminta Thamrin agar para pejabat tinggi didesak untuk memindahkannya ke suatu tempat pengasingan yang lain. Dalam surat tersebut Sukarno menuliskan atas desakan Inggit, bukan karena sakit melainkan bahwa di Endeh Sukarno kekurangan kontak-kontak intelektual. Surat Sukarno tersebut kemudian diperlihatkan oleh Thamrin kepada H.C Hatevelt, orang yang berkuasa di departemen Urusan-Urusan Umum di Batavia. Setelah dibicarakan dan dipertimbangkan, akhirnya diputuskan oleh dewan Hindia Belanda bahwa Sukarno diasingkan ke Bengkulu, supaya Sukarno menemukan pergaulan intelektual yang sama sekali tidak terdapat di Endeh. Residen Bengkulu yaitu P.W Hooykaas juga bersedia untuk mengurus dan menyediakan rumah yang pantas untuk Sukarno beserta keluarganya.

34

Giebels, loc.cit., hal. 218. Ratna Djuami dan Kartika adalah anak-anak angkat Sukarno dan Inggit Garnarasih. Ratna djuami merupakan anak Murtasi, kakak perempuan Inggit Garnarsih. Semula Ratna Djuami bernama Arawati, namun karena serig sakit dan rewel, Sukarno mengganti namanya menjadi Ratna Djuami. Sedangkan Soekarti merupakan anak angkat Sukarno yang diadopsi sewaktu Sukarno di asingkan ke Endeh. Saat diadopsi Soekarti baru berumur lima tahun. Setelah diadopsi nama Soekarti kemudian diubah oleh Sukarno menjadi Kartika. Riwu adalah seorang pembantu yang mulai bekerja ketika Sukarno diasingkan di Ende, Flores.

35

(39)

Bagi Hassan Din ini adalah pertemuannya yang kedua dengan Soekarno. Hassan Din pada ingin bersilahturahmi ke rumah Sukarno, dan sebelum kujungannya yang kedua ini, Hassan Din sebelumnya menulis surat terlebih dahulu mengenai kedatangannya ke rumah Soekarno. Setelah mendapat balasan, pada hari yang telah ditentukan Hassan Din berangkat ke rumah Soekarno bersama istrinya beserta Fatmawati.

Fatmawati pada saat itu sudah beranjak dewasa, dan berumur 15 tahun. Kesan pertama Fatmawati terhadap Soekarno pada waktu pertama kali bertemu adalah Sukarno merupakan sosok yang tidak sombong, memiliki sinar mata berseri-seri, berbadan tegap serta tawanya lebar. Mendengar bahwa Fatmawati putus sekolah, Soekarno menawarkan untuk masuk ke RK Vakschool di Bengkulu.36 Sejak hari itu Fatmawati tinggal di rumah Soekarno. Fatmawati sangat senang, cita-citanya untuk meneruskan sekolah akhirnya tercapai.

Seiring berjalannya waktu Fatmawatipun semakin dekat dengan Soekarno, saking dekatnya Fatmawati sudah dianggap sebagai keluarga sendiri. Soekarno yang pada saat itu sangat dekat dengan Fatmawati, diakui oleh Soekarno kedekatanya dengan Fatmawati hanya sebatas kedekatan anak dengan bapak. Mengenai hal ini Soekarno menguraikanya dalam bukunya yang berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia :

...Apa yang ditunjukan Fatmawati kepadaku adalah pemujaan kepahlawanan. Umurku lebih dari 20 tahun daripadanya dan dia memanggilku bapak, pun seterusnya. Bagiku dia hanya seorang anakyang menyenangkan, salah seorang dari segitu banayk anak-anak yang

36

(40)

mengelilingiku untuk menghilangkan kesepian yang jadi melarut dalam hatiku. Yang kuberikan kepadanya adalah kasih sayang seorang bapak”.37

C. Reaksi Inggit Garnarsih

Awalnya Inggit pun tak berprasangka buruk mengenai kedekatan Soekarno dan Fatmawati. Apalagi usia Fatmawati jauh lebih muda jika dibandingkan dengan Soekarno. Tetapi akhirnya kecurigaan muncul karena pernah disuatu malam, ketika sedang mendengar radio di kamar belakang, Fatmawatipun datang mendengarkan. Ada tempat kosong di sebelah Soekarno, di atas dipan, jadi Fatmawati duduk di dekat Soekarno.38 Selain itu, jika terjadi pertengkaran antara Fatmawati dengan Sukarti atau Fatmawati dengan Ratna Duami, Soekarno pasti selalu memihak Fatmawati. Oleh karena itu, pada puncaknya tepatnya tanggal 11 September Fatmawati pindah dari rumah Soekarno dan kemudian tinggal di rumah neneknya.39

Sementara itu untuk membayar uang sekolahnya, Fatmawati mendapat potongan sebesar 5 gulden dari 10 gulden yang seharusnya dibayar karena merupakan anak angkat Soekarno. Selain itu Fatmawati juga mendapat bantuan dari pastor Cobben hingga ia menamatkan sekolahnya. 40

37

Cindy Adams. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta : Gunung Agung. Hal. 190

38

Cindy, ibid.,, hal. 191 39

Fatmawati, loc.cit.,hal. 34 40

(41)

Semenjak kejadian keluarnya Fatmawati dari rumah Soekarno, hubungan antara Soekarno dan Hassan menjadi kurang baik. Akan tetapi dua tahun kemudian membaik kembali.41 Seiring dengan membaiknya hubungan keluarga antara Soekarno dengan Fatmawati, Soekarno pun kemudian menawarkan diri untuk mengajari Fatmawati bahasa Inggris. Sambil mengajari mengajari bahasa Inggris, Soekarno juga mengajak Fatmawati berbincang-bincang mengenai tanah air, tentang kemerdekaan, tentang falsafah, kondisi sosial, ekonomi hingga tentang poligami.42 Fatmawati dan Soekarno pun dekat kembali. Karena dekatnya hubungan keduanya ketika Fatmawati akan dipinang oleh anak seorang Wedana, Hassan Din dan Siti Khadijah menyarankan agar Fatmawati meminta saran Soekarno.43 Hal tersebut berdasarkan pertimbangan karena Soekarno akrab dengan keluarga wedana itu.

Saat meminta saran Soekarno, bukannya saran yang Fatmawati dapatkan akan tetapi justru ungkapan perasaan cinta. Berikut dialog keduanya ketika Soekarno menyatakan perasaannya seperti yang dituliskan Fatmawati dalam bukunya yang berjudul Catatan Kecil Bersama Bung Karno :

“’Begini Fat, sebenarnya aku sudah jatuh cinta padamu pertama kali aku bertemu denganmu, waktu kau kerumahku dahulu pertama kali. Saat itu kau terlalu muda untuk menerima cintaku. Oleh karena itu aku tidak mau mengutarakannya, nah, baru sekarang inilah aku menyatakan cinta padamu Fat. Bapak diam sejena terus memandangku dengan penuh perasaan, bertanya :

41

Ibid 42

Suryo Nugroho, Arifin, Loc.Cit.,Hal. 40 43

(42)

’Apakah kau cinta padaku?’ 44

’Bagaimana Fat cinta bapak, bukankah Bapak mempunyai anak dan istri?’ jawabku sambil dirundung keheranan dan emosi.

’Aku tak mempunyai anak. Aku sudah 18 tahun kawin dengan Inggit, dan aku tak dikaruniai anak pun jua. Istriku pertama bernama Sundari, puteri dari bapak Cokroaminoto. Dalam keadaan suci Sundari aku kembalikan pada orang tuanya, sedangkan Rarna Juami adalah anak saudara perempuan Inggit, dia sejak kecil kita ambil Fat, jadi tegasnya ia anak angkat kami,” demikian Bung Karno berkata. Hal-hal dan keterangan ini belum pernah ku ketahui dan belum pernah terpikirkan olehku sebelumnya.

Bung Karno mendesak : ’Fat, kau cinta padaku?’45

“Fatmawati kemudian berpikir, Sukarno mempunyai istri, Fatmawati menjadi bingung untuk menjawab pertanyaan itu. Kemuadian Fatmawati kemudian hanya mampu berkata :

”Fat kasihan sama Bapak,”. 46

Dari petikan dialog di atas, dapat diketahui Fatmawati memiliki hati yang bijaksana serta prinsip yang tegas. Kebijaksanaan dan ketegasan Fatmawati terlihat melalui tindakannya yang dengan tidak buru-buru menolak ataupun menerima pernyataan Soekarno, akan tetapi menanyakan dulu kepada orang tuanya dan meminta bagaimana pendapat mereka.

D. Kisah Cinta Sukarno dan Fatmawati

Fatmawati kemudian menceritakan pernyataan cinta Soekarno kepada kedua orang tuanya. Ketika Hassan Din dan Siti Khadijah mendengar apa yang diceritakan oleh anaknya, setelah dipikir matang-matang Hassan Din kemudian meminta nasehat dari orang yang lebih tua. Sedangkan Fatmawati sendiri tetap

(43)

pada prinsipnya, walaubagaimanapun nantinya Fatmawati tetap akan menolak pinangan Soekarno. Mengenai hal ini, Fatmawati mencurahkannya melalui tulisannya berikut ini :

“Tapi tekadku sudah bulat. Andaikatapun pinangan akan diterima, aku baru akan dapat menyetujui apabila Sukarno bercerai secara baik-baik dengan Inggit Garnarsih. Fatmawati tidak ingin menerima jika dipoligami. Aku tidak mau tidak mau dimadu.“ 47

Berdasarkan kalimat di atas, terlihat jelas bahwa Fatmawati memiliki prinsip yang mencerminkan bahwa dia memiliki harga diri yang tinggi sebagai perempuan. kalaupun seandainya menerima lamaran Soekarno Fatmawatipun baru bersedia asalkan Inggit Garnarsih diceraikan secara baik-baik. Hal ini mencerminkan bahwa Fatmawati tidak ingin cintanya terbelah dan terbagi dengan yang lain. Selain itu dia juga tidak ingin menyakiti hati Inggit Garnarsih.

Setelah Hassan Din meminta nasihat dan saran dari para sahabatnya Hassan Din dan Fatmawati menolak secara halus atas keinginan Soekarno yang ingin memperisti Fatmawati. Berikut curahan Fatmawati atas penolakanya kepada Soekarno :

“selang beberapa waktu ayahku memberi jawaban kepada bung Karno, bahwa ayah dan aku keberatan sebab beliau mempunyai isteri dan anak, takut kalau nanti menimbulkan efek yang kurang baik kepada pihak.”48

Berdasarkan curahan Fatmawati melalui kata-katanya tersebut di atas, terlihat bahwa Fatmawati memiliki ketegasan dalam berprinsip. Keteguhannya tersebut

47

Fatmawati loc.cit., Hal. 39 48

(44)

juga berdasarkan pertimbangan yang sangat matang yaitu demi kebaikan semua pihak, baik dirinya maupun juga demi kebaikan Soekarno dan keluarganya.

Akan tetapi, Soekarno justru sebaliknya, apapun akan dilakukan asal bisa memperistri Fatmawati. Oleh karena itu Sukarno menceraikan Inggit Garnarsih setelah sebelumnya berunding dengan sahabat-sahabat karibnya dari kalangan perjuangan seperti Kyai Mansyur, Ki Hadjar Dewantara, Drs. Moh. Hatta, Mr. Sartono dll. Ditemani Kyai Mansyur.49

E. Pernikahan Fatmawati dengan Sukarno

Soekarno menceraikan Inggit Garnarsih pada tahun 1942. Soekarno ditemani K.H. Mas Mansjur, mengantarkan Inggit Garnasih kembali ke kediaman keluarganya. Melalui sebuah pertemuan yang dingin dan kaku dengan keluarga Inggit, Soekarno pun menceraikan dan mengembalikan Inggit kepada orangtuanya. Sebuah doa dan harapan diberikan Inggit kepada Soekarno ketika proses perceraian itu telah usai, doa itu berbunyi: “selamat jalan dan semoga selamat dalam perjalanan“.50

Soekarno dan Fatmawati menikah empat tahun kemudian yaitu tepatnya tanggal 1 Juni 1943 secara nikah wakil.51 Meskipun diperbolehkan oleh agama

49

Arifin, loc.cit,.Hal. 80 50

Tim Penyusun. 1997. 50 Tahun Indonesia Merdeka Jilid 1 1945-1965. Jakarta: Citra Media Persada. Hal. 456

51

(45)

menikah dengan cara diwakilkan bukanlah hal yang umum. Oleh karena pertimbangan ini salah seorang kerabat dari keluarga Fatmawati yaitu kakak Hassan Din tidak menyetujuinya. Walaupun demikian pernikahan antara Fatmawati dengan Soekarno tetap dilaksanakan yaitu pada tanggal 1 Juni 1943.

Wali nikah dari pihak mempelai perempuan adalah kakek Fatmawati Bassaruddin,52 Sedangkan dari pihak mempelai laki-laki diwakili oleh opseter Sarjono. Pesta pernikahan tersebut dilaksanakan dengan sangat sederhana. Pada saat menikah Fatmawati berusia 20 tahun sedangkan Soekarno 41 tahun.53 Setelah menikah dengan Soekarno meninggalkan kota Bengkulu dengan diiringi kedua orang tuanya menuju kota Jakarta.

52

Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. Ibid.,Hal. 21 Fatmawati diwakili oleh kakeknya karena hal ini sejalan dengan hukum perwalian dalam Islam yang terurai dalam Hukum Figh Bab Munahakat, bahwa untuk tampil sebagai wali nikah bagi pengantin perempuan terletak pada di garis laki-laki dengan urutan kakek, ayah, anak laki-laki tertua, paman saudara ayah demikian seterusnya.

53

(46)

31

BAB III

PERAN FATMAWATI SEBAGAI ISTRI SUKARNO

A. Peranan Seorang Istri Bagi Suami

Seorang wanita yang telah menikah praktis akan mengambil peran sebagai istri bagi suaminya dan sebagai ibu bagi anaknya. Peran ibu bagi anak-anaknya tak perlu kita sangsikan lagi, sedangkan sebagai seorang istri bagi suami maka salah satu perannya adalah harus mendorong karir atau profesi suaminya agar memperoleh kesuksesan. Perempuan sebagai istri dalam keluarga, berperan sebagai penolong, teman hidup pasangannya di kala suka dan duka. Melayani suami bisa disebut hak dan juga kewajiban kita sebagai istri.

Seorang istri juga adalah teman berbagi dan teman untuk mendiskusikan segala sesuatunya sebelum keputusan diambil oleh suami sebagai kepala rumah tangga. Wanita yang telah menikah praktis akan berperan sebagai istri bagi suaminya dan sebagai ibu bagi anak-anaknya. Peran ibu bagi anak-anaknya tak perlu kita sangsikan lagi, sedangkan sebagai seorang istri bagi suami maka salah satu perannya adalah mendorong karir atau profesi suaminya agar memperoleh kesuksesan. Sebab, kesuksesan karir seorang suami akan turut menunjang pada terbangunnya sebuah rumah tangga yang kokoh serta harmonis, dan sebaliknya kegagalan istri dalam mendorong karir suaminya dapat berpengaruh pula pada keutuhan sebuah keluarga.

(47)

bagaimanapun juga turut mempengaruhi atau memberi warna dalam kiprah Sukarno sebagai presiden yang selalu disibukan dengan tugas kenegaran baik itu dalam menerima tamu maupun dalam menemani suaminya dalam melakukan kunjungan-kujungan kenegaraan.

B. Peranan Fatmawati sebagai isteri Sukarno

Pada saat di Jakarta Fatmawati tinggal bersama Soekarno di jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tahun 1944, apa yang ditunggu oleh Soekarno untuk memiliki keturunan akhirnya terwujud, Fatmawati dinyatakan positif hamil. Saat hamil Fatmawati bermimpi ada pedang panjang (seperti pedang Samurai) turun dari langit, ternyata arti dari mimpi tersebut terjawab saat usia kandungan Fatmawati berumur 9 bulan, Fatmawati diberi kain berwarna merah dan putih oleh perwira Jepang. Kemudian oleh Fatmawati kain itu dijahit menjadi Bendera Merah Putih menggunakan mesin jahit tangan, tidak boleh menggunakan mesin jahit kaki.54

Untuk keperluan bayinya tersebut Fatmawati membuat sendiri dari bahan-bahan yang sederhana pakaian bekas yang dia beli dari perempuan Indo.55 Sebagai isteri presiden, Fatmawati tentu tidak perlu melakukan hal itu, akan tetapi karena kehidupan pada saat itu serba sulit dan Fatmawati yang sedari kecil sudah terbiasa

54

Fatmawati, 1978. Fatmawati, Catatan Kecil Bersama Bung Karno. Jakarta: Sinar Harapan. Hal. 76

55

(48)

hidup sederhana bisa dengan mudah melakukan itu semua. Hal ini terlihat dari penuturannya berikut ini :

“Hal tersebut disebabkan, pada masa itu kondisi rakyat sangat memprihatinkan. Banyak rakyat yang memakai pakaian compang-camping, karung beras pun dipakai untuk pakaian. Saking menderitanya saat itu, rakyat bahkan menjadikan bekicot sebagai makanan yang konon merupakan sumber protein. Fatmawati masih bisa bersyukur karena masih bisa makan dari gaji suaminya yang diterimanya setiap bulan, walaupun besarnya tidak seberapa.”56

Dilihat dari penuturannya tersebut, Fatmawati sangat bersyukur masih bisa makan dengan layak dari gaji suaminya yang walaupun tidak banyak. Sebagai istri presiden, sikap Fatmawati sangat bijaksana, bersyukur dengan apa yang ada.

Pada tanggal 4 November 1944 tepat pada pukul 05.00 dinihari atas bantuan Dr. Sarwono dan Dr. Soeharto serta didampingi oelh kedua mertuanya Fatmawati melahirkan putera pertamanya yang diberi nama Muhammad Guntur.57

Kehidupan awal Fatmawati sebagai istri Soekarno saat Indonesia berada ditengah situasi yang sedang mengalami pergolakan dan peperangan. Oleh karena itu Fatmawati juga ikut serta menjadi saksi berbagai peristiwa yang dialami oleh Soekarno. Fatmawati juga menjadi salah satu saksi lahirnya Pancasila yang dicetuskan oleh Soekarno pada sidang BPUPKI pada tanggal 1 April 1945 dan menjadi dasar begara Indonesia. Selain itu peristiwa ketika Soekarno dan

56

Fatmawati. Hal. 182 Dalam buku memoarnya, Fatmawati Catatan Kecil Bersama Bung Karno, dimuat foto kertas pengantar gaji presiden Sukarno yang 1.150 gulden, bulan Februari 1952―setelah dipotong pinjaman 300 gulden, dari pinjaman 1.800 gulden yang dibayar dengan mengangsur, dan iuran Palang Merah 50 gulden. Di bawah foto itu terbaca keterangan, “Amplop gaji Presiden RI tahun 1950-an yang sebulan-bulannya aku terima. Sangat sederhana bukan?”.

57

(49)

Muhammad Hatta di bawa Rengasdengklok sekitar bulan Juni-Juli 1945, sesaat setelah Jepang menyerah kalah kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 yang menjatuhkan bom atom di atas kota Nagasaki dan Hiroshima.58

Para pemuda Indonesia yang saat itu tergabung dalam panitia PPKI Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia kemudian mendesak Soekarno dan Muhammad Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan secepatnya yaitu pada tanggal 16 Agustus 1945 dengan maksud agar proklamasi tesebut terbebas dari pengaruh Jepang. Akan tetapi Soekarno dan Muhmmad Hatta menolak, keduanya mengehendaki agar sebelumnya diadakan sidang PPKI. Menanggapi hal tersebut, keesokan harinya, para pemuda yang dipimpin oleh Sukarni kemudian menculik Soekarno dan Muhammad Hatta ke Renggasdengklok, Fatmawati beserta Guntur yang pada saat itu masih kecil juga ikut serta. Setelah diadakan perundingan antar para pemuda, maka diputuskan bahwa proklamasi kemerdekaan akan diadakan pada tanggal 17 Agustus.59

Keikutsertaan Fatmawati dan putranya yang pada saat itu masih bayi dalam mendampingi Soekarno yang diculik oleh para pemuda ke Rengas Dengklok bagaimanapun juga menjadi semangat dan kekuatan tersendiri bagi Soekarno yang pada saat itu berselisih dengan para pemuda yang mendesak agar Soekarno secepatnya memproklamasikan kemerdekaan.

58

Ricklefs. M.C. 2004. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi.Hal. 425

59

(50)

Demikian juga ketika Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur, 56 Jakarta, yang dipimpin oleh Soekarno dan Muhammad Hatta, Fatmawati juga turut menyaksikan dan kain merah putih yang dijahit oleh Fatmawati dikibarkan. Mengenai hal ini Fatmawati melukiskannya sebagai berikut :

“Ketika akan melangkahkan kakiku keluar dari pintu terdengarlah teriakan bahwa bendera belum ada, kemudian aku berbalik mengambil bendera yang aku buat tatkala Guntur masih dalam kandungan, satu setengah tahun yang lalu. Bendera itu aku berikan pada salah seorang yang hadir di tempat di depan kamar tidurku. 60

Atas dasar petikan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Fatmawati memiliki semangat juang yang sangat tinggi. Dari hal ini dapat kita lihat, Fatmawati tidak hanya berperan sebagai istri tetapi juga yang menjahit sebuah bendera yang digunakan ketika proklamasi kemerdekaan.

Pada tangal 18 Agustus 1945 diadakan rapat PPKI yang mengesahkan Undang - Undang Negara, mengangkat Presiden dan wakil presiden Soekarno dan Muhammad Hatta dan otomatis Fatmawati pun menjadi ibu negara. Semenjak diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia, gejolak api revolusi semakin membara. Meskipun mendapat rintangan keras dari bala tentara Jepang maupun tentara Sekutu, para pejuang bangsa Indonesia tetap bertekad bulat untuk tetap mempertahankan kemerdekaan bangsanya.61

60

Ibid., Hal. 86 61

(51)

Oleh karena situasi keamanan di ibukota Jakarta hingga akhir tahun 1946 dianggap sangat membahayakan, maka pada tanggal 4 Januari 1946, Presiden dan Wakil Republik Indonesia memutuskan untuk pindah ke Yogyakarta demi keselamatan para pemimpin bangsa maupun pemerintahan Republik Indonesia. Sebagai ibu negara, Fatmawati sekeluarga ikut hijrah ke Yogya, dan harus melewati pagar berduri.62

Selama ibukota Republik dipindahkan ke Yogyakarta, tempat yang menjadi Istana Kepresidenan adalah Gedung Agung yang saat itu juga ditempati Soekarno dan keluarganya. Gedung Agung tersebut terletak di ujung Malioboro, di sebelah alun-alun Kraton Yogyakarta. Suasanan kota Yogyakarta pada saat itu sedang diliputi romantika revolusi. Oleh karena itu ratusan ribu orang dari berbagai daerah yang diduduki Belanda setelah agresi militer pertama yang mereka lancarkan pada tanggal 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947, mengungsi ke kota Yogyakarta.63

Selama di Yogyakarta, Fatmawati tidak saja berperan sebagai pengatur rumah tangga kepresidenan yang setiap saat harus melayani dan menjamu para pejuang yang sering datang hilir mudik. Bahkan beliau tidak segan-segan pergi sendiri tanpa pengawal berbelanja ke pasar. Mengenai hal tersebut Fatmawati menceritakanya demikian :

“Suatu hari, ada pengumpulan makanan yang tahan lama untuk tentara Republik Indonesia yang sedang bergerilya yaitu pasukan Siliwangi di daerah Jawa Barat. Bersama ibu-ibu yang bekerja di dapur, aku turut

62

Fatmawati. op.cit., hal. 128 63

(52)

memasak seperti yang diminta untuk dikirim ke front. Aku berniat untuk memasak rendang, karena rendang merupakan makanan yang tahan lama. Akan tetapi karena pada saat itu tidak ada daging, aku minta bantuan seorang pembantu untuk membeli daging ke pasar. Tapi aku mendapatkan jawaban yang sangat mengecewakan hatiku. Pembantu tersebut mengatakan tidak bisa pergi membeli daging dengan alasan tidak ada mobil. Dengan tak pikir panjang, aku berpakaian terus aku suruh panggil dokar, lalu aku ke pasar sendirianuntuk membeli dagingaku minta tolong pak kusir. Aku pergi tanpa pengawal. Memang sudah tabiatku, manakala niat baikku tidak ditanggapiorang, maka aku berani bertindak sendiri.”64 Berdasarkan penuturan di atas terlihat bahwa Fatmawati merupakan seorang wanita yang mandiri dan memiliki rasa kepedulian yang tinggi. Kemandirian Fatmawati terlihat dengan tetap pergi ke pasar meskipun tanpa didampingi pengawal. Kepeduliannya dibuktikan dengan ikut terjun langsung memasak makanan yang diperlukan oleh para pejuang saat itu. Selain itu ia bersedia pergi ke pasar sendiri untuk berbelanja tanpa di temani oleh pengawal. Statusnya sebagai istri presiden tidak menghalanginya untuk membaur serta ikut memasak bersama ibu-ibu yang lain.

Selama pusat pemerintahan berada di Yogyakarta, Fatmawati sering menemani Soekarno meninjau daerah-daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, maupun Jawa Barat, dengan menggunakan KLB Kereta Api Luar Biasa. Di Yogyakarta pada tanggal 23 Januari 1946 Fatmawati melahirkan Megawati Sukarnoputri. Kunjungan-kunjungan tersebut dilaksanakan untuk memberikan wejangan-wejangan yang sangat dibutuhkan oleh rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan dan membangun Republik Indonesia.65

64

Ibid., hal. 133 65

(53)

Pernah suatu ketika, saat menemani suaminya berkunjung ke Cirebon, setelah Sukarno selesai berpidato, Fatmawati diminta berpidato oleh rakyatnya. Fatmawati membacakan surat Al-Fatihah untuk memberikan kekuatan kepada rakyat yang pada saat itu sedang dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Mengenai hal tersebut, Fatmawati menuliskannya seperti ini :

“Pertama kali aku diminta untuk berbicara di hadapan massa ialah ketika aku mengikuti Bung Karno ke kota Cirebon. Setelah kepala negara selesai memberikan pidato, maka terdengarlah suara dari para pengunjung rapat yang isinya agar ibu kepala negara juga tampil di atas podium. Tidak aku duga bahwa akan ada permintaan seperti itu dari rakyat. Aku memandang ke arah Bung Karno untuk minta persetujuan. Setelah Bung Karno memberikan persetujuannya naiklah aku ke atas ke atas podium.

Suara-suara dan teriakan-teriakan menjadi tenang kembali. Aku berfikir kalau tadi para pemimpin sudah memberikan pidato yang berisikan semangat perjuangan rakyat atau politik, maka aku ingin perdengarkan ayat-ayat suci dari Al-Qur’an. Ayat suci yang aku pilihialah Al-Fatihah. Aku baca surat ini karena aku tahu bahwa kami di dalam kancah perjuangan yang maha dahsyat semoga ayat itulah menjadi azimat kami.”66

Berdasarkan penuturan Fatmawati tersebut, dapat diketahui bahwa Fatmawati seorang yang sangat religius dan cepat tanggap dengan situasi sehingga tahu apa yang harus dilakukan.

Ketika terjadi gencatan senjata pada tanggal 19 Desember 1948, ibukota Yogyakarta diserang oleh tentara Belanda yang bermaksud menduduki Yogyakarta. Belanda pada saat itu berniat menduduki daerah perkebunan, ladang minyak dan batu baik di Sumatera maupun di Jawa yang penting bagi perekonomian Belanda. Oleh karena itu Soekarno dan keluarganya untuk

66

(54)

sementara diungsikan ke Patangpuluhan, Yogyakarta sebelum akhirnya dipindahkan ke Kandangan, Madiun.67

Setelah keadaan aman, Sukarno dan keluarganya akhirnya kembali ke Yogyakarta. Fatmawati selalu menemani ke manapun suaminya pergi, baik itu acara kenegaraan maupun juga acara resepsi. Selama menemani Soekarno pergi ke acara-acara kenegaraan, penampilan Fatmawati selalu sederhana dengan kerudung kepala selalu dipakainya. Mengenai penampilannya ini Fatmawati menuturkan :

“pokoknya ibu negara harus memberi contoh dalam segala hal; baik bersikap dan bertingkah laku maupun dalam hal berpakaian dan berhias diri harus sederhana.”68

Pernyataan Fatmawati di atas menggambarkan bahwa Fatmawati merupakan pribadi yang sederhana dan apa adanya walaupun statusnya adalah istri presiden. Bukan kemewahan yang Fatmawati tampilkan akan tetapi justru kesederhanaan. Hal tersebut dibuktikannya dengan selalu menggunakan baju kebaya serta tidak ketinggalan kerudung yang selalu menghiasi kepalanya dan kemudian menjadi ciri khasnya. Pakaian kebaya dan kerudung tersebut selalu ia kenakan ketika menemani suaminya ke manapun dan dalam acara apapun.

Keadaan Yogyakarta yang aman ternyata tidak berlangsung lama, karena pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda kembali melancarkan Agresi Militernya yang ke 2. Pasukan Belanda melakukan penyerangan udara di lapangan Maguwo

67

Ibid.,hal. 135 68

(55)

(sekaranga Bandara Adisucipto).69 Sukarno, Muhammad Hatta dan para pimpinan negara ditangkap dan diasingkan di pulau Bangka, sementara para anggota keluarga mereka tidak diperbolehkan turut serta dan menjadi tahanan Belanda. Selama menjadi tahanan Belanda, mereka mendapatkan ransum, yaitu makanan dalam kaleng. Karena makanan kaleng itu tidak enak, dalam beberapa hari mereka memilih makan dengan cabe yang dipetik dari kebun. Sambal tersebut mereka bagi rata agar semua bisa mendapat bagian.70

Walau keadaan ekonomi waktu itu sangat parah, Ibu Fatmawati tidak tunduk pada rayuan dan paksaan pemerintah Belanda untuk bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Mengenai hal ini Fatmawati menuturkanya demikian :

“Suatu hari para tawanan ditanya oleh kapten Belanda, apakah tawanan ada suatu rencana ? Diantara mereka ada yang menjawab ingin pulang ke tempat tinggalnya sendiri-sendiri. Kemudian padaku ditawarkan : “kalau-kalau Nyonya Sukarno ingin berputar-putar kota maka akan disediakan mobil dengan pengawalnya,” katanya. Selain mobil juga ditawarkan keju, mentega, susu. Semua tawaran itu aku tolak dengan ucapan terima kasih dan aku katakan bahwa aku tidak perlu itu semuanya.”71

Berdasarkan kutipan di atas, Fatmawati yang sedari kecil terbiasa hidup sederhana tidak tergiur sedikitpun dengan rayuan para kapten Belanda tersebut dan dengan sangat mudah ditolak oleh Fatmawati. Selain itu rayuan para kapten Belanda tersebut tentunya mengandung maksud tersembunyi. Oleh karena itu Fatmawati dengan sangat tegas langsung menolak.

(56)

Tidak lama setelah itu, Ibu Fatmawati sebagai Ibu negara harus keluar dari istana kepresidenan Gedung Agung dan tinggal di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota Yogyakarta. Pasukan Belanda sering mengawasi rumah yang ditempati oleh beliau, tetapi beliau masih tetap menjalin kontak dengan para pejuang yang bergerilya. Mengenai hal ini Fatmawati menceritakanya sebagai berikut :

“Suatu hari hatiku merasa sangat bingung ketika didatangi oleh beberapa anggota pengawal presiden yang saat itu sudah menjadi gerilyawan. Mereka tidak memakai pakaian seragam, hanya pakaian preman. Selang beberapa saat kemudian datang tentara Belanda untuk berpatroli.

Cepat-cepat pemuda-pemuda tadi aku sembunyikan di kolong tempat tidur. Waktu menghadapi para tentara Belanda aku agak ngeri juga mengingat nyawa-nyawa yang ada di bawah tanggung jawabku. Akan tetapi untungnya, tidak ketahuan oleh tentara Belanda.”72

Berdasarkan kutipan kalimat di atas, Fatmawati memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. Walaupun pada saat itu dicekam ketakutan, Fatmawati tetap berusaha tegar dengan tujuan supaya keberadaan para pemuda yang berada di rumahnya tetap selamat. Fatmawati rela mengorbankan diri demi keselamatan para pemuda tersebut.

Selain itu pula Fatmawati juga selalu membantu mengirim perbekalan untuk para pejuang yang bergerilya baik berupa makanan, maupun pakaian secara sembunyi-sembunyi. Bukan itu saja, Fatmawati bahkan pernah menyerahkan beberapa butir pelor yang ditemukan di halamannya untuk diserahkan kepada

72

(57)

gerilyawan. Di samping itu, beliau juga membagikan makanan kepada para istri pejuang yang ditinggal bergerilya.73

Berdasarkan isi kalimat di atas, dapat diketahui bahwa Fatmawati memiliki solidaritas yang tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan memberikan makanan kepada para pejuang yang bergerilya dan juga kepada para istri yang pada saat itu ditinggalkan oleh suaminya ke medan perang. Semangat toleransi yang dimiliki Fatmawati tersebut berdasarkan perasaan senasib dan sepenanggungan karena sebagai istri presiden, beliau juga sering ditinggalkan Sukarno pergi ke berbagai wilayah untuk menjalankan tugas negara.

Pada tanggal 26 Desember 1949, ibukota Republik Indonesia akhirnya kembali ke Jakarta. Bersamaan dengan itu, Soekarno dan Muhammad Hatta dilantik sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia Serikat (RIS). Upacara pengangkatan dilaksanakan dengan khidmat di Bangsal Siti Hinggil Kraton Yogyakarta. Setelah upacara selesai, Presiden dan wakil presiden berserta para menteri bersama keluarganya berangkat ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Dakota DC-3 yang saat itu baru saja di cat putih dengan sebutan nama Garuda Indonesia Airways.74

Walaupun ibukota sudah kembali ke Jakarta, akan tetapi bagi Fatmawati kesibukan sebagai ibu negara jika dibandingkan selama di Yogyakarta tidak jauh berbeda, kecuali mengenai pembagian tugas dan pekerjaan istana merdeka yang jauh lebih teratur dibandingkan di istana Yogyakarta. Di Jakarta, pekerja-pekerja

73

Ibid., hal. 139. 74

(58)

tinggal di dalam istana sedangkan di Yogyakarta, pekerja-pekerja istana kepresidenan kebanyakan tinggal di luar istana. Dan keadaan istana yang sewaktu di Yogyakarta serba darurat di Yogyakarta saat menjamu Merle Cocran ketua Komisi Tiga Negara KTN75 dengan perabot pecah belah pinjaman kira-kanan sudah berlalu.

Ketika janda presiden Franklin Delano Roosevel yaitu Eleanor Roosevelt berkunjung ke Jakarta. untuk menghormatinya Fatmawati diminta oleh Soekarno untuk membuatkan sate ayam. Ternyata sate ayam buatan Fatmawati sangat enak dan disukai oleh Eleanor Roosevelt.76

Hal ini membuktikkan bahwa sebagai ibu negara, Fatmawati tidak lupa menjalakan tugas pokoknya sebagai ibu rumah tangga yaitu memasak. Fatmawati yang sedari kecil sudah terbiasa bekerja membantu ibunya, terutama dalam hal memasak sehingga tidak heran masakannya oleh tamu negara Eleanor Roosevelt.

Kunjungan kenegaraan pertama ke luar negeri yaitu ke India. Soekarno dan Fatmawati diundang ke India dalam rangka perayaan kemerdekaan negara India dari pemerintah kerajaan Inggris. Saat akan mengadakan kunjungan ke India, Fatmawati yang tidak mempunyai perhiasan terpaksa meminjam kepada istri sekretaris negara yang merupakan bangsawan keraton.77

75

KTN adalah singkatan Komisi Tiga Negara yang memberikan saran dan usul dalam masalah politik, KTN tidak mempunyai hak untuk memutuskan persoalan politik. Pemerintah Indonesia memilih Australia menjadi anggota komisi.

76

Fatmawati. loc.cit., hal 172 77

Referensi

Dokumen terkait

b) PengertianUmum Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan

Program kegiatan ini didanai oleh DP2M Dikti Kemenristek Dikti melalui program Iptek bagi Masyarakat (IbM) tahun 2014 dan bertujuan untuk membantu pondok

Selama dan setelah proses pembelajaran peserta didik meyakini Selama dan setelah proses pembelajaran peserta didik meyakini anugerah Tuhan pada pembelajaran dasar

“ program adanya wayangan ditetapkan pada tahun 2006 itu saya kalau tidak salah sebagai ketua panitia…bekerjasama dengan perangkat desa/ lurah baru Pak Sugih

Dimana letak posisi papan-papan tombol terhadap kursi kendali yang Anda

Dari hasil diagram awal hubungan aktivitas di atas dapat diketahui bahwa dalam setiap proses kerja tidak terintegrasi dengan baik antara satu pos kerja dengan pos kerja yang

Mahasiswa menunjukkan penguasaan materi presentasi secara baik yang mencakup aplikasi dan implikasi berdasarkan riset lintas disiplin ilmu.. Mahasiswa memanfaatkan media sebagai

Asumsi dasar yang di ajukan oleh teori perubahan sosial adalah bahwa masyarakat dapat berubah melalui nilai-nilai kearifan lokal, perubahan sosial ekonomi,