viii
ABSTRAK
Kusuma, Cicilia Ingga. 2015. Nilai Patriotisme dalam Novel Sang Patriot Karya Irma Devita dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di Kelas XII SMA Semester II (Tinjauan Sosiologi Sastra). Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan nilai-nilai patriotisme yang terdapat dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita. Peneliti mengumpulkan data dengan cara membaca sekaligus menandai setiap kalimat yang mengandung nilai patriotisme. Langkah selanjutnya adalah menuliskannya pada kartu data. Peneliti menganalisis data dengan mencermati dan menghubungkannya dengan teori. Peneliti memberi tanda chek list pada kalimat-kalimat yang menunjukkan nilai keberanian, tanda bulatan hitam pada nilai rela berkorban, dan tanda silang pada nilai cinta tanah air. Setelah itu, peneliti menghubungkan nilai-nilai patriotisme dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan pembelajaran sastra di kelas XII SMA semester II.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ada 15 tokoh dalam novel Sang Patriot, tetapi hanya 8 tokoh yang menunjukkan nilai patriotisme. Peristiwa terjadi antara tahun 1943 sampai 1949 di Jawa dengan tradisi anak perempuan tidak boleh memilih sendiri laki-laki pujaan hatinya. Tema yang diangkat adalah bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan diperlukan perjuangan. Dari tokoh peneliti menemukan 3 nilai patriotisme, yaitu keberanian (Sroedji, Rukmini, dan Mayor dr. Raden Mas Soebandi), rela berkorban (6 tokoh, antara lain Murjani, Titiwardoyo, dan Sersan sakri), dan cinta tanah air (Sroedji dan Sersan Paimin).
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyusun silabus dan RPP yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di SMA kelas XII semester II. Penulis memilih standar kompetensi memahami buku biografi, novel, dan hikayat dengan kompetensi dasar mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh.
ix ABSTRACT
Kusuma, Cicilia Ingga. 2015. Patriotism Value in the Novel of Sang Patriot Written by Irma Devita and its Relevance to Literature Learning for Senior High School Grade XII in Semester II (A Sociology Literature Overview). Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
This research aimed to describe the patriotism values contained in the novel of Sang Patriot written by Irma Devita. The researcher collected the data by reading as well as noting every sentence containing patriotism value. The next step was writing it on the data card. The researcher analyzed the data by observing and relating them with theory. The researcher gave check list marks on the sentences showing the value of courage, black dot marks on the sentences showing the value of sacrifice, and cross marks on the sentences showing the value of love for the motherland. After that, the researcher related the values of patriotism with the core competence and basic competence related to literature learning for senior high school grade XII in semester II.
The result of the analysis showed that there were 15 characters in the novel of Sang Patriot, yet only eight characters showing the patriotism values. The events happened between 1943 and 1949 in Java with the tradition that girls could not choose their own partners. The theme set was that to get something wantedmuch effort was needed. From the characters, the researcher found three values of patriotism, which were courage (Sroedji, Rukmini, and Major dr. Raden Mas Soebandi), sacrifice (6 characters, they were Murjani, Titiwardoyo, and Sersan Sakri), and love for the motherland (Sroedji and Sergeant Paimin).
Based on the result of the study, the researcher has arranged syllabus and lesson plan that can be used as learning materials for senior high school grade XII in semester II. The researcher chose the competence standard on comprehending biography book, novel, and tale with the basic competence on revealing interesting things which can be exemplary from the characters.
NILAI PATRIOTISME DALAM NOVEL SANG PATRIOT KARYA IRMA DEVITA DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS XII SMA SEMESTER II
(TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Disusun oleh
Cicilia Ingga Kusuma
101224007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
NILAI PATRIOTISME DALAM NOVEL SANG PATRIOT KARYA IRMA DEVITA DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS XII SMA SEMESTER II
(TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Disusun oleh
CiciliaInggaKusuma
101224007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan rahmatMu Tuhan, kupersembahkan karyaku ini
kepada:
Bapakku Ignatius Purwadi dan Ibuku Theresia
Sunarni, (terima kasih atas doa dan cinta yang
begitu luar biasa).
v
MOTO
Sesuatu mungkin mendatangi
mereka yang mau menunggu, namun
hanya didapat oleh mereka yang
bersemangat mengejarnya
viii
ABSTRAK
Kusuma, Cicilia Ingga. 2015. Nilai Patriotisme dalam Novel Sang Patriot Karya Irma Devita dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di Kelas XII SMA Semester II (Tinjauan Sosiologi Sastra). Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan nilai-nilai patriotisme yang terdapat dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita. Peneliti mengumpulkan data dengan cara membaca sekaligus menandai setiap kalimat yang mengandung nilai patriotisme. Langkah selanjutnya adalah menuliskannya pada kartu data. Peneliti menganalisis data dengan mencermati dan menghubungkannya dengan teori. Peneliti memberi tanda chek list pada kalimat-kalimat yang menunjukkan nilai keberanian, tanda bulatan hitam pada nilai rela berkorban, dan tanda silang pada nilai cinta tanah air. Setelah itu, peneliti menghubungkan nilai-nilai patriotisme dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan pembelajaran sastra di kelas XII SMA semester II.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ada 15 tokoh dalam novel Sang Patriot, tetapi hanya 8 tokoh yang menunjukkan nilai patriotisme. Peristiwa terjadi antara tahun 1943 sampai 1949 di Jawa dengan tradisi anak perempuan tidak boleh memilih sendiri laki-laki pujaan hatinya. Tema yang diangkat adalah bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan diperlukan perjuangan. Dari tokoh peneliti menemukan 3 nilai patriotisme, yaitu keberanian (Sroedji, Rukmini, dan Mayor dr. Raden Mas Soebandi), rela berkorban (6 tokoh, antara lain Murjani, Titiwardoyo, dan Sersan sakri), dan cinta tanah air (Sroedji dan Sersan Paimin).
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyusun silabus dan RPP yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di SMA kelas XII semester II. Penulis memilih standar kompetensi memahami buku biografi, novel, dan hikayat dengan kompetensi dasar mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh.
ix ABSTRACT
Kusuma, Cicilia Ingga. 2015. Patriotism Value in the Novel of Sang Patriot Written by Irma Devita and its Relevance to Literature Learning for Senior High School Grade XII in Semester II (A Sociology Literature Overview). Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
This research aimed to describe the patriotism values contained in the novel of Sang Patriot written by Irma Devita. The researcher collected the data by reading as well as noting every sentence containing patriotism value. The next step was writing it on the data card. The researcher analyzed the data by observing and relating them with theory. The researcher gave check list marks on the sentences showing the value of courage, black dot marks on the sentences showing the value of sacrifice, and cross marks on the sentences showing the value of love for the motherland. After that, the researcher related the values of patriotism with the core competence and basic competence related to literature learning for senior high school grade XII in semester II.
The result of the analysis showed that there were 15 characters in the novel of Sang Patriot, yet only eight characters showing the patriotism values. The events happened between 1943 and 1949 in Java with the tradition that girls could not choose their own partners. The theme set was that to get something wantedmuch effort was needed. From the characters, the researcher found three values of patriotism, which were courage (Sroedji, Rukmini, and Major dr. Raden Mas Soebandi), sacrifice (6 characters, they were Murjani, Titiwardoyo, and Sersan Sakri), and love for the motherland (Sroedji and Sergeant Paimin).
Based on the result of the study, the researcher has arranged syllabus and lesson plan that can be used as learning materials for senior high school grade XII in semester II. The researcher chose the competence standard on comprehending biography book, novel, and tale with the basic competence on revealing interesting things which can be exemplary from the characters.
x
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
berkat rahmat dan kasih-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi yang berjudul “Nilai Patriotisme Dalam Novel Sang Patriot Karya Irma
Devita dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di Kelas XII SMA Semester
II (Tinjauan Sosiologi Sastra) diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana.
Berkat doa, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya skripsi
ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi PBSI yang selalu
memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi.
2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku dosen pembimbing pertama yang dengan
sabar dan teliti memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Y. Karmin, M.Pd. selaku dosen pembimbing kedua yang dengan teliti
membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Semua dosen PBSI yang telah membantu saya dalam belajar di program studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.
5. Kedua orangtua saya, Ignatius Purwadi dan Theresia Sunarni yang selalu
mendoakan dan memberi semangat kepada saya.
6. Adik saya, Yohanes Angging Karunia yang selalu mengejek saya karena
proses pengerjaan skripsi agak lama. Dari situ saya seperti diingatkan untuk
segera menyelesaikan skripsi.
7. Para sahabat saya, Anne Septi Yunisa, Silviana Yudi Apsari, Anita
Sugiyatno, Caecilia Dhani, Anastasia Arnin Permata Siwi, Bernadeta Ayu,
xi
8. Dionisius Diva Rosarian, yang selalu memberi motivasi dan tidak bosan
mendengarkan keluh kesah saya.
9. Yusuf Dimas Caesario yang selalu mendoakan, memberi nasihat, dan
dorongan untuk tidak mudah menyerah.
10. Seluruh teman seperjuangan PBSI 2010 yang selalu memberi kekuatan.
11. Semua pihak yang telah membantu dan tidak disebutkan satu persatu pada
kesempatan ini.
Akhir kata saya berharap skripsi ini memberi manfaat bagi pengembangan
ilmu, khususnya pada pembelajaran sastra.
Yogyakarta, 20 Februari 2015
Penulis,
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... . ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………... iv
MOTTO .. ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ….. ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI . ... vii
ABSTRAK .. ... viii
ABSTRACT …. ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Batasan Istilah ... 5
1.6 Sistematika Penyajian ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
2.1 Penelitian yang Relevan ... 10
xiii
2.2.1 Hakikat Novel ……… 11
2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan ... 13
2.2.1.2 Latar ... 17
2.2.1.3 Tema... 18
2.2.2 Macam-macam Novel ... 20
2.2.3 Sosiologi Sastra ... 22
2.2.4 Konsep Nilai Patriotisme ... 24
2.2.3.1 Nilai Patriotisme ... 24
2.2.3.2 Keberanian ... 25
2.2.3.3 Rela Berkorban ... 25
2.2.3.4 Cinta Tanah Air ... 26
2.2.5 Pembelajaran Sastra di SMA Kelas II ... 26
2.2.6 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 29
2.2.7 Silabus ... 30
2.2.8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34
3.1 Jenis Penelitian ... 34
3.2 Data dan Sumber Data Penelitian ... 34
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 35
3.4 Instrumen Penelitian ... 35
3.5 Teknik Analisis Data ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37
4.1 Deskripsi Data ... 37
4.2 Analisis Tokoh, Penokohan, Latar, dan Tema ... 38
4.2.1 Analisis Tokoh dan Penokohan ... 38
4.2.1.1 Sroedji ... 38
xiv
xv
DAFTAR PUSTAKA ... 104
LAMPIRAN ... 106
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemerdekaan adalah impian bagi setiap negara jajahan. Indonesia
merupakan bekas negara jajahan. Waktu lama dan perjuangan keras dibutuhkan
untuk mencapai impian tersebut. Para pejuang rela mengorbankan diri untuk lepas
dari penjajah demi kemerdekaan tanah air tercinta.
Perubahan zaman sudah terjadi dan Indonesia merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945. Generasi muda masa kini tidak perlu mengangkat senjata untuk
melawan penjajah. Memasuki perubahan zaman yang pesat dan berkembang, gaya
hidup global mulai masuk dalam dunia pendidikan. Banyak anak muda masa kini
yang hidup berfoya-foya, kurang kerja keras, konsumtif, berjalan menenteng
handphone, bahkan fenomena anak muda dengan mobil mewah masuk area sekolah. Kenyataan ini sungguh memprihatinkan. Kemerdekaan yang dengan
susah payah diperjuangkan oleh para pejuang seakan disia-siakan begitu saja.
Generasi muda yang seharusnya mengisi kemerdekaan dengan prestasi gemilang,
yang terjadi justru sebaliknya. Perbedaan nasib antara masa lampau dan masa
kinilah yang menyebabkan timbulnya perbedaan warna dalam rasa dan juga
wawasan kebangsaan (Siswono dkk, 1994 : 7).
Melihat kenyataan yang digambarkan di atas, pembinaan rasa kebangsaan,
anak muda sebagai generasi penerus bangsa. Selain itu, perlu adanya upaya untuk
memperbaiki karakter anak. Sastra mempunyai peran tersendiri dalan membentuk
karakter seorang anak. Rahmanto (2005:15) berpendapat bahwa pengajaran sastra
harus dipandang sebagai sesuatu yang penting, karena karya sastra mempunyai
relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata. Teeuw (Ratna, 2010:4)
berpendapat bahwa sastra berasal dari kata sas (Sansekerta), yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dan instruksi. Akhiran tra berarti alat atau sarana. Jadi, sastra dapat diartikan sebagai alat atau sarana untuk mengajar.
Salah satu karya sastra yang dekat dengan kehidupan anak-anak remaja
adalah novel. Novel (KBBI, 2005:788) merupakan karangan prosa yang panjang
dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak sifat setiap pelaku. Menurut Panuti
Sudjiman (1990: 55) novel adalah prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan
tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun.
Novel dapat dijadikan inspirasi dan motivasi bagi setiap pembacanya. Salah satu
novel yang dapat dijadikan inspirasi dan motivasi adalah novel Sang Patriot karya Irma Devita. Novel tersebut bercerita tentang keberanian, pengorbanan, dan rasa
cinta akan tanah air yang ditularkan oleh atasan kepada anak buahnya untuk tetap
berani dan semangat dalam perjuangan mengusir penjajah. Apabila ditinjau
kaitannya dengan menumbuhkan keberanian, nilai pengorbanan, dan rasa cinta
Peneliti ingin meneliti novel Sang Patriot karya Irma Devita dengan pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan ini dipilih karena dasar filosofis
pendekatan sosiologi sastra adalah adanya hubungan antara karya sastra dengan
masyarakat (Ratna, 2011:60). Hubungan tersebut terjadi karena: (a) karya sastra
dihasilkan oleh pengarang, (b) pengarang adalah anggota masyarakat, (c)
pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan (d) hasil
karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat (Ratna, 2011:60). Adanya
hubungan tersebut, pendekatan sosiologi sastra menganalisis manusia dalam
masyarakat dengan proses pemahaman mulai dari masyarakat ke individu (Ratna,
2011:59). Peneliti akan menganalisis nilai-nilai patriotisme yang terdapat dalam
novel tersebut. Peneliti menggunakan unsur-unsur intrinsik, yaitu tokoh dan
penokohan, latar, serta tema untuk menemukan nilai-nilai patriotisme . Dengan
penelitian ini, diharapkan para pembaca mampu mengambil nilai patriotisme yang
ada dalam novel ini.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat disusun rumusan masalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana deskripsi tokoh dan penokohan, latar, dan tema dalam
novel Sang Patriot karya Irma Devita ?
3. Bagaimana relevansi nilai patriotisme dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita dengan pembelajaran sastra di kelas XII SMA
semester II ?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan tokoh dan penokohan, latar, dan tema dalam novel
Sang Patriot karya Irma Devita.
2. Mendeskripsikan nilai patriotisme yang ada dalam novel Sang Patriot
karya Irma Devita dengan tinjauan sosiologi sastra.
3. Mendeskripsikan relevansi nilai patriorisme dalam novel Sang Patriot
karya Irma Devita dalam pembelajaran sastra di kelas XII SMA
semester II.
1.3 Manfaat Penelitian
Jika penelitian ini berhasil, diharapkan dapat memberikan beberapa
manfaat sebagai berikut.
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru bahasa
2. Bagi praktisi pendidikan, diharapkan dengan penelitian ini dapat
menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam novel Sang Patriot
karya Irma Devita untuk diaplikasikan dalam dunia pendidikan.
3. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat menumbuhkan minat
baca sebagai bentuk apresiasi terhadap karya sastra.
1.4 Batasan Istilah
Berikut ini disajikan batasan istilah untuk menghindari kesalahpahaman.
Istilah yang dibatasi pengertiannya yaitu (1) novel, (2) sosiologi sastra, (3) nilai
patriotisme, (4) tokoh dan penokohan, (5) latar, (6) tema, (7) keberanian, (8) rela
berkorban, (9) cinta tanah air, (10) KTSP, (11) silabus, dan (12) RPP.
1. Novel
Novel adalah prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh
dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun (Sudjiman,
1990:55).
2. Sosiologi sastra
Sosiologi sastra adalah seperangkat alat untuk memahami hubungan antara
karya sastra dengan kehidupan sosial pengarang sehingga masuk akal apabila
karya sastra mengungkapkan berbagai masalah atau pemikiran pengarang yang
3. Nilai patriotisme
Nilai patriotisme adalah sikap yang bersumber dari perasaan cinta tanah
air (semangat kebangsaan dan nasionalisme) sehingga menimbulkan kerelaan
berkorban untuk bangsa dan negaranya (Kurniawan, 2012:224).
4. Tokoh
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di
dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1990:79).
5. Penokohan
Menurut Jones (Burhan, 2009:165) penokohan adalah pelukisan gambaran
yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
6. Latar
Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana
terjadinya lakuan dalam karya sastra (Sudjiman, 1990:48).
7. Tema
Tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra
dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang
menyangkut persamaan-persamaan maupun perbedaan-perbedaan (Dick Hartoko
dan Rahmanto, 1986:142).
8. Keberanian
Keberanian adalah sikap menghadapi, dan menangani segala sesuatu yang
(http://books.google.co.id/books?id=CxEcqHu4wp4C&pg=PA182&lpg=PA182&
focus=viewport&dq=keberanian+adalah+hl=id&output=html_text)
9. Rela berkorban
Rela berkorban adalah kesediaan dengan iklas umtuk memberikan segala
sesuatu yang dimilikinya sekalipun menimbulkan penderitaan bagi dirinya sendiri
demi kepentingan bangsa dan negara.
http://books.google.co.id/books?id=3YBV8iOuQsC&pg=PT23&dq=rela+berkorb
an+adalah&hl=id&sa=X&ei=fFI_VNb3BOKomgWW6ICoBQ#v=onepage&q=re
la%20berkorban%20adalah&f=false).
10. Cinta tanah air
Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa (Kemendiknas.
2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Kemendiknas: Jakarta).
11. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP adalah (Wina,
2010:128) kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan (sekolah/madrasah). Penyusunan KTSP dilakukan oleh
serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP).
12. Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran
atau tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan bahan ajar (Muslich,
2007:23).
13. RPP
RPP adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan
diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas (Muslich, 2007:45).
1.6 Sistematika Penyajian
Penyajian hasil penelitian ini terdiri atas 5 bab. Bab I berisi pendahuluan
yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berisi landasan teori yang terdiri atas
penelitian yang relevan dan kerangka teori. Dalam penelitian yang relevan,
penulis menemukan dua penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian.
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah milik Krisna
Pebryawan (2013) dan Dhian Pramono Sakty (2012).
Bab III berisi metodologi penelitian yang terdiri atas jenis penelitian, data
dan sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan
latar, dan tema serta hasil analisis nilai-nilai patriotisme novel Sang Patriot karya Irma Devita dalam pembelajaran sastra di SMA. Bab V berisi penutup,
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian yang Relevan
Peneliti menemukan dua penelitian yang relevan dengan penelitian ini,
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Krisna Pebryawan (2013) dan Dhian
Pramono Sakty (2012). Berikut pemaparan dua penelitian terdahulu mengenai
nilai perjuangan.
Penelitian Krisna Pebryawan (2013) berjudul Nilai-nilai Patriotisme dalam Novel Lara LapaneKaum Republik Karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra). Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) Struktur novel LLKR karya Suparto Brata (2) Aspek sosiologi sastra novel
LLKR karya Suparto Brata berupa nilai-nilai patriotisme yang terkandung di
dalamnya (3) Relevansi nilai-nilai patriotisme dalam novel LLKR dengan masa
kini. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: (1) Unsur-unsur struktural seperti
tema, alur, penokohan, dan latar merupakan struktur pembangun karya sastra yang
sangat penting (2) Nilai-nilai patriotisme yang terkandung dalam novel LLKR
adalah kesetiaan, pengabdian, tanggung jawab, dan kebersamaan.
Sebelas Patriot serta menemukan dan mendeskripsikan pemanfaatan novel
Sebelas Patriot sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: (1) Nilai-nilai patriotisme dalam novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata berupa kesetiaan dan kerelaan berkorban (2) Novel Sebelas Patriot dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA karena memenuhi aspek bahasa, psikologi, dan budaya yang dibutuhkan sebagai syarat
pemilihan novel sebagai bahan ajar (3) Novel Sebelas Patriot dapat dimanfaatkan untuk mengenal unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik, memahami pembacaan novel
dari segi vokal, intonasi, dan penghayatan, menelaah isi novel, melakukan kritik
sastra dan esai terhadap karya sastra.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini masih relevan untuk diteliti
karena novel Sang Patriot karya Irma Devita mengandung nilai-nilai patriotisme. Keunggulan dari penelitian ini adalah cerita yang disajikan merupakan kisah yang
benar-benar terjadi sehingga peserta didik mendapat gambaran yang nyata dari
para tokoh.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Hakikat Novel
Novel berasal dari bahasa Itali novella. Secara harfiah novella berarti
„sebuah barang baru yang kecil‟, dan kemudian diartikan sebagai „cerita pendek
dalam bentuk prosa‟. Sekarang istilah novella mengandung pengertian yang sama
panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek
(Burhan, 2009: 9 – 10).
Jacob Sumardjo & Saini K.M (1986:29) berpendapat bahwa novel dalam
arti luas adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran yang luas
di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang
banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, dan setting cerita yang beragam pula. Namun “ukuran luas” di sini juga tidak mutlak demikian,
mungkin yang luas hanya salah satu unsur fiksinya saja, misalnya temanya,
sedang karakter, setting, dan lain-lainnya hanya satu saja.
Menurut Panuti Sudjiman (1990: 55) novel adalah prosa rekaan yang
panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa
dan latar secara tersusun. Stanton (2007: 90) memberikan pandangan sendiri
mengenai novel. Novel mampu memberikan perkembangan satu karakter,
hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, situasi sosial yang rumit,
dan berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih
mendetil.
Novel merupakan sebuah totalitas. Sebagai sebuah totalitas, novel
mempunyai unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya (Burhan,
2009: 22 – 23). Burhan ( 2009: 23) membagi unsur-unsur novel menjadi dua
bagian. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai unsur intrinsik
2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan
Sebuah novel tidaklah berjalan tanpa adanya peran tokoh. Tokoh adalah
para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi (Wiyatmi, 2006: 30). Panuti
Sudjiman (1990 : 79) mengartikan tokoh sebagai individu rekaan yang mengalami
peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Abrams
(Wahyuningtyas & Wijaya, 2011 : 5) berpendapat bahwa tokoh adalah
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita tidak hanya didukung oleh satu
tokoh. Cerita dalam novel juga membutuhkan tokoh tambahan agar cerita dalam
novel tersebut semakin hidup. Burhan Nurgiyantoro (2009: 176 – 177)
mengklasifikasikan tokoh sebagai berikut.
a. Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel
yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.
b. Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan adalah tokoh-tokoh lain yang terdapat dalam sebuah
cerita. Tokoh tambahan biasanya tidak dipentingkan dan hadir jika ada kaitannya
Berbeda dengan tokoh, penokohan menunjuk pada watak, perwatakan,
karakter, sifat, dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, serta
lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh (Burhan, 2009: 165). Jones
(Burhan, 2009:165) mengatakan, penokohan adalah pelukisan gambaran yang
jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Ada dua teknik
yang bisa digunakan pengarang dalam menggambarkan sifat pada tokoh.
Altenbernd & Lewis (Burhan, 2009:194) menyebutnya dengan teknik ekspositori
dan teknik dramatik. Berikut dijelaskan mengenai kedua teknik tersebut.
a. Teknik Ekspositori
Teknik ekspositori adalah pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan
memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Pada teknik ini,
pengarang menghadirkan tokoh dengan cara mendeskripsikan sikap, sifat, watak,
tingkah laku, atau bahkan ciri-ciri fisiknya (Burhan, 2009:194 – 195).
b. Teknik Dramatik
Pada teknik dramatik ini pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit
sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan pembaca
menemukan sendiri sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan ciri-ciri fisik
tokoh (Burhan, 2009:198).
Berikut akan dijelaskan beberapa cara lain untuk mengenali sifat tokoh
1. Teknik cakapan
Dari apa yang diucapkan oleh seorang tokoh cerita, kita dapat mengenali
apakah ia orang tua, orang dengan pendidikan rendah atau tinggi, sukunya, wanita
atau pria, orang berbudi halus atau kasar.
2. Teknik tingkah laku
Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal atau
fisik. Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku dapat
mencerminkan sifat-sifanya.
3. Teknik pikiran dan perasaan
Teknik ini menggambarkan pikiran dan perasaan para tokoh. Bagaimana
keadaan dan jalan pikir serta perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan
perasaan tokoh, serta apa yang sering dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh, dengan
demikian hal ini akan mencerminkan sifat para tokoh.
4. Teknik arus kesadaran
Teknik yang berusaha menangkap pandangan dan aliran proses mental
tokoh di mana tanggapan indera bercampur dengan kesadaran dan ketidaksadaran
pikiran, perasaan, ingatan, dan harapan. Aliran kesadaran berusaha menangkap
dan mengungkapkan proses kehidupan batin, yang memang hanya terjadi di batin,
baik yang berada di ambang kesadaran maupun ketaksadaran, termasuk kehidupan
5. Teknik reaksi tokoh
Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu
terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata-kata, dan sikap orang lain berupa
rangsangan dari luar diri tokoh yang bersangkutan. Bagaimana reaksi tokoh
terhadap hal-hal tersebut dapat dipandang sebagai bentuk penampilan yang
mencerminkan sifat tokoh.
6. Teknik reaksi tokoh lain
Teknik reaksi tokoh lain dimaksukan sebagai reaksi yang diberikan oleh
tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh lain. Reaksi ini bisa berupa
pandangan, pendapat, sikap, dan komentar.
7. Teknik pelukisan latar
Suasana latar dapat dipakai untuk melukiskan kedirian seorang tokoh.
Keadaan latar tertentu dapat menimbulkan kesan tertentu. Misalnya, suasana
rumah yang bersih, teratur, rapi, akan menimbulkan kesan bahwa pemilik rumah
itu sebagai orang yang cinta kebersihan.
8. Teknik pelukisan fisik
Teknik melukiskan keadaan fisik tokoh mendeskripsikan mengenai bentuk
tubuh dan wajah tokoh-tokohnya. Misalnya, bibir tipis menyaran pada sifat
ceriwis dan bawel, rambut lurus menyaran pada sifat tak mau mengalah,
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tokoh lebih merujuk pada orang
yang memainkan peran dan penokohan merujuk pada karakter tokoh atau
pelukisan gambaran sifat tokoh.
2.2.1.2 Latar
Abrams (Burhan, 2009:216) menyebut latar sebagai landas tumpu,
menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar adalah segala keterangan
mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra
(Sudjiman, 1990: 48). Zaidan (1988: 33) mengungkapkan bahwa latar dalam
novel tidak sama dengan latar belakang.
Burhan (2009: 227 – 237) membedakan latar ke dalam tiga unsur pokok,
yaitu latar tempat, waktu, dan sosial.
a. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan biasanya berupa
tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, atau lokasi tertentu tanpa
nama yang jelas, seperti: desa, sungai, jalan, hutan. Perlu dikatakan bahwa latar
tempat dalam sebuah novel biasanya meliputi berbagai lokasi. Ia akan
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain sejalan dengan perkembangan plot
b. Latar Waktu
Latar waktu menyaran pada “kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi, misalnya tahun, musim, hari, dan jam. Latar waktu juga
harus dikaitkan dengan latar tempat (juga sosial) sebab pada kenyataannya
memang saling berkaitan. Keadaan suatu yang diceritakan mau tidak mau harus
mengacu pada waktu tertentu karena tempat itu akan berubah sejalan dengan
perubahan waktu.
c. Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
sosial masyarakat yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, misalnya, kebiasaan
hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, dan sikap.
Selain itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang
bersangkutan, misalnya rendah, menengah, dan atas.
2.2.1.3 Tema
Gorys Keraf (Wahyuningtyas & Wijaya, 2011 : 2) berpendapat bahwa
tema berasal dari kata tithnai (bahasa Yunani) yang berarti menempatkan, meletakkan. Jadi, menurut arti katanya tema berarti sesuatu yang telah diuraikan
atau sesuatu yang telah ditempatkan. Menurut Dick Hartoko dan Rahmanto (1986
: 142) tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan
yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut
Kenny (Nurgiyantoro, 2009:67) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita.
Tema (Jacob Sumardjo & Saini K.M, 1986:56) adalah ide sebuah cerita. Seorang
pengarang dalam menulis cerita bukan sekedar mau bercerita, tetapi mau
mengatakan sesuatu kepada pembaca. Sesuatu yang mau dikatakan itu bisa suatu
masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar
terhadap kehidupan ini. Tema tidak perlu selalu berwujud moral, atau ajaran
moral. Tema bisa berwujud pengamatan pengarang terhadap kehidupan.
Dalam menemukan tema sebuah karya sastra atau novel, haruslah
disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian
tertentu cerita (Burhan, 2009:68). Dalam usaha menemukan tema, Nurgiyantoro
mengemukakan sejumlah criteria seperti ditunjukkan sebagai berikut.
1. Kita haruslah mulai dengan cara memahami cerita dalam novel. Bukan
hanya membaca bagian-bagian tertentu saja. Perlu juga mencari kejelasan
ide-ide perwatakan, peristiwa atau konflik yang terjadi, dan latar.
2. Pengarang biasanya menngunakan tokoh utama untuk membawa tema. oleh
sebab itu kita perlu memahami keadaan itu. Untuk tujuan tersebut, kita
dapat mengajukan beberapa pertanyaan seperti: apa motivasinya,
permasalahan apa yang dihadapi, bagaimanakah sikap dan pandangannya
terhadap permasalahan itu, dan sebagainya.
3. Selain dengan cara tersebut, sebaiknya disertai dengan usaha menemukan
unsur pokok dalam pengembangan ide cerita dan plot, pada umumnya erat
berkaitan dengan tema.
Burhan (2009:86) mengungkapkan bahwa unsur tokoh (dan penokohan),
plot (dan pemplotan) dan latar (dan pelataran) merupakan sarana utama untuk
memahani makna cerita dalam novel. Selain itu, dalam menemukan tema perlu
memperhitungkan sarana kesastraan, seperti sudut pandang, gaya bahasa, nada,
dan ironi walau tidak secara langsung dan tidak dapat secara sendiri memuat
makna, unsur-unsur itu dapat membantu memperkuat penafsiran tema.
2.2.2 Macam-macam Novel
Burhan (2009:16 – 22) membagi novel menjadi dua macam, yaitu novel
serius dan novel populer. Berikut akan dibahas mengenai novel serius dan novel
populer.
1. Novel serius
Novel serius tidak bersifat mengabdi kepada selera pembaca dan memang
pembaca jenis novel ini tidak banyak. Novel jenis ini biasanya berusaha
mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara pengucapan yang baru pula atau
dengan cara yang khas. Diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan kemauan
untuk memahami cerita jenis novel serius. Pengalaman dan permasalahan
kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan
sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius di samping
berharga kepada pembaca, atau paling tidak, mengajak pembaca untuk meresapi
dan merenungkan secara lebih mendalam tentang permasalahan yang
dikemukakan. Novel serius tidak pernah ketinggalan zaman dan selalu menarik
untuk diperbincangkan.
2. Novel populer
Novel populer (Burhan, 2009:18) adalah novel yang populer pada
masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja.
Novel populer memberikan hiburan langsung dari aksi ceritanya. Masalah yang
diceritakan pun yang ringan-ringan, tetapi aktual dan menarik. Selain itu, novel
populer lebih mengejar selera pembaca komersial, ia tak akan menceritakan
sesuatu yang bersifat serius sebab hal itu dapat berarti akan mengurangi
penggemarnya.
Berbeda halnya dengan Burhan, Jacob Sumardjo & Saini K.M. (1986:29
– 30) membagi novel menjadi tiga macam, yaitu novel percintaan, novel
petualangan, dan novel fantasi.
1. Novel percintaan
Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria secara
imbang, bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan. Dalam jenis novel
ini digarap hampir semua tema, dan sebagian besar termasuk jenis ini.
2. Novel petualangan
Novel petualangan sedikit sekali memasukkan peranan wanita. Jika
Jenis novel petualangan adalah bacaan kaum pria karena tokoh-tokoh di dalamnya
pria dan dengan sendirinya melibatkan banyak masalah dunia lelaki yang tidak
ada hubungannya dengan wanita. Meskipun dalam jenis novel petualangan ini
sering ada percintaan juga, namun hanya bersifat sampingan belaka, artinya novel
itu tidak semata-mata berbicara persoalan cinta.
3. Novel fantasi
Novel fantasi bercerita tentang hal-hal yang tidak realistis dan serba tidak
mungkin dilihat dari pengalaman sehari-hari. Novel jenis ini mempergunakan
karakter yang tidak realistis, setting dan plot yang juga tidak wajar untuk menyampaikan ide-ide penulisnya.
Penggolongan jenis novel menurut Jacob Sumardjo & Saini K.M. hanya
dapat dilakukan dengan melihat kecenderungan mana yang terdapat dalam sebuah
novel, apakah lebih banyak percintaannya, petualangannya, atau fantasinya.
2.2.3 Sosiologi Sastra
Seorang sastrawan lahir dari kehidupan sosial masyarakat tertentu. Ia juga
mempunyai latar belakang dan permasalahan hidup yang tidak jauh berbeda
dengan anggota masyarakat lainnya. Jika masyarakat pada umumnya tidak suka
menuangkan kisah hidupnya dalam bentuk tulisan, sastrawan justru menyukai hal
ini. Perkembangan demi perkembangan terus terjadi di dunia sastra. Senada
Pendekatan sosiologi sastra yaitu pendekatan terhadap sastra yang
mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (Wahyuningtyas dan Wijaya, 2011:
24). Yudiono (2009:57) mengatakan bahwa sosiologi sastra merupakan
seperangkat alat untuk memahami hubungan antara karya sastra dengan
kehidupan sosial pengarang, sehingga masuk akal apabila karya sastra
mengungkapkan berbagai masalah atau pemikiran pengarang yang bersangkutan.
Damono (2002:8) mengatakan bahwa sosiologi sastra adalah studi objektif
dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses
sosial. Ia juga mengungkapkan bahwa ada dua kecenderungan dalam telaah
sosiologi sastra (Wahyuningtyas dan Wijaya, 2011: 24). Pertama, pendekatan
yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cerminan proses sosial
ekonomi belaka. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai
bahan penelaahan yang kemudian dicari aspek-aspek sosial dari karya sastra
tersebut. Dengan demikian, objek kajian utama sosiologi sastra adalah sastra,
berupa karya sastra, sedangkan sosiologi berguna sebagai ilmu untuk memahami
gejala sosial yang ada dalam sastra, masyarakat yang digambarkan, dan pembaca
sebagai individu kolektif yang menghidupi masyarakat (Heru Kurniawan,
2012:5).
Sosiologi sastra juga mempunyai fungsi sosial tersendiri. Suwardi
(2011:23) mengungkapkan ada banyak fungsi sosial sastra, antara lain: (a) sastra
sama dengan derajatnya dengan karya nabi, (b) sastra bertugas menghibur, (c)
Penelitian ini akan meneliti nilai-nilai patriotisme yang terdapat dalam
novel Sang Patriot karya Irma Devita dengan tinjauan sosiologi sastra, maka peneliti akan menggunakan pendekatan Damono yang kedua, yaitu
mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan yang kemudian dicari
aspek-aspek sosial dari karya sastra tersebut. Sastra dalam hal ini digunakan untuk
menemukan nilai-nilai patriotisme yang terdapat dalam novel tersebut.
Pedoman yang digunakan peneliti untuk merelevansikan nilai-nilai
patriotisme dalam pembelajaran sastra di kelas XII SMA semester II adalah sastra
mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur. Dengan pedoman tersebut,
diharapkan peserta didik akan merasa senang dengan pembelajaran sastra.
2.2.4 Konsep Nilai Patriotisme
2.2.4.1 Nilai Patriotisme
Darminta (2006:24) mengatakan bahwa nilai memberikan arah perjalanan,
seperti rel kereta api, agar tidak lepas dari jalur perjalanan. Lahirnya kemerdekaan
bagi sebuah bangsa yang dijajah pasti tidak lepas dari usaha dan kerja keras para
pejuang. Perjuangan panjang para pejuang tidak semudah yang kita bayangkan.
Dibutuhkan sikap patriotisme dalam mewujudkan sebuah kemerdekaan.
Patriotisme (KBBI, 2005:837) adalah sikap seseorang yang bersedia
mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya.
Patriotisme adalah sikap yang bersumber dari perasaan cinta tanah air (semangat
bangsa dan negaranya (Kurniawan, 2012:224). Patriotisme memerlukan komitmen
pemimpin dan semua golongan rakyat. Mempertahankan negara dari musuh dan
ancaman luar merupakan tanggung jawab bersama.
Ada beberapa bentuk nilai patriotisme (Rahim dan Rashid, 2004:5), seperti
kesetiaan, keberanian, rela berkorban, kesukarelaan, dan cinta pada tanah air.
Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai nilai keberanian, rela
berkorban dan cinta tanah air.
2.2.4.2 Keberanian
Keberanian adalah suatu keadaan berani (KBBI, 2005:837). Berani adalah
mempunyai hati yang mantap dan percaya diri yang besar dalam menghadapi
bahaya dan kesulitan (KBBI, 2005:138). Brian Klemmer
(http://books.google.co.id/books?id=CxEcqHu4wp4C&pg=PA182&lpg=PA182&
focus=viewport&dq=keberanian+adalah+hl=id&output=html_text) berpendapat
bahwa keberanian adalah sikap menghadapi, dan menangani segala sesuatu yang
dianggap berbahaya, sulit, atau menyakitkan, bukan menghindarinya.
2.2.4.3 Rela Berkorban
Bukan saja keberanian yang ditanamkan dalam diri para pejuang untuk
mengusir penjajah. Mereka juga menanamkan rasa rela berkorban. Simanjutak
berpendapat bahwa rela berkorban berarti kesediaan dengan iklas umtuk
bagi dirinya sendiri demi kepentingan bangsa dan negara
(http://books.google.co.id/books?id=3YBV8iOuQsC&pg=PT23&dq=rela+berkor
ban+adalah&hl=id&sa=X&ei=fFI_VNb3BOKomgWW6ICoBQ#v=onepage&q=r
ela%20berkorban%20adalah&f=false) . Dalam KBBI (2005:595) rela berkorban
adalah bersedia dengan iklas hati menyatakan kebaktian, kesetiaan, menjadi
korban, dan menderita.
2.2.4.4 Cinta Tanah Air
Cinta tanah air merupakan salah satu bentuk dari nilai patriotisme. Jika
tidak ada rasa cinta kepada tanah airnya, para pejuang tidak akan mau bersusah
payah untuk mengusir para penjajah. Cinta tanah air adalah cara berpikir,
bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa (Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas).
2.2.5 Pembelajaran Sastra di SMA kelas XII
Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri
keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, dan keindahan dalam isi serta
ungkapan (Sudjiman, 1990: 71). Sastra bisa berupa sastra non imajinatif dan
sastra imajinatif. Dalam penelitian ini membahas tentang sastra imajinatif. Karya
Peserta didik cenderung bosan bila belajar tentang sastra. Guru harus
pandai-pandai menyiasati agar peserta didik tertarik untuk belajar tentang sastra.
Rahmanto (2005: 27 – 28) mengklasifikasikan tiga aspek penting dalam memilih
pengajaran sastra, yaitu: pertama dari segi bahasa, kedua dari segi kematangan
jiwa (psikologi), dan ketiga dari segi latar belakang kebudayaan para siswa.
1. Bahasa
Bahasa merupakan aspek yang paling penting dalam berkomunikasi,
begitu pula dalam pembelajaran sastra. Tingkat penguasaan kosa kata anak SD
dan SMA akan berbeda. Aspek kebahasaan dalam sastra ini tidak hanya
ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas. Oleh karena itu, guru harus
memperhatikan faktor-faktor seperti, cara penulisan yang dipakai pengarang,
ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang
ingin dijangkau pengarang. Selain itu, perlu juga diperhatikan cara penulis
menuangkan ide-idenya dan hubungan antar kalimat dalam wacana itu sehingga
peserta didik dapat memahami bahasa atau kata-kata kiasan yang digunakan.
2. Kematangan Jiwa
Setiap orang pasti mengalami perkembangan psikologi. Hal ini juga
harus diperhatikan karena akan berpengaruh pada daya ingat, kemauan
mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi
atau pemecahan problem yang dihadapi (Rahmanto, 1988:30). Rahmanto (2005:
memahami tingkatan perkembangan psikologi anak-anak SD dan anak-anak
SMA.
a. Tahap pengkhayal (8 – 9 tahun)
Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi
masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.
b. Tahap romantik (10 – 12 tahun)
Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke
realitas. Anak mulai menyukai cerita kepahlawanan, petualangan, dan bahkan
kejahatan.
c. Tahap realistik (13 – 16 tahun)
Pada tahap ini anak benar-benar terlepas dari dunia fantasi. Mereka terus
berusaha mengetahui dan mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami
masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata.
d. Tahap generalisasi (16 – selanjutnya)
Pada tahap ini anak sudah tidak lagi berminat pada hal-hal praktis saja
tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan
menganalisis suatu fenomena.
Guru hendaknya dapat memilih novel yang sesuai dengan tahap psikologis
pada umumnya dalam suatu kelas. Meskipun dalam satu kelas tidak semua tahap
psikologis sama, setidaknya guru dapat menyajikan novel yang menarik minat
3. Latar belakang budaya
Latar belakang budaya juga harus diperhatikan. Secara tidak langsung,
peserta didik akan lebih tertarik dengan karya-karya sastra yang mempunyai
hubungan erat dengan latar belakang kehidupan mereka. Dengan demikian, guru
hendaknya memilih bahan pengajaran dengan menggunakan prinsip
mengutamakan novel yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa.
Dengan demikian, guru juga harus bisa memahami apa yang diminati oleh
para peserta didik sehingga dapat menyajikan suatu karya sastra yang tidak terlalu
menuntut gambaran di luar jangkauan kemampuan pembayangan yang dimiliki
oleh para peserta didiknya. Perlu kita ketahui bahwa pengajaran sastra dapat
membantu meningkatkan keterampilan bahasa, meningkatkan pengetahuan
budaya, mengembangkan cipta dan rasa, serta membantu pembentukan watak
peserta didik.
2.2.6 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum adalah sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang
tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan
siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk
mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari
dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata (Wina, 2009:9 – 10). Indonesia
adalah (Wina, 2010:128) kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (sekolah/madrasah).
Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan
berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Berikut merupakan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang sesuai
dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XII semester II:
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
SK 15 : Memahami buku
biografi, novel, dan
hikayat
KD 15.1 : Mengungkapkan hal-hal
yang menarik dan dapat
diteladani dari tokoh
2.2.7 Silabus
Silabus (KBBI, 2005:1064) adalah kerangka unsur kursus pendidikan yang
disajikan di aturan yang logis. Muslich (2007:23) berpendapat bahwa silabus
adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran atau tema
tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok,
kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan bahan ajar.
Format silabus paling tidak memuat sembilan komponen (Muclish,
1. Komponen identifikasi
Komponen identifikasi berisi nama sekolah, mata pelajaran, kelas, dan
semester.
2. Komponen standar kompetensi
Pada komponen standar kompetensi yang diperhatikan adalah standar
kompetensi mata pelajaran yang bersangkutan dengan memperhatikan beberapa
hal berikut; (a) urutan berdasarkan tingkat kesulitan, (b) keterkaitan antara standar
kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran, (c) keterkaitan antara
standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
3. Komponen kompetensi dasar
Yang perlu dikaji dalam komponen kompetensi dasar adalah sebagai
berikut; (a) urutan berdasarkan tingkat kesulitan materi, (b) keterkaitan antar
standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran, (c) keterkaitan
standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.
4. Komponen materi pokok
Pada materi pokok yang perlu dikaji adalah mengidentifikasi materi pokok
dengan mempertimbangkan: tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional,
sosial dan spiritual peserta didik, kebermanfaatan bagi peserta didik, struktur
keilmuan, kedalaman materi, dan relevansi dengan kebutuhan peserta didik.
5. Komponen pengalaman belajar
Berikut yang perlu diperhatikan dalam komponen pengalaman belajar:
pengalaman belajar yang memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta
didik, dan rumusannya mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta
didik.
6. Komponen indikator
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam komponen indikator.
Pertama, indikator merupakan penjabaran dari KD yang menunjukkan
tanda-tanda, perbuatan dan atau respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta
didik. Kedua, indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan
pendidikan, potensi daerah dan peserta didik. Ketiga, rumusan indikator
menggunakan kata kerja operasional yang terukur atau dapat diobservasi.
Keempat, indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
7. Komponen jenis penilaian
Bentuk penilaian adalah tes dan non tes. Guru bisa melakukan penilaian
dengan cara lisan atau tertulis, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya
berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
8. Komponen alokasi waktu
Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan dalam komponen alokasi
waktu. Pertama, penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar
didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per
minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar keluasan,
alokasi waktu dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu yang
dibutuhkan oleh peserta didik untuk menguasai kompetensi dasar.
9. Komponen sumber belajar
Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan dalam komponen sumber
belajar. Pertama, sumber belajar adalah rujukan, objek dan atau bahan yang
digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Kedua, sumber belajar dapat berupa
media cetak dan elektronik, narasumber, lingkungan fisik, alam, sosial, dan
budaya. Ketiga, penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi
dan kompetensi dasar serta materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi.
2.2.8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Jika kita ingin melakukan suatu hal pasti ada rencana yang disiapkan.
Guru juga memerlukan perencanaan sebelum memberikan materi pelajaran
kepada peserta didik. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan
pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam
pembelajaran di kelas (Muslich, 2007:45). Komponen RPP terdiri atas identitas
mata pelajaran, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan
pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. RPP merupakan
pegangan penting bagi guru. Oleh sesbab itu, RPP harus dipersiapkan sebaik
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Arikunto
(2009 : 234) berpendapat bahwa penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk
menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang
sesuatu variabel, gejala atau keadaan. Penelitian ini termasuk deskriptif karena
peneliti akan menggambarkan atau menunjukkan variabel, gejala, atau keadaan
yang merupakan nilai-nilai patriotisme dalam sebuah novel, bukan menguji suatu
hipotesis tertentu untuk memperoleh kebenaran.
Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007 : 4) berpendapat bahwa penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati. Penelitian ini
termasuk kualitatif karena peneliti akan menyajikan kata-kata tertulis yang
mengandung nilai patriotisme dari orang atau perilaku yang ada dalam novel.
3.2 Data dan Sumber Data Penelitian
Data yang dianalisis berupa kata-kata yang mengandung nilai patriotisme
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Pada awalnya peneliti memilih novel yang akan diteliti. Setelah menemukan,
peneliti membaca sambil menandai setiap kalimat yang mengandung nilai patriotisme
dengan spidol berwarna. Langkah selanjutnya adalah menuliskan setiap kalimat yang
mengandung nilai patriotisme pada kertas quarto.
3.4 Instrumen Penelitian
Moleong (1988 : 17) berpendapat bahwa dalam penelitian kualitatif yang
menjadi instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Hal ini disebabkan selain sulit
untuk mengkhususkan pada apa yang diteliti, orang memiliki hak untuk mengambil
keputusan. Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen penelitian.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sedemikian rupa sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja sebagai yang disarankan oleh
data (Moleong, 1988 : 88). Berikut langkah- langkah yang dilakukan oleh peneliti
untuk menganalisis data.
2. Peneliti menelaah data yang terkumpul dalam bentuk catatan dengan cara
menghubungkannya dengan teori, apakah kalimat itu sesuai dengan teori
atau tidak.
3. Peneliti memberi tanda chek list ( √ ) pada kalimat-kalimat yang menunjukkan nilai keberanian, tanda bulatan hitam ( ● ) pada kalimat-kalimat yang menunjukkan nilai rela berkorban, dan tanda silang ( × )
pada kalimat-kalimat yang menunjukkan nilai cinta tanah air.
4. Peneliti menghubungkan nilai-nilai patriotisme dengan kompetensi inti
dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan pembelajaran sastra di kelas
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data
Pada bagian ini peneliti akan menganalisis tokoh, penokohan, latar, dan
tema dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita. Peneliti memilih empat dari enam unsur intrinsik yang ada karena keempat unsur bisa membantu dalam
menemukan nilai-nilai patriotisme.
Peneliti menggunakan tokoh, penokohan, latar, dan tema untuk
menemukan nilai-nilai patriotisme. Tokoh dan penokohan dimulai dari kutipan (1)
sampai kutipan (126). Latar dibagi menjadi 3 bagian, latar tempat dimulai dari
kutipan (127) sampai kutipan (154), latar waktu dimulai dari kutipan (155) sampai
kutipan (162) dan latar sosial dimulai dari kutipan (163) sampai kutipan (175),
tema dimulai dari kutipan (176) sampai kutipan (183). Nilai patriotisme dimulai
dari kutipan (184) sampai kutipan (212).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
sosiologi sastra. Pendekatan ini menganalisis aspek-aspek sosial dari karya sastra
tersebut. Hasil penelitian ini akan direlevansikan dalam pembelajaran sastra di
SMA kelas XII semester II.
4.2 Analisis Tokoh dan Penokohan, Latar, dan Tema
4.2.1 Analisis Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di
dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Panuti Sudjiman, 1990: 79). Penokohan
menunjuk pada watak, perwatakan, karakter, sifat, dan sikap para tokoh seperti
yang ditafsirkan oleh pembaca, serta lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang
tokoh (Burhan, 2009: 165). Burhan Nurgiyantoro (2009: 176 – 177) mengatakan
bahwa tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama dalam
novel ini adalah Sroedji yang berani dan rela mengorbankan segala-galanya demi
kemerdekaan Bangsa Indonesia. Di bawah ini akan dibahas tokoh utama dan
tokoh tambahan dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita. Tokoh utama dalam novel tersebut adalah Sroedji.
4.2.1.1 Sroedji
Sroedji adalah anak kedua pasangan Hasan dan Amni. Banyak orang
mengatakan bahwa Sroedji bukan orang pribumi asli. Dalam menggambarkan
pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik ekspositori. Berikut kutipan
yang mendukung pernyataan tersebut.
tidak benar. Sroedji, begitu dia biasa dipanggil, meskipun bukan asli Jawa tapi orang pribumi berdarah Madura. Ketampanan Sroedji diperoleh dari ibunya, Amni, wanita jelita pada masanya (Devita, 2014:6).
Sroedji adalah seorang ayah dengan 4 orang anak. Anak pertama bernama
Cuk, Pom, Tuti, dan Puji. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang
menggunakan teknik ekspositori. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa
Sroedji adalah seorang ayah dengan menggunakan teknik ekspositori.
(2) Ia akui, keraguannya masih membayangi keputusannya meninggalkan rumah. Apalagi anak pertamanya, Sucahyo yang
biasa dipanggil “Cuk”, baru berusia tiga tahun (Devita, 2014 : 43). (3) Sroedji memberi nama Supomo untuk anak keduanya. Tak lupa ia
sematkan namanya sendiri di belakang. Jadilah anak itu bernama Supomo Sroedji (Devita, 2014 : 44).
(4) Selalu ada Sroedji saat kelahiran Cuk, Pom, dan Tuti. Sroedji dengan sabar dan setia mendampingi Rukmini (Devita, 2014 : 135). (5) Puji Rejeki hadir ke dunia tanpa kehadiran Sroedji (Devita, 2014 :
131).
Pekerjaan Sroedji sebelum menjadi tentara adalah mantri malaria. Ia selalu
berkeliling ke pelosok desa untuk membantu orang yang terkena penyakit. Dalam
menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik ekspositori.
Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Sroedji juga berprofesi sebagai mantri
malaria dengan menggunakan teknik ekspositori.
tampak di sana, setia melayani para pasien. Sebagai seorang mantri malaria, Sroedji, biasanya berkeliling ke pelosok-pelosok desa (Devita, 2014 : 43).
(7) Setelah menjalani kesibukkan sesiangan, saat mencatat stok obat benak Sroedji kembali dipenuhi pikiran tentang pertemuannya dengan kawan-kawan sesame eks Hizbul Wathan (Devita, 2014 : 44).
Sroedji mempunyai cita-cita untuk memerdekakan negaranya. Cara yang
bisa ditempuh Sroedji untuk mencapai cita-citanya adalah menjadi tentara. Hal itu
ia lakukan, mulai menjadi anggota PETA sampai komandan Brigade
Damarwulan. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang
menggunakan teknik ekspositori. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa
Sroedji seorang prajurit dengan menggunakan teknik ekspositori.
(8) Kini Sroedji resmi menyandang pangkat chuudancho (Devita, 2014 : 59).
(9) Tanggal 5 Oktober 1945 BKR berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dimana Sroedji menjabat menjadi Komandan Batalion Sroedji Resimen IV/TKR Divisi Untung Suropati (Devita, 2014 : 73).
(10) Mayor Sroedji bersama pasukan Batalion Alap-Alap berencana melancarkan serangan balasan terhadap konvoi Belanda yang akan menyeberangi kali Brantas (Devita, 2014 : 81).
(11) Di sebuah gubuk yang tersembunyi di rerimbunan perkebunan tebu Jagalan, dua petinggi Lumajang bertemu, Sastrodikoro yang mewakili pimpinan pemerintahan dan Sroedji dari unsur pimpinan tentara republik yang pada tanggl 5 Mei 1947 telah berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) (Devita, 2014 : 99). (12) Kala itu, Sroedji menjabat komandan Resimen Infantri 29 Menak