• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai patriotisme dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita dan relevansinya dengan pembelajaran Sastra di kelas XII SMA semester II (tinjauan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai patriotisme dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita dan relevansinya dengan pembelajaran Sastra di kelas XII SMA semester II (tinjauan."

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

viii

ABSTRAK

Kusuma, Cicilia Ingga. 2015. Nilai Patriotisme dalam Novel Sang Patriot Karya Irma Devita dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di Kelas XII SMA Semester II (Tinjauan Sosiologi Sastra). Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan nilai-nilai patriotisme yang terdapat dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita. Peneliti mengumpulkan data dengan cara membaca sekaligus menandai setiap kalimat yang mengandung nilai patriotisme. Langkah selanjutnya adalah menuliskannya pada kartu data. Peneliti menganalisis data dengan mencermati dan menghubungkannya dengan teori. Peneliti memberi tanda chek list pada kalimat-kalimat yang menunjukkan nilai keberanian, tanda bulatan hitam pada nilai rela berkorban, dan tanda silang pada nilai cinta tanah air. Setelah itu, peneliti menghubungkan nilai-nilai patriotisme dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan pembelajaran sastra di kelas XII SMA semester II.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ada 15 tokoh dalam novel Sang Patriot, tetapi hanya 8 tokoh yang menunjukkan nilai patriotisme. Peristiwa terjadi antara tahun 1943 sampai 1949 di Jawa dengan tradisi anak perempuan tidak boleh memilih sendiri laki-laki pujaan hatinya. Tema yang diangkat adalah bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan diperlukan perjuangan. Dari tokoh peneliti menemukan 3 nilai patriotisme, yaitu keberanian (Sroedji, Rukmini, dan Mayor dr. Raden Mas Soebandi), rela berkorban (6 tokoh, antara lain Murjani, Titiwardoyo, dan Sersan sakri), dan cinta tanah air (Sroedji dan Sersan Paimin).

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyusun silabus dan RPP yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di SMA kelas XII semester II. Penulis memilih standar kompetensi memahami buku biografi, novel, dan hikayat dengan kompetensi dasar mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh.

(2)

ix ABSTRACT

Kusuma, Cicilia Ingga. 2015. Patriotism Value in the Novel of Sang Patriot Written by Irma Devita and its Relevance to Literature Learning for Senior High School Grade XII in Semester II (A Sociology Literature Overview). Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

This research aimed to describe the patriotism values contained in the novel of Sang Patriot written by Irma Devita. The researcher collected the data by reading as well as noting every sentence containing patriotism value. The next step was writing it on the data card. The researcher analyzed the data by observing and relating them with theory. The researcher gave check list marks on the sentences showing the value of courage, black dot marks on the sentences showing the value of sacrifice, and cross marks on the sentences showing the value of love for the motherland. After that, the researcher related the values of patriotism with the core competence and basic competence related to literature learning for senior high school grade XII in semester II.

The result of the analysis showed that there were 15 characters in the novel of Sang Patriot, yet only eight characters showing the patriotism values. The events happened between 1943 and 1949 in Java with the tradition that girls could not choose their own partners. The theme set was that to get something wantedmuch effort was needed. From the characters, the researcher found three values of patriotism, which were courage (Sroedji, Rukmini, and Major dr. Raden Mas Soebandi), sacrifice (6 characters, they were Murjani, Titiwardoyo, and Sersan Sakri), and love for the motherland (Sroedji and Sergeant Paimin).

Based on the result of the study, the researcher has arranged syllabus and lesson plan that can be used as learning materials for senior high school grade XII in semester II. The researcher chose the competence standard on comprehending biography book, novel, and tale with the basic competence on revealing interesting things which can be exemplary from the characters.

(3)

NILAI PATRIOTISME DALAM NOVEL SANG PATRIOT KARYA IRMA DEVITA DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS XII SMA SEMESTER II

(TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Disusun oleh

Cicilia Ingga Kusuma

101224007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

i

NILAI PATRIOTISME DALAM NOVEL SANG PATRIOT KARYA IRMA DEVITA DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS XII SMA SEMESTER II

(TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Disusun oleh

CiciliaInggaKusuma

101224007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan rahmatMu Tuhan, kupersembahkan karyaku ini

kepada:

Bapakku Ignatius Purwadi dan Ibuku Theresia

Sunarni, (terima kasih atas doa dan cinta yang

begitu luar biasa).

(8)

v

MOTO

Sesuatu mungkin mendatangi

mereka yang mau menunggu, namun

hanya didapat oleh mereka yang

bersemangat mengejarnya

(9)
(10)
(11)

viii

ABSTRAK

Kusuma, Cicilia Ingga. 2015. Nilai Patriotisme dalam Novel Sang Patriot Karya Irma Devita dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di Kelas XII SMA Semester II (Tinjauan Sosiologi Sastra). Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan nilai-nilai patriotisme yang terdapat dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita. Peneliti mengumpulkan data dengan cara membaca sekaligus menandai setiap kalimat yang mengandung nilai patriotisme. Langkah selanjutnya adalah menuliskannya pada kartu data. Peneliti menganalisis data dengan mencermati dan menghubungkannya dengan teori. Peneliti memberi tanda chek list pada kalimat-kalimat yang menunjukkan nilai keberanian, tanda bulatan hitam pada nilai rela berkorban, dan tanda silang pada nilai cinta tanah air. Setelah itu, peneliti menghubungkan nilai-nilai patriotisme dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan pembelajaran sastra di kelas XII SMA semester II.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ada 15 tokoh dalam novel Sang Patriot, tetapi hanya 8 tokoh yang menunjukkan nilai patriotisme. Peristiwa terjadi antara tahun 1943 sampai 1949 di Jawa dengan tradisi anak perempuan tidak boleh memilih sendiri laki-laki pujaan hatinya. Tema yang diangkat adalah bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan diperlukan perjuangan. Dari tokoh peneliti menemukan 3 nilai patriotisme, yaitu keberanian (Sroedji, Rukmini, dan Mayor dr. Raden Mas Soebandi), rela berkorban (6 tokoh, antara lain Murjani, Titiwardoyo, dan Sersan sakri), dan cinta tanah air (Sroedji dan Sersan Paimin).

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyusun silabus dan RPP yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di SMA kelas XII semester II. Penulis memilih standar kompetensi memahami buku biografi, novel, dan hikayat dengan kompetensi dasar mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh.

(12)

ix ABSTRACT

Kusuma, Cicilia Ingga. 2015. Patriotism Value in the Novel of Sang Patriot Written by Irma Devita and its Relevance to Literature Learning for Senior High School Grade XII in Semester II (A Sociology Literature Overview). Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

This research aimed to describe the patriotism values contained in the novel of Sang Patriot written by Irma Devita. The researcher collected the data by reading as well as noting every sentence containing patriotism value. The next step was writing it on the data card. The researcher analyzed the data by observing and relating them with theory. The researcher gave check list marks on the sentences showing the value of courage, black dot marks on the sentences showing the value of sacrifice, and cross marks on the sentences showing the value of love for the motherland. After that, the researcher related the values of patriotism with the core competence and basic competence related to literature learning for senior high school grade XII in semester II.

The result of the analysis showed that there were 15 characters in the novel of Sang Patriot, yet only eight characters showing the patriotism values. The events happened between 1943 and 1949 in Java with the tradition that girls could not choose their own partners. The theme set was that to get something wantedmuch effort was needed. From the characters, the researcher found three values of patriotism, which were courage (Sroedji, Rukmini, and Major dr. Raden Mas Soebandi), sacrifice (6 characters, they were Murjani, Titiwardoyo, and Sersan Sakri), and love for the motherland (Sroedji and Sergeant Paimin).

Based on the result of the study, the researcher has arranged syllabus and lesson plan that can be used as learning materials for senior high school grade XII in semester II. The researcher chose the competence standard on comprehending biography book, novel, and tale with the basic competence on revealing interesting things which can be exemplary from the characters.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

berkat rahmat dan kasih-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi yang berjudul “Nilai Patriotisme Dalam Novel Sang Patriot Karya Irma

Devita dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di Kelas XII SMA Semester

II (Tinjauan Sosiologi Sastra) diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana.

Berkat doa, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya skripsi

ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi PBSI yang selalu

memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi.

2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku dosen pembimbing pertama yang dengan

sabar dan teliti memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Y. Karmin, M.Pd. selaku dosen pembimbing kedua yang dengan teliti

membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Semua dosen PBSI yang telah membantu saya dalam belajar di program studi

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.

5. Kedua orangtua saya, Ignatius Purwadi dan Theresia Sunarni yang selalu

mendoakan dan memberi semangat kepada saya.

6. Adik saya, Yohanes Angging Karunia yang selalu mengejek saya karena

proses pengerjaan skripsi agak lama. Dari situ saya seperti diingatkan untuk

segera menyelesaikan skripsi.

7. Para sahabat saya, Anne Septi Yunisa, Silviana Yudi Apsari, Anita

Sugiyatno, Caecilia Dhani, Anastasia Arnin Permata Siwi, Bernadeta Ayu,

(14)

xi

8. Dionisius Diva Rosarian, yang selalu memberi motivasi dan tidak bosan

mendengarkan keluh kesah saya.

9. Yusuf Dimas Caesario yang selalu mendoakan, memberi nasihat, dan

dorongan untuk tidak mudah menyerah.

10. Seluruh teman seperjuangan PBSI 2010 yang selalu memberi kekuatan.

11. Semua pihak yang telah membantu dan tidak disebutkan satu persatu pada

kesempatan ini.

Akhir kata saya berharap skripsi ini memberi manfaat bagi pengembangan

ilmu, khususnya pada pembelajaran sastra.

Yogyakarta, 20 Februari 2015

Penulis,

(15)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... . ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... iv

MOTTO .. ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ….. ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI . ... vii

ABSTRAK .. ... viii

ABSTRACT …. ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Batasan Istilah ... 5

1.6 Sistematika Penyajian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

2.1 Penelitian yang Relevan ... 10

(16)

xiii

2.2.1 Hakikat Novel ……… 11

2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan ... 13

2.2.1.2 Latar ... 17

2.2.1.3 Tema... 18

2.2.2 Macam-macam Novel ... 20

2.2.3 Sosiologi Sastra ... 22

2.2.4 Konsep Nilai Patriotisme ... 24

2.2.3.1 Nilai Patriotisme ... 24

2.2.3.2 Keberanian ... 25

2.2.3.3 Rela Berkorban ... 25

2.2.3.4 Cinta Tanah Air ... 26

2.2.5 Pembelajaran Sastra di SMA Kelas II ... 26

2.2.6 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 29

2.2.7 Silabus ... 30

2.2.8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Data dan Sumber Data Penelitian ... 34

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.4 Instrumen Penelitian ... 35

3.5 Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Deskripsi Data ... 37

4.2 Analisis Tokoh, Penokohan, Latar, dan Tema ... 38

4.2.1 Analisis Tokoh dan Penokohan ... 38

4.2.1.1 Sroedji ... 38

(17)

xiv

(18)

xv

DAFTAR PUSTAKA ... 104

LAMPIRAN ... 106

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemerdekaan adalah impian bagi setiap negara jajahan. Indonesia

merupakan bekas negara jajahan. Waktu lama dan perjuangan keras dibutuhkan

untuk mencapai impian tersebut. Para pejuang rela mengorbankan diri untuk lepas

dari penjajah demi kemerdekaan tanah air tercinta.

Perubahan zaman sudah terjadi dan Indonesia merdeka pada tanggal 17

Agustus 1945. Generasi muda masa kini tidak perlu mengangkat senjata untuk

melawan penjajah. Memasuki perubahan zaman yang pesat dan berkembang, gaya

hidup global mulai masuk dalam dunia pendidikan. Banyak anak muda masa kini

yang hidup berfoya-foya, kurang kerja keras, konsumtif, berjalan menenteng

handphone, bahkan fenomena anak muda dengan mobil mewah masuk area sekolah. Kenyataan ini sungguh memprihatinkan. Kemerdekaan yang dengan

susah payah diperjuangkan oleh para pejuang seakan disia-siakan begitu saja.

Generasi muda yang seharusnya mengisi kemerdekaan dengan prestasi gemilang,

yang terjadi justru sebaliknya. Perbedaan nasib antara masa lampau dan masa

kinilah yang menyebabkan timbulnya perbedaan warna dalam rasa dan juga

wawasan kebangsaan (Siswono dkk, 1994 : 7).

Melihat kenyataan yang digambarkan di atas, pembinaan rasa kebangsaan,

(20)

anak muda sebagai generasi penerus bangsa. Selain itu, perlu adanya upaya untuk

memperbaiki karakter anak. Sastra mempunyai peran tersendiri dalan membentuk

karakter seorang anak. Rahmanto (2005:15) berpendapat bahwa pengajaran sastra

harus dipandang sebagai sesuatu yang penting, karena karya sastra mempunyai

relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata. Teeuw (Ratna, 2010:4)

berpendapat bahwa sastra berasal dari kata sas (Sansekerta), yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dan instruksi. Akhiran tra berarti alat atau sarana. Jadi, sastra dapat diartikan sebagai alat atau sarana untuk mengajar.

Salah satu karya sastra yang dekat dengan kehidupan anak-anak remaja

adalah novel. Novel (KBBI, 2005:788) merupakan karangan prosa yang panjang

dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di

sekelilingnya dengan menonjolkan watak sifat setiap pelaku. Menurut Panuti

Sudjiman (1990: 55) novel adalah prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan

tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun.

Novel dapat dijadikan inspirasi dan motivasi bagi setiap pembacanya. Salah satu

novel yang dapat dijadikan inspirasi dan motivasi adalah novel Sang Patriot karya Irma Devita. Novel tersebut bercerita tentang keberanian, pengorbanan, dan rasa

cinta akan tanah air yang ditularkan oleh atasan kepada anak buahnya untuk tetap

berani dan semangat dalam perjuangan mengusir penjajah. Apabila ditinjau

kaitannya dengan menumbuhkan keberanian, nilai pengorbanan, dan rasa cinta

(21)

Peneliti ingin meneliti novel Sang Patriot karya Irma Devita dengan pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan ini dipilih karena dasar filosofis

pendekatan sosiologi sastra adalah adanya hubungan antara karya sastra dengan

masyarakat (Ratna, 2011:60). Hubungan tersebut terjadi karena: (a) karya sastra

dihasilkan oleh pengarang, (b) pengarang adalah anggota masyarakat, (c)

pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan (d) hasil

karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat (Ratna, 2011:60). Adanya

hubungan tersebut, pendekatan sosiologi sastra menganalisis manusia dalam

masyarakat dengan proses pemahaman mulai dari masyarakat ke individu (Ratna,

2011:59). Peneliti akan menganalisis nilai-nilai patriotisme yang terdapat dalam

novel tersebut. Peneliti menggunakan unsur-unsur intrinsik, yaitu tokoh dan

penokohan, latar, serta tema untuk menemukan nilai-nilai patriotisme . Dengan

penelitian ini, diharapkan para pembaca mampu mengambil nilai patriotisme yang

ada dalam novel ini.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat disusun rumusan masalah sebagai

berikut.

1. Bagaimana deskripsi tokoh dan penokohan, latar, dan tema dalam

novel Sang Patriot karya Irma Devita ?

(22)

3. Bagaimana relevansi nilai patriotisme dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita dengan pembelajaran sastra di kelas XII SMA

semester II ?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan tokoh dan penokohan, latar, dan tema dalam novel

Sang Patriot karya Irma Devita.

2. Mendeskripsikan nilai patriotisme yang ada dalam novel Sang Patriot

karya Irma Devita dengan tinjauan sosiologi sastra.

3. Mendeskripsikan relevansi nilai patriorisme dalam novel Sang Patriot

karya Irma Devita dalam pembelajaran sastra di kelas XII SMA

semester II.

1.3 Manfaat Penelitian

Jika penelitian ini berhasil, diharapkan dapat memberikan beberapa

manfaat sebagai berikut.

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru bahasa

(23)

2. Bagi praktisi pendidikan, diharapkan dengan penelitian ini dapat

menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam novel Sang Patriot

karya Irma Devita untuk diaplikasikan dalam dunia pendidikan.

3. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat menumbuhkan minat

baca sebagai bentuk apresiasi terhadap karya sastra.

1.4 Batasan Istilah

Berikut ini disajikan batasan istilah untuk menghindari kesalahpahaman.

Istilah yang dibatasi pengertiannya yaitu (1) novel, (2) sosiologi sastra, (3) nilai

patriotisme, (4) tokoh dan penokohan, (5) latar, (6) tema, (7) keberanian, (8) rela

berkorban, (9) cinta tanah air, (10) KTSP, (11) silabus, dan (12) RPP.

1. Novel

Novel adalah prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh

dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun (Sudjiman,

1990:55).

2. Sosiologi sastra

Sosiologi sastra adalah seperangkat alat untuk memahami hubungan antara

karya sastra dengan kehidupan sosial pengarang sehingga masuk akal apabila

karya sastra mengungkapkan berbagai masalah atau pemikiran pengarang yang

(24)

3. Nilai patriotisme

Nilai patriotisme adalah sikap yang bersumber dari perasaan cinta tanah

air (semangat kebangsaan dan nasionalisme) sehingga menimbulkan kerelaan

berkorban untuk bangsa dan negaranya (Kurniawan, 2012:224).

4. Tokoh

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di

dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1990:79).

5. Penokohan

Menurut Jones (Burhan, 2009:165) penokohan adalah pelukisan gambaran

yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

6. Latar

Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana

terjadinya lakuan dalam karya sastra (Sudjiman, 1990:48).

7. Tema

Tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra

dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang

menyangkut persamaan-persamaan maupun perbedaan-perbedaan (Dick Hartoko

dan Rahmanto, 1986:142).

8. Keberanian

Keberanian adalah sikap menghadapi, dan menangani segala sesuatu yang

(25)

(http://books.google.co.id/books?id=CxEcqHu4wp4C&pg=PA182&lpg=PA182&

focus=viewport&dq=keberanian+adalah+hl=id&output=html_text)

9. Rela berkorban

Rela berkorban adalah kesediaan dengan iklas umtuk memberikan segala

sesuatu yang dimilikinya sekalipun menimbulkan penderitaan bagi dirinya sendiri

demi kepentingan bangsa dan negara.

http://books.google.co.id/books?id=3YBV8iOuQsC&pg=PT23&dq=rela+berkorb

an+adalah&hl=id&sa=X&ei=fFI_VNb3BOKomgWW6ICoBQ#v=onepage&q=re

la%20berkorban%20adalah&f=false).

10. Cinta tanah air

Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang

menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,

lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa (Kemendiknas.

2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Kemendiknas: Jakarta).

11. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP adalah (Wina,

2010:128) kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di

masing-masing satuan pendidikan (sekolah/madrasah). Penyusunan KTSP dilakukan oleh

(26)

serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP).

12. Silabus

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran

atau tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi

pokok, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan bahan ajar (Muslich,

2007:23).

13. RPP

RPP adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan

diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas (Muslich, 2007:45).

1.6 Sistematika Penyajian

Penyajian hasil penelitian ini terdiri atas 5 bab. Bab I berisi pendahuluan

yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berisi landasan teori yang terdiri atas

penelitian yang relevan dan kerangka teori. Dalam penelitian yang relevan,

penulis menemukan dua penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian.

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah milik Krisna

Pebryawan (2013) dan Dhian Pramono Sakty (2012).

Bab III berisi metodologi penelitian yang terdiri atas jenis penelitian, data

dan sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan

(27)

latar, dan tema serta hasil analisis nilai-nilai patriotisme novel Sang Patriot karya Irma Devita dalam pembelajaran sastra di SMA. Bab V berisi penutup,

(28)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian yang Relevan

Peneliti menemukan dua penelitian yang relevan dengan penelitian ini,

yaitu penelitian yang dilakukan oleh Krisna Pebryawan (2013) dan Dhian

Pramono Sakty (2012). Berikut pemaparan dua penelitian terdahulu mengenai

nilai perjuangan.

Penelitian Krisna Pebryawan (2013) berjudul Nilai-nilai Patriotisme dalam Novel Lara LapaneKaum Republik Karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra). Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) Struktur novel LLKR karya Suparto Brata (2) Aspek sosiologi sastra novel

LLKR karya Suparto Brata berupa nilai-nilai patriotisme yang terkandung di

dalamnya (3) Relevansi nilai-nilai patriotisme dalam novel LLKR dengan masa

kini. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: (1) Unsur-unsur struktural seperti

tema, alur, penokohan, dan latar merupakan struktur pembangun karya sastra yang

sangat penting (2) Nilai-nilai patriotisme yang terkandung dalam novel LLKR

adalah kesetiaan, pengabdian, tanggung jawab, dan kebersamaan.

(29)

Sebelas Patriot serta menemukan dan mendeskripsikan pemanfaatan novel

Sebelas Patriot sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: (1) Nilai-nilai patriotisme dalam novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata berupa kesetiaan dan kerelaan berkorban (2) Novel Sebelas Patriot dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA karena memenuhi aspek bahasa, psikologi, dan budaya yang dibutuhkan sebagai syarat

pemilihan novel sebagai bahan ajar (3) Novel Sebelas Patriot dapat dimanfaatkan untuk mengenal unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik, memahami pembacaan novel

dari segi vokal, intonasi, dan penghayatan, menelaah isi novel, melakukan kritik

sastra dan esai terhadap karya sastra.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini masih relevan untuk diteliti

karena novel Sang Patriot karya Irma Devita mengandung nilai-nilai patriotisme. Keunggulan dari penelitian ini adalah cerita yang disajikan merupakan kisah yang

benar-benar terjadi sehingga peserta didik mendapat gambaran yang nyata dari

para tokoh.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Hakikat Novel

Novel berasal dari bahasa Itali novella. Secara harfiah novella berarti

„sebuah barang baru yang kecil‟, dan kemudian diartikan sebagai „cerita pendek

dalam bentuk prosa‟. Sekarang istilah novella mengandung pengertian yang sama

(30)

panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek

(Burhan, 2009: 9 – 10).

Jacob Sumardjo & Saini K.M (1986:29) berpendapat bahwa novel dalam

arti luas adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran yang luas

di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang

banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, dan setting cerita yang beragam pula. Namun “ukuran luas” di sini juga tidak mutlak demikian,

mungkin yang luas hanya salah satu unsur fiksinya saja, misalnya temanya,

sedang karakter, setting, dan lain-lainnya hanya satu saja.

Menurut Panuti Sudjiman (1990: 55) novel adalah prosa rekaan yang

panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa

dan latar secara tersusun. Stanton (2007: 90) memberikan pandangan sendiri

mengenai novel. Novel mampu memberikan perkembangan satu karakter,

hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, situasi sosial yang rumit,

dan berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih

mendetil.

Novel merupakan sebuah totalitas. Sebagai sebuah totalitas, novel

mempunyai unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya (Burhan,

2009: 22 – 23). Burhan ( 2009: 23) membagi unsur-unsur novel menjadi dua

bagian. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan unsur

ekstrinsik. Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai unsur intrinsik

(31)

2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan

Sebuah novel tidaklah berjalan tanpa adanya peran tokoh. Tokoh adalah

para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi (Wiyatmi, 2006: 30). Panuti

Sudjiman (1990 : 79) mengartikan tokoh sebagai individu rekaan yang mengalami

peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Abrams

(Wahyuningtyas & Wijaya, 2011 : 5) berpendapat bahwa tokoh adalah

orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca

ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang

diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita tidak hanya didukung oleh satu

tokoh. Cerita dalam novel juga membutuhkan tokoh tambahan agar cerita dalam

novel tersebut semakin hidup. Burhan Nurgiyantoro (2009: 176 – 177)

mengklasifikasikan tokoh sebagai berikut.

a. Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel

yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik

sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.

b. Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh-tokoh lain yang terdapat dalam sebuah

cerita. Tokoh tambahan biasanya tidak dipentingkan dan hadir jika ada kaitannya

(32)

Berbeda dengan tokoh, penokohan menunjuk pada watak, perwatakan,

karakter, sifat, dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, serta

lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh (Burhan, 2009: 165). Jones

(Burhan, 2009:165) mengatakan, penokohan adalah pelukisan gambaran yang

jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Ada dua teknik

yang bisa digunakan pengarang dalam menggambarkan sifat pada tokoh.

Altenbernd & Lewis (Burhan, 2009:194) menyebutnya dengan teknik ekspositori

dan teknik dramatik. Berikut dijelaskan mengenai kedua teknik tersebut.

a. Teknik Ekspositori

Teknik ekspositori adalah pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan

memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Pada teknik ini,

pengarang menghadirkan tokoh dengan cara mendeskripsikan sikap, sifat, watak,

tingkah laku, atau bahkan ciri-ciri fisiknya (Burhan, 2009:194 – 195).

b. Teknik Dramatik

Pada teknik dramatik ini pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit

sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan pembaca

menemukan sendiri sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan ciri-ciri fisik

tokoh (Burhan, 2009:198).

Berikut akan dijelaskan beberapa cara lain untuk mengenali sifat tokoh

(33)

1. Teknik cakapan

Dari apa yang diucapkan oleh seorang tokoh cerita, kita dapat mengenali

apakah ia orang tua, orang dengan pendidikan rendah atau tinggi, sukunya, wanita

atau pria, orang berbudi halus atau kasar.

2. Teknik tingkah laku

Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal atau

fisik. Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku dapat

mencerminkan sifat-sifanya.

3. Teknik pikiran dan perasaan

Teknik ini menggambarkan pikiran dan perasaan para tokoh. Bagaimana

keadaan dan jalan pikir serta perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan

perasaan tokoh, serta apa yang sering dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh, dengan

demikian hal ini akan mencerminkan sifat para tokoh.

4. Teknik arus kesadaran

Teknik yang berusaha menangkap pandangan dan aliran proses mental

tokoh di mana tanggapan indera bercampur dengan kesadaran dan ketidaksadaran

pikiran, perasaan, ingatan, dan harapan. Aliran kesadaran berusaha menangkap

dan mengungkapkan proses kehidupan batin, yang memang hanya terjadi di batin,

baik yang berada di ambang kesadaran maupun ketaksadaran, termasuk kehidupan

(34)

5. Teknik reaksi tokoh

Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu

terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata-kata, dan sikap orang lain berupa

rangsangan dari luar diri tokoh yang bersangkutan. Bagaimana reaksi tokoh

terhadap hal-hal tersebut dapat dipandang sebagai bentuk penampilan yang

mencerminkan sifat tokoh.

6. Teknik reaksi tokoh lain

Teknik reaksi tokoh lain dimaksukan sebagai reaksi yang diberikan oleh

tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh lain. Reaksi ini bisa berupa

pandangan, pendapat, sikap, dan komentar.

7. Teknik pelukisan latar

Suasana latar dapat dipakai untuk melukiskan kedirian seorang tokoh.

Keadaan latar tertentu dapat menimbulkan kesan tertentu. Misalnya, suasana

rumah yang bersih, teratur, rapi, akan menimbulkan kesan bahwa pemilik rumah

itu sebagai orang yang cinta kebersihan.

8. Teknik pelukisan fisik

Teknik melukiskan keadaan fisik tokoh mendeskripsikan mengenai bentuk

tubuh dan wajah tokoh-tokohnya. Misalnya, bibir tipis menyaran pada sifat

ceriwis dan bawel, rambut lurus menyaran pada sifat tak mau mengalah,

(35)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tokoh lebih merujuk pada orang

yang memainkan peran dan penokohan merujuk pada karakter tokoh atau

pelukisan gambaran sifat tokoh.

2.2.1.2 Latar

Abrams (Burhan, 2009:216) menyebut latar sebagai landas tumpu,

menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat

terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar adalah segala keterangan

mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra

(Sudjiman, 1990: 48). Zaidan (1988: 33) mengungkapkan bahwa latar dalam

novel tidak sama dengan latar belakang.

Burhan (2009: 227 – 237) membedakan latar ke dalam tiga unsur pokok,

yaitu latar tempat, waktu, dan sosial.

a. Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan biasanya berupa

tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, atau lokasi tertentu tanpa

nama yang jelas, seperti: desa, sungai, jalan, hutan. Perlu dikatakan bahwa latar

tempat dalam sebuah novel biasanya meliputi berbagai lokasi. Ia akan

berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain sejalan dengan perkembangan plot

(36)

b. Latar Waktu

Latar waktu menyaran pada “kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi, misalnya tahun, musim, hari, dan jam. Latar waktu juga

harus dikaitkan dengan latar tempat (juga sosial) sebab pada kenyataannya

memang saling berkaitan. Keadaan suatu yang diceritakan mau tidak mau harus

mengacu pada waktu tertentu karena tempat itu akan berubah sejalan dengan

perubahan waktu.

c. Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

sosial masyarakat yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, misalnya, kebiasaan

hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, dan sikap.

Selain itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang

bersangkutan, misalnya rendah, menengah, dan atas.

2.2.1.3 Tema

Gorys Keraf (Wahyuningtyas & Wijaya, 2011 : 2) berpendapat bahwa

tema berasal dari kata tithnai (bahasa Yunani) yang berarti menempatkan, meletakkan. Jadi, menurut arti katanya tema berarti sesuatu yang telah diuraikan

atau sesuatu yang telah ditempatkan. Menurut Dick Hartoko dan Rahmanto (1986

: 142) tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan

yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut

(37)

Kenny (Nurgiyantoro, 2009:67) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita.

Tema (Jacob Sumardjo & Saini K.M, 1986:56) adalah ide sebuah cerita. Seorang

pengarang dalam menulis cerita bukan sekedar mau bercerita, tetapi mau

mengatakan sesuatu kepada pembaca. Sesuatu yang mau dikatakan itu bisa suatu

masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar

terhadap kehidupan ini. Tema tidak perlu selalu berwujud moral, atau ajaran

moral. Tema bisa berwujud pengamatan pengarang terhadap kehidupan.

Dalam menemukan tema sebuah karya sastra atau novel, haruslah

disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian

tertentu cerita (Burhan, 2009:68). Dalam usaha menemukan tema, Nurgiyantoro

mengemukakan sejumlah criteria seperti ditunjukkan sebagai berikut.

1. Kita haruslah mulai dengan cara memahami cerita dalam novel. Bukan

hanya membaca bagian-bagian tertentu saja. Perlu juga mencari kejelasan

ide-ide perwatakan, peristiwa atau konflik yang terjadi, dan latar.

2. Pengarang biasanya menngunakan tokoh utama untuk membawa tema. oleh

sebab itu kita perlu memahami keadaan itu. Untuk tujuan tersebut, kita

dapat mengajukan beberapa pertanyaan seperti: apa motivasinya,

permasalahan apa yang dihadapi, bagaimanakah sikap dan pandangannya

terhadap permasalahan itu, dan sebagainya.

3. Selain dengan cara tersebut, sebaiknya disertai dengan usaha menemukan

(38)

unsur pokok dalam pengembangan ide cerita dan plot, pada umumnya erat

berkaitan dengan tema.

Burhan (2009:86) mengungkapkan bahwa unsur tokoh (dan penokohan),

plot (dan pemplotan) dan latar (dan pelataran) merupakan sarana utama untuk

memahani makna cerita dalam novel. Selain itu, dalam menemukan tema perlu

memperhitungkan sarana kesastraan, seperti sudut pandang, gaya bahasa, nada,

dan ironi walau tidak secara langsung dan tidak dapat secara sendiri memuat

makna, unsur-unsur itu dapat membantu memperkuat penafsiran tema.

2.2.2 Macam-macam Novel

Burhan (2009:16 – 22) membagi novel menjadi dua macam, yaitu novel

serius dan novel populer. Berikut akan dibahas mengenai novel serius dan novel

populer.

1. Novel serius

Novel serius tidak bersifat mengabdi kepada selera pembaca dan memang

pembaca jenis novel ini tidak banyak. Novel jenis ini biasanya berusaha

mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara pengucapan yang baru pula atau

dengan cara yang khas. Diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan kemauan

untuk memahami cerita jenis novel serius. Pengalaman dan permasalahan

kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan

sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius di samping

(39)

berharga kepada pembaca, atau paling tidak, mengajak pembaca untuk meresapi

dan merenungkan secara lebih mendalam tentang permasalahan yang

dikemukakan. Novel serius tidak pernah ketinggalan zaman dan selalu menarik

untuk diperbincangkan.

2. Novel populer

Novel populer (Burhan, 2009:18) adalah novel yang populer pada

masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja.

Novel populer memberikan hiburan langsung dari aksi ceritanya. Masalah yang

diceritakan pun yang ringan-ringan, tetapi aktual dan menarik. Selain itu, novel

populer lebih mengejar selera pembaca komersial, ia tak akan menceritakan

sesuatu yang bersifat serius sebab hal itu dapat berarti akan mengurangi

penggemarnya.

Berbeda halnya dengan Burhan, Jacob Sumardjo & Saini K.M. (1986:29

– 30) membagi novel menjadi tiga macam, yaitu novel percintaan, novel

petualangan, dan novel fantasi.

1. Novel percintaan

Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria secara

imbang, bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan. Dalam jenis novel

ini digarap hampir semua tema, dan sebagian besar termasuk jenis ini.

2. Novel petualangan

Novel petualangan sedikit sekali memasukkan peranan wanita. Jika

(40)

Jenis novel petualangan adalah bacaan kaum pria karena tokoh-tokoh di dalamnya

pria dan dengan sendirinya melibatkan banyak masalah dunia lelaki yang tidak

ada hubungannya dengan wanita. Meskipun dalam jenis novel petualangan ini

sering ada percintaan juga, namun hanya bersifat sampingan belaka, artinya novel

itu tidak semata-mata berbicara persoalan cinta.

3. Novel fantasi

Novel fantasi bercerita tentang hal-hal yang tidak realistis dan serba tidak

mungkin dilihat dari pengalaman sehari-hari. Novel jenis ini mempergunakan

karakter yang tidak realistis, setting dan plot yang juga tidak wajar untuk menyampaikan ide-ide penulisnya.

Penggolongan jenis novel menurut Jacob Sumardjo & Saini K.M. hanya

dapat dilakukan dengan melihat kecenderungan mana yang terdapat dalam sebuah

novel, apakah lebih banyak percintaannya, petualangannya, atau fantasinya.

2.2.3 Sosiologi Sastra

Seorang sastrawan lahir dari kehidupan sosial masyarakat tertentu. Ia juga

mempunyai latar belakang dan permasalahan hidup yang tidak jauh berbeda

dengan anggota masyarakat lainnya. Jika masyarakat pada umumnya tidak suka

menuangkan kisah hidupnya dalam bentuk tulisan, sastrawan justru menyukai hal

ini. Perkembangan demi perkembangan terus terjadi di dunia sastra. Senada

(41)

Pendekatan sosiologi sastra yaitu pendekatan terhadap sastra yang

mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (Wahyuningtyas dan Wijaya, 2011:

24). Yudiono (2009:57) mengatakan bahwa sosiologi sastra merupakan

seperangkat alat untuk memahami hubungan antara karya sastra dengan

kehidupan sosial pengarang, sehingga masuk akal apabila karya sastra

mengungkapkan berbagai masalah atau pemikiran pengarang yang bersangkutan.

Damono (2002:8) mengatakan bahwa sosiologi sastra adalah studi objektif

dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses

sosial. Ia juga mengungkapkan bahwa ada dua kecenderungan dalam telaah

sosiologi sastra (Wahyuningtyas dan Wijaya, 2011: 24). Pertama, pendekatan

yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cerminan proses sosial

ekonomi belaka. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai

bahan penelaahan yang kemudian dicari aspek-aspek sosial dari karya sastra

tersebut. Dengan demikian, objek kajian utama sosiologi sastra adalah sastra,

berupa karya sastra, sedangkan sosiologi berguna sebagai ilmu untuk memahami

gejala sosial yang ada dalam sastra, masyarakat yang digambarkan, dan pembaca

sebagai individu kolektif yang menghidupi masyarakat (Heru Kurniawan,

2012:5).

Sosiologi sastra juga mempunyai fungsi sosial tersendiri. Suwardi

(2011:23) mengungkapkan ada banyak fungsi sosial sastra, antara lain: (a) sastra

sama dengan derajatnya dengan karya nabi, (b) sastra bertugas menghibur, (c)

(42)

Penelitian ini akan meneliti nilai-nilai patriotisme yang terdapat dalam

novel Sang Patriot karya Irma Devita dengan tinjauan sosiologi sastra, maka peneliti akan menggunakan pendekatan Damono yang kedua, yaitu

mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan yang kemudian dicari

aspek-aspek sosial dari karya sastra tersebut. Sastra dalam hal ini digunakan untuk

menemukan nilai-nilai patriotisme yang terdapat dalam novel tersebut.

Pedoman yang digunakan peneliti untuk merelevansikan nilai-nilai

patriotisme dalam pembelajaran sastra di kelas XII SMA semester II adalah sastra

mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur. Dengan pedoman tersebut,

diharapkan peserta didik akan merasa senang dengan pembelajaran sastra.

2.2.4 Konsep Nilai Patriotisme

2.2.4.1 Nilai Patriotisme

Darminta (2006:24) mengatakan bahwa nilai memberikan arah perjalanan,

seperti rel kereta api, agar tidak lepas dari jalur perjalanan. Lahirnya kemerdekaan

bagi sebuah bangsa yang dijajah pasti tidak lepas dari usaha dan kerja keras para

pejuang. Perjuangan panjang para pejuang tidak semudah yang kita bayangkan.

Dibutuhkan sikap patriotisme dalam mewujudkan sebuah kemerdekaan.

Patriotisme (KBBI, 2005:837) adalah sikap seseorang yang bersedia

mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya.

Patriotisme adalah sikap yang bersumber dari perasaan cinta tanah air (semangat

(43)

bangsa dan negaranya (Kurniawan, 2012:224). Patriotisme memerlukan komitmen

pemimpin dan semua golongan rakyat. Mempertahankan negara dari musuh dan

ancaman luar merupakan tanggung jawab bersama.

Ada beberapa bentuk nilai patriotisme (Rahim dan Rashid, 2004:5), seperti

kesetiaan, keberanian, rela berkorban, kesukarelaan, dan cinta pada tanah air.

Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai nilai keberanian, rela

berkorban dan cinta tanah air.

2.2.4.2 Keberanian

Keberanian adalah suatu keadaan berani (KBBI, 2005:837). Berani adalah

mempunyai hati yang mantap dan percaya diri yang besar dalam menghadapi

bahaya dan kesulitan (KBBI, 2005:138). Brian Klemmer

(http://books.google.co.id/books?id=CxEcqHu4wp4C&pg=PA182&lpg=PA182&

focus=viewport&dq=keberanian+adalah+hl=id&output=html_text) berpendapat

bahwa keberanian adalah sikap menghadapi, dan menangani segala sesuatu yang

dianggap berbahaya, sulit, atau menyakitkan, bukan menghindarinya.

2.2.4.3 Rela Berkorban

Bukan saja keberanian yang ditanamkan dalam diri para pejuang untuk

mengusir penjajah. Mereka juga menanamkan rasa rela berkorban. Simanjutak

berpendapat bahwa rela berkorban berarti kesediaan dengan iklas umtuk

(44)

bagi dirinya sendiri demi kepentingan bangsa dan negara

(http://books.google.co.id/books?id=3YBV8iOuQsC&pg=PT23&dq=rela+berkor

ban+adalah&hl=id&sa=X&ei=fFI_VNb3BOKomgWW6ICoBQ#v=onepage&q=r

ela%20berkorban%20adalah&f=false) . Dalam KBBI (2005:595) rela berkorban

adalah bersedia dengan iklas hati menyatakan kebaktian, kesetiaan, menjadi

korban, dan menderita.

2.2.4.4 Cinta Tanah Air

Cinta tanah air merupakan salah satu bentuk dari nilai patriotisme. Jika

tidak ada rasa cinta kepada tanah airnya, para pejuang tidak akan mau bersusah

payah untuk mengusir para penjajah. Cinta tanah air adalah cara berpikir,

bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan

yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan

politik bangsa (Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan

Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas).

2.2.5 Pembelajaran Sastra di SMA kelas XII

Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri

keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, dan keindahan dalam isi serta

ungkapan (Sudjiman, 1990: 71). Sastra bisa berupa sastra non imajinatif dan

sastra imajinatif. Dalam penelitian ini membahas tentang sastra imajinatif. Karya

(45)

Peserta didik cenderung bosan bila belajar tentang sastra. Guru harus

pandai-pandai menyiasati agar peserta didik tertarik untuk belajar tentang sastra.

Rahmanto (2005: 27 – 28) mengklasifikasikan tiga aspek penting dalam memilih

pengajaran sastra, yaitu: pertama dari segi bahasa, kedua dari segi kematangan

jiwa (psikologi), dan ketiga dari segi latar belakang kebudayaan para siswa.

1. Bahasa

Bahasa merupakan aspek yang paling penting dalam berkomunikasi,

begitu pula dalam pembelajaran sastra. Tingkat penguasaan kosa kata anak SD

dan SMA akan berbeda. Aspek kebahasaan dalam sastra ini tidak hanya

ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas. Oleh karena itu, guru harus

memperhatikan faktor-faktor seperti, cara penulisan yang dipakai pengarang,

ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang

ingin dijangkau pengarang. Selain itu, perlu juga diperhatikan cara penulis

menuangkan ide-idenya dan hubungan antar kalimat dalam wacana itu sehingga

peserta didik dapat memahami bahasa atau kata-kata kiasan yang digunakan.

2. Kematangan Jiwa

Setiap orang pasti mengalami perkembangan psikologi. Hal ini juga

harus diperhatikan karena akan berpengaruh pada daya ingat, kemauan

mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi

atau pemecahan problem yang dihadapi (Rahmanto, 1988:30). Rahmanto (2005:

(46)

memahami tingkatan perkembangan psikologi anak-anak SD dan anak-anak

SMA.

a. Tahap pengkhayal (8 – 9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi

masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.

b. Tahap romantik (10 – 12 tahun)

Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke

realitas. Anak mulai menyukai cerita kepahlawanan, petualangan, dan bahkan

kejahatan.

c. Tahap realistik (13 – 16 tahun)

Pada tahap ini anak benar-benar terlepas dari dunia fantasi. Mereka terus

berusaha mengetahui dan mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami

masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata.

d. Tahap generalisasi (16 – selanjutnya)

Pada tahap ini anak sudah tidak lagi berminat pada hal-hal praktis saja

tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan

menganalisis suatu fenomena.

Guru hendaknya dapat memilih novel yang sesuai dengan tahap psikologis

pada umumnya dalam suatu kelas. Meskipun dalam satu kelas tidak semua tahap

psikologis sama, setidaknya guru dapat menyajikan novel yang menarik minat

(47)

3. Latar belakang budaya

Latar belakang budaya juga harus diperhatikan. Secara tidak langsung,

peserta didik akan lebih tertarik dengan karya-karya sastra yang mempunyai

hubungan erat dengan latar belakang kehidupan mereka. Dengan demikian, guru

hendaknya memilih bahan pengajaran dengan menggunakan prinsip

mengutamakan novel yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa.

Dengan demikian, guru juga harus bisa memahami apa yang diminati oleh

para peserta didik sehingga dapat menyajikan suatu karya sastra yang tidak terlalu

menuntut gambaran di luar jangkauan kemampuan pembayangan yang dimiliki

oleh para peserta didiknya. Perlu kita ketahui bahwa pengajaran sastra dapat

membantu meningkatkan keterampilan bahasa, meningkatkan pengetahuan

budaya, mengembangkan cipta dan rasa, serta membantu pembentukan watak

peserta didik.

2.2.6 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Kurikulum adalah sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang

tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan

siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk

mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari

dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata (Wina, 2009:9 – 10). Indonesia

(48)

adalah (Wina, 2010:128) kurikulum operasional yang disusun oleh dan

dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (sekolah/madrasah).

Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan

berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Berikut merupakan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang sesuai

dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XII semester II:

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

SK 15 : Memahami buku

biografi, novel, dan

hikayat

KD 15.1 : Mengungkapkan hal-hal

yang menarik dan dapat

diteladani dari tokoh

2.2.7 Silabus

Silabus (KBBI, 2005:1064) adalah kerangka unsur kursus pendidikan yang

disajikan di aturan yang logis. Muslich (2007:23) berpendapat bahwa silabus

adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran atau tema

tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok,

kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan bahan ajar.

Format silabus paling tidak memuat sembilan komponen (Muclish,

(49)

1. Komponen identifikasi

Komponen identifikasi berisi nama sekolah, mata pelajaran, kelas, dan

semester.

2. Komponen standar kompetensi

Pada komponen standar kompetensi yang diperhatikan adalah standar

kompetensi mata pelajaran yang bersangkutan dengan memperhatikan beberapa

hal berikut; (a) urutan berdasarkan tingkat kesulitan, (b) keterkaitan antara standar

kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran, (c) keterkaitan antara

standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.

3. Komponen kompetensi dasar

Yang perlu dikaji dalam komponen kompetensi dasar adalah sebagai

berikut; (a) urutan berdasarkan tingkat kesulitan materi, (b) keterkaitan antar

standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran, (c) keterkaitan

standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.

4. Komponen materi pokok

Pada materi pokok yang perlu dikaji adalah mengidentifikasi materi pokok

dengan mempertimbangkan: tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional,

sosial dan spiritual peserta didik, kebermanfaatan bagi peserta didik, struktur

keilmuan, kedalaman materi, dan relevansi dengan kebutuhan peserta didik.

5. Komponen pengalaman belajar

Berikut yang perlu diperhatikan dalam komponen pengalaman belajar:

(50)

pengalaman belajar yang memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta

didik, dan rumusannya mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta

didik.

6. Komponen indikator

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam komponen indikator.

Pertama, indikator merupakan penjabaran dari KD yang menunjukkan

tanda-tanda, perbuatan dan atau respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta

didik. Kedua, indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan

pendidikan, potensi daerah dan peserta didik. Ketiga, rumusan indikator

menggunakan kata kerja operasional yang terukur atau dapat diobservasi.

Keempat, indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

7. Komponen jenis penilaian

Bentuk penilaian adalah tes dan non tes. Guru bisa melakukan penilaian

dengan cara lisan atau tertulis, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya

berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.

8. Komponen alokasi waktu

Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan dalam komponen alokasi

waktu. Pertama, penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar

didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per

minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar keluasan,

(51)

alokasi waktu dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu yang

dibutuhkan oleh peserta didik untuk menguasai kompetensi dasar.

9. Komponen sumber belajar

Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan dalam komponen sumber

belajar. Pertama, sumber belajar adalah rujukan, objek dan atau bahan yang

digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Kedua, sumber belajar dapat berupa

media cetak dan elektronik, narasumber, lingkungan fisik, alam, sosial, dan

budaya. Ketiga, penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi

dan kompetensi dasar serta materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator

pencapaian kompetensi.

2.2.8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Jika kita ingin melakukan suatu hal pasti ada rencana yang disiapkan.

Guru juga memerlukan perencanaan sebelum memberikan materi pelajaran

kepada peserta didik. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan

pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam

pembelajaran di kelas (Muslich, 2007:45). Komponen RPP terdiri atas identitas

mata pelajaran, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan

pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. RPP merupakan

pegangan penting bagi guru. Oleh sesbab itu, RPP harus dipersiapkan sebaik

(52)

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Arikunto

(2009 : 234) berpendapat bahwa penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk

menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang

sesuatu variabel, gejala atau keadaan. Penelitian ini termasuk deskriptif karena

peneliti akan menggambarkan atau menunjukkan variabel, gejala, atau keadaan

yang merupakan nilai-nilai patriotisme dalam sebuah novel, bukan menguji suatu

hipotesis tertentu untuk memperoleh kebenaran.

Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007 : 4) berpendapat bahwa penelitian

kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati. Penelitian ini

termasuk kualitatif karena peneliti akan menyajikan kata-kata tertulis yang

mengandung nilai patriotisme dari orang atau perilaku yang ada dalam novel.

3.2 Data dan Sumber Data Penelitian

Data yang dianalisis berupa kata-kata yang mengandung nilai patriotisme

(53)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pada awalnya peneliti memilih novel yang akan diteliti. Setelah menemukan,

peneliti membaca sambil menandai setiap kalimat yang mengandung nilai patriotisme

dengan spidol berwarna. Langkah selanjutnya adalah menuliskan setiap kalimat yang

mengandung nilai patriotisme pada kertas quarto.

3.4 Instrumen Penelitian

Moleong (1988 : 17) berpendapat bahwa dalam penelitian kualitatif yang

menjadi instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Hal ini disebabkan selain sulit

untuk mengkhususkan pada apa yang diteliti, orang memiliki hak untuk mengambil

keputusan. Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sedemikian rupa sehingga dapat

ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja sebagai yang disarankan oleh

data (Moleong, 1988 : 88). Berikut langkah- langkah yang dilakukan oleh peneliti

untuk menganalisis data.

(54)

2. Peneliti menelaah data yang terkumpul dalam bentuk catatan dengan cara

menghubungkannya dengan teori, apakah kalimat itu sesuai dengan teori

atau tidak.

3. Peneliti memberi tanda chek list ( √ ) pada kalimat-kalimat yang menunjukkan nilai keberanian, tanda bulatan hitam ( ● ) pada kalimat-kalimat yang menunjukkan nilai rela berkorban, dan tanda silang ( × )

pada kalimat-kalimat yang menunjukkan nilai cinta tanah air.

4. Peneliti menghubungkan nilai-nilai patriotisme dengan kompetensi inti

dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan pembelajaran sastra di kelas

(55)

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data

Pada bagian ini peneliti akan menganalisis tokoh, penokohan, latar, dan

tema dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita. Peneliti memilih empat dari enam unsur intrinsik yang ada karena keempat unsur bisa membantu dalam

menemukan nilai-nilai patriotisme.

Peneliti menggunakan tokoh, penokohan, latar, dan tema untuk

menemukan nilai-nilai patriotisme. Tokoh dan penokohan dimulai dari kutipan (1)

sampai kutipan (126). Latar dibagi menjadi 3 bagian, latar tempat dimulai dari

kutipan (127) sampai kutipan (154), latar waktu dimulai dari kutipan (155) sampai

kutipan (162) dan latar sosial dimulai dari kutipan (163) sampai kutipan (175),

tema dimulai dari kutipan (176) sampai kutipan (183). Nilai patriotisme dimulai

dari kutipan (184) sampai kutipan (212).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

sosiologi sastra. Pendekatan ini menganalisis aspek-aspek sosial dari karya sastra

tersebut. Hasil penelitian ini akan direlevansikan dalam pembelajaran sastra di

SMA kelas XII semester II.

(56)

4.2 Analisis Tokoh dan Penokohan, Latar, dan Tema

4.2.1 Analisis Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di

dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Panuti Sudjiman, 1990: 79). Penokohan

menunjuk pada watak, perwatakan, karakter, sifat, dan sikap para tokoh seperti

yang ditafsirkan oleh pembaca, serta lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang

tokoh (Burhan, 2009: 165). Burhan Nurgiyantoro (2009: 176 – 177) mengatakan

bahwa tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama dalam

novel ini adalah Sroedji yang berani dan rela mengorbankan segala-galanya demi

kemerdekaan Bangsa Indonesia. Di bawah ini akan dibahas tokoh utama dan

tokoh tambahan dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita. Tokoh utama dalam novel tersebut adalah Sroedji.

4.2.1.1 Sroedji

Sroedji adalah anak kedua pasangan Hasan dan Amni. Banyak orang

mengatakan bahwa Sroedji bukan orang pribumi asli. Dalam menggambarkan

pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik ekspositori. Berikut kutipan

yang mendukung pernyataan tersebut.

(57)

tidak benar. Sroedji, begitu dia biasa dipanggil, meskipun bukan asli Jawa tapi orang pribumi berdarah Madura. Ketampanan Sroedji diperoleh dari ibunya, Amni, wanita jelita pada masanya (Devita, 2014:6).

Sroedji adalah seorang ayah dengan 4 orang anak. Anak pertama bernama

Cuk, Pom, Tuti, dan Puji. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang

menggunakan teknik ekspositori. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa

Sroedji adalah seorang ayah dengan menggunakan teknik ekspositori.

(2) Ia akui, keraguannya masih membayangi keputusannya meninggalkan rumah. Apalagi anak pertamanya, Sucahyo yang

biasa dipanggil “Cuk”, baru berusia tiga tahun (Devita, 2014 : 43). (3) Sroedji memberi nama Supomo untuk anak keduanya. Tak lupa ia

sematkan namanya sendiri di belakang. Jadilah anak itu bernama Supomo Sroedji (Devita, 2014 : 44).

(4) Selalu ada Sroedji saat kelahiran Cuk, Pom, dan Tuti. Sroedji dengan sabar dan setia mendampingi Rukmini (Devita, 2014 : 135). (5) Puji Rejeki hadir ke dunia tanpa kehadiran Sroedji (Devita, 2014 :

131).

Pekerjaan Sroedji sebelum menjadi tentara adalah mantri malaria. Ia selalu

berkeliling ke pelosok desa untuk membantu orang yang terkena penyakit. Dalam

menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik ekspositori.

Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Sroedji juga berprofesi sebagai mantri

malaria dengan menggunakan teknik ekspositori.

(58)

tampak di sana, setia melayani para pasien. Sebagai seorang mantri malaria, Sroedji, biasanya berkeliling ke pelosok-pelosok desa (Devita, 2014 : 43).

(7) Setelah menjalani kesibukkan sesiangan, saat mencatat stok obat benak Sroedji kembali dipenuhi pikiran tentang pertemuannya dengan kawan-kawan sesame eks Hizbul Wathan (Devita, 2014 : 44).

Sroedji mempunyai cita-cita untuk memerdekakan negaranya. Cara yang

bisa ditempuh Sroedji untuk mencapai cita-citanya adalah menjadi tentara. Hal itu

ia lakukan, mulai menjadi anggota PETA sampai komandan Brigade

Damarwulan. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang

menggunakan teknik ekspositori. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa

Sroedji seorang prajurit dengan menggunakan teknik ekspositori.

(8) Kini Sroedji resmi menyandang pangkat chuudancho (Devita, 2014 : 59).

(9) Tanggal 5 Oktober 1945 BKR berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dimana Sroedji menjabat menjadi Komandan Batalion Sroedji Resimen IV/TKR Divisi Untung Suropati (Devita, 2014 : 73).

(10) Mayor Sroedji bersama pasukan Batalion Alap-Alap berencana melancarkan serangan balasan terhadap konvoi Belanda yang akan menyeberangi kali Brantas (Devita, 2014 : 81).

(11) Di sebuah gubuk yang tersembunyi di rerimbunan perkebunan tebu Jagalan, dua petinggi Lumajang bertemu, Sastrodikoro yang mewakili pimpinan pemerintahan dan Sroedji dari unsur pimpinan tentara republik yang pada tanggl 5 Mei 1947 telah berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) (Devita, 2014 : 99). (12) Kala itu, Sroedji menjabat komandan Resimen Infantri 29 Menak

Gambar

Tabel Data Cinta Tanah Air
Tabel Data Keberanian
Tabel Data Rela Berkorban

Referensi

Dokumen terkait

Teknik catat dilakukan untuk mencatat secara cermat dan teliti terhadap data primer yaitu novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata. Teknik

Penanaman nilai nasionalisme yang terkandung dalam novel Sebelas Patriot antara lain rela berkorban demi bangsa dan negara, bangga menjadi warga negara Indonesia, dan

Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Sang Pemimpi: (1) nilai religius, sudut pandang yang mengikat manusia dengan Tuhan pencipta alam dan seisinya,

Maslow yang terkandung dalam novel 5 CM karya Donny Dhirgantoro, (3)nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam novel 5 CM karya Donny

Tahap yang selanjutnya dilakukan setelah menemukan data-data nasionalisme di dalam Sebelas Patriot karya Andrea Hirata yang mempunyai hubungan antarteks dengan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA..

Simpulan dari penelitian ini adalah aspek kejiwaan tokoh dalam novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata dapat ditinjau dengan menggunakan tinjauan psikologi sastra..

nilai-nilai patriotisme yang terkandung dalam novel TD dengan menerapkan teori.