POTENSI WISATA RELIGIUS DI VIHARA BUDDHAGAYA
WATUGONG SEMARANG
LAPORAN TUGAS AKHIR
diajukan untuk memenuhi sebagaian persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya
pada Program Studi Diploma III Usaha Perjalanan Wisata
Oleh :
Dewi Kartikawati
C.9407009
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan rangkaian lebih dari 13.000 pulau yang sangat
srategis di antara benua Asia dan Australia serta di antara samudra Indonesia
dan samudra Pasifik. Oleh karena itu Indonesia merupakan salah satu negara
yng mempunyai banyak sumber daya alam, terdapat banyak suku bangsa yang
berbeda-beda, kemajemukan peradaban kepercayaan dan kebudayaan yang
sebagaimana kekayaan ini bisa menjadi obyek dan daya tarik dalam dunia
kepariwisataan yang kemudian dapat dikembangkan dalam industri pariwisata.
Dalam pengembangan pariwisata yang merupakan sektor andalan
berpotensi umtuk meningkatkan devisa negara, mendorong pertumbuhan
ekonomi bangsa, memberdayakan perekonomian masyarakat serta menjunjung
tinggi nilai-nilai budaya bangsa.
Pariwisata pada hakekatnya berlandaskan pada keindahan alam, flora,
fauna, air laut khatulistiwa yang hangat sepanjang masa, kebudayaan
multi-etnis, adat-istiadat, busana dan makanan
, way of liveyang ramah, situs dengan
benda-benda sejarah purbakala dan sebagainya. (Nyoman S. Pendit,2005:51)
Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang lengkap di dunia ini,
telah mengadakan perhubungan dengan berbagai negeri tetangga. Salah
satunya adalah hubungan dagang dan ahli teknologi serta sastra budaya yang
selaras dan seimbang dengan nafas hidup masyarakat nusantara.
Dunia usaha dan pariwisata sebagai motor utama penggerak
perekonomian di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah yang dapat
dikembangkan secara luas dan mendalam. Jawa Tengah merupakan pangsa
pasar yang sangat potensial dan dinamis. Potensi pariwisata yang beragam
baik wisata alam, budaya, religi maupun sejarah. Demikian juga dengan kota
Semarang yang merupakan ibu kota Jawa Tengah penduduknya sangat
heterogan, terdiri dari campuran etnis Jawa, Cina, Arab dan keturunannya.
Juga etnis lain dari beberapa daerah di Indonesia yang datang ke Semarang
untuk berusaha, menuntut ilmu maupun menetap di Semarang. Kendati
warganya sangat heterogen, namun sosial masyarakat kota Semarang sangat
damai. Toleransi kehidupan umat beragama sangat dijunjung tinggi.
Kota Semarang merupakan kota yang beraktivitas padat, maka
penduduk terutama Kota Semarang sering merasa kejenuhan dengan
kehidupan sehari-hari. Maka untuk menghilangkan rasa kejenuhan tersebut
adalah dengan berwisata Biasanya, setelah berwisata akan merasa segar dan
siap untuk kembali menekuni aktivitas sehari-hari. Namun, sebenarnya dapat
memperoleh manfaat lebih dengan melakukan rekreasi. Melalui wisata religi,
selain menyegarkan pikiran, juga dapat menambah wawasan bahkan
mempertebal keyakinan kita kepada Sang Pencipta.
adanya mitos dan legenda mengenai tempat tersebut, ataupun keunikan dan
keunggulan arsitektur bangunannya.
Potensi wisata religi di negara kita sangatlah besar. Hal ini
dikarenakan sejak dulu Indonesia dikenal sebagai negara religius. Banyak
bangunan atau tempat bersejarah yang memiliki arti khusus bagi umat
beragama. Selain itu, besarnya jumlah penduduk Indonesia, dimana hampir
semuanya adalah umat beragama, merupakan sebuah potensi tersendiri bagi
berkembangnya wisata religi.
Kota Semarang nampaknya akan terus berkembang selain sebagat
kota perdagangan juga menjadi kota pariwisata. Pariwisata di kota Semarang
meliputi beberapa jenis wisata di antaranya wisata sejarah, wisata budaya,
wisata alam, wisata kuliner dan wisata religi. Wisata religi di Kota Semarang
meliputi Masjid Agung Jawa Tengah, bangunannya meneladani prinsip gugus
model kluster dari Nabawi di madinah. Gereja Blenduk, gereja pertama kali di
semarang karena kubahnya yanga seperti irisan bola sehingga orang
mengatakan “Mblenduk”. Klenteng Gedung Batu (Sam Poo Kong) dibangun
oleh seorang bernama Sam Poo Tay Djien dalam lawatanya ke Semarang,
klenteng ini memberikan inspirasi bagi berkembangnya berbagai leganda
mengenai semarang. Vihara BuddhaGaya Watugong, yang merupakan
komplek dari suatu vihara dan pembangunannya dilatarbelakangi oleh
kebutuhan dan kehidupan buddha di Indonesia.
peninggalan bangunan yang tersebar seperti Candi Mendut, Candi Borobudur
yang menjadi kebanggaan riwayat buddha. Namun sayang, sumbangsih
peradaban buddha pada nusantara Indonesia “tertidur pulas” maka praktis
tidak ada lagi kegiatan religius bernuansa budhia selama beratus tahun
kemudian. Indonesia menggunakan semboyan “Mitreka Satata” yang berarti
“Persahabatan dengan dasar saling menghormati”, khususnya untuk dapat
mengadakan kerjasama yang menguntungkan dengan para penguasa
Indonesia. Semboyan tersebut mampu menempatkan nusantara diperhitungkan
oleh konstelasi politik berbagai negara di asia tenggara.
Vihara Buddhagaya Watugong yang terletak di JI Perintis
Kemerdekaan Semarang tepatnya di depan Makodam IV/ Diponegoro
Semarang. Vihara ini menempati lahan seluas 2,3 ha. Peresmian Vihara
Buddhagaya ini dilakukan secara bertahap mulai dari bangunan utama sampai
bangunan pendukung/fasilitas lainnya. Yang jelas Pagoda Avalokitesvara atau
yang lebih dikenal dengan Pagoda Kwan Im dibangun tahun 2004 dan
diresmikan tanggal 14 juli 2005, tetapi ada bangunan utama lain yang lebih
dahulu dibangun sekitar tahun 2002 yaitu Dhammasala.
lantai dasar digunakan sebagai ruang aula serbaguna untuk kegiatan
pertemuan dan lantai atas digunakan untuk upacara keagamaan yang terdapat
patung Sang Buddha Duduku. Vihara ini salah satu kebanggaan bagi warga
Kota Semarang pada khususnya dan Jawa Tengah pada umummnya.
Dikembangkan menjadi obyek dan daya tarik wisata. Pada mulanya Vihara
Buddhagaya hanya digunakan sebagai tempat ibadah. Dengan melihat
arsitektur bangunan yang sangat kental dengan etnik Tiongkok Cina dan
Thailand. Semua ini merupakan potensi wisata yang dapat diandalkan dan
dikembangkan menjadi dearah tujuan wisata. Melalui POTENSI WISATA
RELIGIUS DI VIHARA BUDDHAGAYA WATUGONG SEMARANG.
B. PERUMUSAN MASALAH
Ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian
ini yaitu:
1.
Mengapa Vihara Buddhagaya Watugong dibangun di Desa Pudak Payung
Semarang?
2.
Potensi apa saja yang dikembangkan untuk dijadikan obyek dan daya tarik
wisata ?
C.
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui munculnya Vihara Buddhagaya Watugong dibangun di
Desa Pudak Payung Semarang.
2.
Untuk mengetahui potensi apa saja yang dapat dikembangkan untuk
dijadikan obyek dan daya tarik wisata.
3.
Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pengembangan obyek
wisata di Vihara Buddhagaya Watugong Semarang.
D.
MANFAAT PENELITIAN
Di dalam mengadakan suatu penelitian sudah pasti ingin mendapatkan
sesuatu manfaat yang berguna bagi penulis bagi obyek itu sendiri maupun
bagi akademik.
1.
Manfaat Teoritis
a.
Untuk meningkatkan pengetahuan pembaca pada umumnya dan
mahasiswa UPW pada khususnya serta menghasilkan lulusan yang
professional di bidang pariwisata.
b.
Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari bangku kuliah dengan
keadaan yang sebenarnya yang berada di lapangan.
2.
Manfaat Praktis
mengetahui sejarah perkembangan vihara tersebut sehingga dapat
dikembangkan secara optimal sebagai potensi pariwisata.
E.
KAJIAN PUSTAKA
Dalam buku
Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana yang ditulis
oleh Nyoman S. Pendit tahun 2003 telah dibahas berhubungan dengan istilah
pariwisata yang terlahir dari bahasa Sanskerta dengan
kompnen-komponennya yang terdiri dari, Pari : penuh, lengkap, komunitas. Wis (man):
rumah, property, kampung, komunitas. Ata: pergi, terus menerus,
mengembara Kemudian yang dirangkai menjadi satu kata melahirkan istilah
pariwisata, berarti : pergi secara lengkap meninggalkan rumah (kampung)
berkeliling terus menerus. Istilah pariwisata sebagai pengganti istilah asing
“tourism” atau “travel” diberi nama oleh pemerintah Indonesia: “Mereka yang
meninggalkan rumah untuk mengadakan perjalanan tanpa mencari nafkah
ditempat-tempat yang dikunjungi sambil menikmati kunjungan mereka.
(Nyoman S.Pendit, 2003:1)
Dalam UU No.10/2009 kepariwisataan didefinisikan keseluruhan
kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
miltidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara
serta interaksi antar wisatawan dan masyarakat setampat, sesama wisatawan,
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pengusaha.
dilakukan pemerintah maupun masyarakat. Secara khusus pariwisata adalah
segala yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan obyek dan daya
tariknya serta usaha dengan penyelenggaraan pariwisata
Wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal disuatu negara
tanpa memandang kewarganegaraan, berkunjung ke suatu tempat pada negara
yang sama untuk jangka waktu lebih dari 24 jam yang tujuan perjalanannya
dapat diklasifikasikan pada salah satu hal berikut ini :
a.
Memanfaatkan waktu luang untuk berekreasi, liburan, pendidikan,
keagamaan, kesehatan dan olahraga.
b.
Bisnis atau mengunjungi kaum keluarga
Darmawisata adalah pengunjung sementara yang menetap kurang dari
24 jam di Negara yang dikunjungi.
Pengertian “wisatawan” tercantum dalam instruksi Presiden RI No. 9
tahun 1969, yaitu setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk
berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungan itu.
Untuk tujuan praktisnya Departemen pariwisata menggunakan definisi
“wisatawan” sebagai berikut wisatawan bisa saja adalah setiap orang yang
melakukan perjalanan dan menetap ditempat lain selain tempat tinggalnya,
untuk salah satu atau beberapa alasan, selain mencari pekerjaan (Happy
Marpaung, 2002:36-37)
a.
Menurut asal wisatawan
Pertama-tama perlu diketahui apakah wisatawan berasal dari dalam atau
luar negeri kalau asalnya dari dalam negeri berarti maka disebut pariwisata
domestik, sedangkan kalau ia datang dari luar negeri disebut pariwisata
internasional.
b.
Menurut akibatnya terhadap neraca pembayarannya
Kategori wisatawan dari luar negeri adalah membawa mata uang asing.
Pemasukan valuta asing ini berarti memberi dampak positif terhadap
neraca pembayaran luar negeri suatu negara yang dikunjunginya yang ini
disebut pariwisata aktif. Sedangkan kepergian orang warga negara ke luar
negeri memberikan dampak negatif terhadap neraca pembayaran luar
negerinya, disebut pariwisata pasif.
c. Menurut jangka waktu
Kedatangan seorang wisatawan disuatu tempat/negara diperhitungkan pula
waktu lamanya ia tinggal di tempat atau negara yang bersangkutan.
d. Menurut jumlah wisatawan
Perbedaan ini diperhitungkan dalam jumlah wisatawan yang datang sendiri
/rombongan. Maka timbulah istilah-istilah pariwisata tinggal dan
rombongan.
e. Menurut alat angkut yang digunakan
Selain itu juga Nyoman S. Pendit membahas
berkenaan dengan jenis
pariwisata antara lain :
a.
Wisata Budaya
Ini dimaksudkan agar perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan
untuk memperluas pandangan hidup seorang dengan jalan mengadakan
kunjungan/peninjauan ke tempat lain/keluar negeri. Mempelajari keadaan
rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup, budaya dan seni
mereka.
b.
Wisata kesehatan
Hal ini dimaksudkan perjalanan seorang wisatawan dengan tersebut untuk
menemukan keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari dimana ia tinggal
demi kepentingan kesehatan baginya dalam arti jasmani dan rohani,
dengan mengunjungi tempat peristirahatan seperti mata air panas
mengandung mineral yang dapat menyembuhkan, tempat yang
mempunyai ikllim udara menyehatkan/tempat yang menyediakan
fasilitas-fasilitas kesehatan lainnya.
c.
Wisata konvensi
d.
Wisata Pertanian
Wisata pertanian adalah pengorganisasian perjalanan yang dilakukan
keproyek-proyek pertanian, perkebunan, ladang pembimbitan dan
sebagainya dimana wisatawan rombongan dapat mengadakan kunjungan
dan peninjauan untuk tujuan studi maupun melihat lihat keliling sambil
menikmati segarnya tanaman beraneka warna dan suburnya pembibitan
berbagai jenis sayur mayur dan palawija disekitar perkebunan.
e.
Wisata Maritim (Marina) atau Bahari
Jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan olahraga air, lebih-lebih
di danau, bengawan, pantai, teluk, atau laut lepas seperti memancing,
berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, berkeliling
melihat-lihat taman laut dengan pemandangan indah dibawah permukaan air.
f.
Wisata Pilgrim
g.
Wisata Petualangan
Seperti masuk hutan belantara yang tadinya belum pernah dijelajahi penuh
binatang buas, mendaki tebing teramat terjal, terjun ke dalam sungai yang
sangat curam, arum jeram disungai yang arusnya liar masuk goa penuh
misteri dan sebagainya.
Dalam buku
Istilah-istilah dunia pariwisataoleh Damardjati tahun
2001 telah diuraikan pengertian potensi. Potensi pariwisata merupakan segala
hal dan keadaan baik nyata dan dapat diraba maupun yang tidak teraba, yang
digarap,
diatur
dan
disediakan
sedemikian
rupa
sehingga
dapat
bermanfaat/dimanfaatkan/diwujudkan sebagai kemampuan, faktor dan unsur
yang diperlukan /menentukan bagi usaha dan pengembangan kepariwisataan
baik itun berupa suasana, kejadian, benda maupun layanan/jasa-jasa.
(Damardjati 2001:128)
Dalam
Kamus Pariwisata dan Perhotelanditulis oleh Kodhya,Ramaini
tahun 1992 analisis diartikan penguraian suatu pokok menjadi
bagian-bagiannya dan penelaahan suatu bagian secara tersendiri serta hubungan
antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti
keseluruhan.
Dalam
Kamus Besar bahasa Indonesia edisi keduatahun 1989, wihara
diartikan biara yang didiami oleh para biksu (umat budha).
1.
Dhammasala adalah tempat puja bhakti, upacara keagamaan dan
pembabaran Dhamma (ajaran Sang Buddha). Di tempat ini umat budha
melakukan puja bhakti, upacara keagamaan dan mendengarkan pembabran
Dhamma yang disampaikan dan dipimpin oleh para bhiksu, pandita dan
dhammaduta (umat yang menyampaikan dhamma). Tempat ini merupakan
tempat utama vihara yang bersifat umum.
2.
Uposathagara adalah gedung tempat
uposatha(persamuan para bhiku),
yang berfungsi sebagai tempat pentabisan bhikku, tempat upagara resmi
keagamaan, pembacaan
patimokka, yaitu 227 peraturan kebhikkuan yang
dilakukan setiap bulan gelap (tidak ada bulan) dan bulan terang (bulan
purnama), penyelesaian pelanggaran bhikku dan penentuan hak kathina
dan sebagai tempat meditasi bersama umat Budha. Tempat ini bersifat
tidak untuk umum hanya untuk para bhikku, samanera dan pandita saja
meskipun tidak ada larangan untuk umat secara langsung.
3.
Kuthi adalah tempat tinggal para bhikku, bhikkuni (bhikku wanita),
samanera
(calon
bhikku)
dan
samneri
(calon
bhikkuni).
(http://diglib.petra.ac.id 8 april 2010.)F. METODE PENELITIAN
1.
Lokasi Penelitian
Banyumanik Kota Semarang. Dibuka untuk umum setiap hari. Dari pusat
Kota Semarang memerlukan waktu 45 menit. Dalam perjalanan dari
Semarang menuju Solo atau Jogjakarta di kiri jalan sebelum Kota
Ungaran, kita dapat melihat Vihara Buddhagaya Watugong.
2.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penyusunan penelitian ini untuk mendapatkan data yang
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka disini penulis
mengumpulkan data dengan teknik pengumpulan data sebagai :
a.
Observasi
Observasi dilakukan dengan mengamati keadaan sebenarnya
dengan usaha yang disengaja untuk memperoleh dan mengatur tanpa
memanipulasi. Dalam hal ini langsung ke objek wisata Vihara
Buddhagaya watugong pada tanggal 16 februari - 5 april 2010 untuk
mengamati keadaan sekitar obyek penelitian sehingga dapat diperoleh
data yang akurat. Antara lain mengenai sejarah vihara, bentuk
bangunan, kegiatan yang ada di vihara dan lain sebagainya yang
berhubumgan dengan vihara tersebut.
b.
Wawancara
Dalam hal ini wawancara dilakukan penulis dengan narasumber
yaitu orang-orang yang benar-benar tahu tentang sejarah dan
perkembangan Vihara Buddhagaya ini. Narasumber tersebut adalah :
1.
Pak Wahyudi Agus sebagai Wakil sekretaris Vihara Buddhagaya
Watugong Semarang.
2.
Pak Edi sebagai petugas yang menjelaskan mengenai sejarah
Vihara Buddhagaya Watugong Semarang.
3.
Pak Dharma sebagai Petugas perpustakaan Vihara Budhagaya
Watugong Semarang.
4.
Ibu Ratna sebagai petugas bagian pemasaran di Disbudpar Kota
Semarang
c.
Studi Dokumen
Studi
dokumen
adalah
mengumpulkan
data
dengan
memanfaatkan dokumen yang ada. (Kusmayadi dan Endar Sugiarto
2000: 85)
Dalam studi dokumen ini penulis memperoleh data secara
langsung dari tempat penelitian meliputi : laporan kegiatan tahun 2008
dan 2009 Vihara Buddhagaya Watugong, foto-foto dan data-data yang
relevan di Vihara Buddhagaya Watugong.
d.
Studi Pustaka.
sumber lainnya yang sehingga diperoleh data yang mendukung
penelitian di Vihara Budhagaya Watugong tersebut.
3.
Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisa diskriftif yaitu
penelitian yang mendiskripsikan atau menggambarkan, melukiskan
fenomena yang diteliti dengan sistematis, aktual dan akurat. Penelitian ini
tidak selalu mambutuhkan hipotesis, demikian pula dengan perlakuan atau
memanipulasi terhadap variabel-variabel penelitian. (Kusmayadi, Endar
Sugiarto 2000 :59)
Data yang telah dikumpulkan dari wawancara dan observasi.
Kemudian data dianalisis maka dapat dibuat kesimpulan sebagai hasil
pernelitian.
G.
SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN
Bab I Pendahuluan yang meliputi tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian
dan sistematika penilisan.
Bab II Gambaran umum Kota Semarang yang antara lain dari
sejarah Kota Semarang, keadaan geografi dan demografi Kota Semarang,
potensi obyek wisata di Kota Semarang.
junjungan tahun 2005-2009 Vihara Buddhagaya Watugong, rencana
pembangunan dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan vihara,
BAB II
GAMBARAN UMUM KOTA SEMARANG
A. SEJARAH KOTA SEMARANG
Semarang sebagai kota raya dan lbu kota Jawa Tengah, memiliki sejarah yang panjang. Mulanya dari dataran lumpur, kemudian berkembang pesat menjadi lingkungan maju dan menampakkan diri sebagai kota yang penting. Sebagai kota besar, ia menyerap banyak pendatang. Mereka menetap, kemudian mencari penghidupan di Kota Semarang sampai akhir hayatnya. Lalu susul menyusul kehidupan generasi berikutnya. Di masa dulu, ada seorang dari kesultanan Demak bernama pangeran Made Pandan bersama putranya Raden Pandan Arang, meninggalkan Demak menuju ke daerah Barat Disuatu tempat yang kemudian bernama Pulau Tirang, membuka hutan dan mendirikan pesantren dan menyiarkan agama Islam. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu muncullah pohon asam yang arang (bahasa Jawa: Asem Arang), sehingga memberikan gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang. (http://www.semarang.co.id 14 februari 2010)
Sebagai pendiri desa, kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya, pimpinan daerah dipegang oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II. Di bawah pimpinan Pandan Arang, daerah Semarang semakin menunjukkan pertumbuhannya yang meningkat, sehingga menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari Pajang. Karena persyaratan peningkatan
daerah dapat dipenuhi, maka diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan Kabupaten. Akhirnya Pandan Arang oleh Sultan Pajang melalui konsultasi dengan Sunan Kalijaga, juga bertepatan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 rabiul awal tahun 954 H atau bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1547 masehi dinobatkan menjadi Bupati yang pertama. Pada tanggal tersebut "secara adat dan politis berdirilah kota Semarang".
Masa pemerintahan Pandan Arang II menunjukkan kemakmuran dan kesejahteraan yang dapat dinikmati penduduknya. Namun masa itu tidak dapat berlangsung lama karena sesuai dengan nasihat Sunan Kalijaga, Bupati Pandan Arang II mengundurkan diri dari hidup keduniawian yang melimpah ruah. la meninggalkan jabatannya, meniggalkan Kota Semarang bersama keluarga menuju arah selatan melewati Salatiga dan Boyolali, akhirnya sampai ke sebuah bukit bernama Jabalekat di daerah Klaten. (http ://www.semarang.co.id 14 Februari 2010)
Surohadmienggolo (1751-1773), Surohadimenggolo IV (1773-?), Adipati Surohadimenggolo V atau kanjeng Terboyo (?), Raden Tumenggung Surohadiningrat (?-1841), Putro Surohadimenggolo (1841-1855), Mas Ngabehi Reksonegoro (1855-1860), RTP Suryokusurno (1860-1887), RTP Reksodirjo (1887-1891), RMTA Purbaningrat (1891-?), Raden Cokrodipuro (?-1927), RM Soebiyono (1897-1927), RM Amin Suyitno (1927-1942), RMAA Sukarman Mertohadinegoro (1942-1945), R. Soediyono Taruna Kusumo (1945-1945), hanya berlangsung satu bulan, M. Soemardjito Priyohadisubroto (tahun 1946, 1949 - 1952 yaitu masa Pemerintahan Republik Indonesia) pada waktu Pemerintahan RIS yaitu pemerintahann federal diangkat Bupati RM.Condronegoro hingga tahun 1949. Sesudah pengakuan kedaulatan dari Belanda, jabatan Bupati diserah terimakan kepada M. Sumardjito. M. Sumardjito digantikan oleh R. Oetoyo Koesoemo (1952-1956). Kedudukannya sebagai Bupati Semarang bukan lagi mengurusi kota melainkan mengurusi kawasan luar kota Semarang. Hal ini terjadi sebagai akibat perkembangnya Semarang sebagai Kota Praja. (http ://www.semarang.co.id 14 Februari 2010)
Belanda. Tahun 1946 lnggris atas nama Sekutu menyerahkan kota Semarang kepada pihak Belanda. Ini terjadi pada tangga l6 Mei 1946. Tanggal 3 Juni 1946 dengan tipu muslihatnya, pihak Belanda menangkap Mr. Imam Sudjahri, walikota Semarang sebelum proklamasi kemerdekaan. (http://www.semarang.co.id 14 Februari 2010)
Praja dan akhirnya menjadi Kota Semarang adalah sebagai berikut : (http://www.semarang.co.id 14 Februari 2010)
1. Mr. Moch.lchsan
2. Mr. Koesoebiyono (1949 - 1 Juli 1951)
3. RM. Hadisoebeno Sosrowardoyo ( 1 Juli 1951 - 1 Januari 1958) 4. Mr. Abdulmadjid Djojoadiningrat ( 7Januari 1958 - 1 Januari 1960) 5. RM Soebagyono Tjondrokoesoemo ( 1 Januari 1961 - 26 April 1964) 6. Mr. Wuryanto ( 25 April 1964 - 1 September 1966)
7. Letkol. Soeparno ( 1 September 1966 - 6 Maret 1967) 8. Letkol. R.Warsito Soegiarto ( 6 Maret 1967 - 2 Januari 1973) 9. Kolonel Hadijanto ( 2 Januari 1973 - 15 Januari 1980)
10. Kol. H. Imam Soeparto Tjakrajoeda SH ( 15 Januari 1980 - 19 Januari 1990) 11. Kolonel H.Soetrisno Suharto ( 19 Januari 1990 - 19 Januari 2000)
12. H. Sukawi Sutarip SH. ( 19 Januari 2000 – 19 Januari 2010) 13. Drs. H. Soemarmo Hadi saputro ( 19 Juli 2010-19 Juli 2015)
B. KEADAAN GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KOTA SEMARANG
1. Geografi
Kota Semarang). Daeraah dataran rendah di Kota Semarang sangat sempit yakni sekitar 4 km dari garis pantai. Dataran rendah ini dikenal dengan sebutan Kota Bawah. Di Kota Bawah hampir seluruh aktivitas ekonomi Kota Semarang berlangsung, seperti, kawasan Simpang Lima yang terkenal dengan aktivitas belanja dan kulinernya, atas kawasan Pandanaran dan Pemuda dengan gedung-gedung perkantoran. Untuk daerah industri ditempatkan di pinggir baatas Kota Kendal ataupun daerah Kaligawe yang berbatasan dengan Demak.
Kota Atas disebelah Selatan yang merupakan dataran tinggi. Di beberapa titik Kota Atas dapat digunakan untuk melihat pemandangan Kota Semarang seperti kawasan Gombel yang sudah sangat terkenal, karena kelebihannya itu di Gombel pada malam hari sangat aktif dengan kegiatan kulinernya yaitu beberapa restoran dan kafe kecil memanfaatkan pemandangan Kota Semarang pada malam hari untuk disajikan pada tamu-tamunya (www.geografi Kota Semarang.com 20 Februari 2010).
2. Demografi
penduduk. Ini menunjukkan potensi tenaga kerja dan segi kuantitas amat besar, sehingga kebutuhan tenaga kerja bagi mereka yang tertarik menanamkan investasinya di sini tidak menjadi masalah lagi. Belum lagi penduduk dari daerah hinterlandnya. Sementara itu jika kita lihat mata pencaharian penduduk tersebut tersebar pada pegawai negeri, sektor industri, ABRI, petani, buruh tani, pengusaha, pedagang, angkutan dan selebihnya pensiunan.
Dari aspek pendidikan dapat dilihat, bahwa rata-rata anak usia sekolah di Kota Semarang dapat melanjutkan hingga batas wajar sembilan tahun, bahkan tidak sedikit yang lulus SLTA dan Sarjana. Meskipun masih ada sebagian yang tidak mengenyam pendidikan formal, namun demikian dapat dicatat bahwa sejak tahun 2003 penduduk Kota Semarang telah bebas dan 3 buta (buta aksara, buta angka dan buta pengetahuan dasar). Dengan komposisi struktur pendidikan demikian ini cukup mendukung perkembangan Kota Semarang, apalagi peningkatan kualitas penduduk yang selalu mendapat prioritas utama didalam upaya peningkatan kesejahteraan. Tingkat kepadatan penduduk memang belum merata. Penduduk lebih tersentral di pusat kota. Pertumbuhan penduduk rata-rata 1,43% /tahun. Ini berarti laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan, setidaknya terkendali dan kesejahteraan umum segera terealisasi. (www.demografi kota semarang.co.id 20 Februari 2010)
C. POTENSI OBYEK WISATA DI KOTA SEMARANG
semarang tidak lepas dari perjalanan sejarah yang panjang. Oleh sebab itu terdapat berbagai macam potensi objek wisata yaitu diantaranya : 1.Obyek Wisata Alam
Wisata alam di Kota Semarang antara lain :
a. Goa Kreo
Goa Kreo adalah sebuah goa yang dipercaya sebagai petilasan Sunan Kalijaga saat mencari kayu jati untuk membangun Masjid agung Demak. Menurut legenda Sunan Kalijaga bertemu dengan sekawanan kera yang kemudian disuruh menjaga kayu jati tersebut. Kata “Kreo” berasal dari kata Mangrebo yang berarti peliharalaah atau jagalah. Kata inilah yang kemudian menjadikan goa ini disebut Goa Kreo dan sejak itu kawanan kera yang menghuni kawasan ini dianggap sebagai penunggu.
Selain menikmati pemandangan alam yang indah dan udara yang sejuk serta bercanda dengan kera penunggu kawasan ini. Obyek wisata ini terletak di Dukuh talunkacang, Kelurahan Kendi, Kecamatan Gunung Pati kurang lebih 8 km dari Tugu Muda, dibuka untuk umum jam 08.30 sampai dengan 18.00 WIB. Dan setiap tanggal 3 syawal diadakan upacara sesaji Rewonda. (Disbudpar Kota Semarang 2009 : 4)
b. Pantai Marina
bersebelahan dengan area PRPP dan Maerokoco. (Disbudpar Kota Semarang 2009 : 5)
c. Gardu Pandang Gombel
Taman yang berada di tanjakan Gombel ini dahulu dikenal dengan Taman Tabanas sebagai daerah perbukitan, daerah ini lebih sejuk dari Semarang bawah. Pengunjung / wisatawan bisa menikmati pemandangan Kota Bawah dan terletak di Jl. Setiabudi berjarak kurang lebih 8 km dari Tugu Muda. Terbuka untuk umum dan setiap saat. (Disbudpar Kota Semarang 2009 : 6)
1. Obyek Wisata Sejarah
Kota Semarang mempunyai berbagai macam wisata sejarah antara lain : ( www. wisata sejarah kota semarang.com. 27 juli 2010)
a. .Tugu Muda
b. Lawang Sewu
Terletak di komplek Tugu Muda, dahulu merupakan gedung megah bergaya art deco, yang digunakan Belanda sebagai Kantor Pusat Kereta Api (Trem), atau lebih dikenal dengan Nederlandsch Indische Spoorweg Maschaappij (NIS). Bangunan karya Arsitek Belanda Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J Queendag menurut catatan sejarah dibangun tahun 1903. kemudian diresmikan pada tanggal 1 Juli 1907. masyarakat Semarang lebih mengenal gedung ini dengan sebutan Gedung Lawang Sewu, mengingat gedung ini memiliki jumlah pintu dalam jumlah banyak, yang dalam bahasa jawa Lawang Sewu yaitu Lawang berarti pintu dan sewu berarti seribu.
c. Kota Lama
Semarang telah menjadi strategis di wilayah pesisir utara pulau Jawa sejak penjajahan Belanda sebagai Kota Perdagangan maupun Ibukota Pemerintahan Kolonial Belanda. Peninggalan Belanda berupa gedung-gedung tua di sudut kota masih tetap berdiri kokoh hingga sekarang. Diantaranya ada yang difungsikan sebagai hotel, rumah tinggal dan perkantoran perusahaan Jawatan. Kawasan Kota Lama telah direvitalisasi dan dijadikan kawasan cagar budaya tidak terkena banjir dan rob air laut.
Di kawasan tersebut wisatawan dapat menyaksikan peninggalan pusat perdagangan pada jaman dulu. Terletak di Jl. Letjen Soeprapto kuraang lebih 3 km dari arah timut, dibuka untuk umum setiap hari.
Museum yang terletak di Jl. Abdurrahman Saleh ini merupakan museum terlengkap di Semarang yang memiliki koleksi sejarah, alam, arkeologi, kebudayaan, era pembangunaan dan wawasan nusantara. Dengan nama yang diambil dari nama salah satu pujangga Indonesia, yang terkenal dengan hasil karyanya dalam bidang filsafat dan kebudayaan, museum ini menempati luas tanah 1,8 hektare, museum ini dibuka setiap hari pukul 08.00 – 14 WIB. Berjarak kurang 3 km dari Tugu Muda. Dapat dijangkau dengan transportasi umum maupun pribadi.
2. Obyek Wisata Religi
Selain sebagai kota wisata, Kota Semarang juga dikenal sebagai kota religi. Oleh karena itu terdapat berbagai macam objek wisata religi antara lain :
a. Gereja Blenduk
Terletak di Jl. Letjen Soeprapto No. 32 merupakan bangunan yang memiliki gaya arsitektur Phantheon didirikan pada tahun 1753 sebagai gereja pertama di Semarang dan dipugar tahun 1894 oleh arsitek Belanda bernama HPA de Wilde dan Westmaas. Disebut Gereja Blenduk karena bentuk kubahnya yang seperti irisan bola, sehingga orang mengatakan “mblenduk”. Bangunan berbentuk segi delapan beraturan (hexagonal) dengan keunikan interiornya. Sebagai salah satu bangunan kuno di lingkungan Kota Lama yang banyak dikunjungi wisatawan dan sampai sekarang merupakan tempat ibadah. (Disbudpar Kota Semarang 2009: 13)
Masjid Agung Jawa Tengah bangunannya meneladani prinsip gugus model kluster dari Masjid Nabawi di Madinah. Bentuk penampilan arsitekturnya merupakan gubahan baru yang mengambil model dari tradisi para wali dengan membubuhkan corak universal arsitektur Islam pada bangunan pusatnya dengan menonjolkan kubah utama yang dilengkapi dengan minaret runcing menjulang di keempat sisinya.
Masjid beserta fasilitas pendukungnya terletak di Jl. Gajah Raya, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari menempati tanah babad Masjid Agung Semarang seluas 10 ha dan mampu menampung jemaah lebih kurang 13.000 orang.
Di samping bangunan masjid disini juga dilengkapi fasilitas-fasilitas yang lain seperti : ruang kantor, ruang kursus, dan pelatihan, ruang perpustakaan, ruang akad nikah, dan auditorium. Dalam upaya penggalian dana dalam kompleks juga dibangun galeri pertokoan, ruang kantor yang disewakan, hotel dan toko cinderamata. (Disbudpar Kota Semarang 2009 :14)
a. Makam Ki Ageng Pandanaran
Makam Ki Ageng Panandaran tersebut berada di Jalan Mugas Dalam 11/4, kelurahan Mugasari kurang lebih 1 km dari Tugu Muda, dibuka untuk umum setiap hari dan setiap saat. (Disbudpar Kota Semarang 2009 :16)
b. Klenteng Gedung Batu (Sam Poo Kong)
Dibangun oleh seorang Tiongkok bernama Sam Poo Djien dalam lawatannya ke Semarang klenteng tersebut memberikan inspirasi bagi berkembangnya berbagai legenda mengenai kota Semarang. Tiap tahun baru bertepatan tanggal 29 lak Gwee penanggalan Tionghoa, diadakan upacara ritual memperingati hari ulang tahun Sam Poo Tay Kak Sie Gong Lombok menuju klenteng Sam Poo Kong. Terletak di jalan Simongan 129 kurang lebih 2 km dari Tugu Muda kea rah Barat Daya, dibuka untuk umum setiap saat selama 24 jam penuh. ( Disbudpar Kota Semarang 2009 : 17)
c. Vihara Buddha Gaya
karena dari mulai genteng, aksesoris, relief tangga dari batu (9 naga), kolam naga, lampu naga, air mancur, naga hingga patung burung Hong dari lilin, seluruhnya diambil dari Cina. Terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan terbuka untuk umum setiap hari. (Disbudpar Kota Semarang 2009 :17)
3. Obyek Wisata Budaya dan Seni
Bermacam - macam budaya yang ada di Kota Semarang dapat dilihat dari upacara - upacara tradisional dan kesenian daerah antara lain : (www.wisata budaya kota semarang.com 22 Februari 2010)
a. Puri Maerokoco
Sebuah obyek wisata yang berada di Jl. Yos Sudarso kurang labih 5 km dari Tugu Muda, satu komplek dengan PRPP. Sebagai Taman Mini Jawa Tengah yang merangkum semua rumah adat yang disebut anjungan dari 35 Kabupaten dan kota di Jawa Tengah. Di dalam rumah-rumah tersebut digelar hasil untuk industri kerajinan yang diproduksi oleh masing-masing daerah. Dibuka untuk umum jam 08.00 – 18.00 WIB. Dapat dijangkau dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi.
b. Dugderan
diambil dari perpaduan bunyi dudug dan bunyi meriam yang mengikuti kemudian diasumsikan dengan der.
Ciri khas acara tersebut adalah warak Ngendok sejenis binatang rekaan yang bertubuh kambing berkepala naga kulit sisik emas, visualisasi warak ngendok dibuat dari kertas warna-warni. Acara ini dimulai jam 08.00 sampai magrib di hati yang sama juga diselenggarakan festival warak dan Jipin Blantenan.
a. Gambang Semarang
Keseniaan gambang semarang merupakan perpaduan antara tari dengan diiringi alat musik dari bilah-bilah kayu dan gamelan Jawa yang biasa disebut “Gambang”. Muncul pada event-event tertentu : Festival Dugderan, Festival Jajan Pasar, Gombang Semarang telah ada tahun 1930 dengan bentuk paguyuban yang anggotanya terdiri dari pribumi dan peranakan Cina dengan mengambil tempat pertunjukan di gedung pertemuan Bian Hian Tiong di Gang Pinggir. Jenis alat musik yang dipakai adalah kendang, boning, kempul, gong, suling, kecrek, gombang serta alat musik gesek. Disamping musik ada penari dan penyanyi / vokalis.
4. Obyek Wisata Buatan dan Hiburan
Untuk lebih meningkatkan kunjungan wisatawan dan mengembangkan berbagai maka dibuat obyek wisata buatan dan hiburan di Kota Semarang yang antara lain : (Observasi wisata buatan Kota Semarang 22 Februari 2010)
Salah satu tempat yang menjadi ciri khas Kota Semarang adalah Simpang Lima. Berkembangnya fungsi Simpang Lima menjadi alun-alun merupakan saran Presiden Pertama RI yang menyarankan pengadaan alun-alun di Semarang sebagai ganti dari Kanjengan (alun-alun-alun-alun lama).
Sebagai pusat kota, Simpang Lima juga merupakan pusat perbelanjaan karena telah menjadi pusat pertokoan, banyak mall, dan pusat akomodasi Simpang Lima merupakan tempat untuk upacara resmi dan juga menjadi tempat berlangsungnya pertunjukan, tempat rekreasi, bahkan sebagai pasar tiban pada waktu-waktu tertentu. Berbagai jenis makanan baik makanan berat maupun makanan ringan dijual dengan gaya lesehan mengambil tempat sekitar trotoar dan sekeliling alun-alun. Sementara itu souvenir, aalat sekolah sampai alat rumah tangga, sandal, dll.
b. Taman Margasatwa Semarang
Taman Maargasatwa Wonosari Mongkong merupakan relokasi dari kebun binatang Tinjomoyo. Sebagian besar satwa yang sebelumnya berada di Tinjomoyo, telah dipindah ditempat tersebut. Tempat rekreasi tersebut berada di pintu masuk kota semarang, tepatnya di Jalan Raya Semarang – Kendal km 17. dibuka untuk umum, mulai jam 08.00 - 17.00 WIB. Transportasi mudah karena berada di pinggir jalan raya.
c. Kampoeng Wisata Taman Lele
phython, buaya dan berbagai jenis burung. Terletak di tepi jalan raya Tugu kurang lebih 10 km dari Tugu Muda kearah barat, dibuka setiap hari pukul 08.00 – 10.00 WIB.
d. Taman Rekreasi Wonderia
Tempat rekreasi tersebut berada di Jl. Sriwijaya. Ditempat tersebut terdapat beragam anjungan permaainan anak-anak seperti bom-bom car, jet coaster, bianglala, rumah hantu, kereta mini, draimohen, dll. Bagi kalangan remaja dan orang dewasa, dapat menikmati sajian live musik dari berbagai aliran dan jenis.
5. Wisata Kuliner Di Kota Semarang terdapat berbagai macam kuliner yang menjadi ciri
khas Kota Semarang, wisata kuliner tersebut adalah : (Disbudpar kota semarang :27-32)
a. Pusat Oleh – oleh Kota Semarang
b. Lumpia
Lumpia terbuat dari rebung yang dibungkus dengan lembaran tepung, biasa disajikan dengan digoreng lebih dahulu atau tanpa digoreng. Lumpia selain berisi rebung dapat diisi dengan daging ayam atau sapi yang dirajang kecil-kecil. Juga biasa disajikan dengan saos. Sebagai oleh-oleh, makanan yang hanya dapat bertahan selama 1 hari, dapat dibeli di sepanjang Jalan Pandanaran, Jl. Pemuda di depan Pasar Raya Sri Ratu atau sepanjang jalan MT. Haryono.
c. Wingko Babat
Berasal dari kota Babat, Jawa Timur, makanan yang terbuat dari bahan kelapa dan beras ketan kemudian menjadi makanan khas andalaan Semarang. Seiring dengan perkembangan jaman wingko diberi citarasa yang lebih beraneka ragam seperti coklat, durian, nangka, dan lain-lain. Makanan ini dapat ddibeli di pusat jajanan tradisional di Jalan Pandanaran, Stasiun Tawang, Stasiun Poncol dan pusat penjualan wingko Babat di Jalan Cendrawasih.
d. Bandeng Presto
BAB III
POTENSI VIHARA BUDDHAGAYA WATUGONG
SEBAGAI OBYEK WISATA RELIGI DAN WISATA SEJARAH
A. Sejarah dan Latar belakang berdirinya Vihara Buddhagaya Watugong
Vihara buddhagaya Watugong merupakan suatu komplek bangunan religi yang terletak di Desa Pudak Payung Kecamatan Banyumanik Kota Semarang yang mempunyai sejarah panjang hingga perkembangan yang besar pada saat ini. Kurang lebih 500 tahun sesudah keruntuhan Kerajaan Majapahit, muncullah berbagai kegiatan dan peristiwa yang menyadarkan berbagai kalangan penduduk akan warisan luhur nenek moyang yaitu Buddha Dhamma agar dapat kembali dipraktekkan oleh para pemeluknya. Usaha yang semula banyak digagas di zaman Hindia-Belanda. Akhirnya harapan akan adanya orang yang mampu untuk mengajarkan Buddha Dhamma pada para umat dapat terwujud dengan kehadiran Bhikkhu Narada Thera dari Negeri Srilanka pada tahun 1934. Gayungpun bersambut kehadiran Dharmmadutta Berjubah kuning dimanfaatkan umat dan simpatisan untuk mengembangkan diskusi dan memohon pembabaran Dhamma lebih luas lagi.
Puncaknya muncullah putra pertama Indonesia yang mengabdikan diri secara penuh pada penyebaran Buddha Dhamma kembali, yakni pemuda Bogor bernama The Boan An yang kemudian menjadi Bhikkhu Ashin Jinarakhita yang ditahbiskan di Mahasi sasana yeikha, Rangoon, Burma, pada tanggal 23 januari
1954. Pada tahun 1955 Bhikku Ashin memimpin perayaan waisak 2549 di Candi Borobudur, pada saat itu juga ada seorang hartawan yang menjadi tuan tanah dari semarang yang bernama Boci Thawan Ling dengan latar belakang agama Budha yang terkesan pada batinnya karena kepiawan dan kepribadian dari Bhikku Ashin, maka Boci Thawan Ling menghibahkan dan mempersembahkan sebagian tanah miliknya untuk digunakan sebagai pusat dan pengembangan Buddha Dhamma. Tempat itulah yang kemudian diberi nama Vihara Buddhagaya dan pada 19 oktober 1955 didirikan yayasan Buddhagaya untuk menaungi aktivitas vihara. Dari vihara inilah kemudian satu episode baru pengembangan Buddha Dhamma berlanjut.
Mulai tahun 1955, Bhikkhu Ashin Jinarakhita sang pelopor kebangkitan Buddha Dhamma di nusantara menetap di Vihara Buddhagaya Semarang. Banyak sejarah besar beliau torehkan bersama Vihara Buddhagaya seperti Upasika lndonesia saat perayaan Asidha pada bulan juli tahun 1955, menggagas perayaan Buddha jayanti yang diperingati oleh umat Buddha diseluruh dunia tahun 1956, penanaman pohon Buddhi pada tanggal 24 Mei 1956 dan pendirian Sima Internasional pertama di KASAP (Belakang Makodam IV/ Diponegoro) untuk penahbisan Bhikkhu.
H.Mardiyanto. Selanjutnya dibangun pula bangunan yang lain yaitu Pagoda Avalokitesvara pada bulan November 2004 dan diresmikan pada tanggal 14 juli 2005 oleh gubenur Jawa Tengah H.Mardiyanto. (Sumber brosur Vihara Buddhagaya 2009)
B. Organisasi di Vihara Buddhagaya Watugong
Susunan Organisasi Budhagaya Watugong Semarang 2006-2011
Dewan Pembina
I. Bhikku Sri Pannavora, Mahathera II. Bhikku Jatidhamma, Mahathera
Dewan Pembina
I. Phandaya Wirosudama II. Dharmakusuma Setya Budi III. Benny Harijanto Boediono, MBA
Dewan Pengurus
Ketua
Halim Wijaya
Sekretaris
Dra. Anny Kartikasari
Bendahara
Sri Hwanati
Anggota
1. Gianto Hartono
2. Sutikno Kusyono
Wakil Ketua I
P. My. V. Sugiyanto, BC.Hk
Wakil Sekretaris
S.D Wahyudi Agus Riyanto
Wakil Bendahara
Seriono
Wakil Ketua II
C. Potensi dan Daya tarik wisata di Vihara Buddha Gaya Watugong
Potensi dan daya tarik wisata yang dimiliki Vihara Buddhagaya Watugong ini terdiri dari 4 unsur yaitu : sejarah, religi, arsitektur dan wisata. Dari unsur sejarah vihara ini merupakan vihara yang pertama kali berdiri pda tanggal 19 Oktober 1955 secara formal dan terorganisasi secara nasional setelah keruntuhan kerajaan Majapahit pada tahun 1478 M. Unsur religi sendiri secara otomatis dilihat dari bangunan vihara itu sendiri sebagai tempat ibadah dan hal-hal yang berhubungan dengan agama Buddha. Sedangkan untuk arsitektur di kawasan Vihara Buddhagaya Watugong ini terdapat 2 bangunan utama yaitu Pagoda Avalokitesvara yang berasal dari Tiongkok Cina dan Dhammasala berasal dari Thailand dengan bentuk bangunan yang berbeda dan sangat mencolok. Bangunan-bangunan di komplek vihara tersebut antara lain terdiri dari : Dhammasala, Pagogda Avalokitesvara, Watugong, Plaza Borobudur, Kuti Meditasi, Kuti Bhikku, Taman bacaan masyarakat, Buddha Parinibana, Abhaya Mudra dan Pohon Bodhi. (Sumber brosur Vihara Budhagaya, wawancara dengan Dharma petugas perpustakaan Vihara Buddhagaya, 23 Februari 2010)
`1. Dhammasala
depannya. Digunakan untuk kegiatan pertemuan. Bentuk bangunan ini berasal dari Thailand.
Dhammasala (Doc. Pribadi 2010)
Di lantai atas terdapat patung Buddha Duduku yang mirip dengan yang ada di Candi Mendut dengan tinggi 5 meter.
Dhammasala lantai atas (Doc. Pribadi 2010)
ruang atas harus berputar dari luar karena tidak ada tangga penghubung.
Dhammasala (Doc. Pribadi 2010)
Dan pada dinding luar bagian dalam terdapat relief “Paticcasamuppada” (Hukum sebab akibat yang saling bergantungan). Hukum ini menjelaskan terjadimya segala sesuatu bergantung keadaan yang mendahuluinya antara lain :
1. Avijja : Kebodohan batin 2. Sankhara : Bentuk-bentuk karma 3. Pati sandhivinniana : Kesadaran
4. Nama dan rupa : Batin dan jasmani 5. Salayatana : Enam landasan indera 6. Phasa : Kontak
10. Bhava : Terus menjadi tumbuh 11. Jati : Kelahiran
12. Jaramarana : Tua dan mati
Paticcasamuppada (Doc. Pribadi2010)
Dari keterangan dan penjelasan bangunan di atas, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan karena cukup berarti baik dari segi arsitektur bangunan maupun fungsi bangunan tersebut seperti adanya lambang tepat di depan pintu masuk dari bangunan ini yaitu rupa dari seekor ayam memangsa ular, seekor ular memangsa singa, seekor singa memangsa ayam, yang merupakan sifat buruk manusia di dalam kehidupan ini. Dengan rupa ini yang menjadikan dasar dari kepercayaan agama Buddha untuk dihapuskannya keserakahan manusia untuk hidup bersama dalam kesederhanaan tanpa adanya sikap yang saling menjatuhkan.
Selain itu juga terdapat ssebuah patung Buddha Duduku yang mirip di Candi Mendut dengan tinggi sekitar 5 meter dan terbuat dari kuningan. Gedung tersebut tampak megah namun menyejukan hati ketika pengunjung berada di dalamnya. Gedung Dhammasala tersebut menjadi tempat penting tetapi bersifat umum karena menjadi tempat pelaksaan hari besar keagamaan maupun kegiatan yang berkaitan dengan pemerintah seperti: sebagai tempat pertemun organisasi Budha mulai dari pertemuan area Semarang, Provinsi Jawa Tengah, nasional maupun Internasional yang diadakan setiap tahun sesuai yang telah dijadwalkan pihak pengelola Vihara Buddhagay Watugong. (Wawancara dengan Pak Edi 21 Februari 2010 )
2. Pagoda Kwan Im / Pagoda Avalokitesvara
lebih tetap pada Buddha. (Observasi Vihara Buddhagaya Watugong 20 Februari 2010)
Pagoda avalokitesvara (Doc. Pribadi 2010)
Di pintu masuk pagoda juga terdapat suatu tempat yang menjual perlengkapan ibadah, cindera mata, bebera makanan dan minuman ringan. Selain itu, dua gazebo besar tepat mengapit di samping
Gazebo (Doc. Pribadi 2010)
Bangunan indah ini terdiri dari 7 tingkat yang menjadi “kediaman” dari sekitar 30 patung pemujaan. Didalamnya terdapat sebuah rupa Avalokitesvara Boddhisatva yang tingginya 5 meter yang berukuran raksasa mendiami rongga tengahnya yang menjulang tinggi, dikelilingi gunungan buah-buahan dan bunga sebagai persembahan
Avalokitesvara Bodhisatva (Doc. Pribadi 2010)
Bentuk bangunan pagoda sendiri terdiri dari 6 susun diatas dindingnya melingkari meliputi 8 sisi yang disebut Pat Kwa. Tiap-tiap sisi luar dindingnya ada 1 Patung Dewi Kwan I mini dengan telapak tangan kanan tersebut terbuka dan menghadap ke depan ini menjelaskan Dewi Kwan Im tengah memberi restu keselamatan bagi umat manusia. Dan letaknyapun disesuaikan dengan arah mata angin yang bertujuan agar Dewi selalu menebarkan cinta kasih serta dapat bisa menjaga Kota Semarang dari segala mata arah. Secara keseluruhan jumlah patung di pagoda ini 30 buah.
Pagoda ini mulai dibangun pada bulan Agustus 2004. Kemudian dibangunlah Pagoda Avalokitesvara yang rencana pembangunannya hanya membutuhkan waktu 8 bulan tetapi karena menunggu barang-barang dan patung dari Cina penyelesaiannya mundur menjadi 10 bulan maka pagoda ini diresmikan pada tanggal 14 juli 2005. Pagoda ini mempunyai banyak keistimewaan Karena mulai genteng, aksesoris, relief tangga dari batu (9 naga), kolam naga, lampu naga, air mancur naga hingga patung burung hong dan lilin. Bangunan ini memiliki seni arsitektur yang sangat tinggi ini merupakan salah satu kebanggaan warga kota Semarang, karena saat ini pengunjung Vihara Buddhagaya tidak hanya umat Buddha saja, tetapi juga umat agama lain untuk dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata religi.
warna merah. Di pagoda tersebut juga terdapat beberapa ornamen yang berasal dari Cina langsung. Sehingga pengunjung yang berada di dalam pagoda tersebut seolah-olah berada di negera Cina. Wisatawan yang melihat pagoda tersebut tidak hanya melihta kemegahannya saja, tetapi merekaakan mengingat pesan Metta Karuna
Selain 2 bangunan utama tersebut terdapat beberapa bangunan dan fasilitas yang lain yang menjadi sarana pendukung berkembangnya vihara ini yang antara lain :
1. Watugong
Merupakan batu alam asli yang berbentuk gong yang digunakan sebagai nama khawasan di sekitar vihara sejak dahulu . Batu ini merupakan lambang sebagai tempat yang pertama kali sebelum berdirinya vihara ini, juga sebagai peninggaalan setelah keruntuhan Kerajaan Majapahit. Batu alam ini terletak tepat di depan pos security. Batu tersebut unik karena secara langsung berbentuk gong tanpa rekayasa tangan manusia.
2. Plaza Borobudur
Merupakan area terbuka yang berbentuk mandala borobudur berfungsi sebagai tempat puja bhakti di ruang terbuka. Terletak di samping kiri Gedung Dhammasala / tepat di tengah Vihara Buddhagaya Watugong.
Plasa Borobudur (Doc. Pribadi 2010
3. Kuti Meditasi
Kuti Meditasi terdapat tepat di belakang dhammasala. Berfungsi untuk tempat tinggal sementara para yogi (peserta latihan meditasi). Saat ini terdapat delapan kuti meditasi. Meditasi ini sering disebut Meditasi Mengenal Diri. Para peserta meditasi ini tidak hanya umat budha saja, tetapi terbuka untuk umum yang berkeinginan mengikuti meditasi ini. Para peserta pun tidak hanya berasal dari semarang saja tetapi dari seluruh kota di Indonesia.
bangunan sederhana. Kuti ini melambangkan dengan hidup kesederhanaan maka ketenangan hidup dapat dirasakan.
Kuti Meditasi ( Doc. Pribadi 2010 )
4. Kuti Bhikku
Kuti Bhikku (Doc. Pribadi 2010)
5. Taman Bacaan Masyarakat
Taman Bacaan Masyarakat (Doc. Pribadi 2010)
6. Buddha Parinibbana
Sebuah rupang Buddha yang menggambarkan saat Buddha Gaotama Parinibbana (wafat). Merupakan satu-satunya obyek bangunan tersisa dari masa awal aktivitas di Vihara Buddhagaya tahun 1957. Patung ini terletak di sisi kanan belakang Pagoda Avalokitesvara yang panjangnya 3 meter.
Budhha Parinibana (Doc. Pribadi2010)
7. Abhaya Mudra
Rupang Buddha dengan posisi abhaya (memberkahi) tetapi masih dalam perencanaan pembangunan. Patung ini akan dibuat dari bahan
Abhaya Mudra (Doc. Pribadi 2010)
8. Pohon Bodhi
Pohon Bodhi (Doc. Pribadi 2010)
. Pohon Bodhi tersebut sebagai daya tarik tersendiri karena dibawa langsung dari cangkokan asal sang guru besar Budha Gaotama mendapat pencerahan langsung. Pohon Bodhi tersebut ditanam pada tahun 1956. (Brosur Vihara Buddhagaya, Wawancara dengan Dharma Vihara Buddhagaya)
D. Aktivitas yang dilakukan pengunjung (wisatawan) di Vihara Buddhagaya
Sebagai vihara yang terbesar di Semarang dan juga menjadi tempat umum untuk umat maupun pengunjung (wisatawan), maka di vihara ini mereka dapat melakukan aktivitas sesuai apa yang telah disediakan oleh pihak pengelola. Pihak pengelola membagi aktivitas tersebut ke dalam 2 bagian. Bagian pertama adalah upacara keagamaan budha, sedangkan aktivitas yang kedua adalah acara yang diadakan umat budha termasuk program yang berhubungan dengan pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Pengunjung (wisatawan) yang tidak beragama budha dapat pula melihat aktivitas ibadah puja bhakti. Puja bhakti dapat dilakukan setiap saat oleh umat budha. Selain puja bhakti biasa pengunjung dapat melihat perayaan hari besar keagamaan yang telah ditentukan oleh pihak pengelola di Vihara Buddhagaya Watugong tersebut. Aktivitas tersebut antara lain : (Observasi Vihara Buddhagaya 20 februari 2010)
1 Aktivitas keagamaan (perayaan hari besar budha)
Cina. Puja bhakti ini dapat dilakukan setiap saat sehingga tidak terikat waktu tertentu. Untuk hari besar keagamaan dapat dilakukan bersama yang telah dijadwalkan oleh pihak pengelola. Hari besar keagamaan tersebut antara lain: (Sumber laporan tahunan Yayasan Buddhagaya Semarang tahun 2009)
a. Perayaan hari Waisak pada bulan Mei
b. Perayaan hari Asadha pada bulan Juli
c. Perayaan hari Kathina pada bulan Oktober
d. Perayaan hari Magha Puja pada bulan Maret
Keempat perayaan ini dilakukan di Dhammasala, sedangkan ada satu perayaan hari besar yang diadakan di pagoda avalokitesvara yaitu perayaan Bodhisatva Avalokitesvara.
Aktivitas lain yang dilakukan pengunjung ( beragama Budha ) yang berhubungan dengan umat Budha adalah Pabbajja Samancra yaitu pelatihan khusus untuk penganut Buddha yang menginginkan secara praktis menjadi seorang biksu dalam waktu yang singkat. Pelatihan ini dilakukan 15 hari sebelum perayaan hari Waisak atau biasanya pada bulan Mei setiap tahun. Pelatihan ini merupakan kesempatan khusus hanya untuk laki-laki.
2. Aktivitas antara pengelola Vihara Buddhagaya dengan pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Aktivitas tersebut antara lain :
a. Talk Show dan Seminar
Pihak panitia dari Yayasan Buddhagaya selalu merencanakan dua dan lebih acara untuk mengadakan talk show atau seminar. Para panitia mengundang pembicara penganut Buddha juga pembicara umum untuk semua masyarakat tidak hanya untuk masyarakat Buddha saja.
b. Meditasi
Para peserta meditasi ini tidak hanya umat budha saja, tetapi tebuka untuk umum yang berkeinginan mengikuti meditasi ini. Para peserta pun tidak hanya berasal dari Semarang saja tetapi dari seluruh kota di Indonesia, antara lain dari luar Pulau Jawa seperti Kalimantan dan Sulawesi bahkan ada peserta yang berasal dari luar negeri. Para panitia juga mangundang beliau dari negara Buddha, antara lain Thailand, Myanmar, Kamboja, dan Srilanka. untuk melatih para peserta.
c Pariwisata
Terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan baik domestic maupun mancanegara di Vihara Buddhagaya tersebut antara lain:
1. Di Vihara Budhagaya wisatawan dapat melihat dan menikmati keunikan dari setiap bangunan yang ada baik bangunan utama yaitu Pagoda Avalokitesvara yang berasal dari Cina maupun Dhammasala yang berasal dari Thailand. Kedua bangunan ini mampunyai ciri khas yang khusus dari negara asal agama Budha berkembang.
2. Wisatawan dapat mengetahui agama Budha maupun pengetahuan umum dengan membaca buku-buku yang dikoleksi di taman bacaan masyarakat.
maemberikan penjelasan mengenai keseluruhan dari bangunan beserta sejarah Vihara Buddhagaya Watuugong tersebut.
4. Wisatawan dapat beristirahat sementara dengan menggunakan taman di sekitar vihara maupun di gazebo yang berada di sisi kanan kiri dari Pagoda Avalokitesvara.
Semua acara tersebut diselenggarakan setiap tahun, baik di Gedung Dhammasala maupun Pagoda Avalokitesvara. Biaya yang digunakan untuk penyelenggaran semua acara hampir sebagian besar berasal dari umat sendiri. (Sumber wawancara dengan Pak Agus wakil sekrataris Vihara Buddhagaya )
E. Potensi obyek dan daya terik wisata dilihat dari pendekatan
4A + 1P
Analisis yang dilakukan penulis terhadap wisata religi di Vihara Buddhagaya Watugong berdasarkan pada 4A + 1P.
1. Atraction (Atraksi)
2. Accesibility (Aksesibilitas)
Sarana yang memberikan kemudahan kepada wisatawan untuk mencapai tempat tujuan wisata. Aksesibilitas tidak menyangkut kemudahan transportasi akan tetapi juga waktu yang dibutuhkan menuju tempat wisata Vihara Buddhagaya Watugong letaknya sangat strategis karena terletak di jalan utama Semarang menuju Solo atau Jogjakarta. Untuk mencapainya obyek wisata tersebut, dapat menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum (Dari Solo naik bus jurusan Solo-Semarang langsung turun di depan Vihara Buddhagaya Watugong. Dari Jakarta naik bus Jakarta-Semarang turun Terminal Banyumanik langsung naik bis kota menuju Ungaran langsung turun di depan Vihara Buddhagaya).
Waktu tempuh dari pusat Kota Semarang kurang lebih 20 menit bila menggunakan kendaraan pribadi. Bila menggunkan kendaraan umum sekitar 30 menit. Jarak tempuh Solo-Semarang sekitar 3 jam untuk sampai ke vihara tersebut.
3. Amenitas (fasilitas)
Fasilitas pendukung yang ada pada tempat wisata Vihara Buddhagaya Watugong sebagai sarana kelancaran dalam kegiatan pariwisata juga ditujukan untuk memberikan kenyamaan kepada wisatawan. Fasilitas yang dimaksud antara lain :
d. Toilet
e. Pos keamaan f. Penerangan
Fasilitas tersebut belum cukup memadai karena belu, terdapat papan keterangan, belum ada jasa akomodasi di area vihara. Tetapi di luar vihara sudah banyak akomodasi kurang lebih 20 menit dari vihara. Untuk rumah makan di dalam vihara belum ada, tetapi di luar sekitar vihara sudah tersedia.
4. Aktivity (Aktivitas) a. Aktivitas penduduk
Penduduk di sekitar Vihara Buddhagaya Watuging berprofesi sebagai TNI karena vihara tersebut berada di area Mahkodam Diponegoro. Ada juga pendudujk yang berprofesi sebagai pekerja swasta. Bila di vihara tersebut merayakan hari besar keagamaan maka penduduk wiraswasta tersebut ikut beraktivitas. Aktivitas yang dimaksud berupa pedagang yang menjual makan dan minum juga cinderamata.
b. Aktivitas Wisatawan
5. Pengelola
Vihara Buddhagaya Watugong tersebut dibawah pimpinan yayasan Budhagaya. Dan di bawah Binaan Sngha Theravada Indonesia. Setiap 5 tahun sekali pengurus vihara diganti. (Obsevasi Vihara Buddhagaya Watugong 23 Februari 2010)
Tabel 4A + 1P
No Konsep 4A + 1P Komonen Keterangan
1 Atraksi · Peninggalan
Sejarah
Vihara ini merupakan Vihara yang secara formal dan terorganisir setelah keruntuhan kerajaan Majapahit tahun 1478. dan mulai didirikan tahun 1955. kemudian mulai direnovasi mulai tahun 2000.
· Upacara Adat Upacara keagamaan yang dilakukan secara adat yaitu menggunakan tradisi Cina yaitu Mahayana
· Kesenian Setiap hari besar keagamaan diadakan kesenian barongsai
[image:63.595.110.518.278.751.2]diladakan meditasi dengan tujuan penenangan pikiran dan batin. Peserta meditasi tidak hany untuk umat Buddha saja tetapi umat yang beragama lain diperbolehkan mengikuti meditasi tersebut.
2 Aksesibilitas · Kondisi jalan Sudah cukup memadai karena sudah terjaga kenyamanan baik jalan untuk kendaraan maupun jalan kaki.
· Sarana Transportasi
Mudah dijangkau Karena berada di tepi jalan raya Semarang-Solo atau Semarang-Jogja
· Papan Petunjuk Sudah cukup baik karena secara langsung pengunjung dapat mengetahui objek yang dituju
3 Amenitas · Akomodasi - Bagi umat Buddha dapat
memesan kamar bila ingin menginap di kompleks Vihara.
berada di tengah kota Semarang kurang lebih 20 menit dari lokasi Vihara.
· RM / Warung Untuk didalam kompleks Vihara, hanya tersedia di hari tertentu saja, bila ada hari besar keagamaan. Tetapi untuk sehari-hari biasa berada diluar sekitar Vihara tersebut.
· TIC Belum tersedia
· Jasa Angkutan Sudah cukup memadai
· Jasa komunikasi Belum tersedia di kompleks Vihara, tetapi diluar Vihara sudah ada
· Penerangan Sudah cukup memadai
· Air Bersih Sudah cukup memadai
· Pos Keamanan Sudah cukup memadai
· Poliklinik atau Kesehatan
menit dari lokasi Vihara tsb.
· Jasa pemandu Sudah tersedia dan
berpengalaman mengenai pengetahuan Vihara tsb.
· Papan keterangan obyek
Belum ada
4 Aktivitas · Wisatawan - Selain dapat melihat
keunikan dan keindahan obyek tersebut, bagi umat Buddha juga dapat melakukan peribadatan. - Terdapat juga meditasi yang
dapat diikuti oleh wisatawan siapapun baik umat Buddha maupun umat beragama lain
· Penduduk Mendukung dan membantu bila ada kegiatan keagamaan maupun kegiatan di Vihara tersebut.
5 Pengelola · Pemerintah Belum maksimalnya campur
dalam hal apapun yang dilaksanakan di Vihara tersebut.
· Swasta/Yayasan Secara formal maupun non formal Vihara ini dikelola oleh yayasan Buddhagaya Watugong. Dibawah binaan Sangha Theravoda Indonesia
· Perorangan Tidak ada
F. Laporan Kunjungan Vihara Tahun 2005 -2009
G. Rencana Pembangunan
Dalam pengembangan Vihara Buddhagaya Watugong Semarang mengalami beberapa hambatan atau kendala, baik mengenai promosi maupun hambatan lain untuk mengembangkan potensi wisata tersebut. Maka perlu pemecahan masalah atau solusi yang menjawab semua hambatan tersebut. Hal-hal yang sangat mendesak tersebut antara lain : Perlu adanya penambahan sumber daya manusia yang berpengetahuan baik dalaam menjaga, merawat, serta melestarikan kebersihan, kerapian, dan keindaahan baik di sekitar vihara maupun area pendukung lainnya.
bangunan tersebut. ( Sumber wawancara dengan Pak Agus wakil sekretaris Vihara Buddhagaya 24 Februari 2010)
H. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan Vihara Buddhagaya Watugong
Dalam menjaga dan mengembangkan Vihara Buddhagaya tersebut ada beberapa kendala. Kendala tersebut antara lain : Sangat sedikitnya sumber daya manusia yang merawat dan menjaga kebersihan, keindahan dan kerapian baik disekitar vihara maupun di area pendukung lainnya seperti untuk area parkir, area sarana bermain maupun taman di sekitar kawasan Vihara.Selain itu juga masalah keamanan yang belum terkoordinasi karena Vihara Buddhagaya Watugong dikelola oleh yayasan dan petugas yang berada di tempat ini hanya waktu tertentu bila ada acara yang berhubungan dengan keagamaan Budha.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah budha sempat “tertidur pulas” kurang lebih 500 tahun. Karena kepedulian dan kepribadian Bhikkhu Ashin yang berwibawa dan bijaksana, pada tahun 1955 sesudah perayaan waisak 2549 yang dipimpinnya di Candi Agung Borobudur berkesan pada batin seorang hartawan Semarang Goei Thwan Ling yang kemudian mempersembahkan tanah miliknya untuk digunakan sebagai pusat pengembangan Buddha Dhamma. Tempat itulah yang kemudian dineri nama Vihara Buddhagaya dan pada tanggal 19 oktober 1955 didirikan yayasan Buddhagaya untuk menaungi aktivitas vihara.
Di dalam kompleks Vihara Buddhagaya terdapat dua bangunan utama dan beberapa bangunan lainnya. Juga terdapat program meditasi yaitu inti pengajaran Buddha yang dapat diikuti semua umat, tidak hanya pemeluk agama Buddha saja. Dengan maksud penenangan pikiran dan batin. Pagoda Avalokitesvara adalah bangunan utama di Indonesia dengan tinggi 45 meter dan sering disebut Pagoda Kwan Im yang menjadi daya tarik wisata tersendiri. Bangunan yang kental dengan tradisi Tiongkok Cina yang mencolok dengan warna merah yang melembangkan kebahagiaan.
Bangunan utama antara lain yaitu Dhammasala yang mempunyai 2 lantai. Lantai bawah digunakan sebagai ruang serbaguna dan lantai atas digunakan untuk
puja bhakti. Dengan nuansa bangunan berasal dari Thailand yaitu atap yang lancip dan ukiran yang berada di sekeliling bangunan. Selain iu juga ada potensi yang lain yaitu sebuah rupang Budha Parinibana yang menjadi peninggalan ketika vihara tersebut berdiri. Selain itu terdapat pohon Bodhi yang ditanam secara langsung dari cangkokan pohon Bodhi yang ada di Srilangka yang dimana pertama kali sang guru besar Budha Gaotama mendapat pencerahan secara langsung ketika bertapa di bawah pohon tersebut. Potensi tersebut dapat menjadi daya tarik tersendiri di Vihara Buddhagaya Watugong Semarang.
B. SARAN
Dalam pengembangan yang dilakukan, baik dari segi spiritual maupun material belum begitu maksimal. Karena terdapat beberapa hal yang perlu perhatian dari pihak yayasan maupun campur tangan pemerintah. Beberapa perhatian dan penanganan tersebut adalah : Dalam hal kontribusi, karena terdapat perencanaan pembangunan yang belum dilaksanakan. Sebaiknya pihak yayasan menjaga Vihara tersebut selama 24 jam.
Vihara ini adalah tempat sembahyang tetapi dapat juga digunakan untuk wisata / hal lain yang bermanfaat. Jadi diharapkan bagi pengunjung dapat menjaga sikap yang baik. Pemerintah harus juga ikut merawat dan menjaga Vihara ini tidak hanya pemasaran saja.
DAFTAR PUSTAKA
Disbudpar Kota Semarang. 2009. Guide Book Kota Semarang.Semarang Happy Marpaung. 2002. Pengantar Kepariwisataan. Bandung : Alfabeta
Kodyah. Ramaini. 1992. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. Jakarta : Pustaka Utama Kusmayadi dan Endar Sugiarto. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang
Kepariwisataan. Jakarta : PT. Garamedia Pustaka Utama
Laporan kegiatan tahunan di Vihara Buddhagaya Watugong Semarang 2008
Laporan kegiatan tahunan di Vihara Buddhagaya Watugong Semarang 2009
Nyoman S. Pendit. 2003. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramita
_______________. 2005. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta : Pradnya Paramita
Oka A, Yeoti, 2006. Pariwisata Budaya Masalah dan Solusinya. Bandung : Angkasa Rs. Damardjati. 2001. Istilah dunia-dunia Pariwisata. Jakarta :PT. Pradya Paramita Sumber Lain :
www.Viharabuddhagayawatugong.co.id diakses 18 februari 2010
www.PariwisataKotaSemarang.com diakses 17 februari 2010