• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Potensi Obyek Wisata Aktual di Kabupaten Agam Sumatera Barat Untuk Perencanaan Program Pengembangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Potensi Obyek Wisata Aktual di Kabupaten Agam Sumatera Barat Untuk Perencanaan Program Pengembangan"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL

DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT

UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN

EDWIN PRAMUDIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Potensi Obyek Wisata Aktual di Kabupaten Agam Sumatera Barat Untuk Perencanaan Program Pengembangan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008

EDWIN PRAMUDIA

(3)

ABSTRAK

EDWIN PRAMUDIA. Evaluasi Potensi Obyek Wisata Aktual di Kabupaten Agam Sumatera Barat Untuk Perencanaan Program Pengembangan. Dibimbing oleh: KUKUH MURTILAKSONO dan UUP SYAFE’I WIRADISASTRA (Alm).

Pembangunan kepariwisataan pada hakekatnya merupakan upaya untuk mengembangkan, memanfaatkan obyek dan daya tarik wisata untuk menciptakan pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan. Terlaksananya pembangunan pariwisata berkelanjutan dan percepatan pengembangan pariwisata di Kabupaten Agam, maka diperlukan suatu strategi dan konsep pengembangan ruang dan potensi pariwisata yang ada.

Tujuan penelitian ini adalah menentukan dan memetakan obyek-obyek wisata aktual yang dapat dikembangkan dan menyatukan obyek-obyek wisata menjadi beberapa Satuan Kawasan Wisata (SKW). Penilaian potensi wisata dilakukan dengan model pengharkatan (scoring model) yang diacu dari model penelitian Coppock et al. (1971) dan Gunn (1979). Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari dinas/instasi yang terkait seperti Bappeda, BPS, Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Agam dan lainnya. Untuk data primer dilakukan pengamatan langsung ke lapangan dengan wawancara dan penyebaran kuesioner. Untuk mencapai tujuan penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis Sistem Informasi Geografi (SIG) dan analisis deskriptif. Analisis deskriptif yang dilakukan terhadap wisatawan dan pelaku pariwisata yang bertujuan untuk mengetahui persepsi dan kecenderungan keinginan wisatawan terhadap obyek wisata yang diminati menghasilkan 58 obyek wisata terpilih dari 94 obyek wisata yang ada di Kabupaten Agam. Analisis spasial dengan metode buffer,logical query, spatial overlay dan identify feature within a distance yang dilakukan menghasilkan 52 obyek wisata yang sudah ada saat ini dan layak untuk dikembangkan yang terdiri dari 31 obyek wisata dengan potensi sedang, 15 obyek wisata dengan potensi tinggi dan 6 obyek wisata dengan potensi sangat tinggi untuk dikelompokkan menjadi beberapa Satuan Kawasan Wisata (SKW).

(4)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa mencantumkan nama atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin

(5)

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL

DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT

UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN

EDWIN PRAMUDIA

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Tesis : Evaluasi Potensi Obyek Wisata Aktual di Kabupaten Agam Sumatera Barat Untuk Perencanaan Program Pengembangan

Nama : Edwin Pramudia

NRP : A. 353 060 344

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS Ketua

ttd

Prof. Dr. Ir. Uup S. Wiradisastra, M. Sc (Alm) Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian :

(7)

YANG SELALU DI HATI

YANG SELALU DI HATI

YANG SELALU DI HATI

YANG SELALU DI HATI

Yang

Yang

Yang

Yang Mulia:

Mulia:

Mulia:

Mulia:

Ayahanda Drs. H. Syamsul Bahri dan Ibunda Hj.

Ayahanda Drs. H. Syamsul Bahri dan Ibunda Hj.

Ayahanda Drs. H. Syamsul Bahri dan Ibunda Hj. Rosmi. A

Ayahanda Drs. H. Syamsul Bahri dan Ibunda Hj.

Rosmi. A

Rosmi. A

Rosmi. A

Kehidupanku Tercinta :

Kehidupanku Tercinta :

Kehidupanku Tercinta :

Kehidupanku Tercinta :

Istriku Endang Sukmawaty

Istriku Endang Sukmawaty

Istriku Endang Sukmawaty

(8)

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2006 adalah pendekatan dalam penentuan obyek wisata potensial untuk di kelompokkan menjadi beberapa Satuan Kawasan Wisata (SKW). Untuk itu, karya ilmiah ini diberi judul Pengembangan Potensi Pariwisata di Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS dan Bapak Prof. Dr. Ir. Uup Syafe’i Wiradisastra, M.Sc (Alm) sebagai pembimbing, Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc dan Bapak Ir. Qodarian Pramukanto M.Si sebagai dosen penguji luar.

2. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr, Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas masukan dan saran.

3. Segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB;

4. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis;

5. Bupati Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan tugas belajar;

6. Kepala Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Agam dan staf yang telah memberikan kemudahan selama proses penelitian;

7. Ibu Nofarianty, S.Hut, M.Si, Staf Bappeda Kabupaten Agam untuk semua datanya.

8. Rekan-rekan PWL 2006 yang selalu kompak dan solid dan semua pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan thesis ini.

Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada ayahanda, ibunda dan istri tercinta serta yang selalu sabar dan setia dengan doanya, sehingga memberikan kekuatan tersendiri bagi penulis dalam menyelesaikan studi ini walau jarak memisahkan kita. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karunia atas segala pengorbanan yang ada.

Tak ada gading yang tak retak, mohon maaf apabila terdapat kekhilafan dalam karya ilmiah ini dan semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Bogor, 27 Desember 2007

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 29 November 1978 dari Ayah yang bernama Drs. H. Syamsul Bahri dan Ibu yang bernama Hj. Rosmi A. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.

Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Padang dan pada tahun yang sama melanjutkan studi di Universitas Putra Indonesia (UPI-YPTK) Padang. Di UPI-YPTK penulis mengambil Fakultas Ilmu Komputer, Jurusan Sistem Informasi dan lulus dengan gelar S.Kom pada tahun 2001. Tahun 2002 penulis diterima sebagai PNS dan ditempatkan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Provinsi Sumatera Barat.

(10)

i Halaman

DAFTAR TABEL... ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 7

Manfaat Penelitian ... 7

Ruang Lingkup Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA ... 9

Pengertian Pariwisata ... 9

Sumberdaya Pariwisata ... 10

Sistem Informasi Geografis Untuk Pariwisata ... 11

Analisa Spasial ... 13

Kriteria Penilaian Potensi Obyek Wisata ... 14

Satuan Kawasan Wisata ... 18

Peran Pariwisata Dalam Pengembangan Wilayah ... 18

METODE PENELITIAN ... 22

Pendekatan Penelitian ... 22

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

Pengumpulan Data ... 24

Analisis Spasial ... 26

Analisis Deskriptif ... 38

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 39

Letak Geografis dan Administrasi Wilayah ... 39

Kondisi Fisik Wilayah ... 41

Hidrologi ... 46

Penggunaan Lahan Saat Ini ... 47

Kependudukan ... 51

Kondisi Pariwisata di Kabupaten Agam ... 53

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

Bobot dan Penilaian Parameter Pariwisata ... 56

Hasil Analisis Parameter Pariwisata ... 58

(11)

ii

Obyek Wisata dan Karakteristik Wilayah ... 78

Struktur Wilayah Pelayanan dan Obyek Wisata ... 85

Tata Ruang dan Penyebaran Obyek Wisata ... 86

Satuan Kawasan Wisata (SKW) ... 92

KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

Kesimpulan ... 98

Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(12)

iii

No Teks Halaman

1. Konstribusi pariwisata dalam perolehan devisa (dalam juta USD) ... 2

2. Dampak pariwisata terhadap parameter ekonomi nasional (rupiah) ... 2

3 Kriteria-kriteria penilaian ekowisata ... 15

4. Indeks skala untuk wisata automobile touring ... 17

5. Jenis dan kelengkapan data ... 25

6. Jenis Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) di Kabupaten Agam .... 26

7. Skoring kelas potensi pariwisata ... 27

8. Kriteria penilaian potensi pariwisata berdasarkan parameter fisik (Modifikasi model Gunn, 1979 dan Coppock, 1971) ... 29

9. Kriteria penilaian potensi pariwisata berdasarkan parameter kelembagaan, sosial budaya dan ekonomi (Modifikasi model Gunn, 1979) ... 32

10. Klasifikasi penilaian potensi wisata ... 35

11. Pembagian wilayah administrasi di Kabupaten Agam ... 39

12. Penggunaan lahan tahun 2005 di Kabupaten Agam ... 47

13. Jumlah dan distribusi penduduk Kabupaten Agam per kecamatan tahun 2006 ... 51 14. Prosentase mata pencaharian penduduk Kabupaten Agam per kecamatan tahun 2005 ... 52

15. Bobot dan kriteria penilaian potensi pariwisata berdasarkan parameter fisik (Modifikasi model Gunn, 1979 dan Coppock, 1971) .. 57

16. Bobot dan kriteria penilaian potensi pariwisata berdasarkan parameter kelembagaan, sosial budaya dan ekonomi (Modifikasi model Gunn, 1979) ... 58

17. Nilai potensi obyek wisata berdasarkan parameter jarak ... 60

18. Nilai potensi obyek wisata berdasarkan parameter sarana prasarana ... 62

19. Nilai potensi obyek wisata berdasarkan parameter aksesibilitas ... 64

20. Nilai potensi obyek wisata berdasarkan parameter daya tarik ... 66

21. Nilai potensi obyek wisata berdasarkan parameter pengelola ... 68

22. Nilai potensi obyek wisata berdasarkan parameter atraksi ... 70

(13)

iv 24. Nilai potensi obyek wisata berdasarkan parameter penjualan

cendramata, makanan & minuman ... 73 25. Hasil analisis penilaian potensi wisata dan rata-rata nilai perpotensi ... 75 26. Pembagian ketinggian lahan berdasarkan potensi obyek wisata ... 81 27. Pembagian kemiringan lahan berdasarkan potensi obyek wisata ... 84 28. Pembagian obyek wisata berdasarkan Satuan Kawasan Wisata

(14)

v

No Teks Halaman

1. Jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Agam Tahun 2003-2006 .. 4

2. Diagram alir pendekatan penelitian ... 23

3. Diagram alir analisis obyek wisata aktual berdasarkan kriteria ... 35

4. Diagram alir analisis satuan kawasan wisata ... 37

5. Pembagian wilayah administrasi Kabupaten Agam berdasarkan kecamatan ... 42

6. Pembagian iklim Kabupaten Agam berdasarkan zona Oldeman ... 44

7. Ketinggian wilayah Kabupaten Agam (m dpl) ... 45

8. Pembagian persentase kemiringan lahan Kabupaten Agam ... 48

9. Pembagian wilayah Kabupaten Agam berdasarkan DAS ... 49

10. Penggunaan lahan Kabupaten Agam ... 50

11. Sebaran obyek wisata di Kabupaten Agam ... 55

12. Sebaran obyek wisata berdasarkan ketinggian lahan ... 80

13. Sebaran obyek wisata berdasarkan kemiringan lahan ... 83

14. Sebaran obyek wisata pada wilayah pelayanan ... 87

15. Sebaran obyek wisata pada arahan penggunaan lahan ... 90

(15)

vi DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Kuisioner pengembangan potensi pariwisata di Kabupaten Agam, Sumatera Barat ...

105

2 Matrik pendekatan penelitian ... 109

3. Nama-nama obyek wisata di Kabupaten Agam ... 110

4. Data-data sarana prasarana penunjang obyek wisata ... 112

5. Hasil analisis potensi wisata dan rata-rata potensi masing-masing obyek wisata ... 115

6. Pembagian obyek wisata berdasarkan Satuan Kawasan Wisata (SKW) 118 7. Satuan Kawasan Wisata Tanjung Mutiara ... 120

8. Satuan Kawasan Wisata Lubuk Basung ... 121

9. Satuan Kawasan Wisata Maninjau ... 122

10. Satuan Kawasan Wisata Banuhampu ... 123

11. Satuan Kawasan Wisata Palupuh ... 124

(16)

Latar Belakang

Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata yaitu (1) meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik dalam bentuk jasa atau kemudahan-kemudahan yang diperlukan bagi wisatawan mancanegara yang hendak berkunjung ke-Indonesia dan kemudahan bagi wisatawan nusantara dalam melakukan perjalanan untuk mengenali dan mencintai alam dan ragam budaya Indonesia; (2) mengambil langkah-langkah nyata guna mengoptimalkan akselerasi pembangunan kebudayaan dan pariwisata nasional dalam upaya menyejahterahkan masyarakat, membuka lapangan kerja, memberantas kemiskinan dan memeratakan pembangunan; (3) secara proaktif melakukan upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam dan budaya untuk pembangunan kebudayaan dan pariwisata, dan (4) menggunakan tema “Indonesia Ultimate in Diversity” dalam setiap kegiatan promosi yang dilakukan di luar negeri dan tema "Kenali Negerimu Cintai Negerimu Ayo Tamasya Jelajahi Nusantara" dalam setiap kegiatan promosi di dalam negeri.

Pembangunan kepariwisataan pada hakekatnya merupakan upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan obyek dan daya tarik wisata dalam bentuk keindahan alam, keragaman flora dan fauna, kemajemukan tradisi dan budaya, serta peninggalan sejarah dan purbakala. Daerah-daerah di Indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya yang potensial untuk dikembangkan dalam kerangka kepariwisataan serta memiliki kemampuan untuk menjadi salah satu tujuan pariwisata dunia. Kekayaan alam berbasis bahari merupakan potensi yang tinggi untuk dikembangkan tanpa menghilangkan potensi yang ada di daratan seperti pegunungan, perbukitan, danau, dan sungai.

(17)

2 potensi alam dan budaya, keberadaan sarana dan prasarana kepariwisataan yang lengkap, aksesibilitas yang mudah dan kualitas pelayanan yang memadai mampu menjadi pendukung pengembangan daerah sebagai tujuan wisata. Keragaman obyek, daya tarik wisata dan kelengkapan sarana prasarana menjadi modal penting untuk menciptakan kegiatan pariwisata yang dapat memberikan efek positif terhadap pembangunan berskala nasional maupun lokal.

Pariwisata di Indonesia mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pembangunan, khususnya sebagai penghasil devisa negara di setelah sektor minyak dan gas. Adapun persentase kontribusi pariwisata dalam perolehan devisa terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Konstribusi pariwisata dalam perolehan devisa (dalam juta USD)

No Sektor Perolehan Devisa (Juta USD)

2003 2004

1. Minyak dan Gas 12,290 15,590

2. Pariwisata 4,030 4,700

3. Garment 3,890 4,270

4. Industri Kayu Lapis 3,160 3,410

5. Industri Elektronik 3,120 3,230

Sumber : Biro Pusat Statistik, 2005.

Secara ekonomi menurut Mill (1990) pariwisata menyumbang pengumpulan mata uang asing (devisa), meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja, dapat meningkatkan struktur perekonomian dan mendorong perkembangan usaha kecil. Sektor pariwisata memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian Indonesia, dimana pada tahun 2004 untuk nilai produk domestik bruto meningkat 16% dari tahun 2003. Peningkatan ini juga terjadi pada sektor pajak dan upah/gaji. Dampak dari pariwisata terhadap parameter ekonomi terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Dampak pariwisata terhadap parameter ekonomi nasional (rupiah)

No. Dampak 2003 2004

1. PDB 99,240 Milyar 115,500 Milyar

2. Upah dan Gaji 29,310 Milyar 34,150 Milyar

3. Pajak 5,110 Milyar 5,950 Milyar

(18)

Berdasarkan laporan akhir Studi Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional tahap II tahun 1996-1997 menyebutkan bahwa, Propinsi Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah untuk pengembangan pariwisata dengan produk andalan adalah kawasan laut dan kawasan darat. Kawasan laut yang terkait adalah Kawasan Laut Siberut dan sekitarnya yang memiliki sektor unggulan perikanan dan pariwisata dengan orientasi adalah Kota Padang. Sementara kawasan darat yang terkait adalah Kota Bukit Tinggi, Padangpanjang, Payakumbuh, Batusangkar, dan Lubuk Sikaping. Kota-kota tersebut diatas memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan lokal (PPL) dalam struktur pelayanan nasional.

Di Sumatera Barat, selain Bukittinggi yang terkenal dengan obyek wisata Jam Gadang-nya, obyek wisata yang tidak kalah menariknya dan menjadi salah satu tujuan wisatawan yang selalu dikunjungi yaitu keindahan alam dari danau Maninjau yang terletak di Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam. Berdasarkan kondisi alamnya, Kabupaten Agam memiliki topografi yang bervariasi pada ketinggian antara 0 m (di Kec. Tanjung Mutiara) hingga 2.891 m (di Kec. Sungai Pua). Dengan kondisi geografis daerah yang merupakan perpaduan antara pantai, gunung, lembah dan danau, Kabupaten Agam sarat dengan puluhan tempat wisata alam dan bahari yang menawarkan pemandangan alam yang indah dan menarik untuk dikunjungi. Kekayaan tempat-tempat bersejarah, budaya, kesenian rakyat dan aneka kerajinan rakyat yang merupakan atraksi wisata lainnya yang tak kalah menarik.

(19)

4 baik dari kunjungan wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara yaitu sebesar 15 %. Grafik kunjungan wisatawan tersebut terlihat pada Gambar 1.

7,535 11,264 13,423 9,896 18,356 21,64622,734 20,973 -5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 Wisatawan Mancanegara Wisatawan Lokal 2003 2004 2005 2006

Gambar 1 Jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Agam Tahun 2003-2006 Dalam pembangunan kepariwisataan masalah yang ditemui adalah mengenai pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata, kelangkaan sumberdaya, dan mengenai pemanfaatan yang sesuai dengan peruntukan dan kepemilikan. Hal ini berhubungan dengan upaya untuk menciptakan pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan (sustainable tourism development). Pembangunan pariwisata berkelanjutan, seperti disebutkan dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan (1995) dalam Subadra (2007) adalah pembangunan yang dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara berkelanjutan.

(20)

masyarakat, pemerintah, pihak swasta dan wisatawan dalam posisi dan porsi yang berbeda. Tanpa pengelolaan yang tepat akan menimbulkan konflik dan tumpang tindih (overlap) dalam pelaksanaan kepariwisataan (Bahar, 2001).

Pada saat ini di Kabupaten Agam, pembangunan kepariwisataan yang dilaksanakan masih mengalami kendala dalam pengelolaan, pemanfaatan dan pengawasan dari obyek-obyek wisata yang ada. Hal ini terlihat di beberapa obyek wisata mengalami kerusakan-kerusakan, terutama pada sarana prasarana yang ada. Salah satu penyebabnya adalah menyebarnya obyek-obyek wisata tersebut dan belum adanya pengelompokan obyek-obyek wisata tersebut untuk memudahkan dalam pembangunan, pengelolaan dan pengawasannya. Oleh karena itu, untuk terlaksananya pembangunan pariwisata berkelanjutan dan terlaksananya percepatan pengembangan pariwisata di Kabupaten Agam maka diperlukan suatu strategi dan konsep pengembangan ruang pariwisata. Salah satu konsep yaitu dengan mengelompokan beberapa obyek wisata menjadi satu kesatuan yaitu Satuan Kawasan Wisata (SKW). SKW merupakan pengelompokan obyek-obyek wisata dalam satu kesatuan kawasan tujuan wisata berdasarkan kedekatan dan homogenitas atau kemiripan dari daya tarik obyek wisatanya.

Konsep SKW ini lebih menguntungkan didalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Agam, antara lain:

1. Akan memudahkan kontrol/pengawasan pengelolaan dan pemeliharaan obyek wisata.

2. Memiliki faktor kedekatan jarak/akses antara satu obyek dengan obyek yang lain.

3. Pembangunan sarana prasarana relatif akan membutuhkan biaya investasi yang lebih rendah dibandingkan dengan pengelompokan wisata yang tersebar. 4. Potensi pengembangan wilayah lebih besar, karena pengembangan

obyek-obyek wisata berada dalam kantong-kantong cluster.

Perumusan Masalah

(21)

6 sedangkan yang dimaksud dengan kawasan pariwisata meliputi kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Pada pasal 49 menyebutkan bahwa kriteria kawasan budidaya untuk kawasan pariwisata adalah : (1) kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata, serta tidak mengganggu kelestarian budaya, keindahan alam dan lingkungan; (2) kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan pariwisata secara ruang dapat memberikan manfaat: a) meningkatkan devisa dan mendayagunakan investasi; b) meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya; c) tidak mengganggu fungsi lindung; d) tidak mengganggu upaya pelestarian sumber daya alam; e) meningkatkan pendapatan masyarakat; f) meningkatkan pendapatan nasional dan daerah; g) meningkatkan kesempatan kerja; h) melestarikan budaya; dan i) meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Undang–Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan pasal 4 menyebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata terdiri atas wisata alam (flora dan fauna), museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan.

Kabupaten Agam merupakan salah satu tujuan wisata di Propinsi Sumatera Barat. Pada daerah ini terdapat lebih kurang 94 obyek wisata yang tersebar di 14 kecamatan yang terdiri dari 3 jenis wisata yaitu wisata alam, wisata sejarah dan budaya, dan wisata minat khusus (Renstra Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Agam 2006-2010).

(22)

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka timbul beberapa pertanyaan yaitu: 1. Bagaimana menilai keunggulan setiap obyek wisata dari sisi sumberdaya fisik

dan kriteria yang dipakai untuk penilaian tersebut.

2. Bagaimana memetakan setiap lokasi wisata sehingga antar lokasi wisata dapat memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.

3. Bagaimana membuat suatu kawasan pariwisata yang bisa mendukung antara satu obyek wisata dengan obyek yang lainnya.

Tujuan Penelitian

1. Menentukan dan memetakan obyek-obyek wisata aktual yang dapat dikembangkan berdasarkan kriteria yang ada.

2. Menyatukan obyek-obyek wisata menjadi beberapa Satuan Kawasan Wisata (SKW).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan beberapa manfaat, yaitu:

1. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Agam sebagai bahan pertimbangan dan rekomendasi dalam perencanaan pembangunan kepariwisataan.

2. Sebagai salah satu model, informasi dasar dan data dalam proses perencanaan dan pengembangan wisata.

Ruang Lingkup Penelitian

(23)
(24)

Pengertian Pariwisata

Wisata merupakan kata dasar dari pariwisata, dimana menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menajadi sasaran wisata. Sedangkan kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. The Tourism Society United Kingdom dalam Subadra (2007) menyebutkan pariwisata ditunjukkan dengan adanya perjalanan yang singkat dan sementara dari orang-orang menuju daerah tujuan wisata di luar tempat kebiasaan mereka hidup dan bekerja dan diluar kegiatan mereka selama tinggal sementara di daerah tujuan wisata.

Pariwisata sebagai suatu kegiatan melibatkan banyak orang di dalam masyarakat yang masing-masing melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu dan semua kegiatan dalam masyarakat yang berkaitan satu dengan yang lain dan merupakan perkaitan sosial (Soekadijo, 2000). Menurut Wall (1995) pariwisata adalah perpindahan temporer dari orang-orang dari tempat mereka bekerja dan menetap, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama mereka berada di tempat tujuan dan kemudahan yang diberikan dalam melayani kebutuhan mereka. Menurut Wibowo (2001), pariwisata dalam bentuk paling sederhana terdiri dari tiga komponen, yaitu asal (tempat tinggal wisatawan), perjalanan (sarana menuju tempat tujuan dan kembali ke tempat asal), dan tujuan (tempat-tempat yang dikunjungi wisatawan).

(25)

10 wisata merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok ke suatu tempat tujuan wisata dalam jangka waktu yang singkat untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata.

Sumberdaya Pariwisata

Menurut Jayadinata (1986), sumberdaya adalah setiap hasil, benda atau sifat/keadaan yang dapat dihargai bilamana poduksi, proses dan penggunaannya dapat dipahami. Sumberdaya dapat dibagi menjadi sumberdaya alam (natural resources), sumberdaya manusia (human resources) dan teknologi. Sumberdaya alam terbagi atas (1) sumberdaya alam abstrak, yaitu hal-hal tidak tampak tetapi dapat diukur, seperti lokasi (keadaan tempat yang dapat dihubungkan dengan jarak dan biaya), tapak atau posisi; (2) sumberdaya alam nyata, berupa bentuk daratan, air, iklim tubuh tanah, vegetasi, hewan yang berguna bagi kehidupan sehari-hari, dan mineral. Sedangkan sumberdaya manusia terdiri atas (1) keadaan penduduk yaitu jumlah, kerapatan, pendidikan, penyebaran, susunan atau struktur; (2) proses penduduk: kelahiran, kematian, migrasi; dan (3) lingkungan sosial penduduk berupa kebudayaan dan kebiasaan penduduk setempat. Sumberdaya teknologi merupakan kemampuan manusia untuk merubah sumberdaya alam yang ada sehingga bermanfaat bagi kehidupannnya dan perubahan tersebut berdampak pada daerah sekitarnya.

Soekadijo (2000) mengemukakan sumberdaya pariwisata (tourism resources) atau sering disebut juga modal atau potensi pariwisata merupakan sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata di suatu daerah atau tempat tertentu. Sumberdaya pariwisata yang menarik kedatangan wisatawan ada tiga yaitu:

(1) Sumberdaya alam, yaitu alam fisik, flora dan fauna.

(2) Sumberdaya kebudayaan, yang diartikan secara luas bukan kebudayaan yang tinggi saja, tetapi juga meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan hidup ditengah-tengah masyarakat.

(26)

Seluruh sumberdaya baik berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya buatan mempunyai peranan penting dalam proses perencanaan dan pengembangan pariwisata dan rekreasi pada suatu daerah, sehingga dukungan dan ketersediaan dari setiap sumberdaya tersebut sangat menentukan bisa tercapainya pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.

Robinson (1976) mengemukakan bahwa komponen geografi yang bernilai bagi pariwisata dapat berupa (1) lokasi dan aksesibilitas, (2) ruang, (3) pemandangan alam berupa gunung, danau, air terjun, air panas dan laut, tumbuhan seperti hutan, padang rumput, (4) iklim berupa sinar matahari, awan, suhu, curah hujan, (5) kehidupan binatang seperti kebun binatang, cagar alam atau binatang hasil penangkaran untuk keperluan berburu dan memancing, (6) kenampakan pemukiman seperti kota, desa, peninggalan sejarah, monumen dan peninggalan arkeologi, dan (7) kebudayaan berupa cara hidup, tradisi, cerita rakyat, seni dan kerajinan tangan. Selain tersebut diatas hal lain yang sangat penting untuk pengembangan pariwisata adalah kelengkapan akomodasi dan fasilitas hiburan lainnya.

Dikaitkan dengan keberadaan sumberdaya untuk pariwisata suatu daerah, maka penilaian terhadap sumberdaya fisik tidak hanya menyangkut inventarisasi berbagai aspek fisik seperti fasilitas publik, infrastruktur industri atau sumberdaya alam. Tetapi juga menyangkut analisis mengenai karakteristik dari sumberdaya tersebut dan kemampuannya untuk dapat menopang strategi dan keunggulan daerah (Kertajaya dan Yuswohadi, 2005).

Sistem Informasi Geografis untuk Pariwisata

(27)

12 kembali), memanipulasi dan menganalisis data dan memberi uraian. Dengan kata lain, SIG merupakan suatu sistem basis data yang mempunyai kemampuan khusus dalam pengolahan data yang bereferensi spasial dengan menggunakan perangkat operasi kerja (software dan hardware).

Komponen utama SIG terbagi empat kelompok yaitu perangkat keras, perangkat lunak, organisasi (manajemen) dan pemakai. Porsi masing-masing komponen tersebut berbeda dari satu sistem ke sistem lainnya, tergantung dari tujuan dibuatnya SIG tersebut (Barus dan Wiradisastra, 2000).

Sistem Informasi Geografis (SIG) digunakan untuk memperkuat informasi geografis dalam rangka menginformasikan analisis dan pengembangan. SIG telah digunakan untuk menentukan area konservasi dan rekreasi serta menentukan lokasi terbaik untuk pengembangan, yang belakangan telah ditentukan dengan ilmu rancang-bangun, ilmu keindahan dan batasan lingkungan. Williams et al.

(1996) menggunakan SIG untuk merekam dan meneliti informasi inventarisasi sumberdaya pariwisata di Columbia Britania, Canada. Windoatmoko (2006) menggunakan SIG untuk menentukan obyek wisata potensial di Semarang. Gunn (1994) telah menyajikan salah satu dari sedikit acuan kepada penggunaan SIG dalam perencanaan pariwisata di Selatan Carolina, Amerika Serikat. Dalam hal ini SIG telah digunakan untuk audit, analisis dan sistem informasi yang berkenaan dengan sumberdaya pariwisata budaya dan alami di wilayah tersebut. Penggunaan suatu peta sederhana dengan proses tumpang tindih (overlay) bisa diidentifikasi zona dengan potensi yang terbesar untuk pengembangan pariwisata. Secara umum SIG untuk pariwisata memproduksi tiga jenis informasi yang berbeda yaitu: peta sumberdaya pariwisata, peta untuk pariwisata, dan peta kemampuan untuk pariwisata.

Butler (1993) dalam Bahaire dan Elliott (1999) menyatakan bahwa sistem informasi geografis mempunyai potensi-potensi dalam pemecahan masalah pariwisata yaitu:

1. SIG dapat menginventarisasi secara sistematis sumberdaya pariwisata dan menganalisis tren pariwisata.

(28)

ekonomi, SIG dapat memfasilitasi pengidentifikasian dan pengawasan dari pembangunan berkelanjutan.

3. SIG dapat digunakan untuk mengidentifikasi layak atau tidak layaknya suatu wilayah untuk dijadikan tempat pariwisata dan juga dapat mengidentifikasi zona pariwisata.

4. SIG dapat digunakan untuk simulasi dan model hasil mengenai perencanaan pengembangan ruang pariwisata

5. SIG memungkinkan pengintegrasian datasets, pengembangan ekonomi-sosial dan lingkungan di dalam pengaturan keruangan.

6. SIG juga berfungsi sebagai suatu sistem untuk membantu pengambilan keputusan di dalam perencanaan.

Hal ini memungkinkan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) untuk meneliti sumberdaya dimulai dari (1) mengidentifikasi berapa dan dimana sumberdaya pariwisata tersedia, untuk membantu perencana menentukan kemampuan dari suatu area untuk pengembangan produk dan layanan pariwisata baru; (2) mengevaluasi pilihan pengguna, untuk mengidentifikasi zona dari konflik; dan (3) memonitor resiko pemanfatan sumberdaya pariwisata dari kelemahan manajemen, keputusan perencana dan sektor lain.

Analisa Spasial

(29)

14 Domain kajian ilmu geografi lebih banyak menekankan pada bagaimana mendeskripsikan fenomena spasial, oleh karenanya ilustrasi-ilustrasi spasial dengan ”peta” yang memiliki akurasi informasi spasial didalamnya sangat penting. Analisis mengenai pola-pola spasial (pemusatan, penyebaran, kompelsitas spasial, dll) kecenderungan spasial, bentuk-bentuk dan struktur interaksi spasial secara deskriptif menjadi kajian-kajian yang banyak mendapat perhatian dari ahli geografi. Semuanya dikaji tanpa harus mendalami permasalahan sosial ekonomi yang ada didalamnya.

Rustiadi et al. (2006) menyatakan bahwa anasisis spasial berkembang seiring dengan perkembangan geografi kuantitatif dan ilmu wilayah (regional science) pada awal 1960an. Perkembangannya diawali dengan digunakannya prosedur-prosedur dan teknik-teknik kuantitatif (terutama statistik) untuk menganalisa pola-pola sebaran titik, garis, dan area pada peta atau data yang disertai koordinat ruang dua atau tiga dimensi. Pada perkembangannya, penekanan dilakukan pada indigenous features dari ruang geografis pada proses-proses pilihan spasial (spasial choices) dan implikasinya secara spatio-temporal.

Kriteria Penilaian Potensi Obyek Wisata

(30)

Tabel 3 Kriteria-kriteria penilaian ekowisata

Skor Atribut Selang Nilai

Karakteristik-karakteristik Utama Pemukiman

Skor Tipe pemukiman Jumlah penduduk

5 Tidak ada pemukiman 0

3 Pedesaan 1 – 1 000

2 Kota kecil 1 001 – 10 000

1 Kota besar > 10 000

Penggunaan Sumberdaya Hutan

Skor Tipe penggunaan sumberdaya Penggunaan hutan (%)

5 Tidak ada kegiatan kehutanan 100 %

3 Kegiatan kehutanan I < 20 %

2 Kegiatan kehutanan II > 20 %

1 Kegiatan kehutanan III > 20 % selama 10-20 tahun Penutupan Hutan

Skor Tipe Vegetasi Persentase luas

5 Hutan campuran (tipe 1) > 50 % kayu

4 Hutan campuran (tipe 2) > 50 % kayu (> 10% cemara)

3 Hutan kayu > 80 % cemara

2 Hutan kayu yang jarang > 80 % pohon yang rontok daun 1 Pemotongan dan pembakaran hutan Tidak ada pohon kayu

Aksesibilitas

Skor Tipe Selang Nilai

5 Daerah akses I Tidak ada jalan dalam kawasan

3 Daerah akses II Kawasan < 2 Km dari jalan

2 Daerah akses III Kawasan < 5 Km dari jalan

1 Daerah akses IV Kawasan < 10 Km dari jalan

Kehidupan Satwa Liar

Skor Tipe Selang Nilai

5 Kehidupan Satwa Liar tipe I Kelas area 1-2 3 Kehidupan Satwa Liar tipe II Kelas area 3-5 1 Kehidupan Satwa Liar tipe III Kelas area 6-7

Relief

Skor Karakteristik Ukuran

5 Relief tinggi > 25 meter

3 Relief sedang 10-25 meter

1 Relief rendah < 10 meter

Perairan

Skor Karakteristik Persentase luas

5 Perairan 5-20 %

3 Perairan 20-50 %

1 Perairan 0-5 % or < 50 %

(31)

16 Beberapa kriteria penilaian potensi obyek wisata lainnya dikembangkan oleh Coppock et al. (1971). Penelitiannya bertujuan untuk mengidentifikasi bentangan lahan, air dan pemandangan alam yang dapat dimanfaatkan untuk rekreasi di luar rumah. Bentangan lahan tersebut diperuntukan bagi kegiatan (1) berkemah, karavan dan piknik yaitu semua kawasan pedesaan dengan jarak 400 meter dari jalan utama, (2) berkuda, didaerah ketinggian 300 meter dengan dibuat jalur-jalur jalan dan pengekang kuda, (3) jalan-jalan, ketinggian 450 meter dengan dibuat jalur untuk jalan kaki, (4) panjang tebing, semua tebing dengan ketinggian minimal 30 meter, dan (5) ski, daerah ketinggian minimal 25 meter, berelief dan musim saljunya lebih dari tiga bulan.

Bentangan air untuk (1) kegiatan memancing, pada sungai dan kanal yang tidak ada polusi, dengan lebar minimal delapan meter, danau/genangan air dengan luas minimal lima hektar, (2) aktifitas air lainnya, air tidak terpolasi, panjang minimal satu kilometer, lebat 200 meter atau luas 20 hektar, (3) informasi rekreasi yang berorientasi ke air, airnya tidak terpolusi dengan jarak minimal 400 meter dari jalan utama, (4) aktifitas sepanjang pantai, pantainya bersih, berpasir, dan badan pantai berjarak minimal 400 meter dengan jalan. Pamandangan alam dapat dinikmati di daerah dataran rendah dengan ketinggian 500 meter di atas permukaan laut (dpl). Plato lebih dari 1.500 meter dpl, bukit 500 sampai 1.500 meter dpl, pegunungan lebih dari 2.000 meter dpl.

(32)

akomodasi, fasilitas pendukung dan infrastruktur. Pemetaan dan overlay peta menjadi alat yang penting untuk menghasilkan potensi-potensi tersebut sehingga layak untuk dikembangkan.

Gunn (1979) mengadakan kajian mengenai struktur geografis dengan pendekatan kartografi untuk mengidentifikasi kawasan wisata yang potensial untuk automobile touring. Diawali dengan mengidentifikasi variabel fisik yang terdiri dari (1) air dan margasatwa, (2) topografi, tanah dan geologi, (3) penutupan vegetasi, hama, (4) iklim, atmosfer, (5) keindahan, (6) atraksi, industri, institusi, (7) sejarah, etnik, arkeologi, legenda, adat istiadat, (8) pusat pelayanan, dan (9) transpotasi dan akses. Pembobotan dilakukan untuk merefleksikan pentingnya setiap kenampakan, sehingga jumlah total skornya 100. Setiap skor dibagi menjadi lima kelompok skala yaitu sangat lemah, lemah, sedang, kuat dan sangat kuat. Akumulasi dari skor tersebut dapat diidentifikasi daerah yang potensial kuat, baik, sedang, cukup lemah dan lemah. Analisis dilakukan dengan overlay

sembilan tema peta yang memuat variabel diatas, dan hasilnya berupa peta potensi wisata. Indeks skala untuk wisata automobile touring yang dipergunakan terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Indeks skala untuk wisata automobile touring

No Faktor Skor

Skala Sangat

Lemah Lemah Sedang Kuat

Sangat Kuat

1. Air dan margasatwa 8 0 1-2 3-4 5-6 7-8

2. Topografi, tanah dan

geologi 10 0-1 2-3 4-6 7-8 9-10

3. Penutupan vegetasi, hama 7 0 1-2 3-4 5-6 7

4. Iklim, atmosfer 3 0 1 1 2 3

5. Keindahan 13 0-1 2-4 5-7 8-10 11-13

6. Atraksi, industri, institusi 10 0-1 2-3 4-6 7-8 9-10 7. Sejarah, etnik, arkeologi,

legenda, adat istiadat 9 0-1 2-3 4-5 6-7 8-9

8. Pusat pelayanan 15 0-2 3-5 6-9 10-12 13-15

9. Transportasi dan akses 25 0-4 5-9 10-15 16-20 21-25 100

Sumber : Gunn, 1979.

(33)

18 dilakukan untuk mengidentifikasi area dan penggunaan daratan untuk hunian dan rekreasi pendidikan formal dan fasilitas wisatawan yang berdekatan dengan danau sehingga tidak terjadi gangguan akibat kebisingan dari suara perahu motor. Untuk itu telah ditentukan jarak hunian dari danau dengan menggunakan buffer 250m - 500m dari danau. Karena jarak 250 m – 500 m merupakan batas toleransi kebisingan yang ditimbulkan oleh perahu motor.

Satuan Kawasan Wisata

Gunn (1979) mengidentifikasikan sejumlah prinsip perencanaan pariwisata untuk dijadikan acuan proyek pembangunan pariwisata, salah satunya yaitu pengelompokkan. Pengelompokkan fasilitas dan daya tarik pada satu kawasan akan membuat wisatawan lebih nyaman. Pengelompokkan juga terbukti lebih efisien dalam provisi infrastruktur dan biaya per-unit fasilitas pengelolaan lebih rendah pada fasilitas yang di kelompokkan.

Satuan Kawasan Wisata (SKW) dikenal sebagai salah satu istilah pengelompokan obyek-obyek wisata dalam satu rencana pengembangan daerah yang bertujuan untuk kemudahan pembangunan serta pengelolaannya. Satuan-satuan kawasan wisata tersebut merupakan kawasan yang memiliki pusat-pusat kegiatan wisatawan dan mempunyai keterkaitan sirkuit atau jalur wisata. Pada suatu daerah administrasi dibagi menjadi beberapa satuan kawasan wisata. Pembagian ini tidak baku untuk seluruh daerah namun pada hakekatnya SKW merupakan pengelompokan obyek-obyek wisata dalam satu kesatuan kawasan tujuan wisata berdasarkan kedekatan, kemiripan daya tarik dan kemudahan aksesibilitasnya (Raksadjaya, 2002). Salah satu daerah yang telah mengelompokkan beberapa obyek wisata menjadi satu kawasan wisata yaitu Kabupaten Garut. Penyatuan satuan kawasan wisata di Kabupaten Garut ini berdasarkan batasan wilayah administrasi yang ada.

Peran Pariwisata dalam Pengembangan Wilayah

(34)

Jawa Barat menerangkan bahwa pengembangan kepariwisataan Jawa Barat tidak terlepas dari munculnya berbagai isu strategis pembangunan. Ketimpangan pembangunan poros utara-tengah-selatan, penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, optimalisasi kinerja pemerintah daerah, lemahnya sinergitas antar unit kerja, pelibatan masyarakat, maupun pengembangan sumber daya manusia merupakan beberapa isu khusus yang juga berpengaruh terhadap perkembangan kepariwisataan Provinsi Jawa Barat (Bapeda Prop. Jawa Barat, 2005)

Kebijakan, strategi, serta program pembangunan mengisyaratkan bahwa pengembangan dan pembangunan sektor pariwisata memegang peranan penting dalam pengembangan wilayah. Melalui pengembangan kawasan-kawasan andalan yang terdapat di Provinsi Jawa Barat, secara internal pengembangan sektor kepariwisataan dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, dan secara eksternal diharapkan mampu menjadi sektor utama yang memberikan dampak menyebar pada wilayah sekitarnya demi menciptakan pemerataan wilayah.

RIPPDA tingkat provinsi seyogyanya memfokuskan pada perencanaan satu atau beberapa daerah tujuan wisata yang memang menjadi, atau akan menjadi, unggulan provinsi. Daerah tujuan wisata tersebut kemudian menjadi kawasan wisata unggulan provinsi. Pengembangan kawasan wisata unggulan provinsi diharapkan nantinya akan berdampak ganda terhadap pengembangan kawasan-kawasan wisata lainnya maupun sektor-sektor lain di daerah-daerah lain. Pariwisata menjadi alat dalam pengembangan wilayah, sebagai penggerak kegiatan perekonomian wilayah, dan memberikan kontribusi terhadap pemecahan permasalahan kewilayahan, termasuk ketimpangan perkembangan wilayah. Kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk pengembangan pariwisata di Provinsi Jawasa Barat adalah:

1. RIPPDA Provinsi Jawa Barat memfokuskan pada pengembangan kawasan wisata unggulan provinsi dan kawasan wisata unggulan kabupaten/kota untuk memperkuat daya saing pariwisata Jawa Barat

(35)

20 kawasan, dalam kerangka saling melengkapi dan memperkuat daya tarik yang ditawarkan, dengan tidak memandang batas administratif daerah.

3. Pengembangan kawasan wisata unggulan provinsi dan penyediaan sarana prasarana penunjang pariwisata diprioritaskan di daerah yang relatif belum berkembang, dalam hal ini adalah Jawa Barat bagian selatan, dalam kerangka mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah.

4. Pusat pengembangan pariwisata di setiap kawasan wisata unggulan provinsi berfungsi sebagai pusat kegiatan wisata kawasan dan penyedia fasilitas, serta sebagai pusat penyebaran pengembangan kegiatan wisata ke wilayah lain yang masih termasuk dalam satu kawasan wisata.

Subandra (2007) menyebutkan bahwa pembangunan kepariwisataan memberikan dampak terhadap pengembangan wilayah Desa Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar. Desa Serangan sebagai salah satu obyek pariwisata di Bali tak luput dari perhatian banyak pihak terutama yang berniat untuk mengembangkan pariwisata dengan melihat potensi yang dimiliki desa Serangan. Jika dilihat secara fisik, sebelum adanya proyek pengembangan pulau Serangan, luas keseluruhan pulau serangan adalah seluas awalnya adalah 112 hektar Sejak adanya proyek pengembangan pulau Serangan oleh PT. Bali Turtle Island Development (BTID) maka ada perubahan yang sangat jelas yang terjadi pada bentuk pulau Serangan tersebut Hal ini disebabkan adanya penambahan luas daratan melalui reklamasi sebanyak 379 hektar sehingga luas seluruhnya setelah direklamasi menjadi 491 hektar. Proyek yang dibangun dengan mega proyek dan investasi yang menelan biaya ratusan milyard tersebut telah merubah wajah pulau kecil tersebut dengan cara mereklamasi pantai di sebelah timur, selatan, barat daya, dan sebagian di utara pulau Serangan

(36)

kepariwisataan atau kegiatan ekonomi lainnya melalui transportasi darat dimana waktu tempuh menuju daratan pulau Bali akan lebih cepat dan lebih mudah.

Disamping dari sisi transportasi, dampak fisik dari pengembangan pulau Serangan adalah juga memberikan peluang kepada penduduk untuk memperluas areal pemukiman, prasarana pariwisata, areal lahan pariwisata pembangunan sarana keagamaan, dan mendukung pelestarian benda cagar budaya. Oleh karena pantai disekitar pulau Serangan adalah pantai yang pasang surut, maka pengurukan atau reklamasi pantai serangan yang dilakukan secara besar-besaran memberikan manfaat positif terhadap perluasan tempat tinggal.

(37)

METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Upaya untuk penentuan satuan kawasan wisata merupakan suatu pengalokasian beberapa obyek wisata untuk pengembangan wilayah. Dimana hakekatnya SKW merupakan pengelompokan obyek-obyek wisata dalam satu kesatuan kawasan tujuan wisata berdasarkan kedekatan, kemiripan daya tarik dan kemudahan aksesibilitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan obyek-obyek wisata yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dan dikelompokkan menjadi suatu kawasan wisata. Untuk penentuan obyek wisata aktual terdefenisi tersebut terdapat tiga aspek yang menjadi dasar awal evaluasi yaitu aspek spasial, aspek fisik, aspek kelembagaan dan ekonomi dari obyek-obyek wisata. Aspek spasial lahan merupakan lahan atau areal yang menjadi posisi berdasarkan hamparan wilayah atau topografi dari suatu obyek wisata. Hasil survey dan wawancara terhadap wisatawan dilakukan untuk mengetahui persepsi dan kecenderungan keinginan wisatawan terhadap obyek wisata yang diminati.

Untuk mendapatkan obyek-obyek wisata yang dapat dikembangkan, maka terlebih dahulu dilakukan proses evaluasi dari obyek-obyek wisata berdasarkan aspek fisik dan aspek kelembagaan dan ekonomi yang menjadi pendukung dari suatu obyek wisata. Adapun kriterianya yaitu: (1) jarak suatu obyek wisata dari pusat kota/pertumbuhan; (2) aksesibilitas dari jalan utama (jalan negara, jalan propinsi, jalan kabupaten); (3) sarana prasarana pendukung dari obyek wisata (hotel/penginapan, bank, rumah makan, pasar, dan lain-lain); dan (4) daya tarik obyek wisata itu sendiri. Aspek kelembagaan dan ekonomi obyek wisata yaitu adanya pengelola obyek wisata, atraksi dan hiburan, keamanan dan adanya tempat penjualan souvenir, makanan/minuman dari suatu obyek wisata.

(38)

yang telah ada. Berdasarkan proses pencocokan tersebut diperoleh suatu sinergi yang bisa menunjang proses perencanaan pembangunan yang telah disusun. Untuk menentukan suatu kawasan wisata yang sesuai secara spasial, fisik dan RTRW maka juga dilakukan penetrasi dari kebijakan-kebijakan yang ada, agar bisa terdefinisi secara konkrit dan bisa mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Diagram alir pendekatan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 dan matrik pendekatan penelitian terlampir (Lampiran 2).

Gambar 2 Diagram alir pendekatan penelitian

Potensi Sumberdaya Wilayah

Penentuan Satuan Kawasan Wisata (SKW)

Rencana Tata Ruang Wilayah

Kebijakan Pemerintah

Survey dan Wawancara

Potensi Daerah Pariwisata

Obyek Wisata Aktual Terdefinisi

Kriteria fisik obyek wisata :

1.Jarak 2.Aksesibilitas 3.Sarana Prasarana 4.Daya Tarik

Kriteria kelembagaan, sosial budaya dan ekonomi obyek wisata:

1.Pengelola

2.Atraksi/hiburan kesenian 3.Keamanan

4.Penjualan Souvenir, Makanan/ Minuman

(39)

24 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dimana obyek dan daya tarik wisata (ODTW) tersebar di 14 kecamatan dari 15 kecamatan yang ada. Pelaksanaan penelitian lapangan dilakukan bulan Juni - Agustus 2007.

Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan meliputi data sekunder dan data primer. Data sekunder bersumber dari dinas/instasi yang terkait seperti Bappeda, BPS, Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Agamdan pihak-pihak terkait lainnya. Selain itu juga digunakan peta-peta seperti Peta Administrasi Kabupaten, Peta Obyek Pariwisata, Peta Jaringan Jalan, Peta Sarana Prasarana, Peta Penggunaan Lahan, Peta Lereng, Peta Sungai, Peta RTRW.

Untuk data primer dilakukan pengamatan langsung ke lapangan. Unsur-unsur yang dilihat meliputi aspek daya tarik obyek wisata, kondisi fisik obyek wisata seperti sarana prasarana penunjang, jalan, aksesibilitas, dan hubungan antar obyek wisata. Data karakteristik wisatawan diperoleh melalui wawancara dan penyebaran kuesioner.

Metode pengambilan sampel dari konsumen/pengunjung dilakukan dengan pendekatan non-probability sampling melalui metode convenience sampling, yaitu ketika responden yang dijadikan sampel sedang berada di lokasi penelitian dan mau diwawancarai. Ada screening di awal kuesioner dimana pengunjung yang dijadikan responden adalah pengunjung yang sudah pernah berkunjung sebelumnya ke tempat wisata ini minimal satu kali. Ukuran sampel yang akan diambil, mengacu pada pendapat Slovin (Umar, 2005) sesuai dengan rumus seperti sebagai berikut:

) ( 1 Ne2

N n

+ =

dimana : n = ukuran sampel N = ukuran populasi

(40)

Ukuran populasi mengacu pada data jumlah kunjungan yang diperoleh dari data Dinas Pariwisata, Budaya dan Seni Kabupaten Agam, yakni data kunjungan tahun 2006 yaitu sebanyak 30.869 orang dan persen kelonggaran yang ditentukan adalah sebesar 10 persen. Berdasarkan data kunjungan yang dimasukkan ke dalam rumus Slovin, maka diperoleh jumlah sampel yang akan diambil adalah:

) 1 , 0 30869 ( 1 30869 2 × + = n ) 01 , 0 30869 ( 1 30869 × + = n 69 , 309 30869 =

n n=99,68

Untuk memudahkan perhitungan maka jumlah sampel yang diambil dibulatkan menjadi 100 orang.

Mengenai kelengkapan data dan jenis obyek dan daya tarik wisata di Kabupaten Agam terlihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5 Jenis dan kelengkapan data

No. Jenis Data Bentuk Data Sumber Data

1. Kebijakan Pemerintah Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Kepmen, RTRW, Renstra

Bappeda, Dinas Pariwisata, Internet

2. Peta Thematik Peta Administrasi, Peta Obyek Wisata, Peta RTRW, Peta Jar. Jalan, Peta Sarana Prasarana, dll

Bappeda

3. Karakteristik ODTW Jumlah, jenis dan sebaran obyek wisata

Dinas Pariwisata, BPS, Survey Lapang

4. Karakteristik Wisatawan Data jumlah, asal wisatawan

Dinas Pariwisata, BPS, Wawancara, Quesioner

5. Karakteristik Wilayah Data Potensi Desa BPS, Dinas terkait

(41)

26 Tabel 6 Jenis Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) di Kabupaten Agam

No. Jenis Wisata Jumlah Obyek

1. Wisata Alam - Pantai

- Danau, Air Terjun, Pemandian - Pegunungan, Perbukitan - Goa

- Flora dan Fauna

4 16 11 5 3

2. Wisata Budaya dan Sejarah - Tugu/Benteng perang - Mesjid/Surau

- Museum/Rumah Adat/Rumah pejuang - Makam pahlawan

- Candi 9 21 5 15 1 3. Wisata Minat Khusus

- Olah Raga 4

Jumlah 94

Sumber : Dinas Pariwisata, Budaya dan Seni Kab. Agam

Analisis Spasial

Untuk menganalisis keruangan pariwisata di Kabupaten Agam digunakan perangkat lunak SIG (Sistem Informasi Geografis)/Arc View 3.2 yang mampu menyederhanakan berbagai jenis data menjadi satu bentuk informasi yang baku dan komprehensif. Evaluasi potensi sumberdaya untuk pengembangan pariwisata dilakukan dengan kriteria – kriteria hasil modifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian ini.

Pengevaluasian sumberdaya yang ada dibagi menjadi dua kriteria yaitu kriteria fisik obyek wisata dan kriteria kelembagaan, sosial budaya dan ekonomi obyek wisata. Ada empat parameter fisik yang dinilai yaitu jarak obyek wisata dari pusat pelayanan pariwisata, aksesibilitas obyek dari jalan nasional, jalan propinsi dan jalan kabupaten, daya tarik obyek wisata, dan fasilitas pendukung obyek wisata itu sendiri. Untuk aspek kelembagaan sosial budaya dan ekonomi parameter yang digunakan yaitu pengelola obyek wisata, atraksi dalam obyek wisata, keamanan dan penjualan makanan, cendramata dan sarana di dalam obyek wisata.

(42)

jalan dalam bentuk jarak obyek dari pusat pelayanan, sarana prasarana penunjang (hotel/penginapan, rumah makan,bank/ATM, pasar, rumah sakit/puskesmas, terminal), jenis/daya tarik obyek wisata, ada tidaknya pengelola, frekwensi pengadaan atraksi di obyek wisata, ada tidaknya petugas keamanan dan jumlah penjual cendramata dan makanan/minuman yang ada di obyek wisata. Sehingga dapat dilihat obyek yang mempunyai potensi untuk dikembangkan melalui akumulasi skor atau nilai. Masing-masing faktor dinilai dengan ketentuan seperti disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Skoring kelas potensi pariwisata

No Kelas Potensi Skor

1. Potensi Sangat Lemah 1

2. Potensi Lemah 2

3. Potensi Sedang 3

4. Potensi Kuat 4

5. Potensi Sangat Kuat 5

Proses analisis dalam memetakan kondisi fisik dan lingkungan obyek wisata dengan SIG untuk kemudian diseragamkan dalam fomat yang sama dan diolah lebih lanjut dengan mempergunakan tools Arc View yang sesuai dengan tujuan analisis. Adapun tools Arc View yang dipergunakan untuk penentuan obyek wisata yang dapat dikembangkan dalam penelitian ini yaitu:

1. Buffer atau penyangga.

Buffer merupakan suatu metode analisis yang berbentuk wilayah atau zona dari suatu jarak tertentu di sekitar entitas fisik, seperti titik, garis atau poligon yang telah terdefenisi. Dalam penelitian ini, pemakaian buffer digunakan untuk memetakan posisi kelas potensi obyek wisata berdasarkan aksesibilitas dari jalan negara, jalan propinsi dan jalan kabupaten. Semakin dekat suatu obyek wisata terhadap jalan, maka skoring obyek tersebut semakin tinggi, begitu juga sebaliknya.

2. Logical Query

(43)

28 dan ada tidaknya tempat penjualan cendramata, makan/minuman dalam suatu obyek wisata.

3. Spatial Overlay

Spatial Overlay adalah operasi penggabungan feature dari dua layer ke dalam layer baru serta penggabungan secara relasional tabel atribut feature-nya. Overlay digunakan dalam penelitian ini untuk proses pencarian posisi obyek-obyek wisata dalam bentangan suatu wilayah atau topografi wilayah, posisi obyek wisata di dalam satuan wilayah administrasi, posisi sungai, jalan, sarana prasarana, dan proses matching antara posisi obyek wisata dengan RTRW yang telah ada.

4. Identify Feature Within a Distance

Identify Feature Within a Distance adalah operasi untuk menghitung dan mengidentifikasi obyek pembanding dengan jarak tertentu dari masing-masing input obyek dalam satu tema. Proses ini digunakan untuk penentuan potensi obyek wisata dengan parameter jumlah sarana prasarana pendukung yang ada di sekitar suatu obyek wisata.

(44)

Tabel 8 Kriteria penilaian potensi pariwisata berdasarkan parameter fisik (Modifikasi model Gunn, 1979 dan Coppock, 1971)

No Parameter

Nilai Potensi Sangat

Lemah (1) Lemah (2) Sedang (3) Kuat (4) Sangat Kuat (5)

1. Jarak (J) > 60 km 45.01-60 km 30.01-45 km 15.01 – 30 km <= 15 km

2. Sarana Prasarana (SP) Tidak terdapat sarana prasarana radius 1 km

Terdapat 1 jenis sarana prasarana radius 1 km

Terdapat 2-3 jenis sarana prasarana radius 1 km

Terdapat 4 jenis sarana prasarana radius 1 km

Terdapat lebih dari 4 jenis sarana prasarana radius 1 km

3. Aksesibilitas (A) >1000 m dari jalan kabupaten 500-1000 m dari jalan kabupaten

< 500 m dari jalan kabupaten

< 500 m dari jalan propinsi

< 500 m dari jalan Nasional

4. Daya Tarik (DT)

Terdapat >3 obyek sejenis radius 1 km

Terdapat 3 obyek sejenis radius 1 km

Terdapat 2 obyek sejenis radius 1 km

Terdapat 1 obyek sejenis radius 1 km

Tidak terdapat obyek sejenis radius 1 km

Parameter Jarak

Faktor letak obyek wisata dinilai mempunyai pengaruh kuat terhadap motif wisatawan melakukan perjalanan wisata. Penetapan jarak tertentu berdasarkan letak obyek wisata yang menyebar, dimana penyebaran dari obyek wisata di Kabupaten Agam terpencar di 14 kecamatan. Jarak tempuh dari suatu obyek ke obyek yang lain di daerah ini cukup panjang. Semakin dekat suatu obyek wisata maka kesempatan pengunjung untuk mencapainya akan semakin besar, begitu juga sebaliknya.

Suatu obyek wisata dengan jarak 0 - 15 kilometer mempunyai nilai potensi sangat kuat dengan skor 5. Untuk jarak lebih dari 15 kilometer sampai 30 kilometer mempunyai nilai potensi kuat dengan skor 4. Jarak lebih dari 30 kilometer sampai 45 kilometer mempunyai nilai potensi sedang dengan skor 3. Jarak lebih dari 45 kilometer sampai 60 kilometer mempunyai nilai potensi lemah dengan skor 2 dan jarak lebih dari 60 kilometer dengan nilai potensi sangat lemah.

Parameter Sarana Prasarana

(45)

30 prasarana ini tidak berdasarkan pelayanan yang diberikan terhadap konsumen, tetapi berdasarkan jumlah dan jenis dari sarana prasarana tersebut terhadap suatu obyek wisata. Pertimbangan jumlah dan jenis sarana prasarana bisa menggambarkan potensi suatu obyek wisata disamping sebagai suatu komponen untuk penentuan hirarki suatu wilayah.

Semakin banyak jumlah dan jenis fasilitas maka dukungan terhadap pengembangan suatu obyek wisata akan semakin baik. Demikian pula dengan keberadaan fasilitas-fasilitas yang dekat dengan suatu obyek wisata, maka akan menjadi suatu nilai tambah bagi perkembangan obyek wisata tersebut. Fasilitas yang dinilai sebagai komponen penunjang utama dalam analisis ini adalah akomodasi, rumah makan, perbankan, pasar, terminal dan rumah sakit/puskesmas. Suatu obyek wisata dikategorikan mempunyai potensi sangat kuat dengan skor 5 apabila dalam radius satu kilometer dari obyek wisata tersebut terdapat lebih dari lima jenis sarana prasarana. Obyek wisata dengan potensi kuat dengan skor 4 apabila obyek wisata tersebut didukung oleh empat jenis sarana prasarana dalam radius satu kilometer. Untuk obyek wisata yang mempunyai dua sampai tiga jenis sarana prasarana dalam radius satu kilometer dari obyek wisata tersebut maka masuk kedalam potensi sedang dengan skor 3. Obyek wisata dengan potensi lemah dengan skor 2 apabila hanya terdapat satu jenis sarana prasarana dalam radius satu kilometer dari obyek wisata tersebut. Suatu obyek wisata yang tidak terdapat satu jenis sarana prasaranapun dalam radius satu kilometer dari obyek tersebut diberi skor 1 dengan potensi sangat lemah.

Parameter Aksesibilitas

(46)

Prasarana jalan terdiri dari tiga kelas yaitu jalan negara, jalan propinsi dan jalan kabupaten.

Asumsi yang dibangun adalah jarak suatu obyek wisata dari jalan nasional, jalan propinsi dan jalan kabupaten, apabila suatu obyek wisata semakin dekat dengan jalan utama maka nilai skor akan semakin tinggi. Untuk penilaian berdasarkan aksesibilitas, penelitian ini memberikan skor 5 apabila suatu obyek wisata mempunyai jarak lebih kecil dari 500 m dari jalan nasional dengan potensi sangat kuat. Obyek wisata yang berada pada radius 500 m dari jalan propinsi memiliki skor 4 dengan potensi kuat. Untuk obyek wisata yang mempunyai jarak kurang dari 500 m terhadap jalan kabupaten maka memiliki skor 3 dengan potensi sedang. Sedangkan untuk obyek wisata dengan posisi antara 500 m sampai dengan 1 000 m dari jalan kabupaten akan mendapatkan skor 2 dengan potensi lemah, dan untuk obyek wisata yang mempunyai jarak akses lebih dari 1 000 m terhadap jalan kabupaten memiliki skor 1 dengan potensi sangat lemah. Apabila dalam proses identifikasi posisi obyek wisata masuk kedalam dua kategori penilaian, maka nilai yang ditetapkan untuk obyek wisata tersebut adalah nilai tertinggi dari dua kategori tersebut.

Parameter Daya Tarik

Faktor daya tarik terkait dengan keberadaan sejumlah obyek wisata yang sejenis dalam suatu wilayah tertentu. Semakin banyak obyek wisata yang sejenis dalam suatu area tertentu, maka daya tarik obyek tersebut akan berkurang. Penilaian obyek wisata dilakukan dengan penskoran yang dimulai dari skor satu untuk potensi sangat lemah sampai dengan skor lima dengan potensi sangat kuat.

(47)

32 satu kilometer tidak terdapat satupun obyek wisata yang sejenis maka potensi obyek wisata tersebut masuk kedalam kategori sangat kuat dengan nilai skor 5.

Penentuan nilai potensi suatu obyek wisata berdasarkan parameter fisik (PF) dilakukan dengan mengalikan nilai masing-masing parameter dengan bobot suatu parameter. Setelah didapatkan hasil dari operasi diatas, maka dilakukan penjumlahan terhadap nilai-nilai parameter fisik obyek yang dianalisis yaitu nilai jarak, jumlah sarana prasarana, aksesibilitas dan daya tarik dengan persamaan: Metode Skoring PF = (Bobot x J) + (Bobot x SP) + (Bobot x A) + (Bobot x DT) Adapun untuk pembagian kriteria penilaian potensi pariwisata berdasarkan parameter kelembagaan, sosial budaya dan ekonomi terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Kriteria penilaian potensi pariwisata berdasarkan parameter kelembagaan, sosial budaya dan ekonomi (Modifikasi model Gunn, 1979)

No Parameter Nilai Potensi

Sangat Lemah (1) Sedang (3) Sangat Kuat (5) 1. Pengelola (P) Tidak adanya

pengelola Obyek Wisata

-

Adanya pengelola Obyek Wisata

2. Atraksi/ hiburan kesenian (AH)

Tidak adanya atraksi/ hiburan

Adanya atraksi/ hiburan 1-2 kali sebulan

Adanya atraksi/ hiburan lebih 2 kali sebulan

3. Keamanan (K) Tidak adanya petugas

keamanan -

Adanya petugas keamanan

4. Penjualan Cendramata, Makanan & Minuman (PSM) Tidak adanya tempat penjualan cendramata dan makanan Terdapat 1-5 tempat penjualan cendramata dan makanan

Terdapat lebih dari 5 tempat penjualan cendramata dan makanan

Parameter Pengelola

Salah satu penentu berkembangnya suatu obyek wisata yaitu adanya pengelola dari obyek tersebut. Dengan adanya pengelola akan memberikan suatu nilai tambah dari obyek wisata, dimana secara tidak langsung akan memberikan efek positif terhadap kelestarian obyek dengan terpeliharanya aset-aset yang ada di dalam obyek wisata dan pengunjung bisa memaksimalkan pemanfaatan dari aset-aset yang ada sesuai dengan fungsinya.

(48)

skor 5 dan apabila suatu obyek wisata tidak mempunyai pengelola mendapatkan skor 1 dengan potensi sangat lemah.

Parameter Atraksi, Hiburan, Kesenian

Adanya atraksi, hiburan, kesenian di suatu obyek wisata merupakan daya tarik tersendiri dari obyek wisata. Penilaian terhadap parameter atraksi, hiburan dan kesenian terhadap obyek wisata berdasarkan seberapa sering atraksi, hiburan dan kesenian dilakukan di dalam obyek wisata. Suatu obyek wisata mendapatkan nilai skor 1 dan masuk ke dalam potensi sangat lemah apabila dalam obyek wisata tersebut tidak adanya atraksi, hiburan dalam sebulan. Untuk nilai potensi sedang dengan skor 3 diberikan kepada obyek wisata yang memiliki atraksi, hiburan satu sampai dua kali dalam sebulan dan obyek wisata yang mengadakan atraksi, hiburan lebih dari dua kali dalam sebulan memperoleh skor 5 dengan potensi sangat kuat.

Parameter Keamanan

Salah satu unsur lain yang pentingnya dalam dunia pariwisata adalah citra keamanan bagi wisatawan, baik domestik maupun luar negeri. Parameter keamanan merupakan faktor utama bagi wisatawan dalam melakukan kunjungan wisata. Faktor keamanan menjadi kunci utama untuk meningkatkan jumlah wisatawan. Selain itu keamanan suatu obyek wisata juga berhubungan dengan citra (image) yang akan diciptakan produk wisata tersebut. Tidak adanya jaminan keamanan pada suatu obyek wisata akan berakibat yang kurang menguntungkan bagi pariwisata itu sendiri. Salah satu dampaknya yaitu akan terjadi pengurangan kunjungan wisatawan.

(49)

34 Parameter Penjualan Cendramata, Makanan dan Minuman

Kelengkapan sarana prasarana dalam obyek wisata seperti adanya tempat-tempat penjualan cendramata yang merupakan kekhasan dari suatu obyek wisata, tempat penjualan makanan dan minuman sangat diharapkan bagi para pengunjung. Penilaian terhadap obyek wisata dengan parameter ini lebih menekankan kepada kuantitas atau jumlah dari tempat penjualan cendramata, makanan dan minuman di dalam suatu obyek wisata.

Suatu obyek wisata dikategorikan mempunyai potensi sangat kuat dengan skor 5, apabila obyek tersebut memiliki lebih dari lima tempat penjualan cendramata, makanan dan minuman. Obyek wisata yang memiliki satu sampai lima tempat penjualan cendramata, makanan dan minuman masuk kedalam kategori potensi sedang dengan skor tiga, dan untuk obyek wisata yang tidak mempunyai tempat penjualan cendramata, makanan dan minuman mendapatkan skor 1 dengan potensi sangat lemah.

Pembagian kriteria penilaian potensi pariwisata berdasarkan parameter kelembagaan, sosial budaya dan ekonomi (PKSE). Untuk proses penilaian skoring parameter PKSE sama dengan proses penilaian potensi pariwisata parameter fisik, dimana masing-masing parameter PKSE dikalikan dengan bobot parameter dan setelah itu dilakukan penjumlahan terhadap nilai-nilai parameter kelembagaan, sosial budaya dan ekonomi yang ada yaitu parameter pengelola, parameter atraksi hiburan/kesenian, parameter keamanan, dan parameter penjualan cendramata, makanan dan minuman. Parameter-parameter PSKE yang dianalisis (Tabel 8) dengan metode skoring sebagai berikut:

Metode Skoring PSKE =(Bobot x P)+(Bobot x AH)+(Bobot x K)+(Bobot x PSM)

Untuk mendapatkan nilai potensi pariwisata dari suatu obyek wisata, maka dilakukan pencarian rata-rata dari penjumlahan nilai skor obyek wisata dari dua pembagian kelompok penilaian yaitu metode skoring PF dan metode skoring PKSE.

Metode Skoring Potensi Pariwisata =

2

(50)

Kemudian nilai skor tersebut dimasukan ke dalam klasifikasi penilaian (Tabel 10) sebagai potensi pariwisata dari potensi sangat rendah sampai potensi sangat tinggi dengan selang kelas kesesuaian ditentukan dengan rumusan (Walpole, 1982):

Selang Kelas =

Kriteria l SkorMinima al SkorMaksim Σ Σ − Σ

Tabel 10 Klasifikasi Penilaian Potensi Wisata

No Total Nilai Keterangan

1. 1 – 2 Potensi Rendah

2. 2,01 – 3 Potensi Sedang

3. 3,01 – 4 Potensi Tinggi

4. 4,01 – 5 Potensi Sangat Tinggi

Sumber : Olahan rumus Walpole (1982)

Penentuan obyek wisata aktual berdasarkan kriteria (Gambar 3) dilakukan dengan proses overlay antara peta administrasi, peta obyek wisata, peta jalan dan peta sarana prasarana.

Gambar 3 Diagram alir analisis obyek wisata aktual berdasarkan kriteria

Membangun krieria Peta

Administrasi

Peta Obyek

Wisata Peta Jalan

Peta Sarana Prasarana

Data Atribut Query dan

skoring obyek berdasarkan kriteria Menampilkan obyek wisata aktual berdasarkan kriteria Identifikasi jarak obyek dengan kriteria letak Identifikasi jarak obyek dengan kriteria daya tarik

Buffer dengan

kriteria letak

Identifikasi jarak obyek dengan kr

Gambar

Gambar 4  Diagram alir analisis satuan kawasan wisata
Tabel 12  Penggunaan lahan tahun 2005 di Kabupaten Agam
Tabel 13  Jumlah dan distribusi penduduk Kabupaten Agam per kecamatan tahun  2006
Tabel 14 Prosentase  mata pencaharian penduduk Kabupaten Agam per kecamatan tahun 2005
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 7 menunjukkan bahwa glulam mangium tiga lapis memiliki kerapatan tertinggi (0.59 g/cm 3 ) dan secara signifikan berbeda dari sembilan jenis glulam lainnya,

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah respons fisiologi (suhu rektal, suhu permukaan tubuh dan panting), performa produksi (konsumsi pakan, produksi telur,

paragraph 4 letter a, in conjunction with article 10 paragraph 5. Approval upon the usage of Net Profit of the Company for the financial year ends on 31 December 2015. The 2 nd

Bersertifikat dan Berlabel dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (B2P2TP) Surabaya dan atau Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTT (Bidang

Restorasi Pendidikan Indonesia Menuju Masyarakat Terdidik Berbasis Budaya.. Jogjakarta:

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan (1) motivasi belajar sejarah siswa, hal ini ditunjukkan

melalui kerja individual. h) Perilaku dibangun atas dasar kebiasaan. i) Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan. j) Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai

Dalam perkuliahan ini dibahas Teori Perbandingan Bahasa, Metode Penyelidikan Linguistik Komparatif, Klasifikasi Bahasa, Metode Klasifikasi Bahasa, Asal-usul Bahasa