• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana pengembangan dan penataan lanskap kawasan wisata berkelanjutan kabupaten sintang propinsi Kalimantan Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rencana pengembangan dan penataan lanskap kawasan wisata berkelanjutan kabupaten sintang propinsi Kalimantan Barat"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

LANSKAP K

KAB

IN

KAWASAN WISATA BERKELA

BUPATEN SINTANG PROPINS

KALIMANTAN BARAT

JIMI STEPANUS

A451070051

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Rencana Penataan Kawasan

Wisata Berkelanjutan Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat adalah karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebut dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis

ini.

Bogor, Agustus 2009

Jimi Stepanus

(3)

JIMI STEPANUS. Development Plan and Landscape Arrangement of

Sustainable Tourism Destination in Sintang Regency of West Kalimatan Province

. Under the direction of SITI NURISJAH and LILIK BUDI PRASETYO

Sintang Regency like other regions in Indonesia is rich in nature and culture

tourisms which are very potential; however, until now these resources have not

been optimally utilized. The aims of this research were to identify tourism

potentials, to analyze biophysical quality and community acceptability, and finally

to plan the landscape of sustainable tourism areas. Tourism attractiveness index

(Smith 1989), analytical hierarchy process (Saaty 1991) used to determine

tourism space zones, questionnaires and GIS were used as analytical tools.

The research result showed that the attraction of nature and local culture

dominated the tourist attractions in Sintang Regency. Kelam Permai subdistrict

which is very potential to be developed as sustainable tourism area where most

of (80%) its villages are of high potential and the rest is of medium potential.

Based on the object condition, biophysical quality and community culture,

eco-tourism is the most suitable form to be developed in this region. The policy of

development control, regional management and the involvement of local people

are badly needed to materialize the landscape of a sustainable eco-tourism area

in Kelam Permai subdistrict.

(4)

JIMI STEPANUS. Rencana Pengembangan dan Penataan Lanskap Kawasan

Wisata Berkelanjutan Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat. Dibimbing

oleh SITI NURISJAH dan LILIK BUDI PRASETYO.

Kabupaten Sintang merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Barat

yang memiliki potensi wisata berupa sumberdaya alam (flora, fauna, danau,

sungai), kesenian daerah, arsitektur tradisional, peninggalan sejarah serta

artefak purbakala. Potensi ini dapat menjadi andalan untuk digali dan

dikembangkan sehingga dapat memberikan sumbangan bagi pendapatan

daerah, dan memperkenalkan Kabupaten Sintang ke daerah lain serta

memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat.

Potensi obyek dan atraksi wisata yang tinggi di Kabupaten Sintang belum

teridentifikasi dengan baik. Pengembangannya masih suboptimal dan belum

memperhatikan potensi dan keberlanjutan obyek dan juga kawasannya.

Sementara pariwisata yang baik ialah pariwisata yang secara fisik menjadikan

lingkungan dan kawasannya berkelanjutan, serta budaya masyarakat lokal tetap

terjaga kualitas dan kelestariannya. Selain itu secara sosial ekonomi pariwisata

harus dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat lokal untuk ikut serta

mendukung keberlanjutan wisata.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi wisata dan

merencanakan penataan lanskap kawasan wisata berkelanjutan. Sedangkan

tujuan khusus dari penelitian ini adalah melakukan (1) identifikasi dan analisis

potensi sumberdaya wisata di Kabupaten Sintang, (2) analisis kondisi biofisik,

akseptibilitas masyarakat, dan preferensi stakeholder dalam pengembangan kawasan wisata, (3) merencanakan sub kawasan yang memiliki potensi tertinggi

untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata berkelanjutan.

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sintang yang terdiri dari empat

belas kecamatan dan dilakukan pada dua skala wilayah penelitian, yaitu pada

skala kabupaten dan pada skala kecamatan. Pada skala kabupaten dilakukan

identifikasi dan seleksi berbagai potensi wisata yang terdapat di wilayah ini,

dengan menggunakan Tourism Attractiveness Index. Pada skala kecamatan dilakukan analisis biofisik kawasan, potensi dan obyek wisata dan kesediaan

masyarakat pada kecamatan yang memiliki indeks atraksi wisata tertinggi.

(5)

wisata.

Kabupaten Sintang memiliki obyek dan atraksi wisata alam dan budaya

yang potensial. Obyek wisata alam berupa bukit, air terjun, hutan, danau, sungai,

flora dan fauna, sumur garam serta sumber mata air panas. obyek wisata budaya

dan artefak sejarah berupa makam raja-raja, lingga yoni, mesjid tua, keraton,

serta tempat ibadah gua maria. Dari 14 kecamatan, Kecamatan Kelam Permai

merupakan kecamatan dengan indeks atraksi wisata tertinggi, yang kemudian

menjadi fokus utama model perencanaan pengembangan wisata di Kabupaten

Sintang. Berdasarkan analisa, 80% desa di Kecamatan Kelam Permai sangat

sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata dan sisanya termasuk

kategori sedang.

Berdasarkan hasil analisis, maka ekowisata merupakan bentuk wisata yang

dikembangkan, dengan pusat pengembangan ekowisata berada dekat dengan

ibukota kecamatan. Kawasan ini merupakan pusat aktivitas wisata utama yang

disediakan berbagai fasilitas wisata modern dan semi modern yang ramah

lingkungan dan menerapkan prinsip efisiensi dalam pengembangannya untuk

memberi kemudahan dan kenyamanan bagi wisatawan dalam melakukan

aktifitasnya. Sedangkan diluar kawasan tersebut merupakan ruang untuk aktifitas

wisata yang bersifat petualangan dan edukasi dengan jumlah wisatawan

terbatas, serta tingkat pengembangan dan penataan yang rendah.

Arahan program pengembangan menggunakan pendekatan prinsip

edukasi pada pengunjung dan masyarakat, program peningkatan kesejahteraaan

masyarakat, pelestarian alam dan budaya setempat. Sedangkan fasilitas yang di

kembangkan adalah fasilitas yang disesuaikan dengan kondisi lanskap serta

mengadopsi bentuk arsitektur lokal.

Kata kunci : wisata berkelanjutan, perencanaan wisata, perencanaan lanskap,

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

LANSKAP KAWASAN WISATA BERKELANJUTAN

KABUPATEN SINTANG PROPINSI

KALIMANTAN BARAT

JIMI STEPANUS

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Propinsi Kalimantan Barat.

Nama : Jimi Stepanus

NRP : A451070051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Arsitektur Lanskap

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S Prof.Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(10)

!

" # $ # % & ! & ' !' #

! ( !' # ) $ % *

$

*

+

,

(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Topik yang dipilih

dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Pebruari 2009 ini adalah

perencanaan lanskap wisata, dengan judul Rencana Pengembangan dan

Penataan Lanskap Kawasan Wisata Berkelanjutan Kabupaten Sintang Propinsi

Kalimantan Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Siti Nurisjah,MSLA dan Dr. Ir.

Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. selaku pembimbing dan Dr.Ir. Nurhayati HSA, M.Sc

yang telah banyak memberikan saran, arahan dan bimbingan, bapak Prof.Dr.Ir.

Hadi Susilo Arifin M.S selaku ketua Mayor Arsitektur Lanskap, staf pengajar

Arsitektur Lanskap atas ilmu, bimbingan dan arahan, Bupati Sintang yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melanjutkan pendidikan di

Institut Pertanian Bogor. Disamping itu, terima kasih juga penulis sampaikan

kepada keluarga besar penulis, bapak, ibu, kakak, abang, adik, istri, anak atas

segala doa dan kasih sayangnya, dan rekan-rekan di Mayor Arsitektur Lanskap

yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan selama ini.

Kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima

kasih dan penghargaan penulis sampaikan atas segala bantuan dan

kerjasamanya.

Semoga tesis ini bermanfaat. Amin

.

Bogor, Agustus 2009

(12)

Penulis dilahirkan di Nanga Merakai, Kabupaten Sintang, Propinsi

Kalimantan Barat pada tanggal 3 November 1976 dari bapak Paulus Tambi dan

ibu Siyowa. Penulis merupakan putra keenam dari tujuh bersaudara. Pernikahan

penulis dengan Yusniarti dikaruniai satu orang anak Kevin Nataniel Steven.

Tahun 1995 penulis menyelesaikan sekolah di SMA Negeri 2 Sintang dan

pada tahun yang sama melanjutkan studi ke Universitas Tanjungpura Pontianak,

Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi Agronomi, lulus

tahun 2001. Tahun 2007 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan

pendidikan Strata-2 pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Mayor

Arsitektur Lanskap atas bantuan dari PEMDA Kabupaten Sintang.

Sejak tahun 2002 hingga sekarang penulis bekerja sebagai staff pada

(13)

Halaman

DAFTAR TABEL………. vi

DAFTAR GAMBAR………. vii

DAFTAR LAMPIRAN……….. viii

PENDAHULUAN……… 1

Latar Belakang………. 1

Perumusan Masalah………... 3

Tujuan Penelitian………. 4

Manfaat Penelitian……….. 5

Kerangka Pemikiran……… 5

TINJAUAN PUSTAKA……….. 7

Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan……….……. 7

Pengertian Wisata………. 10

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata.………. 16

Aspek Biofisik dalam Perencanaan Kawasan …...….………. 19

Partisipasi Masyarakat dalam Mendukung Wisata………. 21

Metode Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Berkelanjutan…….. 23

Sistem Informasi Geografis………. 24

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG………. 27

Geografis dan Administrasi……….. 27

Aspek Biofisik………... 29

Kependudukan……….……….. 32

Aspek Sosial Ekonomi……….. 33

Aspek Sosial Budaya……… 35

Kepariwisataan..………... 35

METODE PENELITIAN……….. 37

Tempat dan Waktu……… 37

Bahan dan Alat Penelitian……… 37

(14)

Batasan Istilah……… 49

HASIL DAN PEMBAHASAN……… 51

Potensi Kepariwisataan Tingkat Kabupaten... 51

Hasil Analisis Tapak untuk Pengembangan Wisata pada Kawasan Terpilih………. 62 Rencana Pengembangan Kawasan Wisata Kecamatan Kelam Permai………... 77 KESIMPULAN DAN SARAN………... 87

Kesimpulan………. 87

Saran………... 87

DAFTAR PUSTAKA……….. 88

(15)

Halaman

1 Pembagian Wilayah Administrasi di Kabupaten Sintang………. 27

2 Data Iklim Kabupaten Sintang Tahun 1997 – 2006……….. 29

3 Jenis Tanah di Kabupaten Sintang………. 30

4 Luas Wilayah Kabupaten Sintang Menurut Ketinggiannya…………. 31

5 Kelas Lereng di Kabupaten Sintang……… 32

6 Jumlah Penduduk Kabupaten Sintang Tahun 2007………. 33

7 Struktur Mata Pencaharian Penduduk di Kabupaten Sintang……… 34

8 Jumlah Kunjungan Wisata ke Kabupaten Sintang Tahun 2005……. 36

9 Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian……… 37

10 Penilaian Tourism Attractiveness Index………. 41

11 Skala Perbandingan Secara Berpasangan AHP ………... 43

12 Kriteria Penilaian Kualitas Biofisik Kecamatan Terpilih ……….. 44

13 Kriteria Penilaian Objek dan Atraksi Wisata……….. 46

14 Penilaian Akseptibilitas Masyarakat……… 47

15 Tourism Attractiveness Index Kabupaten Sintang……… 55

16 Penilaian Bobot dan Prioritas pada Level Kriteria……… 58

17 Penilaian Bobot dan Prioritas pada Level Alternatif………. 59

18 Hasil Penilaian Alternatif untuk Mencapai Tujuan……… 61

19 Kemiringan Lahan Kecamatan Kelam Permai………. 63

20 Jenis Tanah Kecamatan Kelam Permai………. 64

21 Tutupan Lahan Kecamatan Kelam Permai………... 64

22 Hasil Penilaian Potensi Obyek dan Atraksi Wisata ....…………... 68

23 Hasil Penilaian Akseptibilitas Masyarakat……….. 72

24 Rencana Aktifitas dan Fasilitas yang akan dikembangkan…………. 82

25 Program Pengembangan pada Zona Pusat Pengembangan Ekowisata………

84

26 Program Pengembangan pada Zona Pendukung

Ekowisata………

(16)

Halaman

1 Alur Pikir Penelitian……….. 6

2 Elemen Dasar dalam Perencanaan Wisata (Mason 2006)…………... 18

3 Peta Administrasi Kabupaten Sintang……… 28

4 Lokasi Penelitian……….. 38

5 Tahapan Penelitian……….. 40

6 Struktur Hierarki Rencana Penataan Lanskap Kawasan Wisata di Kabupaten Sintang……….

42

7 Obyek dan Atraksi Wisata Alam ……….. 51

8 Obyek dan Atraksi Wisata Budaya ……….. 52

9 Peta Kualitas Biofisik Kecamatan Kelam Permai ………. 66

10 Peta Kesesuaian Wisata Berdasarkan Ketersediaan Obyek dan Atraksi Wisata di Kecamatan Kelam Permai ……….

70

11 Peta Akseptibilitas Masyarakat Terhadap Wisata di Kecamatan Kelam Permai………...

73

12 Peta Zona Pengembangan Wisata di Kecamatan Kelam Permai……….

76

13 Konsep Ruang Wisata………. 79

14 Konsep Ruang dan Sirkulasi di Kawasan Wisata Kelam Permai……. 80

15 Aksesibilitas Kecamatan Kelam Permai………... 81

16 Rencana Pengembangan dan Penataan Kawasan Wisata di Kecamatan Kelam Permai………..

(17)

Halaman

1 Peta Penutupan Lahan di Kecamatan Kelam Permai……….. 92

2 Peta Kemiringan Lahan di Kecamatan Kelam Permai………. 93

3 Peta Jenis Tanah di Kecamatan Kelam Permai……… 94

(18)

Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan tropikal yang kaya akan objek

pariwisata yang tersebar dari Sabang sampai dengan Merauke. Selain kekayaan

geografis, kekayaan sosial-budaya dengan aneka adat istiadat telah cukup

dikenal didunia kepariwisataan dunia. Potensi kekayaan dan keragaman

sosial-budaya serta berbagai potensi alam yang dimiliki adalah modal utama bagi

pengembangan sektor kepariwisataan dan dianggap sebagai potensi

pengembangan kegiatan perekonomian yang relatif dapat cepat menghasilkan

devisa bagi negara (Warpani dan Warpani 2007). Pariwisata dinilai oleh banyak

pihak memiliki arti penting sebagai salah satu alternatif pembangunan, terutama

bagi negara atau daerah yang memiliki keterbatasan sumberdaya alam

(Suradnya,2006).

Berdasarkan data pariwisata, perkembangan jumlah kunjungan wisatawan

ke Indonesia sejak lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Pada tahun 2003

jumlah wisatawan yang datang sebanyak 4.467.021 orang, pada tahun 2004

meningkat menjadi 5.321.165. Pada 2005 terjadi penurunan jumlah kunjungan

menjadi 5.002.101 sampai pada tahun 2006 menjadi 4.871.351. Pada 2007

terjadi peningkatan kunjungan paling tinggi dibanding empat tahun sebelumnya

yaitu 5.505.759 orang. Dari kunjungan wisatawan tersebut menghasilkan devisa

bagi negara sebesar US$ 4,037 milyar pada tahun 2003, pada tahun 2004

meningkat menjadi US$ 4,798 milyar seiring dengan penurunan jumlah

wisatawan pada tahun 2005 devisa yang dihasilkan juga menurun menjadi US$

4,522 milyar dan terus menurun sampai tahun 2006 menjadi US$ 4,448 milyar

Peningkatan devisa dari sektor pariwisata kembali meningkat menjadi US$ 5,346

milyar pada tahun 2007 sejalan dengan peningkatan jumlah wisatawan

(Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2008).

Menurut Yoeti (2006), memasuki abad ke-21 telah terjadi pergeseran

kecenderungan pariwisata internasional, yang lebih disebabkan oleh gaya hidup

di negara asal wisatawan. Beberapa kecenderungan pasar diantaranya adalah

adanya perubahan dari kecenderungan melakukan perjalanan massal menjadi

perjalanan wisata secara individu dengan trend lebih ingin melihat dan

(19)

Potensi wisata yang menarik di Indonesia adalah pada keunikan hutan

hujan tropis dengan keanekaragaman hayati yang tinggi berada di pegunungan

dan disepanjang sungai-sungai besar Indonesia serta pada kebudayaannya yang

menarik, Salah satu dari kekayaan wisata ini berada di Kabupaten Sintang

Propinsi Kalimantan Barat. Potensi wisata ini belum sepenuhnya tereksploitasi

optimal namun memungkinkan untuk dikembangkan, akan tetapi harus

direncanakan dengan seksama disertai pemahaman sepenuhnya mengenai

kondisi objek dan pengetahuan tentang hubungan antara objek wisata tersebut

dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini penting karena jika lanskap tersebut

terganggu secara negatif maka akan berdampak pada keseimbangan lingkungan

sekitarnya. Selanjutnya dapat menghilangkan jumlah dan kualitas objek-objek

wisata tersebut dan menurunkan kunjungan wisata.

Menurut Gunn (1994), perencanaan dan pengembangan kawasan wisata

sebagai suatu unit lanskap tidak dapat dihentikan oleh batas kota, harus

mengikuti arah area geografis termasuk komunitasnya. Pengembangan daerah

tujuan wisata harus memperhatikan semua sumberdaya alam dan budaya, serta

lingkungan agar tidak terjadi degradasi. Pengembangan kawasan wisata harus

selalu melindungi sumberdaya yang ada, baik sumberdaya alam, kualitas

lingkungan, sumberdaya manusia, dan sumberdaya budaya karena penting

sekali bagi keberhasilan wisata, selain itu juga harus menonjolkan kualitas asli

atau lokal dari suatu tempat.

Rencana pengembangan pariwisata diperlukan oleh berbagai pihak

sebagai pedoman dalam mengembangkan aktivitas di bidang masing-masing.

Bahkan, rencana pengembangan dimaksud harus bersinergi dengan

rencana-rencana pembangunan pada sektor-sektor lain dan tetap konsisten dengan

rencana pembangunan kepariwisataan nasional secara keseluruhan.

Hampir semua kekayaan sumber daya alam dan budaya merupakan aset

potensial bagi pengembangan kepariwisataan, dan diketahui bahwa kegiatan ini

mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan relatif cepat dengan

meningkatkan pendapatan dan standar hidup masyarakat serta menstimuli

sektor-sektor produksi lainnya. Kegiatan ini juga merupakan alternatif untuk

meningkatkan pendapatan langsung maupun tidak langsung bagi pemerintah

daerah dan juga bagi masyarakat lokal/ setempat (Nurisjah et al. 2003).

Selain dampak positif, wisata juga berpotensi memberikan dampak negatif

(20)

kawasan wisata menyebabkan berbagai dampak yang sangat merugikan

terhadap sumberdaya alam dan masyarakat lokal seperti pencemaran dan

perubahan sosial budaya masyarakat disekitar kawasan. Penurunan kualitas

lingkungan dan perubahan budaya ini memacu berkurangnya permintaan pasar

terhadap wisata dikawasan tersebut.

Timbulnya dampak negatif sebagai akibat dari pengembangan wisata

merupakan salah satu dasar berkembangnya konsep pengembangan pariwisata

berbasis kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, serta masyarakat lokal.

Konsep tersebut dikenal dengan konsep ekowisata, yang secara sederhana

dapat diartikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang

bertanggungjawab di tempat-tempat alami dan/atau daerah-daerah yang dibuat

berdasarkan kaidah alam, yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan

(alam dan kebudayaan), dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat

setempat (Sekartjakrarini 2004).

Kabupaten Sintang dengan luas wilayah 21.635,00 km2 memiliki potensi

pariwisata alam dan budaya yang cukup besar namun masih belum

dikembangkan dan belum ada perencanaan untuk menunjang pengembangan

dan keberlanjutannya. Penelitian ini bertujuan mengambil bagian dalam upaya

menjawab permasalahan perencanaan pengembangan wisata ini melalui

pendekatan arsitektur lanskap untuk membuat alternatif perencanaan lanskap

kawasan wisata yang dapat diterima masyarakat serta berkelanjutan.

Perumusan Masalah

Kabupaten Sintang merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Barat

yang memiliki potensi wisata berupa sumberdaya alam flora, fauna, danau

sungai , kesenian daerah, arsitektur tradisional, peninggalan sejarah serta artefak

purbakala. Potensi ini dapat menjadi andalan untuk di gali dan dikembangkan

sehingga dapat memberikan sumbangan bagi pendapatan daerah, dan

memperkenalkan Kabupaten Sintang ke daerah lain serta memberikan manfaat

bagi masyarakat.

Mobilitas manusia, dan keinginan manusia untuk berpergian menemukan

pengalaman baru ditempat lain, perlu menjadi perhatian untuk menyediakan

kebutuhan mereka terutama objek dan atraksi wisata yang menarik dalam

(21)

daerah harus menjadi perhatian yang serius untuk dikembangkan dengan baik

sehingga akan dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan.

Untuk mengembangkan wisata dan menjaga keberlanjutannya juga harus

memperhatikan berbagai aspek pendukungnya yaitu aspek ekologis, sosial

budaya lokal, perekonomian masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat

setempat yang bermukim disekitar kawasan wisata dapat ditingkatkan.

Dalam mengembangkan berbagai potensi wisata di Kabupaten Sintang

terdapat beberapa permasalahan dasar yang perlu mendapat perhatian

diantaranya :

1. Kabupaten Sintang memiliki potensi obyek dan atraksi wisata yang tinggi

tetapi belum teridentifikasi dengan baik.

2. Pengembangannya masih suboptimal dan belum memperhatikan potensi

dan keberlanjutan obyek dan juga kawasannya.

3. Pariwisata yang baik ialah pariwisata yang secara fisik menjadikan

lingkungan dan kawasannya berkelanjutan, serta budaya masyarakat lokal

tetap terjaga kualitas dan kelestariannya sehingga perlu perencanaan

kawasan yang sebaik mungkin.

4. Masyarakat di sekitar kawasan memiliki peran penting dalam pemanfaatan

kawasan, karena itu secara sosial ekonomi pariwisata harus dapat

memberikan kesempatan bagi masyarakat lokal untuk ikut serta mendukung

keberlanjutan wisata.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi wisata

dan merencanakan penataan lanskap kawasan wisata berkelanjutan, yaitu suatu

kawasan wisata yang terjaga kualitas biofisiknya, budaya masyarakat lokal

berkembang dan lestari, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar

kawasan. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi dan menganalisis potensi sumberdaya wisata di Kabupaten

Sintang.

2. Menganalisis kondisi biofisik, akseptibilitas masyarakat, dan preferensi

stakeholder dalam pengembangan kawasan wisata.

3. Merencanakan sub kawasan yang memiliki potensi tertinggi untuk

dikembangkan menjadi kawasan wisata berkelanjutan sesuai dengan

(22)

Manfaat Penelitian

Hasil dari perencanaan lanskap ini diharapkan dapat memberikan manfaat

diantaranya :

1. Menjadi bahan pertimbangan dalam usaha pengembangan wisata dan

desain kawasan wisata di Kabupaten Sintang serta menjadi salah satu

acuan bagi perencanaan detail dan kebijakan Pemerintah Daerah

Kabupaten Sintang pada sektor pariwisata.

2. Memberikan manfaat dalam memproteksi kehidupan masyarakat lokal dan

memberikan manfaat dalam mengembangkan kebudayaan lokal.

3. Menanamkan kesadaran bagi masyarakat lokal untuk berpartisipasi

membangun, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta kebudayaan agar

dapat mewujudkan suatu lanskap wisata yang berkelanjutan.

4. Memberikan arahan kepada pihak swasta dalam mengembangkan usaha

yang berkaitan dengan sektor-sektor yang dapat menunjang perkembangan

industri pariwisata di Kabupaten Sintang.

5. Menjadi bahan kajian ilmiah lanjutan dalam penelitian, perencanaan dan

penataan kawasan wisata di Kabupaten Sintang.

Kerangka Pemikiran

Kabupaten Sintang memiliki beragam bentuk lanskap dan budaya.

Kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi dan wilayah yang luas serta

berbagai atraksi budaya lokal merupakan potensi yang dapat dikembangkan

untuk pariwisata. Akan tetapi potensi ini belum sepenuhnya tergali dan

dimanfaatkan dengan optimal sebagai salah satu modal penting dalam

menunjang perkembangan pembangunan bidang kepariwisataan di Kabupaten

Sintang.

Untuk mengoptimalkan pengembangan wisata perlu dilakukan identifikasi

berbagai potensi wisata yang ada di seluruh Kabupaten Sintang agar diperoleh

berbagai data yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangannya.

Berbagai potensi wisata yang ada di setiap wilayah (kecamatan) selanjutnya

dinilai untuk memperoleh lanskap kawasan wisata potensial yang menjadi fokus

dalam pengembangan kepariwisataan dengan tidak mengabaikan potensi

lainnya.

Perencanaan kawasan dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatannya

(23)

pembangunan wisata, sehingga dapat diperoleh rencana penataan lanskap

kawasan wisata yang menjaga budaya lokal, memperhatikan ketersediaan objek

wisata yang ada, dan mendapat dukungan masyarakat, di sekitar kawasan yang

selanjutnya diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan di

Kabupaten Sintang.

Pengembangan wisata hendaknya memperhatikan rencana

pengembangan dan pembangunan kawasan yang telah ditetapkan oleh

Pemerintah Kabupaten Sintang agar tidak keluar dari aturan yang telah

ditetapkan. Perencanaan yang di buat diharapkan dapat menghasilkan bentuk

fisik dan ditunjang oleh pengembangan program dan kebijakan berdasarkan

kemampuan potensi kawasan yang akan di kembangkan sehingga akan tercipta

lanskap kawasan wisata yang berkelanjutan .

KABUPATEN SINTANG

Gambar 1. Alur Pikir Penelitian Identifikasi dan Penilaian Potensi dan Objek

Kawasan Wisata

Kawasan Wisata Potensial

Rencana Pengembangan Kawasan Wisata Berkelanjutan

Ketersediaan Objek dan Atraksi Wisata

Akseptibilitas Masyarakat

Alternatif Penataan

Zonasi Kawasan Wisata Kepekaan

Biofisik

Aspek Kawasan Aspek wisata Aspek Masyarakat

(24)

Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal Bappenas

(2004) mengatakan pembangunan kawasan adalah usaha untuk

mengembangkan dan meningkatkan hubungan kesalingtergantungan dan

interaksi antara sistem ekonomi (economic system), masyarakat ( social system), dan lingkungan hidup beserta sumberdaya alamnya ( ecosystem). Setiap sistem ini memiliki tujuannya masing-masing. Secara umum, tujuan dari pengembangan

kawasan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Membangun masyarakat pedesaan, beserta sarana dan prasarana yang

mendukungnya;

2. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan;

3. Mengurangi tingkat kemiskinan melalui peningkatan pendapatan

masyarakat;

4. Mendorong pemerataan pertumbuhan dengan mengurangi disparitas antar

daerah;

5. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan konservasi sumberdaya

alam demi kesinambungan pembangunan daerah.

6. Mendorong pemanfaatan ruang desa yang efisien dan berkelanjutan.

Selanjutnya ditambahkan pengembangan kawasan dilaksanakan

berdasarkan pada prinsip-prinsip yang sesuai dengan arah kebijakan ekonomi

nasional, yaitu:

1. Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada

mekanisme pasar yang berkeadilan.

2. Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global, sesuai dengan

kemajuan teknologi, dengan membangun keunggulan kompetitif

berdasarkan kompetensi produk unggulan di setiap daerah.

3. Memberdayakan pengusaha kecil, menengah dan koperasi, agar mampu

bekerjasama secara efektif, efisien dan berdaya saing global.

4. Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman

sumberdaya bahan pangan dan hortikultura, kelembagaan, dan budaya

lokal.

5. Mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan memberdayakan para

(25)

6. Mempercepat pembangunan perdesaan dalam rangka pemberdayaan

masyarakat daerah, khususnya para petaninya, dengan kepastian dan

kejelasan hak dan kewajiban semua pihak.

7. Memaksimalkan peran pemerintah sebagai fasilitator dan pemantau seluruh

kegiatan pembangunan di daerah.

Kepedulian untuk menjaga kelestarian lingkungan telah sampai pada

pemikiran yang berkelanjutan. World Commission on Environment and Development (WECD) pada tahun 1987 mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai suatu proses pembangunan yang dilandasi oleh semangat

pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi pembangunan teknologi dan

perubahan kelembagaan yang dilakukan secara harmonis dan amat

memperhatikan potensi pada saat ini dan dimasa yang akan datang dalam

pemenuhan aspirasi masyarakat (Mitchell et al. 2007).

Salim dalam Handoyo (2001) mengartikan pembangunan berkelanjutan

sebagai suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat sumberdaya

alam dan dengan manusia dalam pembangunan. Ide-ide pokok yang mendasari

konsep itu adalah: (1) proses pembangunan mesti berlanjut, terus menerus,

ditopang oleh sumberdaya alam, kualitas lingkungan dan manusia berkembang

secara berlanjut. (2) sumber alam memiliki ambang batas, dimana

penggunaannya akan menciutkan kualitas dan kuantitasnya. (3) kualitas

lingkungan berkorelasi dengan kualitas hidup. (4) pola pembangunan

sumberdaya alam kini seharusnya menutup kemungkinan pilihan lain dimasa

depan. (5) pembangunan berkelanjutan mengandalkan solidaritas trangenerasi,

dimana pembangunan itu memungkinkan generasi sekarang untuk meningkatkan

kesejahteraan tanpa mengurangi kemungkinan bagi generasi yang akan datang

untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Menurut Yoeti et al. (2006), di sektor kepariwisataan, pembangunan maupun pengembangan industri wisata juga harus didasarkan pada konsep

pembangunan berkelanjutan. Pengembangan pariwisata diharapkan dapat

memberikan keuntungan substansial baik bagi masyarakat luas maupun

penduduk setempat, berupa :

1. Memperbaiki infrastruktur,

2. Alih ilmu pengetahuan dan teknologi,

3. Kesempatan kerja dan bisnis,

(26)

5. Pasar baru untuk produk-produk lokal (cenderamata, makanan, garmen,

kesenian)

6. Kepedulian terhadap pelestarian lingkungan baik alam, sosial, budaya

maupun artefak warisan atau peninggalan-peninggalan,

7. Pendidikan dan,

8. Mobilitas serta perubahan sosial.

McIntyre (1993) dalam Yoeti et al. (2006) menyatakan bahwa sejak 1993 WTO telah mengisyaratkan perlunya pengembangan pariwisata berkelanjutan

yang didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan yang kini telah

diterima secara luas sebagai suatu pendekatan yang esensial untuk semua tipe

pembangunan termasuk pariwisata. Pembangunan berkelanjutan menunjuk pada

pembangunan tanpa penurunan dan pemusnahan dari sumber-sumber

kepariwisataan, karena pengembangan pariwisata tidak dapat dibatasi oleh

waktu, geografis, maupun sosial budaya. Pariwisata merupakan sebuah

kompleksitas internasional yang membawa berbagai dampak positif maupun

negatif terhadap berbagai aspek kehidupan yang saling berkaitan satu sama lain

secara simultan dan berkelanjutan.

Wall (1997) menyatakan bahwa kontribusi peranan pariwisata dalam

pembangunan berkelanjutan tidak dapat dilihat sebagai aspek tunggal, tetapi

harus dilihat keterkaitannya dengan aspek-aspek lainnya. jika pariwisata

ditujukan untuk kontribusi pada pembangunan berkelanjutan, maka harus

meningkatkan secara ekonomi serta bertanggungjawab dalam aspek ekologi dan

budaya. Dalam hal ini dipercaya bahwa suatu bentuk wisata yang berkelanjutan

adalah ekowisata. Namun perlu diketahui bahwa wisata berkelanjutan dan

ekowisata adalah tidak sama. Banyak ekowisata yang mungkin tidak

berkelanjutan, jika pengelolaannya tidak benar. Jika ekowisata diharapkan

berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, maka diperlukan perencanaan

dan pengelolaan yang hati-hati.

Menurut Simonds (1983) lanskap adalah bentang alam yang memilki

karakteristik tertentu, dapat dinikmati oleh indera manusia, dimana karakter

tersebut menyatu dengan harmonis dan alami antara komponen-komponennya.

Pemandangan alam dengan elemen penyususun lanskap alami maupun buatan

seperti bentukan alam, vegetasi, kehidupan alam liar, formasi batuan ataupun

bangunan mampu membentuk karakter lanskap yang menarik dan dapat menjadi

(27)

dapat menjadi unsur yang mendukung pengembangan kawasan wisata alam

Selanjutnya berdasarkan Porteus (1996) lanskap adalah bagian dari subset

alam, yang selanjutnya dibutuhkan kesenangan dan pendidikan untuk

mengapresiasinya. Tipe lanskap berdasarkan apresiasi dibagi menjadi

pegunungan (mountains), alam bebas (wildness), pedesaan (the middle landscape/rural), taman-taman (gardens) dan lanskap perkotaan (townscape).

Dalam ruang lingkup lanskap, lanskap berkelanjutan umumnya

menggambarkan suatu lanskap yang mendukung kualitas lingkungan dan

memelihara sumberdaya alami (Rodie dan Streich 2000).

Pengertian Wisata

Menurut Gunn (1994), wisata adalah suatu pergerakan temporal manusia

menuju tempat selain dari tempat biasa mereka tinggal dan bekerja, selama

mereka tinggal ditujuan tersebut mereka melakukan kegiatan dan diciptakan

fasilitas untuk mengakomodasi kebutuhan mereka. sedangkan menurut

Wangpaichitr (1995), wisata adalah kebutuhan manusia yang akan timbul apabila

adanya kesiapan dari aspek fisik dan mental. Ditambahkan oleh Yoeti (2004),

terdapat empat faktor utama yang berkaitan dengan wisata yaitu perjalanan

dilakukan sementara waktu, dilakukan dari satu tempat ke tempat lain,

perjalanannya tidak bertujuan untuk bekerja tetapi semata-mata hanya untuk

menjadi konsumen dari objek dan daya tarik wisata, berkaitan dengan tamasya

atau rekreasi.

Terdapat perbedaan antara wisata dengan rekreasi, perbedaan utama

diantara keduanya yaitu bahwa rekreasi tidak membutuhkan adanya aktivitas

perjalanan yang jauh; jarak perjalanan tidak jauh dari tempat tinggal dan tidak

perlu meninggalkan rumah untuk waktu yang lama. Rekreasi dapat dilaksanakan

didalam rumah maupun di luar rumah. Sedangkan aktivitas wisata membutuhkan

adanya pergerakan orang untuk pergi dari lingkungan tempat tinggal atau rumah

dan tinggal sementara pada lokasi yang berbeda untuk bersantai, beristirahat

dan pemulihan diri (Mak 2004).

Beberapa contoh wisata yang umum diketahui diantaranya yaitu wisata

budaya dan wisata alam. Wisata budaya adalah kegiatan wisata dengan atraksi

utamanya adalah sumber budaya. Kategori sumberdaya budaya meliputi tapak

pra-sejarah; tapak bersejarah; tempat berbagai etnik dan tempat suatu

(28)

bisnis; tempat pementasan kesenian, museum dan galeri; tempat hiburan,

kesehatan, olah raga dan keagamaan. Bentuk kegiatan wisata yang dapat

dikembangkan dari sumberdaya budaya antara lain dengan membuat interpretasi

pengunjung dan melakukan kunjungan pada taman prasejarah dan preservasi,

pusat kebudayaan, taman bersejarah, festival kebudayaan, festival pendidikan,

pusat konvensi, pusat kesehatan, resor kebugaran, museum, tempat keagamaan

dan lain sebagainya. Sedangkan wisata alam adalah kegiatan wisata dengan

atraksi utamanya adalah sumberdaya alam yang terdiri dari lima bentukan dasar

alam yaitu : air, perubahan topografi, flora, fauna, dan iklim Gunn (1994).

Menurut Pitana dan Gayatri (2005), pada dasarnya wisata dimotivasi oleh

empat kelompok besar yaitu :

1. Motivasi yang bersifat fisik atau fisiologis, antara lain untuk relaksasi,

kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan oleh raga, bersantai

dan sebagainya.

2. Motivasi budaya, yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat istiadat,

tradisi, dan kesenian daerah lain, termasuk juga ketertarikan akan berbagai

objek peninggalan budaya (monumen bersejarah)

3. Motivasi yang bersifat sosial, seperti mengunjungi kerabat dan teman,

melakukan jiarah.

4. Motivasi karena fantasi, yaitu adanya fantasi bahwa didaerah lain seseorang

akan dapat lepas dari rutinitas yang menjemukan, dan memberikan

kepuasan psikologis.

Obyek dan Daya Tarik Wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong

kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata (Suwantoro 2004).

Selanjutnya menurut Undang-undang nomor 9 tahun 1990 Obyek dan daya tarik

wisata terdiri dari atas :

1. obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud

keadaan alam, serta flora dan fauna ;

2. obyek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum,

peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro,

wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan

tempat hiburan.

Pada pasal selanjutnya dikatakan bahwa Pemerintah menetapkan obyek

(29)

wisata dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelola dan membuat obyek –

obyek baru sebagai obyek dan daya tarik wisata dengan memperhatikan :

1. kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan

ekonomi dan sosial budaya ;

2. nilai – nilai agama, adat – istiadat, serta pandangan dan nilai – nilai yang

hidup dalam masyarakat ;

3. kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup ;

4. kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri.

Menurut lew (1987) dalam Pitana dan Gayatri (2005), atraksi merupakan

komponen penting dalam wisata, atas dasar tersebut maka lew menyarankan

agar perhatian diberikan pada aspek pokok dari suatu atraksi, yaitu :

1. Aspek idiographic: mendekripsikan keunikan dari suatu lokasi, yang umumnya berasosiasi dengan wilayah yang kecil.

2. Aspek Organisational : fokusnya adalah wilayah, kapasitas, dan struktur organisasi yang terkait.

3. Aspek Cognitive : unsur informasi dan pelayanan, yang membuat seorang wisatawan benar-benar merasa sebagai wisatawan.

Selanjutnya menurut Suwantoro (2004) bahwa dalam kedudukannya yang

sangat menentukan, maka daya tarik wisata harus dirancang dan dibangun/

dikelola secara profesional sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang.

Membangun suatu objek wisata harus dirancang sedemikian rupa berdasarkan

kriteria tertentu. Umumnya daya tarik suatu objek wisata berdasarkan pada :

1. adanya sumberdaya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman

dan bersih

2. adanya aksebilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya

3. adanya ciri khusus / spesifikasi yang bersifat langka

4. adanya sarana / prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang

hadir

5. objek wisata alam mempunyai daya tarik tinggi karena keindahan alam

pegunungan, sungai, pantai, pasir, hutan, dan sebagainya.

6. objek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai

khusus dalam bentuk atraksi kesenian, upacara-upacara adat, nilai luhur

yang terkandung dalam suatu objek buah karya manusia pada masa

(30)

Atraksi wisata merupakan elemen dasar yang terkait dengan pengalaman

yang akan menentukan tingkat kepuasan wisatawan dalam mengunjungi atau

melakukan kegiatan pada suatu areal wisata. Daya tarik suatu kawasan wisata

sangat beragam dan umumnya merupakan hasil dari pengembangan dan

pengelolaan dari keunikan kegiatan dan kawasannya. Jumlah dan distribusi

atraksi yang terdapat di suatu tempat merupakan alasan dan faktor pendorong

terkuat untuk melakukan suatu perjalanan wisata (Gunn 1994).

Suplai atas penawaran adalah daftar yang menunjukkan jumlah dari suatu

produk yang akan membuat ketersediaan untuk pembelian bermacam level

harga. Suplai wisata adalah fungsi dari suatu kawasan alami dan karakteristik

sosial ekonomi dengan sebaik mungkin yang dalam usaha wisata yaitu usaha

yang dapat menyokong atraksi dan obyek yang ada dari suatu kawasan budaya

dan atau sumberdaya alam dimana bentuk atraksi yang ditampilkan cocok

dengan komponen wisata (Jafari 2000).

Prasarana wisata adalah sumber daya alam dan sumberdaya buatan

manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannnya

didaerah tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal,

jembatan dan lain sebagainya. Untuk kesiapan obyek-obyek wisata yang akan

dikunjungi oleh wisatawan di daerah tujuan wisata tersebut perlu dibangun

dengan disesuaikan dengan lokasi dan kondisi obyek wisata yang bersangkutan.

Pembangunan prasarana wisata yang mempertimbangkan kondisi dan lokasi

akan meningkatkan aksesibiltas suatu obyek wisata yang pada gilirannya akan

dapat meningkatkan daya tarik obyek wisata itu sendiri. Disamping berbagai

kebutuhan yang telah disebutkan diatas, kebutuhan wisatawan yang lainnya juga

perlu disediakan didaerah tujuan wisata, seperti bank, apotik, rumah sakit, pom

bensin, pusat-pusat perbelanjaan dan sebagainya (Suwantoro 2004).

Aksesibilitas yang mudah pada produk dan objek wisata merupakan salah

satu faktor yang memicu seseorang untuk berwisata. Tidak seperti produk

industri yang dapat diangkut ke pasar untuk di jual, jarang produk wisata yang

bersifat mobil. Oleh sebab itu harus ada media yang menghubungkan wisatawan

dengan produk tersebut, yakni akses yang dalam hal ini berupa infrastruktur

transportasi. Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang

menghubungkan wisatawan dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata, mulai

dari darat, laut sampai udara. Akses ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas

(31)

transportasi layak ditawarkan adalah angkutan penumpang tersebut berangkat

ke dan tiba tepat waktu di obyek dan daya tarik wisata (ODTW), tentu saja

dengan tingkat kenyamanan dan keselamatan yang standar (Damanik dan

Weber 2006).

Selanjutnya Suwantoro (2004) menjelaskan juga pentingnya sarana wisata

yang merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya.

Pembangunan sarana wisata didaerah tujuan wisata maupun di objek wisata

tertentu harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan baik secara kuantitatif

maupun secara kualitatif. Lebih dari itu selera pasarpun dapat menentukan

tuntutan sarana yang dimaksud. Berbagai sarana wisata yang harus disediakan

didaerah tujuan wisata ialah hotel, biro perjalanan, alat transportasi, restoran dan

rumah makan serta sarana pendukung lainnya. Tak semua obyek wisata

memerlukan sarana yang sama dan lengkap. Pengadaan sarana wisata tersebut

harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan.

Sarana wisata secara kuantitatif menunjuk pada jumlah sarana wisata yang

harus di sediakan, dan secara kualitatif menunjuk pada mutu pelayanan yang

diberikan dan yang tercermin pada kepuasan wisatawan yang memperoleh

pelayanan. Dalam hubungannya dengan jenis dan mutu pelayanan sarana

wisata di daerah tujuan wisata telah disusun sesuai standar wisata yang baku,

baik secara nasional dan secara internasional, sehingga penyedia sarana wisata

tinggal memilih atau menentukan jenis dan kualitas yang akan disediakan.

Dalam penyediaan sarana wisata seperti sarana akomodasi penting bagi

pelaku wisata indonesia untuk memperhatikan identitas lokal, seperti yang

diutarakan oleh Pendit (2006), sesungguhnya tidaklah ada yang akan lebih

senang dan puas daripada sang wisatawan sendiri apabila corak dan suasana

dekor akomodasi di hotel-hotel di negeri yang di kunjungi adalah benar-benar

khas dan menggambarkan situasi kepribadian bangsa Indonesia yang besar,

serta arsitektural tradisional yang mempergunakan bahan bangunan setempat

dalam wujud seni budaya daerah yang mencerminkan suasana lingkungan yang

harmonis. Keunikan lokal ini sangat didambakan oleh setiap wisatawan yang

datang berkunjung ke suatu daerah dimanapun tempat itu berada.

Keragaman objek dan daya tarik wisata yang besar di Indonesia dapat

menjadi salah satu keunggulan komparatif produk pariwisata di pasar

(32)

secara faktual belum mampu memenuhi standar produk yang dapat dijual di

pasar. Banyak objek dan daya tarik wisata yang hanya menawarkan objek apa

adanya, dalam arti hampir tanpa kemasan dan tanpa target pasar yang jelas.

Jelasnya keragaman objek dan daya tarik wisata tersebut hanya dapat

memberikan keuntungan optimal apabila dikembangkan berdasarkan hasil-hasil

perencanaan yang terukur.

MacKinnon et al. (1986) menyatakan bahwa faktor-faktor yang membuat suatu kawasan menarik bagi pengunjung dan harus diperhatikan dalam

perencanaannya adalah:

1. Letak kawasan dekat, cukup dekat atau jauh terhadap bandara internasional

atau pusat wisata

2. Akses ke kawasan wisata tersebut mudah dan nyaman, perlu sedikit usaha

3. Atraksi yang menonjol di kawasan tersebut misalnya satwa liar yang menarik

atau khas untuk tempat tertentu

4. Kemudahan dan terjaminnya untuk melihat atraksi atau satwa

5. Keistimewaan/kekhasan dari kawasan

6. Kedekatan dengan lokasi lain yang menarik bagi wisatawan sehingga dapat

menjadi bagian kegiatan wisata lain

7. Sekitar kawasan memilki pemandangan sangat indah

8. Tersedianya akomodasi yang memadai

Menurut undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan,

kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau

disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Usaha kawasan pariwisata

merupakan usaha yang kegiatannya membangun atau mengelola kawasan

dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan pariwisata, penetapan suatu

kawasan sebagai kawasan pariwisata dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan

tata ruang kawasan dan berdasarkan rencana pengembangan kepariwisataan.

Suatu kawasan dikembangkan untuk tujuan wisata, karena terdapat atraksi yang

merupakan komponen dari suplai (Gunn 1994)

Kawasan wisata pada umumnya menempati ruang wilayah yang cukup

luas seperti : Nusa Dua di Bali, Pulau Putri di Kepulauan Seribu. Pembangunan

suatu kawasan adalah bagian dari tata ruang wilayah didaerah yang

bersangkutan. Proporsi luas area kawasan wisata mungkin sekali sangat

bermakna bagi daerah bersangkutan, sedemikian luas sehingga sangat

(33)

pembangunan kawasan wisata harus dilakukan sangat berhati-hati dengan

pertimbangan dan perhitungan cermat berkaitan dengan kelestarian lingkungan

hidup yang berkelanjutan. Suatu kawasan wisata dapat mencakup lebih dari satu

wilayah pemerintahan, memiliki sejumlah daya tarik wisata yang menarik, mampu

menawarkan beragam kegiatan pariwisata yang unik, memiliki akses yang tinggi

dengan kawasan wisata lainnya (Warpani dan Warpani 2007).

Suatu kawasan wisata dinyatakan sebagai kawasan wisata yang berhasil

bila secara optimal dapat mempertemukan empat aspek (Gunn, 1994) yaitu :

1. Mempertahankan kelestarian lingkungannya

2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut

3. Menjamin kepuasan pengunjung

4. Meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya.

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata

Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan

untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan

atau pengendalian terhadap proses pengembangan dan pembangunan.

Perencanaan berorientasi kepada kepentingan masa depan terutama untuk

mendapatkan suatu bentuk social good, dan umumnya dikategorikan sebagai pengelolaan (Nurisyah 2000). Perencanaan bukanlah sekedar persiapan akan

tetapi merupakan proses kegiatan yang secara terus menerus mewarnai dan

mengikuti kegiatan sampai pada pencapaian tujuan. Perencanaan bahkan dapat

dijadikan sebagai alat evaluasi yang hasilnya diharapkan dapat digunakan

sebagai masukan bagi perencanaan kegiatan selanjutnya (Suyitno 1999).

Menurut Knudson (1980) perencanaan adalah mengumpulkan dan

menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi

masalah, dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan

masalah-masalah tersebut. Perencanaan merupakan proses yang rasional untuk

mencapai tujuan dan sasaran dimasa mendatang berdasarkan kemampuan

sumberdaya alam yang ada serta pemanfaatannya secara efektif dan efisien

(Sujarto 1985).

Perencanaan lanskap yang baik harus melindungi badan air, dan menjaga

air tanah, mengkonservasi hutan, dan sumber mineral, menghindari erosi,

(34)

suaka margasatwa, serta melindungi tapak yang memiliki nilai keindahan dan

ekologi. Proses perencanaan lanskap secara umum dapat dibagi menjadi

commision, riset, analisis, sintesis, konstruksi dan pelaksanaan. Commission

merupakan suatu pertemuan antara perencana dan client untuk memperoleh kesepakatan mengenai tujuan proyek dan rencana yang akan di buat. Riset

terdiri dari survei dan pengumpulan data lainnya. Sedangkan analisis dilakukan

pada tapak, meninjau peraturan pemerintah, peluang, hambatan, dan program

pengembangan. Sintesis yang dilakukan mengacu pada dampak implementasi

metoda. Kegiatan pembangunan dan operasional meliputi juga observasi pada

hasil perencanaan (Simonds 1983).

Menurut Gunn (1994), perencanaan lanskap wisata bertujuan untuk

mengembangkan kawasan wisata untuk mengakomodasikan keinginan

pengunjung, pemerintah daerah, penduduk atau masyarakat sekitar.

ditambahkan bahwa perencanaan wisata yang baik dapat membuat kehidupan

masyarakat lebih baik, meningkatkan ekonomi, melindungi dan sensitif terhadap

lingkungan, dan dapat diintegrasikan dengan masyarakat dengan dampak negatif

minimal. Keberadaan suatu aset sumberdaya alam dan lingkungan memberi

suatu wilayah kemampuan atau peluang untuk dikembangkan sebagai daerah

wisata. Penentuan kawasan wisata sangat erat dengan wilayah dari lokasi atraksi

yang menjadi andalan utama tersebut, sehingga perlu dilakukan suatu cara untuk

penetapannya.

Perencanaan wisata sangat penting dilakukan karena saat ini dan dimasa

depan akan terus terjadi pergeseran pasar wisata. Motif, minat, selera, tuntutan,

dan perilaku wisatawan terus-menerus berubah dalam hal ini perlu direspon

dengan tepat. Apalagi ketersediaan produk yang berkualitas akan semakin

berkurang. Dengan perubahan seperti itu produk yang tidak inovatif jelas tidak

akan laku, apalagi persaingan produk dan jasa di pasar wisata cenderung

meningkat dengan derajat kualitas yang jauh lebih baik. Oleh sebab itu

perencanaan menjadi tindakan yang mutlak dilaksanakan. Perencanaan yang

baik berarti menghasilkan suatu strategi peningkatan daya saing produk dan

keuntungan ditingkat perusahaan atau pelaku wisata. Dalam perencanaan harus

tergambar syarat-syarat apa yang harus dipenuhi dan fungsi-fungsi apa yang

perlu dijalankan oleh para pelaku (Damanik dan Weber 2006).

Gunn (1979) dalam Kelly (1998) mengatakan bahwa komponen struktural

(35)

besarnya permintaan oleh masyarakat untuk melakukan wisata, sedangkan

suplai terdiri dari empat komponen yaitu transportasi, atraksi, pelayanan,

informasi, dan promosi. Kelly (1998) menyatakan bahwa Elemen dasar yang

harus diperhatikan dalam perencanaan adalah masyarakat lokal, pengunjung,

dan daerah kunjungan. Masyarakat lokal selain harus dilibatkan sebagai bagian

dari atraksi yang akan diberikan, juga harus diperhatikan privasi mereka. Kualitas

para pengunjung lebih menjadi tolak ukur kesuksesan dari suatu daerah tujuan

wisata dibanding dari kuantitas atau jumlah pengunjung. Daerah kunjungan

harus memperhatikan atraksi dan pelayanan yang akan dapat meningkatkan

pengalaman dan kepuasan pengunjung.

Gambar 2. Elemen Dasar dalam Perencanaan Wisata (Mason 2006)

Arahan pengembangan wisata saat ini dituntut untuk mampu mewujudkan

pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Namun kegiatan wisata dapat

menimbulkan masalah ekologis padahal keindahan dan keaslian alam

merupakan modal utama. Oleh karena itu, perencanaan wisata hendaknya

dilakukan secara menyeluruh, termasuk diantaranya inventarisasi dan penilaian

sumberdaya yang cocok untuk wisata, perkiraan tentang berbagai dampak

terhadap lingkungan, hubungan sebab dan akibat dari berbagai macam tata

guna lahan disertai dengan perincian kegiatan untuk masing-masing tata guna,

serta pilihan pemanfaatannya (Dahuri et al. 2004).

Perencanaan wisata hendaknya dapat memberikan pengalaman bagi

pengunjung yang akan bermanfaat, memuaskan dan menyenangkan

pengunjung. Perencanaan bagi aktivitas wisata mengarah pada penyediaan

fasilitas yang nyaman, aman dan baik bagi pengunjung, menambah kesenangan

para pengunjung, tetapi tidak mengakibatkan dampak pada bagian-bagian yang

signifikan atau karakteristik ekologi (ICOMOS, 1999). Ditambahkan oleh Inskeep

(1991) perencanaan kontemporer melibatkan masyarakat dalam perencanaan

Daerah Tujuan Wisata

(36)

maupun dalam pengambilan keputusan . hal ini didasarkan pada konsep bahwa

masyarakat yang tinggal di area wisata harus diberikan kesempatan untuk

berpartisipasi perencanaan masa depan daerah itu serta untuk mengekpresikan

pandangan mereka tentang masyarakat seperti apa yang mereka inginkan di

masa yang akan datang, sehingga dapat memberikan keuntungan sosial

ekonomi bagi masyarakat atas pengembangan kawasan mereka.

Damanik dan Weber (2006), menyarankan pada daerah-daerah agar perlu

mengkaji ulang potensi wisata yang ada dan produk yang eksis dan kemudian

melakukan perencanaan yang tepat tentang bagaimana potensi tersebut

sebaiknya dikembangkan dan bagaimana produk yang telah ada dapat didesain

untuk memenuhi kebutuhan pasar. Beberapa hal penting yang perlu

dipertimbangkan dalam perencanaan adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan produk wisata yang bernilai ekologi tinggi (green product) 2. Seleksi kawasan wisata yang menawarkan keanekaragaman hayati

(biodiversity)

3. Pengabaian produk dan jasa yang banyak mengonsumsi energi dan yang

menimbulkan limbah (polusi, kongesti dll)

4. Penciptaan standarisasi dan sertifikasi produk wisata berbasis ekologi

5. Pelatihan dan penguatan kesadaran lingkungan dikalangan warga

masyarakat

6. Pelibatan penduduk lokal dalam kegiatan penyediaan dan pegelolaan jasa

wisata

7. Pengembangan kolaborasi manajemen trans-sektoral dalam pengembangan

wisata.

Aspek Biofisik dalam Perencanaan Kawasan

Aspek lingkungan biofisik merupakan butir yang penting dalam menjaga

kualitas suatu kawasan wisata. Kondisi biofisik yang seimbang dan unik

memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan.

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup

keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora

dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan

kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana

(37)

Menurut Brooks (1988) ketika pertimbangan lingkungan di kaji pada awal

perencanaan, maka keadaan lingkungan tersebut bukan hanya berguna dalam

pengujian tetapi juga menjadi dasar bagi penilaian dan memberikan solusi bagi

suatu masalah. Melalui penilaian terhadap kondisi lingkungan maka wilayah

perencanaan dapat digambarkan menurut potensi pengembangannya, termasuk

kawasan-kawasan yang memiliki potensi terkena bencana.

Menurut Sumarwoto (2008), faktor biofisik terkait erat dengan daya

dukung, lingkungan biofisik yang mempengaruhi kuat atau rapuhnya suatu

ekosistem akan sangat menentukan besar kecilnya daya dukung tempat wisata.

Ekosistem yang kuat mempunyai daya dukung yang tinggi, yaitu dapat menerima

wisatawan dalam jumlah yang besar, karena tidak mudah rusak dan dapat cepat

pulih dari kerusakan (sensitivitas rendah, resiliensi tinggi).

Dalam pengembangan suatu kawasan wisata faktor kualitas lingkungan

merupakan bagian yang sangat penting, karena kualitas lingkungan merupakan

dasar dan pedoman untuk menapai tujuan pengelolaan lingkungan. Agar kita

dapat mengelola lingkungan dengan baik, kita tidak saja perlu mengetahui apa

saja yang tidak kita kehendaki, melainkan juga apa yang kita kehendaki. Dengan

demikian kita dapat mengetahui kearah mana lingkungan itu akan kita

kembangkan.

Beberapa unsur dari lingkungan biofisik yang penting untuk diperhatikan

dalam suatu perencanaan diantaranya, kemiringan lahan, kepekaan tanah, dan

penutupan lahan. Topografi merupakan suatu kumpulan dari garis kontur.

Topograpfi penting untuk dipahami, setiap perubahan pada kontur atau

kemiringan akan mengurangi atau meningkatkan pola runoff air, meningkatkan atau mengurangi erosi dan sedimentasi, dan berpotensi mempengaruhi stabilitas

suatu tapak. Kumpulan garis kontur juga menggambarkan karakteristik lain dari

suatu lahan yaitu slope (kemiringan) menggambarkan kelerengan suatu lahan dan di nyatakan dalam persen. Suatu kelerengan di ekpresikan sebagai suatu

persentase dari perbandingan kenaikan vertikal dan horisontal dalam jarak 100m.

Tanah sangat penting karena merupakan tempat dimana diatasnya mahluk hidup

tinggal dan struktur berdiri diatasnya, dalam hal ini tanah terkait dengan jenis,

sifat dan unsur tanah itu sendiri. Kepekaan tanah menjadi pertimbangan penting

dalam pemilihan tapak dan penggunaan tapak yang sesuai bagi suatu rencana

(38)

Partisipasi Masyarakat dalam Mendukung Wisata

Masyarakat disekitar lokasi wisata berperan penting tidak hanya dalam

proses pelaksanaan wisata secara langsung tetapi juga dalam pengelolaan

kawasan wisata tersebut nantinya. Peran masyarakat dibutuhkan dalam

memberikan layanan yang berkualitas bagi wisatawan dan menjaga kelestarian

lingkungan sekitar agar wisata dapat berjalan. Proses dan keterlibatan

masyarakat tergantung dari potensi dan kemampuan yang ada, dimana pada

masyarakat terdapat tujuh potensi bagi keterlibatannya (Nurisyah et al 2003) yaitu:

1. Konsultasi atau pemikiran

2. Sumbangan (barang uang)

3. Sumbangan kerja dengan menggunakan tenaga setempat

4. Waktu

5. Aksi massa

6. Pembangunan dalam kalangan keluarga atau masyarakat setempat

7. Mendirikan proyek yang di danai dari luar lingkungan masyarakat itu sendiri.

Banyak alasan dapat untuk menyertakan masyarakat dalam pengelolaan

lingkungan termasuk didalamnya dalam pengelolaan sumberdaya wisata seperti

yang diutarakan oleh Mitchell et al. (2007), melalui konsultasi dengan masyarakat yang tinggal di wilayah yang akan terkena kebijakan, program atau proyek,

dimungkinkan untuk (1) merumuskan persoalan dengan lebih efktif, (2)

mendapatkan informasi dan pemahaman diluar jangkauan dunia ilmiah,(3)

merumuskan alternatif penyelesaian masalah yang secara sosial dapat diterima

dan (4) membentuk perasaan memiliki terhadap rencana dan penyelesaian,

sehingga memudahkan penerapan.

Peran serta masyarakat dapat ditumbuhkan dan digerakan melalui

usaha-usaha penerangan serta pengembangan komunikasi sosial yang sehat, yang

dilakukan melalui dialog yang luas dan bersifat terbuka, terarah, jujur, bebas dan

bertanggung jawab; baik antara pemerintah dan masyarakat maupun antar

golongan-golongan masyarakat itu sendiri. Dialog yang demikian akan

melahirkan gagasan serta pandangan yang kuat agar pembangunan tetap

memiliki gerak maju kedepan. Sebagai contoh; masyarakat didaerah tujuan

wisata sangat mengharapkan terbinanya kelestarian usaha yang terkait dengan

(39)

pembangunan dan pengembangan pariwisata harus melibatkan masyarakat

setempat dan sekitarnya secara langsung (Suwantoro 2004).

Lebih lanjut Suwantoro (2004) mengungkapkan bahwa peran serta

masyarakat dapat berupa peran serta aktif maupun peran serta pasif. Peran

serta aktif dilaksanakan secara langsung, secara sadar ikut membantu program

pemerintah dengan inisiatif dan kreasi mau melibatkan diri dalam kegiatan

pengusahaan pariwisata alam atau melalui pembinaan rasa ikut memiliki

dikalangan masyarakat. Peran serta pasif adalah timbulnya kesadaran

masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu

atau merusak lingkungan alam. Dalam peran serta pasif itu masyarakat

cenderung sekedar melaksanakan perintah dan mendukung terpeliharanya

konservasi sumberdaya alam. Upaya peningkatan peran serta pasif dapat

dilakukan melalui penyuluhan maupun dialog dengan aparat pemerintah,

penyebaran informasi mengenai pentingnya upaya pelestarian sumberdaya

disekitar kawasan obyek wisata alam yang juga mempunyai dampak positif

terhadap perekonomian.

Keikutsertaan masyarakat dalam pariwisata memacu perkembangan

pariwisata kearah yang lebih baik. Keikutsertaan masyarakat tersebut dapat

berupa keikutsertaan secara sosial budaya dan ekonomi. Keikutsertaan secara

sosial budaya tidak hanya menjadi atraksi wisata, akan tetapi kesediaan

masyarakat dalam menerima kegiatan wisata yang akan menyatu dalam

kehidupannya. Keikutsertaan secara ekonomi ialah keikutsertaan masyarakat

dalam perekonomian, baik terkait langsung dalam wisata maupun yang tidak

terkait secara langsung dengan wisata. Kegiatan perekonomian wisata

menopang perekonomian kawasan wisata dan memiliki posisi penting dalam

wisata, sedangkan perekonomian non wisata merupakan kegiatan pendukung

perekonomian di kawasan wisata.

Salah satu sebab terjadinya gangguan terhadap kawasan objek wisata

alam adalah kurangnya kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan

perekonomian masyarakat sekitar kawasan objek wisata. Oleh karena itu,

kegiatan usaha masyarakat diharapkan akan dapat menciptakan suasana ikut

memiliki tempat mata pencaharian/tempat usaha yang pada akhirnya akan

mendorong masyarakat untuk ikut berperan dalam wisata dan dalam menjaga

(40)

kebersihan kawasan, penyediaan sarana dan prasarana, termasuk kebutuhan

akomodasi (Suwantoro 2004).

Metode Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Berkelanjutan

Untuk dapat mengetahui potensi wisata di suatu daerah maka berbagai

kemungkinan obyek wisata dan fasilitas-fasilitas penunjangnya di daerah

tersebut perlu dievaluasi. Secara umum, penilaian dilakukan dengan

memperhatikan adanya obyek-obyek wisata serta adanya atau kemungkinan

dibangunnya fasilitas-fasilitas wisata. Penilaian secara kuantitatif sulit dilakukan

karena penilaian terhadap hal-hal yang mempengaruhi daya tarik wisata seperti

keindahan, menarik atau tidaknya suatu obyek dan lain-lain sangat tergantung

dari orang perorang (Hardjowigeno 2001).

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam perencanaan lanskap

kawasan wisata berkelanjutan diantaranya dengan metode penilaian tourism attractiveness index (Smith 1989), yaitu dengan menilai daya tarik suatu kawasan wisata. Tahapan yang dilakukan yaitu dengan menetapkan suatu daftar

atribut untuk mengkaji tingkat daya tarik suatu kawasan wisata, mengelompokan

kriteria individu kedalam suatu kelompok kecil dari kategori utama misalnya

atribut dan kategori : (1) faktor-faktor alam- (a) keindahan alam dan (b) iklim; (2)

faktor-faktor sosial - (a) arsitektur, (b) festival,(c) atraksi budaya masyarakat

lainnya;(3) faktor-faktor sejarah - (a) peninggalan masa lampau,(b) tempat suci

keagamaan, (c) historical importances ;(4) sumberdaya untuk berbelanja dan rekreasi - (a) kesempatan untuk berolah raga, (b) museum,kebun binatang,

aquarium, taman, (c) peluang untuk kebugaran dan relaksasi, (d) toko dan pusat

perbelanjaan; dan (5) infrastruktur wisata - (a) jalan yang memadai, utility,

pelayanan kesehatan dan, (b) fasilitas penginapan dan makan yang memadai.

Tahap selanjutnya yaitu memilih pakar yang akan menilai bobot setiap kriteria,

para pakar ini dapat dari biro perjalanan, perhotelan, penerbangan, akademisi

dan pejabat pemerintah bidang pariwisata, menyampaikan cara penilaian kepada

panelis( metode penilaian dikembangkan oleh Churchman, Ackoff, dan Arnoff

(1975), dimana bobot penilaian setiap kriteria (Wi)berkisar antara 0,00 sampai

1,00. Selanjutnya pakar melakukan penilaian, skor rata-rata setiap kriteria untuk

setiap kawasan (Sij) dimana I adalah kriteria dan j adalah kawasan. Tahap

terakhir, menjumlahkan setiap nilai kawasan (AijS), untuk memperoleh suatu

Gambar

Gambar 2. Elemen Dasar dalam Perencanaan Wisata (Mason 2006)
Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Sintang (Sumber : Bappeda Kabupaten Sintang)
Tabel 2. Data Iklim Kabupaten Sintang Tahun 1997 - 2006
Tabel 4. Luas Wilayah Kabupaten Sintang Menurut Ketinggiannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Desa Loyok merupakan kawasan industri kerajinan bambu yang memiliki potensi sebagai kawasan wisata budaya yang dapat dikembangkan menjadi suatu atraksi wisata yang dapat

Bahwa manusia dapat menjadi atraksi wisata dan menarik kedatangan wisatawan. Potensi manusia meliputi daya pengelolaan obyek, daya penampilan hasil karya dan

Pengembangan wisata alam antara lain: (1) pengembangan obyek daya tarik wisata alam dengan menjaga keaslian dan kelestarian kawasan, pembatasan pada blok pemanfaatan

a. Potensi daya tarik objek wisata Pantai Air Mata Permai yang dilihat dari atraksi wisata bahwa objek wisata Pantai Air Mata Permai berpotensi untuk

Pengembangan potensi wisata di Taman Narmada sebagai satu daya tarik wisata spiritual memiliki peluang untuk dikembangkan, karena di lokasi tersebut banyak daya tarik wisata yang

Potensi yang ditemukan di Kawasan TWA Situ Gunung, antara lain: (1) memiliki keberagaman potensi atraksi atau daya tarik wisata, dimana suspension bridge (jembatan gantung)

Batas kawasan wisata dihasilkan dari integrasi peta batas kawasan menurut adat masyarakat desa Ensaid Panjang dengan kawasan hutan lindung Bukit Rentap yang diajukan

Potensi lain yang ada pada pengembangan Obyek Wisata Pantai Tapandullu di Kabupaten Mamuju adalah adanya daya tarik wisata pantai yang potensial untuk dikembangkan, termasuk pula daya