• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENERAPAN METODE EKSPERIMEN DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of PENERAPAN METODE EKSPERIMEN DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

255

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

Fauziah fauziah99@gmail.com

SD Negeri 3 Ranto Peureulak, Kec. Ranto Peureulak, Kab. Aceh Timur

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran IPA pada materi benda dan sifatnya melalui penggunaan Metode Eksperimen di Kelas V-A SD Negeri 3 Ranto Peureulak semester II Tahun Pelajaran 2020-2021. Manfaat penelitian ini untuk menambah referensi dan teori baru dalam bidang pendidikan terutama dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan berbagai model atau metode pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Untuk mencapai hal tersebut, langkah yang perlu dilaksanakan adalah dengan penggunaan Metode Eksperimen. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yang datanya bersumber dari tes formatif serta hasil pengamatan kelas. Pengambilan sampel penelitian berjumlah 28 orang pada Kelas V-A. Pengambilan data hasil belajar dengan menggunakan instrumen tes hasil belajar serta lembar observasi. Dari hasil tes siklus I, menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa berjumlah 67,5 dan ketuntasan belajar mencapai 60,71%. Hasil ini menunjukkan peningkatan dari kondisi awal yang nilai rata-ratanya hanya 59,2 dan ketuntasan belajar baru 39,14%. Sedangkan pada siklus II (dua) nilai rata-rata siswa 79,2 dan ketuntasan belajar mencapai 92,86%.

Kata Kunci: Hasil Belajar IPA, Materi Benda dan Sifatnya, Metode Eksperimen

ABSTRACT

This research was carried out with the aim of improving student learning outcomes in science subjects on material objects and their properties through the use of the Experimental Method in Class V-A of SD Negeri 3 Ranto Peureulak in the second semester of the 2020-2021 academic year. The benefit of this research is to add new references and theories in the field of education, especially in the implementation of Classroom Action Research by applying various models or learning methods so as to improve student learning outcomes. To achieve this, the steps that need to be implemented are the use of Experimental Methods. The data analysis method used in this study uses descriptive analysis, the data is sourced from formative tests and the results of class observations. The research sample was 28 people in Class V-A.

Data collection on learning outcomes using learning outcomes test instruments and observation sheets.

From the results of the first cycle test, it shows that the average score of students is 67.5 and learning completeness reaches 60.71%. This result shows an increase from the initial condition which the average value is only 59.2 and the new learning completeness is 39.14%. While in cycle II (two) the average value of students is 79.2 and learning completeness reaches 92.86%.

Keywords: Science Learning Outcomes, Material Objects and Their Properties, Experimental Method

Author correspondence Email: fauziah99@gmail.com

Available online at http://ejurnalunsam.id/index.php/jsnbl/index

A. PENDAHULUAN

Kualitas pendidikan dapat diketahui dari dua hal yaitu kualitas proses dan produk.

Arifin (2000: 15) dalam hal ini juga menambahkan bahwa, suatu proses pendidikan dikatakan berkualitas proses apabila proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan siswa akan mengalami proses pembelajaran yang bermakna. Pendidikan disebut berkualitas produk apabila siswa dapat menunjukkan tingkat penguasaan yang

(2)

256

tinggi terhadap tugas-tugas belajar sesuai dengan sasaran dan tujuan pendidikan. Dua kualitas tersebut dapat dilihat pada hasil belajar yang dinyatakan dalam proses akademik.

Pembelajaran yang selama ini dilakukan lebih banyak menggunakan metode ceramah (klasikal) karena dianggap mudah dan murah. Dengan menggunakan metode ceramah, banyak kelemahan yang diperoleh di antaranya siswa menjadi jenuh jika guru tidak pandai menjelaskan. Pada saat menggunakan metode ceramah, materi yang disampaikan terbatas pada yang diingat guru dan tidak dapat mengembangkan kreatifitas siswa. Selain itu dengan metode ceramah hanya terjadi interaksi satu arah yaitu dari guru kepada siswa. Keadaan yang seperti ini sangat merugikan bagi siswa yang memiliki ketrampilan mendengarkan terbatas, sehingga dalam hasil ujian semester nilai IPA lebih rendah dari mata pelajaran yang lain.

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman selama ini, khususnya di SD Negeri 3 Ranto Peureulak siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Siswa cenderung tidak begitu tertarik dengan mata pelajaran IPA karena selama ini pelajaran IPA dianggap sebagai pelajaran yang hanya mementingkan hafalan semata, kurang menekankan aspek penalaran sehingga hasil belajar siswa pada mata pelajaran masih kurang. Pada saat guru menjelaskan materi dengan menggunakan metode ceramah, siswa tidak bersemangat mengikuti pembelajaran serta pembelajaran menjadi kurang bermakna.

Hal ini terutama terjadi pada siswa kelas V-A pada mata pelajaran IPA materi Benda dan Sifatnya, penguasaan materi masih sangat rendah atau belum berhasil dengan baik. Dari 28 jumlah siswa hanya 9 orang (39,14%) yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu 70 dengan nilai rata-rata 59,2.

Guru hendaknya mampu menentukan dan mengembangkan salah satu metode pembelajaran yang dapat menarik kreatifitas dan motivasi siswa untuk belajar baik dalam pembelajaran IPA. Salah satu metode yang dimaksud adalah metode eksperimen.

Menurut Sagala (2005: 220) yang menyatakan bahwa metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana siswa melakukan eksperimen (percobaan) dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar dengan metode eksperimen, siswa diberi pengalaman untuk mengalami sendiri tentang suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan tentang suatu objek keadaan. Dengan demikian siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari suatu kebenaran, mencari suatu data baru yang diperlukannya, mengolah sendiri, membuktikan suatu dalil atau hukum dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya itu.

Metode eksperimen merupakan metode yang umum digunakan pada ilmu eksak seperti biologi, fisika atau ilmu-ilmu alam lainnya. Namun, yang perlu diingat, dalam metode penelitian ilmu sosial dikenal juga metode eksperimen untuk menjelaskan sebuah fenomena. Apabila seseorang mencoba sesuatu yang belum diketahui hasilnya maka ia melakukan suatu eksperimen. Kualitas hasil suatu produksi dapat diselidiki dengan melakukan suatu eksperimen. Guru dapat menugaskan siswa untuk melakukan eksperimen sederhana, baik didalam kelas maupun diluar kelas. Sebuah eksperimen dapat dilakukan siswa untuk menguji hipotesis suatu masalah dan kemudian menarik kesimpulan (Roestiyah, 2001: 83).

Pola pembelajaran yang dilakukan selama ini, hanya mengandalkan salah satu macam metode yang dianggap sesuai dengan kondisi sekolah yaitu metode ceramah dan jarang mengunakan alat peraga sebagai media belajar. Sehingga pembelajaran yang diharapkan belum tercapai dan prestasi belajar secara maksimal sulit untuk dicapai.

(3)

257

Atas dasar itulah penulis ingin mengkaji lebih mendalam terhadap masalah ini dan tertarik untuk melakukan penyusunan artikel dengan judul “Penerapan Metode Eksperimen dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar”.

B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Belajar

Sudjana (2005: 39) menambahkan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamanya, sikap dan tingkah lakunya, ketrampilannya, kecakapannya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya penerimaannya.

Arifin (2000: 120) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik tetapi perubahan dalam kebiasan, kecakapan bertambah, dan berkembang daya fikir, sikap dan lain-lain. Belajar selalu berkenaan dengan perubahan- perubahan pada diri orang yang belajar. Apakah itu mengarah kepada yang lebih baik ataupun yang kurang baik, direncanakan atau tidak. Hal lain yang selalu terkait dalam belajar adalah pengalaman, pengalaman yang berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungannya.

2. Kajian Materi Benda dan Sifatnya

a. Sifat Bahan dan Struktur Penyusunannya

Kualitas jenis bahan dapat diketahui dari struktur penyusun bahan. Sedangkan kualitas atau mutu bahan menentukan harga dan jenis bahan. Bahan adalah sesuatu yang digunakan untuk membuat suatu benda. Contoh pakaian terbuat dari bahan kain, buku terbuat dari bahan kertas, tali terbuat dari bahan benang, dan lain-lain (Wariyono, 2008:

57).

b. Perubahan Sifat Benda

Benda dapat mengalami perubahan sifat, secara alamiah atau pengaruh tindakan manusia. Perubahan sifat benda antara lain: perubahan wujud, perubahan bentuk, perubahan warna, perubahan kekerasan, perubahan bau, dan perubahan kelenturan (Suhartanti, 2008: 46).

Benda dapat mengalami perubahan sifat, secara alamiah atau pengaruh tindakan manusia. Perubahan sifat benda antara lain: perubahan wujud, perubahan bentuk, perubahan warna, perubahan kekerasan, perubahan bau, dan perubahan kelenturan (Suhartanti, 2008: 46).

1) Perubahan wujud.

Wujud benda ada 3 macam, yaitu: benda padat, benda cair, dan benda gas.

Kemudian dari ketiga macam wujud benda tersebut, dapat mengalami perubahan wujud, sebagaimana diuraikan Rostitawaty (2008: 68) sebagai berikut:

a) perubahan wujud pada menjadi cair disebut mencair;

b) perubahan wujud cair menjadi padat disebut membeku;

c) perubahan wujud cair menjadi gas disebut menguap;

d) perubahan wujud gas menjadi cair disebut mengembun;

e) perubahan wujud gas menjasdi padat disebut mendeposisi; dan f) perubahan wujud padat menjadi gas disebut menyublim.

(4)

258

Masih ada lagi perubahan wujud yang lain, seperti mengkristal, menyusut, dan memuai (Wariyono, 2008: 57).

2) Perubahan Bentuk

Bentuk benda ada bermacam-macam, ada yang berbentuk bulat, kotak, lonjong, kerucut, dan sebagainya. Bentuk-bentuk benda dapat mengalami perubahan. Contoh air dalam panci dapat diubah menjadi bentuk yang bermacam-macam sesuai dengan cetakannya (Suhartanti, 2008: 47).

3) Perubahan Warna

Baju yang sering dicuci dan dijemur di bawah terik matahari merupakan sebuah tindakan yang dapat menyebabkan warna pakaian menjadi memudar. Benda-benda lain seperti foto, pensil, kertas, sepatu, dan tas yang semula memiliki warna yang indah lama- kelamaan juga akan memudar karena pengaruh udara dan panas (Rostitawaty, 2008: 69).

4) Perubahan Kekerasan

Benda yang semula keras dapat berubahah kekerasannya karena pengaruh perubahan cuaca. Contoh: kayu yang semula keras dapat lapuk, dikarenakan pengaruh hujan dan panas (Wariyono, 2008: 58).

5) Perubahan Bau

Tikus maupun binatang lain yang telah membusuk akan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Hal ini terjadi disebabkan oleh mikroba (Suhartanti, 2008: 48).

6) Perubahan Kelenturan

Benda-benda dari karet biasanya lentur dan elastis. Kelenturan karet ini dapat berubah karena pengaruh panas, minyak, atau bensin. Karet yang secara terus-menerus terkena terik matahari akan berubah menjadi kaku. Jika karet tersebut direngangkan, karet menjadi putus karena rapuh. Begitu pula karet yang terkena bensin atau minyak dapat menyebabkan karet mengembang dan menjadi rapuh (Rostitawaty, 2008: 70).

3. Kajian Metode Eksperimen a. Hakikat Metode Eksperimen

Menurut Djamarah (2008: 32) metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Kemudian Sumantri (1999: 105) mengatakan bahwa metode eksperimen diartikan sebagai cara belajar mengajar yang melibatkan siswa dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan. Selanjutnya Roestiyah (2001: 80) menambahkan bahwa metode eksperimen adalah suatu cara mengajar, di mana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru.

Metode eksperimen merupakan metode yang umum digunakan pada ilmu eksak seperti biologi, fisika atau ilmu-ilmu alam lainnya. Namun, yang perlu diingat, dalam metode penelitian ilmu sosial dikenal juga metode eksperimen untuk menjelaskan sebuah fenomena. Apabila seseorang mencoba sesuatu yang belum diketahui hasilnya maka ia melakukan suatu eksperimen. Kualitas hasil suatu produksi dapat diselidiki dengan melakukan suatu eksperimen. Guru dapat menugaskan murid-murid untuk melakukan eksperimen sederhana, baik didalam kelas maupun diluar kelas. Untuk memudahkan pemahaman konsep-konsep teoristis yang disajikan, guru hendaknya menugaskan murid- murid untuk melakukan eksperimen. Sebuah eksperimen dapat dilakukan murid-murid

(5)

259

untuk menguji hipotesis suatu masalah dan kemudian menarik kesimpulan. Dengan menggunakan metode eksperimen murid diharapkan: (1) ikut aktif mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan belajar untuk dirinya. (2) siswa belajar menguji hipotesis dan tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan, ia berlatih berpikir ilmiah dan (3) mengenal berbagai alat untuk melakukan eksperimen dan memiliki keterampilan menggunakan alat-alat tersebut (Sumantri,1999: 108).

b. Langkah-Langkah Pelaksanaan Metode Eksperimen

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan metode eksperimen menurut Fathurrahman (2008: 84) adalah sebagai berikut:

1) Persiapkan terlebih dahulu bahan-bahan yang dibutuhkan.

2) Usahakan siswa terlibat langsung sewaktu mengadakan eksperimen.

3) Sebelum dilaksanakan eksperimen siswa terlebih dahulu diberikan pengarahan tentang petunjuk dan langkah-langkah kegiatan eksperimen yang akan dilakukan.

4) Lakukan pengelompokan atau masing-masing individu melakukan percobaan yang telah direncanakan, bila hasilnya belum memuaskan dapat diulangi lagi untuk membuktikan kebenarannya.

5) Setiap individu atau kelas dapat melaporkan hasil pekerjaannya secara tertulis.

Prosedur metode pembelajaran eksperimen menurut Bahri (2006: 48) antara lain;

(a) perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksprimen, mereka harus memahami masalah yang akan dibuktikan melalui eksperimen; (b) memberi penjelasan kepada siswa tentang alat-alat serta bahan-bahan yang akan dipergunakan dalam eksperimen, hal-hal yang harus dikontrol dengan ketat, urutan eksperimen, hal-hal yang perlu dicatat; (c) Selama eksperimen berlangsung guru harus mengawasi pekerjaan siswa. Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen; dan (d) setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian siswa, mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan tes atau tanya jawab.

c. Kelebihan dan Kelemahan Metode Eksperimen

Menurut Djojosoediro (2008: 189) bahwa metode eksperimen kerap kali digunakan karena memiliki keunggulan-keunggulan yaitu:

1) Dengan eksperimen siswa terlatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi segala masalah. Sehingga tidak mudah percaya kepada sesuatu yang belum pasti kebenarannya dan tidak mudah percaya pula kata orang, sebelum ia membuktikan kebenarannya.

2) Mereka lebih aktif berpikir dan berbuat, karena hal itulah yang sangat diharapkan dalam dunia pendidikan modern. Dimana siswa lebih banyak aktif belajar sendiri dengan bimbingan guru.

3) Siswa dalam melaksanakan proses eksperimen disamping memperoleh ilmu pengetahuan juga menemukan pengalaman praktis serta keterampilan dalam menggunakan alat percobaan.

4) Dengan eksperimen siswa membuktikan sendiri kebenaran suatu teori, sehingga mengubah sikap mereka yang tahayul atau tidak masuk akal.

Disamping keunggulan metode eksperimen juga memiliki kelemahan.

Djojosoediro (2008: 192) menguraikan kelemahan metode eksperimen sebagai berikut.

1) Memerlukan ketrampilan guru dalam mengkondisikan siswa-siwanya.

2) Keterbatasan dalam sumber belajar, alat pelajaran, situasi yang harus dikondisikan dan waktu untuk bereksperimen.

(6)

260 3) Memerlukan waktu yang banyak.

4) Memerlukan kematangan dalam merancang atau persiapan mengajar.

5) Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan atau pengendalian.

Agar penggunaan metode eksperimen itu efisien dan efektif, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagaimana dijabarkan Roestiyah (2001: 83) sebagai berikut; (a) dalam eksperimen setiap siswa harus mengadakan percobaan, maka jumlah alat dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi tiap siswa; (b) agar eksperimen itu tidak gagal dan siswa menemukan bukti yang meyakinkan, atau mungkin hasilnya tidak membahayakan, maka kondisi alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik dan bersih; (c) dalam eksperimen siswa perlu teliti dan konsentrasi dalam mengamati proses percobaan , maka perlu adanya waktu yang cukup lama, sehingga mereka menemukan pembuktian kebenaran dari teori yang dipelajari itu; dan (d) siswa dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih, maka perlu diberi petunjuk yang jelas, sebab mereka disamping memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, juga kematangan jiwa dan sikap perlu diperhitungkan oleh guru dalam memilih obyek eksperimen itu.

C. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V-A terhadap pembelajaran IPA pada materi “Benda dan Sifatnya”. Hal tersebut dapat dianalisis dan dibahas sebagai berikut:

1. Hasil Belajar Kondisi Awal

Proses pembelajaran IPA di Kelas V-A SD Negeri 3 Ranto Peureulak semester II tahun pelajaran 2020-2021 masih menggunakan paradigma lama, dimana guru memberikan pengetahuan kepada siswa yang pasif. Guru mengajar dengan metode konvensional yaitu ceramah, dan mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat dan hafal. Proses pembelajaran pun menjadi monoton dan kurang menarik perhatian siswa.

Setelah melakukan refleksi diri, peneliti mulai menyadari bahwa kondisi seperti itu tidak akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa dalam memahami kompetensi pada mata pelajaran IPA.

Gambaran awal pada saat pelaksanaan pembelajaran di Kelas V-A SD Negeri 3 Ranto Peureulak dimulai saat bel masuk berbunyi guru kemudian masuk ke dalam ruang kelas sampai akhir kegiatan belajar. Ketika guru masuk kedalam ruangan kelas dengan serempak siswa mengucapkan salam dan kemudian dijawab dengan salam pula.

Berikutnya guru menyuruh anak-anak agar membaca do’a sebelum kegiatan belajar dimulai. Dari hasil analisis terhadap kondisi awal ini diperoleh gambaran bahwa hasil belajar IPA masih dikategorikan rendah. Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan penerapan metode eksperimen, dari tes akhir yang diberikan ternyata dari 28 jumlah siswa Kelas V-A hanya 9 siswa (32,14 %) yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu 70. Selain rendahnya prestasi belajar siswa, sikap masa bodoh siswa terhadap pembelajaran, penjelasan materipun diabaikan.

2. Hasil Belajar Siklus I

Pada pembelajaran pada siklus I, terlihat bahwa dari catatan peneliti dan pengamat suasana kelas belum begitu kondusif. Siswa banyak terlihat kurang bergairah. Hal ini

(7)

261

terjadi karena penelitian pada siklus I selama ini siswa mendapatkan materi pembelajaran dari guru dengan cara duduk, mendengar, mencatat, dan membaca, dengan sumber belajar terbatas kepada yang ada di dalam lokal. Dalam kegiatan pembelajaran ini, guru lebih aktif dari siswa. Peneliti sudah berusaha membangkitkan gairah siswa dengan bertanya, menggali ide, menyuruh siswa kedepan kelas, dan memberikan soal-soal yang lebih banyak agar siswa terlatih menyelesaikan tugas. Hasil yang diperoleh pada siklus I ini masih kurang memuaskan karena dari 28 orang siswa, yang tuntas sebanyak 17 orang siswa saja (60,71%) sedangkan nilai rata-rata nya hanya 67,5.

Meski tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan, akan tetapi proses pembelajaran pada siklus I sudah menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar. Selain meningkatkan hasil belajar, pada tindakan siklus I kegiatan mengajar guru juga sudah sesuai dengan yang direncanakan sesuai dengan metode eksperimen. Kegiatan siswa dalam proses belajar melalui penerapan metode eksperimen sudah menunjukkan peningkatan. Namun demikian, meski telah ada peningkatan dari kondisi belajar kondisi awal, namun hasil yang diperoleh belum mencapai target sesuai yang direncanakan.

3. Hasil Belajar Siklus II

Pada siklus kedua, hasil belajar siswa sangat menggembirakan peneliti, karena 26 dari 28 siswa sudah tuntas hasil belajarnya (92,86%) dengan nilai rata-rata tes siswa mencapai 79,2. Hal ini terlihat jelas dari siswa yang sangat antusias dan serius dalam melakukan eksperimen tentang perubahan wujud benda yang dapat kembali dan tidak dapat kembali.

Peneliti lebih banyak mengadakan bimbingan dan berkeliling melihat hasil pekerjaan siswa. Dari wajah siswa terpancar bahwa mereka senang dengan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Sikap optimis dari siswa terlihat, dari cara mereka berebut untuk menjawab pertanyaan. Hal ini disebabkan mereka sudah mulai paham dengan materi yang disajikan oleh peneliti. Pada saat ulangan harian dilaksanakan mereka bekerja dengan tenang dan penuh percaya diri, namun masih ada 2 orang siswa yang tidak tuntas menjawab pertanyaan. Pada siklus II ini terbukti, bahwa prestasi belajar siswa meningkat mencapai hasil yang diharapkan dengan menggunakan metode eksperimen. Melalui metode eksperimen ini siswa dapat belajar lebih optimal melalui tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Dengan demikian peneliti menetapkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas ini dirasa telah memadai hanya pada siklus II dan tidak melanjutkan ke siklus berikutnya karena nilai rata-rata kelas telah melampaui KKM dan indikator keberhasilan yang ditetapkan.

Agar lebih jelas mengenai gambaran peningkatan kegiatan siswa dan hasil belajar siswa dari kondisi awal, siklus I dan siklus II, dapat dilihat dan diperhatikan pada rekapitulasi tabel dan grafik ketuntasan belajar di bawah ini.

Tabel 1.1 Rangkuman Ketuntasan Belajar Pada Kondisi Awal, Siklus I, dan II

No Hasil Tes akhir

Siklus Persentase

Kondisi

Awal I II Kondisi

Awal I II

1. Siswa yang tuntas 9 17 26 39,14% 60,71% 92,86%

2. Siswa yang tidak tuntas 19 11 2 67,86% 39,29% 7,14%

3 Jumlah 28 28 28 100 % 100 % 100 %

Tabel 1.2 Rekapitulasi Perolehan Nilai Kondisi Awal, Siklus I, dan II

(8)

262 No Keterangan

Nilai Kondisi

Awal Siklus I Siklus II

1 Nilai Tertinggi 70 80 100

2 Nilai Terendah 40 60 60

3 Jumlah Nilai 1660 1890 2220

4 Nilai Rata-rata 59,2 67,5 79,2

Berikutnya perbandingan perolehan nilai tertinggi dan terendah pada tiap siklus dapat juga disajikan pada grafik berikut.

Gambar 1.1 Grafik Rekapitulasi Persentase Ketuntasan Belajar Kondisi Awal, Siklus I dan II

Gambar 1.2

Grafik Perbandingan Perolehan Nilai Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II

Berdasarkan informasi data pada tabel dan grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa perolehan nilai serta ketuntasan belajar siswa menunjukkan peningkatan yang berarti di tiap siklusnya. Pada kondisi awal dari 28 siswa hanya 9 siswa (39,14%) yang telah mencapai ketuntasan belajar sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu sebesar 70. Sedangkan 19 siswa (67,86%) belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal. Perolehan nilai tertinggi pada kondisi awal adalah 70 dan yang terendah adalah 40 dengan jumlah nilai 1660 dengan rata-rata kelas 59,2.

39,14%

67,86%

60,71%

39,29%

92,86%

7,14%

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Kondisi Awal Tuntas

Kondisi Awal Belum

Tuntas

Siklus I Tuntas

Siklus I Belum Tuntas

Siklus II Tuntas

Siklus II Belum Tuntas

70

40 59.2

80

60 67.5

100

60

79.2

0 20 40 60 80 100 120

Nilai Tertinggi

Kondisi Awal

Nilai Terendah

Kondisi Awal

Rata-Rata Nilai Tertinggi

Siklus I

Nilai Terendah

Siklus I

Rata-Rata Nilai Tertinggi

Siklus II

Nilai Terendah

Siklus II

Rata-Rata

(9)

263

Pada pelaksanan siklus I pada proses pembelajaran dengan penerapan metode eksperimen menunjukkan bahwa dari 28 siswa ternyata sebanyak 17 siswa (60,71%) yang telah mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan 11 siswa (39,29%) belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal. Hal ini menunjukkan peningkatan jumlah siswa yang memperoleh ketuntasan belajar dibanding kondisi awal yang hanya 9 orang siswa yang tuntas belajarnya. Perolehan nilai tertinggi pada siklus I adalah 80 dan yang terendah adalah 60 dengan jumlah nilai 1890 dan rata-rata kelas baru mencapai 67,5. Sedangkan ketuntasan belajar klasikal baru mencapai 60,71%.

Sedangkan hasil tindakan pada pelaksanan siklus II pada proses pembelajaran dengan metode eksperimen dapat diketahui bahwa sebanyak 26 orang siswa (92,86%) dari keseluruhan siswa sebanyak 28 orang siswa, sudah mencapai ketuntasan belajar yaitu memperoleh nilai 70 ke atas. Sedangkan sisanya 2 orang (7,14%) lagi belum mencapai ketuntasan belajar. Begitu pula dengan nilai tertinggi pada tes siklus II adalah 100, sedangkan nilai terendahnya adalah 60, dengan jumlah nilai 2220 dan nilai rata-rata 79,2 dengan ketuntasan belajar mencapai 92,86%. Hal ini menunjukkan peningkatan dari nilai rata-rata siklus I yaitu sebesar 67,5. Dengan demikian nilai rata-rata siklus II sudah melampaui KKM yang ditetapkan yaitu 70.

Dengan demikian penelitian tindakan dengan menggunakan metode eksperimen mampu meningkatkan hasil belajar IPA, khususnya pada materi perubahan sifat benda di Kelas V-A SD Negeri 3 Ranto Peureulak semester II tahun pelajaran 2020-2021. Dengan demikian penelitian dianggap berhasil dan berhenti pada siklus II.

D. KESIMPULAN

Berdasakan hasil penelitian yang telah dilakukan selama dua siklus maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil analisis data setelah penerapan metode eksperimen menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas V-A SD Negeri 3 Ranto Peureulak pada mata pelajaran IPA. Pada pembelajaran kondisi awal perolehan nilai secara klasikal sebesar 1660 dengan nilai rata-rata kelas sebesar 59,2. kemudian pada siklus I perolehan nilai secara klasikal sebesar 1890 dengan nilai rata-rata kelas sebesar 67,5.

Sedangkan pada siklus II perolehan nilai secara klasikal sebesar 2220 dengan nilai rata-rata kelas sebesar 79,2.

2. Ketuntasan belajar siswa sebanyak 28 orang juga mengalami peningkatan. Pada pembelajaran kondisi awal jumlah siswa yang tuntas belajar dan mencapai target nilai KKM sebanyak 9 siswa (39,14%), sedangkan pada siklus I siswa yang tuntas belajar dan mencapai target nilai KKM sebanyak 17 siswa (60,71%), dan pada siklus II siswa yang tuntas belajar dan mencapai target nilai KKM sebanyak 26 siswa (92,86%). Dengan demikian ketuntasan siswa sebesar 92,86% ini telah melampaui indikator keberhasilan penelitian yang telah ditetapkan sebesar 85%.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, 2000. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya. Usaha Nasional.

Bahri, M. 2006. Berbagai Strategi, Metode dan Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Choiril, A. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD/MI Kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

Djamarah, S.B. 2008. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.

(10)

264

Djojosoediro, W. 2008. Natural Science, Aplikasi dan Penerapannya. Jakarta: Kanisius.

Fathurrahman, 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Roestiyah, N.K. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Rostitawaty, S. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD/MI Kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

Sagala, S. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.

Sudjana, N. 2005. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.

Suhartanti, D. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD/MI Kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

Sumantri, M. 1999. Pembelajaran Inovatif. Jokjakarta: Penerbit Obor.

Surakhmad, W. 2006. Pengantar Interaksi Mengajar Belajar Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran, Penerbit Tarsito, Bandung.

Wariyono, S. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD/MI Kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

Referensi

Dokumen terkait

Nikah sebagai ikatan yang ditentukan oleh pembuat hukum syara’ (Allah) yang memungkinkan laki-laki untuk istimta; (mendapat kesenangan seksual) dari istri dan demikian juga,

Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I mempunyai forum Membantu Gubernur dalam melaksanakan wewenang koordinasi tata pengaturan air yang berdasarkan Pasal 8

Abdul Yunus, teori organisasi, (majalengka:unit penerbitan universitas majalengka, 2013), h.16.. orang lain dan kemampuan melaksanakan asas-asas atau prinsip-prinsip

3UR\HN ³*UKD %DWLN *HGKRJ GL 'HVD .HGXQJUHMR .HUHN´ LQL GLODWDUEHODkangi oleh dari pengetahuan mengenai keunikan Batik Gedhog yang merupakan satu-satunya batik yang alami

Non-Examples dengan Permainan Terka Gambar dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas 2 SD N Kopeng 02 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Semester Genap

Penelitian ini bertujuan mengetahui 3 situasi pemicu problem penyesuaian diri yang paling sering dialami dalam konteks relasi dengan orang tua di rumah, komunikasi, relasi sosial

Rekomendasi yang bisa diberikan penulis kepada Fakultas X adalah agar mempertimbangkan penambahan jumlah mahasiswa sebelum membuat kebijakan mengenai perekrutan,

Lompat jauh adalah suatu bentuk gerakan melompat mengangkat kaki ke atas-kedepan dalam upaya membawwa titik berat badan selama mungkin di udara (melayang