• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS KESEPAKATAN PEMANFAATAN LAHAN HUTAN DALAM TATA KELOLA HUTAN DESA KELURAHAN CEMPAGA KECAMATAN TOMPOBULU KABUPATEN BANTAENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS YURIDIS KESEPAKATAN PEMANFAATAN LAHAN HUTAN DALAM TATA KELOLA HUTAN DESA KELURAHAN CEMPAGA KECAMATAN TOMPOBULU KABUPATEN BANTAENG"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS KESEPAKATAN PEMANFAATAN LAHAN HUTAN DALAM TATA KELOLA HUTAN

DESA KELURAHAN CEMPAGA KECAMATAN TOMPOBULU KABUPATEN BANTAENG

Skripsi ini Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Oleh :

MULKY ASRORY ILYAS 4514060018

FAKULTAS HUKUM / ILMU-ILMU HUKUM UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2018

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Usulan Penelitian dan Penulisan Hukum Mahasiswa:

Nama : Mulky Asrory Ilyas

NIM : 4514060018

Program Studi : Ilmu Hukum

Minat : Perdata

No. Pendaftaran Judul : 02/Pdt/fh/UNIBOS/II/2018 Tgl. Pendaftaran Judul : 21 Februari 2018.

Judul : Analisis Yuridis Kesepakatan Pemanfaatan Lahan dalam tata kelola Hutan Desa di Kelurahan Cempaga Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng

Telah diperiksa dan diperbaiki untuk dimajukan dalam ujian skrpsi mahasiswa program strata satu (S1).

Makassar, 9 Maret 2018 Disetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Baso Madiong, SH, MH H. Hamzah Taba, SH, MH Mengatahui

Dekan Fakultas Hukum

Dr. Ruslan Renggong, SH, MH

(3)

PERSETUJUAN SKRIPSI

Penulisan Hukum Mahasiswa:

Nama : Mulky Asrory Ilyas

NIM : 4514060018

Program Studi : Ilmu Hukum

Minat : Perdata

No. Pendaftaran Judul : 02/Pdt/fh/UNIBOS/II/2018 Tgl. Pendaftaran Judul : 21 Februari 2018.

Tgl. Ujian Proposal : 21 Maret 2018.

Judul : Analisis Yuridis Kesepakatan Pemanfaatan Lahan dalam tata kelola Hutan Desa di Kelurahan Cempaga Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng

Telah diperiksa dan diperbaiki untuk dimajukan dalam ujian skrpsi mahasiswa program strata satu (S1).

Makassar, 2 Agustus 2018 Disetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Baso Madiong, SH, MH H. Hamzah Taba, SH, MH Mengatahui

Dekan Fakultas Hukum

Dr. Ruslan Renggong, SH, MH

(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhana Wata’ala, yang telah melimpahkan segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Kesepakatan Pemanfaatan Lahan Dalam Tata Kelola Hutan Desa Kelurahan Cempaga Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng” guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum, Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Bosowa.

Penulis Menydari kelemahan bahwa terdapat kekurangan serta keterbatasan yang ada sehingga dalam penyelesaian skripsi ini memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan Ucapan Terima Kasih dan penghargaan sebesar- besarnya kepada :

1. Ayah saya (Ir. H. Muh. Ilyas Badru.,Mp) dan Ibu saya (Dra.

Anriani.,Mp) yang selama ini merawat saya dengan penuh kasih sayang dari dulu hingga saat ini, dan yang telah membantu menyarankan saya untuk membuat skripsi ini.

2. Bapak Mustafa.,S.Hut.,M.Hut, yang telah bersedia membantu dalam proses pengumpulan data penelitian skripsi saya, di lapangan dan juga sebagai narasumber.

3. Bapak Dr. Baso Madiong.,SH.,MH. selaku Pembimbing I (pertama) yang merekomendasikan untuk membuat skripsi saya ini.

(7)

4. Bapak Hamzah Taba.,SH.,MH. selaku Pembimbing II telah membantu kelancaran dengan mengarahkan saya dalam membentuk teknis penyempurnaan skripsi saya.

5. Bapak Dr. Ruslan Renggong.,SH.,MH. selaku Dekan Fakultas Hukum yang selalu memberikan bimbingan dan arahan selama kami (Mahasiswa/i) mengikuti perkuliahan.

6. Ibu Yulia. A. Hasan.,SH.,MH. selaku Wakil Dekan I yang telah memberikan dorongan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu HJ. Siti Zubaidah.,SH.,MH. selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum yang tak henti-hentinya memberikan motivasi kepada kami (mahasiswa/i) dalam membimbing selama berkuliah.

8. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Hukum Universitas Bosowa yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dari dulu hingga saat ini.

9. Masyarakat Kelurahan Campaga, sebagai responden dengan penuh keramahan menyambut dan membantu saya dengan sepenuh hati.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan baik isi maupun susunannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis juga bagi para pembaca.

Makassar, 9 Agustus 2018

Mulky Asrory Ilyas Penulis

(8)

HALAMAN TABEL DAN GAMBAR

Tabel 1 Alur Prosedur Teknis Pembangunan Hutan Desa ... 40

Tabel 2 Jumlah Penduduk Kelurahan Campaga... 47

Tabel 3 Jumlah Penduduk dan Kepala RT Kelurahan Campaga ... 47

Tabel 4 Distribusi Penduduk berdasarkan tingkat Pendidikan ... 48

Tabel 5 Kelembagaan di Kelurahan Cempaga ... 49

Tabel 6 Sarana dan Prasarana ... 50

Tabel 7 Topografi pada Areal Hutan Desa Campaga ... 52

Tabel 8 Potensi Hutan Desa Campaga ... 52

Tabel 9 Rencana Pengenmangan (Usahan Wisata Alam) ... 53

Tabel 10 Rencana Pengembangan ... 53

Tabel 11 Ruang Lingkup Kesepakatan Pemanfaatan Lahan Dalam Kawasan Tata Kelola Hutan Desa ... 55

Tabel 12 Pandangan Responden terhadap proses Kesepakatan Pengelolaan Hutan Desa Campaga ... 70

Tabel 13 Keterlibatan Responden dalam Kesepakatan Pemanfaatan Lahan Hutan Desa Campaga... 74

Tabel 14 Pandangan Responden terhadap Kendala dalam proses Kesepakatan Pengelolaan Hutan Desa Campaga ... 75

Gambar 1 Peta Digital (Calon Areal Kerja Hutan Desa)... 57

Gambar 2 Gambar Topografi Hutan Desa Campaga ... 58

Gambar 3 UPT Departemen Kehutanan mematau di lapangan ... 61

Gambar 4 Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan ... 67

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN TABEL DAN GAMBAR ... viii

DAFTAR ISI ... .ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Metode Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Tinjauan Umum mengenai Perjanjian ... 6

1. Pengertian Perjanjian ... 6

2. Syarat Sahnya Perjanjian ... 9

3. Jenis Perjanjian ... 11

4. Asas Perjanjian ... 15

5. Hapusnya Perjanjian ... 16

B. Pengertian Perikatan ... 16

1. Objek Hukum Perikatan (pasal 1234) ... 17

(10)

2. Sumber Hukum Perikatan ... 17

3. Prestasi dan Wanprestasi ... 18

4. Syarat Sahnya Perjanjian ... 19

5. Jenis-Jenis Perikatan ... 19

6. Hapusnya Perikatan ... 26

C. Tinjauan Umum mengenai Hutan dan Hutan Desa ... 27

1. Pengertian Hutan... 27

2. Pengertian Hutan Desa ... 31

3. Hak dan Kewajiban Pemegang Hak ... 33

4. Prosedur Teknis dalam Pengajuan Perizinan ... 35

D. Dasar Hukum Masyarakat dalam Mengelola Hutan Desa ... 43

BAB 3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Gambaran Umum Kelurahan Cempaga ... 46

1. Kondisi Sosial Ekonomi... 46

a. Penduduk ... 46

b. Tingkat Pendidikan ... 47

c. Kelembagaan Masyarakat ... 49

d. Sarana dan Prasarana ... 50

B. Analisis Yuridis Prosedur kesepakatan pemanfaatan lahan dalam kawasan tata kelola hutan desa di kelurahan Campaga kecamatan Tompobulu kabupaten Bantaeng ... 53

a. Penetapan Areal Kerja ... 55

1. Tata Cara Penetapan Areal Kerja Hutan Desa... 55

2. Penetapan Areal Kerja Hutan Desa ... 58

b. Fasilitasi ... 60

(11)

C. Keterlibatan Masyarakat dalam Kesepakatan Pemanfaatan lahan dalam kawasan tata kelola hutan desa di kelurahan

Campaga kecamatan Tompobulu kabupaten Bantaeng ... 71

BAB 4 PENUTUP ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Saran... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) mengamanatkan agar penguasaan Negara atas hutan ditujukan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan secara bersama-sama juga harus mengakomodir berbagai kelompok kepentingan. Akses dan hak pemanfaatan atas berbagai kategori hutan harus diatur sebaik-baiknya bagi semua kelompok masyarakat dengan memperhatikan berbagai aspek sebagaimana ditegaskan dalam Pasal (2) Undang Undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999 yaitu Penyelenggaraan Kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Dengan demikian melalui pembangunan hutan diharapkan dapat memperluas lapangan dan kesempatan kerja serta kesempatan berusaha.

Kebijakan pembangunan hutan kearah pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan telah diatur dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999, Pasal 70 ayat (1) menyatakan bahwa masyarakat turut berperan serta dalam pembangunan di bidang kehutanan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 Pasal 83 menyatakan bahwa untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil, dilakukan pemberdayaan masyarakat

(13)

setempat, melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraannya dan pemberdayaan masyarakat setempat. Begitu juga yang di maksud dalam Pasal 83 ayat (1) yaitu dapat dilakukan melalui hutan desa, hutan kemasyarakatan atau kemitraan.

Pemberian akses pengelolaan hutan desa telah diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.43/Menhut-II/2008. Dalam Peraturan Menteri tersebut memberikan peluang kepada pemerintah desa untuk megelola dan memanfaatkan hutan negara demi kesejahteraan masyarakat desa dan kelestarian hutan. Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa adalah hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau ijin pemanfaatan dan berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan. Sejak diberlakukannya kebijakan tersebut sudah ada satu kawasan hutan di Sulawesi Selatan yang ditetapkan pemerintah yaitu di Kabupaten Bantaeng Propinsi Sulawesi Selatan seluas 704 ha (Departemen Kehutanan, 2010).

Dan salah satu kawasan hutan desa di Kabupaten Bantaeng yang termasuk wilayah administrasi pemerintahan ialah desa Cempaga Kecamatan Tompabulu yang memiliki luas sekitar 23.68 ha tepatnya berjarak 25 km dari ibu kota Kabupaten Bantaeng dan 148 km dari ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Pandangan masyarakat terhadap pentingnya keberadaan hutan dilandasi oleh kedudukan

(14)

hutan sebagai sumber penghidupan mereka, karena sebagian besar masyarakat tersebut menggantungkan hidupnya dengan hasil hutan.

Keberadaan hutan desa selain memberikan manfaat langsung yang dirasakan masyarakat, juga memberikan aspek nilai tidak langsung di antaranya jasa lingkungan, agrowisata, wisata alam, dan lain sebagainya.

Dari penjelasan tersebut sebagian besar masyarakatnya.

menggantungkan hidupnya terhadap hutan. Dan akhirnya masyarakat berinisiatif untuk mengelola kawasan tersebut agar nantinya bisa dikelola oleh masyarakat setempat dengan mengurus berbagai prosedur-prosedur dan sesuai dengan system peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian dan mengkaji dalam bentuk karya ilmiah (skripsi) dengan judul : “Analisis Yuridis Kesepakatan Pemanfaatan lahan dalam Kawasan tata kelola Hutan Desa di Kelurahan Cempaga Kecamatan Tombobulu Kabupaten Bantaeng”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan kesepakatan pemanfaatan lahan dalam kawasan tata kelola hutan desa di kelurahan Cempaga kecamatan Tompobulu kabupaten Bantaeng?

(15)

2. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam kesepakatan pemanfaatan lahan dalam kawasan tata kelola hutan desa di kelurahan Cempaga kecamatan Tompobulu kabupaten Bantaeng?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian adalah:

a. Untuk mengetahui proses pembuatan kesepakatan pemanfaatan lahan dalam kawasan hutan dalam tata kelola Hutan Desa.

b. Untuk mengetahui keterlibatan masyarakat dalam perjanjian tata kelola Hutan Desa.

2. Manfaat Penelitian adalah:

a. Sumber informasi bagi daerah lainnya untuk dijadikan refrensi dalam hal pembangunan hutan desa.

b. Refrensi Ilmiah bagi masyarakat , mahasiswa, dan para peneliti untuk penelitian selanjutnya.

D. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Di wilayah Hutan Desa Cempaga Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng.

2. Jenis Penelitian

1. Jenis yang digunakan dalam penelitian ada dua, yaitu:

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari penelitian lapangan yang berhubungan langsung dengan Masyarakat Hutan Desa dan Lembaga yang terkait.

(16)

b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui penelusuran studi kepustakaan dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan atau dokumen, literatur, serta karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah objek penelitian yang diteliti.

2. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dua cara, yaitu:

a. Observasi Langsung, yaitu mengamati, menghitung, dan mencatat perilaku dan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di Lapangan.

b. Wawancara Mendalam (Indeph Interview), dilakukan untuk mengumpulkan data atau informasi secara langsung tatap muka dengan informan yaitu:

a) Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan.

b) Kepala Desa Kelurahan Cempaga.

c) Ketua Kelompok Kerja Hutan Desa Cempaga.

d) Masyarakat Hutan Desa Cempaga.

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum mengenai Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Istilah perjanjian/kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts. Sedangkan dalam bahasa Belanda, disebut dengan overeenkomst (perjanjian).

Di dalam rumusan Pasal 1313 KUH Perdata menjelaskan, bahwa apa yang dimaksud dengan Perjanjian adalah :

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Definisi perjanjian dalam Pasal 1313 ini adalah :

1. Tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian;

2. Tidak tampak asas konsensualisme;

3. Bersifat dualisme.

Ketidakjelasan definisi di atas disebabkan dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja, sehingga yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan perjanjian.

Pengertian tersebut tidak begitu lengkap, tetapi sudah jelas bahwa dalam perjanjian itu terdapat satu pihak mengikatkan diri kepada pihak lain.

(18)

Pengertian ini sebenarnya seharusnya menerangkan juga tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri tentang sesuatu hal.

Selain dari definisi perjanjian menurut Undang-Undang yang telah dikemukakan di atas masih ada beberapa definisi perjanjian menurut para pakar yang akan dikemukakan penulis untuk lebih memperjelas apa yang dimaksud dengan perjanjian.

Menurut ahli hukum Van Dunne, yang diartikan perjanjian adalah :

“Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”

Pengertian ini tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan-perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Pengertian yang dikemukakan oleh van Dunne memasukkan akibat hukum sebagai suatu unsur dari perjanjian.

Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian menurut van Dunne, yaitu :

1. Tahap pra-contractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan.

2. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

3. Tahap post-contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.

Ahli hukum Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal mengartikan:,

(19)

“kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi secara bersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka.”

Pendapat ini tidak hanya mengkaji definisi kontrak, tetapi juga menentukan unsur-unsur yang harus dipenuhi supaya suatu perjanjian dapat disebut kontrak. Ada tiga unsur kontrak, yaitu sebagai berikut:

1. The agreement fact between the parties (adanya kesepakatan tentang fakta antara kedua belah pihak).

2. The agreement as written (persetujuan dibuat secara tertulis).

3. The set of rights and duties created by (1) and (2) (adanya orang yang berhak dan berkewajiban untuk membuat: (1) Kesepakatan dan (2) Persetujuan tertulis).

Adapun perjanjian menurut Komariah sebagai ahli hukum mengemukakan bahwa :

“Dapat diartikan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.”

Dari pengertian perjanjian yang diuraikan oleh Komariah terdapat perbedaan persesuaian dengan perjanjian menurut van Dunne yaitu tidak adanya akibat hukum yang merupakan hasil dari perjanjian tetapi hanya ada sepakat untuk melaksanakan sesuatu.

(20)

Satu hal yang kurang dari berbagai definisi kontrak yang dipaparkan di atas, yaitu bahwa para pihak dalam kontrak semata-mata hanya orang-perorangan. Akan tetapi dalam praktiknya, bukan hanya orang-perorangan yang membuat kontrak, termasuk juga badan hukum yang merupakan subjek hukum. Dengan demikian, berbagai definisi tersebut, perlu dilengkapi dan disempurnakan.

Menurut Subekti, (2008: 33) bahwa kontrak atau perjanjian merupakan :

“Hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan. Perlu diketahui bahwa subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”

Unsur-Unsur yang tercantum pada definisi terakhir ini adalah : 1. Adanya hubungan hukum, yaitu hubungan hukum

merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum.

Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.

2. Adanya Subjek Hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban.

3. Adanya Prestasi, yaitu prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.

4. Di bidang harta kekayaan 2. Syarat Sahnya Perjanjian

Perjanjian dianggap sah jika memenuhi beberapa persyaratan.

Menurut Titik Triwulan Tutik, (2011: 224) hukum Kontrak (law of contrack) USA, ada 4 (empat) syarat sahnya perjanjian, yaitu:

(21)

1. Adanya penawaran (offer) dan penerimaan 2. Adanya persesuaian kehendak

3. Adanya konsidensasi/presirasi

4. Adanya kewenangan hukum para pihak dan pokok persoalan yang sah.

Menurut Titik Triwulan Tutik, 2011: (224-225), KUH Perdata (Pasal 1320 atau Pasal 1365 Buku IV NBW). Syarat sahnya perjanjian meliputi 2 (dua) hal, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif.

a. Syarat Subjektif

Syarat subjektif adalah syarat yang berkaitan dengan subjek perjanjian. Syarat subjektif perjanjian meliputi, antara lain:

i. Adanya kesepakatan/izin kedua belah pihak.

Perjanjian harus adanya kesepakatan antara para pihak, yaitu persesuaian pernyataan kehendak antara kedua belah pihak tidak ada paksaan dan lainnya.

ii. Kedua belah pihak harus cakap bertindak.

Cakap bertindak, yaitu kecakapan atau kemampuan kedua belah pihak untuk melakukan perbuatan hukum.

Orang cakap adalah seseorang yang telah berumur 21 tahun atau sudah menikah.

b. Syarat Objektif

Syarat objektif adalah syarat yang berkaitan dengan objek perjanjian. Syarat objektif perjanjian meliputi, antara lain:

(22)

i. Adanya objek perjanjian

Perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu, sekurang-kurangnya dapat ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang dan nanti akan ada.

Misalnya jumlah, jenis dan bentuknya.

ii. Adanya sebab yang halal

Dalam suatu perjanjian diperlukan adanya sebab yang halal, artinya ada sebab-sebab hukum yang menjadi dasar perjanjian yang tidak dilarang oleh peraturan keamanan dan ketertiban umum dan sebagainya.

3. Jenis perjanjian

Menurut Osgar. S. Matompo, 2017: (120-122), perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:

a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik adalah perjajian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian perjanjian jual beli yang diatur dalam pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewayang diatur dalam pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak.

Pihak yang menjual berkewajiban untuk menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapat bayaran sedangkan pihak

(23)

yang membeli berkewajiban untuk membayar dan berhak menerima barangnya.

b. Perjanjian Sepihak

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah. Dalam hibah ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban apapun.

Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan tanpa memberi kewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan.

c. Perjanjian dengan Percuma

Perjajian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam pakai diatur dalam Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata.

d. Perjanjian Konsensuil, riil dan formil

a. Perjanjian Konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian.

b. Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian

(24)

penitipan barang yang diatur dalam Pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti yang diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata.

c. Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dnegan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang menetukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris.

e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama a. Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah

diatur dalam dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ke Tiga Bab V sampai dengan Bab XVII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain.

b. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang diatur secara khusus dalam undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit.

f. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator

Menurut Titik Triwulan Tutik, (2011: 232), Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli.

(25)

Menurut Titik Triwulan Tutik, (2011: 233), Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Artinya, sejak terjadi perjanjian timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak.

Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual berkewajiban menyerahkan barang.

g. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil

Menurut Titik Triwulan Tutik, (2011: 233), Perjanjian konsensual adalah perjanjian di mana diantara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan.

Menurut Pasal 1338 KUH Perdata KUH Perdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat.

Titik Triwulan Tutik, (2011: 233), Perjanjial Riil adalah perjanjian di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya. Misalnya jual beli barang bergerak (Pasal 1694 KUHPerdata) dll.

h. Perjanjian publik

Menurut Titik Triwulan Tutik, (2011: 233), perjanjian publik adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah dan pihak lainnya swasta.

(26)

i. Perjanjian campuran

Menurut Titik Triwulan Tutik, (2011: 233), Perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa menyewa) tapi juga menyajikan makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan.

5. Asas Perjanjian

Ada beberapa asas yang dapat ditemukan dalam perjanjian, yaitu:

a. Asas Konsensualisme

Menurut Titik Triwulan Tutik, (2011: 227), Asas Konsensualisme artinya bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapaianya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Asas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian.

b. Asas Pacta Sunt Servada

Asas Pacta Sunt Servada berhubungan dengan akibat dari perjanjian. Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan:

“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”,

“persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”,“persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

(27)

c. Asas Kebebasan Berkontrak

Menurut Titik Triwulan Tutik, (2011: 229), Kebebasan berkontrak adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia.

Menurut Salim H.S, dan Titik Triwulan Tutik, (2011: 229), asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

1. Membuat atau tidak membuat perjanjian 2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun

3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya dan

4. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

5. Hapusnya perjanjian

Menurut Titik Triwulan Tutik, (2011: 234), Suatu perjanjian akan berakhir (hapus) apabila:

1. Telah melampaui waktunya (kadaluwarsa). Undang-undang telah menentukan batas berlakunya suatu perjanjian.

2. Telah tercapai tujuannya

3. Dinyatakan berhenti. Jika terjadi peristiwa tertentu maka perjanjian akan dihapuskan.

4. Dicabut kembali.

B. Pengertian Perikatan

Menurut Subekti, (2008: 122), Perikatan menurut Buku III B.W adalah Suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut

(28)

barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.

Sedangkan menurut Osgar. S. Matompo, (2017: 84), Perikatan adalah hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.

1. Objek Hukum Perikatan (pasal 1234)

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, (2012: 5), Objek hukum perjanjian adalah hal yang ingin dicapai oleh kedua pihak di dalam perjanjian itu, menurut UU setiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu” (pasal 1234 KUHPerdata).

2. Sumber hukum perikatan

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, (2012: 6), Dalam Undang- Undang diterangkan bahwa suatu perikatan dapat lahir dari suatu persetujuan (Perjanjian) atau dari undang-undang.

Sumber hukum perikatan antara lain sebagai berikut : 1. Perjanjian

2. Undang-Undang yang dapat dibedakan dalam a. Undang-Undang Semata

b. Undang-Undang karena perbuatan manusia yang halal dan melawan hukum.

3. Jurisprudensi

4. Hukum Tertulis dan Tidak Tertulis 5. Ilmu pengetahuan hukum.

(29)

3. Prestasi dan Wanprestasi i. Prestasi

Menurut Subekti, (2008: 123), Prestasi adalah Barang sesuatu yang dapat dituntut, yang menurut undang-undang dapat berupa:

a. Menyerahkan suatu barang b. Melakukan suatu perbuatan c. Tidak melakukan suatu perbuatan ii. Wanprestasi

Menurut Munir Fuady, (2016: 178) wanprestasi ialah:

Apabila seseorang berhutang tidak memenuhi kewajibannya, menurut bahasa hukum ia melakukan “Wanprestasi” yang menyebabkan ia dapat digugat didepan hakim.

Wujud dari tidak memenuhi perikatan itu ada tiga macam yaitu : a. Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan.

b. Debitur terlambat memenuhi perikatan.

c. Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, (2012: 10), Dalam kenyataannya, sukar menentukan saat debitur dikatakan tidak memenuhi perikatan karena ketika mengadakan perjanjian pihak-pihak tidak menentukan waktu untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Bahkan dalam perikatan, waktu untuk melaksankan prestasi di tentukan ciderta janji tidak terjadi dengan sendirinya.

(30)

a. Ganti rugi, dalam Pasal 1243 KUHPerdata, Debitur wajib membayar ganti rugi setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi perikatan itu”.

b. Menurut pasal 1244 s.d 1246 KUHPerdata, Ganti rugi terdiri dari biaya ganti rugi dan bunga.

c. Menurut pasal 1248 KUHPerdata, Ganti rugi itu harus mempunyai hubungan langsung (hubungan kausal) dengan ingkar janji.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, (2012: 12), Ada kemungkinan bahwa ingkar janji itu bukan kesalahan debitur, tetapi keadaan memaksa (force mayeur) bagai mana ganti rugi itu diselesaikan oleh ajaran risiko.

4 Syarat Sah Perjanjian

Menurut Munir Fuady, (2015: 185), Syarat umum terhadap sahnya suatu perjanjian adalah seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata Indonesia, yang berlaku untuk semuabentuk dan jenis perjanjian, yaitu sebagai berikut:

a. Adanya kata sepakat antara para pihak dalam perjajian b. Adanya kecakapan berbuat dari para pihak

c. Adanya perihal tertentu

d. Adanya kausa yang diperbolehkan 5. Jenis-Jenis Perikatan

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, (2012: 5) Perikatan dibedakan dalam berbagai jenis:

(31)

a. Dilihat dari objeknya:

a) Perikatan untuk memberi sesuatu b) Perikatan untuk berbuat sesuatu c) Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu.

Perikatan untuk memberi sesuatu (geven) dan untuk berbuat sesuatu (doen) dinamakan perikatan positif dan peikatan untuk tidak berbuat sesuatu (niet doen) dinamakan perikatan negative.

d) Periktan mana suka e) Perikatan fakultatif

f) Perikatan generic dan spesifik

g) Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi(deelbar dan ondeelbaar)

h) Perikatan yang sepintas lalu dan terus menerus (voorbijgaande dan voortdurende )

b. Dilihat dari subjeknya, maka dapat dibedakan:

a) Perikatan tanggung menanggung (hoofdelijk atau solidair) b) Perikatan pokok dan tambahan (princiapale dan accesoir ) c) Dilihat dari daya kerjanya, maka dapat dibedakan

1. Perikatan dengan ketetapan waktu 2. Perikatan bersyarat

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, (2012: 6-7), Apabila di atas kita berhadapan dengan berbagai jenis perikatan sebagaimana yang dikenal ilmu hukum perdata, maka undang-undang membedakan jenis perikatan sebagai berikut :

a. Perikatan untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu

b. Perikatan bersyarat

c. Perikatan dengan ketetapan waktu

(32)

d. Perikatan mana suka (alternative) e. Perikatan tanggung menanggung f. Perikatan dengan ancaman hukuman

a. Perikatan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu Menurut Mariam Darus Badrulzaman, (2012: 8-9), Apabila yang berhutang tidak memenuhi kewajibannya di dalam perikatan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, maka diselesaikan dengan memberikan ganti rugi berupa biaya dan bunga” (pasal 1239 KUHPerdata).

Dalam pada itu, menurut pasal 1240 KUHPerdata, yang berpiutang berhak menuntut penghapusan segala sesuatu yang dibuat berlawanan dengan perikatan, dan ia boleh meminta supaya dikuasakan kepada hakim agar menghapus segala sesuatu yang telah di buat tadi di atas biaya yang berutang, dengan tidak mengurangi hak penggantian biaya rugi dan bunga jika ada alasan untuk itu.

Ketentuan ini mengandung pedoman untuk melakukan eksekusi riele pada perjanjian agar tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan riele eksekusi ialah kreditur dapat mewujudkan sendiri prestasi yang dijanjikan dengan biaya dari debitur berdasarkan kuasa yang diberikan Hakim. Hal ini dilakukan apabila debitur enggan melaksanakan prestasi itu, eksekusi hanya dapat di adakan dalam perikatan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.

(33)

b. Perikatan bersyarat

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, (2012: 13), Perikatan adalah bersyarat jika di gantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan dating dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut “ (pasal 1253 KUHPerdata).

Perikatan bersyarat dilawankan dengan perikatan murni yaitu perikatan yang tidak mengandung suatu syarat.

Suatu syarat harus tegas dicantumkan dalam perikatan.

Undang-undang menentukan syarat-syarat yang tidak boleh dicantumkan dalam suatu perikatan yaitu :

a) Bertujuan melakukan sesuatu yang tidak mungkin dilaksamakan b) Bertentangan denagan kesusilaan

c) Dilarang undang-undang

d) Pelaksanaannya tergantung dari kemauan orang yang terikat.

Salah satu syarat yang penting di dalam perjanjian timbale balik adalah ingkar janji. “ ingkar janji adalah syarat batal “ (pasal 1266 KUHPerdata).

c. Perikatan dengan ketetapan waktu

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, (2012: 14), Perikatan dengan ketetapan waktu adalah suatu perikatan yang tidak menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan

(34)

pelaksanaannya. Ketetapan waktu yang dapat menangguhkan atau mengakhiri perikatan.

d. Perikatan Alternative

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, (2012: 14), Dalam Perikatan alternative debitur dibebaskan jika ia menyerahkan salah satu barang yang di sebutkan dalam perikatan, tetapi ia tidak dapat memaksa yang berpiutang untuk menerima sebagian dari batang yang satu dan sebagian dari barang yang lain.

Hak pilih ada pada yang berpiutang jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada yang berpiutang.

e. Perikatan Tanggung Renteng

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, (2012: 14), Suatu Perikatan tanggung renteng terjadi antar beberapa orang yang berpiutang, jika di dalam perjanjian secara tegas kepada masing- masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh hutang, sedangkan pembayaran yang dilakukan kepada salah satu membebaskan orang yang berhutang meskipun perikatan meurut sifatnya dapat dipecah dan di bagi antara orang yang berpiutang tadi

“ (pasal 1278 KUHPerdata).

Perikatan tanggung menanggung yang pihaknya terdiri dari beberapa kreditur itu dinamakan Perikatan tanggung menanggung aktif.

(35)

a) Hak Pilih pada Debitur

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, (2012: 14), Hak pilih pada debitur adalah terserah kepada yang berhutang untuk memilih apakah ia akan membayar utang kepada yang satu atau kepada yang lainnya di antara orang-orang yang berpiutang, selama ia belum digugat oleh salah satu.

Meskipun demikian pembebasan yang diberikan salah seorang yang berpiutang dalam suatu perikatan tanggung menanggung, tidak dapat membebaskan si berpiutang untuk selebihnya dari bagian orang yang berpiutang tersebut.

b) Tanggung Renteng Pasif

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, (2012: 15), Tanggung renteng pasif adalah terjadinya suatu perikatan tanggung menanggung di antara orang-orang yang berhutang, yang mewajibkan mereka melakukan suatu hal yang sama.

Demikian pula salah seorang dapat di tuntut untuk seluruhnya, dan pemenuhan oleh salah seorang membebaskan orang- orang berutang yang lainnya terhadap si berpiutang.

Yang berpiutang dalam suatu perikatan tanggung menanggung dapat menagih piutangnya dari salah seorang berhutang yang dipilihnya dengan tidak ada kemungkinan bagi orang ini untuk meminta supaya utang dipecah.

(36)

f. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi- bagi

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, (2012: 16), Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi-bagi adalah suatu perikatan mengenai suatu barang yang penyerahannya, atau suatu perbuatan yang pelaksanaannya dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi-bagi, baik secara nyata maupun perhitungan.

Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi- bagi merupakan bagian yang sukar. Pasal 1296 dan seterusnya, merupakan ketentuan-ketentuan yang gelap dalam KUHperdata.

Secara samara-samar pasal 1296 dan 1297 KUHPerdata membedakan Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi-bagi, berdasarkan sifat dan maksud. Perbedaan , berdasarkan sifat dan maksud perikatan itu dikatakan sama, karena criteria di atas tidak menunjukan suatu perbedaan yang tepat antara Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.

Perbedaan Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi itu, lebih tepat tidak berdasarkan sifat dan maksudnya, tetapi criteria untuk membedakannya ialah

(37)

apakah suatu perikatan itu di tinjau dari pengertian hokum dapat di bagi atau tidak dapat dibagi.

g. Perikatan dengan ancaman hukuman

Meurut Mariam Darus Badrulzaman, (2012: 17), Ancaman hukuman adalah suatu keterangan sedemikian rupa dari seseorang untuk jaminan pelaksanaan perikatan, yang diwajibkan melakukan sesuatu manakala perikatan itu tidak dipenuhi.

Maksud dari ancaman hukuman tersebut adalah :

1. Untuk memastikan agar perikatan itu benar-benar dipenuhi

2. Untuk menetapkan jumlah ganti rugi tertentu apabila terjadi wanprestasi dan untuk menghindari pertengkaran tentang hal itu.

Dengan adanya janji ancaman hukuman tersebut, maka kreditur tidak bebas dari kewajiban untuk membuktikan tentang besarnya jumlah kerugian yang dideritanya.

6 Hapusnya Perikatan

Menurut Subekti, (2008: 152), Macam-macam cara hapusnya perikatan yaitu:

a. Karena pembayaran

b. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan barang yanghendak dibayarkan itu disuatu tempat.

c. Pembaharuan hutang

(38)

d. Kompensasi atau perhitungan hutang timbale balik e. Pencampuran hutang

f. Pembebasan hutang

g. Akibat berlakunya suatu syarat pembatalan.

h. Lewat waktu.

C. Tinjauan Umum mengenai Hutan dan Hutan Desa 1. Pengertian Hutan

Menurut Rahmina, (2014: 8), Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang didominasi oleh pepohonan dan tumbuhan berkayu lainnya. Pohon sebagai penyusun utama kawasan hutan berperan penting dalam pengaturan tata air, cadangan plasma nutfah, penyangga kehidupan, sumberdaya pembangunan dan sumber devisa Negara.

Hutan berfungsi secara alami sebagai penyumbang dan penyelaras kehidupan di atas permukaan bumi ini. Hutan di samping menghasilkan kayu, juga hasil non kayu dan jasa lingkungan. Hasil non kayu berupa damar, rotan, bahan obat-obatan, dan lainnya, sedangkan jasa lingkungan seperti menampung air, menahan banjir, mengurangi erosi dan sedimentasi, sumber keanekaragaman hayati dan menyerap karbon sehingga mengurangi pencemaran udara, serta sebagai tempat dan sumber kehidpan satwa dan mahluk hidup lainnya Selanjutnya Ewusie menyatakan bahwa pepohonan yang

(39)

tinggi sebagai komponen dasar dari hutan memegang peranan penting dalam menjaga kesuburan tanah dengan menghasilkan serasah sebagai sumber hara penting bagi vegetasi hutan.

Menurut UU No. 41 Tahun 1999 pasal 1, yang dimaksud dengan:

1. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.

2. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

3. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

4. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.

5. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.

6. Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.

7. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

(40)

8. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

9. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

10. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

11. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

12. Taman buru adalah kawasan hutan yang di tetapkan sebagai tempat wisata berburu.

13. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, nonhayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan.

14. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.

(41)

15. Menteri adalah menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutananHutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan yang lainnya.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, Pengelolaan hutan antara:

a. Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat.

b. Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan.

c. Hutan tanaman rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.

(42)

d. Hutan tanaman hasil rehabilitasi yang selanjutnya disingkat HTHR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun melalui kegiatan merehabilitasi lahan dan hutan pada kawasan hutan produksi untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan dan hutan dalam rangka mempertahankan daya dukung, produktivitas dan peranannya sebagai sistem penyangga kehidupan.

e. Sistem silvikultur adalah sistem budidaya hutan atau sistem teknik bercocok tanaman hutan mulai dari memilih benih atau bibit, menyemai, menanam, memelihara tanaman dan memanen.

f. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.

g. Hutan desa adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.

2. Pengertian Hutan Desa

Menurut Rahmina, (2014: 8), Hutan Desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa, dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa, dilaksanakan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi, belum dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan, izin diberikan kepada Lembaga Desa yang dibentuk oleh Desa melalui Peraturan Desa dan tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan.

(43)

a. Lembaga Desa Pengelola Hutan Desa yang selanjutnya disebut Lembaga Desa adalah lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa yang bertugas untuk mengelola Hutan Desa yang secara fungsional berada dalam organisasi desa dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa.

b. Pemberdayaan masyarakat setempat adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

c. Fasilitasi adalah upaya penyediaan kemudahan dalam memberdayakan masyarakat setempat dengan cara pemberian status legalitas, pengembangan kelembagaan, pengembangan usaha, bimbingan teknologi, pendidikan dan latihan, akses terhadap pasar, serta pembinaan dan pengendalian.

d. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.

(44)

e. Areal kerja Hutan Desa adalah satu kesatuan hamparan kawasan hutan yang dapat dikelola oleh lembaga desa secara lestari.

f. Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) adalah hak yang diberikan kepada desa untuk mengelola hutan negara dalam batas waktu dan luasan tertentu.

g. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Desa adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan Desa pada hutan produksi melalui kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.

h. Izin Usaha Hak Pengelolaan Hutan Desa (IU-HPHD) bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan, serta dilarang memindah-tangankan atau mengagunkan. Hak Pengelolaan Hutan Desa terdiri dari Hak Pengelolaan, IUPHHK, IUPK, IUPJL, IUPHHBK, IPHHK, IPHHBK. Hak pengelolaan ini tidak berjangka waktu karena ditentukan oleh Desa sendiri melalui lembaga pengelola Hutan Desa yang dibentuk dan ditetapkan melalui Peraturan Desa, kecuali IUPHHK yang mengikuti ketentuan pasal 49 sampai dengan 59 PP No.6/2007 Jo PP.

3/2008.

3. Hak dan Kewajiban Pemegang Hak

a. Hak Pemegang Hak Pengelolaan Hutan Desa:

(45)

1. Pada hutan lindung berhak untuk memanfaatkan kawasan, jasa lingkungan, pemungutan hasil hutan bukan kayu;

2. Pada hutan produksi berhak untuk memanfaatkan kawasan, jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.

b. Kewajiban Pemegang :

a) Lembaga Desa sebagai pemegang hak pengelolaan Hutan Desa memiliki kewajiban:

1. Melaksanakan penataan batas Hak Pengelolaan Hutan Desa;

2. Menyusun rencana kerja pengelolaan Hutan Desa selama jangka waktu berlakunya hak pengelolaan Hutan Desa;

melakukan pelindungan hutan;

3. Melaksanakan rehabilitasi areal kerja Hutan Desa dan ; 4. Melaksanakan pengayaan tanaman areal kerja Hutan

Desa.

b) Lembaga desa sebagai pemegang hak IUPHHK dalam Hutan Desa memiliki Kewajiban :

1. Untuk IUPHHK hutan tanaman dalam Hutan Desa, lembaga desa wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana pemegang izin IUPHHK hutan tanaman sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan;

2. Untuk IUPHHK hutan alam dalam Hutan Desa, lembaga desa wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana

(46)

pemegang izin IUPHHK hutan alam sesuai peraturan perundang-undangan.

4. Prosedur Teknis dalam pengajuan perizinan:

a. Penetapan Areal

a) Usulan areal pengelolaan diajukan oleh Desa kepada Bupati/Walikota setempat yang suratnya ditembuskan kepada Gubernur, usulan dilanjutkan oleh Bupati/Walikota kepada Menteri Kehutanan.

UPT Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial melakukan koordinasi dengan UPT Eselon I Kementerian Kehutanan terkait dan Pemerintah Daerah untuk menentukan calon areal kerja Hutan Desa dan memfasilitasi pembentukan lembaga desa, untuk membuat permohonan Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) kepada Gubernur dengan tembusan kepada Bupati/Walikota.

Permohonan diajukan oleh Kepala Desa kepada Bupati / Walikota dengan dilengkapi:

1. Sketsa lokasi yang dimohonkan;

2. Surat usulan dari Kepala Desa/Lurah;

3. Nama-nama calon pengurus lembaga desa atau struktur lembaga desa jika sudah terbentuk yang diketahui oleh Camat dan Kepala Desa/Lurah;

b) Berdasarkan permohonan tersebut maka Bupati / walikota melengkapinya dengan :

(47)

1. Peta digital calon areal kerja hutan skala paling kecil 1:50.00:, 2. Deskripsi wilayah (fisik, sosial, ekonomi dan potensi

kawasan);

3. Surat usulan dari Kepala Desa/Lurah;

4. Nama-nama calon pengelola atau struktur lembaga desa jika sudah ada.

c) Selama proses pengusulan, Gubernur atau Bupati/Walikota memfasilitasi pembentukan dan penguatan lembaga desa.

d) Semua dokumen tersebut menjadi dokumen pengajuan usulan penetapan areal kerja hutan kepada Menteri Kehutanan.

e) Sebelum mendapatkan izin dari pemanfaatan dari Menteri, Pemohon lebih dahulu mendapatkan mendapatkan IU-HPHD dari Gubernur selama minimal 5 tahun.

f) Selanjutnya, untuk pemanfaatan kayu dan non kayu dapat dilakukan pada Hutan Desa yang berfungsi sebagai Hutan Produksi melalui IUPHHK dan IUPHHNK dan jasa lingkungan yang diberikan oleh Menteri Kehutanan, dapat dilimpahkan kepada Gubernur untuk Hutan Alam, dan Bupati untuk Hutan Tanaman.

g) Untuk mendapatkan izin pemanfaatan tersebut, dilakukan melalui verifikasi dan evaluasi monitoring dari Kementerian Kehutanan serta Pemerintah Daerah setempat.

b. Tata Cara Penetapan Areal Kerja Hutan Desa

a) Berdasarkan Usulan Bupati/Walikota, dilakukan verifikasi oleh tim verifikasi yang dibentuk oleh Menteri.

(48)

b) Tim verifikasi beranggotakan unsur-unsur eselon I terkait lingkup Departemen Kehutanan yang dikoordinasikan oleh Direktur Jenderal (Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai – Perhutanan Sosial) BPDAS-PS, dan bertanggung jawab kepada Menteri.

c) Direktur Jenderal (Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai – Perhutanan Sosial) BPDAS-PS sebagai koordinator Tim Verifikasi menugaskan UPT Departemen Kehutanan terkait untuk melakukan verifikasi ke lapangan.

d) UPT Departemen Kehutanan terkait berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat.

e) Hasil verifikasi UPT Departemen Kehutanan terkait dilaporkan kepada Tim Verifikasi, sebagai bahan pertimbangan. Verifikasi meliputi : kepastian hak atau izin yang telah ada serta kesesuaian dengan fungsi kawasan.

f) Berdasarkan hasil verifikasi, Tim Verifikasi dapat menolak atau menerima seluruh atau sebagian usulan penetapan areal kerja Hutan Desa.

g) Terhadap usulan penetapan areal kerja Hutan Desa yang ditolak, Tim Verifikasi atas nama Menteri menyampaikan pemberitahuan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur setempat.

h) Terhadap usulan penetapan areal kerja Hutan Desa yang diterima, Menteri menetapkan areal kerja Hutan Desa dan

(49)

disampaikan kepada Gubernur serta Bupati/Walikota setempat.

c. Tata Cara pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa

a) Permohonan Hak Pengelolaan Hutan Desa diajukan oleh Lembaga Desa kepada Gubernur melalui Bupati/walikota dengan melampirkan persyaratan:

1. Peraturan desa tentang penetapan Lembaga Desa;

2. Surat pernyataan dari kepala desa yang menyatakan wilayah administrasi desa yang bersangkutan yang diketahui Camat;

3. Luas areal kerja yang dimohon; dan

4. Rencana kegiatan dan bidang usaha lembaga desa.

b) Bupati / Walikota meneruskan permohonan Hak Pengelolaan Hutan Desa kepada Gubernur dengan melampirkan surat rekomendasi yang menerangkan bahwa Lembaga Desa telah:

a. Mendapatkan fasilitasi;

b. Siap mengelola Hutan Desa; dan c. Ditetapkan areal kerja oleh Menteri.

c) Terhadap permohonan tersebut Gubernur melakukan verifikasi.

d) Verifikasi paling sedikit dilakukan terhadap: keabsahan lembaga desa, pernyataan kepala desa, kesesuaian areal kerja, kesesuaian rencana kerja.

e) Terhadap hasil verifikasi yang tidak memenuhi syarat, Gubernur menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan.

(50)

f) Terhadap hasil verifikasi yang memenuhi syarat, Gubernur memberikan hak pengelolaan Hutan Desa, dalam bentuk Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa.

g) Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa memuat:

a. Luas Hutan Desa;

b. Wilayah administrasi Hutan Desa;

c. Fungsi hutan;

d. Lembaga pengelola Hutan Desa;

e. Jenis kegiatan pemanfaatan kawasan;

f. Hak dan kewajiban; dan

g. Jangka waktu hak pengelolaan.

h) Gubernur dapat melimpahkan kewenangan pemberian hak pengelolaan Hutan Desa kepada Bupati/Walikota. Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa disampaikan oleh Gubernur kepada Lembaga Desa dengan tembusan kepada Menteri dan Bupati/Walikota.

i) Hak pengelolaan Hutan Desa dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan evaluasi yang dilakukan paling lama setiap 5 (lima) tahun satu kali oleh pemberi hak.

(51)

Berikut skema realisasi prosedur pengajuan Hutan Desa.

TABEL 1

Alur Prosedur Teknis Pembangunan Hutan Desa

d. IUPHHK dalam Hutan Desa

Sumber diambil dari Rahmina H, (2015: 16), Tata Cara dan Prosedur Pengembangan Program Pengolahan Hutan berbasis Masyarakat.

` Penjajakan

Wilayah

Pengumpulan dan Pengkajian data

Sekunder

Keputusan Desa yang di Observasi di Lapangan

Pengumpulan data primer dengan berbagai

metode seperti:

RRA_PRA_Survey Biodiversity_dll Penganalisaan

Wilayah Diskusi

Team Dilanjutkan

Dihentikan

Keputusan Strategi Fasilitasi

Level Desa

Konsultasi & Musyawarah Kampung

Tidak Sepakat Sepakat

Re-Strategi Fasilitas

Fasilitasi Pertemuan pemetaan dan

penysunan dokumen Penyiapan prasyarat pengajuan usulan areal kerja dan hak pengelolaan Hutan Desa (Permenhut no. 49/Menhut-II/2009) yaitu:

1) Pembentukan KPHD (Perdes) 2) Pemetaan usulan areal kerja HD (Peta) 3) Penysunan dokumen profil desa &

dokumen arelan kerja .

4) Surat Pernyataan Kepala Desa yang diketahui Camat tentang wilayah adm. Desa

Level Kabupaten

Provinsi

Koordinasi & Lobby pada para pihak terutama Bupati & Gubernur serta Dinas Kehutanan Kabupaten Provinsi

dan Biro Hukum Kabupaten

Level Kabupaten

Provinsi

Koordinasi & Lobby pada para pihak terutama Menteri Kehuhtanan & jajaran

seperti: Ditjen RLPS, ditjen Planologi, BPKH, BPDAS, BPHUT, dll

Surat usulan Kepala Desa

& Bupati (ditembuskan Kepada: Camat Dinas Kehutanan Kabupaten untuk rencana kerja hutan desa

Surat Rekomendasi Dinas Kehutanan Kabupaten tentang Hak Pengelolaan

KPHD

Surat Bupati ke Menteri Kehutanan (ditembuskan kepada Gubernur, Kepala Dinas Kehutanan Kebupaten, Dirjen RLPS, Dirjen Planologi & Kepala BPKH

Surat Permohonan tentang Hak Pengelolaan Hutan Desa oleh KPHD melalui Surat Bupati ke Gubernur

Verifikasi Team Dephut

Verifikasi Dishut Provinsi

Surat Keputusan tentang hak pengelolaan Hutan Desa pada KPHD (tembusan kepada Bupati)

Surat Menteri Kehutanan tentang Penetapan Areal Hutan Desa Hutan Desa

Berkelanjutan

(52)

a. Lembaga Desa pemegang Hak Pengelolaan Hutan Desa dapat mengajukan IUPHHK dalam Hutan Desa yang terdiri dari IUPHHK Hutan Alam atau IUPHHK Hutan Tanaman.

b. IUPHHK Hutan Alam atau IUPHHK Hutan Tanaman dalam Hutan Desa hanya dapat diajukan pada areal kerja Hak Pengelolaan Hutan Desa yang berada dalam Hutan Produksi.

c. Dalam hal di areal Hak Pengelolaan Hutan Desa terdapat hutan alam yang berpotensi hasil hutan kayu, maka Lembaga Desa dapat mengajukan permohonan IUPHHK Hutan Alam dalam Hutan Desa.

d. Dalam hal di areal Hak Pengelolaan Hutan Desa dapat dikembangkan hutan tanaman, maka Lembaga Desa dapat mengajukan permohonan IUPHHK Hutan Tanaman dalam Hutan Desa.

e. Permohonan IUPHHK dalam Hutan Desa diajukan oleh Lembaga Desa kepada Menteri dengan melengkapi persyaratan:

a) Foto copy peraturan desa tentang penetapan lembaga desa;

b) Fotocopy Surat Keputusan Penetapan Areal Kerja Hutan Desa yang terkait;

c) Fotocopy Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa;

d) Rencana Kerja Hutan Desa yang sudah disahkan; dan

(53)

e) Akta penetapan Lembaga Desa sebagai Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

f) Terhadap persyaratan penting yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri membentuk Tim untuk melakukan penilaian.

g) Berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh Tim Menteri dapat menerima atau menolak.

h) Terhadap hasil penelitian yang ditolak, Menteri menyampaikan surat pemberitahuan.

i) Terhadap hasil penilaian yang diterima, Menteri menetapkan j) IUPHHK Hutan Alam dalam Hutan Desa atau IUPHHK Hutan

Tanaman Dalam Hutan Desa.

k) Menteri dapat melimpahkan wewenang penerbitan IUPHHK Hutan Alam Dalam Hutan Desa kepada Gubernur.

l) Menteri dapat melimpahkan wewenang penerbitan IUPHHK Hutan Tanaman Dalam Hutan Desa kepada Bupati/Walikota.

m) Jangka waktu IUPHHK Hutan Desa berlaku sejak diterbitkan sampai berakhirnya Hak Pengelolaan Hutan Desa, kecuali dicabut oleh Pemberi Izin.

n) IUPHHK Hutan Desa dilakukan evaluasi paling sedikit satu kali setiap satu tahun.

(54)

2.4 Dasar Hukum Masyarakat dalam Mengelola Hutan Desa

Dalam melakukan sesuatu pasti harus dilandasi dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, adapun dasar hukumnya masyarakat dalam mengelola hutan desa yaitu menurut:

1. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat (3) yaitu :

“Bumi dan Air dan Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat”

Melihat dan merujuk kepada pengaturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, pemikiran mengenai kekuasaan Negara atas hutan tertuang secara eksplisit dalam Pasal 5, yaitu semua hutan dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh Negara. Hak menguasai dari Negara memberi wewenang untuk:

a. Menetapkan dan mengtur perencanaan, peruntukan, penyediaan dan penggunaan hutan sesuai dengan fungsinya dalam memberikan manfaat kepada rakyat dan Negara;

b. Memberi kewenangan untuk mengatur pengurusan hutan dalam arti yang luas;

c. Menetukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang atau badan hukum dengan hutan;

d. Mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai hutan.

Ahmad Rusdi, (2014: 118), Filosofi hak menguasai Negara atas hutan itu pun sampai saat ini terus terkristalisasi dalam

(55)

peraturan perundang-undangan setelah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967. Melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dalam konsistensi “hak menguasai Negara”

tersurat dalam Pasal 4 bahwa semua hutan di wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Penguasaan hutan oleh Negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk:

a. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;

b. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan;

c. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum mengenai kehutanan.

Pengelolaan hutan diatur dalam pasal 21 sampai dengan Pasal 51 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengeloaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008.

Pengeloaan hutan meliputi kegiatan berikut.

1. Tata hutan dan penyusunan rencanan pengelolaan hutan.

2. Pemanfaatan hutan dan Penggunaan kawasan hutan.

(56)

3. Rehabilitasi dan reklamasi hutan.

4. Perlindungan hutan dan konservasi alam.

Akses dan hak Pemanfaatan atas kelompok masyarakat dalam mengelola Hutan diatur dalam :

2. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 70 ayat (1) yaitu:

“Masyarakat turut berperan serta dalam pembangunan di bidang kehutanan”.

3. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007, Pasal 83 ayat (1) yaitu:

“Untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil, dilakukan pemberdayaan masyarakat setempat, melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan Kesejahteraannya”.

Dan untuk Pemberian akses Pengelolaan Hutan desa telah diatur dalam:

4. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.49/Menhut-II/2008 yaitu dalam pengertiannya:

“ Dalam Peraturan Menteri tersebut memberikan peluang kepada pemerintah desa untuk megelola dan memanfaatkan hutan negara demi kesejahteraan masyarakat desa dan kelestarian hutan.

Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa adalah hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau ijin pemanfaatan dan berada dalam wilayah administrasi desa yang Bersangkutan”.

Referensi

Dokumen terkait

Semua tersebut di bawah ini benar mengenai Plasmodium falciparum dalam hubungannya dengan aspek klinis, KECUALI :.. Malaria serebral berbasis proses sekuestrasi dari

A small conductor, length l and mass m , had been placed in vertical straight line; it has been fixed to a spring which can move horizontally.. The small conductor will be put

– Mempengaruhi evaluasi kesesuaian marketing mix yang dirancang secara domestik untuk pasar luar

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

[r]

Hasil analisis bagi item 11 menunjukkan seramai 65 daripada 88 responden (73.9 peratus) menyatakan bahawa mereka mahir dalam membaik pulih alatan serta mesin yang terdapat di

Bersesuaian dengan konteks kajian ini, aktiviti penilaian menggunakan peta konsep       diharapkan dapat membantu pelajar memperoleh kefahaman konseptual yang lebih bermakna      

Walaupun dalam implementasinya penerapan teknologi informasi di perpustakaan perguruan tinggi masih mengalami kendala di berbagai sektor, namun mau tidak mau kita