• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB IV PEMBAHASAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

29

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Laju Korosi

Pengujian laju korosi ini dilakukan untuk mengetahui berapa nilai laju korosi pada spesimen baja dan Stainless Steel 304. Salah satu metode untuk mengukur laju korosi suatu material adalah dengan metode kehilangan berat. Metode yang digunakan pada uji laju korosi ini adalah metode kehilangan berat dengan cara merendam spesimen ke dalam cairan dan menghitung berat yang hilang. Untuk spesimen baja dan Stainless Steel 304 yang dipakai berukuran 3 cm x 5 cm dan untuk cairan yang digunakan adalah NaCl 3,5% karena cairan NaCl 3,5% memiliki ph yang sama dengan air laut yaitu sebesar 7-8,5 ph, dan metode ini merupakan metode yang mudah untuk dilakukan.

Berikut adalah tabel data laju korosi dari spesimen Baja st 37 dan Stainless Steel 304 yang sudah di rendam pada penelitian ini:

Tabel 4.1 Laju Korosi Baja st 37 Hari Ke-7 No. Spesimen Massa Awal

Baja (gr)

Massa Setelah Perendaman 7 Hari (gr)

Laju Korosi (mm/y)

1 B1 8,673 8,656 0,75

2 B2 9,156 9,144 0,52

3 B3 9,354 9,344 0,44

4 Rata-rata 9,061 9,048 0,57

Tabel 4.2 Laju Korosi Baja st 37 Hari Ke-14 No. Spesimen

Massa Awal Baja (gr)

Massa Setelah Perendaman 14 Hari (gr)

Laju Korosi (mm/y)

1 B1 8,656 8,641 0,33

2 B2 9,144 9,130 0,30

(2)

30

3 B3 9,344 9,333 0,24

4 Rata-rata 9,048 9,034 0,29

Tabel 4.3 Laju Korosi Baja st 37 Hari Ke-21 No. Spesimen

Massa Awal Baja (gr)

Massa Setelah Perendaman 21 Hari (gr)

Laju Korosi (mm/y)

1 B1 8,641 8,628 0,19

2 B2 9,130 9,144 0,23

3 B3 9,333 9,322 0,16

4 Rata-rata 9,034 9,031 0,193

Tabel 4.4 Laju Korosi Stainless Steel 304 Hari Ke-7

No. Spesimen

Massa Awal SS 304 (gr)

Massa Setelah Perendaman 7 Hari (gr)

Laju Korosi (mm/y)

1 SS1 13,007 13,002 0,21

2 SS2 14,246 14,243 0,13

3 SS3 14,178 14,175 0,13

4 Rata-rata 13,810 13,806 0,156

Tabel 4.5 Laju Korosi Stainless Steel 304 Hari Ke-14

No. Spesimen

Massa Awal SS 304 (gr)

Massa Setelah Perendaman 14 Hari (gr)

Laju Korosi (mm/y)

1 SS1 13,002 12,998 0,086

2 SS2 14,243 14,240 0,065

3 SS3 14,175 14,172 0,065

4 Rata-rata 13,806 13,796 0,072

(3)

31 Tabel 4.6 Laju Korosi Stainless Steel 304 Hari Ke-21

No. Spesimen

Massa Awal SS 304 (gr)

Massa Setelah Perendaman 21 Hari (gr)

Laju Korosi (mm/y)

1 SS1 12,998 12,995 0,043

2 SS2 14,240 14,238 0,028

3 SS3 14,172 14,170 0,028

4 Rata-rata 13,802 13,8 0,033

Tabel di atas merupakan hasil dari pengujian laju korosi yang dilakukan pada material baja st 37 dan Stainless Steel 304 berdasarkan lamanya waktu perendaman dalam larutan NaCl 3,5% atau setara dengan ph air laut. Variabel perendaman spesimen baja paling tinggi untuk laju korosi pada waktu 7 hari terdapat pada spesimen B1, yaitu sebesar 0,75 mm/y dan untuk spesimen B2 dan B3 yaitu sebesar 0,51 mm/y dan 0,44 mm/y dengan nilai rata-rata sebesar 0,566 mm/y yang di mana pada tabel laju korosi spesimen ini berada pada posisi Fair atau bisa dikatakan cukup. Kemudian, untuk hasil paling tinggi laju korosi baja pada waktu 14 hari, terdapat pada spesimen B1 yaitu sebesar 0,33 mm/y dan diikuti spesimen B2 dan B3 yang sebesar 0,30 mm/y dan 0,24 mm/y dengan nilai rata-rata sebesar 0,29 mm/y yang di mana posisi pada tabel korosinya berada pada posisi Good atau bisa dibilang baik. Lalu untuk hasil tertinggi laju korosi baja pada waktu 21 hari terdapat pada spesimen B2 yaitu sebesar 0,23 mm/y dan diikuti oleh spesimen B1 dan B3 dengan hasil sebesar 0,19 mm/y dan 0,16 mm/y dengan nilai rata-rata sebesar 0,193 mm/y yang di mana posisi pada tabel korosinya berada pada posisi Good atau bisa dibilang baik juga.

Kemudian, untuk nilai perendaman spesimen Stainless Steel 304 yang paling tinggi untuk waktu 7 hari dimiliki oleh spesimen SS2 dan SS3 yaitu sebesar 0,13 mm/y dan diikuti oleh spesimen SS1 dengan nilai sebesar 0,108 mm/y dan memiliki nilai rata-rata 0,122 mm/y, yang di mana pada tabel korosi posisi nya berada pada Good atau baik. Selanjutnya, untuk laju korosi spesimen Stainless Steel 304 dalam waktu 14 hari yang memiliki nilai paling tinggi pada spesimen SS1 yaitu sebesar

(4)

32 0,086 mm/y dan diikuti oleh SS2 dan SS3 dengan nilai sebesar 0,065 mm/y dan memiliki nilai rata-rata 0,086 mm/y yang di mana posisi pada tabel korosinya berada pada posisi Excellent atau bisa dikatakan sangat baik. Kemudian untuk laju korosi paling tinggi pada spesimen Stainless Steel 304 dalam waktu 21 hari terdapat pada spesimen SS1 yaitu sebesar 0,043 mm/y diikuti oleh spesimen SS2 dan SS3 dengan nilai sebesar 0,28 mm/y dengan nilai rata-rata 0,033 mm/y yang di mana posisi pada tabel korosinya berada pada posisi Excellent atau bisa dikatakan sangat baik juga.

Gambar 4.1 Grafik Laju Korosi

Gambar grafik di atas menunjukkan besar nilai rata-rata penurunan laju korosi dari spesimen baja dan Stainless Steel 304 yang sudah direndam dari penelitian ini.

Hasil grafik di atas menunjukkan bahwa semakin lama perendaman dalam cairan NaCl 3,5% pada spesimen maka laju korosinya semakin turun dikarenakan semakin lama akan semakin jenuh media korosinya. Persentase penurunan laju

0,57

0,29

0,193 0,156

0,072

0,033 0

0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

Hari ke 7 Hari ke 14 Hari ke 21

Nilai rata-rata laju Korosi (mm/y)

Waktu (Hari)

Baja SS 304

(5)

33 korosi pada spesimen baja yaitu sebesar 66% dan persentase penurunan laju korosi pada spesimen Stainless Steel 304 sebesar 73%.

Turunnya nilai laju korosi pada spesimen yang diuji dikarenakan juga oleh salah satu sifat logam yang disebut pasivasi, pasivasi adalah suatu proses pembentukan senyawa oksida pada permukaan logam tersebut untuk mencegah proses korosi sehingga logam tersebut tahan terhadap korosi sehingga dapat mencegah korosi berkelanjutan (apa-itu.Net, 2022).

4.2 Scanning Electron Microscope (SEM) EDX

Pengamatan spesimen dengan menggunakan alat SEM EDX ini memiliki tujuan agar mengetahui bagaimana bentuk fasa yang muncul dan perbedaan terhadap spesimen sebelum dipanaskan dan yang sesudah dipanaskan pada waktu dan temperatur yang telah ditentukan. Pengamatan ini dilakukan perbesaran sebesar 1000x pada spesimen berukuran 1 cm x 1 cm dan diberikan nama B1, B2, SS1, dan SS2, yang dimana B1 dan SS1 adalah spesimen yang belum dipanaskan, B2 dan SS2 adalah spesimen yang sudah dipanaskan selama 60 menit dengan suhu yang terbaca oleh thermocouple mencapai 757,5°C.

Di bawah ini merupakan gambar hasil SEM untuk spesimen B1 dan B2:

(a) (b)

Gambar 4.2 Hasil SEM spesimen B1 sebelum dipanaskan (a) dan B2 sesudah dipanaskan (b)

Sementit

Ferit

Perlit

Sementit Perlit

(6)

34 Hasil dari pengamatan spesimen B1 dan B2 menunjukkan spesimen sesudah dipanaskan berada pada fasa ferit perlit yang didominasi oleh fasa perlit, keunggulan pada fasa ini adalah material akan menjadi lebih kuat dan ulet, dan terdapat perubahan warna pada spesimen B1 yang sebelum dipanaskan dan B2 yang setelah dipanaskan, dan terdapat juga bercak yang muncul pada spesimen B2, perubahan warna dan munculnya bercak ini merupakan Carbon (C) yang muncul dan menempel sesudah pemanasan pada spesimen yang telah dipanaskan selama 60 menit dengan suhu yang terbaca oleh thermocouple mencapai 757,5°C.

Berikutnya, adalah gambar hasil SEM untuk spesimen SS1 dan SS2:

(a) (b)

Gambar 4.3 Hasil SEM spesimen SS1 sebelum dipanaskan (a) dan SS2 sesudah dipanaskan (b)

Hasil dari pengamatan spesimen SS1 dan SS2 menunjukkan sesudah dipanaskan, spesimen berada pada fasa Austenit, pada spesimen terdapat bercak hitam yang diduga Carbon (C) juga yang bertambah dan menempel pada spesimen SS2 yang sudah dipanaskan selama 60 menit dengan suhu yang terbaca oleh thermocouple mencapai 757,5°C.

Sementit

Perlit Austenit

(7)

35 4.3 X-Ray Diffraction (XRD)

Pengamatan pada spesimen menggunakan mesin XRD ini memiliki tujuan untuk mengetahui fase kristal pada spesimen yang belum dipanaskan dan yang telah dipanaskan pada waktu 60 menit dengan suhu yang terbaca oleh thermocouple mencapai 757,5°C. Pengamatan ini dilakukan dengan menembakkan sinar-X pada spesimen B1, B2, SS1, dan SS2 yang masing-masing berukuran 2 cm x 2 cm. Berikut adalah gambar grafik dari hasil XRD:

(a)

(b)

Gambar 4.4 Perbandingan Pola Difraksi pada B1 sebelum dipanaskan (a) dan B2 setelah dipanaskan (b) pada suhu tertinggi 757,5°C selama 60 menit

Kedua gambar pola difraksi di atas, setelah dianalisa menggunakan aplikasi QualX, menunjukkan perbedaan gelombang pada spesimen B1 dan B2, berarti

(8)

36 terdapat perbedaan fasa pada spesimen dari sebelum dan sesudah pemanasan. Ada perbedaan fasa yang di mana pada spesimen B1 terdapat fasa Fe sebesar 79,4%

dan Cr0.2 Fe0.8 sebesar 20,6% berarti bisa dikatakan B1 berada pada fasa Fe (Iron) dan setelah dipanaskan selama 60 menit dengan suhu mencapai 757,5°C, fasa Fe berubah menjadi 72,1% dan Co Fe2 O4 sebesar 27,9% yang dimana terdapat kobalt pada fasa ini, ini salah satu penyebab terjadinya penurunan laju korosi pada spesimen B2 yang telah dipanaskan. Spesimen B2 ini juga bisa dikatakan berada pada fasa Fe (Iron).

Tabel 4.7 2θ dan Intensitas Difraksi pada B1

No. Fasa 2θ Intensitas

1 Fe

44.68 1688.6

65.03 227.6

82.35 396.2

98.96 120.2

Tabel 4.8 2θ dan Intensitas Difraksi pada B2

No. Fasa 2θ Intensitas

1 Fe

44.67 1130.2

65.02 152.4

82.33 265.2

98.93 80.5

(9)

37 Tabel di atas menunjukkan data dari peak pada pola difraksi yang telah dianalisa menggunakan aplikasi QualX. Pada B1 pola difraksi tertinggi Fe ada di sudut 44,68° dengan intensitas sebesar 1688,6. Selanjutnya, untuk peak B2 tertinggi pada pola difraksi Fe ada di sudut 44,67° dengan intensitas sebesar 1130,2.

(a)

(b)

Gambar 4.5 Perbandingan Pola Difraksi pada SS1 sebelum dipanaskan (a) dan SS2 setelah dipanaskan (b) pada suhu tertinggi 757,5°C selama 60 menit

Kedua gambar pola difraksi diatas, setelah dianalisa menggunakan aplikasi QualX, ada perbedaan panjang gelombang pada grafik pola difraksi, fasa yang terbentuk relatif sama sebelum maupun sesudah dipanaskan dengan suhu yang terbaca oleh thermocouple mencapai 757,5°C selama 60 menit. Pada SS1, terdapat fasa Fe sebesar 87,8% dan fasa Ni sebesar 12,2% , berarti bisa dikatakan SS1 berada pada fasa Fe (Iron) dan setelah dipanaskan selama 60 menit dengan suhu

(10)

38 yang terbaca oleh thermocouple mencapai 757,5°C, fasanya berubah, Fe menjadi sebesar 70,7% dan fasa Karbon sebesar 17,1%, artinya SS2 termasuk juga dalam fasa Fe (iron).

Tabel 4.9 2θ dan Intensitas Difraksi pada SS1

No. Fasa 2θ Intensitas

1 Fe

43.57 972.3

50.75 439.2

74.61 220.7

90.58 237.1

95.84 68.5

Tabel 4.10 2θ dan Intensitas Difraksi pada SS2

No. Fasa 2θ Intensitas

1 Fe

43.58 974.4

50.74 697.3

74.63 463.4

90.57 339.3

95.85 64.8

Tabel di atas menunjukkan data dari peak pada pola difraksi yang telah dianalisa menggunakan aplikasi QualX. Pada SS1 pola difraksi tertinggi Fe ada pada sudut 43,57° dengan intensitas sebesar 972,3. Selanjutnya, untuk peak SS2 tertinggi pada pola difraksi Fe ada di sudut 43,58° dengan intensitas sebesar 974,4.

(11)

39 Tabel 4.11 Perbandingan Besi dan Stainless Steel 304

Material Baja Stainless Steel 304

Kadar Karbon 1.6% 0.08%

Titik Lebur 1500°C 1510 °C

Penurunan Laju Korosi 73% 66%

Konduktivitas Termal 50,2 W/mK 16,3 W/mK Konduktivitas Listrik 0,7 x 107 0.14 x 107

Referensi

Dokumen terkait

Con estas herramientas se pueden crear y gestionar espacios educativos que, como sugiere Marquès (2007), pueden ir desde los blogs o wikis de los docentes, blogs o wikis de

Hasil temuan yang bertentang ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Khoirotun Nisa, Ngurah Ayu Nyoman M dan Susilawati (2013) tentang “Pengaruh Pembelajaran

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi minat berwirausaha mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi FKIP Universitas Sebelas

Setelah melakukan pengujian pada makalah ini menggunakan sistem kontrol fuzzy Takagi-Sugeno dengan konsep PDC Modifikasi yang telah dirancang, dapat diambil kesimpulan bahwa

Ciri khas dari divisi Zygomycota adalah jamur pada divisi ini menghasilkan zigospora yang berdinding tebal pada reproduksi seksual dan pada reproduksi

Acalesvara god of the immovable, another name for Shiva Mohit ensnarled by beauty Acanda not of the hot temper, without anger, gentle Mohnish Lord Krishna Acarya teacher,

induksi edema pada telapak kaki tikus dengan karagenan secara luas diakui sebagai metode yang sensitif untuk mempelajari sifat antiinflamasi dari suatu zat, terutama

Penguasaan yuridis atas tanah tersebut ada pada Menteri Dalam Negeri sebagai pengelola tanah negara (barang milik negara), sebab Pemerintah Kota Makassar belum