• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

6

2.1.1 Hakikat IPA SD

Perkembangan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dimulai dari adanya dorongan rasa ingin tahu yang tinggi. Adanya rasa keingintahuan yang tinggi membawa manusia untuk mengamati gejala alam yang yang ada disekitarnya dan mulai untuk memahaminya. Hal ini menandakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan berdasarkan pengalamannya.

Menurut Prihantoro dalam Trianto (2014 :137) hakikat IPA adalah suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang digunakan untuk mempelajari obyek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains. Sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.

Menurut Puskur dalam Trianto (2007 :100) mengatakan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk dan aplikasi. Adanya sikap rasa ingin tahu tentang suatu benda atau fenomena alam yang dapat menimbulkan suatu masalah sehingga dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. Oleh karena itu pembelajaran sains yang hanya membelajarkan fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori dapat diartikan belum membelajarkan sains secara utuh. Dalam membelajarkan sains guru perlu melatih siswa untuk memiliki keterampilan proses dan menanamkan sikap ilmiah, seperti rasa ingin tahu, jujur, bekerja keras, pantang menyerah, dan terbuka. Permasalahan yang ada tidak serta merta diselesaikan begitu saja, dalam IPA diperlukan suatu proses, yaitu proses pemecahan masalah yang dilakukan melalui prosedur ilmiah atau sering disebut dengan metode ilmiah. Hal ini dilakukan agar hasil yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan. Metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis,

(2)

percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan. Hasil akhir dari IPA adalah suatu produk yang berupa fakta, prinsip dan hukum yang dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya. Apikasi dalam IPA merupakan penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Carin dan Sund dalam Trianto (2007 :100) mengemukakan bahwa IPA sebagai pengetahuan yang disusun secara sistematis dari kumpulan data observasi dan eksperimen serta berlaku umum (universal). Sund,dkk dalam Mariana (2009 :17) menyatakan sains sebagai tubuh dari pengetahuan (body of knowledge) yang diarahkan oleh masyarakat yang bergerak dalam bidang sains melalui proses penemuan dan dilakukan secara terus-menerus. Jenkins dan Whitefield dalam Mariana (2009 :15) mengatakan bahwa sains merupakan pengembangan dari hasil eksperimen dan observasi yang menjadi serangkaian konsep dan skema konseptual yang saling berhubungan sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Chalmers dalam Mariana (2008 :16) menyatakan sains didasari oleh hal-hal yang kita lihat, dengar, raba, dan lain-lain. Pendapat atau pemikiran imajinatif tidak dapat dikatakan sebagai sains. Sains bersifat obyektif dan dapat dibuktikan. Dengan kata lain sains lebih menekankan pada cara memperoleh yaitu melalui observasi.

Dari pengertian IPA dapat diambil tiga komponen penting yaitu, 1) proses ilmiah dalam mengamati fenomena alam serta penerapannya, 2) kumpulan konsep, teori, prinsip, dan hukum, 3) keingintahuan manusia untuk memahami alam. Melihat dari komponen-komponen IPA maka pembelajaran IPA adalah Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. IPA bukan hanya berfokus pada penguasaan disiplin ilmu, tetapi juga memahami hakikat proses belajar IPA yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh sebab itu keterlibatan pancaindera sangat berpengaruh dalam kegiatan pembelajaran IPA.

Dari pemaparan para ahli mengenai hakikat IPA maka dapat peneliti simpulkan bahwa IPA/sains bukan hanya sekumpulan fakta, konsep, prinsip, dan

(3)

hukum tetapi juga mencakup proses dan sikap. Pembelajaran IPA yang hanya mengedepankan aspek penguasaan konsep belum dapat diakatakan mengajarkan IPA secara utuh.

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative learning)

Menurut Lie (2010 :28) model pembelaaran kooperatif merupakan model pembelajaran gotong royong. Falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong royong adalah falsafah homo homini socius yang berarti manusia sebagai makhluk sosial. Menurut Lie kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, artinya tanpa kerjasama tidak akan ada individu, keluarga, sekolah, organisasi dan hal lain yang melibatkan aspek kerjasama.

Slavin (2015 :8) mengungkapkan cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerjasama secara kolaboratif melalui kelompok-kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan Sunal dan Hans dalam Isjoni (2013 :12) mengemukakan cooperative learning merupakan pendekatan/serangkaian strategi yang dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar dapat bekerjasama selama proses pembelajaran berlangsung. Selanjutnya Stahl dalam Isjoni (2013 :12) menyatakan bahwa cooperative learning dapat meningkatan belajar siswa menjadi lebih baik dan meningkatkan perilaku sosial berupa sikap tolong-menolong terhadap sesama

Menurut Hamdani (2010 :30) model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivistik, yaitu siswa mengemukakan gagasan yang diperoleh dengan bahasa sendiri sesuai dengan hasil pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajnatif. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang heterogen dan saling membantu untuk memahami materi. Kelompok heterogen adalah campuran kemampuan siswa, jenis kelmain, dan suku. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menerima perbedaan cara bekerja dengan teman yang latar belakangnya berbeda. Pada pembelajaran kooperatif siswa diajarkan

(4)

keterampilan khusus agar siswa dapat bekerjasama dengan baik dalam kelompoknya, menjadi pendengar yang baik, dan diberi lembar lembar kegiatan yang telah direncanakan.

Johson dalam Lie (2010 :31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Ada lima unsur yang perlu diperhatikan dan diterapkan, kelima unsur tersebut adalah saling ketergantungan positif, tanggungjawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antaranggota dan evaluasi proses kelompok. Menurut Lie (2010 :38) untuk memenuhi kelima unsur model pembelajaran kooperatif diperlukan proses yang melibatkan niat dan kiat (will and skill) dari anggota kelompok. Setiap angota kelompok harus mempunyai niat (will) untuk bekerjasama dengan anggota lainnya dan manguasai kiat-kiat (skill) dalam berinteraksi dengan anggota kelompok lain. Berikut penjelasan mengenai unsur-unsur model pembelajaran kooperatif :

1. Saling ketergantungan positif

Keberhasilan suatu kelompok bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kerjasama kelompok yang efektif guru perlu menyusun tugas yang terstruktur serta membatasi jumlah anggota kelompok. Selanjutnya kegiatan kelompok akan dilakukan penilaian oleh guru. Penilaian dilakukan secara unik. Setiap siswa mendapat dua penilaian yaitu penilaian kelompok dan penilaian individu. Nilai kelompok didapat dari sumbangan setiap anggota. Dengan demikian akan timbul sikap saling ketergantungan yang positif antar siswa karena setiap anggota kelompok akan terpacu memberikan sumbangan terbaik untuk kelompoknya. Siswa dengan kemampuan rendah tidak akan minder terhadap rekan-rekanya karena mereka tetap bisa memberikan sumbangan untuk kelompoknya, begitupun sebaliknya siswa yang lebih pandai tidak akan merasa dirugikan karena rekanya yang kurang pandai telah memberikan sumbangan untuk kelompoknya.

2. Tanggungjawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur pertama. Adanya penilaian kelompok yang didapat dari sumbangan setiap anggota, maka siswa akan merasa bertanggungjawab untuk melakukan yang terbaik.

(5)

3. Tatap muka

Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk saling bertatap muka, saling mengenal dan berdiskusi. Kegiatan ini akan memberikan keuntungan bagi siswa karena dari hasil pemikiran beberapa siswa akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Inti dari unsur ini adalah siswa dapat menghargai perbedaan, menerima kekurangan masing-masing anggota kelompok sehingga dapat memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota kelompok.

4. Komunikasi antaranggota

Tidak semua siswa memiliki kelebihan mendengarkan dan berbicara. Adanya sikap saling menerima, saling mendengarkan dan memberikan kesempatan anggota kelompok untuk mengutarakan pendapatnya menjadi unsur keberhasilan suatu kelompok. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok merupakan proses yang panjang dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar, pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

5. Evaluasi proses kelompok.

Evaluasi perlu dilakukan untuk menilai sejauh mana kelompok telah berusaha untuk memberikan kinerja terbaiknya. Waktu untuk melakukan evaluasi kelompok tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali mengajar menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Sependapat dengan Johson, menurut Hamdani (2010 :31) unsur-unsur dasar model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

1. Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”. Artinya setiap anggota kelompok memiliki persepsi yang sama untuk berhasil.

2. Siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap diri sendiri untuk memahami materi dan memiliki tanggungjawab terhadap kelompok untuk membantu memahami materi.

(6)

4. Siswa berbagi tugas dan bertanggungjawab dengan kelompoknya.

5. Siswa diberikan evaluasi dan penghargaan berdasarkan hasil yang diperoleh. 6. Siswa berbagi kepemimpinan dan memperoleh keterampilan bekerjasama

selama belajar.

7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individu materi yang telah dipelajari dengan kelompoknya.

Dari pemaparan para ahli mengenai model pembelajaran kooperatif dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan belajar yang dilakukan secara kelompok berdasarkan tingkat kemampuan yang berbeda (heterogen) untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Melalui belajar secara berkelompok siswa mampu menjelaskan gagasan-gagasan yang sulit dengan menerjemahkan bahasa yang digunakan guru ke dalam bahasa siswa.

2.1.3 Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Divisions)

Menurut Slavin (2015 :143) STAD (Student Teams Achievement Divisions) adalah tipe model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan pada setiap akhir pembelajaran diberikan kuis-kuis secara individual. Siswa dibagi menjadi kelompok yang heterogen dengan jumlah anggota 4-5 orang. Kelompok heterogen adalah kelompok yang terdiri dari perempuan dan laki-laki, memiliki keberagaman suku, memiliki tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Setiap anggota kelompok akan diberikan lembar kegiatan kelompok, mereka akan saling membantu satu sama lain untuk memahami materi dengan cara berdiskusi.

Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa agar dapat bekerjasama secara baik dengan kelompoknya sehingga dapat saling membantu dan mendukung dalam menguasai materi yang diberikan oleh guru.

(7)

2.1.3.1 Sintak/Langkah-Langkah Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Divisions)

Langkah-langkah model pembelajaran STAD menurut Slavin (2015 : 151-162)

Fase Kegiatan Guru

Fase 1 Mengajar

Menyajikan informasi yang akan diajarkan kepada siswa dengan mendemonstrasikan secara aktif konsep-konsep menggunakan alat bantu visual, cara-cara lain, dan contoh konkrit yang banyak.

Fase 2 Belajar Tim

Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas yang diberikan.

Fase 3 Tes

Memberikan soal evaluasi untuk mengukur tingkat pemahaman siswa.

Fase 4

Rekognisi Tim

Memberikan penghargaan untuk kelompok dan individu terbaik.

2.1.3.2 Komponen Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Divisions)

Menurut Slavin (2015 :143-144) STAD terdiri dari lima komponen, yaitu presentasi kelas, tim kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.

1. Presentasi kelas.

Presentasi kelas merupakan pengajaran langsung yang sering kali dilakukan sebelum memulai pelajaran. Hal ini dilakukan untuk memperkenalkan materi yang akan diajarkan kepada siswa. Perbedaan presentasi kelas dengan pengajaran biasa adalah presentasi harus benar-benar berfokus pada unit STAD. Siswa akan diajak untuk memahami secara utuh materi yang disampaikan sehingga akan membantu mereka dalam mengerjakan kuis-kuis. Skor kuis individu yang mereka peroleh akan berpengaruh pada perolehan skor tim.

2. Tim

Tim terdiri dari empat sampai lima siswa yang mewakili karakteristik kelas. Fungsi dari kelompok adalah mempersiapkan anggotanya untuk belajar bersama sehingga dapat mengerjakan kuis dengan baik. Tim adalah komponen paling penting dalam STAD. Setiap anggota tim bekerjasama melakukan yang terbaik untuk timnya, begitupun sebaliknya tim harus melakukan yang terbaik

(8)

untuk membantu anggotanya, sehingga akan timbul hubungan yang positif antarkelompok seperti rasa harga diri, dan sikap saling menerima antarsiswa. 3. Kuis

Para siswa akan mengerjakan kuis secara individual. Kuis ini diberikan setelah guru selesai mempresentasikan materi dan siswa selesai melakukan praktik tim. Para siswa tidak diperkenankan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis, oleh karena itu setiap siswa bertanggungjawab secara individual untuk memahami materinya.

4. Skor Kemajuan Individual

Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan penghargaan kepada siswa agar mereka lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari sebelumnya. Tiap siswa akan diberikan skor awal yang diperoleh dari nilai kuis sebelumnya. Selanjutnya siswa akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis yang dibandingkan dengan skor awal mereka. Poin yang diperoleh siswa secara individual disebut sebagai poin kemajuan.

5. Rekognisi tim

Rekognisi tim merupakan pemberian penghargaan untuk tim yang telah berhasil mencapai kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dapat dibuat sendiri oleh guru.

2.1.4 Model Pembelajaran Jigsaw

Menurut Slavin (2015 :237) Jigsaw paling sesuai digunakan untuk pembelajaran yang lebih menekankan pada konsep daripada penguasaan pengetahuan. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa. Siswa dituntut untuk memiliki sikap saling ketergantungan positif terhadap tim/kelompoknya sehingga dapat saling bekerjasama dalam memahami materi pembelajaran. Siswa tidak hanya bertanggungjawab secara individu untuk memahami materi, tetapi mereka juga bertanggungjawab terhadap kelompok untuk mengajarkan materi tersebut. Dalam Jigsaw siswa bekerja dalam tim yang heterogen yang diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit. Setelah

(9)

selesai membaca siswa dibagi kedalam “kelompok ahli” mereka mendiskusikan topik yang sama selama beberapa menit kemudian kembali kepada tim asalnya untuk mengajari tentang topik yang menjadi ahlinya.

2.1.4.1 Sintak/Langkah-Langkah Model Pembelajaran Jigsaw

Langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw menurut Slavin (2015 : 241-247)

2.1.4.2 Komponen Model Pembelajaran Jigsaw

Menurut Slavin (2015 :238-244) komponen dari model pembelajaran Jigsaw adalah materi, tim ahli, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. 1. Materi

Materi dalam Jigsaw dibuat dalam bacaan singkat yang menggambarkan kesuluruhan materi yang akan diajarkan. Siswa akan membaca materi sehingga konsep-konsep yang dipahami dari beberapa siswa dapat disatukan.

2. Tim ahli.

Pembagian tim/kelompok sama seperti STAD yaitu siswa dibagi kedalam kelompok heterogen yang terdiri dari empat sampai lima orang. Pembagian kelompok ini dinamakan kelompok asal, kemudian siswa akan diacak kembali untuk membentuk kelompok ahli.

3. Skor

Skor digunakan untuk menghitung tingkat ketercapaian siswa dalam memahami materi. Skor dihitung berdasarkan perolehan skor individu dan kelompok.

Fase Kegiatan Guru

Fase 1 Membaca

Membagikan tiap topik kepada masing-masing siswa, dan selanjutnya menginstruksikan siswa untuk membaca.

Fase 2

Diskusi Kelompok-ahli

Menginstruksikan siswa untuk berkelompok dan berdiskusi sesuai dengan topik ahli yang sama.

Fase 3 Laporan Tim

Menginstruksikan siswa untuk kembali ke timnya masing-masing dan bertanggungjawab mengajari topik mereka kepada teman satu timnya.

Fase 4 Tes

Memberikan soal evaluasi untuk mengukur tingkat pemahaman siswa.

Fase 5

Rekognisi Tim

(10)

4. Kemajuan individual

Skor kemajuan individual digunakan untuk memberikan penghargaan kepada siswa agar mereka lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari sebelumnya. Tiap siswa akan diberikan skor awal yang diperoleh dari nilai kuis sebelumnya. Selanjutnya siswa akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis yang dibandingkan dengan skor awal mereka. Poin yang diperoleh siswa secara individual disebut sebagai poin kemajuan.

5. Rekognisi tim

Rekognisi tim merupakan perhitungann skor sebagai dasar untuk memberikan penghargaan kelompok maupun individu.

2.1.5 Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Perlakuan Model STAD (Student Teams Achievement Divisions) dan Jigsaw

Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model STAD (Student Teams Achievement Divisions)

Kegiatan Guru Tahap Pelaksanaan Kegiatan Siswa Guru mendemonstrasikan

secara aktif konsep-konsep menggunakan alat bantu visual, cara-cara lain, dan contoh konkrit yang banyak.

Mengajar Siswa mendengarkan dengan

cermat penjelasan guru tentang materi yang diajarkan, sehingga dapat membantu dalam mengerjakan tugas yang diberikan.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar.

Belajar Tim Siswa bekerjasama dengan kelompok untuk menguasai materi pelajaran.

Siswa menyelesaikan soal-soal yang telah diberikan.

Guru memberikan soal evaluasi untuk mengukur tingkat pemahaman siswa.

Tes Siswa mengerjakan soal yang

diberikan secara individu.

Guru memberikan

penghargaan untuk kelompok dan individu terbaik.

Rekognisi Tim Siswa menerima penghargaan untuk kategori kelompok terbaik dan individu terbaik.

(11)

Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model Jigsaw Kegiatan Guru Tahap Pelaksanaan Kegiatan Siswa Guru membagikan tiap topik

kepada masing-masing siswa, dan selanjutnya

menginstruksikan siswa untuk membaca.

Membaca Siswa membaca materi untuk

menemukan beberapa informasi yang dapat digunakan untuk menjawab soal yang diberikan guru.

Guru menginstruksikan siswa untuk berkelompok dan berdiskusi sesuai dengan topik ahli yang sama.

Diskusi kelompok ahli Siswa bersama kelompok ahli mendiskusikan materi dan mengerjakan tugas yang diberikan sesuai dengan topik yang menjadi ahlinya

Guru menginstruksikan siswa untuk kembali ke timnya masing-masing dan

bertanggungjawab mengajari topik mereka kepada teman satu timnya.

Laporan Tim Siswa kembali ke kelompok asalnya untuk saling megajari topik-topik yang telah mereka pelajari dengan tim ahlinya.

Guru memberikan soal evaluasi untuk mengukur tingkat pemahaman siswa.

Tes Siswa mengerjakan soal yang

diberikan secara individu.

Guru memberikan

penghargaan untuk kelompok dan individu terbaik.

Rekognisi Tim Siswa menerima penghargaan untuk kategori kelompok terbaik dan individu terbaik.

2.1.7 Hasil Belajar

Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku siswa yang terjadi setelah melalui proses belajar. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar mencakup kognitif, psikomotorik, dan afektif. Penilaian hasil belajar adalah proses memberi nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu (Sudjana, 2016: 3). Adanya kriteria dalam penilaian digunakan untuk membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan kriteria yang telah ditentukan. Penilaian hasil belajar didasarkan pada tujuan pembelajaran yang berisi tentang rumusan tingkah laku yang telah direncanakan dan harus dikuasai siswa.

(12)

Kingsley dalam Sudjana (2016 :22) membagi tiga macam hasil belajar yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Sejalan dengan Horward, Gagne membagi hasil belajar menjadi lima kategori yaitu keterampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, sikap dan keterampilan motoris, sedangkan Bloom mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif, psikomotorik. Berikut penjelasan mengenai klasifikasi hasil belajar menurut Benyamin Bloom :

1. Ranah Kognitif

Penilaian kognitif merupakan penilaian yang paling sering dilakukan. Ranah kognitif berkaitan dengan pencapaian siswa dalam aspek pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2. Ranah Afektif

Ranah afektif merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari pengalaman belajar. Hasil belajar afektif akan terlihat dari perubahan tingkah laku siswa seperti adanya perhatian terhadap pembelajaran, memiliki motivasi belajar yang tinggi, tumbuh sikap disiplin, dapat menghargai guru dan teman kelas, memiliki kebiasaan belajar dan mampu membangun hubungan sosial yang baik dengan lingkungan disekitarnya.

3. Ranah Psikomotorik

Hasil belajar siswa juga dapat dilihat dari perubahan keterampilan (skill) sebagai akibat dari pengalaman belajar. Ranah Psikomotorik berkaitan dengan keterampilan sederhana sampai dengan keterampilan kompleks.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai hasil-hasil penelitian terdahulu terkait dengan perbedaan hasil belajar menggunakan model STAD (Student Teams Achievement Divisions) dan Jigsaw. Berikut pemaparanyya :

Penelitian dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Kooperatif Learning Tipe Jigsaw Terhadap Hasil Belajar IPS Di Tinjau Dari Motivasi Berpretasi” dilakukan oleh M. Zainal Mustamiin, I Wayan Lasmawan dan Nengah (2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model

(13)

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar IPS dan motivasi berprestasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan kelompok siswa yang mengikuti model konvensional. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan skor rata-rata motivasi belajar IPS siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah 86,38 sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPS siswa yang mengikuti pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran konvensional adalah 72,50. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar dan hasil belajar IPS siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik daripada motivasi belajar dan hasil belajar IPS siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh M. Zainal Mustamiin, I Wayan Lasmawan dan Nengah diperkuat dengan hasil penelitian tentang “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Menulis Ditinjau Dari Motivasi Berprestasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Mendoyo” oleh I Ketut Tastra, A. A. I N. Marhaeni, dan I Wayan Lasmawan (2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar menulis ditinjau dari motivasi berprestasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar menulis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hasil ini ditunjukkan dalam perhitungan analisis varians dua jalur menunjukkan bahwa F antar tingkat faktor pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (antar kolom) diperoleh FA hitung lebih besar daripada F tabel (FA hitung = 14,014 > F tabel =3,960). Hal ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima yang menyatakan terdapat perbedaan hasil belajar menulis antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pembelajaran konvensional. Hasil perolehan rata-rata skor hasil belajar kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki rata-rata skor hasil belajar sebesar 61,95 sedangkan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional

(14)

memiliki rata-rata skor hasil belajar menulis sebesar 60,53. Mengacu pada hasil uji hipotesis yang diperoleh, kesimpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik daripada pembelajaran konvensional dalam meningkatkan hasil belajar menulis.

Temuan lain ditunjukkan pada penelitian tentang “Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw kelas V SD Negeri 01 Bedana Kabupaten Banjarnegara” oleh Nani Ermawati (2011). Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran IPS kelas V SD Negeri 0I Bedana Kabupaten Banjarnegara. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik. Hal ini terlihat pada perolehan nilai siklus I diperoleh nilai rata – rata 71,07 dengan ketuntasan belajar 67,9%, pada siklus II diperoleh nilai rata – rata 74,4 dengan ketuntasan belajar 74,07%, sedangkan pada siklus III diperoleh nilai rata – rata 85,5 dengan ketuntasan belajar 92,5%. Kesimpulan penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw kelas V SD Negeri 01 Bedana Kabupaten Banjarnegara dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa serta memberikan inovasi pembelajaran yang berdampak pada model pembelajaran yang sangat menyenangkan.

Penelitian lain terkait penggunaan model STAD (Student Teams Achievement Divisions) dan Jigsaw terdapat pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Kholisin (2014) tentang “Perbedaan Hasil Belajar IPA Biologi Melalui Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw dan Tipe Student Teams Achievement Divission (STAD) di MTs Negeri Yogyakarta II” yang menunjukkan adanya perbedaan nilai hasil belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA Biologi melalui model Cooperative Learning tipe Jigsaw dan STAD di MTS Negeri Yogyakarta II 2012/2013 pada materi gerak tumbuhan dan tanggapan siswa terhadap model Cooperative Learning tipe Jigsaw dan STAD materi pokok gerak tumbuhan kelas VIII di MTS negerti Yogyakarta II tahun ajaran 2012/2013. Nilai yang diperoleh menggunakan model Cooperative Learning Tipe Jigsaw 71,25 sedangkan nilai yang diperoleh menggunakan model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Divission (STAD) 68,40.

(15)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rut Kartini (2015) tentang perbedaan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) dengan Jigsaw diketahui ada perbedaan hasil belajar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar kognitif siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw pada submateri sistem indra manusia kelas XI IPA SMA Kartika 1-2 Medan tahun pembelajaran 2014/2015. Dari analisis data diketahui bahwa nilai rata-rata siswa yang diajar dengan STAD adalah 79,083 dan yang diajar dengan Jigsaw adalah 84,279. Pada penelitian ini diketahui ada perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan melalui uji-t pada taraf signifikasi = 0,05 dan dk 62 diperoleh thitung (-3,024) < ttabel (-1,999) maka penelitian ini menolak Ho dan menerima Ha. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan jigsaw pada submateri sistem indra manusia kelas XI IPA SMA 1-2 Kartika Medan tahun pembelajaran 1-2014/1-2015. Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh, siswa yang diajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi daripada nilai yang diajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions).

Hasil temuan yang bertentang ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Khoirotun Nisa, Ngurah Ayu Nyoman M dan Susilawati (2013) tentang “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divission), TGT (Team Game Turnament), dan Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMPN 26 Semarang” bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh pembelajaran kooperatif tipe STAD, TGT, dan Jigsaw terhadap hasil belajar siswa dibandingkan dengan pembelajaran kooperatif siswa kelas VII SMPN 26 Semarang tahun pelajaran 2012-2013. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa thitung > ttabel. Pada taraf nyata 5% maka Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara siswa yang mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe STAD, TGT, dan Jigsaw terhadap hasil belajar dibandingkan dengan pembelajaran

(16)

kooperatif yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan skor rata-rata posttest, ketuntasan individu dan klasikal yang diperoleh hasil nilai rata-rata hasil belajar menggunakan STAD (Student Teams Achievement Divissions) 80,09, TGT (Team Game Turnament) 80,06 dan Jigsaw 74,73. Rata-rata hasil belajar siswa setelah mendapat pembelajaran STAD lebih tinggi jika dibandingkan dengan Jigsaw, serta rata-rata hasil belajar siswa setelah mendapat pembelajaran TGT lebih tinggi jika dibandingkan dengan Jigsaw. Hal ini dikarenakan pelaksanaan pembelajaran Jigsaw memerlukan waktu yang lama.

Berdasarkan temuan hasil penelitian yang relevan, peneliti setuju dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh M. Zainal Mustamiin, I Wayan Lasmawan dan Nengah, I Ketut Tastra, A. A. I N. Marhaeni, dan I Wayan Lasmawan, Nani Ermawati dan Rut Kartini yang menyimpulkan bahwa model pembelajaran Jigsaw lebih baik daripada model pembelajaran STAD dalam meningkatkan hasil belajar.

2.3 Kerangka Berpikir

Pada awal penelitian, peneliti memilih lokasi penelitian. Lokasi penelitian yang dipilih berada di SD Gugus Kopi Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung. Setelah itu peneliti memilih SD yang memiliki SD Gugus Kopi dengan tingkat kemampuan sama. SD yang dipilih adalah SDN 02 Malebo dan SDN 01 Gesing. SDN 02 Malebo dijadikan sebagai kelas eksperimen1 dan diberikan perlakuan menggunakan model pembelajaran STAD sedangkan SDN 01 Gesing dijadikan sebagai kelas eksperimen2 dan diberi perlakuan dengan model pembelajaran Jigsaw. Masing-masing kelas eksperimen1 dan kelas eksperimen2 diberikan soal pretest dan postest. Hasilnya kemudian dibandingkan untuk melihat perbedaan hasil belajar antara STAD dan Jigsaw.

(17)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah asumsi atau dugaan yang bisa benar atau bisa salah mengenai sesuatu hal sehingga memerlukan pengecekan lebih lanjut. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ho : Tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan dalam pembelajaran IPA

menggunakan model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Divisions) dan Jigsaw di kelas V SD Gugus Kopi Kandangan

Ha : Ada perbedaan hasil belajar yang signifikan dalam pembelajaran IPA

menggunakan model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Divisions) dan Jigsaw di kelas V SD Gugus Kopi Kandangan

Pretest Postest Jigsaw (Kelas Eksperimen2) SDN 01 Gesing ASTAD (Kelas Eksperimen1) SDN 02 Malebo Model Pembelajaran Kooperatif Learning Hasil Belajar Siswa Pretest Postest

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

a) Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi akuntansi. b) Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melaksanakan

Jadi kata santri adalah orang yang sedang belajar pada seseorang (guru). Maka istilah santri sama dengan istilah murid. Kajian teoretis di atas mengandung permasalahan

variabel yang bermakna mempengaruhi umur menarche dengan α = 0,05, yaitu status gizi, berat badan lahir, umur ibu saat melahirkan, dan pendidikan ayah, sedangkan

1. Emiten syariah adalah emiten yang anggaran dasarnya menyatakan kegiatan dan jenis usaha serta cara pengelolaan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Perusahaan public

Saat berwudhu bacalah doa Allahummaghfir li dzanbi, wa wassi li fi dari, wabarik li fi rizqi,(Ya Allah, ampunlah dosaku, lapangkanlah kuburku, dan

Penelitian yang dilakukan oleh (Ramadhani &amp; Sulistyowati, 2019) tentang pengaruh Leverage, ukuran perusahaan dan Financial distress terhadap konsevatisme akuntansi,

Penelitian sebelumnya yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Febriantara (2012) tentang “Pengaruh Online dan Offline

Potongan harga merupakan diskon produk atau harga marginal rendah yang diberikan untuk mempengaruhi konsumen dalam berbelanja agar lebih impulsif Iqbal