• Tidak ada hasil yang ditemukan

Robo-Robo Culture as Multiculturalism Education Based on Local Wisdom in The Kakap River Community in West Kalimantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Robo-Robo Culture as Multiculturalism Education Based on Local Wisdom in The Kakap River Community in West Kalimantan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Robo-Robo Culture as Multiculturalism Education Based on Local Wisdom in the Kakap River Community in West Kalimantan

Khairuman1*, Ilham Samudra Sanur1, Devi Wahyuni1, Fitriani1

*Coresponding author emaill: khairuazza@gmail.com

1 Universitas Pendidikan Indonesia

Abstract: Multicultural education based on local wisdom can be used to solve various problems, with the aim of multicultural education based on local wisdom is to give young people an understanding of the values of local wisdom. Regarding the issues to be raised, namely how to instill multicultural values based on Robo-robo local wisdom for the Sungai Kakap community in West Kalimantan. The purpose of this study is to describe how to instill multicultural values based on Robo-robo local wisdom for the Sungai Kakap community and its conservation efforts, this aims to create citizens who have multicultural citizenship awareness. The research method used is descriptive with a qualitative approach. The results of the study show that multicultural values based on local wisdom in Robo-robo culture are able to lead society, especially students, to become human beings who care about their local culture. Apart from that, community leaders and the local government are also trying to preserve this culture, because traditional values in Robo-Robo culture are consultants of Islamic values, because Islam is the religious identity of the Malay people.

Keywords: Multicultural, Local Wisdom, Robo-Robo Culture.

Budaya Robo-Robo Sebagai Pendidikan Multikulturalisme Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Sungai Kakap Kalimantan Barat

Abstrak: Pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah, dengan tujuan pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal adalah memberi pemahaman kepada generasi muda tentang nilai-nilai kearifan lokal. Mengenai permasalahan yang akan diangkat yaitu bagaimana menanamkan nilai-nilai multikulturalisme berbasis kearifan lokal Robo-robo bagi masyarakat Sungai Kakap Kalimantan Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana menanamkan nilai-nilai multikulturalisme berbasis kearifan lokal Robo-robo bagi masyarakat Sungai Kakap dan upaya pelestariannya, hal ini bertujuan untuk mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran kewarganegaraan multikultural. Metode penelitian yang digunakan ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai-nilai multikultural berbasis kearifan lokal dalam budaya Robo-robo mampu menggiring masyarakat khususnya kepada peserta didik menjadi manusia-manusia yang memiliki kepedulian dengan budaya daerahnya.

Selain itu, tokoh masyarakat dan pemerintah setempat juga terus berupaya untuk melestarikan budaya ini, karena nilai-nilai adat dalam budaya Robo-Robo merupakan consultant dari nilai Islam, karena agama Islam merupakan identitas religi orang Melayu.

Kata Kunci: Multikultural, Kearifan Lokal, Budaya Robo-Robo.

(2)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang beragam, yang terdiri dari adat istiadat yang berbeda, kebudayaan yang ada di Indonesia, yang memperkaya Indonesia. Keberagam itulah yang membuat Indonesia penuh kebudayaanya, banyak sekali bisa di temukan Indonesia dengan perbedaan kebudayaan tersebut. Kebudayaan yang berbeda-beda ini membuat Indonesia lebih majemuk yang artinya dengan kebudayaan yang berbeda tetapi tetap saling menjaga kebudayaan tersebut tetap lestari. Kebudayaan yang beragam yang ada di Indonesia ini merupakan kekayaan Tanah Air yang terus harus dijaga sampai kapan pun.

Dewasa ini Indonesia dihadapkan pada beberapa persoalan seperti krisis identitas, konflik horizontal, konflik multikultur, disintegrasi bangsa, instabilitas politik, kekerasan, dan kriminalitas sebagai gejala krisis multidimensional. Hal yang tak kalah penting adalah lunturnya nilai-nilai kebangsaan, nilai-nilai kebudayaan dan nilai-nilai ethical dikalangan generasi muda. Gejala disintegrasi bangsa juga tampak dari adanya konflik multikultural berbau sara seperti konflik etnis, agama dan sebagainya. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pergeseran pola pikir dan gaya hidup dari masyarakat ketimuran menjadi pola pikir dan gaya hidup kebarat-baratan yang ditandai dengan perilaku individualistik, hedonis, konsumtif, apatis, sekuler, bebas dan eksklusif. Beberapa persoalan diatas menunjukkan bahwa Indonesia berada pada kondisi yang mengakhawatirkan dan berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa serta mereduksi makna identitas Nasional. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu upaya untuk memperkuat identitas nasional.

Pendidikan adalah bidang yang dipandang strategis untuk memperkuat indentitas nasional melalui switch of information nilai-nilai kemajemukan dan pelestarian budaya bangsa secara holistik dan komprehensif. Institusi pendidikan berperan sebagai agen sosialisasi politik yang dapat menyatukan peserta didik dari berbagai latar belakang sosial dan budaya sehingga nilainilai kebangsaan, toleransi, humanisme, demokratis, pluralisme, dan multikulturalisme dapat diinternalisasikan secara aplikatif. Selain itu, pendidikan juga menjadi sarana yang efektif dan efisien untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal karena pendidikan secara praktis tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai budaya yang merupakan unsur identitas nasional. Pendidikan dan kebudayaan memiliki hubungan yang saling mendukung dan melengkapi satu sama lainnya.

(3)

Adanya kearifan lokal pada tiap daearah, maka masyarakat dituntut untuk dapat mempertahankannya sebagai pedoman hidup guna menciptakan keteraturan, kepedulian terhadap manusia, lingkungan, dan sumber daya alam yang ada di sekelilingnya (Permana, Eka, Nasution, & Gunawijaya, 2011). Berdasarkan hal itu manusia secara individu dan kelompok akan melakukan tindakan-tindakan yang berdampak positif bagi orang lain. Jika saja kekayaan kearifan lokal tidak dijaga dan dipelihara melalui Pendidikan bagi generasi muda, maka disinyalir hal itu akan hilang terdegradasi oleh arus globalisasi, modernisasi. Pada jaman globalisasi, modernisasi manusia sudah banyak yang memiliki sikap apatis dengan nilai-nilai kearifan lokal sebagai bagian dari multikultural bangsa dalam budaya. Dalam hal ini banyak ditemukan di tengah-tengah masyarakat dimana satu sama lain sudah tidak saling menghargai perbedaan, keberagaman, dalam berbagai aspek seperti etnis, suku, budaya, dan agama.

Berkenaan dengan itu, untuk mengatasi semua permasalahan tersebut supaya tidak terjadi maka diperlukan peran pendidikan. Pendidikan yang dimaksud dalam hal ini adalah Pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal dalam menciptakan karakter bangsa yang berbudi, bermoral, beretika, dan penuh toleransi. Pendapat penulis dalam hal ini dapat diperkuat dengan cita-cita nasional Bangsa Indonesia yang termaktub dalam Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertkwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokraatis serta bertanggung jawab.

Sejarah Tradisi Robo-robo Pada Masyarakat Kabupaten Mempawah Sejarah budaya robo-robo diawali oleh kedatangan Opu Daeng Manambon dan Putri Kesumba beserta rombongan dari Kerajaan Matan ke Mempawah untuk menerima tahta Kerajaan Bangkule Rajankg pada tahun 1737 Masehi. Ketika memasuki kuala Mempawah rombongan tersebut disambut meriah oleh masyarakat Mempawah kala itu, bahkan mereka memasang kertas warni-warni dirumah penduduk yang berada di pinggir sungai. Melihat sambutan masyarakat yang antusias, Opu Daeng Manambon berhenti di Muara Kuala Secapah tepatnya di Marinir yang dulunya terdapat tumpukan pasir putih kemudian memberikan bekal makanan kepada masyarakat. Masyarakat sangat gembira menerima kedatangan cucu dari Raja mereka (Raja Senggaok).

(4)

Oleh sebab kedatangannya bertepatan pada Rabu terakhir dibulan Safar dimana sebagian orang Islam percaya bahwa bulan Safar merupakan bulan yang penuh bala maka Opu Daeng Manambon membaca doa selamat dan tolak bala bersama masyarakat agar dihindarkan dari musibah dibulan Safar. Setelah berdoa, kemudian makanan tersebut dimakan secara bersama-sama di alam terbuka yang kemudian dinamai dengan makan safar. Ketika Opu Daeng Manambon datang, sudah banyak ulama-ulama berada di Mempawah jadi dari segi agama tidak menyalahi aturan untuk membaca doa selamat dan doa tolak bala, bukankah itu merupakan suatu hal yang baik. Kita adalah human sentris yang seharusnya memandang keberadaan itu demi kepentigan alam yang memberikan banyak manfaat untuk semua makhluk hidup. Peristiwa singkat inilah yang menjadi sejarah awal digelarnya budaya robo-robo yang sudah menjadi tradisi hingga saat ini. Perayaan budaya robo-robo tidak hanya dilaksanan di Mempawah saja, namun sudah menyebar diberbagai daerah, contoh di Sungai Kakap dan menjadi tempat penelitian budaya robo-robo ini.

Tradisi memiliki arti kebiasaan seperti adat, bahasa, kepercayaan, dan sebagainya yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi agar terus dilestarikan hingga saat ini. Di Kalimantan Barat tepatnya di Kecamatan Sungai Kakap terdapat wisata tematik yaitu budaya robo-robo. Zulkarnain (2018:1) mengatakan bahwa robo-robo merupakan tradisi yang dilaksanakan oleh raja-raja maupun anak keturunan raja Istana Amantubillah Mempawah serta masyarakat dari dulu hingga saat ini. Masyarakat Mempawah yang tinggal di wilayah pesisir Kalimantan Barat memiliki suatu kebudayaan yang sudah sangat terkenal yaitu Robo-robo sebagai warisan budaya tak benda Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tanggal 27 Oktober 2016. Robo-robo merupakan upacara tahunan yang besar dan sakral dilaksanakan pada pekan terakhir di Bulan Safar oleh masyarakat Mempawah. Perayaan tradisi robo-robo tidak hanya menjadi wisata budaya lokal namun juga wisata budaya Nasional setiap tahunnya.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam (Moleong, 2002) mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. Sesuai dengan

(5)

jenis data yang dibutuhkan yaitu data kualitatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah menggunakan wawancara terbuka, obserbvasi dan dokumentasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peran Pendidikan dalam Mengembangkan Kesadaran Multikultural

Pendidikan multikultural adalah cara memandang realitas dan cara berpikir, dan bukan hanya konten tentang beragam kelompok etnis, ras, dan budaya, (Banks, 2002).

Merujuk pada pendapat tersebut, Pendidikan multikultural sejatinya tidak dimaknai sebatas hal-hal yang berhubungan dengan keberagaman melihat etnis, suku, agama, dan kebudayaan. Hal yang jauh lebih penting dari hal tersebut ialah bagaimana pendidikan multikultural tersebut bisa mengubah pola piker masyarakat sejalan dengan nilai-nilai kearifan local.

Pendidikan multikultural merupakan salah satu langkah dalam merespon multikulturalisme. Banks (dalam Maulani, 2012), mendefinisikan Pendidikan multikultural sebagai konsep, ide atau falsafah dari suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara. Dengan kata lain, pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang menjunjung tinggi persamaan hak, harkat dan martabat individu atau kelompok sebagai respon terhadap keberagaman dalam masyarakat majemuk.

Pada sisi lain, Pendidikan multikultural berbasis kearifan nearby harus mampu menggiring masyarakat atau peserta didik menjadi manusia-manusia yang memiliki kepedulian dengan budaya daerahnya. Tidak hannya pada sebatas itu, namun dengan penerapan pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal peserta didik diharapkan menjadi manusia-manusia yang berprestasi. Dalam hal ini nilai-nilai kearifan lokal yang merupakan kebudayaan daerah memiliki pengaruh dalam menjadikan peserta didik sebagai manusia yang berprestasi sebagaimana dikatakan oleh (Nieto, 2000) penting untuk menguji bagiamana budaya dapat mempengaruhi belajar dan berprestasi di sekolah.

(6)

Paul C. Gorski (dalam Amirin, 2012) menekankan bahwa tujuan utama pendidikan multikultural adalah 1) meniadakan diskriminasi pendidikan dan memberi peluang sama bagi setiap anak untuk mengembangkan potensinya (tujuan instrumental), 2) menjadikan anak bisa mencapai prestasi akademik sesuai potensinya (tujuan terminal internal); 3) menjadikan anak sadar social dan aktif sebagai warga masyarakat lokal, nasional, dan global (tujuan terminal akhir ekstern). Dengan demikan, dapat diidentifikasi bahwa tujuan pendidikan multikultural adalah mempromosikan pemerataan kesempatan belajar, mendorong pemberdayaan seluruh siswa untuk meraih prestasi akademik, dan menumbuhkan kesadaran peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif sebagai warga masyarakat.

Penulis dalam hal ini berpendapat bahwa hal ini sangat penting mengingat setiap peserta didik berasal dari latarbelakang yang berbeda-beda, sehingga menjadikan mereka memiliki pemikiran, dan tindakan yang berbedabeda. Perbedaan tersebut jika saja tidak dipahami dengan baik maka sangat berpotensi menjadikan peserta didik menjadi individu-individu yang berkonflik. Itulah sebabnya dengan diterapkannnya pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal diharapkan memberikan cara pandang yang luas bagi peserta didik dalam melihat perbedaan-perbedaan.

Budaya Robo-Robo sebagai Kearifan Lokal

Kebudayaan lokal yang dimiliki setiap daerah merupakan pilar kebudayaan nasional. Kebudayaan lokal atau yang disebut kearifan lokal (nearby wisdom) adalah usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu (Ridwan, 2007). Sementara itu, Wagiran (2012) mendefinisikan kearifan lokal diantaranya: 1) kearifan lokal adalah sebuah pengalaman panjang, yang diendapkan sebagai petunjuk perilaku seseorang; 2) kearifan lokal tidak lepas dari lingkungan pemiliknya; dan 3) kearifan nearby bersifat dinamis, lentur, terbuka, dan senantiasa menyesuaikan dengan zamannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal adalah kemampuan manusia menggunakan akal budi sesuai dengan lingkungannya sebagai pedoman hidup yang bersifat dinamis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah (Gobyah, 2009). Sementara Jim (2002), menyatakan bahwa

(7)

kearifan lokal merupakan nilainilai yang diciptakan, dikembangkan dan dipertahankan dalam masyarakat lokal dan karena kemampuannya untuk bertahan dan menjadi pedoman hidup masyarakatnya. Merujuk pada pendapat tersebut kearifan lokal dapat dipahami sebagai nilai- nilai yang menjadi tradisi bagi masyarakat dan di dalamnya terkandung pesan, himbauan, serta nasehat. Dalam hal ini pesan-pesan tersebut berhubungan dengan sikap, perilaku, moral, nilai-nilai religius, dan Pendidikan karakter. Walaupun kearifan lokal terbagi dalam bentuk tangible dan ingtangible, namun pada dasarnya keduanya mengandung nilai-nilai pesan moral yang sama bagi masyarakat. Demikian dicontohkan dalam satu bentuk kearifan lokal yang terdapat di Sungai Kakap yakni budaya Robo-robo yang memiliki pesan-pesan moral yang sama sebagai bentuk Pendidikan multikulural berbasis kearifan lokal.

Kesadaran terhadap urgensi kearifan lokal dapat digali melalui proses pendidikan yang disebut pendidikan berbasis kearifan lokal. Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk selalu lekat dengan situasi konkret yang mereka hadapi. Pilar pendidikan kearifan lokal menurut Suwito (dalam Wagiran, 2012) meliputi: 1) membangun manusia berpendidikan harus berlandaskan pengakuan eksistensi manusia sejak dalam kandungan; 2) pendidikan harus berbasis kebenaran dan keluhuran budi; 3) pendidikan harus mengembangkan ranah moral, spiritual bukan sekedar kognitif dan ranah psikomotorik; dan 4) sinergitas budaya, pendidikan dan pariwisata perlu dikembangkan secara sinergis dalam pendidikan yang berkarakter.

Upacara tradisi robo-robo di Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya memiliki serangkaian prosesi ritual yang dilakukan pada hari Senin, Selasa, Rabu, pekan terakhir dibulan Safar. Adapun tahapan- tahapan ritual robo-robo yaitu (1) pelepasan puaka (satwa); (2) kirab pusaka dan pencucian benda pusaka; (3) Haulan Opu Daeng Manambon; (4) seminar kebangsaan; (5) gelar adat toana; (6) mandi safar; (7) makan safar; (8) tepung tawar kapal nelayan; (9) acara seremonial. Natsir, dkk (2017) mengatakan Opu Daeng Manambon berdoa bersama dengan warga yang menayambutnya, memohon keselamatan kepada Allah agar dijauhkan dari bala dan petaka. Usai melakukan doa kemudian dilanjutkan dengan makan bersama.

Makna dan Nilai Tradisi Robo-robo Pada Masyarakat Sungai Kakap yang dilaksanakan pada pekan terakhir dibulan Safar dapat diketahui secara historis yaitu Ritual yang dilakukan pada hari senin untuk mengenang wafatnya Opu Daeng

(8)

Manambon, Senin, 26 Safar 1175 H. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi robo-robo yaitu; (1) nilai ritual; (2) nilai spiritual; (3) nilai entertainment.

Budaya adalah hasil cipta dari pemikiran manusia untuk memperingati suatu peristiwa tertentu yang menjadi ciri khas dari kelompok masyarakat dilingkungan tersebut. menurut Liliweri (2009) kebudayaan itu ada diantara umat manusia yang sangat beraneka ragam, diperoleh dan diteruskan secara sosial melalui pembelajaran, dijabarkan dari komponen biologi, psikologi dan sosiologi sebagai eksistensi manusia berstruktur, terbagi dalam beberapa aspek, dinamis dan nilainya relative.

Walaupun kebersamaan tersebut berlangsung dalam waktu yang singkat namun sangat berkesan bagi Opu Daeng Manambon dan masyarakat kala itu. Peristiwa tersebut kemudian menjadi awal digelarnya budaya robo-robo yang sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Mempawah untuk menjalin silaturahmi mempererat hubungan dengan sanak saudara. Peristiwa sejarah robo-robo juga dilaksanakan sebagai peringatan tapak tilas kedatangan Opu Daeng Manambon yang membawa pengaruh besar di wilayah Mempawah.

Nilai budaya adalah niali-nilai yang disepakati dan dijunjung tinggi dalam lingkungan masyarakat. Batubara (2017) Menuturkan bahwa nilai tradisi suatu daerah akan menjadi normatif dalam bentuk budaya apabila suatu tradisi yang dianut tersebut diagungkan dan dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Perayaan tradisi robo-robo yang dilakukan oleh masyarakat Sungai Kakap memiliki nilai-nilai positif yang patut kita junjung tinggi keberadaannya guna melestarikan budaya lokal yang telah diwariskan secara turun temurun.

Triandis (1989) budaya dibagi dua aspek yaitu subjektif (subjective culture) dan objektif (objective culture). Budaya subjektif adalah norma, peran dan nilai- nilai, dan cara manusia mengkategorisasi dan mengasosisasi informasi dalam menghadapi lingkungannya. Budaya objektif adalah hasil karya manusia berupa benda objektif misalnya alat-alat sehari-hari yang kita pakai, radio, jalan, dan stasiun. Kearifan lokal (lokal wisdom) merupakan pengetahuan tradisional (indigenous knowledge) yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan pada umumnya diwariskan dalam lingkungan keluarga secara lisan, baik dengan tuturan maupun melalui ritual, upacara, dan sarana lain. Individu melakukan apa yang diharapkan kelompok, dan pola budaya adalah kolektivisme.

Jika orang hanya memiliki beberapa kelompok yang dapat mereka miliki, dan harus

(9)

bekerja sama dengan kelompok- kelompok tersebut untuk bertahan hidup. Nilai- nilai ditekankan oleh kolektifisme tentang keamanan, ketaatan, tugas, keharmonisan dalam kelompok, hierarki, dan hubungan yang dipersonalisasi. Nilai- nilai ditekankan oleh individualis adalah kesenangan, memenangkan persaingan, pencapaian, kebebasan, otonomi, dan pertukaran yang adil (Triandis, 1989).

Pesan adat orang Melayu diaktualisasikan dalam bentuk praktek lokal, yang kerap kali dilaksanakan dengan taat oleh etnis Melayu yakni Robo-robo. Robo-robo merupakan identitas kebudayaan lokal etnis Melayu di Sungai Kakap. Wujud syukur dalam Robo-robo, pertanda masuknya islam pertama, napak tilas masuknya raja Opu Daeng Menambon dan syukur akan hasil laut yang menjadi sumber kehidupan masyarakat Melayu.

Dari kegiatan praktek lokal Robo-Robo tersebut berbagai etnis yang ada yang terdiri dari etnis Melayu, Madura, Bugis, Dayak, Cina dan berbagai suku mereka membaur berinteraksi satu sama lain dalam menjaga kerukunan bersama (Natsir, 2014). Hal ini yang menjadikan motto “harmonis dalam etnis”. Artinya masyarakat bergotong royong, bersama menjaga silaturahmi dan persatuan dalam keragaman demi keutuhan umat beragama, hingga modal utama menjaga persatuan bangsa dalam semangat nasionalisme dan internasionalisme. Robo-robo merupakan salah satu unsur budaya bangsa serta sumber yang dapat memberikan informasi dan pengetahuan. di dalamnya banyak mengandung nilai-niai yang terdapat di dalam suatu masyarakat, nasehat, pesan, serta petunjuk-petunjuk bagi remaja milenial saat ini dan berguna bagi kehidupan.

Mengingat begitu pentingnya isi yang terkandung di dalam ungkapan kearifan lokal tersebut maka dilakukanlah upaya untuk melestarikannya dan salah satu jalan yaitu dengan mengadakan pendataan dan pengkajian terhadap ungkapan-ungkapan yang masih hidup di dalam masyarakat Melayu. Dari pesan kearifan lokal Robo-robo tersebut dapat digali nilai-nilai baik yang berupa nasihat, pujian maupun sindiran yang biasa terjadi dikalangan masyarakat Melayu. Nilai- nilai tersebut dapat dipetik berbagai pelajaran, untuk remaja agar bertingkah laku sesuai pesan adat yang tersebut pada nilai nilai kearifan lokal dan dapat menjadi suri teladan dalam kehidupan, (Natsir, 2014; Zulkarnain, 2018).

(10)

Nilai-Nilai dalam Budaya Robo-Robo

Adapun nilai yang terkandung dalam praktek lokal Robo-Robo meliputi Nilai Religious, wujud syukur kepada Allah SWT karena pada hari Rabu terakhir bulan Sapar (Hijriah) masyarakat memperoleh keberkahan. Meyakini bahwa Allah telah menciptakan langit dan bumi berserta seisinya agar hambanya senantiasa bersyukur atas berkahnya baik yang bersumber dari alam, sehingga masyarakat melayu peracaya dengan pentingnya menjaga alam. Nilai Dermawan, masyarakat saling berbagi, saling membahagiakan melalui doa bersama, berbagi makanan dan hasil laut. Nilai Keramahan dalam silaturahmi, moment ini ialah kesempatan bagi seluruh warga masyarakat untuk bersilaturahmi berkumpul mempererat persaudaraan, tradisi ini lahir dari etnis Melayu namun dalam pelaksanaannya semua warga baik Melayu maupun etnis lainnya bergabung menyaksikan tradisi ini sehingga dalam tradisi inilah letak silaturahmi, harmoni dalam keberagaman. Nilai Persahabatan, tradisi Robo-Robo tidak hanya membuat warga dari generasi tua yang hadir, melainkan tua, muda bahkan anak anak dengan suka cita hadir, dan melaksanakan tradisi ini.

Dari suasana kebersamaan dan silaturahmi ini tercipta persahabatan diantara warga. Tidak hanya dari lingkungan Masyarakat Sungai Kakap saja, bahkan wisatawan dari luar negeri sering menghadiri tradisi Robo-robo yang dilaksanakan tiap tahunnya. Nilai Persatuan dan Kesatuan/ pemersatu, moment silaturahmi. Robo- Robo secara langsung memberikan makna mempererat persatuan dan kesatuan, kekuatan utama sebaiknya dimiliki oleh insan, bersama dalam kebaikan, mewarisi dan mengimani nilai-nilai kebaikan dalam adat, karena nilai nilai adat memiliki pesan kearifan dan pedoman dalam hidup. Generasi penerus sudah seharusnya memupuk persatuan dan kesatuan agar warisan budaya ini tidak mudah luntur nilai-nilainya bahkan sampai hilang peradabannya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang disajikan, bahwa penguatan identitas nasional melalui Pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya:1) Integrasi pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal dalam desain kurikulum yang dilakukan melalui 4 pendekatan yaitu pendekatan kontribusi, aditif, transformasi, dan aksi sosial; 2) Optimalisasi

(11)

pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural dan kearifan lokal melalui pengajaran wawasan kebangsaan berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal yang didukung dengan ilmu pengetahuan sebagai alat pengendali konflik antar budaya daerah; 3) Penempatan pendidikan multikultural sebagai falsafah pendidikan, Pendekatan pendidikan bidang kajian dan bidang studi. Maka dapat disimpulkan bahwa makna dan nilai tradisi robo-robo sebagai pelestarian budaya lokal masyarakat Sungai Kakap adalah; (1) Robo-robo merupakan upacara tahunan yang besar dan sakral dilaksanakan oleh masyarakat Sungai Kakap pada pekan terakhir bulan Safar. (2) Tradisi robo-robo dilaksanakan pada hari Senin, Selasa dan Rabu di pekan terakhir bulan Safar.

DAFTAR PUSTAKA

Amirin, T. M. (2012). Implementasi Pendekatan Pendidikan Multikultural Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal di Indonesia.Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Vol. 1 No.1 Juni 2012, 1-16.

Banks, J. A. (2002). An introduction to multikultural education. Boston: Allyn and Bacon.

Batubara dan Santy, M. (2017). Kearifan Lokal Dalam Budaya Daerah Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Ipteks, Vol 2, No. 1.

Gobyah, I. K. (2009). Berpijak Pada Kearifan lokal. www.balipos.co.id.

Jim Ife (2002). Community Development. Community Based Alternative in a of Globalization. Australia: Longman is an Imprint of Paperson Education.

Liliweri, A. (2009). Prasangka dan Konflik, Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. Yogyakarta: LkiS.

Maulani, A. (2012). Transformasi Learning dalam Pendidikan Multikultural Keberagamaan. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Vol. 1, No.1 Juni 2012, 29-44.

Moleong, L. .(2002). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Remaja.

Narbuko, N., & Achmadi, A. (2009). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Natsir dkk. (2017). Ritual Ziarah Makam Opu Daeng Manambon Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat. Yogyakarta: Kepel Press

Natsir. (2014). Penanaman Nilai-Nilai Budaya Melayu Kalimantan Barat.

Nieto, S. (2000). Affirming Disversity: The Sociopolitical Context of Multicultural Education. New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Permana, R. C. E., Nasution, I. P., & Gunawijaya, J. (2011). Kearifan lokal tentang mitigasi bencana pada masyarakat Baduy. Makara Human Behavior Studies in Asia, 15(1), 67-76.

Ridwan, N.A. (2007). Landasan Keilmuan Kearifan Lokal. Jurnal Study Islam dan Budaya, Vol. 5 (1): 27-38.

Setiarsih, A. (2016). Penguatan Identitas Nasional Melalui Pendidikan Multikultural Berbasis Kearifan Lokal.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitiaan: Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D. Bandung:

Alfabeta.

Sukardi. (2015). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta:

PT Bumi Aksara.

Triandis, H. C. (1989). The self and social behavior in differing cultural contexts. Psychological review, 96(3), 506.

(12)

Wagiran. (2012). Pengembangan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Hamemayu Hayuning Buwana (Identifikasi Nilai-nilai Karakter Berbasis Budaya). Jurnal Pendidikan Karakter, Vol. 3 No. 1.

Widyastuti, M. (2021). Peran Kebudayaan Dalam Dunia Pendidikan. Jurnal Kebhinnekaan dan Wawasan Kebangsaan, Vol. 1 (1): 54-64.

Zulkarnain. (2018). Sejarah Budaya Robo’-robo’ Kabupaten Mempawah. Mempawah:

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Mempawah

Referensi

Dokumen terkait

Melalui kegiatan PPM IbM ini,tujuanyang akan dilakukan adalah : memberikan informasi pengetahuan dan ketrampilan IPTEKS diversifikasi pisang dan nanas dari daging

kehilangan data. 4) Untuk memberikan dampak riset yang lebih luas (wider dissemination). Data riset jika dikelola dengan format yang benar, akan memiliki nilai

Faktor eksternal yang menjadi pendukung pengembangan obyek wisata adalah sektor pariwisata berbasis alam yang semakin berkembang dan semakin diminati, penyerapan

Flechtheim dalam fundamentals of Political Science: pengertian ilmu politik yaitu ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari negara sejauh negara merupakan

Berdasarkan pengamatan dan data hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, disimpulkan bahwa penerapan strategi KWL dapat meningkatkan keterampilan membaca

Reaksi sikloadisi yang paling umum adalah siklisasi [4π + 2π] yang dikenal sebagai reaksi Diels-Alder!. Dalam terminologi Diels-Alder, dua reaktan disebut sebagai diena

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan, kepercayaan, dan loyalitas konsumen kopi bubuk cap Mutiara serta hubungan

Peta yang menggambarkan berbagai kenampakan yang ada dipermukaan bumi secara khusus. Misal peta pegunungan lahan. Peta ini merupakan peta yang khusus menunjukkan