• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS SISWA SMP

(Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas VII MTs Negeri Sukasari)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Matematika Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

Yuli Ayu Kusumawardhani 0605684

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS SISWA SMP

(Studi Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas VII MTs Negeri Sukasari)

Oleh

Yuli Ayu Kusumawardhani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Yuli Ayu Kusumawardhani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

April 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS SISWA SMP

(Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII MTs Negeri Sukasari)

Oleh

Yuli Ayu Kusumawardhani 0605684

Menyetujui:

Pembimbing I

Dr. Elah Nurlaelah, M.Si. NIP. 196411231991032002

Pembimbing II

Dr. H. Sufyani Prabawanto, M.Ed NIP. 196008301986031003

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

(4)

ABSTRAK

Yuli Ayu K. (0605684). Penerapan Model Pembelajaran Reciprocal

Teaching untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Siswa SMP.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP, padahal kemampuan ini sangat menentukan keberhasilan siswa. Pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis, salah satunya dengan model Reciprocal Teaching. Reciprocal Teaching dalam pembelajaran membiasakan siswa untuk melaksanakan keempat strategi pemahaman mandiri, diantaranya: menyimpulkan bahan ajar, menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya, menjelaskan kembali pengetahuan yang diperolehnya, dan memprediksi pertanyaan apa selanjutnya dari persoalan yang disodorkan kepada siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model Reciprocal Teaching dan membandingkannya dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol pretest dan post-test. Populasi pada penelitian adalah seluruh siswa kelas VII MTs. Sampel pada penelitian adalah dua kelas, yaitu: kelas VII-E sebagai kelas Reciprocal Teaching, kelas VII-D sebagai kelas Konvensional. Data penelitian diperoleh melalui tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan pokok bahasan segiempat, angket siswa, dan lembar observasi. Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun ajaran 2011/2012 ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran Reciprocal Teaching lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Secara umum, siswa memberikan respon positif terhadap model pembelajaran Reciprocal Teaching.

(5)

Yuli Ayu Kusumawardhani, 2013

ABSTRACT

Yuli Ayu K. (0605684). Application of Reciprocal Teaching Learning Model for Improving Mathematical Problem Solving Ability Junior High School Students.

The research was motivated by the lack of mathematical problem solving ability junior high school students, but this ability is greatly determine the success of students. Learning which gives students the opportunity to improve the ability of solving mathematical problems, one of them with a model of Reciprocal Teaching. Reciprocal Teaching in learning familiarize students to conduct independent fourth comprehension strategies, including: concluding materials, formulate questions and solve them, explaining again that the knowledge gained, and predict what the next question from the question posed to the students. This study aims to determine the increase in mathematical problem-solving ability of students receiving teaching Reciprocal Teaching model and compare it with the students who received conventional learning. The method used in this study is quasi-experimental control group design with pretest and post-test. The population in the study were all students of class VII MTs. The sample in the study were two classes, namely: class VII-E as Reciprocal Teaching class, a class VII-D as a conventional class. Data were obtained through a test of mathematical problem-solving ability of students to the subject of the square, student questionnaires and observation sheets. Results of research conducted in the academic year 2011/2012 showed that the increase in mathematical problem-solving ability of students receiving learning with Reciprocal Teaching learning model better than students who received conventional learning. In general, students responded positively to the learning model Reciprocal Teaching.

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR DIAGRAM ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Hipotesis Penelitian.. ... 7

F. Definisi Operasioanl ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pemecahan Masalah Matematis dalam Pembelajaran ... 9

B. Model Pembelajaran Reciprocal Teaching ... 15

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 19

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

C. Instrumen Penelitian ... ... 20

1. Instrumen Pembelajaran……….. ... 20

2. Instrumen Pengumpulan Data ... 20

a. Tes Pemecahan Masalah Matematis ... 21

1) Validitas Tes ……….. ... 22

2) Reliabilitas Tes……… ... 23

3) Daya Pembeda……… ... 24

(7)

Yuli Ayu Kusumawardhani, 2013

4) Indeks Kesukaran……… ... 25

b. Instrumen Non Tes ... 26

1) Angket ………...………... ... 26

2) Lembar Observasi ... 26

D. Prosedur Penelitian ... 27

E. Teknik Pengolahan Data ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 33

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 33

a. Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan masalah Matematis... ... 33

b. Indeks Gain (IG) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 36

2. Analisis Data Kualitatif ... 40

a. Angket... 40

b. Lembar Observasi ... 44

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 47

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 47

2. Sikap Siswa terhadap Model Pemb.Reciprocal Teaching ... 49

3. Deskripsi Model Pembelajaran Reciprocal Teaching……50

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 52

B. Rekomendasi ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 57

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era global dan era perdagangan bebas ini, kemampuan bernalar serta

kemampuan berpikir tingkat tinggi akan sangat menentukan keberhasilan para

siswa. Keberhasilan para siswa tentu saja ditunjang oleh mutu pendidikan yang

berkualitas. Pemerintah terus berusaha meningkatkan mutu pendidikan melalui

berbagai inovasi, diantaranya inovasi di bidang sistem pendidikan, kurikulum,

sarana dan prasarana belajar, serta metode pengajaran dan peningkatan kualitas

guru sebagai pengajar.

Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan,

dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional adalah dengan cara membuat

kurikulum yang berkualitas, hal ini dituangkan melalui Permen No.23 Tahun

2006 mengeluarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Adapun SKL untuk

mata pelajaran matematika adalah:

1. Memahami konsep matematis, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat melakukan manipulasi matematis

dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematis.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematis, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi

yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atas media lain

(9)

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan Permen di atas, kemampuan pemecahan masalah matematis

merupakan salah satu kemampuan yang penting dan harus dimiliki oleh peserta

didik. Oleh karena itu, kemampuan tersebut perlu dikembangkan dalam diri

peserta didik. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Suherman

(2003:89) yaitu bahwa “pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum

matematika yang sangat penting, karena dalam proses pembelajaran maupun

penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan

pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada

pemecahan masalah yang tidak rutin”.

Banyak siswa yang mendapat kesulitan menghadapi pemecahan masalah,

meskipun telah banyak mendapat bantuan guru. Padahal pemecahan masalah ini

akan sangat menentukan juga terhadap keberhasilan pendidikan matematika. Hal

itu berdasarkan fakta yang berasal dari temuan hasil survei yang telah dilakukan

oleh Suryadi et al. (Suherman, 2003:89) dalam surveinya tentang current

situation on mathematics and science education in Bandung yang disponsori

oleh JICA, antara lain menemukan bahwa

Pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kegiatan matematika yang dianggap penting baik oleh para guru maupun siswa di semua tingkatan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Umum (SMU). Akan tetapi, hal tersebut masih dianggap sebagai bagian yang paling sulit dalam matematika baik bagi siswa dalam mempelajarinya maupun bagi guru dalam mengajarkannya.

Menurut Wahyudin (Rahman, 2004:4), „penyebab rendahnya pemahaman

siswa dalam pembelajaran matematika diantaranya karena proses pembelajaran

yang belum optimal.‟ Proses pembelajaran yang ada pada saat ini, yaitu

(10)

3

yang telah dipersiapkan sebelumnya, sedangkan siswa hanya sebagai penerima

informasi. Akibatnya siswa hanya mengerjakan apa yang dicontohkan oleh guru,

tanpa tahu makna dan pengertian dari apa yang mereka kerjakan. Hal ini

menyebabkan siswa kurang memiliki kemampuan mengidentifikasi unsur yang

diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan dari

permasalahan; merumuskan masalah matematika/menyusun model matematika;

menerapkan strategi penyelesaian berbagai masalah (baik yang sejenis maupun

masalah baru) di dalam atau di luar matematika; menjelaskan atau

menginterpretasi hasil sesuai dengan permasalahan asal; dan menggunakan

matematika secara bermakna. Kelima kemampuan tersebut merupakan indikator

kemampuan pemecahan masalah matematis.

Peningkatan pemecahan masalah dapat dilakukan dengan pemilihan

metode pembelajaran yang sesuai dan tepat sehingga siswa dapat lebih

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematisnya.

Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk dapat mengkondisikan

siswa dan memotivasi siswa untuk belajar secara aktif atas dasar kemampuan dan

keinginan sendiri. Siswa tidak hanya sekedar meniru apa yang dilakukan guru.

Karena faktor terpenting dalam pembelajaran adalah apa yang diketahui siswa,

bukan mengajari siswa seolah-olah tidak tahu apapun, sehingga harus diajari

berbagai hal. Ausubel (Firmansyah, 2008:2) menyatakan, „the most important

sign factor influecting learning is what the learner already knows. Ascertain this

and teach him accordingly’. Oleh karena itu, tugas guru sebagai pemberi ilmu

harus sudah bergeser kepada peran baru yang lebih kondusif bagi siswa untuk

menyiapkan masa depannya. Sependapat dengan hal itu, Sukarmand

(Firmansyah, 2008:2) menyatakan „tugas pendidik adalah bagaimana

mempersiapkan anak didik untuk memasuki suatu kehidupan di masa depan yang

belum pernah ada dan belum pernah diketahui dengan pasti karena lebih bersifat

(11)

Berdasarkan pendapat di atas, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang

tepat diperlukan suatu model pembelajaran matematika yang memberikan

kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, lebih aktif dan kreatif yaitu

dengan model pembelajaran reciprocal teaching.

Reciprocal teaching merupakan model pembelajaran yang menekankan

siswa untuk membaca, menggali dan mengkonstruksi pembelajaran matematika

sehingga tidak menerima dari guru saja, melainkan harus mencari sendiri

pengetahuan yang diinginkannya. Dalam penerapannya, reciprocal teaching

memiliki empat strategi, yaitu: menyimpulkan bahan ajar, menyusun pertanyaan,

dan menyelesaikannya, menjelaskan kembali pengetahuan yang diperolehnya,

kemudian memprediksi pertanyaan apa selanjutnya dari persoalan yang

disodorkan kepada siswa.

Pembelajaran matematika melalui reciprocal teaching dapat memberikan

kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah,

karena siswa dibiasakan membuat kesimpulan setelah menganalisis suatu materi,

menyusun pertanyaan dari materi tersebut dan menyelesaikannya. Hal itu sejalan

dengan indikator dari pemecahan masalah, yaitu mengidentifikasi unsur yang

diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan dari

permasalahan; merumuskan masalah matematika/menyusun model matematika;

dan menerapkan strategi penyelesaian berbagai masalah (baik yang sejenis

maupun masalah baru) di dalam atau di luar matematika. Selanjutnya strategi

reciprocal teaching yang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan

masalah siswa yaitu memprediksi pertanyaan selanjutnya dari persoalan yang

diberikan dan menjelaskan pengetahuan yang diperolehnya, strategi tersebut

dapat membantu siswa untuk menjelaskan atau menginterpretasi hasil sesuai

dengan permasalahan asal; dan menggunakan matematika secara bermakna.

Selain itu, manfaat dari pembelajaran ini menurut Alvermann (Reilly

2009:185) adalah “meningkatkan pemahaman tentang tugas-tugas kompleks

(12)

5

motivasi.” Dan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Reilly et

al. (2009:188) menyebutkan. “those using the reciprocal teaching for

mathematical strategy appear to be more engaged and more groups were able to

succesful solve the problem.” Maksudnya, pengajaran menggunakan reciprocal

teaching yang melibatkan kelompok-kelompok didalamnya lebih mampu berhasil

memecahkan masalah.

Berdasarkan pada uraian di atas penulis tertarik ingin mengetahui

peningkatan pemecahan masalah matematis siswa dalam pembelajaran

matematika menggunakan model reciprocal teaching, yang dituangkan dalam

judul penelitian “Penerapan Model Reciprocal Teaching dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan model reciprocal teaching lebih baik

daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?

2. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika melalui model

pembelajaran reciprocal teaching?

C. Tujuan Penelitian

Berpedoman pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk:

1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model reciprocal

teaching lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran

(13)

2. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika melalui model

pembelajaran reciprocal teaching.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan memberikan konstribusi

positif dalam pendidikan dan berguna bagi penulis, siswa, dan praktisi lapangan.

1. Bagi penulis, memberikan gambaran yang jelas tentang penerapan model

Reciprocal Teaching dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis.

2. Bagi siswa, diharapkan dengan Reciprocal Teaching siswa dapat lebih mudah

dalam menyelesaikan pemecahan masalah matematis.

3. Bagi praktisi lapangan, sebagai bahan masukan (alternatif) pembelajaran

matematika di kelas.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis dari penelitian ini

adalah “peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Reciprocal Teaching lebih baik daripada siswa

yang memperoleh pembelajaran konvensional.”

F. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan dalam mengartikan istilah yang digunakan dalam

penelitian ini, perlu dijelaskan beberapa istilah atau definisi operasional yaitu:

a. Reciprocal Teaching adalah suatu model pembelajaran yang menekankan

siswa untuk membaca, menggali dan mengkonstruksi pembelajaran, dimana

dalam pembelajarannya membiasakan siswa untuk melaksanakan keempat

strategi pemahaman mandiri, yaitu:

1. menyimpulkan bahan ajar.

(14)

7

3. menjelaskan kembali pengetahuan yang diperolehnya.

4. memprediksi pertanyaan apa selanjutnya dari persoalan yang

disodorkan kepada siswa.

b. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis adalah suatu kemampuan siswa

dalam menyelesaikan masalah matematis yang bersifat tidak rutin. Dalam

penelitian ini masalah matematis yang dimaksud berupa masalah yang

memiliki jawaban tunggal. Langkah-langkah yang digunakan untuk

menyelesaikan masalah matematis ini, diantaranya: memahami masalah,

merencanakan pemecahannya, menyelesaikan masalah sesuai rencana serta

memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian. Indikator yang

dipergunakan yaitu:

1. Mengidentifikasi unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan

kecukupan unsur yang diperlukan.

2. Merumuskan masalah matematika/menyusun model matematika.

3. Menerapkan strategi penyelesaian berbagai masalah (baik yang sejenis

maupun masalah baru) di dalam atau di luar Matematika.

4. Menjelaskan atau menginterpretasi hasil sesuai dengan permasalahan

asal.

5. Menggunakan matematika secara bermakna.

c. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran biasa yang menggunakan

metode ekspositori, dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:

1. guru menyampaikan materi,

2. guru memberikan contoh soal, dan

(15)

O X O

O O

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa SMP. Pembelajaran yang dilakukan menggunakan

model reciprocal teaching pada kelompok eksperimen dan pembelajaran

konvensional pada kelas kontrol.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi

eksperimen, dimana subjek tidak dikelompokkan secara acak melainkan peneliti

menerima keadaan subjek seadanya.

Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol

pretes-postes. Dalam penelitian ini terdapat dua kelas yang diambil secara acak, yaitu

kelas kontrol dan kelas eksperimen, serta adanya pretes dan postes di setiap

kelas.

Berdasarkan uraian tersebut, maka desain penelitian yang digunakan

digambarkan sebagai berikut:

Keterangan :

O : Tes awal (pre-test), tes akhir (post-test)

X : Pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran

Reciprocal Teaching

Kelompok eksperimen diberi perlakuan, yaitu model pembelajaran

Reciprocal Teaching. Sementara kelas kontrol menggunakan pembelajaran

(16)

18

(pretes) untuk mengukur kemampuan awal pemecahan masalah matematis

siswa. Setelah mendapat perlakuan, dilakukan tes akhir (postes) untuk melihat

peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII MTs

Negeri Sukasari Cimahi. Dari sepuluh kelas VII yang ada dipilih dua kelas

secara acak untuk dijadikan sampel penelitian, satu kelas yaitu VII-D sebanyak

35 orang dijadikan kelompok kontrol dan kelas yang lainnya yaitu VII-E

sebanyak 37 orang siswa dijadikan kelompok eksperimen.

C. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, digunakan beberapa

instrumen, yang terdiri dari:

1. Instrumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Sebelum melaksanakan pembelajaran di kelas, seorang guru harus

mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan selama proses

pembelajaran. Salah satu yang harus dipersiapkan sebelum pelaksanaan

pembelajaran adalah rencana pembelajaran. Dalam penelitian ini,

penyusunan RPP disesuaikan dengan pembelajaran model Reciprocal

Teaching.

b. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Pada penelitian ini, LKS disusun berdasarkan karakteristik model

Reciprocal Teaching. LKS dibuat untuk mengetahui perkembangan

(17)

siswa. Petunjuk tersebut akan mengarahkan siswa untuk menjawab

permasalahan dan menemukan konsep.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari:

a. Tes pemecahan masalah matematis

Tes adalah alat untuk mendapatkan data atau informasi yang

dirancang khusus sesuai dengan karakterisrik informasi yang diinginkan

penilai, biasa juga disebut sebagai alat ukur. Instrumen tes yang

digunakan dalam penelitian ini adalah tes pemecahan masalah. Tes ini

dilakukan dua kali yaitu sebelum perlakuan (pretes) dan sesudah

perlakuan (postes). Adapun tes yang digunakan untuk pretes dan postes

merupakan tes yang sama, dimaksudkan supaya tidak ada pengaruh

perbedaan kualitas instrumen terhadap perubahan pengetahuan dan

pemahaman yang terjadi.

Tipe tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe uraian.

Adapun alasan pemilihan tipe uraian adalah sebagai berikut:

a) Dengan tes tipe uraian, maka proses berfikir dan ketelitian siswa dapat

dilihat melalui langkah-langkah penyelesaian soal karena siswa

dituntut untuk menyelesaikan soal secara rinci.

b) Guru diharapkan mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan

soal dan sejumlah penguasaan siswa terhadap konsep materi yang

telah diajarkan.

c) Guru diharapkan mengetahui kesulitan yang dialami siswa serta

kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal.

d) Terjadinya bias hasil evaluasi dapat dihindari, karena tidak ada sistem

tebakan atau untung-untungan. Hasil evaluasi lebih dapat

mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya.

e) Akan menimbulkan aktivitas dan kreativitas positif siswa karena tes

(18)

20

menyampaikan pendapat dan argumentasi, mengaitkan fakta-fakta

yang relevan.

Instrumen tes diuji cobakan kepada siswa kelas VIII SMP Negeri 6

Cimahi. Setelah data hasil uji coba diperoleh kemudian setiap butir soal akan

dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya

pembedanya. Pengolahan data ini dilakukan dengan Microsoft Office Excel

2007, hasilnya sebagai berikut:

a. Validitas Butir Soal

Definisi validitas diungkapkan oleh Suherman (2003: 102)

yaitu “suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat

tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi.” Oleh

karena itu, keabsahan alat evaluasi tergantung pada sejauh mana

ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan fungsinya. Dengan

demikian suatu alat evaluasi disebut valid jika ia dapat mengevaluasi

dengan tepat sesuatu yang dievaluasi itu.

Cara menentukan tingkat validitas soal ialah dengan

menghitung koefisien korelasi antara alat evaluasi yang akan diketahui

validitasnya dengan alat ukur lain yang telah dilaksanakan dan

diasumsikan telah memiliki validitas yang tinggi. Nilai rxydiartikan

sebagai nilai koefisien korelasi, dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.1

Interpretasi Validitas Nilai rxy

Nilai Keterangan

0  xy Validitas sangat tinggi

90

0  xy Validitas sangat rendah

00 , 0

(19)

Koefisien validitas butir soal diperoleh dengan menggunakan rumus

korelasi product-moment memakai angka kasar (raw score), yaitu :

 

Dengan: n : banyaknya subyek (testi),

X : skor setiap butir soal,

Y : skor total butir soal.

Berdasarkan hasil pengolahan data, validitas untuk tiap butir

soal yang diperoleh dalam uji coba instrumen ditunjukkan pada Tabel

3.2 di bawah ini:

Tabel 3.2

Validitas Tiap Butir Soal

No. Soal

Koefisien

Validitas Kriteria

1 0,91 Validitas Sangat Tinggi

2 0,92 Validitas Tinggi

3 0,82 Validitas Tinggi

4 0,91 Validitas Sangat Tinggi b. Reliabilitas tes

Suatu alat evaluasi disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut

relatif sama (konsisten atau ajeg) jika digunakan untuk subjek yang

sama (Suherman, 2003:131). Tolak ukur untuk menginterpretasikan

derajat reliabilitas alat evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang

dibuat oleh J.P. Guilford (Suherman, 2003:139) sebagai berikut:

Tabel 3.3

Interpretasi Reliabilitasr11

Koefisien reliabilitas

 

r11 Keterangan

 

r11 0,20 Reliabilitas sangat rendah

(20)

22

Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas soal bentuk

uraian adalah dengan rumus Alpha sebagai berikut:

Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh reliabilitas sebesar

0,88. Kriteria yang diperoleh termasuk ke dalam kriteria tinggi.

c. Daya Pembeda

Dalam Suherman (2003:159) dijelaskan “bahwa daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan

antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah”. Derajat daya pembeda (DP) suatu butir soal dinyatakan dengan Indeks Diskriminasi yang bernilai dari -1,00 sampai

dengan 1,00. Rumus untuk menentukan daya pembeda adalah:

A

JBA: Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar,

atau jumlah benar untuk kelompok atas.

JBB : Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan

benar, atau jumlah benar untuk kelompok bawah.

JSA :Jumlah siswa kelompok atas

Adapun klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banyak

(21)

Tabel 3.4

Interpretasi Indeks daya pembeda

Nilai Keterangan

Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh daya pembeda tiap butir soal pada Tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5

Daya Pembeda Tiap Butir Soal

No Soal Nilai Interpretasi

1 0,54 Baik

2 0,59 Baik

3 0,41 Baik

4 0,74 Sangat Baik

d. Indeks Kesukaran

Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan

yang disebut indeks kesukaran (Difficulty Index). Bilangan tersebut adalah

bilangan real pada interval (kontinum) 0,00 sampai dengan 1,00. Soal

dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti butir soal tersebut terlalu

sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran 1,00 berarti soal tersebut

terlalu mudah. Rumus untuk menentukan indeks kesukaran butir soal,

yaitu (Suherman, 2003: 169-170):

A

(22)

24

Tabel 3.6

Interpretasi Indeks Kesukaran

IK Keterangan

IK = 0,00 Soal terlalu sukar 0,00 < IK  0,30 Soal sukar 0,30 < IK  0,70 Soal sedang 0,70 < IK < 1,00 Soal mudah

IK = 1,00 Soal terlalu mudah

Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh indeks kesukaran untuk

tiap butir soal disajikan pada Tabel 3.7 berikut ini:

Tabel 3.7

Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal

No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,71 Mudah

2 0,64 Sedang

3 0,42 Sedang

4 0,44 Sedang

b. Instrumen Non Tes

1) Angket

Angket digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap

pembelajaran yang dilakukan. Skala penilaian yang digunakan adalah

Skala Likert. Dalam Skala Likert siswa memiliki 4 pilihan sikap yang

sesuai dengan pernyataan secara terurut yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju

(S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan bobot

penilaian 1 sampai dengan 5. Namun, dalam penelitian ini

alternativerespon ragu-ragu tidak digunakan dengan alasan agar sikap

yang diberikan oleh siswa mencerminkan (memihak) kearah sikap positif

atau negatif.

(23)

Observasi adalah suatu teknik evaluasi non tes yang

menginventarisasikan data tentang sikap dan kepribadian siswa dalam

kegiatan belajarnya (Suherman, 2003: 62). Lembar observasi berupa

daftar isian yang diisi oleh pengamat. Lembar observasi tersebut

digunakan untuk melihat dan mengamati aktivitas guru serta siswa selama

proses pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran

reciprocal teaching

D. Prosedur Penelitian

Untuk mengontrol dan mengarahkan penelitian yang dilakukan agar

dapat berjalan secara efektif dan efisien, maka dirancang suatu prosedur

penelitian yang terencana. Sesuai dengan maksudnya, prosedur penelitian

merupakan arahan dalam melaksanakan penelitian dari awal hingga akhir.

Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari 4 tahapan, yaitu:

1. Tahap Persiapan

a. Identifikasi masalah yang terjadi pada pembelajaran di tingkat SMP.

b. Membuat proposal penelitian.

c. Melaksanakan seminar proposal penelitian.

d. Menyusun komponen-komponen pembelajaran, meliputi bahan ajar serta

instrumen penelitian.

e. Mengajukan permohonan uji instrument dan perijinan penelitian.

f. Melakukan uji coba instrumen penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Memberikan tes awal (pretest) pada kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis awal

siswa.

b. Menerapkan proses pembelajaran dengan model reciprocal teaching pada

kelompok eksperimen dan pembelajaran secara klasikal pada kelompok

(24)

26

c. Melaksanakan observasi kegiatan pembelajaran pada kelas eksperimen.

d. Pengisian angket sikap siswa terhadap pembelajaran matematika pada

kelas eksperimen.

e. Memberikan tes akhir (posttest) kepada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis

siswa setelah pembelajaran.

3. Tahap Analisis Data

a. Pengumpulan data kuantitatif dan data kualitatif.

b. Pengolahan dan penganalisisan data kuantitatif berupa pretes dan postes

kemampuan pemecahan masalah matematis.

c. Pengolahan data kualitatif berupa angket skala sikap dan lembar

observasi.

4. Tahap Pembuatan Kesimpulan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah membuat kesimpulan

hasil penelitian berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskan.

E. Teknik Pengolahan Data

Data yang akan diperoleh dari hasil penelitian terbagi menjadi dua bagian

yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes,

sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil observasi, dan pengisian angket.

Penjelasan dari teknik pengolahan data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Pengolahan Data Kuantitatif

Data yang bersifat kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes diolah

menggunakan program SPSS. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan

menggunakan uji statistik terhadap hasil data pretes, postes, dan indeks gain

(normalized gain) dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Indeks gain ini

dihitung dengan rumus, yaitu:

(25)

Adapun untuk kriteria rendah, sedang dan tinggi mengacu pada

kriteria Hake, yaitu sebagai berikut:

Table 3.8 Kriteria Gain

Gain Interpertasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g < 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

Langkah-langkah pengujian hipotesis yang ditempuh untuk data

pretes, postes dan indeks gain adalah sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui data dari masing-masing

kelompok sampel berdistribusi normal atau tidak. Data-data yang diuji

adalah data pretes kelas kontrol, pretes kelas eksperimen, postes kelas

kontrol, postes kelas eksperimen, gain kelas kontrol dan gain kelas

eksperimen. Dalam uji normalitas ini digunakan uji Shapiro –Wilk.

Jika data berasal dari distribusi yang normal, maka analisa data

dilanjutkan dengan uji homogenitas varians untuk menentukan uji

parametrik yang sesuai. Namun, jika data berasal dari populasi yang tidak

berdistribusi normal, maka tidak dilakukan uji homogenitas varians tetapi

langsung dilakukan uji kesamaan dua rata-rata (uji non-parametrik) yaitu

dengan menggunakan Mann Whitney U.

b. Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians dilakukan jika data yang diolah

berdistribusi normal. Uji homogenitas ini dilakukan untuk mengetahui

apakah variansi populasi data yang diuji memiliki variansi yang homogen

atau tidak. Dalam hal ini yang akan diuji adalah indeks gain kelas kontrol

(26)

28

digunakan uji Levene Test dengan mengambil taraf kepercayaan 95%

(taraf signifikansi 5%).

Jika data yang dianalisis berdistribusi normal dan homogen,

maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t. Jika data yang dianalisis

berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t’.

Diagram 3.1 Prosedur Pengolahan Data Kuantitatif

2. Pengolahan Data Kualitatif

Data kualitatif diperoleh dari angket skala sikap, dan lembar observasi.

a. Pengolahan Data Angket Skala Sikap

Data yang diperoleh melalui skala sikap dikelompokkan berdasarkan

siswa yang menjawab SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju),

dan Sangat Tidak Setuju (STS) untuk tiap pernyataan yang

diberikan.Setiap jawaban siswa diberi bobot. Pembobotan yang dipakai

(27)

Tabel 3.9

Kategori Jawaban Angket

Jenis Pernyataan

Skor

SS S TS STS

Positif 5 4 2 1

Negatif 1 2 4 5

Selanjutnya hasil skala sikap ini dihitung persentasenya dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

p = 100%

Dengan :

p: Persentase jawaban

f: Frekuensi jawaban

n : Banyaknya responden (siswa)

Sebagai tahap akhir, dilakukan penafsiran atau interpretasi dengan

menggunakan kategori presentase, sebagai berikut:

Tabel 3.10 Kriteria Skala Sikap

Presentase Kriteria

0% Tidak ada

1% - 25% Sebagian kecil 25% - 49% Hampir setengahnya

50% Setengahnya

51% - 74% Sebagian besar 75% - 99% Hampir seluruhnya

100% Seluruhnya

b. Pengolahan Data Observasi

Pengolahan data observasi dilakukan dengan menganalisis

(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dijelaskan pada bab

sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

memperoleh model pembelajaran Reciprocal Teaching lebih baik daripada siswa

yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran matematika setelah

memperoleh model pembelajaran Reciprocal Teaching. Hal itu ditunjukkan

dengan antusiasme siswa selama pembelajaran berlangsung. Menurut pendapat

siswa, pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Reciprocal

Teaching dapat membantu mereka dalam memahami konsep matematika yang

dipelajari. Siswa diberi kesempatan untuk belajar mandiri, mendiskusikan

permasalahan dalam Lembar Kerja Siswa dengan teman kelompoknya sehingga

siswa lebih terlatih menghadapi pemecahan masalah matematis. Siswa pun

merasa senang ketika harus mempresentasikan hasil diskusi dan menanggapi

hasil presentasi.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka peneliti

merekomendasikan hal-hal berikut:

1. Guru dapat menggunakan model pembelajaran reciprocal teaching dalam

pembelajaran matematika untuk materi-materi tertentu sebagai alternatif model

pembelajaran.

2. Apabila akan melakukan penerapan pembelajaran matematika dengan

(29)

cukup lama agar tercapai hasil yang diinginkan, menyiapkan Lembar Kerja

Siswa dengan menggunakan bahasa yang mudah dicerna siswa.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat sejauh mana penerapan

model reciprocal teaching dengan pokok kajian yang lebih luas dan populasi

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (1990). Manajemen Penelitian. Yogyakarta : Rineka Cipta.

Firmansyah, Agus. (2008). Pengaruh Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Reciprocal Teaching Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Gani, R.A. (2004). Pengaruh Penerapan Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Menengah Umum di Bandung. Tesis Jurusan Pendidikan Matematika PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Hasbullah. (2000). Penerapan Model Pengajaran Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Madrasah Aliyah. Tesis Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Hudojo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. JICA: Universitas Negeri Malang.

Komariah. (2001). Pengembangan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SD Melalui Kegiatan Diskusi Kelompok. Tesis Jurusan Pendidikan Matematika PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Krismayanti, R. (2004). Peningkatan Kemampuan Elaborasi Siswa SMP Melalui Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pemecahan Masalah. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Muncarno. (2001). Langkah-Langkah Pemecahan Masalah dalam Soal Cerita untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD. Tesis Jurusan Pendidikan Matematika PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

(31)

Jurusan Pendidikan Matematika PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Reilly, Yvonne dkk. (2009). Rediprocal Teaching in Mathematics. [online]. Tersedia : http://www.mav.vic.edu.au/files/conferences/2009/13Reilly.pdf

[08 maret 2011].

Russefendi, ET.(1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Meningkatkan CBSA. Bandung:Tarsito.

Sugandi, A.I. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI Pada Siswa SMU. Tesis Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Suherman,E., dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA : FPMIPA UPI Bandung.

Sumarmo, dkk. (1993). Peranan Kemampuan Logic dan Kegiatan Belajar terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah pada Siswa di Kota Bandung. Laporan penelitian IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternative Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan pada Guru dan Siswa di Kodya Bandung. Laporan penelitian IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Surbakti, J. (2002). Strategi Heuristic Model Polya pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika. Tesis Jurusan Pendidikan Matematika PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Suwangsih, Erna. (2004). Peningkatan Lemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SD melalui Pembelajaran Kooperatif. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka

Uyanto, S. S. 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu

Van Garderen, Delinda. (2004). Reciprocal Teaching as a Comprehension Strategy for Understanding Mathematical Word Problems. [online]. Tersedia :

http://www.informaworld.com/smpp/title-content=t713775334 [29 April

(32)

54

Gambar

Interpretasi Validitas Nilai Tabel 3.1 rxy
Tabel 3.2 Validitas Tiap Butir Soal
Tabel 3.4 Interpretasi Indeks daya pembeda
Tabel 3.6 Interpretasi Indeks Kesukaran
+3

Referensi

Dokumen terkait

Landasan teori yang digunakan adalah teori Wardaugh (2010), Dalam teori tersebut menjelaskan tentang Pembagian tipe code mixing dibagi menjadi dua bagian,

[r]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kinerja keuangan (ROA) terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL),

Pengukuran indikator kinerja sasaran persentase dokumen perencanaan yang tepat waktu dilakukan dengan membandingkan antara jumlah dokumen perencanaan Pemerintah Kabupaten

Scanned by CamScanner... Scanned

Mohon untuk diberikan perpanjangan masa studi selama 1 (satu) semester, yaitu semester Gasal (I) Tahun Akademik 2017/2018.. Adapun perkembangan studi saya, saat ini pada

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION) BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER UNTUK MEMINIMALISIR MISKONSEPSI HUKUM NEWTON..

The Delphi Method for Internationalization of Higher Education in Pakistan:Integrating Theory of Constraints and Quality Function Deployment.. Pakistan : Departmen of