• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE (FSLC) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIK SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE (FSLC) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIK SISWA SMP."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOPERATIF TIPE

FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE (FSLC) DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIK SISWA SMP

(Penelitian Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas VIII SMP N 4 Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Matematika

Oleh

Noviawati 0902076

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOPERATIF TIPE

FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE (FSLC) DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIK SISWA SMP

Oleh

Noviawati

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada

Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Noviawati 2013

Universitas Pendidikan Indonesia Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

NOVIAWATI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE (FSLC) DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIK SISWA SMP

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. H. Karso, M. M.Pd. NIP. 195509091980021001

Pembimbing II

Kartika Yulianti, S. Pd., M.Si. NIP. 198207282005012001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI

(4)

ABSTRAK

Noviawati. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) dalam Pembelajaran Matematika

untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa SMP.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan penalaran induktif matematik siswa sehingga diperlukan alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan penalaran induktif matematik siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran induktif matematik siswa SMP yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional, untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dan desain kelompok kontrol non ekivalen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 4 Bandung dengan sampelnya sebanyak 2 kelas yaitu kelas 8I dan 8F. Adapun data penelitian diperoleh melalui tes kemampuan penalaran induktif matematik, angket, jurnal harian, serta lembar observasi. Berdasarkan hasil analisis terhadap data-data yang terkumpul, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah peningkatan kemampuan penalaran induktif matematik siswa SMP yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional, respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) adalah positif.

(5)

ABSTRACT

Noviawati. 2013. Application of Cooperative Learning Model:

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC): A Case of Teaching Mathematics to Improve

Mathematical Inductive Reasoning Ability in Junior High School Students.

This research is motivated by the lack of mathematical reasoning skills students requiring inductive alternative learning can improve students' mathematics inductive reasoning. The purposes of this study were to determine whether the increase in inductive reasoning ability in junior high school students acquire mathematical learning of mathematics with a type of cooperative model: Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) higher than students who received conventional learning models, to find out the students’ responses on study of mathematics by using cooperative learning model: Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). This study was using a quasi-experimental and non-equivalent control group design. The population in this study were all students of class VIII Junior High School 4 Bandung with 2 classes sample namely class 8I and 8F. The data were obtained through mathematical inductive reasoning ability tests, questionnaires, daily journals, and the observation sheet. Based on the analysis of the data collected, the conclusions of this study were improved inductive reasoning ability in junior high school students acquire mathematical learning of mathematics with a type of cooperative model: Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) higher than students who acquired conventional learning model, the students’ responses towards learning using cooperative learning model: Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) is positive.

(6)

vi

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

F. Definisi Operasional... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif Matematik ... 8

B. Model Pembelajaran Kooperatif ... 10

C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Formulate-Share- Listen-Create (FSCL) ...13

D. Hipotesis ... 15

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 16

B. Populasi dan Sampel ... 17

C. Instrumen Penelitian 1. Instrumen Tes ... 17

2. Instrumen Non Tes ... 24

(7)

D. Prosedur Penelitian... 25

E. Teknik Analisis Data 1. Data Kuantitatif ... 27

2. Data Kualitatif ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil pengolahan Data Kuantitatif 1. Analisis Data Tes Awal ... 32

2. Analisis Data Tes Akhir ... 35

B. Hasil Pengolahan Data Kualitatif 1. Deskriptif Data Angket ... 38

2. Deskriptif Jurnal harian Siswa ... 45

3. Deskriptif Data Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa ... 46

C. Pembahasan ... 49

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era globalisasi seperti sekarang ini, kemajuan suatu negara tidak luput

dari beberapa faktor pendukung, salah satunya adalah pendidikan. Namun fakta

yang terjadi sekarang, banyak bermunculan permasalahan pendidikan. Salah satu

masalah tersebut adalah rendahnya hasil belajar siswa di sekolah, terutama dalam

pendidikan matematika.

Terbukti dari survey internasional TIMSS (Trends In Internasional

Mathematics and Science Study) dimana pada tahun 2007 berada pada peringkat

36 dari 49 negara dan tahun 2011 berada pada peringkat 38 dari 42 negara. Selain

itu, berdasarkan PISA (Programme for Internasional Student Assessment),

kemampuan matematika Indonesia pada tahun 2006 peringkat 50 dari 57 peserta

dan tahun 2009 peringkat 61 dari 65 peserta.

Keadaan seperti ini harus segera diatasi atau dicari jalan keluarnya,

mengingat bahwa matematika memegang peranan penting dalam mengasah daya

nalar siswa jika mereka belajar matematika secara benar. Sebagaimana

diungkapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tahun 2003

bahwa „tujuan pertama dari pembelajaran matematika adalah melatih cara berfikir

dan bernalar dalam menarik kesimpulan‟ (Nesa, 2012:2). Sehingga sangat jelas

bahwa matematika dan kemampuan penalaran merupakan dua hal yang tidak

dapat dipisahkan.

Adapun yang dimaksud penalaran itu sendiri adalah “proses berfikir yang

dilakukan dengan satu cara untuk menarik kesimpulan” (Herdian, 2010).

Sedangkan menurut Shurter dan Pierce (Sumarmo, 1987: 31) penalaran

didefinisikan sebagai „proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan

(9)

ditinjau, serta dampak diperkirakan. Jadi, penalaran adalah proses berfikir lebih

tinggi daripada pemahaman untuk mencapai kesimpulan logis berdasarkan fakta

dan sumber yang relevan.

Dilihat dari prosesnya penalaran terdiri atas penalaran deduktif dan

penalaran induktif. “Penalaran deduktif adalah proses penalaran yang

konklusinya diturunkan secara mutlak menurut premis-premisnya” (Herdian,

2010). Sedangkan Suratman (Nesa, 2012:20) mengungkapkan bahwa:

Penalaran induktif adalah penalaran yang dimulai dengan menguji contoh-contoh khusus yang berupa fakta, kaidah, atau prinsip untuk menggambarkan suatu konklusi atau aturan umum sebagai akibat dari pengamatan terhadap contoh khusus tersebut.

Kesimpulan umum dari penalaran induktif tidak merupakan bukti. Hal

tersebut dikarenakan aturan umum yang diperoleh ditarik dari pemeriksaan

beberapa contoh khusus yang benar, tetapi belum tentu berlaku untuk semua

kasus.

Sumarmo (Nesa, 2012:2) menyatakan bahwa „penalaran induktif

merupakan penalaran yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang dalam

kehidupan sehari-hari‟. Penalaran induktif sangat penting dalam perkembangan

ilmu pengetahuan, karena tanpa adanya kesimpulan ataupun pernyataan baru yang

bersifat umum, ilmu pengetahuan tidak akan berkembang. Oleh karena itu, dalam

menunjang keberhasilan pembelajaran matematika, kompetensi penalaran sangat

diperlukan.

Fakta yang terjadi sekarang, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh

Priatna (2003), „kemampuan penalaran dan pemahaman siswa SLTP di kota

Bandung masih tergolong rendah yaitu masing-masing hanya sekitar 49% dan

50% dari skor ideal‟. Selain itu, fakta lain diungkapkan oleh Sumarmo (Halidah,

2012:4) bahwa „baik secara keseluruhan maupun kelompok, menurut tahapan

kognitif siswa, skor siswa SMP dalam penalaran masih rendah‟. Menurut hasil

survey IMSTEP-JICA (2000) salah satu penyebab rendahnya kualitas pemahaman

siswa dalam matematika adalah dalam pembelajaran matematika guru terlalu

berkonsentrasi pada hal-hal prosedural dan mekanisnik seperti pembelajaran

(10)

3

dan siswa dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa pemahaman yang mendalam.

Pembelajaran seperti itu biasa kita kenal dengan nama pembelajaran

konvensional.

Agar siswa memiliki kemampuan penalaran induktif matematik yang

tinggi diharapkan seorang guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengeksplorasi kreatifitasnya bersama dengan teman secara berkelompok dalam

menyelesaikan persoalan matematika. Dengan adanya diskusi, siswa dituntut

untuk berani mengemukakan kesimpulan yang ia peroleh sehingga guru dapat

menilai sudah sejauh mana kemampuan penalaran induktif matematik

masing-masing siswa.

Pembelajaran seperti yang dijelaskan di atas bisa diawali dengan

menerapkan model pembelajaran kooperatif. Menurut Suherman (2008:3) model

pembelajaran kooperatif adalah “pembelajaran dengan cara mengelompokkan

siswa secara heterogen (dalam hal kemampuan, prestasi, gender, minat, dan sikap)

agar dalam kerja kelompok dinamis”. Dalam pembelajaran ini kelompok bekerja

sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan. Sintaks

dari pembelajaran kooperatif ada beberapa yaitu informasi, pengarahan-strategi,

membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan

laporan.

Beberapa model kooperatif terus dikembangkan oleh beberapa ahli karena

dalam model ini masih ada beberapa kekurangan, diantaranya hanya beberapa

siswa saja yang aktif dalam kelompoknya. Sanjaya (Emay, 2011:7)

mengungkapkan bahwa „dalam pembelajaran kooperatif jika anggota kelompok

terlalu banyak, maka terdapat kecenderungan banyaknya siswa yang enggan

berpartisipasi secara aktif dalam setiap kegiatan kelompok‟.

Untuk mengatasi hal tersebut telah dikembangkan model pembelajaran

kooperatif tipe formulate-share-list-create (FSLC) oleh Johnson, Johnson &

Smith pada tahun 1991. Menurut Emay (2011:7) “pembelajaran kooperatif tipe

formulate-share-list-create (FSLC) merupakan struktur pembelajaran kooperatif

yang memberi kesempatan untuk siswa bekerja dalam kelompok kecil

(11)

diberikan waktu beberapa saat untuk memformulasikan hasil pemikiran atau

gagasannya secara individu untuk kemudian mencari partner untuk

menyampaikan hasil kerjanya.

Pembelajaran kooperatif tipe formulate-share-list-create (FSLC)

merupakan modifikasi dari model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share

(TPS) yang dirancang oleh Frank Lyman (1985) dan koleganya di Universitas

Maryland”. Perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe FSLC dengan model

pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah dalam model pembelajaran kooperatif

tipe FSLC siswa secara individu tidak sekedar memikirkan langkah penyelesaian

suatu permasalahan (think), tetapi harus membuat catatan penyelesaian suatu

permasalahan secara individu. Langkah-langkah pembelajaran model

pembelajaran kooperatif tipe FSLC adalah memformulasi berbagai kemungkinan

jawaban (formulate), berbagi ide dengan pasangan (share) dan mendengarkan

pendapat pasangan yang lain (listen) serta merangkum dan menuliskan

temuan-temuan baru dengan cara mengintegrasikan pengetahuan mereka menjadi

pengetahuan yang baru (create).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan

Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa SMP”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran induktif matematik siswa

SMP yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model

kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran

(12)

5

2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC)?

C. Batasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dikaji dalam

penelitian ini, maka peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini sebagai

berikut:

1. Penelitian dilakukan terhadap siswa SMP kelas VIII semester genap, tahun

ajaran 2012/2013 di SMP Negeri 4 Bandung.

2. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah Bangun Ruang Prisma dan

Limas

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang akan menjadi tujuan

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran induktif

matematik siswa SMP yang memperoleh pembelajaran matematika dengan

model kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran

konvensional

2. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata

bagi berbagai kalangan. Adapun rincian manfaat penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagi siswa, agar lebih termotivasi dalam pembelajaran matematika dan

(13)

pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) guna

meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematik siswa.

2. Bagi guru bidang studi matematika, diharapkan dapat menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC)

untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif siswa.

3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk

mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) di kelas-kelas lain.

4. Bagi penulis, dapat menambah ilmu pengetahuan tentang pembelajaran

matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) sekaligus dapat mempraktekan dan pengembangkan

dalam pembelajaran matematika.

F. Definisi Operasional

1. Model pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi

kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam

tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam sisten ini guru bertindak sebagai

fasilitator.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create

(FSLC) merupakan struktur pembelajaran kooperatif yang memberi

kesempatan untuk siswa bekerja dalam kelompok kecil beranggotakan 2-3

siswa. Sebelum bekerja dengan kelompoknya, siswa diberikan waktu

beberapa saat untuk memformulasikan hasil pemikiran atau gagasannya

secara individu untuk kemudian mencari partner untuk menyampaikan

hasil kerjanya.

3. Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran dimana

guru terlebih dahulu menerangkan materi dan contoh soal, kemudian siswa

(14)

7

4. Penalaran induktif matematik adalah penalaran yang terdiri dari beberapa

indikator, diantaranya adalah siswa dapat menarik kesimpulan berdasarkan

keserupaan data atau proses, siswa dapat menarik kesimpulan umum

berdasarkan sejumlah data yang teramati, siswa dapat memberi penjelasan

terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada, serta siswa

dapat menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan

(15)

16

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen.

Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat. Dalam penelitian ini pembelajaran dengan penerapan

model kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) ditetapkan sebagai

variabel bebas, sedangkan kemampuan penalaran induktif matematik ditetapkan

sebagai variabel terikat.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok

kontrol non-ekivalen yang melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol. Selanjutnya peneliti memberi nama kelompok eksperimen

adalah kelas FSLC dan kelompok kontrol adalah kelas konvensional. Kedua

kelompok memperoleh perlakukan yang berbeda. Kelas FSLC adalah kelas yang

mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaraan

kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC), sedangkan kelas

konvensional adalah kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan model

pembelajaran konvensional. Dari kedua kelompok tersebut akan dibandingkan

kemampuan penalaran induktif matematik yang akan dicapai siswa. Gambar

untuk desain penelitian adalah (Ruseffendi, 2010: 53):

O X O

O O

Keterangan :

O: Tes awal dan Tes akhir

X: Perlakuan terhadap kelas FSLC menggunakan model pembelajaraan

(16)

17

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 4

Bandung tahun ajaran 2012/2013 yang terdiri dari sepuluh kelas. Dari populasi

tersebut diambil dua kelas sebagai sampel penelitian berdasarkan pertimbangan

kemampuan rata-rata siswa yang relatif sama, yaitu kelas 8I dan 8F. Kelas 8I

dijadikan sebagai kelas FSLC yang akan diberikan pembelajaran matematika

dengan model pembelajaraan kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create

(FSLC), sedangkan kelas 8F dijadikan sebagai kelas konvensional yang diberikan

pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa instrumen tes dan

non tes. Instrumen tes berupa tes kemampuan penalaran induktif, sedangkan

instrumen non tes berupa angket skala sikap, lembar observasi, dan jurnal harian.

1. Instrumen Tes

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes awal

dan tes akhir. Tes awal digunakan untuk mengukur kemampuan awal

penalaran induktif siswa kelas FSLC dan kelas konvensional, sedangkan

tes akhir digunakan untuk mengetahui kemampuan akhir penalaran

induktif siswa pada kelas FSLC dan kelas konvensional.

Tipe tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe tes uraian.

Menurut Suherman (2003:77) “soal-soal bentuk uraian amat baik untuk

menarik hubungan antara pengetahuan atau fakta-fakta yang telah

mengendap dalam struktur kognitif siswa dengan pengertian materi yang

sedang dipikirkannya”. Selain itu Suherman (2003:78) mengungkapkan

bahwa:

(17)

Sebelum penelitian ini dilakukan, instrumen diujicobakan terlebih

dahulu, supaya dapat terukur validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan

indeks kesukaran dari instrumen tersebut. Langkah-langkah uji coba

instrumen diantaranya, dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dosen

pembimbing dan guru matematika di sekolah. Setelah mengalami

perbaikan, instrumen diujicobakan kepada siswa kelas IX yang telah

mempelajari materi yang diujikan. Setelah diujicobakan, kemudian

instrumen diukur validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks

kesukaran dari instrumen tersebut.

Uji instrumen tes kemampuan penalaran induktif matematik

dilakukan pada siswa kelas IX H di SMP Negeri 4 Bandung. Hasil uji

instrumen tersebut diolah dengan menggunakan software AnatesV4

Uraian. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut:

a. Validitas

Uji validitas dilakukan untuk valid atau tidaknya alat evaluasi.

Suherman (2003:102) mengatakan bahwa “suatu alat evaluasi disebut

valid (absah) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang

seharusnya dievaluasi”. Oleh karena itu keabsahannya tergantung pada

sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan

fungsinya.

Untuk mencari koefisien validitas alat evaluasi adalah dengan

menggunakan rumus korelasi yang dimodifikasi dari Suherman

(2003:102) sebagai berikut:

Keterangan :

: Koefisien korelasi X : Skor tiap butir soal

Y : Skor total

(18)

19

Suherman (2003:113) nilai diartikan sebagai koefisien validitas, kategorinya adalah:

Tabel 3.1

Kategori Validitas Instrumen

Koefisien Korelasi ( Kriteria

Validitas sangat tinggi (sangat baik) Validitas tinggi (baik)

Validitas sedang (cukup)

Validitas rendah (kurang)

Validitas sangat rendah

Tidak valid

Adapun hasil uji validitas dari instrumen tes kemampuan penalaran

induktif yang diujikan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

Hasil Uji Validitas

No Soal Interpretasi

1. 0,63 Sedang

2. 0,82 Tinggi

3. 0.83 Tinggi

b. Reliabilitas

Suherman (2003:131) mengungkapkan bahwa:

Suatu alat ukur disebut reliabel apabila alat evaluasi tersebut memberikan hasil yang tetap sama (relatif sama) jika pengukurannya diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda.

Istilah relatif sama di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi

mengalami perubahan yang tak berarti (tidak signifikan) dan bisa

(19)

Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas

bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha (Suherman, 2003:153)

seperti di bawah ini:

Keterangan :

n = Banyak butir soal,

= Jumlah varians skor setiap soal, dan

= Varians skor total

Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi

dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P.Guilford

(Suherman,2003:139) sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kriteria Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas Kriteria

Derajat reliabilitas sangat rendah

Derajat reliabilitas rendah Derajat reliabilitas sedang Derajat reliabilitas tinggi Derajat reliabilitas sangat tinggi

Dengan bantuan software AnatesV4 diperoleh koefisien reliabilitas r =

0.61. Jika diinterpretasikan soal tes memiliki derajat reliabilitas

sedang.

c. Daya pembeda

Menurut Suherman (2003:159) daya pembeda adalah “seberapa

jauh kemampuan butir soal mampu membedakan antara testi yang

mengetahui jawabannya dengan benar dan yang tidak dapat menjawab

soal tersebut (atau testi yang menjawab soal salah)”. Daya pembeda

(20)

21

antara testi (siswa) yang pandai dengan yang bodoh. Pengertian

tersebut didasarkan atas asumsi Galton (Suherman, 2003:159) bahwa

„suatu alat perangkat tes yang baik bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata, dan bodoh karena dalam suatu kelas biasanya

terdiri dari ketiga kelompok tersebut‟. Sehingga evaluasinya tidak baik

semua atau sebaliknya buruk semua. Juga tidak sebagian besar baik

atau sebaliknya sebagian buruk, tetapi harus berdistribusi normal.

Rumus untuk menentukan daya pembeda adalah (Suherman,

2003:160)

atau Keterangan:

DP = Daya Pembeda

= Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok atas

= Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok bawah

= Jumlah siswa kelompok atas = Jumlah siswa kelompok rendah

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banyak digunakan

(Suherman, 2003:161) dapat dilihat pada Tabel 3.4

Tabel 3.4

Kriteria Daya Pembeda

Daya pembeda Kriteria

Sangat jelek

Jelek

Cukup

Baik

(21)

Dengan bantuan software AnatesV4 diperoleh daya pembeda soal

sebagai berikut:

Tabel 3.5

Hasil Uji Daya Pembeda

No soal Daya Pembeda Interpretasi

1. 0,22 Cukup

2. 0,60 Baik

3. 0,59 Baik

d. Indeks Kesukaran

“Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut indeks kesukaran” (Suherman, 2003:169). Bilangan

tersebut adalah bilangan real pada interval 0,00 sampai dengan 1,00.

Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti butir soal

tersebut terlalu sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran 1,00

berarti soal tersebut terlalu mudah.

Suherman, (2003:170) rumus untuk menentukan indeks kesukaran

adalah sebagai berikut:

atau Keterangan :

IK = Indeks kesukaran

= Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok atas

= Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok bawah

= Jumlah siswa kelompok atas = Jumlah siswa kelompok rendah

Klasifikasi indeks kesukaran yang paling banyak digunakan adalah

(22)

23

Tabel 3.6

Kriteria Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran Kriteria

Soal terlalu sukar

Soal sukar

Soal sedang

Soal mudah

Soal terlalu mudah

Dengan bantuan software AnatesV4 diperoeh indeks kesukaran soal

sebagai berikut:

Tabel 3.7

Hasil Uji Indeks Kesukaran

No Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1. 0,69 Sedang

2. 0,42 Sedang

3. 0,29 Sukar

Berikut ini adalah rekapitulasi data hasil uji instrumen yang meliputi

validitas soal, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran.

Tabel 3.8

Data Rekapitulasi Hasil Uji Instrumen

No

Soal Validitas

Daya

Pembeda

Indeks

Kesukaran Reliabilitas

1. 0,63

(Sedang) 0,22 (Cukup) 0,69 (Sedang) 0.61 (Sedang) 2. 0,82

(Tinggi)

0,60

(Baik)

0,42

(Sedang)

3. 0,83

(Tinggi)

0,59

(Baik)

0,29

(23)

Dari hasil rekapitulasi hasil uji instrumen, validitas, daya

pembeda, indeks kesukaran dan reliabilitas menunjukkan hasil yang

tergolong baik maka instrumen tes penalaran induktif ini selanjutnya

akan digunakan pada penelitian.

2. Instrumen Non Tes

a. Angket

Menurut Suherman (2003:56) angket adalah “sebuah daftar

pernyataan yang harus dijawab oleh orang yang akan dievaluasi

(responden)”. Dalam penelitian ini angket digunakan untuk

mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC).

Skala yang digunakan dalam angket ini adalah skala Likert. Dalam

skala likert, responden menilai pernyataan-pernyataan dengan

subyektif, tergantung dari kondisi sikap masing-masing individu.

Derajat penilaian siswa terhadap suatu pernyataan terbagi ke

dalam empat kategori yang tersusun secara bertingkat, mulai dari

Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat

Setuju (SS) atau bisa disusun pula sebaliknya (Suherman, 2003:189).

b. Jurnal Harian

Jurnal harian ini terdiri dari beberapa pertanyaan mengenai

tanggapan atau pendapat siswa mengenai pembelajaraan yang telah

dilakukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) serta saran untuk pembelajaran

selanjutnya. Jurnal harian diisi setelah pembelajaran selesai pada setiap

pertemuan.

c. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk memperolah data tentang

(24)

25

dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). Lembar observasi yang digunakan ada dua macam,

yaitu lembar observasi guru dan lembar observasi siswa. Lembar

observasi ini diisi oleh observer yang terdiri guru mata pelajaran

matematika atau rekan mahasiswa.

3. Bahan Ajar

a. Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pengajaran (RPP) dibuat per pertemuan

pembelajaran. RPP ini memuat standar kompetensi, kompetensi dasar,

indikator, materi pembelajaran, metode pembelajaran, dan kegiatan

pembelajaran. RPP disusun untuk beberapa pertemuan, RPP untuk

kelas FSLC menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) sedangkan untuk kelas

konvensional menggunakan model pembelajaran konvensional.

b. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar kegiatan siswa memuat kegiatan dan masalah-masalah

yang harus diselesaikan oleh siswa. LKS diberikan pada kelas FSLC

dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC).

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan kegiatan sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan

i. Menyusun proposal dan melakukan seminar proposal

ii. Pengembangan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS

iii. Penyusunan instrumen dan uji coba instrumen serta merevisinya

iv. Mengurus perijinan sekolah

v. Memilih secara acak dua kelas untuk dijadikan kelas FSLC dan

(25)

b. Tahap Pelaksanaan

i. Memberikan tes awal pada kelas FSLC dan kelas konvensional

ii. Melaksanakan kegiatan pembelajaran di kedua kelas tersebut.

Pembelajaran yang dilakukan di kelas FSLC menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create

(FSLC) sedangkan Pembelajaran yang dilakukan di kelas

konvensional menggunakan model pembelajaran konvensional.

iii. Selama pembelajaran berlangsung aktivitas pembelajaran

diobservasi oleh observer.

iv. Memberikan angket skala sikap pada pertemuan terakhir kepada

siswa untuk mengetahui kesan dan sikap di kelas FSLC terhadap

pembelajaran yang telah dilaksanakan.

v. Memberikan tes akhir pada kedua kelas tersebut.

c. Tahap analisis data

i. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data kuantitatif dan

kualitatif.

ii. Penganalisisan dan pembahasan data kuantitatif berupa tes awal

dan tes akhir dari kelas FSLC dan kelas konvensional, serta

penganalisisan data kualitatif terhadap angket dan lembar

observasi.

d. Tahap pembuatan kesimpulan

Tahap ini dilaksanakan dengan melakukan penyimpulan terhadap

penelitian yang telah dilakukan berdasarkan hipotesis yang telah

(26)

27

E. Teknik Analisis Data

1. Data Kuantitatif

a. Analisis Deskriptif

Analisis data deskriptif bertujuan untuk mengetahui gambaran

mengenai data yang diperoleh. Adapun data deskriptif yang dihitung

adalah mean dan standar deviasi.

b. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang

didapat berdistribusi normal atau tidak. Untuk melakukan uji

normalitas digunakan uji Sapiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5%.

Jika data berdistribusi normal maka akan dilanjutkan dengan uji

perbedaan dua rata-rata. Jika tidak berdistribusi normal maka tidak

perlu dilakukan uji homogenitas varians, tetapi langsung dilakukan uji

perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji statistik

non-parametrik.

c. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang

diperoleh memiliki varians yang homogen atau tidak homogen. Uji

homogenitas dilakukan dengan Levene’s test. Jika kedua sampel yang

diambil mempunyai varians yang homogen maka dapat dilakukan uji

perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji t. jika sample yang

diambil mempunyai varians yang tidak homogen maka dapat

dilakukan uji perbedaan rata-rata dengan menggunakan uji t‟.

d. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Uji perbedaan dua rata-rata bertujuan untuk mengetahui

perbedaan rata-rata yang signifikan antara kemampuan penalaran

induktif matematik siswa kelopok eksperimen dan kelompok Kontrol.

(27)

maka pengujiannya menggunakan uji t (independent sample test). Jika

data berdistribusi normal dan tidak memiliki varians yang homogen

maka pengujiannya menggunakan uji t‟(independent sample test)

sedangkan data yang tidak berdistribusi normal digunakan uji

non-parametri Mann-Whitney.

2. Data kualitatif

Data kualitatif yang diolah berupa data hasil angket dan lembar observasi.

a. Angket

i. Analisis data skala sikap siswa

Angket dalam penelitian ini menghendaki jawaban yang

benar-benar mewakili respon siswa terhadap pernyataan yang

diberikan, sehingga peneliti memberikan empat alternatif jawaban.

Angket terbagi ke dalam dua pernyataan, yaitu pernyataan positif

dan pernyataan negatif. Setiap pernyataan diberikan empat pilihan

jawaban, yaitu: Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS),

Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Untuk setiap pernyataan,

pilihan jawaban diberi skor seperti disajikan pada Tabel 3.9

Tabel 3.9

Ketentuan Pemberian Skor Pernyataan Angket

Pernyataan

Skor Tiap Pilihan

SS S TS STS

Positif 5 4 2 1

Negatif 1 2 4 5

Suherman (2003:191) mengungkapkan bahwa:

(28)

29

ii. Penyajian data

Data disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan untuk mengetahui

frekuensi masing-masing alternatif jawaban dan memudahkan

dalam membaca data.

iii. Penafsiran Data

Sebelum melakukan penafsiran data yang diperoleh terlebih dahulu

dipersentasekan dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

= Persentase jawaban

= Frekuensi jawaban

= Banyaknya responden

Menurut Mardiati (Yulianti, 2010:42) setelah itu, tahap terakhir

yaitu penafsiran dengan menggunakan kategori persentase sebagai

berikut:

Tabel 3.10

Kategori Persentase Angket

Kategori Persentase Interpretasi

0% Tak seorang pun

1%-24% Sebagian kecil

25%-40% Hampir setengahnya

50% Setengahnya

51-74% Sebagian besar

75-99% Hampir seluruhnya

(29)

b. Jurnal Harian

Jurnal harian ini diberikan kepada kelas FSLC dengan tujuan

untuk mengetahui tanggapan siswa, baik itu positif, negatif atau netral

terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). Jurnal ini

dianalisis dengan mengelompokkan tanggapan siswa, yang kemudian

dipersentasekan dengan rumus:

Keterangan :

= Persentase tiap tanggapan siswa.

= Jumlah siswa yang memberikan tanggapan (positif,negatif, atau netral).

= Jumlah seluruh siswa.

Klasifikasi interpretasi perhitungan persentase tiap kategori siswa sama

seperti menganalisis angket.

c. Lembar observasi

Data yang diperoleh melalui kegiatan observasi adalah aktivitas

guru dan siswa dalam pembelajaran yang dilaksanakan dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). Data yang diperoleh dari lembar observasi

mengenai aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran dikumpulkan

dalam tabel berdasarkan permasalahan yang kemudian dianalisis

(30)

54

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mengenai peningkatan

kemampuan penalaran induktif matematik siswa SMP melalui pembelajaran

dengan menerapkan model kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create

(FSLC) diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan penalaran induktif matematik siswa SMP yang

memperoleh pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) lebih tinggi dibandingkan dengan

siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional

2. Respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC)

adalah positif.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan mengenai pembelajaran

dengan menggunakan model kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create

(FSLC), maka dapat disarankan beberapa hal berikut:

1. Pembelajaran matematika menggunakan model kooperatif tipe

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif

pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif

matematik siswa.

2. Bagi yang tertarik untuk meneliti permasalahan ini, disarankan untuk

menggunakannya pada pokok bahasan lain dengan sampel penelitian yang

(31)

55

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, D. (2012). Meningkatkan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa SMK Melalui Pendekatan Kontekstual dan Strategi Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). Thesis pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Emay, A. (2011). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). Thesis pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Faizah, E.N. (2011). Pembelajaran Matematika Menggunakan Pendekatan Problem Possing dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Halidah, H. (2012). Penerapan Model Reciprocal Teaching untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Hariyanto. (2011). Pengertian Model Pembelajaran. [Online]. Tersedia: http://belajarpsikologi.com/pengertian-model-pembelajaran/ [16 Desember 2012]

Herdian. (2010). Kemampuan Penalaran Induktif. [online]. Tersedia: http://herdy07.wordpress.com/tag/kemampuan-penalaran-induktif/. [22 November 2012]

Herdian. (2010). Kemampuan Penalaran Matematika. [online]. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-penalaran-matematis/ [22 November 2012]

Herman, T. (2007). ”Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP”. Cakrawala Pendidikan.

1, 41-62.

(32)

56

Ince Napitupulu, E. (2012). Prestasi Sains dan Matematika Indonesia Menurun. [Online]. Tersedia: [Online]. Tersedia: http://pisaindonesia.wordpress.com/ [2 Juli 2013]

Isjoni. (2012). Cooperatif Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.

Ledlow, S. (2001). Using Think-Pair-Share in the College Classroom. [online]. Tersedia: www.hydroville.org/system/files/team_thinkpairshare.pdf [16 Desember 2012]

Lie, A. (2008). Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang kelas. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Meilina Nesa, N. (2012). Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 7e dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Nn. (2010). Ranking Indonesia Pada PISA 2009 dan 10 Terbaik. [Online]. Tersedia: http://pisaindonesia.wordpress.com/2010/12/17/ranking-indonesia-pada-pisa-2009-dan-10-terbaik [2 Juli 2013]

Priatna, N (2003). Kemampuan Penalaran Dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri Di Kota Bandung. Disertasi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Rahmahwati, S. (2011). Pembelajaran Efektif (Pendekatan, Stategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. [Online]. Tersedia: http://blog.umy.ac.id/sitirahmahwati/2011/12/01/pembelajaran-efektif-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/ [16 Desember 2012]

Ruseffendi. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito Bandung.

Sri Utomo, Y. (2011). Survei Internasional PISA. [Online]. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa [2 Juli 2013]

(33)

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: PT.Tarsito Bandung.

Sudrajat, G. (2009). Pengaruh Metode Penemuan dengan Seting Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Kancing Gemerincing dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Penalaran Induktif Siswa. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Suherman, E. (2008). Handout Belajar dan Pembelajaran Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Suherman, E. dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Suherman, E. dkk. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA UPI.

Sumarmo, U (2010). “Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan pada Peserta Didik.[Online]. Tersedia: http://id.scribd.com/doc/76353753/Berfikir-Dan-Disposisi-Matematik-Utari [24 Maret 2013]

Wena, M. (2010). Strategi Pembelajaran Inovatif kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi aksara.

Yulianti, N. (2010). Pengaruh Penerapan Pendekatan Problem Centered Learning (PCL) terhadap Kemampuan Penalaran Induktif Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Yulianti, Y. (2008). Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) pada Pokok Bahasan Bangun Ruang. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Gambar

Tabel 3.1 Kategori Validitas Instrumen
Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas
Tabel 3.4 Kriteria Daya Pembeda
Tabel 3.5 Hasil Uji Daya Pembeda
+4

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik individu terdiri dari faktor internal yang merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu yang terdiri

Sebagai bagian dari Kurikulum 2013 yang menekankan pentingnya keseimbangan kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Kemampuan mempelajari

Kesejahteraan psikologis merupakan gambaran kesehatan psikologis individu dalam menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, dapat menjalin hubungan

Gagasan atau kata-kata orang lain digunakan tanpa memberi penghargaan atau pengakuan atas sumbernya. Plagiarisme dapat terjadi ketika mengajukan usul penelitian,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah sistem peradilan Indonesia memandang dissenting opinion sebagai suatu hal yang memberikan ruang bebas bagi hakim

oleh responden dalam wawancara. 5) Peneliti dapat menemukan hal-hal di luar persepsi responden sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif. 6) Dalam lapangan

Pada bab ini kesimpulan dari hasil kajian “ Implementasi Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini” (Studi Kasus di Raudhatul Athfal AL-

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 39 Tahun 2013 tentang Penetapan