PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOPERATIF TIPE
FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE (FSLC) DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIK SISWA SMP
(Penelitian Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas VIII SMP N 4 Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Matematika
Oleh
Noviawati 0902076
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOPERATIF TIPE
FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE (FSLC) DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIK SISWA SMP
Oleh
Noviawati
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Noviawati 2013
Universitas Pendidikan Indonesia Juli 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
NOVIAWATI
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE (FSLC) DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIK SISWA SMP
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Dr. H. Karso, M. M.Pd. NIP. 195509091980021001
Pembimbing II
Kartika Yulianti, S. Pd., M.Si. NIP. 198207282005012001
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI
ABSTRAK
Noviawati. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) dalam Pembelajaran Matematika
untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa SMP.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan penalaran induktif matematik siswa sehingga diperlukan alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan penalaran induktif matematik siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran induktif matematik siswa SMP yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional, untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dan desain kelompok kontrol non ekivalen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 4 Bandung dengan sampelnya sebanyak 2 kelas yaitu kelas 8I dan 8F. Adapun data penelitian diperoleh melalui tes kemampuan penalaran induktif matematik, angket, jurnal harian, serta lembar observasi. Berdasarkan hasil analisis terhadap data-data yang terkumpul, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah peningkatan kemampuan penalaran induktif matematik siswa SMP yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional, respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) adalah positif.
ABSTRACT
Noviawati. 2013. Application of Cooperative Learning Model:
Formulate-Share-Listen-Create (FSLC): A Case of Teaching Mathematics to Improve
Mathematical Inductive Reasoning Ability in Junior High School Students.
This research is motivated by the lack of mathematical reasoning skills students requiring inductive alternative learning can improve students' mathematics inductive reasoning. The purposes of this study were to determine whether the increase in inductive reasoning ability in junior high school students acquire mathematical learning of mathematics with a type of cooperative model: Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) higher than students who received conventional learning models, to find out the students’ responses on study of mathematics by using cooperative learning model: Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). This study was using a quasi-experimental and non-equivalent control group design. The population in this study were all students of class VIII Junior High School 4 Bandung with 2 classes sample namely class 8I and 8F. The data were obtained through mathematical inductive reasoning ability tests, questionnaires, daily journals, and the observation sheet. Based on the analysis of the data collected, the conclusions of this study were improved inductive reasoning ability in junior high school students acquire mathematical learning of mathematics with a type of cooperative model: Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) higher than students who acquired conventional learning model, the students’ responses towards learning using cooperative learning model: Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) is positive.
vi
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMAKASIH... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Batasan Masalah... 5
D. Tujuan Penelitian ... 5
E. Manfaat Penelitian ... 5
F. Definisi Operasional... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif Matematik ... 8
B. Model Pembelajaran Kooperatif ... 10
C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Formulate-Share- Listen-Create (FSCL) ...13
D. Hipotesis ... 15
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 16
B. Populasi dan Sampel ... 17
C. Instrumen Penelitian 1. Instrumen Tes ... 17
2. Instrumen Non Tes ... 24
D. Prosedur Penelitian... 25
E. Teknik Analisis Data 1. Data Kuantitatif ... 27
2. Data Kualitatif ... 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil pengolahan Data Kuantitatif 1. Analisis Data Tes Awal ... 32
2. Analisis Data Tes Akhir ... 35
B. Hasil Pengolahan Data Kualitatif 1. Deskriptif Data Angket ... 38
2. Deskriptif Jurnal harian Siswa ... 45
3. Deskriptif Data Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa ... 46
C. Pembahasan ... 49
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 54
B. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi seperti sekarang ini, kemajuan suatu negara tidak luput
dari beberapa faktor pendukung, salah satunya adalah pendidikan. Namun fakta
yang terjadi sekarang, banyak bermunculan permasalahan pendidikan. Salah satu
masalah tersebut adalah rendahnya hasil belajar siswa di sekolah, terutama dalam
pendidikan matematika.
Terbukti dari survey internasional TIMSS (Trends In Internasional
Mathematics and Science Study) dimana pada tahun 2007 berada pada peringkat
36 dari 49 negara dan tahun 2011 berada pada peringkat 38 dari 42 negara. Selain
itu, berdasarkan PISA (Programme for Internasional Student Assessment),
kemampuan matematika Indonesia pada tahun 2006 peringkat 50 dari 57 peserta
dan tahun 2009 peringkat 61 dari 65 peserta.
Keadaan seperti ini harus segera diatasi atau dicari jalan keluarnya,
mengingat bahwa matematika memegang peranan penting dalam mengasah daya
nalar siswa jika mereka belajar matematika secara benar. Sebagaimana
diungkapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tahun 2003
bahwa „tujuan pertama dari pembelajaran matematika adalah melatih cara berfikir
dan bernalar dalam menarik kesimpulan‟ (Nesa, 2012:2). Sehingga sangat jelas
bahwa matematika dan kemampuan penalaran merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan.
Adapun yang dimaksud penalaran itu sendiri adalah “proses berfikir yang
dilakukan dengan satu cara untuk menarik kesimpulan” (Herdian, 2010).
Sedangkan menurut Shurter dan Pierce (Sumarmo, 1987: 31) penalaran
didefinisikan sebagai „proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan
ditinjau, serta dampak diperkirakan. Jadi, penalaran adalah proses berfikir lebih
tinggi daripada pemahaman untuk mencapai kesimpulan logis berdasarkan fakta
dan sumber yang relevan.
Dilihat dari prosesnya penalaran terdiri atas penalaran deduktif dan
penalaran induktif. “Penalaran deduktif adalah proses penalaran yang
konklusinya diturunkan secara mutlak menurut premis-premisnya” (Herdian,
2010). Sedangkan Suratman (Nesa, 2012:20) mengungkapkan bahwa:
Penalaran induktif adalah penalaran yang dimulai dengan menguji contoh-contoh khusus yang berupa fakta, kaidah, atau prinsip untuk menggambarkan suatu konklusi atau aturan umum sebagai akibat dari pengamatan terhadap contoh khusus tersebut.
Kesimpulan umum dari penalaran induktif tidak merupakan bukti. Hal
tersebut dikarenakan aturan umum yang diperoleh ditarik dari pemeriksaan
beberapa contoh khusus yang benar, tetapi belum tentu berlaku untuk semua
kasus.
Sumarmo (Nesa, 2012:2) menyatakan bahwa „penalaran induktif
merupakan penalaran yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang dalam
kehidupan sehari-hari‟. Penalaran induktif sangat penting dalam perkembangan
ilmu pengetahuan, karena tanpa adanya kesimpulan ataupun pernyataan baru yang
bersifat umum, ilmu pengetahuan tidak akan berkembang. Oleh karena itu, dalam
menunjang keberhasilan pembelajaran matematika, kompetensi penalaran sangat
diperlukan.
Fakta yang terjadi sekarang, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh
Priatna (2003), „kemampuan penalaran dan pemahaman siswa SLTP di kota
Bandung masih tergolong rendah yaitu masing-masing hanya sekitar 49% dan
50% dari skor ideal‟. Selain itu, fakta lain diungkapkan oleh Sumarmo (Halidah,
2012:4) bahwa „baik secara keseluruhan maupun kelompok, menurut tahapan
kognitif siswa, skor siswa SMP dalam penalaran masih rendah‟. Menurut hasil
survey IMSTEP-JICA (2000) salah satu penyebab rendahnya kualitas pemahaman
siswa dalam matematika adalah dalam pembelajaran matematika guru terlalu
berkonsentrasi pada hal-hal prosedural dan mekanisnik seperti pembelajaran
3
dan siswa dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa pemahaman yang mendalam.
Pembelajaran seperti itu biasa kita kenal dengan nama pembelajaran
konvensional.
Agar siswa memiliki kemampuan penalaran induktif matematik yang
tinggi diharapkan seorang guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengeksplorasi kreatifitasnya bersama dengan teman secara berkelompok dalam
menyelesaikan persoalan matematika. Dengan adanya diskusi, siswa dituntut
untuk berani mengemukakan kesimpulan yang ia peroleh sehingga guru dapat
menilai sudah sejauh mana kemampuan penalaran induktif matematik
masing-masing siswa.
Pembelajaran seperti yang dijelaskan di atas bisa diawali dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif. Menurut Suherman (2008:3) model
pembelajaran kooperatif adalah “pembelajaran dengan cara mengelompokkan
siswa secara heterogen (dalam hal kemampuan, prestasi, gender, minat, dan sikap)
agar dalam kerja kelompok dinamis”. Dalam pembelajaran ini kelompok bekerja
sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan. Sintaks
dari pembelajaran kooperatif ada beberapa yaitu informasi, pengarahan-strategi,
membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan
laporan.
Beberapa model kooperatif terus dikembangkan oleh beberapa ahli karena
dalam model ini masih ada beberapa kekurangan, diantaranya hanya beberapa
siswa saja yang aktif dalam kelompoknya. Sanjaya (Emay, 2011:7)
mengungkapkan bahwa „dalam pembelajaran kooperatif jika anggota kelompok
terlalu banyak, maka terdapat kecenderungan banyaknya siswa yang enggan
berpartisipasi secara aktif dalam setiap kegiatan kelompok‟.
Untuk mengatasi hal tersebut telah dikembangkan model pembelajaran
kooperatif tipe formulate-share-list-create (FSLC) oleh Johnson, Johnson &
Smith pada tahun 1991. Menurut Emay (2011:7) “pembelajaran kooperatif tipe
formulate-share-list-create (FSLC) merupakan struktur pembelajaran kooperatif
yang memberi kesempatan untuk siswa bekerja dalam kelompok kecil
diberikan waktu beberapa saat untuk memformulasikan hasil pemikiran atau
gagasannya secara individu untuk kemudian mencari partner untuk
menyampaikan hasil kerjanya.
Pembelajaran kooperatif tipe formulate-share-list-create (FSLC)
merupakan modifikasi dari model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share
(TPS) yang dirancang oleh Frank Lyman (1985) dan koleganya di Universitas
Maryland”. Perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe FSLC dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah dalam model pembelajaran kooperatif
tipe FSLC siswa secara individu tidak sekedar memikirkan langkah penyelesaian
suatu permasalahan (think), tetapi harus membuat catatan penyelesaian suatu
permasalahan secara individu. Langkah-langkah pembelajaran model
pembelajaran kooperatif tipe FSLC adalah memformulasi berbagai kemungkinan
jawaban (formulate), berbagi ide dengan pasangan (share) dan mendengarkan
pendapat pasangan yang lain (listen) serta merangkum dan menuliskan
temuan-temuan baru dengan cara mengintegrasikan pengetahuan mereka menjadi
pengetahuan yang baru (create).
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan
Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa SMP”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran induktif matematik siswa
SMP yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model
kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran
5
2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Formulate-Share-Listen-Create (FSLC)?
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini, maka peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Penelitian dilakukan terhadap siswa SMP kelas VIII semester genap, tahun
ajaran 2012/2013 di SMP Negeri 4 Bandung.
2. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah Bangun Ruang Prisma dan
Limas
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang akan menjadi tujuan
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran induktif
matematik siswa SMP yang memperoleh pembelajaran matematika dengan
model kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran
konvensional
2. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Formulate-Share-Listen-Create (FSLC)
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata
bagi berbagai kalangan. Adapun rincian manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagi siswa, agar lebih termotivasi dalam pembelajaran matematika dan
pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) guna
meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematik siswa.
2. Bagi guru bidang studi matematika, diharapkan dapat menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC)
untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif siswa.
3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk
mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe
Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) di kelas-kelas lain.
4. Bagi penulis, dapat menambah ilmu pengetahuan tentang pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) sekaligus dapat mempraktekan dan pengembangkan
dalam pembelajaran matematika.
F. Definisi Operasional
1. Model pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam
tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam sisten ini guru bertindak sebagai
fasilitator.
2. Model pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create
(FSLC) merupakan struktur pembelajaran kooperatif yang memberi
kesempatan untuk siswa bekerja dalam kelompok kecil beranggotakan 2-3
siswa. Sebelum bekerja dengan kelompoknya, siswa diberikan waktu
beberapa saat untuk memformulasikan hasil pemikiran atau gagasannya
secara individu untuk kemudian mencari partner untuk menyampaikan
hasil kerjanya.
3. Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran dimana
guru terlebih dahulu menerangkan materi dan contoh soal, kemudian siswa
7
4. Penalaran induktif matematik adalah penalaran yang terdiri dari beberapa
indikator, diantaranya adalah siswa dapat menarik kesimpulan berdasarkan
keserupaan data atau proses, siswa dapat menarik kesimpulan umum
berdasarkan sejumlah data yang teramati, siswa dapat memberi penjelasan
terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada, serta siswa
dapat menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan
16
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen.
Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat. Dalam penelitian ini pembelajaran dengan penerapan
model kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) ditetapkan sebagai
variabel bebas, sedangkan kemampuan penalaran induktif matematik ditetapkan
sebagai variabel terikat.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok
kontrol non-ekivalen yang melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Selanjutnya peneliti memberi nama kelompok eksperimen
adalah kelas FSLC dan kelompok kontrol adalah kelas konvensional. Kedua
kelompok memperoleh perlakukan yang berbeda. Kelas FSLC adalah kelas yang
mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaraan
kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC), sedangkan kelas
konvensional adalah kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan model
pembelajaran konvensional. Dari kedua kelompok tersebut akan dibandingkan
kemampuan penalaran induktif matematik yang akan dicapai siswa. Gambar
untuk desain penelitian adalah (Ruseffendi, 2010: 53):
O X O
O O
Keterangan :
O: Tes awal dan Tes akhir
X: Perlakuan terhadap kelas FSLC menggunakan model pembelajaraan
17
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 4
Bandung tahun ajaran 2012/2013 yang terdiri dari sepuluh kelas. Dari populasi
tersebut diambil dua kelas sebagai sampel penelitian berdasarkan pertimbangan
kemampuan rata-rata siswa yang relatif sama, yaitu kelas 8I dan 8F. Kelas 8I
dijadikan sebagai kelas FSLC yang akan diberikan pembelajaran matematika
dengan model pembelajaraan kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create
(FSLC), sedangkan kelas 8F dijadikan sebagai kelas konvensional yang diberikan
pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa instrumen tes dan
non tes. Instrumen tes berupa tes kemampuan penalaran induktif, sedangkan
instrumen non tes berupa angket skala sikap, lembar observasi, dan jurnal harian.
1. Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes awal
dan tes akhir. Tes awal digunakan untuk mengukur kemampuan awal
penalaran induktif siswa kelas FSLC dan kelas konvensional, sedangkan
tes akhir digunakan untuk mengetahui kemampuan akhir penalaran
induktif siswa pada kelas FSLC dan kelas konvensional.
Tipe tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe tes uraian.
Menurut Suherman (2003:77) “soal-soal bentuk uraian amat baik untuk
menarik hubungan antara pengetahuan atau fakta-fakta yang telah
mengendap dalam struktur kognitif siswa dengan pengertian materi yang
sedang dipikirkannya”. Selain itu Suherman (2003:78) mengungkapkan
bahwa:
Sebelum penelitian ini dilakukan, instrumen diujicobakan terlebih
dahulu, supaya dapat terukur validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan
indeks kesukaran dari instrumen tersebut. Langkah-langkah uji coba
instrumen diantaranya, dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dosen
pembimbing dan guru matematika di sekolah. Setelah mengalami
perbaikan, instrumen diujicobakan kepada siswa kelas IX yang telah
mempelajari materi yang diujikan. Setelah diujicobakan, kemudian
instrumen diukur validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks
kesukaran dari instrumen tersebut.
Uji instrumen tes kemampuan penalaran induktif matematik
dilakukan pada siswa kelas IX H di SMP Negeri 4 Bandung. Hasil uji
instrumen tersebut diolah dengan menggunakan software AnatesV4
Uraian. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut:
a. Validitas
Uji validitas dilakukan untuk valid atau tidaknya alat evaluasi.
Suherman (2003:102) mengatakan bahwa “suatu alat evaluasi disebut
valid (absah) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang
seharusnya dievaluasi”. Oleh karena itu keabsahannya tergantung pada
sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan
fungsinya.
Untuk mencari koefisien validitas alat evaluasi adalah dengan
menggunakan rumus korelasi yang dimodifikasi dari Suherman
(2003:102) sebagai berikut:
√
Keterangan :
: Koefisien korelasi X : Skor tiap butir soal
Y : Skor total
19
Suherman (2003:113) nilai diartikan sebagai koefisien validitas, kategorinya adalah:
Tabel 3.1
Kategori Validitas Instrumen
Koefisien Korelasi ( Kriteria
Validitas sangat tinggi (sangat baik) Validitas tinggi (baik)
Validitas sedang (cukup)
Validitas rendah (kurang)
Validitas sangat rendah
Tidak valid
Adapun hasil uji validitas dari instrumen tes kemampuan penalaran
induktif yang diujikan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2
Hasil Uji Validitas
No Soal Interpretasi
1. 0,63 Sedang
2. 0,82 Tinggi
3. 0.83 Tinggi
b. Reliabilitas
Suherman (2003:131) mengungkapkan bahwa:
Suatu alat ukur disebut reliabel apabila alat evaluasi tersebut memberikan hasil yang tetap sama (relatif sama) jika pengukurannya diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda.
Istilah relatif sama di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi
mengalami perubahan yang tak berarti (tidak signifikan) dan bisa
Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas
bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha (Suherman, 2003:153)
seperti di bawah ini:
Keterangan :
n = Banyak butir soal,
= Jumlah varians skor setiap soal, dan
= Varians skor total
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi
dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P.Guilford
(Suherman,2003:139) sebagai berikut:
Tabel 3.3
Kriteria Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas Kriteria
Derajat reliabilitas sangat rendah
Derajat reliabilitas rendah Derajat reliabilitas sedang Derajat reliabilitas tinggi Derajat reliabilitas sangat tinggi
Dengan bantuan software AnatesV4 diperoleh koefisien reliabilitas r =
0.61. Jika diinterpretasikan soal tes memiliki derajat reliabilitas
sedang.
c. Daya pembeda
Menurut Suherman (2003:159) daya pembeda adalah “seberapa
jauh kemampuan butir soal mampu membedakan antara testi yang
mengetahui jawabannya dengan benar dan yang tidak dapat menjawab
soal tersebut (atau testi yang menjawab soal salah)”. Daya pembeda
21
antara testi (siswa) yang pandai dengan yang bodoh. Pengertian
tersebut didasarkan atas asumsi Galton (Suherman, 2003:159) bahwa
„suatu alat perangkat tes yang baik bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata, dan bodoh karena dalam suatu kelas biasanya
terdiri dari ketiga kelompok tersebut‟. Sehingga evaluasinya tidak baik
semua atau sebaliknya buruk semua. Juga tidak sebagian besar baik
atau sebaliknya sebagian buruk, tetapi harus berdistribusi normal.
Rumus untuk menentukan daya pembeda adalah (Suherman,
2003:160)
atau Keterangan:
DP = Daya Pembeda
= Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok atas
= Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok bawah
= Jumlah siswa kelompok atas = Jumlah siswa kelompok rendah
Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banyak digunakan
(Suherman, 2003:161) dapat dilihat pada Tabel 3.4
Tabel 3.4
Kriteria Daya Pembeda
Daya pembeda Kriteria
Sangat jelek
Jelek
Cukup
Baik
Dengan bantuan software AnatesV4 diperoleh daya pembeda soal
sebagai berikut:
Tabel 3.5
Hasil Uji Daya Pembeda
No soal Daya Pembeda Interpretasi
1. 0,22 Cukup
2. 0,60 Baik
3. 0,59 Baik
d. Indeks Kesukaran
“Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut indeks kesukaran” (Suherman, 2003:169). Bilangan
tersebut adalah bilangan real pada interval 0,00 sampai dengan 1,00.
Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti butir soal
tersebut terlalu sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran 1,00
berarti soal tersebut terlalu mudah.
Suherman, (2003:170) rumus untuk menentukan indeks kesukaran
adalah sebagai berikut:
atau Keterangan :
IK = Indeks kesukaran
= Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok atas
= Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok bawah
= Jumlah siswa kelompok atas = Jumlah siswa kelompok rendah
Klasifikasi indeks kesukaran yang paling banyak digunakan adalah
23
Tabel 3.6
Kriteria Indeks Kesukaran
Indeks kesukaran Kriteria
Soal terlalu sukar
Soal sukar
Soal sedang
Soal mudah
Soal terlalu mudah
Dengan bantuan software AnatesV4 diperoeh indeks kesukaran soal
sebagai berikut:
Tabel 3.7
Hasil Uji Indeks Kesukaran
No Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1. 0,69 Sedang
2. 0,42 Sedang
3. 0,29 Sukar
Berikut ini adalah rekapitulasi data hasil uji instrumen yang meliputi
validitas soal, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran.
Tabel 3.8
Data Rekapitulasi Hasil Uji Instrumen
No
Soal Validitas
Daya
Pembeda
Indeks
Kesukaran Reliabilitas
1. 0,63
(Sedang) 0,22 (Cukup) 0,69 (Sedang) 0.61 (Sedang) 2. 0,82
(Tinggi)
0,60
(Baik)
0,42
(Sedang)
3. 0,83
(Tinggi)
0,59
(Baik)
0,29
Dari hasil rekapitulasi hasil uji instrumen, validitas, daya
pembeda, indeks kesukaran dan reliabilitas menunjukkan hasil yang
tergolong baik maka instrumen tes penalaran induktif ini selanjutnya
akan digunakan pada penelitian.
2. Instrumen Non Tes
a. Angket
Menurut Suherman (2003:56) angket adalah “sebuah daftar
pernyataan yang harus dijawab oleh orang yang akan dievaluasi
(responden)”. Dalam penelitian ini angket digunakan untuk
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC).
Skala yang digunakan dalam angket ini adalah skala Likert. Dalam
skala likert, responden menilai pernyataan-pernyataan dengan
subyektif, tergantung dari kondisi sikap masing-masing individu.
Derajat penilaian siswa terhadap suatu pernyataan terbagi ke
dalam empat kategori yang tersusun secara bertingkat, mulai dari
Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat
Setuju (SS) atau bisa disusun pula sebaliknya (Suherman, 2003:189).
b. Jurnal Harian
Jurnal harian ini terdiri dari beberapa pertanyaan mengenai
tanggapan atau pendapat siswa mengenai pembelajaraan yang telah
dilakukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) serta saran untuk pembelajaran
selanjutnya. Jurnal harian diisi setelah pembelajaran selesai pada setiap
pertemuan.
c. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk memperolah data tentang
25
dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). Lembar observasi yang digunakan ada dua macam,
yaitu lembar observasi guru dan lembar observasi siswa. Lembar
observasi ini diisi oleh observer yang terdiri guru mata pelajaran
matematika atau rekan mahasiswa.
3. Bahan Ajar
a. Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pengajaran (RPP) dibuat per pertemuan
pembelajaran. RPP ini memuat standar kompetensi, kompetensi dasar,
indikator, materi pembelajaran, metode pembelajaran, dan kegiatan
pembelajaran. RPP disusun untuk beberapa pertemuan, RPP untuk
kelas FSLC menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) sedangkan untuk kelas
konvensional menggunakan model pembelajaran konvensional.
b. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Lembar kegiatan siswa memuat kegiatan dan masalah-masalah
yang harus diselesaikan oleh siswa. LKS diberikan pada kelas FSLC
dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Formulate-Share-Listen-Create (FSLC).
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan kegiatan sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
i. Menyusun proposal dan melakukan seminar proposal
ii. Pengembangan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS
iii. Penyusunan instrumen dan uji coba instrumen serta merevisinya
iv. Mengurus perijinan sekolah
v. Memilih secara acak dua kelas untuk dijadikan kelas FSLC dan
b. Tahap Pelaksanaan
i. Memberikan tes awal pada kelas FSLC dan kelas konvensional
ii. Melaksanakan kegiatan pembelajaran di kedua kelas tersebut.
Pembelajaran yang dilakukan di kelas FSLC menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create
(FSLC) sedangkan Pembelajaran yang dilakukan di kelas
konvensional menggunakan model pembelajaran konvensional.
iii. Selama pembelajaran berlangsung aktivitas pembelajaran
diobservasi oleh observer.
iv. Memberikan angket skala sikap pada pertemuan terakhir kepada
siswa untuk mengetahui kesan dan sikap di kelas FSLC terhadap
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
v. Memberikan tes akhir pada kedua kelas tersebut.
c. Tahap analisis data
i. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data kuantitatif dan
kualitatif.
ii. Penganalisisan dan pembahasan data kuantitatif berupa tes awal
dan tes akhir dari kelas FSLC dan kelas konvensional, serta
penganalisisan data kualitatif terhadap angket dan lembar
observasi.
d. Tahap pembuatan kesimpulan
Tahap ini dilaksanakan dengan melakukan penyimpulan terhadap
penelitian yang telah dilakukan berdasarkan hipotesis yang telah
27
E. Teknik Analisis Data
1. Data Kuantitatif
a. Analisis Deskriptif
Analisis data deskriptif bertujuan untuk mengetahui gambaran
mengenai data yang diperoleh. Adapun data deskriptif yang dihitung
adalah mean dan standar deviasi.
b. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang
didapat berdistribusi normal atau tidak. Untuk melakukan uji
normalitas digunakan uji Sapiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5%.
Jika data berdistribusi normal maka akan dilanjutkan dengan uji
perbedaan dua rata-rata. Jika tidak berdistribusi normal maka tidak
perlu dilakukan uji homogenitas varians, tetapi langsung dilakukan uji
perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji statistik
non-parametrik.
c. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh memiliki varians yang homogen atau tidak homogen. Uji
homogenitas dilakukan dengan Levene’s test. Jika kedua sampel yang
diambil mempunyai varians yang homogen maka dapat dilakukan uji
perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji t. jika sample yang
diambil mempunyai varians yang tidak homogen maka dapat
dilakukan uji perbedaan rata-rata dengan menggunakan uji t‟.
d. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Uji perbedaan dua rata-rata bertujuan untuk mengetahui
perbedaan rata-rata yang signifikan antara kemampuan penalaran
induktif matematik siswa kelopok eksperimen dan kelompok Kontrol.
maka pengujiannya menggunakan uji t (independent sample test). Jika
data berdistribusi normal dan tidak memiliki varians yang homogen
maka pengujiannya menggunakan uji t‟(independent sample test)
sedangkan data yang tidak berdistribusi normal digunakan uji
non-parametri Mann-Whitney.
2. Data kualitatif
Data kualitatif yang diolah berupa data hasil angket dan lembar observasi.
a. Angket
i. Analisis data skala sikap siswa
Angket dalam penelitian ini menghendaki jawaban yang
benar-benar mewakili respon siswa terhadap pernyataan yang
diberikan, sehingga peneliti memberikan empat alternatif jawaban.
Angket terbagi ke dalam dua pernyataan, yaitu pernyataan positif
dan pernyataan negatif. Setiap pernyataan diberikan empat pilihan
jawaban, yaitu: Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS),
Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Untuk setiap pernyataan,
pilihan jawaban diberi skor seperti disajikan pada Tabel 3.9
Tabel 3.9
Ketentuan Pemberian Skor Pernyataan Angket
Pernyataan
Skor Tiap Pilihan
SS S TS STS
Positif 5 4 2 1
Negatif 1 2 4 5
Suherman (2003:191) mengungkapkan bahwa:
29
ii. Penyajian data
Data disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan untuk mengetahui
frekuensi masing-masing alternatif jawaban dan memudahkan
dalam membaca data.
iii. Penafsiran Data
Sebelum melakukan penafsiran data yang diperoleh terlebih dahulu
dipersentasekan dengan menggunakan rumus:
Keterangan :
= Persentase jawaban
= Frekuensi jawaban
= Banyaknya responden
Menurut Mardiati (Yulianti, 2010:42) setelah itu, tahap terakhir
yaitu penafsiran dengan menggunakan kategori persentase sebagai
berikut:
Tabel 3.10
Kategori Persentase Angket
Kategori Persentase Interpretasi
0% Tak seorang pun
1%-24% Sebagian kecil
25%-40% Hampir setengahnya
50% Setengahnya
51-74% Sebagian besar
75-99% Hampir seluruhnya
b. Jurnal Harian
Jurnal harian ini diberikan kepada kelas FSLC dengan tujuan
untuk mengetahui tanggapan siswa, baik itu positif, negatif atau netral
terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). Jurnal ini
dianalisis dengan mengelompokkan tanggapan siswa, yang kemudian
dipersentasekan dengan rumus:
Keterangan :
= Persentase tiap tanggapan siswa.
= Jumlah siswa yang memberikan tanggapan (positif,negatif, atau netral).
= Jumlah seluruh siswa.
Klasifikasi interpretasi perhitungan persentase tiap kategori siswa sama
seperti menganalisis angket.
c. Lembar observasi
Data yang diperoleh melalui kegiatan observasi adalah aktivitas
guru dan siswa dalam pembelajaran yang dilaksanakan dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). Data yang diperoleh dari lembar observasi
mengenai aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran dikumpulkan
dalam tabel berdasarkan permasalahan yang kemudian dianalisis
54
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mengenai peningkatan
kemampuan penalaran induktif matematik siswa SMP melalui pembelajaran
dengan menerapkan model kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create
(FSLC) diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan penalaran induktif matematik siswa SMP yang
memperoleh pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe
Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional
2. Respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC)
adalah positif.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan mengenai pembelajaran
dengan menggunakan model kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create
(FSLC), maka dapat disarankan beberapa hal berikut:
1. Pembelajaran matematika menggunakan model kooperatif tipe
Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif
matematik siswa.
2. Bagi yang tertarik untuk meneliti permasalahan ini, disarankan untuk
menggunakannya pada pokok bahasan lain dengan sampel penelitian yang
55
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, D. (2012). Meningkatkan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa SMK Melalui Pendekatan Kontekstual dan Strategi Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). Thesis pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Emay, A. (2011). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). Thesis pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Faizah, E.N. (2011). Pembelajaran Matematika Menggunakan Pendekatan Problem Possing dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Halidah, H. (2012). Penerapan Model Reciprocal Teaching untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Hariyanto. (2011). Pengertian Model Pembelajaran. [Online]. Tersedia: http://belajarpsikologi.com/pengertian-model-pembelajaran/ [16 Desember 2012]
Herdian. (2010). Kemampuan Penalaran Induktif. [online]. Tersedia: http://herdy07.wordpress.com/tag/kemampuan-penalaran-induktif/. [22 November 2012]
Herdian. (2010). Kemampuan Penalaran Matematika. [online]. Tersedia:
http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-penalaran-matematis/ [22 November 2012]
Herman, T. (2007). ”Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP”. Cakrawala Pendidikan.
1, 41-62.
56
Ince Napitupulu, E. (2012). Prestasi Sains dan Matematika Indonesia Menurun. [Online]. Tersedia: [Online]. Tersedia: http://pisaindonesia.wordpress.com/ [2 Juli 2013]
Isjoni. (2012). Cooperatif Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.
Ledlow, S. (2001). Using Think-Pair-Share in the College Classroom. [online]. Tersedia: www.hydroville.org/system/files/team_thinkpairshare.pdf [16 Desember 2012]
Lie, A. (2008). Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang kelas. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Meilina Nesa, N. (2012). Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 7e dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Nn. (2010). Ranking Indonesia Pada PISA 2009 dan 10 Terbaik. [Online]. Tersedia: http://pisaindonesia.wordpress.com/2010/12/17/ranking-indonesia-pada-pisa-2009-dan-10-terbaik [2 Juli 2013]
Priatna, N (2003). Kemampuan Penalaran Dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri Di Kota Bandung. Disertasi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Rahmahwati, S. (2011). Pembelajaran Efektif (Pendekatan, Stategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. [Online]. Tersedia: http://blog.umy.ac.id/sitirahmahwati/2011/12/01/pembelajaran-efektif-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/ [16 Desember 2012]
Ruseffendi. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito Bandung.
Sri Utomo, Y. (2011). Survei Internasional PISA. [Online]. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa [2 Juli 2013]
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: PT.Tarsito Bandung.
Sudrajat, G. (2009). Pengaruh Metode Penemuan dengan Seting Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Kancing Gemerincing dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Penalaran Induktif Siswa. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Suherman, E. (2008). Handout Belajar dan Pembelajaran Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Suherman, E. dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Suherman, E. dkk. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA UPI.
Sumarmo, U (2010). “Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan pada Peserta Didik.[Online]. Tersedia: http://id.scribd.com/doc/76353753/Berfikir-Dan-Disposisi-Matematik-Utari [24 Maret 2013]
Wena, M. (2010). Strategi Pembelajaran Inovatif kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi aksara.
Yulianti, N. (2010). Pengaruh Penerapan Pendekatan Problem Centered Learning (PCL) terhadap Kemampuan Penalaran Induktif Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Yulianti, Y. (2008). Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) pada Pokok Bahasan Bangun Ruang. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.