Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERNYATAN KEASLIAN KARYA TULIS………. iii
PERSEMBAHAN ……….. . iv
KATA PENGANTAR ... v
UCAPAN TERIMAKASIH ……… viii
ABSTRAK ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ……… xv
DAFTRA GAMBAR ……… xviii
DAFTAR LAMPIRAN ……… xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Kegunaan Penelitian ... 11
E. Definisi Operasional ... 12
F. Hifotesis ……….. 14
BAB II STUDI LITERATUR A. Pemahaman Konsep Matematika ... 15
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah
C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 21
D. Tugas Bentuk Superitem…..……….. 22
E. Hasil Penelitian yang Relevan ... 27
BAB III METODE PENELITIAN A. Disain Penelitian ... 28
B. Subyek Penelitian ... 29
C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 32
1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 33
2. Skala Pendapat ... 41
3. Obsevasi ……….. 42
D. Teknik Analisis Data ... 43
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ……… 51
F. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 51
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Tes Awal ... 54
B. Analisis Data Tes Akhir ... 57
C. Analisis Perolehan Tes Individu ... 61
D. Pengujian Hipotesis ... 61
E. Mutu Peningkatan Hasil Belajar ……… 77
F. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD disertai Tugas Bentuk Superitem……….…. 80
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah
H. Pembahasan……….. 88
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan………...93
B. Keterbatasan ………. ... 94
C. Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA……….. 96
DAFTAR RIWAYAT HIDUP………. 99
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Karakteristik Uji Normalitas Hasil Belajar ... 30
Tabel 3.2 : Karakteristik Uji Homogenitas Hasil Belajar ... 31
Tabel 3.3 : Karakteristik Uji Kesamaan Rerata Hasil Belajar ... 32
Tabel 3.4 : Pedoman Pemberian Skor Pemahaman Konsep ... 34
Tabel 3.5 : Pedoman Pemberian Skor Koneksi Matematis ... 34
Tabel 3.6 : Kriteria Penafsiran Indeks Korelasi ... 36
Tabel 3.7 : Interprestasi Koefisien Korelasi Nilai r... 38
Tabel 3.8 : Klasifikasi Interprestasi Daya Pembeda ... 39
Tabel 3.9 : Klasifikasi Interprestasi Tingkat Kesukaran ... 40
Tabel 3.10 : Karakteristik Soal Hasil Uji Coba Pemahaman Konsep ... 40
Tabel 3.11: Karakteristik Soal Hasil Uji Coba Koneksi Matematis……… 41
Tabel 3.12 : Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 49
Tabel 3.13 : Kriteria Penilaian PerolehanObservasi ... 50
Tabel 3.14 : Jadwal Penelitian ... 52
Tabel 4.1 : Kategori Kemampuan Siswa ... 54
Tabel 4.2 : Persentase Rata-Rata Tes Awal Pemahaman Konsep ... 55
Tabel 4.3 : Persentase Rata-Rata Tes AwalKoneksi Matematis ... 56
Tabel 4.4 : Persentase Rata-Rata Tes Akhir Pemahaman Konsep ... 58
Tabel 4.5 : Persentase Rata-Rata Tes Akhir Koneksi Matematis... 59
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Tabel 4.7 : Karakteristik Uji Normalitas Tes Awal Kemampuan Pemahaman
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Tabel 4.18 : Karakteristik Uji Rerata Tes Akhir Kemampuan Koneksi
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah DAFTAR GAMBAR
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Silabus Mata Pelajaran Matematika. ... 101
Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas SSI ... 104
Lampiran 3 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol /Konvensional ………... ... 116
Lampiran 4 : Lembar Kerja Siswa ... 126
Lampiran 5 : Tes Individu Kuis 1 ... 140
Lampiran 6 : Tes Individu Kuis 2 ... 141
Lampiran 7 : Kisi-Kisi Pemahaman Konsep ... 142
Lampiran 8 : Kisi-Kisi Koneksi Matematis Siswa ... 143
Lampiran 9 : Soal Pemahaman Konsep………. 144
Lampiran 10: Soal Koneksi Matematis Siswa ... 146
Lampiran 11: Angket Skala Sikap ... 148
Lampiran 12: Lembar Observasi ... 152
Lampiran 13: Skor Kemampuan Awal Matematika Kelas SSI ... 155
Lampiran 14: Skor Kemampuan Awal Matematika Kelas Konvensional ... 156
Lampiran 15: Analisis Data Kemampuan Awal ……… 158
Lampiran 16: Skor Uji Coba Soal Pemahaman Konsep ... 168
Lampiran 17: Skor Uji Coba Soal Koneksi Matematis Siswa ... 172
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah
Lampiran 1 9 : Validitas Tes Pemahaman Konsep ... 177
Lampiran 20 : Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran ... 180
Lampiran 21: Rekapitulasi Validasi Soal Pemahaman Konsep ... 181
Lampiran 22: Reliabilitas Tes Koneksi Matematis Siswa ... 182
Lampiran 23: Validitas Tes Koneksi Matematis Siswa ... 184
Lampiran 24 : Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran ... 187
Lampiran 25: Rekapitulasi Validasi Soal Pemahaman Konsep ... 188
Lampiran 26: Soal Pemahaman Konsep ... 189
Lampiran 27: Soal Koneksi Matematis ... 191
Lampiran 28: Nilai Kuis Pemahaman Konsep Kelas SSI ... 194
Lampiran 29: Nilai Kuis Koneksi Matematis Kelas SSI ... 196
Lampiran 30 : Skor Tes Awal Kemampuan Pemahaman KonsepKelas Kontrol/ Konvensional ..……… 198
Lampiran 31 : Skor Tes Awal Kemampuan Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen/Kelas SSI ... 199
Lampiran 32 : Skor Tes Awal Kemampuan Koneksi Matematis SiswaKelas Kontrol/ Konvensional ..………. . 200
Lampiran 33: Skor Tes Awal Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Kelas Eksperimen/Kelas SSI ... 201
Lampiran 34 : Skor Tes AkhirKemampuan Pemahaman KonsepKelas Kontrol/ Konvensional ..………. ... 202
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Lampiran 36 : Skor Tes akhirKemampuan Koneksi Matematis SiswaKelas
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Lampiran 47: Uji Homogenitas Varians Tes Akhir Kemampuan Pemahaman
Konsep dan Koneksi Matematis Siswa…... ... 215 Lampiran 48: Uji Kesamaan Rerata Tes Awal Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 216 Lampiran 49: Uji Kesamaan Rerata Tes Awal Kemampuan Koneksi Matematis Siswa ... 219 Lampiran 50: Uji Kesamaan Rerata Tes Akhir Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 221 Lampiran 51: Uji Kesamaan Rerata Tes Akhir Kemampuan Koneksi Matematis Siswa ... 223 Lampiran 52: Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas Kontrol/Konvensional ... 225 Lampiran 53: Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas Eksperimen/SSI ... 227 Lampiran 54: Gain Ternormalisasi Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Kelas Kontrol/Konvensional ... …………. 229 Lampiran 55: Gain Ternormalisasi Kemampuan Koneksi Matematis Siswa
Tedi Ruhyadi, 2012
Tedi Ruhyadi, 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman (Purwanto, 1990: 85). Pembelajaran, merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal (MKPBM, 2003: 8). Proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu, sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku.
Dalam arti sempit, pembelajaran adalah proses pendidikan di dalam lingkungan sekolah, atau pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber/fasilitas, dan teman sesama siswa (Diknas, 2008: 140). Berkaitan dengan hal itu, tujuan umum pembelajaran menurut (Depdikbud, 1993), diantaranya mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan, di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan menyelesaikan masalah atas dasar pemikiran secara logis, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif.
Tedi Ruhyadi, 2012
(1990), matematika diajarkan di sekolah karena memang berguna untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan masyarakat.
Matematika diajarkan di sekolah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (BNSP, 2006): (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisiensi, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tedi Ruhyadi, 2012
Proses pembelajaran matematika di sekolah perlu mempertimbangkan enam aspek pembelajaran matematika (NCTM, 2000) yang meliputi: (1) Equity. Keunggulan pada pendidikan matematika memerlukan keadilan (dugaan yang tinggi dan dorongan yang kuat pada semua siswa); (2) Curiculum, Kurikulum difokuskan pada kepentingan matematika di sekolah; (3) Teaching. Pengajaran yang efektif memerlukan pemahaman bagaimana siswa mengetahui dan membutuhkan belajar yang lebih menantang dan mendorong mereka untuk belajar lebih baik; (4) Learning. Siswa belajar matematika harus dengan pemahaman, dengan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya; (5) Assesment. Penilaian harus mendorong pentingnya pembelajaran matematika dan menyiapkan informasi yang bermanfaat diantara guru dan siswa; (6) Technology. Teknologi diperlukan dalam pembelajaran matematika, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran siswa.
Berdasarkan pengertian dan tujuan pembelajaran, serta pengertian dan tujuan ideal matematika, diharapkan dari proses pembelajaran matematika, mampu mendorong berkembangnya pemahaman dan penghayatan siswa, terhadap prinsip, nilai dan proses matematika. Hal ini akan membuka jalan bagi tumbuhnya daya nalar, berfikir logis, sistematik, kritis dan kreatif, bahkan siswa senang mempelajari matematika.
Tedi Ruhyadi, 2012
yang dipahami secara keliru. Pada akhirnya matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit, ruwet dan siswa enggan untuk mempelajarinya.
Penulis memperhatikan kondisi siswa pada pembelajaran matematika, pada umumnya siswa tidak mampu menelaah bentuk-bentuk atau struktur abstrak dan menghubungkan konsep-konsep yang ada dalam matematika, padahal menurut Karso dan Damardjo (2003:10) mempelajari matematika tidak lepas dari penelaahan bentuk-bentuk atau struktur yang abstrak, kemudian kita mempelajarinya dengan mencari hubungan-hubungan diantara hal-hal itu. Untuk mempelajari struktur-struktur atau hubungan-hubungannya maka kita perlu memahami konsep-konsep yang ada dalam matematika, artinya siswa harus memiliki kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis.
Tedi Ruhyadi, 2012
Hasil survei TIMSS tersebut menunjukan siswa di Indonesia masih rendah kemampuan atau kompetensi matematisnya, padahal kemampuan atau kompetensi matematis ini harus dimiliki oleh siswa seperti yang ditetapkan oleh National
Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000), bahwa dalam pembelajaran
matematika siswa harus memiliki kemampuan-kemampuan, yaitu diantaranya pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and
proof), komunikasi (communication), koneksi (connection) dan representasi
(representation).
Kemampuan matematis yang masih rendah dimiliki siswa di Indonesia, yaitu kemampuan pemahaman konsep dan menghubungkan antar konsep matematika (koneksi matematis). Setelah pembelajaran matematika dilaksanakan pada saat siswa diberi soal atau permasalahan matematis, siswa tidak memiliki kemampuan mengenali, mengerti, dan menafsirkan permasalahan matematika tersebut, apalagi sampai kepada menarik kesimpulan. Hal ini menunjukkan rendahnya kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis yang dimiliki siswa, padahal kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis merupakan bagian yang sangat penting dalam proses belajar matematika.
Tedi Ruhyadi, 2012
Untuk konser music rock, sebuah lapangan yang berbentuk persegi panjang berukuran panjang 100 meter dan lebar 50 meter disiapkan untuk pengunjung. Tiket terjual habis bahkan banyak fans yang berdiri. Berapakah kira-kira banyaknya pengunjung konser tersebut? (PISA: 2003)
Pada ujicoba soal tersebut, hanya sekitar 28% siswa menjawab benar, yaitu dengan jawaban 20.000. Untuk menyelesaikan soal ini sebenarnya tidak menggunakan perhitungan atau rumus matematika yang sulit. Karena utamanya yang diperlukan adalah daya imajinasi, kreativitas, dan kemampuan pemahaman konsep tentang luas persegi panjang.
Sementara itu kemampuan koneksi matematis dapat diartikan sebagai kesanggupan menghubungkan antara konsep-konsep matematika secara internal, yaitu berhubungan dengan matematika itu sendiri, atau hubungan secara eksternal, yaitu matematika dengan bidang lain, baik bidang studi lain maupun kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumarmo (2006), yang tergolong kemampuan koneksi matematis adalah mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur, memahami hubungan antar topik matematika, menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari, memahami representasi ekuivalen suatu konsep, mencari hubungan satu prosedur dengan prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen, menerapkan hubungan antar topik matematika, dan antara topik matematika dengan diluar matematika. Koneksi matematis merupakan salah satu kemampuan standar yang sudah ditetapkan oleh NCTM serta sudah diadopsi dan digunakan dalam pembelajaran matematika oleh banyak negara.
Tedi Ruhyadi, 2012
Joe mengetahui bahwa harga sebuah pena 1 zed lebih mahal dari harga sebuah pensil. Temannya membeli 2 buah pena dan 3 buah pensil seharga 17 zed. Berapazed yang dibutuhkan Joe untuk membeli 1 pena and 2 pensil? (TIMSS:2007)
Soal tersebut penyelesaiannya sangat sederhana sekali, siswa hanya diminta untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan persaman linear dengan dua peubah. Kompetensi dasar yang dibutuhkan untuk menjawab soal ini telah dipelajari siswa di kelas VIII SMP Semester 1, yaitu membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan menyelesaikan model matematika tersebut serta menafsirkannya. Soal tersebut cukup sulit, karena secara internasional hanya 18% siswa yang menjawab benar, dan bagi siswa Indonesia soal ini sangat sulit karena hanya 8% siswa yang menjawab benar.
Tedi Ruhyadi, 2012
keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru.
Namun demikian kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa dapat ditingkatkan, apabila pembelajaran yang dilaksanakan memperhatikan tingkat pengetahuan siswa, materi yang disajikan sesuai dengan perkembangan mental siswa, dan siswa memiliki kesiapan untuk mencapai keberhasilan belajarnya. Artinya, pembelajaran yang dilaksanakan harus memperhatikan tingkat pengetahuan siswa, tahapan perkembangan mental siswa dan kesiapan mental siswa dalam mencapai keberhasilan belajar. Bahkan bukan hanya sekedar itu, pembelajaran yang dilaksanakan adalah sebuah pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar dapat membantu siswa memahami konsep dan hubungan antar konsep dengan memperhatikan level atau tahapan kognitif siswa, dan mampu mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran yang dilaksanakan.
Sejalan dengan itu Sumarmo (1993), memberikan alternatif pembelajaran yang dimulai dari soal-soal yang sederhana meningkat pada yang lebih kompleks. Pembelajaran tersebut adalah pembelajaran yang menggunakan tugas bentuk superitem. Pembelajaran menggunakan tugas bentuk superitem adalah pembelajaran matematika dimulai dari soal-soal yang sederhana meningkat pada yang lebih kompleks. Tugas bentuk superitem terdiri dari rumusan pernyataan (stem) yang diikuti beberapa pertanyaan atau item yang semakin meningkat kekompleksannya, setiap stem terdiri dari empat item.
Tedi Ruhyadi, 2012
memahami hubungan antar konsep dan mengembangkan pengetahuannya. Selain daripada itu, pembelajaran menggunakan tugas bentuk superitem diharapkan lebih menantang, mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran, dan dapat membantu siswa dalam memahami hubungan antar konsep. Sehingga siswa dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematisnya.
Keberhasilan siswa dalam pembelajaran, tidak lepas dari hubungan yang tercipta antar siswa yang satu dengan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan, yang dikemukakan Slavin (1994: 50), bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan dengan tujuan, yaitu meningkatkan hasil akademik, memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang memiliki perbedaan latar belakang kehidupan, dan mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Tipe Student Teams-Achievement Division (STAD), yang dikembangkan oleh Slavin merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan, pada adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran, guna mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni, 2009: 51). Kerja kelompok sebagai kegiatan inti dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dilakukan dalam bentuk kegiatan memecahkan masalah, atau memahami dan menerapkan suatu konsep yang dipelajari siswa.
Tedi Ruhyadi, 2012
memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari, (b) tahap kerja kelompok, tim yang terdiri dari empat atau lima siswa mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas, (c) tahap tes individu, diadakan pada akhir pertemuan ke dua dan ketiga, kira-kira 10 menit, untuk mengetahui materi yang telah dipelajari oleh siswa, (d) tahap perhitungan skor siswa, (e) tahap rekognisi tim (pemberian penghargaan).
Berdasarkan uraian di atas, dan dengan pertimbangan bahwa pembelajaran koopertif tipe STAD, mengutamakan pada aktivitas dan interaksi antara siswa untuk saling memotivasi, saling membantu, dalam menguasai materi pelajaran. Serta pertimbangan bahwa tugas bentuk superitem, adalah sebuah soal yang terstruktur, terdiri dari beberapa rumusan pernyataan yang semakin meningkat kekompleksanya, dianggap mampu membantu meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa. Penulis tertarik melakukan studi tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem, dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa, pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
Tedi Ruhyadi, 2012
Untuk mempertajam permasalahan, masalah penelitian tersebut dirumuskan menjadi pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem lebih baik dari kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada pembelajaran biasa? 2. Apakah kemampuan koneksi matematis siswa pada pembelajaran kooperatif
tipe STAD disertai tugas bentuk superitem lebih baik dari kemampuan koneksi matematis siswa pada pembelajaran biasa?
3. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk:
1. Menelaah perbandingan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem dengan pembelajaran biasa.
2. Menelaah perbandingan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem dengan pembelajaran biasa.
3. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem.
Tedi Ruhyadi, 2012
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi peneliti dan pihak-pihak lain dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika diantaranya:
1. Siswa
a. Memberikan pengalaman baru yang dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa dalam pembelajaran matematika.
b. Meningkatkan semangat dan minat sehingga siswa memiliki sikap yang positif terhadap mata pelajaran matematika.
2. Guru
a. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan pembelajaran matematika.
b. Sebagai acuan dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.
3. Bahan pertimbangan dan sumber inspirasi bagi penelitian yang relevan berikutnya.
E. Definisi Operasional
Untuk memperoleh pengertian yang jelas dan menghindari kekeliruan dari istilah–istilah yang digunakan dalam penenlitian ini, maka perlu diberikan penjelasan-penjelasan dari istilah tersebut sebagai berikut :
a. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Tedi Ruhyadi, 2012
interaksi diantara siswa untuk saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal, yang terdiri dari lima komponen utama, yaitu presentasi kelas, tahap kerja kelompok, tahap tes individu,tahap perhitungan skor kemajuan individu, dan tahap pemberian penghargaan (rekognisi tim)
b. Tugas Bentuk Superitem
Tugas bentuk superitem adalah soal yang dimulai dari yang sederhana meningkat pada yang lebih kompleks, terdiri dari stem yang diikuti beberapa pertanyaan atau item yang semakin meningkat kekompleksannya, dimana biasanya setiap superitem terdiri dari empat item pada masing-masing stemnya.
c. Kooperatif Tipe STAD disertai Tugas Bentuk Superitem
Koopertaif Tipe STAD disertai Tugas Bentuk Superitem adalah pembelajaran kooperatif biasa yang mengutamakan aktivitas dan interaksi antara siswa untuk saling memotivasi, saling membantu dalam menguasai materi pelajaran, disertai bentuk soal yang terdiri dari rumusan pernyataan yang semakin meningkat kekompleksannya.
d. Pembelajaran Biasa
Tedi Ruhyadi, 2012
e. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
Kemampuan pemahaman konsep matematis diartikan sebagai kesanggupan untuk menggunakan pengetahuan dan kepandaian, dalam hal ini yang dimaksud adalah kesanggupan untuk menggunakan pengetahuan, keterampilan, prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang berkaitan dengan mata pelajaran matematika.
f. Kemampuan Koneksi Matematis
Kemampuan koneksi matematis diartikan sebagai kesanggupan menghubungkan antara konsep matematika secara internal, yaitu berhubungan dengan matematika itu sendiri, atau hubungan secara eksternal, yaitu matematika dengan bidang lain, baik bidang studi lain maupun kehidupan sehari-hari.
F. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem memiliki kemampuan pemahaman konsep matematis lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah BAB III
METODE PENELITIAN
A. Disain Penelitian
Penelitian ini merupakan quasi eksperimen terhadap siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama, dalam penelitian ini ada unsur manipulasi perlakuan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem, serta kemampuan matematis yang akan ditelitinya adalah kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa. Pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem sebagai variabel bebas, kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis sebagai variabel terikat.
Peneliti, pada penelitian ini menggunakan disain penelitian kuasi eksperimen, dengan pertimbangan bahwa kelompok yang sudah ada sebelumnya, tidak mungkin dibentuk menjadi kelompok baru; dengan kata lain random yang digunakan bukan random sebenarnya, tetapi random kelas (acak kelas). Menurut Ruseffendi (1994) pada kuasi eksperimen, subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi menerima keadaan subjek apa adanya, desain penelitiannya adalah kelompok kontrol non ekuivalen, sebagai berikut:
O X O
O O Keterangan:
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah X = perlakuan berupa pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk
superitem.
B. Subyek Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN se Kabupaten Subang. Penelitiannya dilakukan di salah satu SMPN, Ciasem, Subang, yang tergolong sekolah pada peringkat sedang. Dalam hal ini dikatakan sedang, sekolah tersebut bukan merupakan sekolah berstandar internasional, ataupun rintisan sekolah berstandar internasional, akan tetapi merupakan sekolah berstandar nasional dengan akreditasi A, seperti sekolah-sekolah lain pada umumnya.
Dari populasi dipilih 2 kelas sampel yang dipilih secara acak kelas, 1kelas eksperimen dan 1 kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelompok siswa yang diberi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem, selanjutnya pada penelitian ini disebut sebagai kelas STAD Superitem (SSI), kelas kontrol adalah kelompok siswa yang diberi pembelajaran biasa, selanjutnya disebut kelas konvensional.
Kedua kelas sampel (VIII A dan VIII E) memiliki rerata kemampuan awal matematis yang sama, hal ini ditunjukkan oleh uji kesamaan rerata hasil belajar matematika, yang diambil dari ulangan harian materi sebelumnya. Untuk mengetahui kesamaan rerata hasil belajar kedua kelas, dilakukan terlebih dahulu uji normalitas dan homogenitas dari data hasil belajar kedua kelas tersebut. Perhitungannya dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan.
Perhitungannya sebagai berikut:
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Rumusan hipotesisnya adalah:
Ho : Data berdistribusi normal. H1 : Data tidak berdistribusi normal Kriteria Pengujiannya:
Karakteristik Uji Normalitas Hasil Belajar
Kelas N x S 2hitung 2tabel
Konvensional 40 9,60 2,64 1,94 11,07
SSI 40 8,55 2,56 3,20 11,07
Setelah dilakukan perhitungan tentang uji normalitas terhadap kedua kelas, diperoleh hasil 2hitung= 1,94 untuk kelas konvensional dan 2hitung= 3,20 untuk kelas STAD. Dengan menggunakan taraf signifikan = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = k – 1 = 5 diperoleh 2tabel = 20,05 = 11,07. Dengan demikian 2
hitung < 2tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data kedua kelompok tersebut berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15.
2) Uji Homogenitas Variansi Hasil Belajar
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah 2 jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Berikut ini disajikan hasil uji homogenitas hasil belajar kedua kelas dalam bentuk tabel.
Tabel 3.2
Karakteristik Uji Homogenitas Hasil Belajar
Kelas s2 Dk Fhitung N Ftabel
Konvensional 13,27 39
1,21 40 1,71
SSI 10,97 39 40
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan diperoleh Fhitung = 1,21. Dengan menggunakan taraf signifikan = 0,05, dk pembilang = n – 1 = 39 dan dk penyebut = n – 1 = 39 diperoleh Ftabel = F0,05 (39/39) = 1,71. Dengan demikian Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variansi kedua kelas sama, artinya distribusi data hasil belajar kedua kelompok variansinya homogen. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15.
3) Uji Kesamaan Rerata Hasil Belajar
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah 2
1 1:
H ; rerata hasil belajar matematika siswa kelas STAD dengan siswa kelas konvensional adalah tidak sama atau ada perbedaan.
Kriteria pengujian:
jika thitung > ttabel atau thitung < -ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. jika -ttabel ≤ thitung ≤ ttabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Berikut ini disajikan hasil uji kesamaan rerata hasil belajar kedua kelas dalam bentuk tabel.
Tabel 3.3
Karakteristik Uji Kesamaan Rerata Hasil Belajar
Kelompok N x s2 sgab thitung ttabel
Konvensional 40 9,60 13,27
3,48 1,4 1,99
SSI 40 8,55 10,97
Hasil yang diperoleh dari perhitungan yang telah dilakukan thitung = 1,4. Dengan menggunakan taraf signifikan = 0,05 dan dk = ne + nk – 2 = 78 diperoleh ttabel = t0,05 (78) = 1,99. Dengan demikian thitung < ttabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata hasil belajar matematika siswa antara kelas konvensional dan kelas SSI, artinya kemampuan matematis kedua kelas tersebut sama. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15.
C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah 1. Instrumen tes kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis
berbentuk uraian, untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa sebelum dan sesudah perlakuan.
2. Instrumen non tes dalam bentuk penilaian skala sikap dan observasi, untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika, setelah menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem, dan untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran tersebut. Instrumen-instrumen tersebut dikembangkan sebagai berikut:
C.1. Tes kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis
Tes kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis, disusun secara terpisah dan diberikan pada waktu yang berlainan dalam bentuk uraian. Pokok bahasan yang dipilih adalah tentang sudut-sudut dalam lingkaran dengan pertimbangan bahwa pokok bahasan tersebut banyak memuat masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah dosen pembimbing. Sementara untuk aspek bahasa meminta guru bahasa Indonesia untuk memberikan pertimbangan dari segi bahasa yang digunakan.
Setelah validitas isi terpenuhi, baru kemudian diujicobakan ke sekolah lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan sekolah tempat penelitian. Uji coba butir soal dilaksanakan pada siswa kelas IX di salah satu SMP N di Ciasem, Subang. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui validitas butir soal, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran butir soal.
Adapun penskoran kemampuan pemahaman konsep pada penelitian ini, mengikuti Holistic Scale, yang diadaptasi dari Puspitasari, 2011, seperti pada Tabel 3.4 berikut ini.
Tabel 3.4
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Pemahaman Matematis
Skor Kriteria Jawaban dan Alasan
0 Tidak ada jawaban atau jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan atau tidak ada jawaban yang benar
1 Jawaban Sebagian besar mengandung perhitungan yang salah 2 Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti) penggunaan
algoritma salah namun mengandung perhitungan yang benar 3
Jawaban hampir lengkap (sebagian petunjuk diikuti) penggunaan algoritma hampir lengkap dan benar, namun mengandung sedikit kesalahan
4
Jawaban lengkap (hampir semua petunjuk soal diikuti) penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, dan melakukan perhitungan dengan benar.
Diadaftasi dari (puspitasari,2011), Holistic Scale dari North Carolina Department
of Public Instruction tahun 1994.
Sementara untuk kemampuan koneksi matematis, diadaftasi dari Supriatain,2009, seperti pada Tabel 3.5 berikut ini.
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Pemberian Skor dan Interprestasi Kemampuan Koneksi Matematis
Skor Interprestasi
4 Jawaban lengkap dan benar 3 Jawaban benar tetapi tidak benar
2 Jawaban benar sebagian
1 Jawaban Salah
0 Tidak ada jawaban atau kosong
Kegiatan analisis uji coba soal pemahaman konsep dan koneksi matematis dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Validitas Butir Soal
Menentukan apakah instrumen yang digunakan itu memiliki tingkat keandalan (validitas) atau tidak, pada penelitian ini digunakan perhitungan korelasi produk momen (Pearson Product Moment), yaitu terlebih dahulu ditentukan koefisien validitasnya dengan rumus sebagai berikut:
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah = jumlah perkalian skor item dan skor total
y = jumlah kuadrat skor total
Selanjutnya, untuk menentukan signifikansi koefisien korelasi akan digunakan uji-t dengan rumus:
dinyatakan valid, sebaliknya thitung ≤ ttabel, berarti item soal tidak valid.
Jika instrumen itu valid, maka dapat dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks korelasinya (r) dari tabel berikut ini:
Tabel.3.6
Kiteria Penafsiran Indeks Korelasi
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Sumber: ( Arikunto, 2010:75)
Berdasarkan hasil perhitungan untuk soal pemahaman konsep besarnya koefisien korelasi butir soal nomor 1, 2, 3, 4, dan 6 masing-masing adalah 0,951, 0,773, 0,739, 0,811 dan 0,830 sedangkan butir soal nomor 6 adalah 0,839. Selain itu dengan memperhatikan signifikansi korelasi dengan uji-t seluruh butir soal dinyatakan signifikan. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 19.
Sementara untuk soal koneksi matematis besarnya koefisien korelasi butir soal nomor 1, 2, 4, 5 dan 6 masing-masing adalah 0,860, 0,788, 0,851, 0,851, dan 0,619 sedangkan butir soal noomor 3 adalah - 0,123. Selain itu dengan memperhatikan signifikansi korelasi dengan uji-t butir soal 1, 2, 4, 5, dan 6 dinyatakan signifikan, sementara soal no 3 tidak signifikan. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 23.
2. Reliabilitas Butir Soal
Untuk menguji reliabilitas instrumen pada penelitian ini digunakan metode Spearman Brown, (Arikunto, 2010:93) dengan rumus sebagai berikut:
2
r = koefisien reliabilitas internal item
2
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah
y = jumlah kuadrat skor item total
Dengan terlebih dahulu dicari rtabel, signifikansi 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n - 2) kaidah keputusannya :
Jika r (koefisien reliabilitas internal seluruh item) dibandingkan dengan 11 rtabel
(koefisien reliabilitas pada tabel), apabila r > 11 rtabel, berarti item soal reliabel, dan
jika r11≤rtabel, berarti item soal tidak reliabel. (Riduwan,2004:107) Klasifikasi derajat koefisien reliabilitas seperti tampak pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7
Interprestasi Koefisien Korelasi Nilai r Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,800 – 1,000
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah dan termasuk kedalam kategori sangat tinggi. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 18.
Butir soal kemampuan koneksi matematis mencapai 0.832, yang termasuk kedalam katagori sangat tinggi. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 22.
3. Daya Pembeda
Untuk mengetahui sebuah butir soal dapat membedakan kemampuan siswa yang pandai dengan siswa berkemampuan rendah, dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Sumber: (Arikunto,2010) Keterangan:
DP = indeks daya pembeda
AB = jumlah skor yang dicapai kelompok atas
BB = jumlah skor yang dicapai kelompok bawah
n = jumlah seluruh siswa kelompok atas dan kelompok bawah
Maks = skor maksimum soal
dengan klasifikasi interprestasi daya pembeda sebagai berikut: Tabel 3.8
Klasifikasi Interprestasi Daya Pembeda
Dayapembeda Tingkat Hubungan
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Hasil perhitungan indeks daya pembeda butir soal pemahaman konsep matematis nomor 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 masing-masing adalah 0,42; 0,33; 0,33; 0,33; 0,42; dan 0,33. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 20.
Sementara perhitungan indeks daya pembeda butir soal kemampuan koneksi matematis nomor 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 masing-masing adalah 0,33; 0,23; 0,08; 0,42; 0,33 dan 0,25 perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 24.
4. Tingkat Kesukaran
Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal, dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
TK = indeks tingkat kesukaran
AB = jumlah skor yang dicapai kelompok atas
BB = jumlah skor yang dicapai kelompok bawah
n = jumlah seluruh siswa kelompok atas dan kelompok bawah
Maks = skor maksimum soal
Dengan klasifikasi interprestasi tingkat kesukaran sebagai berikut: Tabel 3.9
Klasifikasi Interprestasi Tingkat Kesukaran
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Sumber: (Arikunto,2010:210)
Hasil perhitungan indeks tingkat kesukaran butir soal pemahaman konsep matematis nomor 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 masing-masing adalah 0,56; 0,42; 0,71; 0,42; 0,23 dan 0,33. Hal ini menunjukan tingkat kesukaran soal nomor 1, 2, 4 dan 6 sedang, nomor 3 mudah sementara soal nomor 5 sukar. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 20.
Hasil perhitungan indeks tingkat kesukaran butir soal koneksi matematis nomor 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 masing-masing adalah 0,81; 0,48; 0,77; 0,37; 0,33 dan 0,21. Hal ini menunjukan tingkat kesukaran soal nomor 1,3 mudah, soal no 2, 4, 5 sedang dan soal no 6 sukar. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 24.
Hasil uji coba tes pemahaman konsep matematika siswa secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut:
Tabel 3.10
Karakteristik Soal Hasil Uji Coba Pemahaman Konsep
Nomor
Soal Validitas
Daya Pembeda Tingkat Kesukaran
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Hasil uji coba tes koneksi matematis siswa secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.11 berikut:
Tabel 3.11
Karakteristik Soal Hasil Uji Coba Koneksi Matematis
Nomo dapat dipakai dapat digunakan sebagai instrumen pada penelitian, hanya untuk soal no. 3 tidak dipakai.
C.2. Skala Sikap dan Observasi
C.2.1. Skala Sikap
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah STAD disertai tugas bentuk superitem, pada kelas eksperimen diberikan instrumen berupa skala sikap berbentuk angket dari model skala Likert.
Model skala Likert meminta responden sebagai individu untuk menjawab pernyataan dengan jawaban: sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS), masing-masing jawaban diberi skor untuk pernyataan-pernyatan positif : SS = 5, S = 4, R = 3, TS = 2, STS = 1; sebaliknya apabila pernyataan-pernyataannya negatip : SS = 1, S = 2, R = 3, TS = 4, STS = 5.
Kisi-kisi untuk soal non tes mengacu kepada skala pendapat model skala Likert, dengan soal berbentuk angket sebanyak 20 item soal, angket skala pendapat yang telah disusun telah mendapat pertimbangan dari akhlinya. Pertimbangan yang diminta menyangkut isi dan bahasa yang digunakan. Selengkapnya skala sikap dapat dilihat pada lampiran 11.
C.2.2. Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika setelah menggunakan pembelajaran koperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem. Adapun lembar pengamatan yang digunakan, dibuat dengan langkah sebagai berikut:
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah 2. menyusun instrumen pengamatan keterampilan proses mengacu pada indikator
sikap.
3. mengkonsultasikan lembar pengamatan kepada para ahli dan dosen pembimbing, untuk mengetahui validitas isi dan reliabilitasnya.
Selengkapnya lembar observasi dapat dilihat pada lampiran 12.
D. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif merupakan data yang digunakan untuk mengetahui pendapat siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem, melalui instrumen berupa non tes dari pengisian angket. Pengumpulan data tersebut dilakukan pada saat dan setelah pembelajaran dilaksanakan pada kelas STAD.
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah instrumen berupa tes, yaitu tes pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa yang digunakan pada saat tes awal dan tes akhir.
Seperti diuraikan diatas, pada penelitian ini ada dua jenis data yang diperoleh, yaitu data kuantitatif (data yang didapat melalui tes awal dan akhir) dan data kualitatif (data yang didapat melalui angketdan observasi). Pelaksanaan analisis data dari kedua jenis data tersebut adalah sebagai berikut:
D.1. Analisis Data Tes Pemahaman Konsep dan Koneksi Matematis Siswa Data yang diperoleh dari tes yang digunakan pada tes awal dan tes akhir merupakan data kuantitatif. Untuk menganalisis data kuantitatif tersebut digunakan teknik analisis statistik parametrik. Langkah-langkah pelaksanaan analisis data tersebut adalah sebagai berikut:
D.1.1. Analisis Kesamaan Rerata Tes Awal
Analisis kesamaan rerata tes awal pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, dilakukan dengan cara menguji rerata skor tes awal kedua kelompok. Analisis kesamaan rerata tes awal ini, bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa, sebelum mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan tugas bentuk superitem dan pembelajaran biasa.
Sebelum melakukan pengujian, harus diperiksa terlebih dahulu normalitas dan homogenitas dari data tes awal kedua kelas tersebut. Pengujiannya adalah sebagai berikut:
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Uji normalitas data tes awal kelas eksperimen dan kelas kontrol, menggunakan metode Chi-Kuadrat, (Riduwan, 2004:121), dengan menggunakan rumus: Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
jika2hitung >2tabel, artinya H0 ditolak dan H1 diterima.
jika2hitung ≤2tabel, artinya H0 diterima dan H1 ditolak.
b. Uji Homogenitas Tes Awal
Uji homogenitas data tes awal kelas eksperimen dan kelas kontrol, dalam hal ini menggunakan rumus :
terkecil
Rumusan Hipotesisnya adalah sebagai berikut: 2
Kriteria pengujian sebagai berikut:
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah jika Fhitung ≤ Ftabel, artinya H0 diterima dan H1 ditolak.
c. Uji Kesamaan Rerata Tes Awal
Jika kedua kelompok data berdistribusi normal dan homogen, maka analisis statistiknya dapat menggunakan uji statistik parametrik dan uji kesamaan rerata tes awal dapat dilakukan, tujuannya untuk mengetahui kemampuan awal pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa pada kelas STAD dan kelas
konvensional.
Rumusan hipotesisnya adalah:
1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa
2 1 0 :
H ; tidak terdapat perbedaan rerata kemampuan awal pemahaman konsep matematis siswa pada kelas konvensional dan kelas SSI.
2 1 1:
H ; terdapat perbedaan rerata kemampuan awal pemahaman konsep matematis siswa pada kelas konvensional dan kelas SSI.
2. Kemampuan Koneksi Matematis Siswa
2 1 0 :
H ; tidak terdapat perbedaan rerata kemampuan awal koneksi matematis siswa pada kelas konvensional dan kelas SSI.
2 1 1:
H ; terdapat perbedaan rerata kemampuan awal koneksi matematis siswa pada kelas konvensional dan kelas SSI.
Statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis di atas adalah dengan statistik uji-t sebagai berikut:
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah
nk = banyaknya siswa pada kelas konvensional
Kriteria pengujian:
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Untuk menguji kesamaan rerata tes akhir kedua kelas, dapat dilakukan dengan menghitung skor rerata tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji kesamaan rerata tes akhir ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa setelah mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem. Tetapi sebagai konsekuensi dari hipotesis penelitian maka dalam hal ini dilakukan pengujian pihak kanan. Adapun rumusan hipotesis dan langkah-langkahnya sebagai berikut:
Rumusan hipotesisnya adalah:
a. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa
2 1 0 :
H ; Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
2 1 1 :
H ; Kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem lebih baik dari kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada pembelajaran biasa.
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah 2
1 0 :
H ; Tidak terdapat perbedaan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
2 1 1 :
H ; Kemampuan koneksi matematis siswa pada pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem lebih baik dari kemampuan koneksi matematis siswa pada pembelajaran biasa.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengujinya sama dengan pengujian pada kesamaan rerata tes awal.
D.1.3. Gain Ternormalisasi
Data yang diperoleh dari hasil tes awal dan tes akhir dianalisis untuk mengetahui mutu peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa. Perhitungannya menggunakan rumus gain ternormalisasi (normalized gain), berdasarkan perhitungan Meltzer (2002), sebagai berikut:
Gain ternormalisasi ( N-gain) = − � � −
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Sumber; Hake (1999)
D.2. Skala Sikap dan Observasi
D.2.1. Skala Sikap
Dalam menganalisis hasil angket, data kualitatif yang telah diperoleh ditransfer terlebih dahulu ke dalam data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari pernyataan skala sikap, terdiri dari pernyataan bersifat negatif dan pernyataan bersifat positif. Untuk pernyataan bersifat positif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 5, S diberi skor 4, TB diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TB diberi skor 3, TS diberi skor 4, dan STS diberi skor 5.
Selanjutnya untuk mengetahui besarnya prosentase dari setiap pernyataan yang telah dipilih oleh siswa, digunakan rumus sebagai berikut:
%
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah penjelasan guru, terampil dalam kegiatan pembelajaran dan terampil dalam mengahiri kegiatan pembelajaran. Masing-masing aspek tersebut terdiri dari beberapa sub.aspek selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 12.
Dalam pembahasan skor data observasi tersebut, diuraikan sesuai dimensi-dimensi aspek yang dijadikan dasar dalam mengamati aktivitas siswa, sementara klasifikasi perolehan skor data observasi, digunakan pedoman umum pelaksanaan penilaian (PPUP), dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
Tabel 3.13
Kriteria Penilaian Perolehan Observasi Skor observasi % Kriteria
< 60 %
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Persiapan
b. Penyusunan instrumen dan perangkat pembelajaran, termasuk penyusunan soal pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa. c. Melaksanakan uji coba instrumen, untuk mengetahui validitas,
reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal.
d. Menganalisa hasil uji coba dan mengambil kesimpulan terhadap hasil uji coba tersebut.
2. Pelaksanaan
Tedi Ruhyadi, 2012
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah b. Melaksanakan tes awal, untuk mengetahui kemampuan dasar
pemahaman konsep dan koneksi matematis yang dimiliki oleh kedua kelas tersebut.
c. Melaksanakan pembelajaran kepada kedua kelas dengan model yang ditentukan.
d. Memberikan tes akhir untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa.
e. Memberikan skala pendapat berupa angket untuk mengetahui pendapat siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran koperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem.
F. Jadwal Penelitian
Penelitian dilaksanakan, sesuai dengan jadwal yang telah dibuat oleh sekolah subyek. Baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol mendapat porsi waktu belajar yang sama. Pelaksanaan tes awal, pembelajaran, tes akhir, dan pengisian skala pendapat terinci pada Tabel 3.14
Tedi Ruhyadi, 2012
Tedi Ruhyadi, 2012
Tedi Ruhyadi, 2012
Tedi Ruhyadi, 2012
BAB V
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen melibatkan dua kelompok, yaitu kelas SSI dan kelas konvensional. Kelas SSI, adalah kelompok siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem, kelas konvensional adalah kelompok siswa yang diberi pembelajaran biasa.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan, serta temuan-temuan dalam penelitian ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan pemahaman konsep matematis siswa, melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Hal ini ditunjukkan oleh, uji kesamaan rerata tes akhir yang menunjukan adanya perbedaan peningkatan pemahaman konsep matematis siswa, antara kelas SSI dan kelas konvensional. Kemudian rerata peningkatan pemahaman konsep matematis siswa pada kelas SSI lebih baik dibandingkan dengan kelas konvensional, serta peningkatan mutu hasil belajar yang ditunjukan oleh perhitungan gain ternormalisasi, ternyata peningkatan mutu hasil belajar kelas SSI lebih baik dibandingkan dengan kelas konvensional.
dengan pembelajaran biasa. Hal ini ditunjukan oleh, uji kesamaan rerata tes akhir yang menunjukan adanya perbedaan peningkatan koneksi matematis siswa, antara kelas SSI dan kelas konvensional. Kemudian rerata peningkatan koneksi matematis siswa, pada kelas SSI lebih baik dibandingkan dengan kelas konvensional, serta peningkatan mutu hasil belajar yang ditunjukkan oleh perhitungan gain ternormalisasi, ternyata peningkatan mutu hasil belajar kelas SSI lebih baik dibandingkan dengan kelas konvensional.
3. Berdasarkan hasil perhitungan, prosentase skala sikap siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk super item, ternyata sebagian besar siswa merasakan, bahwa setelah pembelajaran matematika,menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem, mampu mendorong siswa terhadap minat dan kesungguhan belajar, serta menyadari manfaat belajar matematika. Artinya, setelah menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem, timbul dalam diri siswa, minat dan kesungguhan belajar, serta kesadaran akan manfaat matematika untuk dirinya.
B. Keterbatasan
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang memungkinkan hasil yang dicapai belum maksimal. Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
aspek mana, baik untuk pemehaman konsep atau koneksi matematis yang mengakibatkan hasil belajar yang diperoleh kelas SSi lebih baik daripada kelas konvensional.
2. Observasi yang dilakukan belum mencakup aspek-aspek pemahaman konsep atau koneksi matematis, sehingga penelitian ini tidak menjelaskan kenapa perolehan mutu peningkatan pemahaman konsep kelompok bawah, lebih baik dari kelompok sedang pada kelas SSI. Tidak mampu menjelaskan kenapa perolehan mutu peningkatan pemahaman konsep kelompok rendah, pada kelas SSI lebih baik dari kelompok atas pada kelas konvensional. Begitu juga tidak mampu menjelaskan, kenapa mutu peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelompok sedang, pada kelas SSI lebih baik dari kelompok atas pada kelas konvensional.
3. Penelitian hanya dilakukan pada kelas yang emnggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem saja, sehingga tidak mampu menjelaskan, apakah hasil belajar yang dicapai tersebut akibat pengaruh kooperatif tipe STAD-nya atau tugas bentuk superitem-nya, atau benar-benar sebagai pebgarug pembelajarn kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem.
C. Saran
dan koneksi matematis siswa. Untuk pengembangan pembelajaran dan penelitian selanjutnya penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi guru yang akan menggunakan, pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk superitem, dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran, dalam meningkatkan pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa.
2. Bagi guru yang akan menggunakan, pembelajaran matematika dengan kooperatif tipe STAD disertai tugas bentuk super item, hendaknya memilih topik-topik yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran tersebut.
3. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dilanjutkan pada sampel kelas yang lain, atau sekolah lain dengan jenjang yang berbeda dan meninjau aspek yang lebih speseipik, aspek yang dimaksud adalah aspek-aspek pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa.
4. Bagi peneliti lain, hendaknya dilakukan observasi yang menyangkut aspek-aspek pemahaman konsep dan koneksi matematis, sehingga mampu menjelaskan temuan-temuan yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan matematis siswa.
Tedi Ruhyadi, 2012
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta
Budiharjo (2006). Penerapan Aspek Penilaian Pada Penulisan Soal dan
Pengolahan Nilai Raport. Makalah pada Bintek Matematika, semarang:
Tidak diterbitkan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1993). Kurikulum Pendidikan Dasar
Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Mata Pelajaran Matematika. Proyek Peningkatan SMA Jawa Barat.
Hake,R.R (1999). Analyzing Change/Gain Score. Tersedia. [online]. http://lists.asu.edu/cgi-bin/wa?A2=ind99037L=aera-d&P=R6855.[20 April 2012]
Isjoni (2009). Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok, Bandung: Alfabeta.
Karso dan Damardjo (1993). Dasar-Dasar Pendidikan MIPA (D-III PGSMP). Jakarta: Depdikbud.
Karso dan Suherman (1993). Matematika dan Matematika Sekolah. Dalam Suherman dan Winataputra. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta : Universitas Terbuka.
Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conseptual Learning Gain in Physics. American Journal of Physics. Tersedia: http://www.physics.edu/per/does/AJP-des-2002-Vol.70-1259-1268.pdf.[2] [21 April 2012]
National Council of Teacher of Mathematycs (2000). Principles and Standar for
School Mathematycs. Reston, VA: Author.
National Council of Teacher of Mathematycs (1989). Curriculum and Evaluation
Standar for School Mathemaycs. Resto, VA: NCTM.
Nurjanah, N (2006). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pemecahan
Masalah untuk Meningkatkan Pemahaman Matematis Siswa. Skripsi
Tedi Ruhyadi, 2012
Nuryanti, I (2006). Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematik Siswa
melalui Penerapan Pertanyaan Produktif dalam Pembelajaran Koperatif.
Skripsi FPMIPA, UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Pendidikan Nasional (2008). Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Diknas
Polya, G (1985). How to Solve It . A New Aspect of Mathematical Method
(2nd ed). Princeton, New Jersey : Princeton University Press.
Purwanto, N (1990). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Riduwan. (2004). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta.
Ruseffendi. (1998). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.
__________(1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta
Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.
__________(1991b). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya
dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung:
Tidak diterbitkan.
__________(1991a). Pengantar kepada Membantu Guru Mengem-bangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito
__________(1990). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru
dan PGSD D2. Seri Kedua. Bandung: Tarsito
Slavin.R.,E., (2008). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktek, (Penerjemah Nurulita), Bandung: Nusa Media
Sumarmo,U (2006) Berpikir Matematika Tingkat Tinggi pada Siswa Sekolah
Menengah dan Mahasiswa Calon Guru. Makalah pada Seminar
Pendidikan Matematika Universitas Pajajaran: Bandung
___________(2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan
Kurikulum Berbasis Kompetensi . Makalah pada Seminar Matematika
Tingkat Nasional. Bandung
___________(1994b) Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan
Kemampuan komunikasi Matematis pada Guru dan Siswa SMP. Laporan
Tedi Ruhyadi, 2012
___________(1994a) Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan
Pemecahan Masalah Matematika pada Guru dan Siswa SMA. Laporan
Hasil Penelitian FPMIPA IKIP Bandung
___________(1993) Profil Struktur Hasil Belajar Matematika Siswa SMA
Berdasarkan Taksonomi SOLO. Laporan Hasil Penelitian FPMIPA IKIP
Bandung
___________(1993) Peranan Kemampuan Logik dan Kegiatan Belajar terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Hasil Penelitian FPMIPA IKIP Bandung
Tanireja, Tukiran dkk (2011) Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta
Tim Mata Kuliah Pembelajaran Matematika (2001) Common Text Book Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA – UPI.
Trends in International Mathematics and Science. (2003) High Light From The
Trends in International Mathematics and Sciene Study (TIMSS) 2003
(online).Tersedia:http://www.warwick.ac.uk/ETS/publication/Guides/cal.h tm.(25 september 2008)
Wilson dan Chavarria (1993) Superitem Test as a Classroom Assessment Toll. Dalam Webb dan Coxford (ed). Assessment in the Mathematics