• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI PEPPERMINT (Mentha piperita) SECARA INHALASI TERHADAP SKALA DISMENORE PRIMER PADA SISWA SMA NEGERI 10 SIJUNJUNG TAHUN 2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI PEPPERMINT (Mentha piperita) SECARA INHALASI TERHADAP SKALA DISMENORE PRIMER PADA SISWA SMA NEGERI 10 SIJUNJUNG TAHUN 2014."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI PEPPERMINT

(Mentha piperita) SECARA INHALASI TERHADAP SKALA

DISMENORE PRIMER PADA SISWA SMA NEGERI 10

SIJUNJUNG TAHUN 2014

Penelitian Keperawatan Maternitas

RAHMADENI IRMA

BP. 1010322038

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

(2)

vii

UNIVERSITAS ANDALAS

September 2014

Nama : Rahmadeni Irma BP : 1010322038

Pengaruh Pemberian Aromaterapi Peppermint (Mentha piperita) Secara Inhalasi Terhadap Skala Dismenore Primer Pada Siswa SMA Negeri 10 Sijunjung

Tahun 2014

ABSTRAK

Dismenore merupakan keluhan ginekologi yang paling umum dan banyak dialami oleh wanita terutama pada usia remaja. Reaksi fisik muncul dalam bentuk gejala-gejala yang tidak dikehendaki dan tidak menyenangkan. Siswi yang mengalami dismenore primer pada SMA Negeri 10 Sijunjung ditemukan sebanyak 100 orang. Nyeri dismenore yang dialami dapat mengganggu aktivitas serta konsentrasi siswi dalam belajar. Pemberian aromaterapi peppermint (Mentha piperita) secara inhalasi merupakan salah satu dari beberapa terapi non farmakologis yang dapat diberikan untuk mengatasinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh aromaterapi peppermint (Mentha piperita) secara inhalasi terhadap skala dismenore primer pada siswi SMA Negeri 10 Sijunjung. Desain penelitian yang digunakan adalah praeksperimental dengan one group pretest posttest. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling yang terdiri dari 20 orang responden yang mengalami dismenore primer. Hasil penelitian dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon, menunjukan adanya pengaruh aromaterapi peppermint (Mentha piperita) secara inhalasi terhadap skala dismenore primer dengan rata-rata penurunan skala nyeri adalah 1,95, dan p=0,00. Aromaterapi peppermint (Mentha piperita) secara inhalasi dapat dijadikan suatu alternatif untuk mengurangi nyeri dismenore primer.

(3)

viii

The Effect of Peppermint Aromatherapy (Mentha piperita) by Inhalation Of Primary Dysmenorrhea Scale At Students In Senior High School 10 Sijunjung

2014

ABSTRACT

Dysmenorrhoea is the most common of gynaecological complaints and many experienced by women ,after that physical symptoms reaction appear undesirably and unpleasantly. Primary dysmenorrhoea often experienced by teenagers while in menstrual cycle and its pain can interfere with students activities, along with concentration in learning. Granting aromatherapy of peppermint (Mentha piperita) by inhalation is one of several therapeutic non pharmacological that can be given to treat primary dysmenorrhoea. This research aims to see the influence of peppermint aromatherapy (Mentha piperita) by Inhalation of primary dysmenorrhoea scale at students in Senior High School 10 Sijunjung. The research design was used pre-eksperimental with one group pre-test post-test Sampling technique by purposive sampling consists of 20 people respondents who have experienced with primary dysmenorrhoea,and then the Result by using paired statistical test, shows that there is an effect aromatherapy of peppermint (Mentha piperita) by inhalation of primary dysmenorrhoea scale with an average decrease in pain scale was 1.95 and p = 0.00. Essential oils of peppermint (Mentha piperita) by inhalation can be an alternative to reduce the pain of primary dysmenorrhoea.

(4)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan reproduksi wanita adalah keadaan sejahtera fisik, mental, dan

sosial yang utuh serta bukan hanya bebas dari penyakit atau kelemahan, yang

berhubungan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Kesehatan

reproduksi wanita dimulai sejak konsepsi, menjadi bayi, balita, anak

prasekolah, usia sekolah, remaja, usia subur, hingga menjadi ibu, kemudian

menjadi lansia, yang masing-masing mempunyai kekhususan (Noorkasiani,

2009).

Menstruasi merupakan suatu perkembangan biologis seorang remaja pada

sistem reproduksi yang dimulai antara usia 12-15 tahun, dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya kesehatan wanita, status nutrisi dan berat tubuh

relatif terhadap tinggi tubuh. Menstruasi berlangsung sampai mencapai usia

45-50 tahun (Progestian, 2010). Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus

yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya

lapisan endometrium uterus (Bobak, 2004).

Cakir M (2007 dikutip dari Sianipar 2009) menyatakan bahwa, banyak

gangguan menstruasi yang dihadapi seorang perempuan. Gangguan menstruasi

ini biasanya menyebabkan ketidaknyamanan fisik bagi seorang perempuan

(5)

2

yang menyebabkan ketidaknyamanan fisik yaitu dismenore, dengan prevalensi

terbesar 89,5% (Sianipar, 2009).

Dismenore adalah nyeri yang dialami ketika menstruasi yang memaksa

penderita untuk istirahat dan meninggalkan aktivitasnya atau kehidupan

kesehariannya untuk beberapa jam atau beberapa hari (Dawood, 2006).

Dismenore yang sangat nyeri membuat wanita merasakan tidak nyaman,

dengan nyeri yang seringkali dirasakan pada perut dan punggung bagian bawah

lalu menjalar kebawah hingga kebagian atas tungkai (Andrews, 2010).

Dismenore terdiri dari dua kategori yaitu dismenore primer dan dismenore

sekunder. Dismenore primer adalah menstruasi yang nyeri tanpa penyebab

jelas dan tidak berhubungan dengan kelainan ginekologik. Dismenore sekunder

terjadi akibat berbagai kondisi patologis, seperti endometriosis, salfingitis atau

kelainan duktus mulleri kongenital. Pasien yang mengalami dismenore primer

memiliki produksi prostagladin endometrium yang lebih besar, sehingga

menyebabkan kontraksi uterus, ischemia uterus dan nyeri pelvis (Schwartz,

2005).

Dismenore yang sering terjadi pada remaja adalah dismenore primer yaitu

nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata, hal

ini dapat terjadi 2-3 tahun setelah menarche, sifat rasa nyeri yang dirasakan

berupa rasa kejang pada perut bagian bawah tetapi dapat menyebar ke arah

pinggang dan paha (Sukarni, 2013). Diperkirakan 50% wanita yang mengalami

(6)

Prevalensi dismenore primer di Amerika Serikat pada tahun 2012 yang

dialami wanita umur 12-17 tahun adalah 59,7%, dengan derajat kesakitan

49% dismenore ringan, 37% dismenore sedang dan 12% dismenore berat

sehingga mengakibatkan 23,6% dari penderitanya tidak masuk sekolah

(Omidvar, 2012). Di Indonesia kejadian dismenore primer mencapai 54,89%

sedangkan dismenore sekunder sebanyak 45,11% (Proverawati & Misaroh,

2009).

Menurut Dewi Kurniawati dan Yuli Kusumawati (2011) dalam

penelitiannya tentang pengaruh dismenore terhadap siswi SMK di Surakarta,

terdapat pengaruh dismenore terhadap penurunan aktivitas remaja di sekolah,

penurunan aktivitas pada remaja saat mengalami menstruasi disebabkan karena

gejala-gejala dismenore seperti nyeri perut, pingsan, pusing, mual, nyeri

pinggang, nyeri punggung, keringat dingin, dan berguling–guling (Kurniawati,

2011). Dari 30% sampai 50% remaja yang mengalami dismenore primer 10

sampai 15% diantaranya mengatakan tidak mampu mengerjakan tugas sekolah

mereka (Botell & Bermudez, 2012).

Penatalaksanaan nyeri dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang berhubungan

sehingga mempengaruhi kualitas manajemen nyeri faktor-faktor ini berkaitan

dengan peran dokter, perawat dan klien (Brink & Wood, 2004). Pada dasarnya

terdapat dua pilihan pengobatan untuk dismenore primer yaitu pengobatan

medis dan non-medis. Pengobatan medis yaitu dengan mengkonsumsi obat

non steroid anti-inflamasi dan pil kontrasepsi oral, hal ini merupakan terapi

(7)

4

Terlepas dari frekuensi dan tingkat keparahan dismenore, kebanyakan wanita

tidak mencari pengobatan medis untuk mengatasinya (Lefebvre, 2005).

Penelitian di Mesir menemukan bahwa remaja memilih tidak menggunakan

obat untuk mengatasi dismenore karena mereka percaya bahwa dapat

mempengaruhi kesuburan atau menyebabkan beberapa jenis ketergantungan.

Jadi beberapa peneliti melakukan penelitian mengenai keefektifan terapi

alternatif untuk mengatasi dismenore seperti terapi diet, intervensi perilaku,

akupresur dan aromaterapi (Harel, 2006).

Aromaterapi berarti penggunaan minyak wangi esensial untuk tujuan

terapeutik atau medis. Hal itu efektif untuk relaksasi, mengurangi rasa sakit

dan stres, meningkatkan mekanisme koping dan meningkatkan kebugaran

(Jackie, 2010). Pada beberapa wanita memiliki cara tertentu untuk mengurangi

dismenore yaitu dengan membuat kondisi badan dan pikiran serileks mungkin.

Kondisi ini diperoleh melalui relaksasi dengan mencium aroma yang

menyegarkan, sehingga mengurangi rasa nyeri pada saat dismenore.

Aromaterapi adalah terapi yang menggunakan minyak essensial yang dinilai

dapat membantu mengurangi bahkan mengatasi gangguan psikologis dan

gangguan rasa nyaman seperti cemas, depresi, nyeri, dan sebagainya (Watt &

Janca, 2008).

Mekanisme kerja perawatan aromaterapi dalam tubuh manusia

berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu sistem sirkulasi tubuh dan

sistem penciuman. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis, daya ingat

(8)

pada manusia. Hanya sejumlah 8 molekul yang dapat memacu impuls elektrik

pada ujung saraf. Sedangkan secara kasar terdapat 40 ujung saraf yang harus

dirangsang sebelum seseorang sadar bau apa yang dicium. Bau merupakan

suatu molekul yang mudah menguap ke udara dan akan masuk ke rongga

hidung melalui penghirupan sehingga akan direkam oleh otak sebagai proses

penciuman (Primadiati, 2002).

Proses penciuman sendiri terbagi dalam 3 tingkatan, yaitu dimulai dengan

penerimaan molekul bau tersebut pada olfactory epithelium. Selanjutnya bau

tersebut akan ditransmisikan sebagai suatu pesan ke pusat penciuman yang

terletak di bagian belakang hidung. Pada tempat ini berbagai sel neuron

menginterpretasikan bau tersebut dan mengantarnya ke sistem limbik yang

selanjutnya akan dikirim ke hipotalamus untuk diolah. Melalui penghantaran

respon yang dilakukan oleh hipotalamus, seluruh unsur pada minyak essensial

tersebut akan diantar oleh sistem sirkulasi dan agen kimia pada organ tubuh

yang membutuhkan (Primadiati, 2002).

Penelitian Tate (1997) yang berjudul Peppermint oil: A treatment for

postoperative nausea menunjukkan bahwa dengan menghirup uap minyak

peppermint secara signifikan dapat mengurangi mual pasca operasi dan

antiemetik farmakologis setelah operasi ginekologi. Minyak peppermint juga di

gunakan dalam penelitian Schuhmacher dkk tahun 2003 yang membuktikan

bahwa minyak esensial peppermint mampu memberikan suatu efek langsung

sebagai antivirus terhadap herpes, pembentukan plak secara signifikan

(9)

6

Peppermint befungsi sebagai anti konvulsi. Salah satu mekanisme anti

konvulsi adalah spasmolitik atau anti kejang kontraksi otot. Peppermint

mempunyai aktifitas spasmolitik secara in vitro dan juga dapat menurunkan

regangan otot skeletal. Mekanisme aksi pengaruh spasmolitik dari minyak

lavender telah diterangkan oleh hasil penelitian Lis Bachim, dkk. Menurutnya,

efek lavender sebagai spasmolitik menjadi perantara lepasnya enzim yang

mengurangi kontraksi otot. Mode aksi dari linaloal salah satu komponen yang

dominan dalam lavender memberikan rasa refleksi. Mode aksi lavender

menurutnya sama dengan deranium danpeppermint oil(Muchtaridi, 2005).

Penelitian Capello tahun 2007 tentang pengaruh peppermint oil terhadap

sindrom iritasi usus besar menjelaskan bahwa menthol dan metil salisilat

adalah bahan aktif utama minyak peppermint. Secara internal, peppermint

memiliki tindakan anti-spasmodik, dengan efek menenangkan pada otot-otot

perut, saluran pencernaan, dan uterus. Peppermint juga memiliki analgesik kuat

(menghilangkan nyeri), yang dimediasi sebagian, melalui aktivasi kappa-opioid

reseptor, yang membantu blok transmisi sinyal nyeri , dalam penelitian tersebut

dibuktikan bahwa pengobatan dengan minyak peppermint mengalami

penurunan gejala pada pasien dengan sindrom iritasi usus besar (Cappello,

2007). Minyak atsiri dapat diaplikasikan pada tubuh melalui cara inhalasi,

metode topikal, atau konsumsi. Aroma yang dihirup memiliki efek paling

cepat, di mana sel-sel reseptor penciuman dirangsang dan impuls

(10)

Hasil survei yang dilakukan peneliti pada bulan Juni 2014 dengan cara

penyebaran kuesioner di SMA Negeri 10 Sijunjung dan SMA Negeri 6

Sijunjung terhadap 10 orang siswi yang terdiri dari kelas X dan XI didapatkan

bahwa siswi yang mengalami dismenore di SMA Negeri 10 Sijunjung adalah

10 orang (100%), siswi yang mengalami nyeri di skala 3-10 berdasarkan

Mankoski Pain Scale yaitu 9 orang (90%) sedangkan siswi yang mengalami

dismenore di SMA Negeri 6 Sijunjung adalah 9 orang (90%) dan siswi yang

mengalami nyeri di skala 3-10 berdasarkanMankoski Pain Scale yaitu 6 orang

(60%). Rata-rata nyeri yang dirasakan oleh siswi tersebut yaitu pada hari

pertama sampai hari ketiga siklus menstruasi.

Berdasarkan studi fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian aromaterapi peppermint

(Mentha piperita) secara inhalasi terhadap skala dismenore primer pada siswa

SMA Negeri 10 Sijunjung.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah“Adakah pengaruh pemberian

aromaterapi peppermint (Mentha piperita) secara inhalasi terhadap skala

(11)

8

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh pemberian aromaterapi peppermint (Mentha piperita) secara

inhalasi terhadap skala dismenore primer pada siswa SMA Negeri 10

Sijunjung.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui rata-rata skala dismenore primer sebelum diberikan

aromaterapi peppermint (Mentha piperita) secara inhalasi pada siswi

yang mengalami dismenore primer di SMA Negeri 10 Sijunjung.

b. Mengetahui rata-rata skala dismenore primer sesudah diberikan

aromaterapi peppermint (Mentha piperita) secara inhalasi pada siswi

yang mengalami dismenore primer di SMA Negeri 10 Sijunjung.

c. Mengetahui pengaruh pemberian aromaterapi pappermint (Mentha

piperita) secara inhalasi terhadap skala dismenore primer pada siswa

SMA Negeri 10 Sijunjung.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan khususnya bidang keperawatan dan sebagai

(12)

2. Bagi Responden

Klien dapat menjadikan aromaterapi peppermint (Mentha piperita)

secara inhalasi sebagai salah satu intervensi untuk mengatasi dismenore

primer yang dialami.

3. Bagi Institusi terkait

Sebagai informasi bagi institusi pendidikan bahwa aromaterapi

peppermint (Mentha piperita) secara inhalasi merupakan salah satu

alternatif untuk mengatasi dan mengurangi nyeri dismenore primer. Serta

penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi pada mata kuliah maternitas.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Menjadikan hasil penelitian ini sebagai data pembanding bagi penelitian

selanjutnya dalam melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan

aromaterapi peppermint (Mentha piperita) secara inhalasi terhadap

Referensi

Dokumen terkait

Layanan perpustakaan yang menjadi fokus dalam penelitian ini hanya dibatasi pada layanan referensi di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Menurut Undang-Undang Nomor 43

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa layanan referensi adalah salah satu layanan yang diberikan perpustakaan di mana pustakawan membantu pemakai dalam menemukan

Berdasarkan temuan penelitian, dikemukakan saran sebagai berikut (a) perlu meningkatkan fasilitas dan memperlebar ruangan agar lebih nyaman; (b)

Pengukuran waktu kerja (work measurement atau time study) merupakan suatu usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi simplisia, skrining fitokimia dan uji efek antimutagenik ekstrak etanol biji petai terhadap mencit jantan yang diinduksi

Adapun perumusan masalah dalam peneli tin :“ bagaimana impelemtasi peraturan daerah kota medan nomor 4 tahun 2014 tentang industri pariwisata (studi tentang akomodasi

Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari,

Every text will be discussed from various sub-reading skill perspectives such as communicative function of the text, generic structures, lexico-grammatical features,