Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PERISTIWA HAUR KONENG:
Akar Masalah Konflik Vertikal di Kabupaten Majalengka Tahun 1993
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Ilmu Pendidikan Sejarah
Oleh:
Cece Ubaedilah
0808390
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Peristiwa Haur Koneng :
Akar Masalah Konflik Vertikal
di Kabupaten Majalengka
Tahun 1993
Oleh Cece Ubaedilah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Cece Ubaedilah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Februari 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
LEMBAR PENGESAHAN
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal di Kabupaten Majalengka Tahun 1993
Oleh: Cece Ubaedilah
0808390
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I,
Dra. Murdiyah Winarti, M. Hum. NIP: 19600529 199702 1 001
Pembimbing II,
Dr. Encep Supriatna, M.Pd. NIP: 19760105 200501 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “ Peristiwa Haur Koneng : Akar Masalah Konflik Vertikal di Kabupaten Majalengka Tahun 1993”. Pertanyaan besar yang diangkat dalam skripsi ini adalah “Mengapa terjadi konflik antara kelompok Abdul Manan dengan aparat keamanan?” dan dikembangkan dalam tiga empat pertanyaan rumusan masalah : a) Bagaimana latar belakang terjadinya peristiwa haur koneng pada tanggal 28-29 Juli 1993 di Majalengka?, b) Bagaimana peranan Abdul Manan di dalam gerakan sosial haur koneng?,c) Bagaimana dampak yang ditimbulkan setelah terjadi peristiwa haur koneng?. Tujuan dari penelitian ini adalah a) Mendeskripsikan terbentuknya gerakan haur koneng, b)Memaparkan peranan Abdul Manan di dalam gerakan haur koneng, c) Mendeskripsikan latar belakang terjadinya peristiwa haur koneng, meliputi hubungannya dengan kebijakan pemerintahan Orde Baru, d) Memaparkan jalannya konflik kelompok Abdul Manan dengan aparat keamanan, e) Menggali dampak yang terjadi setelah peristiwa haur koneng, meliputi tindak lanjut pemerintah terhadap peristiwa ini, f) Menghubungkan penelitian peristiwa Haur Koneng dengan Kompetensi Dasar menganalisis perkembangan pemerintahan Orde Baru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yaitu sebuah cara bagaimana mengetahui sejarah dengan tahapan-tahapan tertentu, sedangkan teknik penelitian yag digunakan adalah wawancara, literatur dan dokumentasi. Dari hasil penelitian tentang peristiwa Haur Koneng, dapat disumpulkan bahwa peristiwa ini bermula dari komunitas pengajian yang dipimpin oleh Abdul Manan yang melakukan tindakan uzlah (mengasingkan diri) dari masyarakat sekitar karena anggapan mereka masyarakat sekitar sudah jauh dari kehidupan yang islami, ditandai dengan mabuk-mabukan dan kegemaran masyarakat terhadap SDSB (Sumbangan Dana Sosial Bantuan). Jika dianalisis ada faktor internal dan eksternal terjadinya peristiwa haur
koneng tersebut. Faktor internal yang pertama yaitu adanya penolakan pajak dan
sensus oleh komunitas haur koneng karena mereka beranggapan bahwa pajak tidak ada kaitannya dengan kesejahteraan penduduk, faktor internal kedua adanya pemukulan terhadap kepala dusun oleh komunitas haur koneng, selain itu juga adanya motif balas dendam dari pihak kepolisian terhadap komunitas haur koneng yang menewaskan Kapolsek Bantarujeg yaitu Serka Sri Ayem. Sedangkan dari faktor eksternal ada kaitannya dengan kebijakan orde baru terhadap umat Islam pada tahun 1990-an yang cenderung antagonistik dan tidak jarang orde baru menggunakan tindakan represif dengan melibatkan militer dalam menanganinya. Peristiwa haur
koneng yang terjadi pada 28-29 Juli 1993 telah menewaskan 5 orang, satu orang dari
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
HAUR KONENG EVENTS:
The Root of the Vertical Conflicts Problem in Majalengka Regency in 1993
Cece Ubaedilah *)
ABSTRACT
This event begins from study community led by Abdul Manan who performs uzlah (exile) from communities because of their assumptions that the society is far from an Islamic life characterized by drunkenness and a penchant for society against SDSB (Funding of Social Assistance). Method use in this research is historis methode, and the big question is “Why haven conflict between Abdul Manan group with security". from the research There are internal and external factors of occurrence of haur
koneng event. The first internal factor is the refusal of tax and -census by haur koneng community because they assume that there is no relation between the tax and
the welfare of the inhabitant. Secondly, there is assaulting action against the head of the village by haur koneng comunity. Furhtermore there is also a motive of revenge of the police against haur koneng communities who kill the chief of police of Bantarujeg, Serka Sri Quiet. The external factor is relates with a new order policies towards Muslims in 1990s which tend to be antagonistic and often use repressive action by involving military. This event, which happened in July 28-29 1993, kills five persons, a police and haur koneng community members. As a result, haur
koneng belief set as heresy by MUI (Indonesia Ulama Council) and the perpetrators
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
1.5 Metode Penelitian dan Teknik Penelitian………...……… 7
1.5.1 Metode Penelitian………...……… 7
1.5.2 Teknik Penelitian……….…..……… 9
1.6 Sistematika Penulisan... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA………. 11
2.1 Gerakan Sosial Bercorak Keagamaan………..……… 11
2.2 Hubungan Umat Islam Dengan Pemerintah Orde Baru Pada Tahun 1980-1990-an………...…………. 17
2.3 Teori Konflik Sosial……….…..………. 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………... 31
3.1 Metode dan Teknik Penelitian………..………...………. 31
3.2 Persiapan Penelitian………..………..……….. 34
3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian…...……….34
3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian…...………...35
3.2.3 Konsultasi (Bimbingan)………....36
3.2.3 Mengurus Perizinan……...………...37
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3.3.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)..………..38
3.3.2 Kritik Sumber……….…..39
3.3.2.1 Kritik Eksternal………...……….39
3.3.2.1 Kritik Internal...………...………41
3.4 Interpretasi………...………..………42
3.5 Historiografi……….…..………43
BAB IV PERISTIWA HAUR KONENG DI MAJALENGKA TAHUN 1993……….. 45
4.1 Kondisi Sosial Penduduk Desa Sinargalih Kecamatan Lemah sugih....45
4.1.1 Keadaan Geografi dan Administratif Desa Sinargalih Kecamatan Lemah sugih………. 45
4.1.2 Keadaan Penduduk Desa Sinargalih Kecamatan Lemah sugih... 48
4.2 Komunitas Haur Koneng………. 54
4.2.1 Awal Berdiri……….………... 54
4.2.2 Peran Abdul Manan………...……….. 59
4.2.2.1 Peran Abdul Manan di Dalam Keluarga……...……….. 59
4.2.2.2 Peran Abdul Manan di Dalam Komunitas Haur Koneng 61 4.2.3 Ideologi yang Berkembang di Haur Koneng……….………….. 69
4.2.3.1 Gerakan Milenarianisme…………...………...………... 70
4.3 Peristiwa Haur Koneng……….………73
4.3.1 Faktor yang Melatarbelakangi Terjadinya Konflik………..74
4.3.1.1 Faktor Internal…………...……….. 75
4.3.1.2 Faktor Eksternal…………...……….……….. 78
4.4 Berlangsungnya Peristiwa Haur Koneng………...………80
4.4.1 Hari Pertama…..…………...……….. 80
4.4.2 Hari Kedua……...…………...……….……….. 83
4.5 Berakhirnya Konflik…………...…..………..………... 87
4.5.1 Kontroversi Pelarangan……...………….……….. 91
BAB V KESIMPULAN ………..……….95
5.1 Kesimpulan………..………... 95
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA……….. 99 LAMPIRAN
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Agama selalu menjadi isu sensitif bagi pemerintahan Orde Baru. Untuk
mendorong keseragaman ideologis, pada tahun 1978 pemerintah memulai satu
program indoktrinasi wajib mengenai ideologi negara Pancasila bagi semua
warga. Pemerintah Orde Baru sangat phobi terhadap aktivitas umat Islam,
terutama, mereka yang kritis dan belum sepenuhnya mau atau setuju dengan tafsir
pemerintah tentang Pancasila. Demikian pula umat Islam juga belum sepenuhnya
sepakat dengan pelbagai kebijakan pemerintah tentang Undang-Undang
Pendidikan Nasional, Undang-Undang Perkawinan, masalah keharusan setiap
Organisasi Masyarakat (ormas) dan partai politik berasaskan Pancasila. Semua ini
menjadi faktor renggangnya hubungan Islam dan negara. Akibat dari ketegangan
ini adalah terjadinya peristiwa Tanjung Priok pada 12 September 1984 (Abdullah,
2008: 66).
Peristiwa yang pada awalnya dipicu oleh pamflet yang dipasang di mushala
yang isinya adalah ajakan diskusi mengenai kebijakan pemberlakuan Pancasila
sebagai satu-satunya ideologi, ditanggapi dengan represif oleh pihak aparat dan
berujung penangkapan empat orang ulama yaitu Amir Biki, Salim Qadar, Syarifin
Maloko dan Mohamad Nasir. Akibat dari penangkapan ini masyarakat merespon
dengan mengusut pembebasan keempat rekan mereka dan terjadilah bentrokan
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Konsekuensi dari peristiwa ini adalah penangkapan dan pembatasan
terhadap sejumlah tokoh Islam. Juga pembatasan serta pengawasan para
mubaligh, baik dalam gerak-gerik maupun materi ceramah atau dakwah. Apa
yang dilakukan pemerintahan Orde Baru terhadap para sastrawan seperti
penangkapan Pramoedya Ananta Toer dan tokoh-tokoh kritis di bidang sosial dan
politik salah satu contohnya adalah penangkapan Wiji Thukul, juga dilakukan
terhadap para tokoh agama seperti contoh pada peristiwa Tanjung Priok. Peristiwa
ini memiliki dampak psiko-sosial yang amat luas berupa mengendapnya
suara-suara kritis dari kalangan ulama.
Akhir tahun 1980-an ketegangan antara pemerintahan Orde Baru dan
Umat Islam tidak juga menemui titik terang, akibat dari ketegangan ini
pemerintah dihadapkan pada gerakan sosial bercorak keagamaan, hal ini
merupakan imbas dari peraturan pemerintah yang menerapkan asas tunggal
Pancasila, karena pada awal penerapan asas ini banyak yang ditanggapi beragam
terutama dari kalangan pemimpin Islam (Syukur, 2008 : 218). Gerakan-gerakan
itu pada dasarnya dapat dianggap sebagi proses dinamika intern dalam
masyarakat-masyarakat lokal atau regional. Gerakan-gerakan tersebut memang
masih bersifat mikro. Akan tetapi gerakan-gerakan sosial becorak keagamaan itu
menimbulkan kekhawatiran yang cukup besar bagi pemerintah yang berkuasa.
Jika meminjam istilahnya Sartono Kartodirdjo maka gerakan-gerakan sosial
keagamanan itu disebut sebagai gerakan Ratu Adil (millenarianisme)
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Unsur pokok dari gerakan Ratu Adil menurut Kartodirdjo (1992) adalah
seorang pemimpin keagamaan yang merupakan prophet, atau guru, atau dukun,
atau tukang sihir atau utusan atau mesias. Pemimpin-pemimpin ini mengaku
diilhami wahyu. Ciri kedua yang harus ditandaskan adalah penolakan terhadap
situasi yang ada dan harapan akan datangnya millennium. Di samping hidupnya
kembali mengajak pada nilai-nilai tradisional, millennium biasanya mengidamkan
suatu masyarakat yang ideal dan meromantiskan zaman yang datang sebagai
zaman keemasan. Dunia yang diidamkan itu digambarkan sebagai berikut, “jika
zamannya nanti, tak akan ada lagi pertentangan, ketidakadilan dan penderitaan;
rakyat akan bebas dari pembayaran pajak yang memberatkan, dari wajib
menjalankan kerja bakti. Tidak akan ada penyakit dan pencuri; sandang pangan
akan melimpah; setiap orang memiliki rumah, orang akan hidup tentram dan
damai” (Kartodirdjo, 1992: 15)
Salah satu gerakan sosial yang bercorak keagamaan yang ada pada waktu
itu adalah gerakan haur koneng (bambu kuning) karena pengikut gerakan ini
kemana-mana membawa bambu kuning. Bertempat di daerah Majalengka lebih
tepatnya Dusun Gunung Seureuh Kecamatan Lemahsugih. Gerakan yang
dipimpin oleh Abdul Manan sebagai seorang yang dianggap mesias oleh para
pengikutnya. Sebagai seseorang yang memiliki kharisma, sudah menjadi
anggapan umum bahwa pimpinan yang berkharisma merupakan bahaya laten bagi
para pejabat dalam kekuasaan, karena kekuatan kharisma pada dasarnya bersifat
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tradisional dan orang dapat menyebutkan contoh-contoh di mana para pemimpin
keagamaan merupakan tantangan bagi kekuasaan pemerintah.
Kelompok haur koneng mengkritisi beberapa peraturan pemerintah
misalnya pembayaran pajak bumi dan bangunan, karena menurut kelompok ini
pembayaran pajak tidak ada kaitannya dengan mensejahterakan rakyat. kelompok
haur koneng juga menolak sensus alasannya sama tidak ada kaitan dengan
kesejahteraan. Kelompok ini juga memisahkan diri dari masyarakat sekitar
alasannya untuk menghindari pembelian SDSB (Sumbangan Dana Sosial
Berhadiah). Akibat dari sikap kritis ini kelompok haur koneng dianggap sesat dan
makar terhadap negara, Aparat bertindak represif terhadap kelompok haur koneng
ini.
Berdasarkan uraian tersebut, sebagai seorang mahasiswa yang belajar pada
jurusan Pendidikan Sejarah. Peneliti merasa peristiwa Haur Koneng adalah salah
satu peristiwa sejarah di Indonesia yang menarik untuk dikaji. Selain itu sebagai
bagian dari masyarakat asli Majalengka, peneliti memiliki keinginan untuk
menggali sejarah lokal Majalengka yang memiliki nilai penting bagi sejarah
Indonesia umumnya. Penelitian ini akan menjadi sebuah penelitian yang
memberikan sumbangan berarti bagi khazanah sejarah Indonesia pada tingkat
lokal berkaitan dengan sejarah pemerintahan Orde Baru. Untuk
merealisasikannya, maka penulis berkeinginan untuk menulisnya ke dalam sebuah
karya ilmiah dengan berbentuk skripsi, adapun judul skripsi ini adalah “Haur
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah utama yang
akan dikaji adalah “Mengapa terjadi konflik antara kelompok Abdul Manan
dengan aparat kemanan?”. Agar pembahasan lebih terfokus maka penulis
membatasi pokok bahasan dalam beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana latar belakang terjadinya peristiwa Haur Koneng pada tanggal
28-29 Juli 1993 di Majalengka?
2. Bagaimana peranan Abdul Manan di dalam gerakan sosial Haur Koneng?
3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan setelah terjadi peristiwa Haur Koneng?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok pemikiran di atas, menjawab dan memecahkan
rumusan masalah yang ada merupakan tujuan utama yang ingin dicapai oleh
penulis. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peristiwa
Haur Koneng. Selain itu penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan terbentuknya gerakan haur koneng
2. Memaparkan peranan Abdul Manan di dalam gerakan haur koneng
3. Mendeskripsikan latar belakang terjadinya peristiwa haur koneng, meliputi
hubungannya dengan kebijakan pemerintahan Orde Baru.
4. Memaparkan jalannya konflik kelompok Abdul Manan dengan aparat
keamanan.
5. Menggali dampak yang terjadi setelah peristiwa haur koneng, meliputi
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6. Menghubungkan penelitian peristiwa Haur Koneng dengan KD
menganalisis perkembangan pemerintahan Orde Baru.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai “Peristiwa Haur Koneng” ini diharapkan dapat
memberikan manfaat, antara lain :
1.4.1 Secara Teoritik
a) Memberikan penjelasan terbentuknya gerakan haur koneng
b) Memaparkan peranan Abdul Manan di dalam kelompok haur Koneng
c) Memberikan penjelasan tentang Peristiwa Haur Koneng
d) Menggali informasi aktual tentang peristiwa Haur Koneng yang pada
awalnya dianggap sebagai pemberantasan kelompok yang menyebarkan
faham sesat oleh aparat keamanan dan akan melakukan makar.
e) Menganalisis jalannya Peristiwa Haur Koneng dan hubungannya dengan
pemerintah Orde Baru
1.4.2 Secara Praktik
a) Manfaat bagi penulis adalah sebagai salah satu karya ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya;
b) Bagi lembaga adalah memperkaya penulisan tentang sejarah pemerintahan
dan Orde Baru;
c) Karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, pemikiran
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1.5 Metode dan Teknik Penelitian
1.5.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah,
menurut Sjamsuddin metode historis ini merupakan sebuah cara bagaimana
mengetahui sejarah dengan tahapan-tahapan tertentu (Sjamsuddin, 2007: 14).
Adapun tahapan-tahapan dalam penulisan sejarah lokal sama halnya dengan
tahapan-tahapan penulisan sejarah pada umumnya, menurut Widja (1991) di
dalam penyusunan sejarah lokal diperlukan empat langkah utama dalam
kegiatannya. Langkah pertama adalah mengumpulkan jejak atau sumber sejarah,
kedua menyeleksi atau menyaring jejak sumber sejarah, ketiga interpretasi
hubungan antara fakta yang mewujudkan peristiwa tertentu, terakhir adalah
penulisan sejarah (Widja, 1991:20).
Langkah pertama dari prosedur penelitian sejarah adalah pengumpulan
jejak atau sumber sejarah yang dikenal dengan sebutan heuristik. Kegiatan
heuristik ditujukan untuk menemukan serta mengumpulkan jejak-jejak dari
peristiwa sejarah sebenarnya yang mencerminkan berbagai aspek aktivitas
manusia di waktu yang lampau. Secara umum sumber sejarah dibagi menjadi dua
jenis yaitu sumber Primer atau kesaksian dari seseorang saksi yang secara
langsung melihat peristiwa sejarah melalui panca indera yang dimiliki atau secara
langsung ada pada saat peristiwa terjadi. Kedua adalah sumber sekunder adalah
kesaksian dari orang yang tidak melihat secara langsung peristiwa dan tidak ada di
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
heuristik penulis mengumpulkan sumber-sumber sejarah berupa jejak
non-material (tradisi, bahasa, dan lain-lain), jejak non-material (artefak-artefak, bangunan,
atau benda lain yang bersifat konkrit), jejak tertulis (catatan perjalanan,
manuskrip, surat kabar, dan majalah), dan sumber lisan.
Langkah kedua adalah kritik sumber yaitu sebuah kegiatan yang berkaitan
dengan usaha-usaha untuk menyaring sumber-sumber yang telah dikumpulkan,
sehingga hanya sumber-sumber sejarah yang benar-benar otentik saja yang akan
dijadikan bahan penulisan sejarah lokal. Dari tahapan kegiatan kritik sumber ini
dapat ditemukan keilmiahan cara kerja sejarawan pada umumnya karena disinilah
terletak pada kesahihan suatu tulisan sejarah itu benar-benar mengemukakan fakta
yang sebenarnya bukan imajinasi saja. Kritik sumber terbagi kedalam dua tahapan
yaitu kritik ekstern untuk menjawab pertanyaan keaslian sumber sejarah dan kritik
intern untuk membuktikan kebenaran informasi sejarah apakah dapat dipercaya
atau tidak.
Langkah selanjutnya adalah interpretasi yaitu usaha untuk mewujudkan
rangkaian fakta yang bermakna. Fakta sejarah yang telah didapatkan perlu disusun
dan dihubungkan satu sama lain sedemikian rupa sehingga antara fakta satu
dengan fakta lainnya kelihatan sebagai satu rangkaian yang masuk akal dan
menunjukan kecocokan. Setelah itu masuk pada tahapan penelitian sejarah
selanjutnya yaitu Historiografi atau proses penulisan sejarah. Dalam tahap
Historiografi perlu memperhatikan prinsip periodisasi (urutan peristiwa), prinsip
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1.5.2 Teknik Penelitian
Dalam upaya mengumpulkan data dan informasi mengenai penulisan
skripsi ini, dilakukan beberapa teknik penelitian yaitu studi literatur dam
wawancara. Di dalam studi literatur penulis melakukan studi kepustakaan dengan
mengumpulkan sumber dari buku-buku, arsip tertulis, majalah, koran, jurnal, dan
buku-buku yang terdapat di dalam internet yang dapat dipercaya kebenarannya.
Studi literatur ini dilakukan untuk mencari sumber primer dan sekunder dari
peristiwa yang akan ditulis. Langkah-langkahnya penulis mencari sumber
sekunder terlebih dahulu dan kemudian menemukan sumber primer yang
memberikan keterangan tentang peristiwa Haur Koneng.
Masalah yang sering muncul dalam penulisan sejarah lokal adalah
keterbatasan sumber tertulis, oleh karena itu penulis melakukan teknik wawancara
untuk mendapatkan sumber lisan. Responden yang menjadi narasumber informasi
lisan adalah keluarga Abdul Manan yang masih hidup dan murid Abdul Manan
yang pernah mondok di padepokan Abdul Manan, agar penelitian ini tidak
terkesan subjektif maka peneliti akan mewawancarai dari pihak kepolisian dan
dari pihak yonif 321/ Majalengka untuk melakukan cross chek data.
1.6 Sistematika Penulisan
Hasil yang diperoleh melalui telaah pustaka dan wawancara dikumpulkan
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I, merupakan pendahuluan dari penulisan. Dalam bab ini dijelaskan
mengenai latar belakang masalah yang di dalamnya memuat penjelasan mengapa
masalah yang diteliti timbul dan penting untuk dikaji, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II, Tinjauan kepustakaan. Bab ini berisi tentang berbagai landasan
teoritis dan informasi sejarah bersumber pada literatur yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan dikaji yaitu mengenai Peristiwa Haur Koneng.
BAB III, Metodologi penelitian. Dalam bab ini diuraikan tentang metode
dan teknik penelitian yang digunakan penulis dalam mencari sumber-sumber dan
cara pengolahan sumber yang dianggap relevan dengan permasalahan yang dikaji.
BAB IV, Pembahasan. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan seluruh hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Uraian tersebut berdasarkan pertanyaan penelitian yang dirumuskan pada bab
pertama.
BAB V, Kesimpulan. Pada bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan
deskripsi dan beberapa saran yang bermanfaat bagi beberapa pihak yang
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi dan Teknik Penelitian
Studi historis (historical studies) meneliti peristiwa peristiwa-peristiwa
yang telah berlalu. Peristiwa-peristiwa sejarah direka-ulang dengan menggunakan
sumber data primer berupa kesaksain dari pelaku sejarah yang masih ada,
kesaksian tak sengaja yang tidak dimaksudkan untuk disimpan, sebagai catatan
atau rekaman, seperti peninggalan-peninggalan sejarah, dan kesaksian sengaja
berupa catatan dan dokumen-dokumen (Sukmadinata, 2005: 63) .
Untuk mengkaji skripsi yang berjudul “Peristiwa Haur Koneng : Akar
Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka Tahun 1993” dengan
permasalahan utamanya adalah : Mengapa terjadi konflik aparat keamanan dengan
kelompok pimpinan Abdul Manan?. Penulis menggunakan metode sejarah
(historis) dengan wawancara dan studi literatur sebagai teknik penelitian yang
berfungsi untuk mendalami dan memecahkan permasalahan dalam penelitian
skripsi ini. Adapun pertimbangan penulis menggunakan metode sejarah yaitu
karena tulisan ini merupakan kajian sejarah serta data-data yang dipergunakan
dalam penulisan skripsi ini berasal dari peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
Metode historis sendiri mengandung arti proses mengkaji dan
menganalisis rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1986: 32).
Sedangkan Gilbert J. Garaghan dalam Dudung Abdurrahman (1999: 43-44)
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara kritis dan
mengajukan sintesis dari hasl-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis”. Hal
serupa juga dikemukakan oleh Surakhmad (1985: 132) bahwa :
Metode historis adalah sebuah proses yang meliputi pengumpulan dan
penafsiran gejala peristiwa atau gagasan yang timbul di masa lampau untuk
menemukan generalisasi yang berguna dalam memahami kenyataan sejarah yang
berguna untuk memahami situasi sekarang dan meramalkan perkembangan yang
akan datang
Metode sejarah yang dikemukakan oleh Garragham dan Surakhmad di
atas, memberikan suatu pengertian bahwa metode sejarah memiliki
tahapan-tahapan penuangan data ke dalam bentuk tulisan. Hal ini sesuai dengan apa yang
diungkapkan oleh beberapa sejarawan dalam tulisannya yang mengulas mengenai
metode sejarah.
Menurut Wood Gray dalam Helius Sjamsuddin (2007: 89) menyebutkan
bahwa setidaknya ada enam tahap yang harus ditempuh di dalam penulisan
sejarah, diantaranya adalah :
1. Memilih suatu topik yang sesuai;
2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik.
3. Membuat catatan tentang itu apa saja yang dianggap penting dan
relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung
(misalnya dengan menggunakan system cards); sekarang dengan adanya
fotokopi, computer, internet menjadi lebih mudah dan membuat system
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan
(kritik sumber).
5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu
pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan
sebelumnya;
6. Menyajikannya dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan
mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimngerti
sejelas mungkin.
Seperti yang telah dikemukakan di awal oleh penulis, bahwa teknik
penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah wawancara dan
studi literatur. Responden yang akan menjadi narasumber informasi lisan adalah
keluarga Abdul Manan yang masih hidup atau pengikut Abdul Manan yang
pernah mondok di padepokan Abdul Manan, agar penelitian ini tidak subjektif
maka peneliti akan mewawancarai juga dari penduduk sekitar di sekitar terjadinya
peristiwa Haur Koneng dan juga akan mewawancarai dari institusi terkait dengan
peristiwa Haur Koneng.
Studi literatur atau kajian pustaka, baik berupa buku maupun literatur lain
yang relevan dengan tema dan topik penelitian. Pemilihan teknik ini sebagai
tambahan untuk teknik wawancara karena kajian literatur dari peristiwa Haur
Koneng sangat minim sekali hanya ada beberapa artikel. Terhitung hanya ada satu
surat kabar yang mencoba membahas peristiwa Haur Koneng ini yaitu majalah
Tempo, dan itu juga hanya empat artikel yang ditulis oleh majalah Tempo karena
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dalam membantu penelitian ini tidak hanya mengandalkan teknik
wawancara dan studi literatur saja untuk memahami peristiwa Haur Koneng,
tetapi juga menggunakan beberapa konsep dari ilmu-ilmu sosial lain seperti
sosiologi dan politik. Peneliti menggunakan konsep-konsep tersebut untuk
memperkuat analisis, serta memperjelas dalam memahami fenomena sejarah yang
akan dijelaskan.
Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, dalam penulisan penelitian
ini penulis akan memaparkan secara kronologis langkah-langkah yang ditempuh.
Tahapan-tahapan metode sejarah tersebut dibagi ke dalam tiga lagkah penelitian
skripsi, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaa penelitian dan laporan penelitian.
3.2 Persiapan Penelitian
Tahapan ini merupakan kegiatan yang dilakukan oleh penulis sebelum
melakukan penelitian. Pada tahapan ini, ada beberapa langkah yang dilakukan
penulis dalam persiapan penelitian, diantaranya :
3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian
Pada tahap awal ini, penulis mengajukan rencana tema penelitian kepada
tim pertimbangan penulisan skripsi (TPPS) pada bulan Juni 2012. Hal ini
merupakan salah satu prosedur baku yang harus dilakukan sebelum melakukan
proses penelitian. Prosedur ini bisa dikatakan sebagai “uji kelayakan” terhadap
tema yang dipilih, terutama berkenaan dengan orisinalitas tema tersebut. Tema
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
masa pemeritahan 1980-an sampai dengan 1990-an, dengan judul Akar Masalah
Peristiwa Haur Koneng : Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993.
Pada awalnya, dalam prapenelitian penulis menemukan beberapa kendala,
salah satunya adalah topik atau tema yang dipilih terlalu mengandung resiko. Hal
tersebut dikarenakan berhubungan dengan beberapa pihak yang pada saat ini
masih ada (baik individu maupun instansi pemerintah). Selain itu, kendala lainnya
adalah berhubungan dengan keberadaan data yang diyakini masih bersifat rahasia
(terutama dokumen-dokumen resmi pemerintah).
Mengenai peristiwa Haur Koneng juga sebenarnya sudah ada yang pernah
melakukan penelitian terhadap konflik ini, tapi dalam bentuk makalah saja pada
waktu program penyetaraan guru-guru mata pelajaran sejarah yang diadakan oleh
Universitas Pendidikan Indonesia, tetapi karena bentuknya merupakan makalah
maka tidak terdokumentasikan dengan baik dan statusnya dianggap hilang.
Berdasarkan alasan tidak terdokumentasikannya mengenai peristiwa ini maka
penelitian pun di izinkan untuk dilanjutkan.
3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian
Proposasl penelitian merupakan kerangka dasar yang menjadi acuan bagi
pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan penelitian. Proposal penelitian ini
pada dasarnya berisi judul penelitian, latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penulisan, tinjaun pustaka metodologi penelitian dan teknik penelitian serta
sistematika penulisan. Dudung Abdurrahman (1999: 48) mengungkapkan bahwa
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
disusun secara logis dan sistematis. Pada tahapan inilah penulis menentukan
metode dan teknik peneltian yang akan gunakan digunakan. Metode yang
digunakan adalah metode sejarah, sedangkan teknik penelitiannya menggunakan
teknik wawancara dan studi literatur (studi kepustakaan).
Setelah rancangan penelitian selesai disusun, kemudian penulis ajukan
sebagai dasar dalam melaksanakan penyususnan penelitian kepada TPPS
Rancangan penelitian tersebut diserahkan kepada TPPS pada tanggal 19 Juni 2012
untuk kemudian dipresentasikan oleh penulis dalam seminar yang sangat
menentukan apakah rancangan tersebut dapat dilanjutkan sebagai penelitian
skripsi atau tidak. Pada saat itu, seminar proposal dilaksanakan pada tanggal 22
Juni 2012. Setelah mempresentasikan rancangan peneltian, penulis mendapatkan
beberapa masukan dari dosen calon pembimbing dan beberapa dosen yang hadir.
Setelah mendapatkan persetujuan, maka pengesahan penelitian ditetapkan
sekaligus penunjukan dosen pembimbing penelitian. Surat keputusan dikeluarkan
oleh TPPS serta ketua jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dengan nomer surat
035/TPPS/JPS/PEM/2012 tertanggal 3 juli 2012. Dengan dikeluarkannya surat
keputusan tersebut, dalam penelitian skripsi ini, penulis akan dibimbing oleh dua
pembimbing. Pembimbing I adalah Drs. Murdiyah Winarti, M.Hum dan
Pembimbing II Dr. Encep Supriatna, M. Pd.
3.2.3 Konsultasi (Bimbingan)
Proses bimbingan dilakukan untuk menetukan langkah-langkah yang tepat
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
bimbingan dengan pembimbing I (Drs. Murdiyah Winarti, M. Hum) dan
pembimbing II (Dr. Encep Supriatna, M.Pd) dilakukan melalui kesepakatan antara
kedua belah pihak (pembimbing dan penulis). Setiap hasil penelitian dan
penulisan diajukan pada pertemuan dengan masing-masing pembimbing serta
tercatat dalam lembar bimbingan. Fungsi dari adanya proses bimbingan ini adalah
untuk memberikan pengarahan dalam proses penyusunan skripsi melalui saran
ataupun kritik bagi peneliti.
Proses bimbingan dilakukan secara berkelanjutan dan bersifat bebas, pada
setiap pertemuan membahas satu atau dua bab yang diajukan. Bimbingan
dilakukan berkelanjutan mulai dari BAB I, BAB II, BAB III, BAB IV dan BAB
V, dengan demikian akan terjalin suatu penyusunan skripsi yang baik berdasarkan
hasil komunikasi atau diskusi antara peneliti dan pembimbing mengenai
kekurangan setiap bab dalam skripsi.
3.2.4 Mengurus Perizinan
Dalam melaksanakan penelitian, penulis memerlukan kelengkapan
administrasi berupa surat pengantar keterangan penelitian. Surat tersebut
ditujukan kepada pihak-pihak yang bersangkutan dengan penelitian diantaranya
adalah Kepala Bada Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Majalengka, Kepala
Camat Lemahsugih, Kepala Desa Sinar Galih, Kepala Badan Lemabaga Hukum
Bandung. Surat keterangan penelitian tersebut ditanda tangani oleh Pembantu
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3.3 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui tahap-tahap sesuai dengan
metode penelitian yang digunakan (metode historis). Penulis menggunakan
tahapan-tahapan sebagaimana yang diungkapkan oleh Sjamsuddin (2007: 85-155),
diantaranya pengumpulan sumber (heuristik), kritik eksternal, serta penulisan dan
interpretasi sejarah (historiografi).
3.3.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)
Pengumpulan sumber atau heuristik merupakan langkah awal bagi penulis
dalam upaya mencari, menemukan dan mengumpulkan bahan-bahan informasi
yang diperlukan dari sumber-sumber sejarah. Penulis mencari, menemukan dan
mengumpulan sumber-sumber sejarah dalam penelitian ini dengan menggunakan
teknik wawancara dan studi literatur (sumber tertulis). Pada tahap wawancara
penulis berencana mencari responden. Responden yang akan menjadi narasumber
informasi lisan adalah keluarga Abdul Manan yang masih hidup, agar penelitian
ini tidak subjektif maka peneliti akan mewawancarai juga dari penduduk sekitar
Desa Sinar Galih pada waktu peristiwa itu terjadi, di sekitar terjadinya peristiwa
Haur Koneng dan juga akan berusaha mencari data dari institusi terkait dengan
peristiwa Haur Koneng yaitu Lembaga Bantuan Hukum Bandung yang pernah
membantu proses hukum dari keluarga Abdul Manan. Tahapan wawancara ini
penulis lakukan pada tanggal 27,28,29 Oktober 2012 di Desa Sinar Galih,
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sumber tulisan yang berkaitan langsung dengan Peristiwa berupa
artikel-artikel yang ditulis oleh majalah kompas edisi 7 agustus 1993 yang berjudul
Insiden Di Kaki Gunung Ciremai, 14 agustus 1993 yang berjudul Setelah Haur
Koneng Dilarang, 9 oktober 1993 yang berjudul Mereka Membela Diri dan 30
oktober 1993 yang berjudul Iis Aisyah Merasa Pasrah.
3.3.2 Kritik Sumber
Setelah melakukan kegiatan pengumpulan sumber, tahap selanjutnya
adalah melakukan kritik sumber baik eksternal maupun internal. Kritik yaitu
proses analisis terhadap sumber yang telah diperoleh apakah benar relevan dengan
masalah penelitian baik kritik terhadap sumber lisan maupun tulisan. Tujuan dari
kegiatan ini adalah untuk meguji kebenaran dan ketepatan sumber tersebut,
menyaring sumber-sumber sehingga diperoleh fakta-fakta yang sesuai dengan
kajian skripsi atau meragukan. Proses kritik sumber merupakan penggabungan
dari pengetahuan, sikap ragu-ragu (skeptis), menggunakan akal sehat dan sikap
percaya begitu saja (Jacques dan Henry F. Graff dalam Sjamsuddin 2007: 132 ).
Dalam metode sejarah, kritik sumber dibagi menjadi dua macam yaitu
kritik eksternal dan kritik internal. Adapun kritik yang dilakukan oleh peneliti
dalam penulisan skripsi ini adalah sebgai berikut :
3.3.2.1Kritik Eksternal
Kritik eksternal suatu cara untuk melakukan pengujian terhadap
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
otentitas atau keaslian sumber sejarah dari penampilan luarnya (fisik)
(Kuntowijoyo, 1997: 99). Jadi pada dasarnya kritik ini lebih mengacu kepada
aspek-aspek luar dari sumber sejarah.
Peristiwa haur koneng yang terjadi pada akhir juli 1993, sampai sekarang
masih ada saksi hidup yang bisa dimintai keterangan atau diwawancarai. Sumber
kritik eksternal harus menerangkan fakta dan kesaksian bahwa :
Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang itu atau pada waktu itu
(authenticity atau otensitas).
Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan,
atau penambahan da penghilangan fakta-fakta yang substansial.
Langkah peneliti dalam melakukan kritik eksternal untuk sumber tertulis
dibagi dalam dua kategori yaitu kategori penulis sumber dan karakteristik sumber.
Kategori penulis dimaksudkan untuk mengetahui latar belakang penulis sumber
apakah ia sejarawan atau bukan, apakah ia terlibat dalam peristiwa atau penulis
tersebut melakukan penelitian yang mendalam terhadap peristiwa tersebut.
Kategori kedua, karakteristik sumber dimaksudkan untuk membedakan dan
mengelompokan berbagai sumber yang diperoleh.
Dalam melakukan kritik eksternal terhadap sumber-sumber tertulis,
peneliti tidak melakukan kritik secara ketat dengan pertimbangan bahwa
sumber-sumber yang peneliti pakai merupakan hasil cetakan yang di dalamnya memuat
nama penulis, penerbit, tahun terbit, dan tempat di mana sumber tersebut
diterbitkan. Dengan kriteria tersebut dapat dianggap sebagai suatu jenis
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3.3.3.2 Kritik Internal
Kritik Internal merupakan kegiatan meneliti atau menguji aspek isi dari
sumber yang didapatkan. Kritik Internal menekankan aspek “dalam” yaitu isi dari
sumber dengan mengadakan evaluasi terhadap kesaksian/tulisan dan memutuskan
kesaksian tersebut dapat diandalkan atau tidak (Sjamsuddin, 2007: 143).
Kritik internal untuk sumber lisan, peneliti akan melakukan perbandingan
antar hasil wawancara narasumber satu dengan narasumber yang lain (cross
chhecking) dengan tujuan untuk mendaptkan kecocokan dari fakta-fakta yang ada
guna meminimalisir subjektivitas narasumber. Selain itu, peneliti juga melakukan
proses perbandingan antara sumber tertulis dengan sumber lisan yang didapat oleh
peneliti. Tahap ini bertujuan untuk memilah-milah data dan fakta yang berasal
dari sumber primer dan sekunder yang diperoleh sesuai dengan judul penelitian.
Kritik internal terhadap sumber tertulis dilakukan oleh peneliti dengan cara
membaca keseluruhan isi sumber kemudian membandingkan dengan sumber lain.
Fakta-fakta yang diperoleh oleh peneliti dalam melakukan kritik internal antara
lain mengenai latar belakang terjadinya peristiwa yang terjadi di Dusun Gunung
Seureuh Kabupaten Majalengka pada tahun 1993, keterlibatan Polisi, Yonif 321
Majalengka, dan masyarakat sipil, jumlah korban yag meninggal dunia dari kedua
belah pihak, pembakaran rumah pengikut Abdul Manan, serta adanya
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3.4 Interpretasi
Setelah melakukan kritik, penulis menempuh langkah selanjutnya yaitu
interpretasi atau penafsiran. Tahap ini merupakan tahap pemberian makna
data-data yang melalui tahap kritik menjadi fakta-fakta, yang diperoleh dalam
penelitian. Upaya peyusunan fakta-fakta tersebut dirumuskan dan disimpulkan
berdasarkan data yang berhasil diperoleh, maka fakta tersebut kemudian disusun
dan ditafsirkan. Suatu fakta dihubungkan dengan fakta lainnya, sehingga menjadi
sebuah rekonstruksi yang memuat penjelasan dari pokok-pokok permasalahan.
Untuk mengkaji dan memahami suatu peristiwa yang telah terjadi di masa
lampau, pendekatan merupakan suatu hal yang penting dalam proses penelitian.
Pendektan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan
interdisipliner, yaitu : dengan menggunakan bantuan disiplin ilmu-ilmu sosial
dalam analisis-analisisnya. Hal ini bertujuan agar dapat mengungkap suatu
peristiwa sejarah secara utuh dan menyeluruh, dengan menggunakan berbagai
konsep dari disiplin ilmu sosial maka permasalahan akan dilihat dari berbagai
dimensi sehingga pemahaman tentang permasalahan itu baik keluasan maupun
kedalamannya akan semakin jelas (Sjamsuddin, 2007: 267), itulah diantara
manfaat kegunaan disiplin ilmu sosial lainnya dalam penulisan sejarah.
Dalam mengkaji peristiwa haur koneng maka ilmu-ilmu sosial yang akan
dibantukan kemungkinan besar adalah ilmu ekonomi untuk menganalisis keadaan
ekonomi sekitar padepokan haur koneng dan masyarakat Majalengka pada
umumnya, dan ilmu psikologi untuk memahami keadaan kelompok haur koneng
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan aparat keamanan. Ilmu sosiologi dan antropologi untuk memahami
keadaan sosial dan budaya yang berkembang di Majalengka pada tahun 1993,
serta tidak lupa ilmu politik untuk memahami kebijakan pemrintah terhadap umat
Islam pada tahun 1993.
3.5 Historiografi (Penulisan Laporan Penelitian)
Pada bagian ini peneliti menyajikan hasil temuan-temuan dari
sumber-sumber yang telah dikumpulkan, seleksi, analisis, dan imajinatif berdasarkan
fakta-fakta yang ditemukan. Hasil rekonstruksi tersebut peneliti tuangkan melalui
peulisan sejarah atau disebut historiografi historiografi merupakan puncak dalam
prosedur penelitian sejarah dan merupakan bagian terakhir dari metode sejarah.
Tahap terakhir dari penelitian skripsi ini adalah melaporkan seluruh hasil
penelitian yang tealh dilaksanakan sebelumnya. Dalam tahap ini, seluruh daya
pikiran dikerahkan, bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan
dan catatan-catatan, tetapi yang terutama adalah penggunaan pikiran-pikiran kritis
dan analisis sehingga menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitian
atau penemuan dalam suatu penulisan utuh yang disebut historiografi
(Sjamsuddin, 2007: 155).
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membaginya ke dalam lima bab. Bab
satu terdiri dari bab pendahuluan yang merupakan paparan dari penulis yang berisi
tentang latar belakang dalam langkah awal dari penelitian yang akan ditulis dalam
skripsi. Bab dua terdiri dari tinjauan pustaka, bab ini memaparkan berbagai
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penulis juga melakukan kritik sumber, salah satunya dengan melihat kekurangan
dan kelebihan buku-buku yang digunakan. Selain itu, penulis juga memaparkan
menganai konsep dan teori yang berhubungan dengan permsalahan seperti konsep
ratu adil yang telah dipaparkan sebelumnya oleh Sartono Kartodirjo serta teori
konflik.
Bab tiga membahas megenai metodologi penelitian. Pada bab ini penulis
menguraikan langkah-langkah dan prosedur penelitian yang dilakukan oleh
penulis secara lengkap. Bab empat berisi pembahasan hasil penelitian, dalam hal
ini penulis berusaha untuk menggabungkan tiga bentuk teknik sekaligus yaitu,
deskripsi, narasi dan analisis. Bab lima membahas mengenai kesimpulan dari
permasalahan-permasalahan yang ada serta berisi tanggapan dan analisis yang
berupa pendapat terhadap permasalahan secara keseluruhan. Dalam penulisan
laporan ini, penulis akan menyajikan hasil temuanya dengan cara menyusun
dalam bentuk tulisan secara jelas dengan gaya bahasa yang seerhana dan
menggunakan tata cara penulisan yag sesuai denagn ejaan yang disempurnakan
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Pertama, Komunitas Haur Koneng terlibat dalam peristiwa Haur Koneng
yang terjadi pada tanggal 28-29 Juli 1993 dilatar belakangi oleh penolakan
pembayaran pajak dan penolakan sensus oleh komunitas Haur Koneng karena
mereka menganggap tanah di bumi ini merupakan hamparan bumi Allah yang
tidak harus dikenai pajak. Akibat dari penentangan itu mereka mendapat
pemanggilan dari pihak desa dan berujung pada pemukulan kepala desa oleh
pengikut Haur Koneng. Kasus ini kemudian berkembang ke tingkat kepolisian
yang berujung terbunuhnya Kapolsek Bantarujeg yaitu Serka Sri Ayeum.
Tewasnya Kapolsek Bantarujeg direspon oleh pemerintah dengan tindakan
represif yaitu melakukan pengepungan terhadap padepokan komunitas Haur
Koneng yang akhirnya menewaskan empat orang dari pihak komunitas Haur
Koneng termasuk Abdul Manan.
Kedua, Komunitas Haur Koneng yang dipimpin oleh Abdul Manan, yang
selama 17 tahun menimba ilmu di berbagai pesantren di daerah Jawa Barat
merupakan sosok sentral dalam gerakan ini. Kharisma yang dia miliki membuat
para pengikutnya sangat menghormati dirinya dan mempunyai loyalitas tinggi
terhadap Abdul Manan maupun komunitas itu. Segala perintah yang di ucapkan
oleh Abdul Manan diikuti oleh para pengikutnya termasuk pelarangan mengikuti
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengagungkan nama Allah dengan lafadz tasbih, tahmid, takbir dan tahlil)
sebagaimana lazimnya ajaran tarekat Islam yang dikembangkan oleh kalangan
Nadhlatul Ulama (NU). Komunitas Haur Koneng memang mengasingkan diri,
dan tidak semua orang dapat melihat aktivitas mereka.
Ketiga, Akibat dari peristwa itu status komunitas Haur Koneng di meja
hijaukan dan beberapa orang dari komunitas itu mendapat hukuman diantaranya
adalah yaitu Sudarna yang mendapat hukuman penjara delapan tahun, Kuswana
mendapat hukuman lima tahun, dan Saefullah, Ipin,dan Rizal mendapat hukuman
satu tahun, dengan tuduhan bertanggung jawab atas penganiayaan terhadap
Kepala Dusun dan tewasnya Serka Sri Ayem. Mengenai ajaran yang mereka anut
telah mendapat putusan dari Departemen Agama dengan disetujui oleh MUI
(Majelis Ulama Indonesia) sebagai ajaran sesat, dan melalui Surat Keputusan
Kejaksaan Negeri, komunitas Haur Koneng tersebut dilarang melakukan kegiatan
keagamaannya. Komunitas Haur Koneng telah dibubarkan, tapi pengikutnya
banyak yang masih hidup.
Ruh Haur Koneng masih tetap melekat dalam ingatan banyak orang,
bukan hanya dalam ingatan para pengikutnya. Kasus Haur Koneng hingga saat ini
belum ada kejelasan, jaminan terhadap korban yang mengalami luka fisik maupun
luka jiwa, tidak ada kepastian, bahkan hanya untuk pembersihan nama mereka.
Aparat pemerintah daerah, maupun pihak lembaga non pemerintah (Lembaga
Swadaya Masyarakat – LSM) yang menangani komunitas Haur Koneng masih
menggantungkan kasus ini dan bahkan cenderung melupakannya. Hal itu
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
telah terjadi. Dengan demikian, meskipun keberadaan komunitas Haur Koneng
sudah tidak ada (dibubarkan), akan tetapi saksi dan korban peristiwa Haur
Koneng yang terjadi pada tahun 1993 masih hidup hingga saat ini. Sebuah
sentimen keagamaan masih melekat dalam diri mereka.
Komunitas Haur Koneng yang dipimpin Abdul Manan bukanlah kelompok
perlawanan yang akan menggulingkan pemerintahan Orde Baru atau membangun
negara Islam. Mereka hanyalah sekelompok petani miskin yang resah dengan
keadaan masyarakat yang menurut pandangan menyimpang dari ajaran agama
Islam. Dalam situasi dan kondisi yang diliputi kemiskinan, mereka hanya ingin
membangun kemandirian (rampak cisaribu) dengan membentuk komunitas
pengajian, tanpa tergantung pada orang lain apalagi pemerintah saat itu. Dalam
proses perkembangan komunitas Haur Koneng, tidak ada pihak luar yang
mendorong mereka melakukan gerakan keagamaan ataupun gerakan perlawanan.
Segala tindakan yang dilakukannya murni dari suasana hati dan motivasi mereka
yang hanya ingin khusyu dalam menjalankan ritual ibadah sembari menjalankan
aktifitasnya sebagai petani yang mengolah lahannya sendiri.
5.2 Rekomendasi
Setelah peristiwa ini terus dikembangkan dan dianalisis secara kritis peristiwa
haur koneng merupakan sebuah peristiwa konflik vertikal antara tokoh
masyarakat desa dengan komunitas haur koneng yang menimbulkan lima korban
jiwa, satu dari polisi dan empat dari kelompok haur koneng. Peristiwa ini
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Seharusnya sebelum peristiwa itu terjadi ada upaya pendekatan lebih persuasif
terhadap komunitas haur koneng ini jangan langsung menggunakan pendekatan
represif yang melibatkan aparat bersenjata.
Peristiwa ini mungkin tidak terjadi jika pendekatan yang dilakukan pemerintah
setempat adalah persuasif, karena untuk memahamkan kelompok seperti ini
bukanlah aparat keamanan yang harus turun melainkan ulama. Maka tidaklah
terlalu berlebihan jika peristiwa ini terjadi karena sikap aparat dalam melakukan
pendekatan melakukan tindakan represif terhadap mereka.
Peristiwa Haur Koneng juga dapat dikaitkan dengan pembelajaran Sejarah di
Sekolah Menengah Atas kelas tiga semester dua, yaitu mengenai Kompetensi
Dasar menganalisis perkembangan pemerintahan Orde Baru. Peristiwa Haur
Koneng dapat dijadikan salah satu contoh dari kebijakan Orde Baru terhadap umat
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. (2008). “Soeharto Dan Ideologi Orde Baru”. Dalam Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto. Yogyakarta: Galang Press.
Adas, M. (1988). Ratu Adil Tokoh dan Gerakan Milenarian Menentang
Kolonialisme Eropa. Jakarta: Rajawali Pers.
Abdurrahman, D. (1999). Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos.
Gottschalk, L. (1975). Mengerti Sejarah (Terjemahan: Nugroho Notosusanto). Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Gusmian, I. (2008). “Islam dan Orde Baru: Politik Akomodasi atau Hegemoni?”.
Dalam Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto. Yogyakarta: Galang Press.
Hajar, I. (2009). Kiai Di Tengah Pusaran Politik Antara Petaka Dan Kuasa. Yogyakarta: IRCiSoD.
Hasrullah. (2009). Dendam Konflik Poso. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ismaun. (2005). Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan. Bandung: Historia Utama Press.
Johnson, D.P. (1986). Teori Sosiologi Klasik Dan Modern. Jakarta: Gramedia.
Kartodirdjo, S. (1992). Ratu Adil. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Kholil, M. (2009). Dinamika Politik Islam Golkar di Era Orde Baru. Tangerang: Gaya Media Pratama.
Kuntowijoyo. (1999). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bumi Aksara.
Lombard, D. (2008). Nusa Jawa: Silang Budaya 3: Warisan Kerajaan-Kerajaan
Konsentris. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Poesponegoro, M. D. dan Notosusanto,N. (1993). Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakata : Balai Pustaka.
Pruitt, D.G. dan Rubin J.Z. (2011) Teori Konflik Sosial Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Ritzer, G. (2002). Sosiologi Ilmu Berpardigma Ganda. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada
Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Soekanto, S. (1982). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : RajaGrafindo Persada
Sukmadinata, N.S.(2011). Metode Peneiltian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Surakhmad, W. (1985). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Torsito.
Suryanegara, A. M. (2010). Api Sejarah 2. Bandung : Salamadani.
Syukur, A. (2008). “Jaringan Lokal Abdullah Sungkar Dalam Peristiwa Lampung
1989”. Dalam Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Widja, I. (1991). Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah. Bandung: Angkasa.
Sumber Dokumen
Pemerintah Desa Sinargalih. (1993). Profil Desa Sinar Galih Kecamatan
Lemahsugih Kabupaten Majalengka. Majalengka : Pemerintah Desa Sinar
Galih
Pemerintah Kecamatan Lemahsugih. (1995). Profil Kecamatan Lemahsugih
Kabupaten Majalengka. Majalengka : Pemerintah Kecamatan Lemahsugih
Badan Pusat Statiska Majalengka. (1995). Laporan Jumlah Penduduk Tahun
1990-1995. Majalengka : Pemerintahan Kabupaten Majalengka
Sumber Majalah dan Koran :
Basri, A. dan Abriansyah, T. (1993, 30 Oktober).Iis Aisyah merasa pasrah.Tempo [Online], Tersedia : http://www.tempo.com. [25 oktober 2011].
Irawanto, D. S. (1993, 14 Agustus). Setelah Haur Koneng Dilarang.Tempo [Online], Tersedia : http://www.tempo.com. [28 Juni 2011].
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Soeriawidjaja,. (1993, 16 oktober). Insiden di kaki gunung Ciremai. Tempo [Online], Tersedia : http://www.tempo.com. [25 oktober 2011].
Taufik, A. dan Hartoyo, S. B,. (1993, 16 oktober). Mereka membela Diri. Tempo [Online], Tersedia : http://www.tempo.com. [25 oktober 2011].
Kholisya,U. (2010). Peristiwa Tanjung Priok 1984 (Sebuah Kajian Sosial).,
Tersedia : http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist. [28 September
2010].
Nugroho, B. (1993, Agustus). Pelajaran Berharga dari Majalengka. Editor
[Online], Tersedia : http://www.EditorIndonesia.com. [27 Oktober 2012] Perdana, B. (2006, 27 Januari). Pasar itu Bernama Agama. Kompas. [Online],
Tersedia : http://www.kompas.com. [27 Oktober 2012]
_____, (1993, 7 Agustus). Aliran Haur Koneng bukan aliran sesat. Pikiran
Rakyat.
_____, (1993, 31 Juli). AM, Gembong Haur Koneng Tewas. Pikiran Rakyat.
_____, (2004, 19 Januari). Dari Porkas sampai SDSB. Pikiran Rakyat.
_____, (1993, 1 Agustus). Empat tewas, korban peristiwa Haur Koneng. Kompas. [Online], Tersedia : http://www.kompas.com. [27 Oktober 2012]
_____, (1993, 13 Agustus). Gusdur bicarakan Haur Koneng. Pikiran Rakyat.
_____, (1993, 3 Agustus). Haur Koneng dilarang Kejari Majalengka. Kompas. [Online], Tersedia : http: //www.kompas.com. [27 Oktober 2012]
_____, (1993, Agustus). Kasus Haur Koneng, Hendaknya Diselesaikan Secara Persuasif. Gatra. [Online], Tersedia : http://www.gatra.com. [27 Oktober 2012]
_____, (1993, 4 Agustus). Kejaksaan Larang Ajaran dan Kegiatan Haur Koneng.
Pikiran Rakyat.
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
_____, (1993, 8 Agustus). Penanganan Haur Koneng (Aliran Keagamaan) Harus Hati-Hati dan Manusiawi.Gatra. [Online], Tersedia : http://www.gatra.com
[27 Oktober 2012]
_____, (1993, 1 Agustus). Pelaku Tragedi Bantarujeg Segera di Meja Hijaukan.
Pikiran Rakyat.
_____, (1993, 30 Juli). Petugas Gabungan Berhasil Menggulung Kelompok AM.
Pikiran Rakyat.
_____, (1993, 3 Agustus). Selidiki Pendekatan Keamanan Dalam Kasus Bantarujeg. Pikiran Rakyat.
_____, (1993, 6 Agustus). Tidak Perlu dibentuk Tim Pencari Fakta Haur Koneng.
Pikiran Rakyat.
_____, (1993, 3 Agustus 1993). Tragedi Berdarah di Bantarujeg. Pikiran Rakyat.
Sumber Lisan
Pekerjaan : Guru Agama/ Petani
Tanggal Wawancara : 27 Oktober 2012
2. Nama : Tatang Sujono
Umur : 45 Tahun
Alamat : RT/RW 01/13 Dusun Gunung Seureuh, Desa Sinar
Galih, Kecamatan Lemahsugih Kabupaten Majalengka
Pekerjaan : Kepala Desa
Tanggal Wawancara : 27 Oktober 2012
3. Nama : RK
Umur : 60 Tahun
Alamat : RT/RW 02/13 Dusun Gunung Seureuh, Desa Sinar
Galih, Kecamatan Lemahsugih, Kabupaten Majalengka
Pekerjaan : Petani
Tanggal Wawancara : 28 Oktober 2012
Cece Ubaedilah, 2013
Peristiwa Haur Koneng :Akar Masalah Konflik Vertikal Di Kabupaten Majalengka 1993 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Umur : 51 Tahun
Alamat : RT/RW 02/13 Dusun Gunung Seureuh, Desa Sinar
Galih, Kecamatan Lemahsugih, Kabupaten Majalengka
Pekerjaan : Guru SMAN I Bantarujeg
Tanggal Wawancara : 27 Oktober 2012
5. Nama : Rizal Hamzah
Umur : 34 Tahun
Alamat : RT/RW 02/13 Dusun Gunung Seureuh, Desa Sinar
Galih, Kecamatan Lemahsugih, Kabupaten Majalengka
Pekerjaan : Petani
Tanggal Wawancara : 28 Oktober 2012
6. Nama : Jamad
Umur : 51 Tahun
Alamat : RT/RW 02/13 Dusun Gunung Seureuh, Desa Sinar
Galih, Kecamatan Lemahsugih, Kabupaten Majalengka
Pekerjaan : Petani
Tanggal Wawancara : 28 Oktober 2012
7. Nama : Urip Hidayatullah
Umur : 41 Tahun
Alamat : RT/RW 01/02 Dusun Cipancur, Desa Kalapa Dua, Kecamatan Lemahsugih, Kabupaten Majalengka
Pekerjaan : Wiraswasta