• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemilihan, efek samping, dan gambaran efek kombinasi psikotropika dalam usaha detoksifikasi ketergantungan napza di panti rehabilitasi Puri Nurani periode September-Desember 2003.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemilihan, efek samping, dan gambaran efek kombinasi psikotropika dalam usaha detoksifikasi ketergantungan napza di panti rehabilitasi Puri Nurani periode September-Desember 2003."

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Dalam beberapa tahun terakhir ini, penyalahgunaan napza menjadi masalah yang sangat besar. Fenomena napza bagaikan gunung es. Tidak disangkal bahwa peredaran napza tersebut sangat meresahkan masyarakat karena banyak dampak negatif yang ditimbulkan.

Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif kwalitatif. Langkah penelitian yang dilakukan meliputi tahap perencanaan, tahap pengambilan data, dan tahap pengolahan data. Instrumen yang digunakan adalah tabel isian pemakaian obat-obatan yang digunakan dalam satu hari selama periode September sampai dengan Desember 2003, hasil wawancara dengan dokter dan standart pengobatan panti rehabilitasi Puri Nurani Jakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 orang pasien ketergantungan napza yang dirawat di panti rehabilitasi Puri Nurani selama periode September-Desember 2003 adalah pasien berjenis kelamin laki-laki lebih besar yaitu 90% dan perempuan sebesar 10%. Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil yaitu 1 pasien mendapatkan kombinasi obat siang terdiri dari Triheksifenidil 2 mg dan Haloperidol 5 mg (kombinasi A); 2 pasien mendapatkan kombinasi obat siang yang terdiri dari Haloperidol 5 mg, Trihexypenidil 2 mg, dan Klorpromazin 100 mg (kombinasi B); serta 7 pasien mendapatkan kombinasi obat siang terdiri dari Untuk hari 1 – 7: Codein 60 mg, Haloperidol 2,5 mg, THP 2 mg, Tramadol 50 mg, CTM 4 mg, Papaverin 40 mg; dan Untuk hari 8 – 10 : Haloperidol 2,5 mg dan THP 2 mg (kombinasi C). Semua pasien mendapatkan kombinasi yang sama untuk obat malam, yaitu klorpromazine 200 mg, 125 mg, 100 mg, 50 mg dan diazepam 5 mg. Kombinasi C merupakan kombinasi yang paling mendekati standar kombinasi yang ada di Puri Nurani, tetapi semua kombinasi obat tidak dapat dikatakan tidak rasional karena kombinasi obat diberikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien. Efek samping kombinasi obat terbagi dalam dua kategori yaitu efek samping yang membantu terapi detoksifikasi (misalnya mengantuk dan lemas), dan efek samping yang mengganggu terapi detoksifikasi (misalnya parkinson dan lidah kaku). Dari kombinasi obat yang diberikan pada pasien, untuk obat siang yang paling baik memberikan gambaran efeknya adalah kombinasi B dengan waktu onset sebesar 1,67 jam dan waktu durasi 5,34 jam, serta dapat mencegah timbulnya gejala tambahan yang mungkin timbul. Kombinasi obat malam memberikan waktu onset sebesar 0,94 jam dan waktu durasi sebesar 5,24 jam.

Kata kunci : Napza, detoksifikasi, kerasionalan, efek samping, gambaran efek kombinasi obat, kombinasi obat.

(2)

ABSTRACT

In the last few years the, abuse of napza become very big problem. Phenomenon napza as ices mount. Is not denied that circulation of napza hardly fret public by many the generated negativities impacts.

Research taken is type of research of non-experimental with qualitative descriptive research device. Step of research which done cover planning stage, phase of intake of data, and phase is data-processing. Instrument which applied is tables of stuffing of usage of drugs which applied in one day during periods Septembers up to Decembers 2003, interview result with doctor and standard medication of Puri Nurani rehabilitation center Jakarta.

Research result indicate that out of 10 patient people of dependence of napza which taken care of in Puri Nurani rehabilitation center during period September-Desember 2003 is bigger men gender patient that is 90% and woman equal to 10%. From observation which got by done is result that is 1 patient get drugs combination noon consisting of Triheksifenidil 2 mg and Haloperidol 5 mg (combination A); 2 patient get noon drug combination consisting of Haloperidol 5 mg, Trihexypenidil 2 mg, and Klorpromazin 100 mg (combination B); and also 7 patient get noon drug combination consist of day 1st - 7 th: Codein 60 mg, Haloperidol 2,5 mg, THP 2 mg, Tramadol 50 mg, CTM 4 mg, Papaverin 40 mg; and for day 8th - 10 th : Haloperidol 2,5 mg and THP 2 mg (combination C). All patients get same drugs combination for night’s medication that is klorpromazine 200 mg, 125 mg, 100 mg, 50 mg and 5 mg diazepam. Combination C is nearest combination of the combination standard in Puri, Nurani, but all drugs combinations cannot irrational told by drugs combinations are given as according to requirement and condition of patients. Drug combination side effects divided in two category that is side effects assisting detoxification therapy (for example is sleepy and weakened), and side effects bothering detoxification therapy (for example Parkinson and stiff tongue).

From passed by drug combination is patient, for best noon drug give image of the effect is combination B with onset time equal to 1,67 hour and duration time of 5,34 hour, and also can prevent incidence of addition symptom which possibly arising. Night drug combination give onset time equal to 0,94 hour and duration time equal to 5,24 hour.

Keyword : Napza, detoxification, rational, side effects, image of effect drug combination, drugs combination.

(3)

PEMILIHAN, EFEK SAMPING, DAN GAMBARAN EFEK KOMBINASI PSIKOTROPIKA DALAM USAHA DETOKSIFIKASI KETERGANTUNGAN NAPZA DI PANTI REHABILITASI PURI NURANI

PERIODE SEPTEMBER – DESEMBER 2003

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan Oleh:

MARTINUS HADIBOWO

NIM : 998114216

NIRM : 990051122004120187

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)

Pengesahan Skripsi Berjudul

PEMILIHAN, EFEK SAMPING, DAN GAMBARAN EFEK KOMBINASI PSIKOTROPIKA DALAM USAHA DETOKSIFIKASI KETERGANTUNGAN NAPZA DI PANTI REHABILITASI PURI NURANI

PERIODE SEPTEMBER – DESEMBER 2003

Oleh:

MARTINUS HADIBOWO NIM: 998114216 NIRM: 990051122004120187

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Pada Tanggal : 26 Desember 2007

Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Dekan

Rita Suhadi, M.Si., Apt Dosen Pembimbing:

Dra. A. M. Wara Kusharwanti, Apt.

Panitia Penguji:

1. Aris Widayati M,Si., Apt ...

2. Dra. A. M. Wara Kusharwanti, Apt. ...

3. Yosef Wijoyo, M.Si.,Apt ...

(6)

A

A

d

d

M

M

a

a

i

i

o

o

r

r

e

e

m

m

D

D

e

e

i

i

G

G

l

l

o

o

r

r

i

i

a

a

m

m

Skripsi ini tersembahkan kepada

:

1. Tuhan yang Maha Esa sebagai bentuk pelayanan nyata.

2. Orangtua sebagai ungkapan rasa hormat terima kasih, dan bakti yang tak terhingga.

3. kepada Almamaterku, Rekan-rekan pemakai, dunia Farmasi.

(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, September 2007 Penulis,

Martinus Hadibowo

(8)

INTISARI

Dalam beberapa tahun terakhir ini, penyalahgunaan napza menjadi masalah yang sangat besar. Fenomena napza bagaikan gunung es. Tidak disangkal bahwa peredaran napza tersebut sangat meresahkan masyarakat karena banyak dampak negatif yang ditimbulkan.

Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif kwalitatif. Langkah penelitian yang dilakukan meliputi tahap perencanaan, tahap pengambilan data, dan tahap pengolahan data. Instrumen yang digunakan adalah tabel isian pemakaian obat-obatan yang digunakan dalam satu hari selama periode September sampai dengan Desember 2003, hasil wawancara dengan dokter dan standart pengobatan panti rehabilitasi Puri Nurani Jakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 orang pasien ketergantungan napza yang dirawat di panti rehabilitasi Puri Nurani selama periode September-Desember 2003 adalah pasien berjenis kelamin laki-laki lebih besar yaitu 90% dan perempuan sebesar 10%. Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil yaitu 1 pasien mendapatkan kombinasi obat siang terdiri dari Triheksifenidil 2 mg dan Haloperidol 5 mg (kombinasi A); 2 pasien mendapatkan kombinasi obat siang yang terdiri dari Haloperidol 5 mg, Trihexypenidil 2 mg, dan Klorpromazin 100 mg (kombinasi B); serta 7 pasien mendapatkan kombinasi obat siang terdiri dari Untuk hari 1 – 7: Codein 60 mg, Haloperidol 2,5 mg, THP 2 mg, Tramadol 50 mg, CTM 4 mg, Papaverin 40 mg; dan Untuk hari 8 – 10 : Haloperidol 2,5 mg dan THP 2 mg (kombinasi C). Semua pasien mendapatkan kombinasi yang sama untuk obat malam, yaitu klorpromazine 200 mg, 125 mg, 100 mg, 50 mg dan diazepam 5 mg. Kombinasi C merupakan kombinasi yang paling mendekati standar kombinasi yang ada di Puri Nurani, tetapi semua kombinasi obat tidak dapat dikatakan tidak rasional karena kombinasi obat diberikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien. Efek samping kombinasi obat terbagi dalam dua kategori yaitu efek samping yang membantu terapi detoksifikasi (misalnya mengantuk dan lemas), dan efek samping yang mengganggu terapi detoksifikasi (misalnya parkinson dan lidah kaku). Dari kombinasi obat yang diberikan pada pasien, untuk obat siang yang paling baik memberikan gambaran efeknya adalah kombinasi B dengan waktu onset sebesar 1,67 jam dan waktu durasi 5,34 jam, serta dapat mencegah timbulnya gejala tambahan yang mungkin timbul. Kombinasi obat malam memberikan waktu onset sebesar 0,94 jam dan waktu durasi sebesar 5,24 jam.

Kata kunci : Napza, detoksifikasi, kerasionalan, efek samping, gambaran efek kombinasi obat, kombinasi obat.

(9)

ABSTRACT

In the last few years the, abuse of napza become very big problem. Phenomenon napza as ices mount. Is not denied that circulation of napza hardly fret public by many the generated negativities impacts.

Research taken is type of research of non-experimental with qualitative descriptive research device. Step of research which done cover planning stage, phase of intake of data, and phase is data-processing. Instrument which applied is tables of stuffing of usage of drugs which applied in one day during periods Septembers up to Decembers 2003, interview result with doctor and standard medication of Puri Nurani rehabilitation center Jakarta.

Research result indicate that out of 10 patient people of dependence of napza which taken care of in Puri Nurani rehabilitation center during period September-Desember 2003 is bigger men gender patient that is 90% and woman equal to 10%. From observation which got by done is result that is 1 patient get drugs combination noon consisting of Triheksifenidil 2 mg and Haloperidol 5 mg (combination A); 2 patient get noon drug combination consisting of Haloperidol 5 mg, Trihexypenidil 2 mg, and Klorpromazin 100 mg (combination B); and also 7 patient get noon drug combination consist of day 1st - 7 th: Codein 60 mg, Haloperidol 2,5 mg, THP 2 mg, Tramadol 50 mg, CTM 4 mg, Papaverin 40 mg; and for day 8th - 10 th : Haloperidol 2,5 mg and THP 2 mg (combination C). All patients get same drugs combination for night’s medication that is klorpromazine 200 mg, 125 mg, 100 mg, 50 mg and 5 mg diazepam. Combination C is nearest combination of the combination standard in Puri, Nurani, but all drugs combinations cannot irrational told by drugs combinations are given as according to requirement and condition of patients. Drug combination side effects divided in two category that is side effects assisting detoxification therapy (for example is sleepy and weakened), and side effects bothering detoxification therapy (for example Parkinson and stiff tongue).

From passed by drug combination is patient, for best noon drug give image of the effect is combination B with onset time equal to 1,67 hour and duration time of 5,34 hour, and also can prevent incidence of addition symptom which possibly arising. Night drug combination give onset time equal to 0,94 hour and duration time equal to 5,24 hour.

Keyword : Napza, detoxification, rational, side effects, image of effect drug combination, drugs combination.

(10)

PRAKATA

Puji syukur dan terima kasih yang tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul

PEMILIHAN, EFEK SAMPING, DAN GAMBARAN EFEK KOMBINASI

PSIKOTROPIKA DALAM USAHA DETOKSIFIKASI KETERGANTUNGAN NAPZA DI PANTI REHABILITASI PURI NURANI

PERIODE SEPTEMBER – DESEMBER 2003 dapat terselesaikan.

Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan untuk menambah wawasan di dunia farmasi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra. A. M. Wara Kusharwanti, Apt, selaku dosen pembimbing dan penguji yang telah dengan sabar membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Edi Joko Santoso, S.Si., Apt, yang juga telah membimbing dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Orang tua saya yang telah memberikan dorongan dan bantuan secara moril maupun materiil dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Wakil Direktur I Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Herdjan, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

5. Bapak Dr. Antonius S. SpKj, yang telah memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan penulis dalam penelitian ini.

(11)

6. Bapak Dr. R. Surya Widya, SpKj, selaku penanggung jawab ruang panti rehabilitasi Puri Nurani yang telah memberi ijin dan mendampingi dalam melakukan penelitian ini.

7. Seluruh perawat yang bertugas di ruang panti rehabilitasi Puri Nurani, yang telah membantu dalam melakukan penelitian ini.

8. Para pasien atau klien yang dirawat di panti rehabilitasi Puri Nurani atas kerja sama dan penerimaannya dalam penelitian ini.

9. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

10.Ibu Aris Widayati M,Si., Apt, selaku Dosen Penguji 11.Bapak Yosef Wijoyo, M.Si.,Apt, selaku Dosen Penguji

12.Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Farmasi Sanata Dharma yang selalu mendorong semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

13.Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebut satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Tak ada gading yang tak retak demikian pula dengan apa yang tertuang dalam skripsi ini yang masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu berbagai saran dan kritik yang membangun saya harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi pembaca dan bagi dunia farmasi pada khususnya.

Yogayakarta, September 2007

Penulis

(12)

DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN ... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... INTISARI ...

ABSTRACT ...

PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I. PENDAHULUAN...

A. Latar Belakang ... 1. Rumusan Permasalahan ... 2. Keaslian Penelitian... 3. Manfaat Penelitian ... B. Tujuan Penelitian...

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ...

A. Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif ... 1. Definisi Narkotika dan Penggolongannya ...

(13)

2. Definisi Psikotropika dan Penggolongannya... 9

12 12 14 14

16

19 19 20 21 23 24 24 25 26 27 29 31 31 34 34 3. Zat Adiktif ... B. Penyalahgunaan Napza ... 1. Ciri-Ciri Penyalahguna Napza ... 2. Tingkatan Ketergatungan Napza ... 3. Mekanisme Terjadinya Penyalahgunaan dan

Ketergantungan Napza... C. Zat yang Biasa Disalahgunakan, Gejala, Resiko,

dan Cara Pemakaian ... 1. Narkotika ... a. Golongan Opiat... b. Ganja... c. Kokain... 2. Psikotropika ...

a. Stimulansia ... b. Amfetamin ... c. Methamphetamine ... d. Sedativa Hipnotika... 3. Zat Adiktif ... D. Penatalaksanaan Ketergantungan Napza ...

1. Konsep Dasar Penatalaksanaan... 2. Penatalaksanaan Untuk Ketergantungan Napza ... a. Terapi Detoksifikasi ...

(14)

b. Terapi Medik Psikiatrik (Psikofarmaka) ... 37 47 47 47 47 47

48 49

50 53 54 54 54 57 57 58 58 58 58 59 59 c. Terapi Medik Psikiatrik (Psikoterapi) ...

d. Terapi Medik – Somatik ... e. Terapi Psikosal... f. Terapi Religius... g. Rehabilitasi ... 3. Prinsip Pengobatan Ketergantungan Napza

yang efektif ... E. Kerasionalan Penggunaan Obat ... F. Standart Pengobatan atau Rehabilitasi Detoksifikasi

Panti Rehabilitasi Puri Nurani ... G. Keterangan Empiris ...

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... B. Definisi Operasional ... C. Instrumentasi Penelitian... D. Lokasi Penelitian... E. Jalannya Penelitian... 1. Tahap Persiapan... 2. Tahap Pengambilan Data ... 3. Proses Pengolahan Data... F. Kelemahan Penelitian ... G. Subyek Penelitian...

(15)

H. Tata Cara Analisis Hasil ... 59 60

60

61

67

71 80 80 81 84 87 139

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...

A. Gambaran Umum Pasien Rawat Inap (Detoksifikasi) Panti Rehabilitasi Puri Nurani Selama Bulan

September – Desember 2003... B. Kerasionalan Penggunaan Kombinasi Obat Yang Diberikan

Kepada Pasien Selama Menjalani Terapi Detoksifikasi

Di Panti Rehabilitasi Puri Nurani ... C. Efek Samping Yang Terjadi Dari Penggunaan

Kombinasi Obat Yang Digunakan Pasien Dalam Menjalani Terapi Detoksifikasi ... D. Efektivitas Penggunaan Kombinasi Obat

Yang Diberikan Pada Pasien Selama Terapi Detoksifikasi

Di Panti Rehabilitasi Puri Nurani ...

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...

A. Kesimpulan ... B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA... Lampiran ... Biografi Penulis ...

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Standart Kombinasi Obat yang Dipakai Pada Siang Hari DI Panti

Rehabilitasi Puri Nurani ... Tabel 2. Standart Kombinasi Obat yang Dipakai Pada Siang Malam

di Panti Rehabilitasi Puri Nurani ... Tabel 3. Data Gambaran Umum Pasien Rawat Inap Panti Rehabilitasi Puri

Nurani September-Desember 2003 ... Tabel 4. Gambaran efek obat dan gejala tambahan yang terjadi pada

penggunaan masing-masing kombinasi obat... Tabel 5. Gambaran waktu efek obat malam yang diberikan selama

terapi detoksifikasi ... 51

52

61

73

73

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema terjadinya penyalahgunaan

19 dan ketergantungan napza ...

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

87

88

89

90

91

135 Lampiran 1. Surat ijin penelitian Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ... Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian Rumah Sakit Dr. Soeharto Herdjan

Jakarta ... Lampiran 3. STANDART DETOKSIFIKASI NAPZA

“PURI NURANI” ... Lampiran 4. Tabel Isian Penggunaan Obat Sehari-hari

Pasien Rawat Inap di Panti Rehabilitasi Puri Nurani... Lampiran 5. Data Pola Penggunaan Obat Dalam Terapi Detoksifikasi

Gejala Putus Obat (Withdrawal Syndrome) Pada Pasien Rawat Inap Penyalahgunaan Dan Ketergantungan Narkotika, Psikotropika, Dan Zat Adiktif Di Panti Rehabilitasi Puri Nurani

Periode September-Desember 2003... Lampiran 6. Hasil Wawancara Dengan Dokter

Yang Bertanggungjawab Terhadap Klien atau Pasien Rehabilitasi ketergantungan Napza di Puri Nurani...

(19)

BAB I

Pendahuluan

A. Latar belakang

Dalam beberapa tahun terakhir ini, penyalahgunaan napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif) menjadi masalah yang sangat besar bagi dunia internasional dan terutama bagi bangsa Indonesia yang disebut termasuk dalam segitiga emas dalam peredaran napza. Tidak disangkal bahwa peredaran napza tersebut sangat meresahkan masyarakat karena banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Jika pada dekade lalu peredaran napza hanya terfokus pada kaum muda dan usia-usia produktif, belakangan ini napza mulai menyusup kedalam kalangan yang lebih luas mulai dari kalangan elit, selebritis, kalangan menengah, dan kalangan bawah, mulai dari usia anak-anak sampai dengan lansia.

Fenomena napza bagaikan gunung es (ice berg), artinya yang nampak di permukaan lebih kecil daripada yang tidak kelihatan (di bawah permukaan laut). Pemerintah menyebutkan angka resmi penyalahgunaan napza 0,065% dari dua ratus juta jiwa atau sama dengan seratus tiga puluh jiwa. Penelitian yang dilakukan oleh Hawari dan kawan-kawan pada tahun 1998 menyebutkan bahwa angka sebenarnya adalah sepuluh kali lipat dari angka resmi (dark number=10), atau dengan kata lain bila ditemukan satu orang penyalahguna atau ketergantungan napza artinya ada sepuluh orang lainnya yang tidak terdaftar resmi.(Hawari, 2001)

Diasumsikan bahwa bila data pemerintah itu benar, maka paling sedikit jumlah penyalahguna atau ketergantungan napza di Indonesia berjumlah satu

(20)

koma tiga juta jiwa. Bila diasumsikan setiap penyalahguna atau ketergantungan napza mengeluarkan uang paling sedikit seratus ribu rupiah dalam sehari untuk mengkonsumsi napza, maka biaya yang dikeluarkan minimal seratus tiga puluh milyar per hari (Hawari, 2001).

Penelitian yang diakukan oleh Hawari dan kawan-kawan tahun 1998, dari pasien penyalahguna atau ketergantungan napza jenis opiat (heroin) ditemukan angka kematian (mortality rate) mencapai angka 12,16%. Mereka yang mengalami komplikasi medik berupa kelainan paru-paru sebesar 53,73%, gangguan fungsi hati 55,10% dan hepatitis C sebesar 56,53%, sedangkan yang terinfeksi HIV sebesar 33,33% (Hawari,2001).

Studi kepustakaan menunjukkan angka kekambuhan cukup tinggi yaitu 43,9%. Metode terapi dan rehabilitasi yang ditentukan oleh Hawari dapat menekan angka kekambuhan hingga 12,21% dan apabila yang bersangkutan taat beribadah maka angka kekambuhan dapat diperkecil lagi yaitu 6,83% (Hawari, 2001).

Dari mereka yang mengalami kekambuhan ternyata ada tiga faktor utama sebagai penyebab yaitu faktor teman 58,3%, faktor sugesti (craving) 23,21%, dan faktor frustrasi atau stress 18,43% (Hawari, 2001).

Penyalahgunaan dan ketergantungan napza merupakan penyakit endemik dalam masyarakat modern, penyakit kronik yang berulang kali kambuh dan merupakan gangguan mental adiktif (Hawari, 2001).

(21)

menjamur. Pada bulan Desember tahun 2000, di Jakarta dan sekitarnya sudah terdaftar sekitar seratus pusat penanggulangan napza. Dengan motivasi, dasar pemikiran, metode, sasaran dan program-programnya yang sangat bervariasi (Somar, 2001).

Pada awal tahun 2001, pemerintah Indonesia bertekad mengurangi penyalahgunaan napza secara lebih konfrontatif dan terbuka, dan telah dibentuk suatu badan nasional yang berkoordinasi dengan menteri negara masalah kemasyarakatan, yang disebut BKNN (Badan Koordinasi Narkotika Nasional). Sejalan dengan upaya pemerintah mengatasi penyalahgunaan napza yang semakin meningkat, Departemen Kesehatan mengeluarkan kebijakan agar setiap rumah sakit tipe A dan B menyediakan unit pelayanan rehabilitasi napza (Anonim, 2001).

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Rumah Sakit Jiwa Soeharto Herdjan yang bertindak sebagai rumah sakit jiwa pusat nasional menyediakan unit pelayanan kesehatan untuk pasien penyalahgunaan napza di bagian Puri Nurani, baik dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Puri Nurani merupakan panti rehabilitasi napza yang terdapat di rumah sakit jiwa Soeharto Herdjan Jakarta (Anonim, 2000).

(22)

psikiater, psikolog, sosiolog, rohaniwan, tokoh agama, dan ahli dalam bidang terapi serta pekerja sosial.

Terapi (pengobatan) terhadap penyalahgunaan dan ketergantungan napza terdiri atas dua tahapan yaitu detoksifikasi dan pasca-detoksifikasi (pemantapan) (Hawari,2001). Terdapat berbagai macam cara detoksifikasi yang dapat dipilih sesuai dengan kondisi pasien dan keluarganya, yaitu :

a.) detoksifikasi tanpa anestesi

1.) detoksifikasi dengan pemutusan segera (abrupt withdrawal

atau cold turkey)

2.) detoksifikasi simptomatik 3.) detoksifikasi subtitusi b.) detoksifikasi dengan anestesi

Detoksifikasi Opiat Cepat dengan Anestesi (D.O.C.A)

Peranan seorang apoteker jarang sekali tampak dalam pelayanan rehabilitasi tersebut, sementara obat-obatan yang dipakai dalam rehabilitasi napza menggunakan obat-obat keras yang termasuk dalam golongan psikotropika. Penggunaan psikotropika sebagai sarana pengobatan dalam rehabilitasi selayaknya diawasi oleh seorang ahli dalam bidang obat-obatan yaitu apoteker, mengingat efek yang tidak diharapkan sangat berbahaya, maka seorang apoteker sebaiknya memberikan pertimbangan atau usulan kepada dokter dalam memilih psikotropika yang akan dipakai dengan dosis yang sesuai.

(23)

sangat terkait dengan bidang ilmu yang dimiliki oleh seorang apoteker, sementara fungsinya sebagai pusat informasi penggunaan obat sering kali dirangkap oleh seorang dokter.

1. Rumusan Permasalahan

1. Bagaimana pemilihan kombinasi obat yang diberikan kepada pasien dalam menjalani terapi detoksifikasi di panti rehabilitasi Puri Nurani ?

2. Bagaimana efek samping yang terjadi dalam terapi detoksifikasi yang diberikan dengan menggunakan psikotropika ?

3. Bagaimana gambaran efek penggunaan psikotropika yang dipakai dalam terapi detoksifikasi di panti rehabilitasi Puri Nurani ?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh yang diketahui peneliti, penelitian yang mempelajari tentang pemilihan psikotropika dalam rangka rehabilitasi ketergantungan napza di panti rehabilitasi Puri Nurani belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang pernah dilakukan tentang penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif dengan judul “Profil Penyalahgunaan Psikotropika di Kalangan Mahasiswa Angkatan tahun 1996-2000 Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta” (Astinigsingsih, 2001) dan “Pola Pengobatan Terapi Putus Obat (Withdrawal Syndrome) Pada Pasien Rawat Inap Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif di RS DR. Sardjito Yogyakarta” (Budiarti, 2003).

(24)

ketergantungan napza. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang lebih menekankan pada analisis kerasionalan penggunaan kombinasi obat, keefektifan kombinasi obat, dan efek samping obat yang digunakan dalam terapi detoksifikasi pasien ketergantungan napza.

3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk mengembangkan konsep pelayanan farmasi klinik khususnya dalam mengevaluasi pemberian obat pada pasien di panti rehabilitasi.

b. Manfaat praktis :

1) Memberikan gambaran mengenai penatalaksanaan rejimen terapetik pada pasien ketergantungan napza di panti rehabilitasi Puri Nurani.

2) Informasi yang diperoleh diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan dalam rangka rehabilitasi ketergantungan napza, terutama dalam kerasionalan penggunaan psikotropika yang digunakan.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum :

(25)

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pemilihan kombinasi obat yang diberikan pada pasien detoksifikasi ketergantungan napza.

b. Mengetahui efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan psikotropika tersebut.

(26)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif 1. Definisi Narkotika Dan Penggolongannya

Narkotika adalah obat atau zat aktif yang bekerja menekan susunan saraf pusat, efek terutama yang ditimbulkan narkotika adalah penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, dan mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri serta memberikan efek ketergantungan atau adiksi. Digunakan sebagai analgesik, antitusif, antispasmodik, dan premedikasi anestesi dalam praktek kedokteran (Maslim, 2001).

Menurut undang-undang No. 22 tahun 1997 tentang narkotika, yang dinamakan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menurunkan, menghilangkan, dan mengurangi rasa nyeri, serta dapat dapat menimbulkan ketergantungan. Yang tergolong narkotika misalnya : opioid, kokain, ganja, morphin, codein, petidin, papaverin .

Narkotika terbagi atas tiga golongan,yaitu:

a. Narkotika golongan I : Narkotika yang hanya digunakan untuk ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk tujuan pengobatan karena mempunyai potensi yang sangat kuat menimbulkan ketergantungan. Contoh : heroin, ganja, dan kokain.

(27)

b. Narkotika golongan II : Narkotika yang digunakan sebagai pilihan terakhir untuk pengobatan dan dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi yang kuat menimbulkan sindroma ketergantungan obat. Contoh : morphin, metadon dan opium.

c. Narkotika golongan III : Narkotika yang banyak digunakan dalam pengobatan dan tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan menimkan sindrom ketergantungan obat. Contoh : codein (Asikin, 2002).

2. Definisi Psikotropika dan Penggolongannya

Psikotropika adalah zat atau obat yang kerjanya mempengaruhi fungsi otak, fungsi psikiatrik, kelakuan atau pengalaman. Psikotropika bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behaviour altering drug), digunakan dalam terapi psikiatrik (Maslim, 2001).

Sebenarnya psikotropika baru dikenalkan sejak lahirnya suatu cabang ilmu farmakologi yaitu psikofarmaka yang khusus mempelajari psikotropika. Psikotropika mulai berkembang pesat setelah ditemukannya Alkaloid Raulwolfia

dan Chlorpromazine yang ternyata efektif untuk mengobati kelainan psikiatrik (Santoso, 1995).

(28)

pasien psikosis. Contoh psikotropika adalah klorpromazin, mepazin, asetofenazin, klorprotiksen, haloperidol (Santoso, 1995).

Antiansietas terutama berguna untuk pengobatan simptomatik penyakit psikoneurisis dan berguna sebagai obat tambahan pada terapi penyakit yang didasari ansietas atau perasaan cemas dan ketegangan mental. Contoh psikotropik golongan ini adalah klordiazepoksid, diazepam, klorazepat, lorazepam, halozepam (Santoso, 1995).

Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk terapi mengatasi tekanan mental (depresi mental). Obat ini terbukti dapat menghilangkan atau mengurangi depresi yang timbul pada beberapa jenis skizofrenia. Perbaikan depresi ditandai dengan perbaikan alam kesadaran, bertambahnya aktivitas fisik, dan kewaspadaan mental, nafsu makan dan pola tidur yang baik dan berkurangnya pikiran morbid. Contoh psikotropik jenis ini adalah imipramine, amoxapine, meclobemide, citalopram, trazodone (Santoso dan wiria, 1998).

Psikotogenik ialah obat yang menimbulkan kelainan tingkah laku, disertai halusinasi, ilusi, gangguan cara berfikir dan perubahan alam perasaan, jadi dapat menimbulkan psikosis. Psikosis toksik memang dapat timbul setelah pemberian berbagai jenis obat, tetapi obat baru digolongkan psikotogenik jika dapat menimbulkan keadaan psikotik tanpa delirium dan disorientasi. Contoh psikotropika jenis ini adalah meskalin dietilamid asam lisergad (Santoso, 1995).

(29)

a. Psikotropika golongan I

Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk terapi, serta mempunyai potensi amat kuat menimbulkan sindroma ketergantungan.

Contoh : 3,4 methylenedioxy methamphenthamine (mdma), dietilamid asam

lisergad (lsd).

b. Psikotopika golongan II

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contoh : amphetamine, fenisiklidin, sekobarbital, metakualon, metilfemidad (ritalin).

c. Psikotropika golongan III

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contoh : fenobarbital, dan flunitrazepam d. Psikotropika golongan IV

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.

(30)

3. Zat Adiktif

Zat adiktif adalah zat atau bahan yang dapat menimbulkan gejala ketagihan atau adiksi (addiction) dan ketergantungan atau dependensi

(dependention). Zat adiktif terbagi atas beberapa jenis dan pembagiannya

berdasarkan cara pemakaian bahan tersebut seperti diminum (alkohol), dihirup (solvent), dimakan (magic mushrooms) (Sudirman, 2000).

B. Penyalahgunaan Napza

Penyalahgunaan napza menurut organisasi kesehatan dunia adalah pemakaian napza yang berlebihan, secara terus-menerus atau berkala di luar maksud medis atau pengobatan. Menurut Depkes RI, penyalahgunaan napza adalah pemakaian zat terus-menerus atau berkali-kali secara berlebihan dan tidak menurut petunjuk dokter. Penyalahgunaan napza dapat menimbulkan gangguan tertentu pada seseorang baik fisik maupun psikologik yang diikuti bahaya yang tidak diinginkan (Hawari, 2000).

Manifestasi penyalahgunaan obat dapat diketahui dari hal-hal sebagai berikut yaitu, terdapat tanda-tanda pemakai obat (penyalahgunaan obat), terjadinya keadaan putus obat (withdrawal syndrome atau sindroma abstinentia), terjadinya kelebihan dosis akut, adanya komplikasi medik (penyulit kedokteran), dan komplikasi lainnya (sosial dan legal) (Asikin,2002).

(31)

memberikan peluang untuk integrasi biologis dan sosial terapi psikososial akhirnya pemulihan dari keadaan sakit (Asikin,2002 ).

Penggunaan psikotropika yang tidak rasional akan mengakibatkan ketergantungan obat dan disintegrasi biologis psikologis dan sosial terjadi disabilitas akhirnya cacat yang makin lama makin berat (Maslim, 2000).

Ketagihan napza adalah keadaan dimana seseorang secara psikologis merasa ingin untuk menggunakan atau memakai kembali napza (Rahardja, 2002).

Ketergantungan napza adalah keadaan ketergantungan fisik maupun psikologik, yang ditandai oleh adanya toleransi dan gejala-gejala putus obat (Rahardja, 2002).

Tidak semua zat atau obat dapat menimbulkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Zat atau bahan yang dapat menimbulkan ketagihan atau ketergantungan mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut :

a. keinginan yang tak tertahankan (unpowering desire) terhadap zat yang dimaksud, dan jika perlu dengan jalan apapun untuk memperolehnya.

b. kecenderungan untuk menambah takarannya (dosis) sesuai dengan toleransi tubuh.

c. ketergantungan psikik (psychological dependence), apabila pemakaian zat dihentikan akan timbul kecemasan, kegelisahan, depresi, dan lain-lain gejala psikik.

(32)

1. Ciri-ciri penyalahguna napza

Ciri-ciri remaja atau anak yang mempunyai kemungkinan besar mengalami gangguan atau ketergantungan terhadap napza, adalah sebagai berikut:

a. sifat mudah kecewa dan kecenderungan menjadi agresif dan destruktif. b. perasaan rendah diri (low self-esteem).

c. tidak bisa menunggu atau bersabar yang berlebihan.

d. suka mencari sensasi, melakukan hal-hal yang mengandung resiko berbahaya berlebihan.

e. cepat bosan dan merasa tertekan, murung dan merasa tidak sanggup berfungsi dalam kehidupan sehari-hari.

f. hambatan atau penyimpangan psikoseksual dengan akibat kegagalan. g. keterbelakangan mental.

h. cenderung mengalami gangguan kejiwaan, seperti kecemasan, obsesi, apatis, menarik diri dalam pergaulan, depresi, kurang mampu menghadapi stress atau sebaliknya hiperaktif.

i. kurangnya motivasi untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikan atau pekerjaan atau bidang lapangan lainnya (Alatas, 2001).

2. Tingkatan ketergantungaan napza

Secara umum ketergantungaan terhadap napza dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut :

a. Ketergantungan primer,

(33)

b. Ketergantungan simptomatis,

Ketergantungan simptomatis adalah penyalahgunaan napza sebagai salah satu gejala dari tipe kepribadian yang mendasarinya umumnya terjadi pada orang dengan kepribadian psikopatik (anti-sosial), kriminal, dan pemakaian napza untuk kesenangan semata.

c. Ketergantungan reaktif,

Ketergantungan reaktif adalah terutama terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, pengaruh lingkungan dan tekanan teman kelompok sebaya (peer group pressure) (Hawari,1999).

Dilihat dari kebutuhan pemakaiannya, penyalahgunaan napza dapat digolongkan menjadi:

a. pemakaian coba-coba (experimental use) yang bertujuan hanya ingin mencoba memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian pemakai berhenti menggunakan dan sebagian lain meneruskan pemakaian.

b. pemakaian sosial (social use) yang bertujuan hanya untuk bersenang-senang (saat rekreasi atau santai). Sebagian pemakai tetap bertahan pada tahap ini, sebagian lagi meningkat ke tahap selanjutnya.

c. pemakaian situasional (situational use), pemakaian pada saat mengalami keadaan tertentu (ketegangan, kesedihan, kekecewaan) dengan maksud menghilangkan perasaan tersebut.

(34)

e. ketergantungan (dependence), telah terjadi toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian zat dihentikan atau dikurangi atau tidak ditambah dosisnya (Asikin, 2002).

3. Mekanisme terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan napza

Mekanisme terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan napza dapat diterangkan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan organobiologik, psikodinamik, dan psikososial (Hawari, 2000).

a. Pendekatan organobiologik

Dari sudut pandang organobiologik (susunan saraf pusat) mekanisme terjadinya adiksi (ketagihan) hingga depedensi (ketergantungan) napza dikenal dengan dua istilah, yaitu gangguan mental organik akibat napza atau sindrom otak organik akibat napza, dan gangguan penggunaan napza termasuk didalamnya pengertian penyalahgunaan napza atau ketergantngan napza, yang lebih banyak menyoroti berbagai kelainan perilaku (behavior disorder) yang berkaitan dengan penggunaan napza yang mempengaruhi susunan saraf pusat (Hawari, 2000).

Teori yang mengemukakan tentang proses terjadinya adiksi (ketagihan) dan depedensi (ketergantungan) pada penyalahgunaan napza, antara lain sebagai berikut :

1) Conditioning theory berpendapat bahwa seseorang akan menjadi

(35)

keausan, yang dari luar nampak sebagai gejala-gejala putus napza. Gejala ini memaksa orang untuk mengulangi pemakaian napza tersebut, demikianlah seterusnya (Hawari, 1999).

2) Kebanyakan napza berinteraksi dengan cara yang khas pada tempat sasaran dalam suatu sistem biologik di otak. Tempat itu dalam farmakologi disebut sebagai reseptor. Interaksi napza dengan reseptor biasanya bukan merupakan ikatan kovalen kimiawi, melainkan suatu interaksi yang lebih lemah (Hawari, 1999).

3) Gen berperan dalam ketergantungan terhadap alkohol, tetapi untuk jenis-jenis lainnya faktor gen sebagai etiologis masih lemah. Dalam hubungan dengan hal ini , secara umum contoh orang tua (parenteral example) lebih penting dari pada gen (sifat turunan) orang tua (parental genes) (Hawari, 1999).

b. Psikodinamik

Hasil penelitian Hawari pada tahun 1998 tentang penyalahgunaan napza menyatakan bahwa seseorang akan terlibat penyalahgunaan napza dan dapat sampai pada ketergantungan napza, apabila pada itu sudah ada faktor predisposisi, yaitu faktor yang membuat seseorang cenderung menyalahgunakan napza(Hawari, 2000 ).

(36)

Bila faktor predisposisi dan faktor kontribusi ini sudah ada, maka diperlukan lagi faktor yang mendorong terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan napza, yaitu faktor pencetus (Hawari, 2001 ).

Dalam penelitian lebih lanjut disebutkan bahwa yang termasuk faktor predisposisi adalah gangguan kejiwaan yaitu gangguan kepribaian (anti-sosial), kecemasan, dan depresi. Sedangkan yang termasuk faktor kontribusi adalah kondisi keluarga yang terdiri dari tiga komponen yaitu keutuhan keluarga, kesibukan orangtua, hubungan interpersonal antar keluarga. Yang termasuk faktor pencetus adalah pengaruh teman sebaya dan napza itu sendiri (Hawari, 2001).

Proses terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan napza adalah hasil dari interaksi antara faktor predisposisi, faktor kontribusi dan faktor pencetus yang dapat dilihat dalam bagan berikut (Hawari, 2001).

(37)

gambar 1. Skema terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan napza (Hawari, 2001)

C. Zat Yang Biasa Disalahgunakan, Gejala, Resiko, Dan Cara Pemakaian 1. Narkotika

Penyalahgunaan obat yang termasuk narkotika biasanya dilakukan oleh pengguna (user) yang telah lama melakukan penyalahgunaan obat. Gejala kelebihan dosis obat yang termasuk dalam golongan narkotika secara umum di tunjukkan dengan tiga gejala klasik, yaitu terjadinya pinpoin (pupil mata mengecil), pernapasan satu-satu dan koma. Sedangkan gejala-gejala kondisi putus

Faktor predisposisi

1. gangguan kepribadian (antisosial)

2. kecemasan 3. depresi.

Faktor kontribusi

4. kondisi keluarga 4.1 keutuhan keluarga 4.2 kesibukan orang tua 4.3 hubungan interpersonal

Faktor pencetus

Teman kelompok(+NAPZA)

Penyalahgunaan NAPZA Penyalahgunaan NAPZA Ketergantungan NAPZA

(38)

obat ditandai dengan timbulnya agitasi, nyeri otot dan tulang, insomnia, dan nyeri kepala. Bila pemakaiannya sangat banyak atau dalam dosis sangat tinggi maka akan terjadi konvulsi (kejang) dan koma. Keluar airmata (lacrimasi), keluar air dari hidung (rhinorhea), berkeringat banyak, cold turkay, pupil yang berdilatasi, tekanan darah yang meninggi, nadi bertambah cepat, hiperpirexia (suhu tubuh yang sangat tinggi), gelisah, cemas, tremor, dan kadang-kadang psikosis toksik juga sering kali terjadi (Wresniwiro, 2000).

a. Golongan Opiat.

Sumber utama narkotik alami, berasal dari tumbuh-tumbuhan tahunan, berupa tumbuhan jenis terna di antaranya yang paling ternama adalah Asian poppy. Opioid adalah segolongan zat baik yang alamiah, semi sintetik, maupun sintetik yang kasiatnya dalam bidang kedokteran adalah sebagai analgetika (Yanny,2001). Ada juga yang menyatakan, opioid atau opiat merupakan hasil eksudat dan resin tanaman papaver putih (whitepoppy). Efek klinis lainnya adalah dapat menurunkan susunan saraf pusat, menurunkan sensasi nyeri, menunkan emosi, nyeri penurunan respirasi, sedasi, menimbulkan rasa lemah, miosis, mual atau muntah, konstipasi, pucat, euforia,pusing, drowsiness. Biasanya obat-obatan ini secara umum digunakan dengan cara dihisap, injeksi, peroral. (Suwarso, 2002).

(39)

Opioid semisintetik adalah opioid yang diperoleh dari opioid alamiah dengan perubahan sedikit kimiawi. Salah satu opioid semi sintetik yang paling dikenal adalah heroin. Heroin atau diamorphine adalah candu yang berasal dari

opium poppy (Papaver somniferum). Candu merupakan zat kebal tubuh yang

efektif dengan pengaruh penenang diri (sedatif), dengan menekan sistem saraf termasuk berpengaruh dalam memperlambat pernafasan dan memperlambat detak jantung, juga dapat memperbesar pembuluh darah tertentu, menciptakan perasaan hangat dan mengurangi diare. Ciri khusus pada pengguna candu adalah tertariknya atau terbatasnya bola mata (miosis). Beberapa zat turunan yang tergolong dalam kelompok ini adalah dilaudid, perkodan, etorfin (Yanny,2001).

Opioid sintetik bekerja dengan mekanisme kerja yang sama dengan morfin, meski begitu opioid sintetis tidak memiliki hubungan secara struktural dengan morfin. Zat-zat yang tergolong dalam kelompok opioid sintetik adalah meperidin (Demerol, Petidin), propoksifen (Darvon) (Yanny, 2001).

b. Ganja (Cannabis).

Nama yang sering digunakan adalah : grass, cimeng, ganja, dan gelek. Penggunaan napza jenis ini dengan dihisap, dengan cara dipadatkan lalu digulung menyerupai rokok atau bisa juga dengan menggunakan pipa rokok (Sudirman, 2000).

(40)

ada beberapa negara yang tidak melarang adanya pertumbuhan tanaman sejenis ini (Sudirman, 2000).

Efek dari ganja tergolong sangat cepat, efek yang ditimbulkan oleh ganja adalah : cenderung merasa lebih santai, euforia atau rasa gembira yang berlebihan (mudah tertawa), perasaan waktu berlalu lambat, sering berfantasi, aktif berkomunikasi, mempunyai selera makan yang tinggi, lebih sensitif pada suatu hal yang sedang mereka hadapi, denyut nadi bertambah cepat, suhu badan naik, kering pada mulut dan tenggorokan (Sudirman, 2000)

Ciri-ciri yang mencolok pada orang yang keracunan ganja terdapat pada mata yang memerah dan bola mata yang turun. Pada pemakaian yang berlebihan cenderung akan membuat mereka merasa lemas, paranoia, perasaan gelisah yang berlebihan, rasa cemas, curiga yang tidak wajar, mengalami gangguan persepsi serta halusinasi dan konsentrasi terganggu. Tidak jarang juga dijumpai adanya

flash back pada pemakai dengan intensitas pemakaian tinggi. Tetapi tidak jarang pada pemakaian cukupan atau banyak sudah mengalami gangguan persepsi serta gangguan mental lainnya (Sudirman, 2000).

(41)

c. Kokain

Nama populer dari kokain adalah putih, koka, coke, charlie, srepet, salju. Bentuk dari jenis ini berupa bubuk putih. Cara pemakaiannya adalah dengan membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus diatas permukaan kaca atau benda-benda yang memiliki permukaan yang rata, kemudian dihirup dengan menggunakan alat penyedot, seperti sedotan atau dengan cara dibakar dengan tembakau, yang sering disebut dengan cocopuff. Ada juga yang melalui suatu proses menjadi bentuk padat untuk dihirup asapnya, yang populer disebut dengan freebasing (Sudirman, 2000).

Penggunaan dengan cara dihirup akan beresiko kering dan luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam. Efek rasa dari pemakaian kokain ini mambuat si pemakai merasa segar, kehilangan nafsu makan, menambah rasa percaya diri juga dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah (Sudirman, 2000).

(42)

Cara kerja kokain yaitu dengan mempengaruhi susunan saraf pusat, menimbulkan gangguan pada otak, timbul pengaruh pada kesadaran, akan timbul waspada berlebihan, perubahan elektrisitas atau listrik di otak. Timbul semacam reaksi pada hormon yang akan mengakibatkan ada kelainan pada manusia, kemudian menimbulkan euforia (Sudirman, 2000).

2. Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetik bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. a. Stimulansia

Dalam dosis rendah stimulantia menimbulkan peninggian kewaspadaan (increased alertness), perasaan segar-nyaman (well being), dan penekanan nafsu makan (anorexic). Toleransi terhadap efek-efeknya yang timbul cepat menyebabkan ketergantungan efeknya juga timbul dengan cepat, dan tidak jarang menimbulkan episode psikotik sesudah pemakaian dosis tinggi yang lama. Dalam bidang kedokteran digunakan dalam pengobatan narkolepsi, obesitas (karena efek penekanan nafsu makan), dan pengobatan keadaan depresi (Sudirman, 2000).

(43)

biasanya dapat menimbulkan kejang-kejang, kolaps sirkulatoir, perdarahan otak dan koma, juga dapat berakibat kematian.

Gejala putus obat ditunjukkan dengan terjadinya keadaan depresi yang berat sesudah toksik akut, berkurangnya nafsu makan, combativeness, kecenderungan suicidal dan tidur untuk waktu yang lama (Wresniwiro, 2000). b. Amfetamin

Nama lain dari zat adiktif ini adalah : speed, uppers, whizz, billy dan sulphate. Jenis ini merangsang rasa gelisah dan membuat si pemakai susah tidur, bernafas cepat seperti habis lari dan jantung berdebar-debar. Juga membuat si pemakai merasa sangat energik terkadang membuat rasa kelelahan yang berlebihan dan menimbulkan rasa percaya diri. Pemakaian dalam dosis kecil jenis ini dapat mempengaruhi suasana hati secara drastis, apatis, temperamental, mengakibatkan iritasi pada kulit dan tidak dapat beristirahat dengan tenang, karena jenis ini memberikan energi ekstra yang sesaat tetapi pada hari berikutnya setelah efek rasanya hilang si pemakai akan mengalami gangguan daya ingat untuk sementara waktu (Sudirman, 2000).

Ciri-ciri orang yang keracunan zat ini, seperti: rasa gembira, rasa harga diri meningkat, banyak bicara, waspada berlebihan, denyut jantung cepat, pupil mata melebar, tekanan darah naik, berkeringat atau rasa dingin, mual hingga muntah, emosi yang tidak stabil, gangguan daya nilai realita (Sudirman,2000)

(44)

tidur dan kurang makan, pemakaian yang sangat berat akan menimbulkan depresi. Ada yang berbentuk bubuk berwarna putih dan keabu-abuan, digunakan dengan cara dihirup atau disuntikkan. Sedangkan yang berbentuk tablet diminum dengan air. Penggunaan dengan cara menyuntik jika jarum suntiknya digunakan secara bersama-sama akan mengakibatkan tertularnya virus HIV, Hepatitis A, B, C dan infeksi lainnya. Efek yang timbul karena zat ini menyerang saraf pusat dan juga dapat menyerang jantung, mengakibatkan rasa berdebar dan nyeri di dada juga pada pernafasan akan menimbulkangangguan pada pencernaan, seperti kram perut dan rasa mual (Sudirman, 2000).

Pada fase pemutusan obat si pemakai akan mengalami suatu kondisi yang sangat mengganggu karena keinginan yang kuat akan pemakaian obat tersebut. Pada saat ini perlu ada dukungan yang kuat atau treatment dalam bentuk

psikoterapi (terapi kejiwaan), diperlukan suatu bimbingan yang cukup panjang agar si pemakai tidak memakai kembali (Sudirman, 2000).

c. Metamfetamine

Metamphetamine atau lebih dikenal dengan nama shabu-shabu menyerang saraf dan menimbulkan efek rasa gelisah, sulit tidur pernafasan pendek, jantung berdebar, si pemakai akan merasa enerjik dan kehilangan nafsu makan (Sudirman, 2000).

(45)

d. Sedativa Hipnotika

Di dunia kedokteran terdapat jenis obat yang berkhasiat sebagi obat tidur (sedativa/hipnotika) yang mengandung zat aktif nitrazepam atau barbiturat atau senyawa lain yang khasiatnya sama. Golongan ini tidak termasuk narkotika melainkan termasuk psikotropika golongan IV (Hawari, 2001).

Golongan sedativa/hipnotika ini sangat membantu bagi pengobatan mereka (klien) yang menderita stress dengan gejala-gejala kecemasan dan gangguan tidur (insomnia). Penggunaan obat jenis ini harus di bawah pengawasan dokter dan hanya dibeli dengan resep dokter di apotik (golongan daftar G) (Hawari, 2001).

Penggunaan sedativa/hipnotika izin yang seharusnya sebagai pengobatan (medicine) bila disalahgunakan dapat juga menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan), apalagi bila dosisnya melampaui batas (overdosis) (Hawari, 2001).

Penyalahgunaan napza jenis ini dapat menimbulkan gangguan mental bagi pemakainya dengan gejala-gejala sebagai berikut :

1) Gejala Psikologik:

(46)

2) Gejala Neurologik (saraf) :

Pembicaraan cadel (slurred speech), gangguan koordinasi, cara jalan yang tidak mantap, dan gangguan perhatian dan daya ingat.

3) Efek perilaku maladaptif

Perilaku maladaptif adalah perilaku tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggalnya. Misalnya gangguan daya nilai realitas, perkelahian, halangan/hendaya (impairment) dalam fungsi sosial atau pekerjaannya dan gagal bertanggungjawab (Hawari, 2001).

Bagi mereka yang sudah ketagihan napza jenis ini, bila pemakaiannya dihentikan akan timbul gejala putus sedativa/hipnotika yaitu berupa gejala-gejala ketagihan dan ketergantungan sebagai berikut : mual dan muntah, kelelahan umum atau keletihan, hiperaktivitas saraf otonom, misalnya berdebar-debar, tekanan darah naik dan berkeringat, kecemasan (rasa takut dan gelisah), gangguan alam perasaan (afektif/mood) atau iritabilitas, misalnya murung, sedih atau mudah tersinggung dan marah, hipotensi ortostatik (tekanan darah rendah bila yang bersangkutan berdiri), dan tremor kasar (gemetar) pada tangan, lidah dan kelopak mata (Hawari, 2001)

(47)

3. Zat Adiktif

Solvents atau yang sering disebut dengan uap gas biasa digunakan dengan cara dihirup, merupakan jenis zat adiktif yang dapat diperoleh di mana saja. Dan biasanya yang memakai zat ini adalah orang yang hanya mau mencoba dari kalangan bawah dan sering ditemukan pada usia di bawah umur (Sudirman, 2000).

Inhalant atau solvents merupakan peralatan rumah tangga atau hasil

produksi industri, jika dihirup melalui melalui hidung atau dihisap melalui mulut, dapat dengan cepat mengakibatkan keracunan zat (mabuk) (Anonim, 1999).

Penggunaan solvents dalam jangka waktu yang panjang dapat mengakibatkan kerusakan organ secara permanen (seperti kerusakan hati, sumsum tulang, jantung). Ketergantungan solvents yang cukup berat pada masa kehamilan dapat berakibat serius terhadap janin dan hampir sama dengan sindrom keracunan alkohol (seperti kerusakan otak, kerusakan wajah, dan pertumbuhan terhambat). Resiko untuk cidera maupun kematian cukup besar dapat terjadi pada orang menyalahgunakan solvents. Jika anak-anak atau remaja yang kurang berpengalaman mengalami keracunan solvents akan melakukan tindakan yang berbahaya maupun tindakan yang gegabah. Kematian juga dapat terjadi sebagai akibat serangan jantung, kejang dan muntah-muntah karena sakit kepala yang hebat (Anonim a, 1999).

(48)

gangguan daya ingat, halusinasi ringan, bicara cadel, kekurangan zat asam sehingga kulit membiru, pusing (Sudirman, 2000).

Contoh dari solvents antara lain : amyl nitrite atau butyl nitrite (pada pembersih head video), benzene (pada bensin), butane atau propane (pada isi korek gas dan hair spray atau cat pilox), freon (pada lemari es), methylene chloride (pada penghapus cat), nitrous oxyde, toluene (pada penghapus cat, bensin, tipe-ex), trichlorethylene (Leshner, 2000).

Walaupun solvents dapat ditemukan di tempat umum dan dijual bebas tetapi akan sangat berbahaya jika disalahgunakan, reaksi jenis ini sangat cepat dan hilangnya reaksi juga sangat cepat. Solvents dapat menyebabkan si pemakai pusing, kepala berputar-putar, halusinasi ringan, penglihatan berputar-putar, mual, muntah dan pada akhir dari semua efek tersebut, si pemakai dapat merasakan pusing yang berkepanjangan dan dapat mengganggu fungsi jantung (Sudirman, 2000).

Solvents bekerja dengan mempengaruhi susunan saraf pusat atau otak.

(49)

ketidakteraturan kerja jantung dan tertekannya sistem pernafasan (Sudirman, 2000).

Tidak ada gejala-gejala yang khas pada penggunaan solvents, kita bisa mengetahui dari riwayat pemakaian zat ini dan adanya bau yang spesifik dari pernafasan. Pengguna mengeluh adanya perasaan berdebar-debar, pusing, ada gangguan pada pernafasan, mata merah, bau dari pernafasan, kerusakan pada saraf, dan jika diperiksa fungsi liver akan ada gangguan (Sudirman, 2000).

D. Penatalaksanaan Ketergantungan Napza

1. Konsep dasar penatalaksanaan

Dalam bidang kedokteran, penatalaksanaan bermakna terapi dan tindakan – tindakan yang terkait dengannya. Umumnya tujuan terapi ketergantungan napza adalah sebagai berikut :

a. Abstinensia

Abstinensia atau penghentian total pengguna napza. Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal, namun sebagian besar pasien tidak mampu atau tidak bermotivasi untuk mencapai sasaran ini, terutama pasien-pasien pengguna awal. b. Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps

(50)

program), terapi perilaku kognitif (cognitive behavior therapy), opiate antagonist

maintenance therapy dengan naltrexone merupakan beberapa alternatif untuk

mencapai tujuan ini.

c. Memperbaiki fungsi psikologi, dan fungsi sosial

Dalam kelompok ini, abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi rumatan metadon, syringe exchange program merupakan pilihan untuk mencapai tujuan terapi jenis ini. Terapi medik ketergantungan napza meruoakan kombinasi psikofarmakoterapi dan terapi perilaku. Meskipun telah dipahami bahwa banyak faktor yang terlibat dalam terapi ketergantungan napza, namun upaya penyembuhan ketergantungan napza dalam konteks medik tetap selalu diupayakan (Husin, 2002).

Seperti diketahui, terapi medik ketergantungan napza terdiri atas dua fase sebagai berikut :

1) Detoksifikasi

Detoksifikasi merupakan langkah awal proses terapi ketergantungan opioida dan merupakan intervensi medik jangka singkat. Bila terapi detoksifikasi diselenggarakan secara tunggal, misalnya hanya berobat jalan saja, maka kemungkinan relaps lebih besar dari 90 %.

Tujuan terapi detoksifikasi opioida adalah :

a) Untuk mengurangi, meringankan, atau untuk meredakan keparahan gejala-gejala putus zat.

(51)

c) Mempersiapkan proses lanjutan yang dikaitkan dengan modalitas terapi rumatan.

Berdasarkan lamanya proses berlangsung, terapi detoksifikasi dibagi atas :

a) Detoksifikasi jangka panjang (3 – 4 minggu) seperti dengan menggunakan metadon.

b) Detoksifikasi jangka sedang (3 – 5 hari) : naltrexone, midazolam, klonidin.

c) Detosifikasi cepat (6 jam sampai 2 hari) : rapid detox

Variasi dan pilihan terapi detoksifikasi napza cukup banyak. Di Indonesia, sebagian dokter/psikiater masih menggunakan terapi detoksifikasi konservatif seperti penggunaan obat simptomatik (analgetika, anti insomnia, dan lainnya), bahkan beberapa psikiater masih menggunakan berbagai bentuk neuroleptika dosis tinggi, yang di negara maju sudah ditinggalkan (Husin, 2002).

2) Rumatan (perawatan).

Terapi rumatan ketergantungan opioida bertujuan antara lain untuk : a) Mencegah atau mengurangi terjadinya craving terhadap opioida b) Mencegah relaps (menggunakan zat adiktif kembali).

c) Memperbaiki fungsi fisiologi organ yang telah rusak akibat penggunaan opioida.

d) Rekonstruksi kepribadian

(52)

a) Menambah holding power untuk pasien yang berobat jalan sehingga menekan biaya pengobatan.

b) Menciptakan suatu window of opportunity sehingga pasien dapat menerima intervensi psikosal selama terapi rumatan dan mengurangi resiko.

c) Mempersiapkan kehidupan yang produktif selama menggunakan terapi rumatan.

Kedua bentuk fase terapi ini merupakan suatu proses berkesinambungan, runtut, dan tidak dapat berdiri sendiri (Husin, 2002).

2. Penatalaksanaan untuk ketergantungan napza

Terapi atau pengobatan terhadap penyalahgunaan dan ketergantungan napza haruslah rasional dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi medik, psikiatrik, sosial, dan agama. Terapi terdiri dari dua tahapan, yaitu detoksifikasi dan pasca detoksifikasi (pemantapan) yang mencakup komponen-komponen sebagai berikut :

a. Terapi Detoksifikasi

Terapi detoksifikasi adalah bentuk terapi untuk menghilangkan racun (toksin) napza dari dalam tubuh klien penyalahguna dan ketergantungan napza. Metode detoksifikasi ini tidak hanya berlaku untuk napza jenis opiat (heroin) saja melainkan berlaku juga untuk napza jenis lainnya seperti ganja, kokain, alkohol, amphetamine, dan zat adiktif lainnya (Hawari, 2001).

Dalam terapi detoksifikasi ini digunakan jenis obat-obatan golongan

(53)

susunan saraf pusat (otak). Pemikiran rasional penggunaan obat golongan major transquilizer ini adalah bahwa gangguan mental dan perilaku yang dikategorikan dalam gangguan mental organik yang ditandai dengan gejala-gejala gangguan jiwa (psikosis organik). Kategori psikosis ini dapat dilihat dengan adanya gangguan pada daya nilai realitas (reality testing ability/RTA) yang buruk serta pemahaman diri (insight) yang buruk pula pada klien penyalahguna atau ketergantungan napza (Hawari, 2001).

Metode detoksifikasi yang digunakan oleh Hawari pada pasien ketergantungan di panti rehabilitasinya adalah menggunakan sistem blok total (abstinentia totalis), artinya klien penyalahguna atau ketergantungan napza tidak boleh lagi menggunakan napza atau turunannya (derivates), dan juga tidak menggunakan obat-obatan sebagai pengganti atau substitusi (substitution) (Hawari, 2001).

Terapi detoksifikasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai dengan kondisi pasien dan keluarganya, yaitu :

1) Detoksifikasi tanpa anestesi

a. Detoksifikasi dengan pemutusan segera

(54)

b. Detoksifikasi simptomatik

Jenis detoksifikasi ini juga dapat dilakukan di rumah atau di rumah sakit. Caranya sama dengan detoksifikasi pemutusan segera, perbedaannya pada pemberian obat untuk mengatasi gejala putus zat saja (Asikin, 2002).

Gejala-gejala yang diduga akan muncul diberikan penawarnya :

1. rasa nyeri : diatasi dengan berbagai analgetik seperti parasetamol, asam mefenamat, tramadol, injeksi toradol. Dosis yang diberikan kadang lebih tinggi dari dosis penghilang nyeri pada umumnya.

2. Insomnia : dapat diberikan golongan benzodiazepin (hipnotik-sedativ) seperti estazolam, triazolam, nitrazepam, atau injeksi midazolam. 3. Depresi : diberikan anti depresan

4. Ansietas : dapat diberikan derivat benzodiazepin (clobazam) dan non benzodiazepin (buspiron).

5. Diare : terutama diare berat (lebih dari lima kali sehari) atau yang disertai dengan kesulitan makan atau minum, dapat diberikan loperamid

6. Mual atau muntah : dapat digunakan motor regulator (sulpirid) dengan dosis 20 – 50 mg diberikan tiga kali sehari.

(55)

c. terapi subtisusi

berbagai subtitusi yang dapat dipilih : 1. metadon

2. klonidin 3. buprenorfin 4. pentazocin 5. kodein

2) Detoksifikasi cepat dengan anestesi (Asikin, 2002). b. Terapi Medik-Psikiatrik (Psikofarmaka)

Gangguan mental dan perilaku ini masih berlanjut meskipun napza sudah hilang dari tubuh setelah menjalani terapi detoksifikasi. Proses mental adiktif masih berjalan, artinya rasa ingin (craving) masih belum hilang sehingga kekambuhan dapat terulang kembali (Hawari, 2001).

Untuk mengatasi gangguan di atas, maka digunakan obat-obat yang berkhasiat mengatasi gangguan dan memulihkan fungsi neuro-transmiter pada susunan saraf pusat (otak), dengan psikofarmaka. Dengan terapi psikofarmaka gangguan mental dan perilaku dapat diatasi (Hawari, 2001).

Obat-obat yang digunakan dalam terapi psikofarmaka adalah sebagai berikut:

1) Obat Antipsikosis

(56)

Istilah lain yang digunakan untuk menyebut antipsikosis berdasarkan efek terapi yang ditimbulkan adalah antipsikosis konvensional atau tradisional atau tipikal (Typical Anti Psychotics) dan antipsikosis generasi baru atau yang biasa disebut antipsikosis atipikal (Atypical Anti Psychotics) (Maslim, 2001).

a. Antipsikosis Tipikal

Terutama efektif mengatasi simptom positif, pada umumnya dibagi lagi dalam sejumlah kelompok berikut:

1. derivat fenotiazine: klorpromazine, levomepromazine, dan triflupromazine (siquil)-thioridazine dan periciazine-perfenazine dan flufenazine-perazine (taxilan), trifluoperazine, proklorperazine (stemetil), dan thietilperazine (Torecan)

2. derivat thioxanthin: klorprotixen (Truxal) dan zuklopentixol (cisordinol)

3. derivat butirofenon: haloperidol, bromperidol, pipamperon, dan droperidol

4. derivat butilpiperidin: pimozida, fluspirilen, dan penfluridol b. Antipsikosis Atipikal

Obat-obatan atipikal ini sulpirida, klozapin, risperidon, olanzapin, dan quentizapin (seroquil) bekerja efektif melawan simptom-simptom negatif, yang praktis kebal terhadap obat-obat klasik. Lagi pula efek sampingnya lebih ringan, khususnya gangguan ekstrapiramidal dan dyskinesia tarda (Rahardja, 2002).

(57)

ekstrapiramidal (dopamine D2 receptor antagonist). Sedangkan obat antipsikosis yang baru (atipikal) selain berafinitas terhadap “Dopamine D2 receptors”, juga terhadap “serotonin 5 HT2 receptors” (serotonin-dopamine antagonists) (Maslim, 2001).

Profil efek samping obat antipsikosis yang sering terjadi adalah :

(1).Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa ngantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).

(2).Gangguan otonomik (hipotensi, mulut kering, kesulitan miksi dan defaksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).

(3).Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson : tremor, bradikinesia, rigiditas).

(4).Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik

(jaundice), hematologik (agranulocytosis), biasanya untuk

pemakaian jangka panjang.

Efek samping ini ada yang cepat ditolerir oleh pasien, ada yang lambat, dan ada yang sampai membutuhkan obat simptomatis untuk meringankan penderitaan pasien.

(58)

jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis antipsikosis (non-dose related) (Maslim, 2001).

Pada dasarnya semua obat antipsikosis mempunyai efek promer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, peranan utamanya pada efek sekunder (efek samping : sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).

Obat-obat antipsikosis yang biasa digunakan dalam detoksifikasi ketergantungan napza adalah:

(a) Klorpromazine (CPZ)

Klorpromazine dapat menimbulkan efek sedasi dengan disertai sikap acuh terhadap rangsangan dari lingkungan. Pada pemakaian dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan toleransi terhadap efek sedasi, tergantung dari status emosional pasien (Ganiswarna, 1995)

(b) Haloperidol (HLP)

Haloperidol adalah golongan butirofenon yang paling umum digunakan. Berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis yang karena hal tertentu tidak dapat diberi fenotiazine (Ganiswarna, 1995). Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazine, tetapi memperlihatkan banyak sifat fenotiazine. Pada orang biasa efek haloperidol mirip dengan CPZ. Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami ekstasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat dibandingkan dengan CPZ (Santoso, 1995).

2) Obat Anti-Depresan

Obat anti depresan adalah obat yang mampu memperbaiki suasana jiwa

(59)

obat anti depresan disebut dengan thymoleptika (Yun. Thymos = suasana jiwa;

analepsis = stimulasi) (Tjay, 2002).

Teori monoamin menyatakan bahwa depresi diakibatkan karena terganggunya keseimbangan antara neuro-transmiter di dalam otak. Khususnya terutama karena kekurangan serotonin (dan atau noradrenalin) di saraf-saraf otak (Tjay, 2002).

Obat-obat anti depresan dibagi menjadi empat kelompok, yakni : a) Anti depresan klasik

Obat-obat ini menghambat reabsorbsi serotonin dan ujung nor adrenalin dari sela sinapsis di ujung-ujung saraf. Anti depresan klasik ini dibagi lagi menjadi 2, yaitu:

1. zat-zat trisiklik: amitriptilin, doksepin, dan dosulepin, imipramin, desipramin, klomipramin. Obat-obat ini mempunyai struktrur dasar cincin tiga.

2. zat-zat tetrasiklis: maprotilin, mianserin (dan mirtazapin), dengan struktur tetrasiklis.

b) Obat-obat generasi kedua

(60)

1.SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor): fluvoxamine, fluoxetin, paroxetin, sertralin, dan citalopram. Trazodon juga mengahambat serotonin, tetapi juga bekerja sebagai anti serotonin. 2.NaSA (Noradrenalin and Serotonin Antidepresant): mirtazapin,

dan venlafxin. Obat-obat ini tidak berkhasiat selektif, menghambat re-uptake dari baik serotonin maupun noradrenalin. Terdapat beberapa indikasi bahwa obat ini lebih efektif daripada obat-obat SSRI (Tjay, 2002).

c) MAO-blockers

Fenelzin dan tranylcypromin (parnate). Obat ini menghambat enzim mono-amino-oksidase (MAO). MAO terdapat dalam dua bentuk: MAO-A dan MAO-B. Kedua obat di atas menghambat kedua bentuk enzim mono-amin-oksidase secara irreversibel. Sedangkan obat baru moclobemida mengahambat terutama MAO-A secara reversible tetapi pada overdosis, selektivitasnya hilang (Tjay, 2002).

d) Lain-lain

Contoh obat pada golongan lainnya seperti: tryptofan, okstriptan dan piridoksin (Tjay, 2002).

Mekanisme kerjanya dengan jalan menghambat re-uptake serotonin dan noradrenalin di ujung-ujung saraf otak dan dengan demikian memperpanjang waktu tersedianya neurotransmiter tersebut (Rahardja, 2002).

(61)

1. menghambat “re-uptake aminergik neurotransmiter”

2. menghambat penghancuran oleh enzim “monoamine Oxidase”

sehingga terjadi peningkatan jumlah “aminergic neurotransmitter” pada sinaps neuron di susunan saraf pusat (Maslim, 2002).

Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan obat anti depresan berupa:

1. sedasi (rasa kantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun, dll)

2. efek antikolinergik (mulut kering, retensi urin, pengelihatan kabur, konstipasi, sinus takikardia, dll)

3. efek anti adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi) 4. efek neurotaksis (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia)

Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari pasien), biasanya berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan dengan yang sama.

Pada keadaan overdosis dapat timbul “atropine toxic syndrome”dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hipereksia, konvulsi, toxic konvusional state (confusion, dellirium, disorientation) (Maslim, 2001).

Pada dasarnya semua obat antipsikosis mempunyai efek primer yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping) (Maslim, 2001).

3) Obat Antianxietas

Gambar

Tabel 2. Standart Kombinasi Obat yang Dipakai Pada Siang Malam
Gambar 1. Skema terjadinya penyalahgunaan
gambar 1. Skema terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan napza
Tabel  1. Standart kombinasi obat yang dipakai pada siang hari di panti rehabilitasi Puri Nurani
+5

Referensi

Dokumen terkait

terjadi di daerah Bandung dan sekitarnya. Salah satu metode yang cukup potensial untuk memulihkan kondisi air tanah di daerah ini adalah peresapan buatan, mengingat daerah

Secara tata organisasi Unit Layanan Pengadaan (ULP) di atur berdasarkan kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembentukan

Keluaran Jumlah personil TNI/POLRI yang menjalin kerjasama Jumlah personil TNI/POLRI yang menjalin kerjasama 26.280 orang 0 18.106 orang 0. Hasil Presentase Penurunan

Namun dengan instalasi nirkabel ini, yang menarik untuk diteliti adalah seberapa handal sistem nirkabel ini dalam melakukan fungsi pengiriman notifikasinya, seberapa layak

Penarikan jaringan JTM 3 phasa PT Saniharto, sejauh 532 meter dilakukan agar pada pemasangan baru ini terpisah dengan sistem yang lama, sebagai akibat dari

Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional dilakukan di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara Tahun 2010 dengan tujuan

sangat bermanfaat menjadi entry point bagi orang lain guna mengikuti presentasi dgn lebih efektif.. sesuai

Tujuan dari penelitian ini bagaimana merancang transmisi roda gigi yang diaplikasikan pada PLTA pico hydro1. Terdapat beberapa hal yang diperhatikan dalam merancang