ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif mengenai perbedaan kecenderungan cinderella complex pada wanita menikah yang bekerja dan yang tidak bekerja. Peneliti tertarik akan adanya kecenderungan cinderella complex yang masih dialami oleh para wanita yang telah menikah di era emansipasi wanita dewasa ini, dimana pria dan wanita telah memiliki kesetaraan derajat dan kedudukan baik di lingkungan keluarga, sosial, dan pekerjaan. Cinderella complex merupakan ketakutan wanita akan kemandirian yang tampak dalam rasa rendah diri, takut akan kehilangan feminitas, locus of control eksternal yang tinggi, kepasifan dalam mengembangkan diri, dan kecenderungan mengandalkan orang lain. Cinderella complex ini dipengaruhi oleh perbedaan perlakuan dan sikap gender antara pria dan wanita dalam masyarakat.
Subyek penelitian ini adalah 32 orang wanita yang telah menikah dan bekerja di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, dan 32 orang wanita yang telah menikah dan tidak bekerja di Pedukuhan Denokan, Maguwoharjo, Sleman. Penelitian dilakukan dengan menggunakan skala kecenderungan cinderella complex model Likert yang memiliki koefisien reliabilitas 0,9001.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa t = 6,049 dengan p < 0,01, yang berarti bahwa terdapat perbedaan kecenderungan cinderella complex pada wanita menikah yang bekerja dan yang tidak bekerja. Kecenderungan cinderella complex pada wanita menikah yang tidak bekerja lebih tinggi daripada wanita menikah yang bekerja.
ABSTRACT
This quantitative research discussed about differences of a cinderella complex tendency between marriage women which was work and does not work. Author’s interested was women’s cinderella complex tendency in women emancipation period nowadays, where men and women have an equal of degree and position at family, social and work environment. Cinderella complex is women’s fear of independent, which is appear on a submissiveness, a fear of lost femininity, a height of locus of control external, a. passivity, and a tendency of dependent on other people. Cinderella complex is influenced by a differences of gender’s treatment and attitude between men and women in society.
Subjects of this research was 32 marriage women which was worked at Sanata Dharma University, Yogyakarta, and 32 marriage women which didn’t work at Pedukuhan Denokan, Maguwoharjo, Sleman. This research was done by cinderella complex tendency’s scale with Likert model, which had a reliability coefficient 0,9001.
Research’s result showed that t = 6,049 with p < 0,01, which was mean that there’s a differences of a cinderella complex tendency between marriage women which was worked and didn’t work. Cinderella complex tendency on marriage women which didn’t work is more higher than cinderella complex tendency on marriage women which was worked.
PERBEDAAN CI N DERELLA COM PLEX PADA
WAN I T A M EN I K AH Y AN G BEK ERJ A DAN Y AN G
T I DAK BEK ERJ A
S k r i p s i
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Nama : Astrida Padma
NIM : 029114030
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
S K R I P S I
CTiDENEUA C('|,TI.D{ PAI'A WAMIA MXiiIXAE i^r{(; Njr'TUA DIN YAITG TIDAT' EEI@RJA
tatslt 5 Tebrua'i '?Dd+'
AAN CINDEREIIA COMPLEX PADA'WANITA MENIKA{ YANG BEKERIA DAN YANG TIDAX BIIKERJA
Dipai@kd de dnnis oleh: AsEidaradi!
NIM:029U4030
T€lah diparrh4lo! iii d.po! ?eitia Peerrii
I
v"r.df
Saya nenyfiald d€nem s€mssuh4a balNa ,laipsi ya€ saya ruris ili r!rr! ata! baeim kFrya oiane la'4 leu.I yee telat' diehnkar dalM
PERN\ATA,AX KEASLIAN KARYA
ihfts puslrk4 ebagdip@ laylrdlt larta ilfliah.
YoB/alitt4 F.b{Ei 2007
@
.tii
á
<<<
á
Dedicated to the most important
persons in my life:
George Sugiono (Alm)
Tjandra Tiana Dewi
Ade Suryanti
WX
MOTTO
He never leave me alone
He never let me sunk away in despair
He watches every step I took
My despairs and my efforts
And He gives me some miracles
At the right time, at the right moments
Mencoba adalah sebuah keberanian
Bila berhasil
maka keinginanmu akan terwujud
Bila gagal
bukanlah suatu ketidakmampuan atau kebodohan
Namun suatu ujian untuk mengasah hati dan kemampuanmu
Untuk menjadi lebih baik lagi
Kegagalan adalah suatu kesempatan untuk meraih
keberhasilan yang lebih besar
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif mengenai perbedaan kecenderungan cinderella complex pada wanita menikah yang bekerja dan yang tidak bekerja. Peneliti tertarik akan adanya kecenderungan cinderella complex yang masih dialami oleh para wanita yang telah menikah di era emansipasi wanita dewasa ini, dimana pria dan wanita telah memiliki kesetaraan derajat dan kedudukan baik di lingkungan keluarga, sosial, dan pekerjaan. Cinderella complex merupakan ketakutan wanita akan kemandirian yang tampak dalam rasa rendah diri, takut akan kehilangan feminitas, locus of control eksternal yang tinggi, kepasifan dalam mengembangkan diri, dan kecenderungan mengandalkan orang lain. Cinderella complex ini dipengaruhi oleh perbedaan perlakuan dan sikap gender antara pria dan wanita dalam masyarakat.
Subyek penelitian ini adalah 32 orang wanita yang telah menikah dan bekerja di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, dan 32 orang wanita yang telah menikah dan tidak bekerja di Pedukuhan Denokan, Maguwoharjo, Sleman. Penelitian dilakukan dengan menggunakan skala kecenderungan cinderella complex model Likert yang memiliki koefisien reliabilitas 0,9001.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa t = 6,049 dengan p < 0,01, yang berarti bahwa terdapat perbedaan kecenderungan cinderella complex pada wanita menikah yang bekerja dan yang tidak bekerja. Kecenderungan cinderella complex pada wanita menikah yang tidak bekerja lebih tinggi daripada wanita menikah yang bekerja.
ABSTRACT
This quantitative research discussed about differences of a cinderella complex tendency between marriage women which was work and does not work. Author’s interested was women’s cinderella complex tendency in women emancipation period nowadays, where men and women have an equal of degree and position at family, social and work environment. Cinderella complex is women’s fear of independent, which is appear on a submissiveness, a fear of lost femininity, a height of locus of control external, a. passivity, and a tendency of dependent on other people. Cinderella complex is influenced by a differences of gender’s treatment and attitude between men and women in society.
Subjects of this research was 32 marriage women which was worked at Sanata Dharma University, Yogyakarta, and 32 marriage women which didn’t work at Pedukuhan Denokan, Maguwoharjo, Sleman. This research was done by cinderella complex tendency’s scale with Likert model, which had a reliability coefficient 0,9001.
Research’s result showed that t = 6,049 with p < 0,01, which was mean that there’s a differences of a cinderella complex tendency between marriage women which was worked and didn’t work. Cinderella complex tendency on marriage women which didn’t work is more higher than cinderella complex tendency on marriage women which was worked.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah atas terwujudnya karya penelitian ini. Karya ini
merupakan penelitian mengenai ketakutan akan kemandirian yang dialami oleh wanita.
Semoga karya ini mampu memberikan sedikit sumbangan perkembangan psikologi
wanita dan psikologi sosial dewasa ini.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Dra. Lusia Pratidarmastiti, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi selama
hampir satu tahun.
2. Kristiana Dewayani, M.Si dan Y.Agung Santoso, S.Psi selaku dosen penguji
skripsi.
3. Para dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, yang
telah menyumbangkan banyak ilmunya pada penulis.
4. Ibu-ibu yang bekerja sebagai staf di Universitas Sanata Dharma yang telah
membantu selama penelitian.
5. Ibu-ibu Pedukuhan Denokan dan Pedukuhan Krodan, Maguwoharjo, Sleman
yang telah membantu selama penelitian.
6. Mama dan kakak yang telah memberikan banyak bantuan dan dukungan doa.
7. Cyrillus, yang telah menjadi berbagi suka dan duka selama ini.
8. Sahabatku, Liesye, Nurina, Hani, Sius, Novie, Adit, Ulil, Sisca, Vembry, Ina,
Pras, Nanut, Ntrie, Tina, Dewi, Nat, Winda, Tisa, Ellen yang telah banyak
memberikan banyak perhatian dan dukungan semangat.
9. Teman-teman Vincent Disc, Rio, Ira, Tito, Ditha, yang telah memberikan
banyak warna kehidupan, bantuan serta semangat selama ini.
10.Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan yang tak dapat disebutkan satu
persatu.
Karya ini tentunya tidaklah sempurna tanpa masukan dan saran dari para
pembaca. Mohon maaf yang sebesar-besarnya bila terdapat kesalahan baik dalam
penulisan maupun penjelasan.
Yogyakarta, Januari 2007
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………..i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………ii
HALAMAN PENGESAHAN………..iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………...iv
HALAMAN MOTTO……….. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………...vi
ABSTRAK……..………vii
ABSTRACT………...viii
KATA PENGANTAR………..…ix
DAFTAR ISI……….x
DAFTAR TABEL………xi
BAB I. PENDAHULUAN………..….1
A. Latar Belakang Permasalahan………...………1
B. Rumusan Masalah……….5
C. Tujuan Penelitian………..5
D. Manfaat Penelitian………5
BAB II. LANDASAN TEORI……….…….6
A. Cinderella Complex………..6
1. Pengertian Cinderella Complex ………..……...………6
2. Faktor Penyebab Timbulnya Cinderella Complex……….7
3. Aspek-aspek Cinderella Complex………12
B. Wanita Yang Menikah………15
1. Wanita Menikah Yang Tidak Bekerja……..………17
2. Wanita Menikah Yang Bekerja………19
C. Cinderella Complex Pada Wanita Yang Menikah dan Tidak Bekerja Dengan Wanita Yang Menikah dan Bekerja………..21
Skema Cinderella Complex Pada Wanita Menikah Yang Bekerja Dan Yang Tidak Bekerja………26
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………...27
A. Jenis Penelitian………...………27
B. Identifikasi Variabel Penelitian………..27
1. Variabel Tergantung……….27
2. Variabel Bebas……..………27
C. Definisi Operasional Penelitian………..28
1. Cinderella Complex ……….28
2. Wanita Menikah Yang Bekerja Dan Yang Tidak Bekerja..……….…29
D. Subyek Penelitian………...30
E. Metode Pengumpulan Data……….31
F. Pertanggungjawaban Alat Ukur………..34
1. Reliabilitas………...……….34
2. Validitas……..……..………34
G. Metode Analisis Data……….34
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………36
A. Persiapan Penelitian……...……….36
1. Tempat dan Ijin Penelitian………..………..36
2. Uji Coba Alat Ukur………...36
3. Hasil Uji Coba………..37
B. Pelaksanaan Penelitian………39
C. Deskripsi Subyek Penelitian………...40
D. Analisa Data Penelitian……….………..41
E. Pembahasan………43
BAB V. PENUTUP………...………48
A. Kesimpulan………..………..48
B. Saran………...………48
DAFTAR PUSTAKA………..50
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel III.1. Kisi-kisi Skala Kecenderungan Cinderella Complex Sebelum Uji Coba….32 Tabel III.2. Distribusi Item Skala Kecenderungan Cinderella Complex Sebelum Uji Coba………33
Tabel IV.1. Kisi-kisi Skala Kecenderungan Cinderella Complex Setelah Uji Coba…..38 Tabel IV.2. Distribusi Item Skala Kecenderungan Cinderella Complex Setelah Uji Coba……….40
Tabel IV.3. Deskripsi Wanita Menikah Yang Bekerja dan Yang Tidak Bekerja………40
Tabel IV.4. Hasil Analisis Uji t………...42
Tabel IV.5. Deskripsi Statistik Antara Wanita Menikah Yang Bekerja Dan Yang Tidak
Bekerja……….43
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Cinderella complex merupakan suatu bentuk fenomena psikologis yang tidak banyak dikenal oleh masyarakat pada umumnya.
Cinderella complex berbicara mengenai ketidakmandirian yang dialami wanita secara psikologis (Dowling, 1981). Zhao (www. cmn.hs.h.kyoto-u.ac.jp) mengungkapkan bahwa cinderella complex merupakan suatu bentuk ketergantungan psikologis yang dialami wanita dan sangat membahayakan
perkembangan psikologis wanita. Dowling (1981) mengistilahkan fenomena
ini sebagai cinderella complex, sebagaimana tokoh dongeng Cinderella yang menanti sesuatu di luar dirinya untuk mengubah dan memajukan
kehidupannya.
Salah satu faktor yang menimbulkan adanya kecenderungan
cinderella complex adalah perbedaan perlakuan gender dalam masyarakat (Dowling, 1981). Murniati mengungkapkan bahwa dalam masyarakat wanita
dipandang sebagai makhluk yang lemah dan rapuh sehingga perlu dilindungi
(dalam Lembaga Studi Realino, 1992). Perbedaan perlakuan gender ini
menimbulkan perbedaan pola asuh antara anak perempuan dan laki-laki, serta
budaya dominasi pria terhadap wanita dalam keluarga dan masyarakat.
Perbedaan pola asuh antara anak perempuan dan laki-laki tampak ketika
keluarga dan lingkungan memberikan lebih banyak kenyamanan kepada anak
2
perempuan daripada anak laki-laki (Dowling, 1981). Pada umumnya keluarga
dan lingkungan mendidik seorang pria untuk belajar mengatasi masalahnya
sendiri dan tidak cengeng, sedangkan wanita diperbolehkan bersikap cengeng
dan cenderung mendapatkan pertolongan dari orang lain saat menghadapi
suatu masalah.
Pertolongan yang diberikan secara terus-menerus terhadap wanita
sejak kecil hingga dewasa menimbulkan suatu rasa aman dan nyaman pada
diri wanita bila berada bersama sosok yang lebih kuat. Rasa nyaman ini
kemudian menyebabkan wanita menjadi sangat tergantung pada orang lain
dibandingkan dengan pria (Dowling, 1981). Wanita yang mengalami
cinderella complex, memiliki tingkat ketergantungan pada orang lain yang berada pada derajat yang tidak sehat (Anggriany, 2003). Ketergantungan pada
orang lain membuat wanita cenderung menghindari masalah dan tantangan
dalam hidupnya. Kondisi ini dapat menyebabkan wanita menjadi kurang
asertif dan berinisiatif dalam mengembangkan hidupnya. Dapat dikatakan,
wanita memiliki suatu ketakutan untuk mandiri dalam mengembangkan
hidupnya dan lebih tergantung pada segala hal diluar dirinya untuk menjadi
lebih baik (Dowling, 1981).
Secara sadar ataupun tidak disadari, fenomena cinderella complex
ini dialami oleh semua wanita, namun dalam taraf kecenderungan yang
berbeda-beda. Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti
adanya pandangan bahwa wanita yang telah menikah akan memiliki
kehidupan yang aman dan nyaman (Dowling, 1981). Kehidupan yang nyaman
tersebut adalah ketika segala kebutuhan wanita akan dipenuhi oleh pria yang
menjadi suaminya dan ia hanya mengurus rumah tangga dan anak-anak saja.
Seiring dengan perkembangan emansipasi wanita di Indonesia,
wanita tidak lagi diharuskan tunduk pada pria di tempat kerja dan lingkungan
sosial atau tergantung pada suami di rumah. Partini dalam (Lembaga Studi
Realino, 1992) mengungkapkan bahwa wanita berhak memperoleh kedudukan
yang setara dengan pria baik dalam lingkungan sosial, pekerjaan, dan
keluarga. Demikian pula wanita yang menikah tidak lagi hanya berperan
sebagai ibu rumah tangga yang mengurus kebutuhan suami dan anak-anak
saja, namun ada wanita yang berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan
pekerja. Pencari nafkah dalam sebuah keluarga tidak lagi hanya dilakukan
oleh pria, namun wanita juga dapat turut berperan serta dalam menafkahi
keluarganya, bahkan ada beberapa istri yang bekerja keras sebagai pencari
nafkah utama bagi keluarganya.
Seorang wanita yang menikah memutuskan untuk bekerja di luar
rumah dengan berbagai alasan seperti kesulitan ekonomi atau mengejar
kesuksesan karir. Wanita dengan peran ganda ini (ibu rumah tangga dan
pekerja) memiliki tanggung jawab yang cukup berat yaitu tanggung jawab di
rumah dan di tempat kerja. Fakih (1997) mengungkapkan bahwa 90%
pekerjaan rumah tangga dikerjakan oleh wanita, terutama dalam keluarga
4
dan bekerja tetap dituntut untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam rumah
tangga. Wanita dengan peran ganda ini tentunya memiliki penghasilan sendiri
dan pergaulan yang lebih luas daripada wanita dengan peran tunggal (Stefanie,
2000). Pergaulan yang luas akan mendukung perluasan wawasan yang
dimiliki wanita tersebut, sehingga ia mampu bersikap lebih optimis dalam
menghadapi masalah, dan tidak lagi terlalu tergantung pada pasangan dalam
mengambil keputusan maupun dalam hal keuangan.
Sebaliknya, wanita yang menikah dan tidak bekerja memiliki peran
tunggal sebagai ibu rumah tangga. Peran tunggal ini berkaitan dengan
pekerjaan rumah tangga, dan mengurus suami serta anak-anak (Santrock,
2002). Sebagian besar waktu yang dimiliki oleh wanita dengan peran tunggal
ini dihabiskan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang bersifat rutin
(Baron, 2005) sehingga ia memiliki pergaulan yang terbatas. Pergaulan yang
terbatas ini kurang mendukung perluasan wawasan yang dimiliki oleh wanita
dengan peran tunggal tersebut. Wawasan yang terbatas dan kondisi
ketergantungan sepenuhnya terhadap pasangan menyebabkan wanita yang
menikah dan tidak bekerja menjadi kurang yakin akan kemampuan diri
sendiri. Ketidakyakinan diri tersebut menimbulkan sikap pesimis dalam
memandang segala sesuatu, tidak menyukai perubahan dalam hidup, dan
cenderung menghindari tantangan serta masalah (Dowling, 1981).
Berdasarkan penjabaran di atas peneliti tertarik untuk melihat
cinderella complex yang lebih tinggi daripada wanita yang menikah dan bekerja.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan kecenderungan cinderella complex antara wanita menikah yang bekerja dengan yang tidak bekerja?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui adanya perbedaan
kecenderungan cinderella complex pada wanita menikah yang bekerja dengan yang tidak bekerja
D. Manfaat Penelitian
1.Manfaat teoritis
Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya pada psikologi
wanita dan psikologi sosial.
2. Manfaat praktis
Membantu para wanita untuk semakin memahami dinamika psikologis diri
sendiri, sehingga memiliki pengendalian diri yang baik dan mampu hidup
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Cinderella Complex
1. Pengertian Cinderella complex
Cinderella complex merupakan suatu teori psikologi populer yang diungkapkan oleh Dowling (1981) yang didasarkan atas teori Horney
mengenai psikoanalisa, khususnya wanita. Cinderella complex berbicara mengenai ketakutan yang dialami wanita akan kemandirian. Dowling (1981)
mengungkapkan bahwa wanita cenderung tidak yakin akan kemampuan
dirinya sendiri dan tergantung pada orang lain, khususnya sosok yang lebih
kuat darinya untuk merawat dan melindungi dirinya. Cinderella complex
didefinisikan sebagai suatu ketakutan yang membuat wanita tertekan
sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi, bakat, dan kreativitasnya
secara optimal (Dowling, 1981).
Ketakutan akan kemandirian tidak selalu nampak dan disadari oleh
para wanita. Meskipun demikian ketakutan ini sering mempengaruhi cara
wanita dalam berpikir, bertindak, dan berbicara, seperti muncul lewat
berbagai macam ketakutan yang dialami oleh banyak wanita sukses dan
tampak tangguh (Dowling, 1981). Akibat dari ketakutan tersebut adalah
bahwa mereka tidak mampu mengeluarkan potensi mereka secara maksimal,
namun justru berusaha untuk mendapatkan cinta, pertolongan, dan
perlindungan dari orang lain untuk menghadapi sesuatu yang sulit dalam
kehidupannya, seperti dongeng anak-anak yang mengisahkan Cinderella,
sang putri yang menunggu sang pangeran untuk menyelamatkannya dari
bahaya dan penderitaan, begitu pula dengan wanita yang cenderung
menunggu sesuatu dari luar dirinya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih
baik (Dowling, 1981).
Cinderella complex menyebabkan wanita cenderung tergantung pada sosok lain yang lebih kuat darinya dan menjadi tidak mandiri. Dowling
(1981) menambahkan bahwa sebagian besar wanita membenci
ketergantungannya terhadap orang lain dan menginginkan kemandirian.
Mereka ingin bebas dari dominasi keluarga dan pria yang berstatus sebagai
suami atau atasan kerja, bebas mengambil keputusan sendiri, dan bebas
menentukan karir atau profesi apa yang akan dijalani. Meskipun demikian,
keinginan untuk mandiri tersebut terhambat dengan adanya rasa rendah diri
atau ketidakyakinan akan kemampuan diri sendiri. Rasa rendah diri ini
menyebabkan wanita menjadi takut untuk menanggung resiko hidup mandiri
dan lebih memilih untuk tergantung pada orang-orang disekitarnya (www. cmn.hs.h.kyoto-u.ac.jp).
2. Faktor penyebab timbulnya cinderella complex
Setiap wanita memiliki kecenderungan cinderella complex. Kecenderungan untuk tergantung pada orang lain ini tidak datang begitu
saja. Dowling mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan
8
a. Perlakuan dalam lingkungan keluarga
1) Pola asuh anak selama enam tahun pertama
Menurut hasil penelitian Bayley pada tahun 1956, semenjak lahir,
bayi perempuan memiliki kemampuan verbal, kognitif, dan
perseptual yang maju daripada bayi laki-laki (Dowling, 1981). Maka
perilaku bayi perempuan lebih menyenangkan orang dewasa
daripada perilaku bayi laki-laki, dimana bayi perempuan tidak suka
menggigit-gigit sesuatu atau berkelahi, dsb). Perilaku menyenangkan
ini membuat orang dewasa cenderung memberikan pertolongan dan
perlindungan terhadap anak perempuan dari segala kesulitan
semenjak bayi, dan juga membuat anak perempuan terbiasa dengan
adanya pertolongan bila ia ‘berperilaku baik’. Akibatnya, anak
perempuan cenderung mengembangkan bakat dan kemampuannya
lebih untuk menyenangkan orang lain, bukan untuk kemajuan dirinya
sendiri. Sebaliknya, bayi laki-laki lebih banyak mengalami stress
daripada bayi perempuan karena perilakunya yang kurang
menyenangkan dan tidak disetujui oleh orang dewasa (Wilikinson,
1995). Hasil penelitian Bardwick dan Douvan (dalam Dowling,
1981) menunjukkan bahwa stress pada bayi laki-laki ini justru
membantunya untuk mandiri semenjak kanak-kanak.
2) Pola asuh anak yang tidak berwawasan gender
Pola asuh yang tidak berwawasan gender merupakan suatu bentuk
banyak perhatian dan pertolongan terhadap anak perempuan daripada
terhadap anak- laki-laki (Anggriany, 2003). Penelitian Anggriany
dan Astuti (2003) menunjukkan bahwa pola asuh anak yang tidak
berwawasan gender (perlakuan dan pengasuhan terhadap anak
laki-laki dan perempuan yang dibedakan berdasarkan gender)
mempengaruhi tingginya kecenderungan cinderella complex pada anak perempuan. Sebaliknya, pola asuh yang setara antara anak
laki-laki dan anak perempuan seperti pemberian hukuman yang sama bila
melakukan kesalahan, mendidik anak untuk tidak bersikap manja
dalam menghadapi masalah namun berusaha mengatasi masalah
tersebut, dll, dapat membuat anak perempuan menjadi lebih mandiri
dan tidak terlalu tergantung pada orang lain (Anggriany, 2003).
Horney (plaza.ufl.edu/bjparis/index.html) menambahkan bahwa anak perempuan membutuhkan kesempatan yang sama dengan anak
laki-laki untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya.
3) Kebutuhan untuk dicintai yang tidak terpenuhi selama masa kecil.
Dowling (1981) mengungkapkan bahwa kebutuhan untuk dicintai
yang tidak terpenuhi selama masa kecil seperti kurang atau hilangnya
kasih sayang orang tua dan keluarga, menimbulkan ketergantungan
akan rasa aman dan kasih sayang dari orang lain. Hal ini mendorong
wanita untuk merendahkan diri di hadapan orang lain demi
10
4) Dominasi orangtua yang terkadang membatasi dan menentukan
segala aktivitas anak sehingga anak tidak mampu mengambil
keputusan sendiri (Dowling, 1981).
b. Perlakuan dalam lingkungan masyarakat
1) Pemberian pertolongan dan perlindungan yang berlebihan pada
perempuan.
Wanita dianggap sebagai makhluk yang rapuh dan lemah. Maka
lingkungan cenderung segera memberikan pertolongan setiap kali
wanita mengalami kesulitan semenjak kecil hingga dewasa sehingga
tidak terbiasa untuk mengatasi masalah-masalahnya dan tergantung
pada lingkungan sekitar untuk menolongnya (Dowling, 1981). Hal
ini menyebabkan wanita sulit untuk mengambil keputusan sendiri,
tidak tegas, dan tidak percaya diri dalam menghadapi kesulitan.
Wilkinson (1995) menambahkan bahwa banyak wanita yang
memandang bahwa perkembangannya menuju dewasa merupakan
suatu proses yang sulit dan berat.
2) Stereotipe wanita sebagai kaum kelas dua dalam masyarakat.
Meskipun emansipasi wanita telah berkembang, namun masyarakat
tidak lepas dari budaya patriarki yang berlaku dari generasi ke
generasi (Murniati, 2004). Budaya patriarki merupakan kondisi
dimana wanita harus mengikuti keputusan pria, terutama suami, dan
cenderung bekerja di belakang pria, membuat wanita tampak sebagai
status sosialnya selalu mengikuti status sosial suami dan ayah dalam
keluarga (Barnhouse, 1988).
3) Kemandirian sebagai perilaku yang tidak feminin
Sehubungan dengan status wanita sebagai kaum kelas dua dalam
masyarakat, maka ambisi wanita untuk bebas dan mencapai
kemandirian seorang wanita dianggap tidak feminin dan tidak jarang
mendapat kecaman lingkungan sosial (Barnhouse, 1988). Salah satu
contohnya adalah wanita dianggap tidak feminin ketika ia
memperbaiki atap rumahnya yang bocor, memasang lampu di
rumahnya, atau memperbaiki motornya seorang diri.
4) Perbedaan perlakuan gender dalam hidup bermasyarakat.
Budaya bahwa wanita sebagai makhluk yang lemah dan cenderung
menggunakan perasaan menyebabkan masyarakat memberi peluang
lebih besar pada pria untuk meraih kesuksesan karir, kenaikan status
sosial dan jabatan dalam pekerjaan (Dowling, 1981).
Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya
cinderella complex dibagi menjadi dua. Dalam lingkungan keluarga berupa pola asuh anak selama enam tahun pertama, pola asuh anak yang tidak
berwawasan gender, kebutuhan akan kasih sayang yang tidak terpenuhi di
masa kecil, dan dominasi orangtua. Sedangkan dalam lingkungan
masyarakat berupa pertolongan yang berlebihan terhadap wanita, stereotipe
12
kemandirian sebagai perilaku yang tidak feminin, dan perbedaan perlakuan
gender dalam masyarakat.
3. Aspek-aspek Cinderella Complex
Berdasarkan teori Cinderella complex yang diungkapkan oleh Dowling (1981), aspek-aspek dari cinderella complex dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Rasa rendah diri
Bardwick (dalam Dowling, 1981) mengungkapkan bahwa wanita
memiliki rasa rendah diri, dimana wanita seringkali meragukan
kemampuannya dalam menjalankan suatu tugas. Anggriany (2003)
mengungkapkan bahwa rasa rendah diri berkaitan dengan emosi wanita.
Wanita yang memiliki perasaan rendah diri nampak pada perasaan tidak
mampu (pesimis), seperti perasaan cemas atau panik ketika menghadapi
sesuatu yang baru, ketika berbicara di hadapan orang banyak, atau dalam
suatu kesulitan. Perasaan tidak mampu tersebut kemudian dapat
mempengaruhi segi kognitif sehingga wanita memiliki anggapan bahwa
ia adalah orang yang tidak berguna dan memiliki banyak kekurangan.
b. Ketakutan kehilangan feminitas
Proses pertumbuhan dan perkembangan wanita tentunya tidak lepas dari
pengaruh budaya masyarakat disekitarnya. Dalam masyarakat, wanita
diinternalisasikan secara kognitif untuk memiliki anggapan sebagai
1) Pria lebih kuat dari wanita dan dapat melakukan segalanya dengan
lebih mudah.
2) Wanita yang baik adalah wanita yang dapat berperan sebaga istri dan
ibu yang baik.
3) Hidup seorang wanita akan aman bila dirawat atau dipelihara oleh
orang lain, seperti kebutuhan finansial dan fisik dipenuhi oleh suami.
4) Wanita tidak perlu bekerja bila kebutuhan finansialnya sudah
terpenuhi, kalaupun bekerja, ia tidak perlu mengejar prestasi dan
bekerja seumur hidup.
5) Perilaku mandiri, seperti memperbaiki atap rumah yang bocor,
memperbaiki motor sendiri, dsb, merupakan perilaku yang tidak
feminin.
6) Kesuksesan terutama dalam karir dan lingkungan sosial merupakan
hasil dari perilaku maskulin dan sulit diraih oleh wanita.
Wanita yang tidak mampu bertindak dan bersikap sesuai dengan budaya
yang berlaku di masyarakat akan memperoleh penolakan dari
lingkungannya. Hal inilah yang menyebabkan wanita kehilangan
kapasitas untuk bekerja produktif dan orisinil, serta memiliki motivasi
kerja yang lebih disebabkan oleh krisis ekonomi dan keterpaksaan
(Anggriany, 2003).
c. Locus of control eksternal yang tinggi.
Masrun (dalam Anggriany, 2003) mengungkapkan bahwa perempuan
14
keberuntungan dan merasa tidak memiliki control dari dalam diri untuk
mengatasi masalah. Locus of control eksternal ini berkaitan dengan
kognisi wanita. Wanita dengan locus of control eksternal yang tinggi
akan memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu yang diperolehnya, baik
dalam bentuk keberhasilan atau kegagalan, disebabkan oleh faktor
keberuntungan atau ketidakberuntungan semata. Keyakinan ini dapat
mengurangi produktifitas wanita dalam bekerja dan dalam
mengembangkan dirinya.
d. Pasif dalam mengambil keputusan dan mengembangkan diri
Rasa rendah diri membuat wanita cenderung meragukan
kemampuannya. Akibatnya wanita cenderung bersikap dan berperilaku
pasif seperti ketidakinginan untuk mengatasi suatu masalah atau
mengambil keputusan sendiri (Dowling, 1981). Disamping itu, Dowling
(1981) juga mengungkapkan bahwa wanita sulit untuk mengambil
inisiatif yang bertujuan untuk memajukan dan mengembangkan dirinya.
Perilaku pasif ini tampak ketika wanita tidak ingin menghadapi suatu
pekerjaan yang sulit dan beresiko besar, seperti persaingan antar rekan
kerja, namun lebih menyukai pekerjaan yang mudah dan beresiko kecil,
tidak menyukai perubahan hidup, cenderung tidak asertif dalam
menghadapi tantangan untuk mengembangkan diri, dan lebih
mengutamakan keterikatan emosional dengan keluarganya daripada karir
e. Kecenderungan mengandalkan orang lain
Berkaitan dengan kepasifan pada diri wanita, wanita cenderung memiliki
perilaku untuk mengandalkan orang lain dalam menghadapi suatu
kesulitan, seperti meminta suatu pendapat atau dukungan dalam
mengambil keputusan atau dalam mengatasi suatu masalah (Anggriany,
2003). Kecenderungan mengandalkan orang lain juga berkaitan dengan
perbedaan gender yang berlaku dalam masyarakat, dimana wanita
cenderung dilihat sebagai makhluk lemah yang perlu diberi pertolongan
saat menghadapi suatu kesulitan dan berada dalam dominasi pria.
Dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dari cinderella complex
adalah rasa rendah diri, ketakutan kehilangan feminitas, locus of control
yang rendah, sikap pasif dalam mengambil keputusan dan mengembangkan
diri, serta kecenderungan mengandalkan orang lain.
B. Wanita Yang Menikah
Pernikahan biasanya dialami oleh individu pada masa dewasa,
terutama dewasa dini (Santrock, 2002). Melalui pernikahan, dua individu yang
berasal dari dua keluarga yang berbeda bergabung untuk membangun sistem
keluarga yang baru (Santrock, 2002). Disamping itu, individu yang menikah
tentunya akan memiliki berbagai peran dan tanggung jawab yang baru yang
berkaitan dengan kehidupan keluarga.
Kartono (1992) mengungkapkan beberapa peran wanita dalam
16
1. Sebagai istri dan partner hidup suami.
Dalam kehidupan pernikahan, seorang wanita berperan sebagai partner
hidup pasangannya, dimana ia dapat saling berbagi dan berdiskusi dalam
mengatasi masalah-masalah yang timbul baik dalam kehidupan keluarga,
pekerjaan, maupun lingkungan sosial.
2. Sebagai partner seksual pasangannya.
Seorang wanita yang menikah memiliki peran sebagai partner seksual dari
pasangannya dimana ia dan pasangannya dapat saling memenuhi
kebutuhan seksualnya.
3. Sebagai pengatur kehidupan rumah tangga.
Berdasarkan penelitian, wanita biasanya melakukan pekerjaan rumah
tangga lebih banyak daripada pria (Santrock 2002). 75 persen dari aktivitas
seorang ibu rumah tangga berupa pekerjaan rumah tangga yang bersifat
rutin seperti mencuci, menyetrika, memasak, dan membersihkan rumah
(Baron, 2005). Sedangkan pria biasanya melakukan pekerjaan rumah
tangga yang 71 persen berupa kegiatan perbaikan dan bersifat tidak rutin
seperti memotong rumput di halaman, mengecat pagar, dan memperbaiki
rumah (Baron, 2005). Dengan beban pekerjaan rumah tangga yang lebih
banyak daripada pria, maka secara tidak langsung wanita berperan sebagai
pengatur rumah tangga dalam kehidupan keluarga.
4. Sebagai ibu yang merawat dan mendidik anak-anaknya.
Pada dasarnya baik pria maupun wanita memiliki peran sebagai orangtua
Timbulnya perbedaan gender yang berlaku dalam lingkungan masyarakat
membuat perempuan menghabiskan lebih banyak waktu untuk merawat
dan membesarkan anak-anak (Baron, 2005). Lewin menambahkan bahwa
wanita lebih cenderung dipengaruhi oleh keluarga dan anak-anak daripada
pria (Brannon, 1996), sehingga wanita lebih berfokus pada kehidupan
keluarganya.
5. Sebagai makhluk sosial yang berpartisipasi aktif dalam lingkungan sosial,
seperti menjalin relasi dengan tetangga sekitar, dll.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa wanita
yang menikah biasanya telah memasuki masa dewasa dan memiliki berbagai
peran baru yang berkaitan dengan keluarga yaitu sebagai istri dari
pasangannya, sebagai ibu dari anak-anak yang dilahirkan, sebagai pengatur
rumah tangga, sebagai makhluk sosial di lingkungan sekitarnya dan sebagai
pencari nafkah tambahan.
1. Wanita Menikah Yang Tidak Bekerja
Kondisi wanita menikah yang tidak bekerja dapat dideskripsikan
sebagai berikut :
a. Memiliki peran tunggal sebagai ibu rumah tangga dan pengurus
anak-anak. Peran sebagai ibu rumah tangga menuntut seorang wanita
mengurus kebutuhan anak-anak dan mengerjakan berbagai pekerjaan
rumah tangga yang bersifat rutin dan berulang-ulang, seperti mencuci,
menyetrika, memasak, dan membersihkan rumah. Kondisi ini
18
terpenuhi dan keadaan rumah tangga terkendali. Santrock (2002)
mengungkapkan bahwa meskipun seorang wanita tidak akan mendapat
kritik atau memiliki target yang ditentukan oleh atasan dalam
pekerjaan rumah tangga, namun pekerjaan tersebut kerap kali membuat
wanita merasa lelah, bosan, terisolasi dari lingkungan sosialnya dan
merasa tak berharga.
b. Kondisi tidak bekerja membuat seorang wanita yang telah menikah
tidak memiliki penghasilan sendiri dan sangat tergantung secara
financial pada suaminya (Hastuti, 2004).
c. Adanya pekerjaan rumah tangga yang terus-menerus menyita waktu
dan tidak adanya pekerjaan di luar rumah membuat seorang wanita
memiliki lingkup social dan wawasan yang terbatas sehingga ia
menjadi kurang percaya diri dan sulit dalam mengambil keputusan.
Hal ini menyebabkan wanita yang menikah dan tidak bekerja tersebut
sangat tergantung secara emosional dan dalam pengambilan keputusan
(Hastuti, 2004).
d. Peran sebagai ibu rumah tangga yang tidak memiliki penghasilan
sendiri dan kurang memiliki wawasan serta pergaulan yang luas
membuat wanita yang menikah dan tidak bekerja biasanya kurang
memiliki prestise dalam lingkungan masyarakat (Hastuti, 2004). Hal
ini menyebabkan posisi wanita tersebut menjadi kurang dihargai dalam
Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah bahwa wanita menikah
yang tidak bekerja memiliki peran tunggal sebagai ibu rumah tangga.
Berkaitan dengan peran tunggalnya, seorang wanita yang menikah dan
tidak bekerja mampu mengendalikan kondisi rumah tangga dengan baik,
namun ia memiliki ketergantungan pada suami dalam hal financial,
emosional, dan pengambilan keputusan, serta biasanya kurang memiliki
prestise dalam lingkungan masyarakat.
2. Wanita Menikah Yang Bekerja
Brown (dalam Stefani, 2000) mengungkapkan beberapa factor
yang menjadi motivasi seorang wanita yang telah menikah untuk bekerja
yaitu:
a. untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi
b. mengatasi kesepian dan kebosanan di rumah
c. memperluas pergaulan
d. menyukai pekerjaan yang dijalaninya
e. mengejar status sosial.
Kondisi wanita yang menikah dan bekerja dapat dideskripsikan
sebagai berikut :
a. Memiliki peran ganda, yaitu dalam lingkungan pekerjaan dan dalam
keluarga Wanita yang telah menikah dan bekerja ini dituntut untuk
mampu menjaga keseimbangan antara keluarga dan pekerjaan (Stefani,
20
kepercayaan diri yang tinggi, optimis, asertif, dan aktif (Stefani,
2000)..
b. Santrock (2002) mengungkapkan bahwa wanita yang cenderung
berfokus pada pekerjaannya biasanya memiliki resiko
ketidakharmonisan dalam kehidupan rumah tangganya.
Ketidakharmonisan tersebut tampak dalam perkembangan anak secara
kognisi maupun mental yang kurang diperhatikan, kurangnya
komunikasi dan keterbukaan dalam keluarga, dan kemungkinan
timbulnya persaingan karir antara suami dan istri yang akan
menyebabkan kesulitan dalam menciptakan suasana yang hangat
dalam keluarga.
c. Seorang wanita yang telah menikah memperoleh kepuasan secara fisik
dan psikis melalui pekerjaannya (Rinto, 2004). Secara fisik, wanita
tersebut memiliki penghasilan sendiri secara teratur dalam jangka
waktu tertentu (Rinto, 2004). Secara psikis, wanita yang telah menikah
ini mampu untuk mengaktualisasikan diri melalui pekerjaan,
memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan kedudukan dan status
sosial (Rinto, 2004), serta meningkatkan harga diri (Santrock, 2002).
Dengan demikian, wanita yang telah menikah dan bekerja tidak terlalu
tergantung secara finansial, emosional, dan sosial pada suami.
Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah bahwa wanita yang
menikah dan bekerja memiliki peran ganda yaitu dalam lingkungan
yang menikah dan bekerja dituntut untuk menjaga keseimbangan antara
pekerjaan dan keluarga, dan tidak terlalu tergantung pada suami secara
finansial, emosional, dan social karena ia telah mampu memenuhinya
melalui pekerjaan yang digelutinya.
C. Cinderella Complex Pada Wanita Yang Sudah Menikah dan Tidak Bekerja dengan Wanita Yang Sudah Menikah dan Bekerja
Cinderella complex merupakan suatu bentuk ketergantungan psikologis yang dialami wanita terhadap orang lain (www. cmn.hs.h.kyoto-u.ac.jp). Faktor-faktor penyebab timbulnya cinderella complex dibagi menjadi dua yaitu perlakuan dalam lingkungan keluarga dan dalam
lingkungan masyarakat (Dowling, 1981). Dalam lingkungan keluarga berupa
pola asuh anak selama enam tahun pertama, pola asuh anak yang tidak
berwawasan gender, kebutuhan akan kasih sayang yang tidak terpenuhi di
masa kecil, dan dominasi orangtua. Sedangkan dalam lingkungan
masyarakat berupa pertolongan yang berlebihan terhadap wanita, stereotipe
wanita sebagai kaum kelas dua dalam masyarakat, anggapan akan
kemandirian sebagai perilaku yang tidak feminin, dan perbedaan perlakuan
gender dalam masyarakat.
Wanita yang telah menikah dan tidak bekerja memiliki peran
tunggal sebagai ibu rumah tangga. Peran seorang ibu rumah tangga adalah
mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang bersifat rutin dan memenuhi
22
wanita yang menikah dan tidak bekerja mampu mengendalikan kondisi
rumah tangga dengan baik, namun ia memiliki ketergantungan pada suami
dalam hal finansial, emosional, dan pengambilan keputusan. Pekerjaan
rumah tangga yang bersifat rutin menyebabkan wanita yang menikah dan
tidak bekerja menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan
aktivitas di lingkungan sekitar rumah sehingga memiliki pergaulan dan
wawasan yang terbatas. Keterbatasan wawasan yang dimiliki wanita yang
menikah dan tidak bekerja menyebabkan pola pikir dan pandangan terhadap
dunia luar terbatas pula, sehingga wanita tersebut lebih bersikap
konvensional terhadap budaya masyarakat. Sikap konvensional ini tampak
pada sikap feminin dan stereotipe wanita dalam masyarakat sebagai
makhluk yang perlu dilindungi. Sikap konvensional tersebut kemudian akan
mengarah pada ketakutan akan kehilangan feminitas dalam diri wanita
tersebut. Ketakutan akan kehilangan feminitas ini nampak ketika wanita
menginternalisasikan budaya masyarakat mengenai peran dan perilaku
feminin wanita yang lemah lembut, pasif, hangat, dan penuh kasih sayang,
dan melakukan beragam pekerjaan yang halus seperti menjahit, mengurus
rumah tangga, dll. Keterbatasan pergaulan dan wawasan tersebut juga
menimbulkan rasa rendah diri (Rinto, 2004). Ketidakyakinan akan
kemampuan diri sendiri menyebabkan wanita yang menikah dan tidak
bekerja cenderung bersikap pesimis dalam menghadapi sesuatu yang baru
dan sulit, cenderung melekatkan keberhasilan dan kegagalannya pada faktor
walaupun tindakan tersebut tidak terlalu memberi pengaruh untuk
pengembangan dirinya (Dowling, 1981), seperti kecenderungan memilih
jenis pekerjaan rumah tangga yang ringan dan tidak menjamin kesuksesan
karir di masa depan. Rendahnya harga diri dan ketakutan akan kehilangan
feminitas membuat wanita yang menikah dan tidak bekerja ini cenderung
bersikap pasif dalam mengambil keputusan dan mengembangkan dirinya.
Kondisi ini tampak pada kecenderungan ibu rumah tangga yang tergantung
pada suami dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan. Sikap pasif
dan kondisi tidak bekerja membuat wanita yang menikah dan tidak bekerja
ini memiliki ketergantungan pada orang lain, terutama suami, khususnya
secara finansial, emosional dan social.
Wanita yang menikah dan bekerja memiliki peran ganda yaitu
dalam lingkungan pekerjaan dan keluarga. Berkaitan dengan peran
gandanya, seorang wanita yang menikah dan bekerja memiliki tanggung
jawab ganda yaitu sebagai pekerja dan ibu rumah tangga. Mosse (1996)
menambahkan bahwa wanita yang menikah dan bekerja tetap dituntut untuk
menjalankan tanggung jawab secara penuh sebagai ibu rumah tangga.
Disamping itu, lingkungan pekerjaan menuntut seorang wanita yang
menikah dan bekerja untuk memiliki kepercayaan diri, optimis dan asertif.
Secara finansial, wanita yang menikah dan bekerja tidak terlalu tergantung
pada suami karena ia telah mampu memenuhinya melalui pekerjaan yang
digelutinya. Penghasilan pribadi tersebut juga dapat meningkatkan harga diri
24
merasa rendah diri. Kondisi bekerja menunjukkan bahwa wanita yang
menikah tersebut lebih yakin akan kemampuannya dan tidak terlalu takut
untuk kehilangan feminitasnya. Disamping itu, dengan bekerja tentunya
wawasan yang dimiliki wanita tersebut akan meluas dan memiliki
pandangan yang lebih optimis (Stefani, 2000). Luasnya wawasan dan
pergaulan menyebabkan wanita yang menikah dan bekerja ini cenderung
memiliki locus of control external yang rendah, lebih mampu bersikap aktif dalam mengambil keputusan dan menghadapi tantangan yang sulit. Sikap
aktif dan kondisi bekerja menyebabkan wanita dengan peran ganda ini tidak
terlalu menggantungkan kondisi hidupnya pada suami atau orang lain karena
ia telah memiliki penghasilan sendiri, mampu mengaktualisasikan dirinya
melalui pekerjaan, dan mampu memenuhi kebutuhan emosionalnya melalui
pergaulan yang luas.
Kondisi-kondisi yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan kecenderungan cinderella complex pada wanita menikah yang bekerja dengan yang tidak bekerja. Dapat disimpulkan bahwa
kecenderungan cinderella complex pada wanita yang menikah dan tidak bekerja cenderung tinggi. Kondisi ini tampak pada sikap pasif, memiliki rasa
rendah diri yang tinggi, pesimis, memiliki locus of control external yang tinggi, mengandalkan orang lain dalam menghadapi berbagai permasalahan.
harga diri yang cukup tinggi, optimis, memiliki locus of control external
yang rendah, dan lebih mampu mengatasi berbagai permasalahan sendiri.
D. Hipotesis
1
Skema Cinderella Complex Pada Wanita Menikah Yang Bekerja Dan Yang Tidak Bekerja
Wanita Yang Menikah
BEKERJA TIDAK BEKERJA
Kondisi:
•Memiliki penghasilan tetap
•wawasan luas
•pergaulan sosial luas
Kondisi :
•Kondisi finansial tergantung pada suami
•wawasan terbatas
•pergaulan sosial terbatas
Cinderella Complex lebih rendah :
• Memiliki kepercayaan diri
• Tidak takut kehilangan feminitas
• Locus of control eksternal rendah
• Aktif dalam mengambil keputusan
• Mengandalkan orang lain dalam hal-hal
tertentu
Cinderella Complex lebih tinggi :
• Memiliki rasa rendah diri
•Takut kehilangan feminitas
•Locus of control eksternal tinggi
•Pasif dalam mengambil keputusan
•Mengandalkan orang lain dalam
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian ini tergolong jenis penelitian komparatif yang
membandingkan dua atau lebih fenomena dalam lingkungan sosial (Arikunto,
2002). Adapun tujuan dari penelitian komparatif ini adalah menemukan dua
atau lebih benda, orang, kelompok, ide, maupun prosedur kerja (Arikunto,
2002). Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kecenderungan
cinderella complex antara wanita menikah yang bekerja dan yang tidak bekerja.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kecenderungan cinderella complex, yaitu suatu ketakutan yang membuat wanita merasa tertekan sehingga tidak mampu menggunakan potensi dan kreativitasnya secara
optimal dan menjadi tergantung pada orang lain yang dianggap lebih kuat
darinya.
2. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah status kerja pada wanita yang
menikah, dimana subjek penelitian terdiri dari wanita menikah yang
bekerja dan wanita menikah yang tidak bekerja.
28
A. Definisi Operasional Penelitian
1. Cinderella Complex
Cinderella Complex merupakan suatu ketakutan akan kemandirian yang dialami wanita sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi, bakat,
dan kreativitasnya secara optimal. Adapun aspek-aspek dari cinderella complex adalah sebagai berikut:
a. Rasa rendah diri
Wanita memiliki rasa rendah diri, dimana wanita seringkali meragukan
kemampuannya dalam menjalankan suatu tugas. Rasa rendah diri ini
berkaitan dengan emosi wanita.
b. Ketakutan kehilangan feminitas
Wanita memiliki ketakutan akan kehilangan feminitasnya yang
berkaitan dengan budaya masyarakat. Ketakutan ini membuat wanita
kehilangan kapasitas untuk bekerja produktif dan orisinil, serta
memiliki motivasi kerja yang lebih disebabkan oleh krisis ekonomi dan
keterpaksaan. Ketakutan akan kehilangan feminitas berkaitan dengan
aspek kognitif wanita.
c. Locus of control eksternal yang tinggi.
Locus of control eksternal yang tinggi pada wanita tampak pada
kecenderungan untuk melekatkan keberhasilan pada factor-faktor dari
luar seperti keberuntungan. Kecenderungan untuk melekatkan pada
d. Pasif dalam mengambil keputusan dan mengembangkan diri
Kecederungan cinderella complex tampak pula pada sikap dan perilaku pasif wanita dalam mengambil keputusan dan memajukan dirinya
sendiri.
e. Kecenderungan mengandalkan orang lain
Wanita cenderung memiliki perilaku untuk mengandalkan orang lain
dalam menghadapi suatu permasalahan atau kesulitan.
Dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dari cinderella complex
adalah rasa rendah diri, ketakutan kehilangan feminitas, locus of control
yang rendah, sikap pasif dalam mengambil keputusan dan
mengembangkan diri, serta kecenderungan mengandalkan orang lain.
Tingginya rendahnya kecenderungan cinderella complex dapat dilihat melalui jumlah skor total subyek. Semakin tinggi skor total yang
diperoleh subyek, maka semakin tinggi pula kecenderungan cinderella complex yang dimiliki subyek.
2. Wanita Menikah Yang Bekerja Dan Yang Tidak Bekerja
Wanita menikah yang tidak bekerja adalah wanita yang telah
menikah dan memiliki peran tunggal sebagai ibu rumah tangga, serta
memiliki ketergantungan secara penuh pada suami terutama dalam hal
finansial.
Wanita menikah yang bekerja adalah wanita yang telah menikah
30
serta tidak memiliki ketergantungan secara penuh pada suami terutama
dalam hal finansial.
Status bekerja pada subyek akan diketahui melalui identitas subyek
yang disajikan pada skala penelitian.
D. Subyek Penelitian
Subyek dari penelitian ini adalah wanita yang telah menikah.
Rencana pengambilan sample untuk penelitian ini adalah 32 orang wanita
menikah yang tidak bekerja dan 32 orang wanita menikah yang bekerja.
Adapun kriteria dari subjek penelitian adalah:
1. Wanita menikah yang tidak bekerja
a. Memiliki suami sebagai pendamping hidup dan pencari nafkah tunggal
dalam keluarga.
b. Berada pada masa usia produktif kerja yaitu 25 tahun hingga 55 tahun.
c. Memiliki aktivitas sehari-hari yang sebagian besar ( 60%) berada di
rumah.
d. Tidak memiliki tanggung jawab pekerjaan diluar rumah atau ikatan
terhadap suatu instansi perusahaan.
e. Tidak memiliki penghasilan pribadi yang tetap dalam jangka waktu
tertentu, misalnya setiap bulan.
2. Wanita menikah yang bekerja
a. Memiliki suami sebagai pendamping hidup dan pencari nafkah.
c. Memiliki aktivitas sehari-hari yang sebagian besar ( 60%) berada di
luar rumah.
d. Memiliki tanggung jawab pekerjaan diluar rumah atau ikatan terhadap
suatu instansi perusahaan.
e. Memiliki penghasilan pribadi yang tetap dalam jangka waktu tertentu,
misalnya setiap bulan.
E. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian akan dilakukan dengan membagikan
kuesioner berskala pada para subjek. Kuesioner berskala tersebut disusun oleh
peneliti sendiri berdasarkan teori cinderella complex dengan menggunakan model Likert.
Peneliti menyusun skala yang terdiri dari 70 butir item. Setiap butir
item memuat empat kategori alternatif jawaban yaitu “SS” (sangat sesuai), “S”
32
Tabel III.1
Kisi-Kisi Skala Kecenderungan Cinderella Complex Sebelum Uji Coba
NO ASPEK SIFAT
KUESIONER
JUMLAH ITEM
PERSEN
Favorable 7 1 Rasa rendah diri
Unfavorable 7
20%
Favorable 7 2 Ketakutan kehilangan
feminitas Unfavorable 7
20%
Favorable 7 3 Locus of control external
yang tinggi Unfavorable 7
20%
Favorable 7 4 Pasif dalam mengambil
keputusan dan
mengem-bangkan diri Unfavorable 7
20%
Favorable 7 5 Mengandalkan orang lain
Unfavorable 7
20%
TOTAL 70 100%
Keterangan : - Pernyataan favorable merupakan pernyataan yang mendukung
objek yang diukur.
- Pernyataan unfavorable merupakan pernyataan yang tidak
Tabel III.2
Distribusi Item Skala Kecenderungan Cinderella Complex Sebelum Uji Coba
NO ASPEK SIFAT
KUESIONER
NOMOR JUMLAH
Favorable 1, 2, 21, 39, 40, 48, 55
7 1 Rasa rendah diri
Unfavorable 10, 11, 20, 29, 30, 47, 65
7
Favorable 3, 4, 22, 23, 41, 56, 57
7 2 Ketakutan
kehilangan
feminitas Unfavorable 12, 13, 31, 32, 49, 64, 66
7
Favorable 15, 24, 25, 42, 43, 58, 59
7 3 Locus of control
external yang
tinggi Unfavorable 5, 14, 33, 34, 50, 67, 68
7
Favorable 6, 7, 26, 27, 44, 60, 61
7 4 Pasif dalam
mengambil
keputusan dan mengembangkan diri
Unfavorable 16, 17, 35, 36, 51, 52, 69
7
Favorable 8, 9, 28, 45, 46, 62, 63
7 5 Mengandalkan
orang lain
Unfavorable 18, 19, 37, 38, 53, 54, 70
7
TOTAL 70
Penskoran dalam kuesioner ini menggunakan metode summated rating dengan rincian sebagai berikut:
1. Pada pernyataan favorable, jawaban “STS” memperoleh skor 1, “TS”
memperoleh skor 2, “S” memperoleh skor 3, dan “SS” memperoleh skor 4.
2. Pada pernyataan favorable, jawaban “STS” memperoleh skor 4, “TS”
memperoleh skor 3, “S” memperoleh skor 2, dan “SS” memperoleh skor 1.
Skor pada setiap item kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh skor total.
Semakin tinggi skor total, maka menunjukkan bahwa semakin tinggi
34
F. Pertanggungjawaban Alat Ukur
1. Reliabilitas
Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau kestabilan hasil
pengukuran (Azwar, 2003). Pengukuran yang reliable akan menghasilkan
skor yang dapat dipercaya, karena perbedaan skor yang ada disebabkan
oleh factor perbedaan yang sesungguhnya (Azwar, 2003). Alat ukur yang
reliable adalah skala yang memiliki reliabilitas mendekati angka 1 (Azwar,
2003). Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan koefisien korelasi
alpha.
2. Validitas
Tujuan dari analisis validitas adalah untuk mengetahui sejauh mana
alat ukur mampu menghasilkan data yang relevan dengan tujuan
pengukurannya (Supratiknya, 1998). Analisis validitas dalam penelitian ini
menggunakan analisis validitas isi.
G. Metode Analisis Data
Kebenaran hipotesis akan diuji dengan uji t (independent sample t test). Uji t atau independent sample t test dilakukan untuk menguji pembuktian hipotesis dengan membandingkan dua kelompok subyek dan mencari
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
1. Tempat dan Ijin Penelitian
Penelitian pada wanita yang menikah dan bekerja dilakukan di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dan penelitian pada wanita yang
menikah dan tidak bekerja dilakukan di Pedukuhan Denokan,
Maguwoharjo, Sleman.
Peneliti mengajukan permohonan melakukan penelitian dengan
surat Nomor : 105a/D/KP/Psi/USD/X/2006 yang ditandatangani oleh
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Kemudian peneliti
meminta ijin pada Wakil Rektor I Universitas Sanata Dharma dan Kepala
Kelurahan Maguwoharjo dengan membawa surat permohonan tersebut dan
proposal penelitian. Pada tanggal 10 Oktober 2006, peneliti memperoleh
ijin melakukan penelitian di Universitas Sanata Dharma dengan surat ijin
nomor : 130/WR I/F/X/2006. Pada tanggal 18 Oktober 2006, peneliti
memperoleh ijin melakukan uji coba alat ukur di Pedukuhan Krodan,
Maguwoharjo dan melakukan penelitian di Pedukuhan Denokan,
Maguwoharjo, Sleman dengan surat ijin nomor : 070/LD/MH/X/2006.
2. Uji Coba Alat Ukur
Salah satu bentuk persiapan penelitian adalah menyusun alat ukur
yang akan digunakan dalam penelitian. Alat ukur yang telah disusun
36
tersebut kemudian diujicobakan pada 48 subjek di Pedukuhan Krodan,
Maguwoharjo, Sleman. Subjek yang dijadikan sample uji coba ini
memiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik subjek penelitian.
Tujuan dari uji coba alat ukur ini adalah untuk menguji reliabilitas
alat ukur tersebut dan menyeleksi item-item yang baik serta layak untuk
digunakan dalam penelitian ini. Pengambilan data uji coba dilakukan pada
tanggal 1 November 2006 sampai dengan tanggal 18 November 2006.
Peneliti membagikan 30 skala secara door to door dan 25 skala dalam acara arisan ibu-ibu lingkungan. Dari 55 skala yang disebarkan terdapat 7
skala yang gugur.
1. Hasil Uji Coba
a. Reliabilitas
Berdasarkan hasil uji coba skala dan setelah item-item yang tidak
sah digugurkan, diperoleh reliabilitas skala secara keseluruhan 0,9001.
Reliabilitas skala yang mendekati angka 1 ini menunjukkan bahwa
skala ini tergolong baik untuk digunakan dalam penelitian.
b. Validitas
Validitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan professional judgement atau penilaian seorang ahli. Dalam penelitian ini,
professional judgement dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi yang menyatakan bahwa skala kecenderungan cinderella complex yang disusun oleh peneliti telah layak untuk dijadikan sebagai alat ukur
c. Seleksi Item
Item-item yang baik dalam skala ini dilihat dari korelasi item
totalnya. Item yang baik adalah item yang memiliki indeks daya
diskriminasi > 0,3 (Azwar, 2003). Berdasarkan hasil seleksi item,
diperoleh 35 item yang tergolong baik dan layak untuk digunakan
dalam penelitian.
Tabel IV.1
Kisi-Kisi Skala Kecenderungan Cinderella Complex Setelah Uji Coba
NO ASPEK SIFAT
KUESIONER
JUMLAH ITEM PERSEN
Favorable 3 1 Rasa rendah
diri Unfavorable 5
23% Favorable 4 2 Ketakutan kehilangan feminitas Unfavorable 3 20% Favorable 2
3 Locus of
control
external yang tinggi
Unfavorable 5 20%
Favorable 4 4 Pasif dalam
mengambil keputusan dan mengem-bangkan diri Unfavorable 4 23% Favorable 2 5 Mengandalkan
orang lain Unfavorable 3
14%
38
Tabel IV.2
Distribusi Item Skala Kecenderungan Cinderella Complex Setelah Uji Coba
NO ASPEK SIFAT
KUESIONER
NOMOR JUM LAH
Favorable 6, 9, 35 3 1 Rasa rendah diri
Unfavorable 1, 10, 15, 20, 25 5 Favorable 2, 7, 11, 30 4 2 Ketakutan
kehilangan feminitas
Unfavorable 16, 21, 26 3
Favorable 3, 8 2
3 Locus of control external yang tinggi
Unfavorable 12, 17, 22, 27, 34 5
Favorable 4, 13, 32, 33 4 4 Pasif dalam
mengambil keputusan dan mengembangkan diri
Unfavorable 18, 23, 28, 31 4
Favorable 5, 29 2
5 Mengandalkan
orang lain Unfavorable 14, 19, 24 3
TOTAL 35
B. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan setelah skala penelitian dianggap sebagai alat
ukur yang valid dan reliable. Penelitian dilakukan pada tanggal 27 November
2006 hingga 11 Desember 2006.
Penelitian pada wanita yang menikah dan bekerja dilaksanakan
pada tanggal 27 November 2006 hingga 30 November 2006 di Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta. Peneliti membagikan skala yang berupa
kuesioner pada 35 orang karyawati yang telah menikah dan bekerja sebagai
staf di Universitas Sanata Dharma, Kampus II, Mrican dan Kampus III,
Paingan. Karyawati yang dipilih untuk dijadikan subyek adalah para staf
administrasi. Dari 35 buah skala yang disebarkan di Universitas Sanata
Penelitian pada wanita yang menikah dan tidak bekerja dilakukan
pada tanggal 10 Desember 2006 di Pedukuhan Denokan, Maguwoharjo,
Sleman. Peneliti membagikan 18 buah skala yang berupa kuesioner pada
wanita yang menikah dan tidak bekerja di acara arisan ibu-ibu RT 02 dan RT
06. Penelitian dilanjutkan pada tanggal 11 Desember 2006 dengan
membagikan kuesioner pada 15 orang wanita yang menikah dan tidak bekerja
secara door to door. Dari 33 buah skala yang disebarkan terdapat 1 buah skala yang gugur.
C. Deskripsi Subyek Penelitian Tabel IV.3
Deskripsi Wanita Menikah Yang Bekerja dan Yang Tidak Bekerja Usia Menikah dan Tidak
Bekerja
Menikah dan Bekerja
25-35 14 15
36-45 12 13
46-55 6 4
Subyek wanita yang menikah dan tidak bekerja diambil dari
Pedukuhan Denokan, Maguwoharjo, Sleman. 14 orang subyek memiliki usia
yang berkisar antara 25 hingga 35 tahun, 12 orang berusia antara 36 hingga 45
tahun, dan 6 orang berusia antara 46 hingga 55 tahun.
Subyek wanita yang menikah dan bekerja diambil dari karyawati
yang bekerja sebagai staf administrasi di Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta. 15 orang subyek memiliki usia yang berkisar antara 25 hingga 35
tahun, 13 orang subyek berusia antara 36 hingga 45 tahun, dan 4 orang subyek
40
Kondisi kedua kelompok subyek tersebut memiliki kondisi sosial
ekonomi dan budaya yang hampir sama.
D. Analisa Data Penelitian
Sebelum data penelitian dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi dan uji hipotesis.
1. Uji asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran atau
distribusi skor mengikuti distribusi normal atau tidak. Apabila
probabilitas skor lebih besar dari 0,05, maka dinyatakan normal.
Sebaliknya bila probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka dinyatakan
tidak normal.
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa probabilitas data sebesar
0,670. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi skor data penelitian ini
normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sapel-sampel
dalam penelitian ini berasal dari populasi yang memiliki varian yang
sama (Azwar, 2003). Data dinyatakan homogen bila p>0,05,
sebaliknya apabila p<0,05 maka data dinyatakan tidak homogen.
Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa p = 0,576. Dapat
2. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji asumsi, maka dilakukan uji hipotesis yang
menggunakan uji t dengan sample independen.
Tabel IV.4
Hasil Analisis Data Uji t
F Sig t df Sig Mean
Difference
Std.Error Difference
*F 0,315 0,576 T
test
6,049 62 0,00 11,94 1,974
Berdasarkan hasil uji perbedaan diperoleh harga t sebesar 6,049
(p<0,01), yang menunjukkan bahwa ada perbedaan kecenderungan
cinderella complex yang signifikan antara wanita yang menikah dan bekerja dengan wanita yang menikah dan tidak bekerja. Dapat
disimpulkan bahwa hipotesa peneitian yang berbunyi “Kecenderungan
cinderella complex pada wanita yang sudah menikah dan tidak bekerja lebih tinggi daripada wanita yang menikah dan bekerja” diterima.
Tabel IV.5
Deskripsi Statistik Antara Wanita Menikah Yang Bekerja dan Yang Tidak Bekerja
Status Mean Teoritis Mean Empiris
Wanita Menikah dan Tidak Bekerja
87,5 84,28
Wanita Menikah dan Bekerja
87,5 72,34
Berdasarkan tabel IV.3, terdapat perbedaan mean empiris antara
42
72,34). Kondisi ini menunjukkan bahwa kecenderungan cinderella complex
pada wanita menikah yang tidak bekerja lebih tinggi daripada wanita menikah
yang bekerja.
E. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil uji hipotesis yang
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecenderungan cinderella complex
yang signifikan antara wanita yang menikah dan bekerja dengan wanita yang
menikah dan tidak bekerja (t = 6,049, p < 0,01). Perbedaan yang signifikan
tersebut tampak pada kecenderungan cinderella complex pada wanita yang menikah dan tidak bekerja lebih tinggi daripada kecenderungan cinderella complex pada wanita yang menikah dan bekerja. Hal ini tampak pada perbedaan mean data wanita yang menikah dan tidak bekerja lebih tinggi
daripada mean data wanita yang menikah dan bekerja (84,28 > 72,34).
Perbedaan kecenderungan cinderella complex tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi kehidupan yang dihadapi oleh wanita yang
menikah dan tidak bekerja dengan wanita yang menikah dan bekerja. Kondisi
kehidupan yang berbeda tersebut perbedaan luasnya pergaulan dan wawasan
yang dimiliki subyek. Pergaulan individu yang luas dapat mendukung
wawasan yang luas pula. Wawasan yang luas akan mempermudah individu
untuk memahami berbagai hal dengan lebih baik. Andayani (2003)
akan semakin optimis dalam menghadapi suatu masalah. Dapat dikatakan
bahwa luasnya wawasan dapat mempengaruhi rasa percaya diri seseorang.
Deskripsi statistik data penelitian menunjukkan bahwa wanita yang
menikah dan tidak bekerja memiliki kecenderungan cinderella complex yang lebih tinggi dilihat dari perbandingan mean antara wanita yang menikah dan
tidak bekerja dengan wanita yang menikah dan bekerja : 84,28 < 72,34.
Kecenderungan cinderella complex yang tinggi pada wanita yang menikah dan tidak bekerja dapat disebabkan oleh kondisi kehidupan yang dihadapi oleh
subyek. Wanita yang menikah dan memiliki peran tunggal sebagai ibu rumah
tangga tentunya akan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
melakukan aktivitas di rumah dan lingkungan sekitarnya, seperti memenuhi
kebutuhan anak-anak dan suami, dan mengerjakan tugas-tugas tangga yang
rutin (Baron, 2005). Segala sesuatu yang dibutuhkan oleh wanita yang
menikah dan tidak bekerja akan dipenuhi oleh suami sebagai pencari nafkah
dalam keluarga. Dengan demikian seorang wanita yang menikah dan tidak
bekerja menjadi tergantung secara finansial dan emosional pada pasangannya
(Santrock, 2002).
Kecenderungan cinderella complex yang tinggi pada wanita yang menikah dan tidak bekerja dapat dipahami berdasarkan teori Dowling (1981)
yang mengungkapkan bahwa kecenderungan cinderella complex timbul dari perlakuan keluarga dan lingkungan di sekitar wanita. Murniati (dalam
Lembaga Studi Realino, 1992) mengungkapkan bahwa seorang suami akan
44
Akibatnya, wanita tersebut hanya akan bergelut dalam kehidupan rumah
tangganya dan tidak memiliki usaha untuk mengembangkan kehidupannya
secara mandiri. Keterbatasan wawasan menjadikan seorang wanita yang
menikah dan tidak bekerja merasa rendah diri. Keterbatasan wawasan tersebut
menyebabkan wanita yang menikah dan tidak bekerja menjadi pasif, pesimis
dan cenderung mengandalkan orang lain. Dapat dikatakan bahwa pergaulan
dan wawasan yang terbatas menyebabkan kecenderungan cinderella complex
pada wanita yang menikah dan tidak bekerja cenderung tinggi. Kondisi
kehidupan demikian menyebabkan wanita yang menikah dan tidak bekerja
memiliki kecenderungan cinderella complex yang lebih tinggi daripada wanita yang menikah dan bekerja. Meskipun demikian, sebagian besar wanita yang
menikah dan tidak bekerja memiliki keinginan untuk mandiri, seperti
mengerjakan sesuatu yang berguna yang dapat menambah pendapatan
keluarga, namun mereka merasa bingung untuk memulai kemandiriannya
(pernyataan beberapa subjek penelitian yang menikah dan tidak bekerja).
Kecenderungan cinderella complex yang tinggi pada wanita yang menikah dan tidak beke