• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

78 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Geografi

Kota Surakarta yang sering disebut Kota Solo, secara astronomis terletak antara 110o45'15" - 110o45'35" Bujur Timur dan antara 7°36'00" - 7°56'00" Lintang Selatan, dengan luas daerah kurang lebih 4.404,0593 Ha. Secara geografis wilayah Kota Surakarta terletak pada cekungan di antara dua gunung berapi yaitu Lawu di sebelah timur dan gunung Merapi di sebelah barat sehingga topografisnya relatif rendah dengan ketinggian 92 m di atas permukaan laut dan berada pada pertemuan sungai Pepe, Jenes dan Bengawan Solo. Wilayah Kota Surakarta mempunyai suhu udara rata-rata 21,9°C - 32,5°C, dengan kelembaban udara 71% dan 135 hari hujan dengan curah hujan 2,231mm. Batas wilayah administratif Kota Surakarta adalah : sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar. Wilayah administrasi Kota Surakarta terdiri dari 5 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres dan Banjarsari.

Kependudukan

Total jumlah penduduk di Surakarta berdasarkan hasil proyeksi tahun 2014 sejumlah 507.825 yang terdiri dari laki-laki sejumlah 246.977 dan perempuan sejumlah 260.848, dengan jumlah wanita usia subur sebanyak 109.800. tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Serengan yang mencapai angka 19.884, kemudian disusul Kecamatan Pasar Kliwon dengan angka 18.155, Kecamatan Laweyan 12.667, Kecamatan Jebres 11.390, dan yang terakhir Kecamatan Banjarsari 10.888. Dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi ini akan berdampak pada masalah-masalah sosial seperti perumahan, dan kesehatan. Secara garis besar, berdasarkan kharakter penduduknya perbedaan besar wilayah di Solo terbagi menjadi 2 wilayah yaitu wilayah Utara (sebagian Kecamatan Laweyan, Banjarsari, dan

(2)

Jebres) dan wilayah selatan (sebagian Kecamatan Laweyan, Serengan dan Pasar Kliwon). Wilayah utara adalah wilayah baru yang bisa dikatakan wilayah pengembangan, karena wilayah ini masih banyak terdapat banyak lahan yang bisa digunakan untuk pemukiman ataupun lahan terbuka. Wilayah selatan merupakan wilayah yang padat tidak terdapat cukup ruang untuk pengembangan. Kota Surakarta terkenal dengan kekayaan kehidupan seni dan budaya tradisionalnya. Baik berupa tari, musik, teater, seni rupa, dan lain-lain. Kekayaan seni budaya ini menjadi aset yang sangat berharga yang menjadi daya tarik Kota Surakarta untuk mengundang wisatawan lokal dan mancanegara untuk mengunjungi kota Surakarta dan memperdalam pengalaman di bidang seni dan budaya lokal

Sarana dan Prasarana Kesehatan

Tujuan pembangunan kesehatan yang diemban oleh Dinas Kesehatan Surakarta adalah: (a) Meningkatkan pemerataan dan mutu upaya kesehatan yang berhasil guna, berdaya guna serta terjangkau oleh segenap lapisan masyarakat dengan menitikberatkan pada upaya promotif dan upaya preventif, (b) Meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, swasta, organisasi profesi dan dunia usaha guna memenuhi ketersediaan sumber daya, (c) Meningkatkan penatalaksanaan pembangunan kesehatan yang efektif, efisien, akuntabel, dan (d) Memelihara kesehatan individu, keluarga, masyarakat beserta lingkunganya.

Data profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2014 sarana kesehatan dasar yang ada di Kota Surakarta meliputi: (1) Puskesmas induk sebanyak 17 buah, (2) Puskesmas pembantu sebanyak 26 buah, (3) Puskesmas keliling sebanyak 17 unit, (4) Praktek dokter swasta sebanyak 699, semuanya telah memiliki ijin, (5) Praktek dokter gigi sebanyak 162, semuanya telah beriji, (6) Klinik Pratama sebanyak 53, semuanya telah berijin, (7) Klinik Utama sebanyak 12, semuanya telah berijin, (8) Laboratorium kesehatan sebanyak 11, semuanya telah berijin, (9) Apotik sebanyak 163, semuanya telah berijin, (10) Toko obat sebanyak 20, semuanya telah berijin, dan (11) Posyandu sejumlah 603. Sarana dan jumlah fasilitas kesehatan di kota Surakarta dalam jumlah dan kualitas yang memadai, mulai dari puskesmas hingga rumah sakit, terbukti sarana kesehatan berupa rumah sakit misalnya rumah sakit dr.

(3)

Moewardi Surakarta dijadikan rumah sakit yang memfasilitasi rujukan dari daerah sekitar kota Surakarta.

Berdasarkan data kunjungan di Puskesmas, diketahui bahwa penduduk yang berkunjung ke Puskesmas sejumlah 189.327 (37,28% dari total penduduk). Tetapi jika dilihat dari jumlah kunjungan yang mencapai 732.324 ini berarti bahwa meskipun baru 37,28% penduduk yang memanfaatkan Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan, namun dalam 1 tahun rata-rata 1 orang berkunjung ke puskesmas 3,9 kali. Jumlah kunjungan Rumah Sakit, baik rawat jalan maupun rawat inap sebesar 838.986, angka ini cukup tinggi hal ini dimungkinkan karena di Kota Surakarta terdapat Rumah Sakit rujukan Jawa Tengah, sehingga pasien yang dirawat bukan hanya penduduk dalam kota, namun banyak penduduk luar Kota Surakarta.

Pelayanan ante natal care selama tahun 2015 dari jumlah ibu hamil sebanyak 10.889, yang melakukan pemeriksaan ante natal care pertama kali (K1) sebanyak 10.889 (100%). Sedangkan ibu hamil yang melakukan pemeriksaan sampai dengan minimal empat kali sebanyak 10.642 (97,7%). Target bayi mendapatkan ASI Eksklusif dari Kementerian Kesehatan adalah 80%, sementara capaian di Kota Surakarta tahun 2014 sebesar 67,7%. Dengan sebaran capaian tertinggi di Puskesmas Gajahan 89,9% dan capaian terendah di Puskesmas Ngoresan 54,5%. Angka capaian Kota Surakarta bila dilihat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan cukup signifikan. Dari sisi pengetahuan ibu, sebenarnya hampir semua ibu sudah terpapar penyuluhan ASI oleh petugas kesehatan ataupun media promosi yang lain. Akan tetapi perilaku ibu untuk memberikan ASI yang memang masih perlu diluruskan.

Kendala yang dihadapi yang menjadikan seorang ibu tidak memberikan ASI Eksklusif antara lain karena ibu bekerja, ASI tidak cukup, bayi rewel, payudara kecil sehingga kurang percaya diri, dan kurangnya persiapan ibu dalam menghadapi masa laktasi.

Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah kota Surakarta untuk meningkatkan cakupan ASI Eksklusif adalah :

Kegiatan Kelompok Pendukung Ibu (KP-Ibu) adalah kegiatan kelompok masyarakat yang terdiri dari ibu hamil dan ibu menyusui dengan didampingi oleh motivator dari kalangan mereka sendiri yang telah diberi pelatihan khusus, serta fasilitator dari

(4)

puskesmas. Kegiatan ini bertujuan sebagai sarana untuk saling berbagi pengalaman dan informasi tentang pemberian ASI. Sampai dengan tahun 2012 telah dibentuk KP- Ibu hampir di seluruh kelurahan.

Advokasi Inisiasi Menyusu Dini (IMD) ke sarana pelayanan kesehatan.

Advokasi penyediaan ruang laktasi di perkantoran dan tempat-tempat umum.

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa selain pengetahuan, ibu membutuhkan dukungan yang lebih intensif dari lingkungan di sekitarnya untuk dapat melaksanakan praktek pemberian ASI eksklusif secara optimal. Kelompok Pendukung Ibu (KP-Ibu) yang ada yang ada di Surakarta merupakan kelas ibu hamil yang bertujuan untuk saling berbagi pengalaman dan informasi tentang pemberian ASI. Pedoman pelaksanaan kelas ibu hamil menurut Kemenkes (2009), kelas ibu hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, (a) perawatan kehamilan, (b) persalinan, perawatan nifas, (c) perawatan bayi baru lahir, (d) mitos, (e) penyakit menular, dan (f) akte kelahiran. Hasil yang diharapkan dari kelas ibu hamil ini adalah:

Adanya interaksi dan berbagi pengalaman antar peserta (ibu hamil dengan ibu hamil) dan ibu hamil dengan bidan/tenaga kesehatan tentang kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi, mitos/ kepercayaan/adat istiadat setempat, penyakit menular dan akte kelahiran.

Adanya pemahaman, perubahan sikap dan perilaku ibu hamil tentang:

Kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan tubuh selama kehamilan, keluhan umum saat hamil dan cara mengatasinya, apa saja yang perlu dilakukan ibu hamil dan pengaturan gizi termasuk pemberian tablet tambah darah untuk penanggulangan anemia.

Perawatan kehamilan (kesiapan psikologis menghadapi kehamilan, hubungan suami istri selama kehamilan, obat yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil, tanda bahaya kehamilan, dan P4K (perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi).

(5)

Persalinan (tanda-tanda persalinan, tanda bahaya persalinan, dan proses persalinan).

Perawatan Nifas (apa saja yang dilakukan ibu nifas agar dapat menyusui ekslusif?, bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas, tanda-tanda bahaya dan penyakit ibu nifas).

KB pasca persalinan.

Perawatan bayi baru lahir (perawatan bayi baru lahir, pemberian K1 injeksi, tanda bahaya bayi baru lahir, pengamatan perkembangan bayi/anak dan pemberian imunisasi pada bayi baru lahir).

Mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak.

Penyakit menular (IMS, informasi dasar HIV-AIDS dan pencegahan dan penanganan malaria pada ibu hamil).

Akte kelahiran.

Kegiatan yang dilakukan kelas ibu hamil menurut pedoman pelaksaanaan dari kemenkes tersebut belum mencakup kegiatan untuk mempersiapkan masa laktasi, padahal penyebab utama rendahnya cakupan ASI eksklusif karena adanya kegagalan dalam proses laktasi, oleh sebab itu agar ibu berhasil dalam pemberian ASI secara eksklusif, maka perlu adanya berbagai kesiapan yang dilakukan.

Dengan terbitnya peraturan pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif, setidaknya dapat memberi pedoman bagi fasilitas kesehatan untuk ikut mendukung pemberian ASI dan mengurangi penggunaan susu formula setelah persalinan. Agar pembangunan kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna, maka berbagai upaya telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Surakarta yaitu: (a) tersedianya berbagai kebijakan, pedoman yang menunjang pembangunan kesehatan, (b) terbentuk dan terselenggaranya sistem informasi manajemen kesehatan, (c) tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi (Rp100.000,- perkapita), teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, (d) tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu secara mencukupi, terdistribusi secara adil dan merata serta termanfaat secara berhasil guna dan berdaya guna, (e) terselenggaranya sistem survailan dan kewaspadaan dini serta penanggulangan kejadian luar biasa/wabah, (f) terselenggaranya upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat

(6)

secara merata, adil, dan terjangkau, (g) tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu, dan bermanfaat secara terjangkau oleh masyarakat, dan (h) terselenggarakannya promosi kesehatan dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan pengembangan perilaku sehat.

Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini diambil responden sebanyak 150 ibu hamil anak pertama yang berdomisili di kota Surakarta. Ada beberapa variabel demografis yang diukur untuk menggambarkan karakteristik responden, yaitu: usia, lama perkawinan, jarak rumah dengan puskesmas (atau fasilitas kesehatan), status tempat tinggal, pendidikan, dan pekerjaan. Deskripsi karakteristik responden dapat diuraikan sebagai berikut.

Usia

Hasil analisis pada penelitian ini memperlihatkan pembagian responden berdasarkan usia. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden adalah ibu hamil berusia 21 – 25 tahun (64,00%). Ada juga beberapa responden dengan proporsi yang cukup besar (25,33%) adalah ibu hamil berusia 26 – 30 tahun. Meskipun ada namun ibu hamil yang berusia kurang dari 21 tahun atau lebih dari 30 tahun jumlahnya sangat sedikit.

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi (Orang) Persentase (%) 16 - 20 th 11 7,33 21 - 25 th 96 64,00 26 - 30 th 38 25,33 31 - 35 th 3 2,00 36 - 40 th 2 1,33 Total 150 100,00 Sumber: analisis data primer

Umur yaitu usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Hapsari, 2009). Umur 20-35 tahun merupakan masa umur reproduksi produktif dan merupakan kurun reproduksi sehat.

Umur ibu mempengaruhi pemberian ASI secara eksklusif. Semakin muda umur ibu, maka cenderung pendek waktu ibu memberikan ASI secara eksklusif, sedangkan ibu yang berumur 20-35 tahun disebut masa dewasa dan disebut juga masa reproduksi

(7)

dimana pada masa ini diharapkan ibu telah mampu untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan tenang secara emosional terutama dalam menghadapi masalah kehamilan dan memberikan ASI secara eksklusif. Pada usia 35 tahun ke atas di mana produksi hormon relatif berkurang, mengakibatkan proses laktasi menurun, sedangkan pada usai remaja (12-19 tahun) harus dikaji pula secara teliti karena perkembangan fisik, psikologis, maupun sosialnya belum siap sehingga dapat mengganggu keseimbangan psikologis dan dapat mempengaruhi dalam produksi ASI (Anthony, et al, 2013).

Lama Perkawinan

Hasil analisis dalam penelitian ini memperlihatkan pembagian responden berdasarkan lama perkawinan. Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden adalah ibu hamil yang baru menikah kurang dari 2 tahun (68,00%).

Selebihnya ada beberapa responden yang sudah menikah selama 2 hingga 5 tahun (29,33%) dan sedikit responden yang sudah menikah lebih dari 5 tahun (2,67%).

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Perkawinan

Lama Perkawinan Frekuensi (Orang) Persentase (%)

< 2 th 2 - 5 th

> 5 th

102 44

4

68,00 29,33 2,67

Total 150 100,00

Sumber: analisis data primer

Lamanya perkawinan sampai lahirnya anak pertama dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: (a) tingkat kesuburan pasangan usia subur (PUS), (b) faktor lingkungan dan gaya hidup, (c) berbagai kondisi kesehatan/penyakit yang dialami ibu, dan (c) kondisi psikologis PUS. Lamanya perkawinan dapat berpengaruh dalam pemberian ASI ekslusif. Ibu yang lama menunggu hadirnya anak, maka akan lebih mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik sesuai dengan kondisinya.

Jarak Rumah Dengan Puskesmas (Fasilitas Kesehatan)

Analisis jarak rumah responden dengan puskesmas (fasilitas kesehatan) pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.3. Sebagian besar responden adalah ibu hamil yang memiliki rumah berjarak 1 hingga 2 km dari puskesmas atau fasilitas kesehatan yang lain (49,33%). Selebihnya pun sebagian besar adalah ibu hamil yang

(8)

memiliki rumah berjarak lebih dari 2 km dari puskemas atau fasilitas kesehatan yang lain (44,67%).

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Rumah Dengan Puskesmas

Jarak Rumah dengan Puskesmas Frekuensi (Orang) Persentase (%)

< 1 km 1 - 2 km

> 2 km

9 74 67

6,00 49,33 44,67

Total 150 100,00

Sumber: analisis data primer

Semakin mudah ibu untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan diharapkan ibu hamil tersebut akan termotivasi untuk memberikan ASI eksklusif setelah bayinya lahir dan akan semakin mudah untuk melakukan persiapan menghadapi masa laktasi.

Status Tempat Tinggal

Hasil analisis status tempat tinggal responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.4, bahwa responden terbanyak pertama adalah ibu hamil yang tinggal dengan suami beserta orang tua atau mertua (44,00%). Responden terbanyak kedua adalah ibu hamil yang tinggal hanya dengan suami (37,33%). Responden paling sedikit adalah ibu hamil yang tinggal dengan suami beserta orang tua dan saudara (18,67%).

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Tempat Tinggal Status Tempat Tinggal Frekuensi

(Orang)

Persentase (%) Hanya dengan Suami

Bersama dgn Orang Tua / Mertua Bersama dgn Orang Tua dan Saudara

56 66 28

37,33 44,00 18,67

Total 150 100,00

Sumber: analisis data primer

Ibu yang tinggal serumah dengan orang tua, mertua ataupun saudara akan mendapatkan perhatian lebih saat hamil. Kehadiran keluarga tersebut sangat penting untuk mendorong ibu dalam meningkatkan kepercayaan diri dan menstabilkan emosinya, serta memberikan motivasi yang besar terhadap ibu dalam memberikan ASI secara eksklusif. Dukungan keluarga mempunyai hubungan dengan suksesnya pemberian ASI eksklusif kepada bayi.

Pendidikan

(9)

Hasil analisis penelitian ini memperlihatkan pembagian responden berdasarkan pendidikan. Dapat dilihat pada Tabel 4.5 bahwa responden paling banyak adalah ibu hamil lulusan SMA (52,67%) sedangkan responden paling sedikit adalah ibu hamil lulusan SD (1,33%). Menurut Notoadmodjo (2007) pendidikan adalah proses untuk menuju perubahan perilaku dan akan memberikan kesempatan pada individu untuk menemukan ide/nilai baru. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu objek sosial dan umumnya berpengaruh pada tingkat pendapatan sebagai aspek ekonomi (Fikawati, 2012; King, 2007; Arifin 2004) sedangkan kurang pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dapat menurunkan pemberian ASI secara eksklusif.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Frekuensi (Orang) Persentase (%)

SD 2 1,33

SMP 26 17,33

SMA 79 52,67

PT 43 28,67

Total 150 100,00

Sumber: analisis data primer

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi seseorang dalam pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menafsirkan informasi tentang ASI ekskusif sehingga menciptakan suatu hal yang baik, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat penafsiran informasi seseorang terhadap objek-ebjek baru diperkenalkan dalam hal ini termasuk ASI eksklusif.

Pekerjaan

Analisis pekerjaan responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.6. hasil analisis memperlihatkan bahwa sebagian besar responden adalah ibu hamil yang tidak bekerja atau hanya berstatus ibu rumah tangga (56,67%) Responden yang lain ada yang bekerja sebagai pegawai swasta (29,33%), PNS (6,67%), dan pedagang (7,33%).

Pekerjaan berkaitan dengan pemberian ASI. Ibu yang bekerja cenderung memiliki waktu yang sedikit untuk menyusui bayinya akibat kesibukan kerja, sedangkan ibu yang tidak

(10)

bekerja (ibu rumah tangga) mempunyai waktu yang cukup untuk menyusui bayinya.

Dengan terbukanya kesempatan bekerja dan tuntutan untuk bekerja membantu ekonomi keluarga maka sebagian ibu-ibu memilih bekerja di luar rumah. Dengan bekerja ibu tidak dapat berhubungan penuh dengan bayinya, akibatnya ibu cenderung memberikan susu formula dan diberikan melalui botol (Kemenkes, 2011), sehingga menyebabkan frekuensi menyusui berkurang dan produksi ASI akan menurun. Keadaan ini menyebabkan ibu menghentikan pemberian ASI lebih dini.

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi (Orang) Persentase (%)

Ibu Rumah Tangga 85 56,67

PNS 10 6,67

Pegawai Swasta 44 29,33

Pedagang 11 7,33

Total 150 100,00

Sumber: analisis data primer

Sesuai dengan kodratnya, pekerja wanita akan mengalami haid, kehamilan, melahirkan dan menyusui bayi. Pada ibu yang bekerja, singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir sudah harus kembali bekerja. Hal ini mengganggu upaya pemberian ASI eksklusif, maka agar dapat terlaksananya pemberian ASI secara eksklusif dibutuhkan informasi yang lengkap mengenai manfaat dari ASI dan menyusui serta bagaimana melakukan manajemen laktasi. Selain itu diperlukan dukungan dari pihak manajemen, lingkungan kerja dan pemberdayaan pekerja wanita sendiri.

Hasil Analisis Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik tiap variabel penelitian. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari: (a) pengetahuan, (b) sosial budaya, (c) akses informasi, (d) dukungan keluarga, (e) motivasi, (f) dukungan tenaga kesehatan, dan (g) persiapan pemberian ASI eksklusif, adapun karakteristik dari masing- masing variabel sebagai berikut:

Pengetahuan

Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu mempunyai pengetahuan

(11)

yang baik tentang pemberian ASI secara eksklusif, IMD dan tehnik menyusui yang benar. Pengetahuan ibu hamil tentang ASI eksklusif sebagian besar berada pada kategori tinggi, pada umumnya ibu mengetahui tentang ASI eksklusif, namun kurang memahami tentang persiapan yang harus dilakukan agar berhasil dalam proses pemberian ASI eksklusif. Akibat dari ketidaksiapan tersebut akan muncul berbagai masalah ketika ibu menyusui dan proses laktasi yang tidak lancar, sehingga bayi diberikan pengganti ASI sebelum waktunya.

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan ASI Ekskusif

Variabel / Indikator Skor Kategori Frekuensi Persentase Pengetahuan ASI

Eksklusif

7 – 10 Tinggi 142 94,67

4 – 6 Sedang 7 4,67

0 – 3 Rendah 1 0,67

Pengertian ASI Eksklusif

3 – 4 Tinggi 118 78,67

2 Sedang 24 16,00

0 – 1 Rendah 8 5,33

Pengertian IMD

1 Tinggi 134 89,33

0 Rendah 16 10,67

Manfaat ASI Eksklusif 3 – 4 Tinggi 148 98,67

2 Sedang 1 0,67

0 – 1 Rendah 1 0,67

Teknik Menyusui 1 Tinggi 137 91,33

0 Rendah 13 8,67

Sumber: analisis data primer

Hasil penelitian ini menunjukkan responden belum sepenuhnya memahami apa yang harus dilakukan ketika jauh dari bayinya. Menurut Kemenkes (2008) masalah lain yang dapat menjadi kendala keberhasilan menyusui secara eksklusif saat ibu kembali bekerja setelah cuti bersalin. Pengetahuan ibu untuk tetap memberikan ASI secara eksklusif meskipun jauh dari bayinya sangat penting dipahami ibu semenjak masa kehamilan. meskipun dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan, telah mengakomodasi pemberian kesempatan kepada tenaga kerja yang masih menyusui untuk menyusui bayinya namun hal ini belum diterapkan disemua tempat kerja.

Peran dari berbagai pihak baik keluarga, tenaga kesehatan dan pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan serta memfasilitasi ibu agar mampu memberikan ASI secara eksklusif sangat diperlukan. Pada masa antenatal ibu hamil perlu diajarkan

(12)

bagaimana mempertahankan produksi ASI, yaitu dengan memompa ASI selama ibu bekerja atau jauh dari bayinya.

Menurut Azwar (2008) seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Ironinya, pengetahuan lama yang mendasar seperti pemberian ASI justru kadang terlupakan.

Menurut Renkert, et al. (2001), kehilangan pengetahuan dalam pemberian ASI merupakan kehilangan yang besar, karena pemberian ASI adalah suatu pengetahuan yang berjuta-juta tahun mempunyai peran penting dalam mempertahankan kehidupan manusia.

Sosial Budaya

Pengaruh kemajuan teknologi dan perubahan sosial budaya juga mengakibatkan peningkatan ibu-ibu bekerja di luar rumah. Ibu-ibu golongan ini menganggap lebih praktis membeli dan memberikan susu botol daripada menyusui (Kemenkes, 2011).

Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi kelangsungan pemberian ASI eksklusif dan adanya mitos-mitos yang menyesatkan juga sering menghambat dalam pemberian ASI secara eksklusif. Hasil penelitian ini menunjukkan skor faktor sosial budaya yang meliputi nilai dan keyakinan tentang kolostrom, makanan serta tradisi atau kebiasaan tentang menyusui sebesar 75% berada pada katagori sedang, seperti terlihat pada Tabel 4.8

Tabel: 4.8 Distribusi Responden BerdasarkanVariabel Sosial Budaya

Variabel / Indikator Skor Kategori Frekuensi Persentase

Sosial Budaya 34 – 45 Tinggi 36 24,00

21 – 33 Sedang 113 75,33

9 – 20 Rendah 1 0,67

Nilai/Keyakinan tentang Kolostrom

15 – 20 Tinggi 73 48,67

10 – 14 Sedang 75 50,00

4 – 9 Rendah 2 1,33

Nilai/Keyakinan tentang Makanan

12 – 15 Tinggi 17 11,33

7 – 11 Sedang 132 88,00

3 – 6 Rendah 1 0,67

Tradisi/Keyakinan tentang Menyusui

8 – 10 Tinggi 47 31,33

5 – 7 Sedang 85 56,67

2 – 4 Rendah 18 12,00

Sumber: analisis data primer

(13)

Masyarakat Surakarta merupakan salah satu masyarakat jawa meskipun dipenuhi akademisi dari perguruan tinggi tidak lantas tradisi budaya jawa yang telah turun temurun dipraktekkan oleh masyarakat setempat itu ditinggalkan, melainkan tetap dijaga sebagai penghormatan kepada orang tua ataupun leluhurnya. Nilai filosofis tentang pantangan bagi ibu hamil yang terkandung dalam budaya jawa mengandung pembelajaran atau falsafah kehidupan yang beraspek religi. Pantangan adalah perbuatan yang dilarang menurut adat kepercayaan. Pantangan dilakukan oleh wanita yang sedang hamil sebagai bentuk upaya untuk menjaga dan merawat bayi dalam kandunganya. Sesuai dengan kepercayaan orang jawa, bahwa kehidupan telah dimulai sejak janin berada dalam kandungan ibunya, untuk itu banyak dilakukan pantangaan-pantangan untuk memperoleh keselamatan dan dijauhkan dari mara bahaya.

Masyarakat dimanapun memiliki kategori tentang makananan yang dikenalnya dalam lingkungan yang didasarkan atas konsepsi budaya. Dalam kategori makanan itu, bahan-bahan makanan yang dikategorikan sebagai makanan juga termasuk pemahaman tentang makna secara budaya cara mengkonsumsinya. Kategori makanan bagi wanita hamil berkenaan dengan pandangan budaya tentang makanan tersebut. Makanan yang dianggap baik digolongkan sebagai makanan yang dianjurkan dan makanan yang memberikan dampak buruk digolongkan sebagai makanan yang dipantang.

Hasil dari penelitian ini sebesar 88% responden mempunyai nilai dan keyakinan tentang makanan pada ibu hamil dan bayi baru lahir dengan kategori sedang, hal ini menunjukkan ibu masih menjalankan dan mengikuti anjuran dari orang tua dilingkunganya, seperti: (a) pantang makan ikan laut yang merupakan sumber asam folat dan protein serta sumber zat besi, (b) pantang minum air terlalu banyak karena bila melahirkan terlalu banyak air dan atau beranak kembar, (c) dilarang memakan buah-buahan seperti pepaya, pisang, nanas agar vagina tetap kering, serta (d) pantang makan telur dan daging. Banyak makanan yang sebenarnya bergizi justru menjadi larangan atau pantangan bagi masyarakat dahulu yang percaya akan kepercayaan tradisional.

(14)

Dampak dari pantang memakan jenis makanan tersebut justru akan berakibat negatif bagi kesehatan ibu dan janin seperti: kurang gizi, anemia, dan bayi berat lahir rendah (BBLR). Penyebab anemia dalam kehamilan sebenarnya merupakan rangkaian masalah sejak seorang wanita lahir sampai dengan tuanya. Walaupun seorang ibu dianggap sehat dan kehamilan merupakan hal yang wajar, namun dalam banyak kebudayaan kondisi hamil menempatkan ibu dalam kondisi khusus yang bisa pula mendatangkan bahaya bagi dirinya atau bagi bayi dalam kandungannya. Secara umum adalah lazim adanya kepercayaan-kepercayaan tertentu menyangkut ibu hamil dan anak yang dikandungnya, sehingga bagi ibu hamil dikenakan banyak keharusan atau pantangan tertentu yang berlaku secara turun temurun. Oleh sebab itu dalam memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu-individunya.

Bidan, Perawat, dan Dokter sebagai tenaga kesehatan yang terdekat dengan masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.

Tenaga kesehatan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, dan menyusui. Tenaga kesehatan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat, yang meliputi struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut. Melalui kegiatan- kegiatan kebudayaan tradisional setempat tenaga kesehatan dapat berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan penyuluhan kesehatan disela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional tersebut. Konseling dan penyuluhan sangat diperlukan untuk merubah persepsi yang merugikan tersebut.

Nilai budaya dan keyakinan masyarakat tidak hanya berupa pantangan makanan bagi ibu hamil saja, tetapi juga pada bayi baru lahir. Kebiasaan ini seringkali dimulai saat bayi berumur sebulan dengan alasan yang berbeda, sesuai nilai budaya yang ada di masyarakat. Alasan yang paling sering dikemukakan adalah menghilangkan rasa haus, mencegah dan mengobati pilek, dan sembelit serta menenangkan bayi sehingga bayi tidak rewel (Kemenkes, 2011).

(15)

Nilai budaya juga ikut mempengaruhi pemberian cairan sebagai minuman tambahan untuk bayi, sebagai contoh dari generasi ke generasi diturunkan keyakinan bahwa bayi baru lahir sebaiknya diberi cairan misalnya madu atau air putih. Faktor lain yang berpengaruh terhadap pemberian ASI adalah sikap ibu terhadap lingkungan sosialnya dan kebudayaan dimana ibu dididik. Apabila pemikiran tentang menyusui dianggap tidak sopan, maka let down reflex dan reflek prolaktin akan terhambat (Soetjiningsih, 1997).

Di pedesaan menyusui anak terlihat sebagai suatu proses yang alamiah, dan tidak dilakukan sembunyi-sembunyi. Ibu-ibu tidak malu menyusui bayinya. Kebiasaan itu akan memotivasi gadis-gadis bila nanti tumbuh menjadi besar dan punya anak mereka ingin melakukan hal yang serupa. Sebaliknya, kebiasaan ibu-ibu di kota yang malu-malu serta sembunyi-sembunyi menyusui bayinya, tentu akan banyak mempengaruhi tabiat gadis-gadis disekitarnya untuk berbuat sama, dan menyusui anak merupakan sesuatu hal yang harus dihindarkan. Oleh sebab itu ibu-ibu harus dibangkitkan kemauan dan kesediannya untuk menyusui anaknya, terutama sebelum melahirkan.

Upaya yang perlu dilakukan oleh tenaga kesehatan dan pemerintah adalah memberikan informasi dan keyakinan untuk merubah perilaku yang dapat membuat pemberian ASI eksklusif menjadi norma baru atau nilai budaya dalam masyarakat. Faktor sosial budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah dalam pemberian ASI eksklusif. Tabel 4.8 menunjukkan distribusi sosial budaya dengan tiga indikatornya, dan sebesar 88% ibu mempunyai nilai/keyakinan yang cukup baik tentang makanan dan tradisi yang mendukung saat menyusui. Hal ini menunjukkan bahwa faktor sosial budaya mempunyai pengaruh yang positif terhadap keputusan ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif.

Akses Informasi

Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil mempunyai kemampuan yang baik untuk mendapatkan dan mengakses informasi tentang ASI eksklusif seperti terlihat dalam Tabel 4.9

Tabel: 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Akses Informasi

Variabel / Indikator Skor Kategori Frekuensi Persentase

Akses Informasi 26 – 35 Tinggi 142 94,67

(16)

tentang ASI Eksklusif 17 – 25 Sedang 8 5,33

7 – 16 Rendah 0 0,00

Langsung 12 – 15 Tinggi 143 95,33

7 – 11 Sedang 7 4,67

3 – 6 Rendah 0 0,00

Media Cetak 8 – 10 Tinggi 118 78,67

5 – 7 Sedang 32 21,33

2 – 4 Rendah 0 0,00

Media Elektronik 8 – 10 Tinggi 122 81,33

5 – 7 Sedang 27 18,00

2 – 4 Rendah 1 0,67

Sumber: analisis data primer

Tabel 4.9 menunjukkan hasil untuk item mendapatkan informasi tentang IMD masih rendah, sehingga ibu belum memahami prosedur dan pentingnya IMD. IMD dilaksanakan dengan cara menempatkan bayi di dada ibunya segera setelah bayi lahir. Bayi ini kemudian akan secara alami, tanpa dibantu, mencari puting ibunya untuk menghisap ASI (Fikawati, 2012). Persoalan dan tantangan yang sering dihadapi adalah belum banyak rumah sakit ataupun bidan yang mengakomodasi proses inisiasi menyusui dini ini. Oleh sebab itu penting bagi ibu hamil untuk memutuskan dan memastikan akan mendapatkan pelayanan IMD ini.

Proses IMD ini sangat menunjang keberhasilan dalam pemberian ASI secara eksklusif nantinya, karena dapat membantu merangsang produksi ASI (reflek prolaktin), sehingga meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Dalam

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 15 tahun 2014, Pasal 2 menyebutkan, tenaga kesehatan wajib melaksanakan IMD terhadap bayi baru lahir kepada ibunya paling singkat selama satu jam, jika tidak ada kontra indikasi medis.

IMD merupakan gerbang sukses menuju ASI eksklusif, oleh sebab itu ibu hamil perlu dipersiapkan disamping pengetahuan juga ketrampilan dan proses pelaksanaan IMD. Pada akhirnya inisiasi menyusui dini dapat berhasil diterapkan jika ibu yang menjalani proses persalinan telah siap secara fisik dan mental. Proses ini juga hanya akan berhasil jika sang ibu percaya diri dan didukung penuh oleh semua pihak di sekitarnya, terutama rumah sakit, dokter yang menjalankan proses persalinan, dan keluarga.

(17)

Tabel 4.9 menunjukkan kemampuan ibu yang baik untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan tentang ASI eksklusif, hal ini terlihat dari kemampuan ibu untuk mengakses informasi secara langsung sebesar 95,33% berada pada katagori tinggi, tentunya peran dari berbagai pihak sangat berpengaruh dalam berbagai kegiatan baik untuk promosi kesehatan maupun program-program lainya. Menurut Jorm (2000) lnformasi dalam kesehatan meliputi pengetahuan tentang kesehatan, gizi, pencegahan penyakit, pengambilan keputusan, tindakan, dan kemampuan untuk memperoleh informasi.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa untuk mendapatkan informasi tentang ASI eksklusif melalui media radio masih jarang ditemukan, padahal radio merupakan media yang bisa menjangkau sampai daerah-daerah. Pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan informasi tentang ASI eksklusif. menurut Nurudin (2007) media akan memberikan agenda agenda, sedangkan masyarakat akan mengikutinya. Asumsi dari teori ini adalah media mempunyai kemampuan untuk menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu. Media mengatakan pada kita apa yang penting dan apa yang tidak penting.

Upaya pemberian informasi tentang ASI eksklusif yang dilakukan pemerintah, khususnya dalam penggunaan media baik media cetak dan audiovisual sebagai sarana komunikasi masih belum optimal, kalau diperhatikan, tidak jarang kegiatan- kegiatan bidang kesehatan dimasyarakat menggunakan sponsor pabrik susu formula, sementara di sisi lain iklan susu formula semakin masif membanjiri media

Sumber pengetahuan tentang ASI Eksklusif diperoleh ibu hamil dari tenaga kesehataan baik secara formal maupun tidak formal (dokter, perawat, bidan), saudara (kakak), melalui tayangan televisi, radio serta membaca media masa (koran, majalah), dari poster posyandu. Pemerintah seharusnya bisa membuat agenda kebijakan tentang kampanye ASI eksklusif sebagai isu penting di media sehingga menjadi agenda publik. Pada tataran inilah agenda kebijakan yang dilakukan pemerintah mampu mengubah perilaku publik terkait pentingnya ASI eksklusif karena penyebaran komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) mengenai pemberian

(18)

ASI ekskusif merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif

Dukungan Keluarga

Keluarga merupakan sumber dukungan sosial karena dalam hubungan keluarga tercipta hubungan yang saling mempercayai. Ibu akan menjadikan keluarga (suami, orang tua, adik dan kakak) sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bilamana ibu sedang mengalami permasalahan. Hasil penelitian ini menunjukkan dukungan keluarga pada ibu hamil sebesar 10% berada pada katagori tinggi, dan 88,67% berada pada katagori sedang, serta 1,33% berada pada katagori rendah. Seperti terlihat pada Tabel 4.10 dibawah ini:

Tabel: 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Dukungan Keluarga

Variabel / Indikator Skor Kategori Frekuensi Persentase Dukungan Keluarga 28 – 36 Tinggi 15 10,00

18 – 27 Sedang 133 88,67

9 – 17 Rendah 2 1,33

Mendampingi 7 – 8 Tinggi 47 31,33

4 – 6 Sedang 92 61,33

2 – 3 Rendah 11 7,33

Perhatian 13 – 16 Tinggi 0 0,00

8 – 12 Sedang 148 98,67

4 – 7 Rendah 2 1,33

Bantuan 10 – 12 Tinggi 25 16,67

6 – 9 Sedang 121 80,67

3 – 5 Rendah 4 2,67

Sumber: analisis data primer

Hasil analisis dari indikator dukungan keluarga dalam penelitian ini:

Mendampingi, peranan suami terkait indikator mendampingi ibu hamil dalam penelitian ini sebesar 61.33% berada dalam katagori sedang, dari hasil penelitian didapatkan suami mengantar ibu untuk periksa ANC. Sementara ibu hamil mengharapkan seorang suami tidak hanya sekedar mengantar ibu untuk periksa saja tetapi juga memberitahu atau mengingatkan ibu tentang pentingnya ASI, menyarankan ibu untuk mengonsumsi makanan pelancar ASI, menciptakan suasana yang tenang, membantu ibu membereskan pekerjaan rumah tangga tanpa adanya

(19)

suruhan, serta menyediakan ibu makanan yang bergizi. Peranan suami akan berpengaruh pada keberhasilan menyusui jika kedua pihak, baik suami maupun istri, saling mempercayai. Ayah dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI dengan jalan memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan praktis lainnya (Kleiman 2000).

Suami mempunyai peran yang penting dalam proses ini, karena pandangan serta sikap suami mengenai pemberian ASI dapat mempengaruhi keputusan pasangan untuk memberikan ASI eksklusif atau tidak. Meyakinkan ibu bahwa suami mendukung keputusannya untuk melakukan ASI secara eksklusif, dan akan selalu membantu agar proses menyusui nantinya berjalan dengan mudah dan lancar, serta berikan pujian dengan kata-kata penyemangat. Proses menyusui tidaklah mudah, ada saja masalah yang muncul, seperti ASI tidak keluar atau bayi tidak ingin menyusu.

Dalam hal ini, suami dapat mengambil peran yaitu menjadi pendengar yang baik bagi ibu dan memberikan perhatian dengan mencarikan solusinya.

Perhatian, peranan suami terkait indikator perhatian ibu hamil dalam penelitian ini sebesar 98.67% berada dalam katagori sedang. Sebagian besar responden menyatakan suami belum menyediakan uang belanja yang lebih (ekstra) sebagai bentuk perhatian suami pada ibu ketika hamil. Pada masa kehamilan ibu memerlukan asupan gizi seimbang dan hal ini tentunya memerlukan anggaran ektra, produksi ASI dari ibu yang kekurangan asupan gizi seringkali menurun jumlahnya dan akhirnya berhenti. Penyebabnya mungkin dapat ditelusuri pada masa kehamilan dimana jumlah makanan yang dikonsumsi ibu tidak memungkinkan untuk menyimpan cadangan lemak dalam tubuhnya, yang kelak akan digunakan sebagai salah satu komponen ASI dan sebagai sumber energi selama menyusui (Mandriwati, 2008).

Masa menyusui dapat menjadi masa yang emosional, hal ini disebabkan oleh perubahan hormon, dan kelelahan, dukungan suami dapat membuat ibu lebih kuat dan percaya diri dalam menghadapi masa laktasi nantinya. Hal yang mudah dilakukan untuk menunjukkan perhatian suami pada ibu adalah dengan melakukan hal-hal kecil namun bermanfaat, seperti memnunjukkan sikap empati, menyediakan minum atau makanan kesukaannya, mencarikan berbagai informasi tentang ASI eksklusif, mengingatkan untuk pemeriksaan kesehatan dan kehamilanya.

(20)

Bantuan, peranan suami terkait indikator bantuan ibu hamil dalam penelitian ini sebesar 80.67% berada dalam katagori sedang. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi (Friedman, 1998).

Hasil penelitian ini juga menunjukkan suami dan keluarga belum optimal membantu ibu mencarikan informasi tentang ASI eksklusif dan ketika ibu merasa cemas, suami belum memberikan hiburan dengan memberikan kata-kata penyemangat sebagai bentuk empati.

Hormon oksitosin merupakan hormon penting untuk pengaliran ASI. Turunnya produksi hormon ini dapat berakibat pada turunnya produksi ASI akibat pengaliran ASI yang kurang lancar. Dukungan atau support dari orang lain atau orang terdekat, sangat berperan dalam sukses tidaknya menyusui secara eksklusif. Semakin besar dukungan yang didapatkan untuk terus menyusui maka akan semakin besar pula kemampuan untuk dapat bertahan terus untuk menyusui secara eksklusif.

Dukungan suami maupun keluarga sangat besar pengaruhnya, seorang ibu yang kurang mendapatkan dukungan oleh suami, dan keluarganya ibu akan mudah berhenti memberikan ASI secara eksklusif dan beralih beralih ke susu formula.

Dukungan keluarga dari sekitar ibu mempunyai peran yang besar terhadap keberhasilan menyusui secara eksklusif. Dukungan itu berasal dari lingkungan disekitar ibu selain suami, juga ada keluarga misalnya nenek dan keluarga lain yang sudah mempunyai pengalaman menyusui, peran nenek biasanya yang lebih dominan terhadap ibu.

Motivasi

Seberapa kuat motivasi yang dimiliki, akan terlihat dalam perilaku ibu hamil untuk melakukan berbagai persiapan dalam pemberian ASI secara eksklusif, jadi seberapa kuat motivasi ibu untuk memberikan ASI eksklusif akan terlihat pada kualitas perilaku yang ditampilkanya. Ibu-ibu harus dibangkitkan kemauan dan kesediannya untuk menyusui bayinya secara eksklusif, terutama sebelum melahirkan. Dan bila menyusui, hendaknya ditingkatkan pada masyarakat, pengertian tersebut harus ditanamkan pada anak-anak gadis sejak masih usia muda, bahwa menyusui anak merupakan bagian dari tugas biologis seorang ibu (Salmah, 2006).

(21)

Hasil dari penelitian ini menunjukkan ibu menyadari bahwa niat dan keyakinan saja tidak cukup untuk menjamin kesuksesan dari pemberian ASI secara eksklusif, oleh sebab itu diperlukan persiapan sebelumnya. Analisis motivasi responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel: 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Motivasi

Variabel / Indikator Skor Kategori Frekuensi Persentase Motivasi ibu dalam

Memberikan ASI Eksklusif

37 – 50 Tinggi 87 58,00

24 – 36 Sedang 63 42,00

10 – 23 Rendah 0 0,00

Pendorong 12 – 15 Tinggi 22 14,67

7 – 11 Sedang 128 85,33

3 – 6 Rendah 0 0,00

Usaha 8 – 10 Tinggi 85 56,67

5 – 7 Sedang 64 42,67

2 – 4 Rendah 1 0,67

Kegigihan 19 – 25 Tinggi 82 54,67

12 – 18 Sedang 67 44,67

5 – 11 Rendah 1 0,67

Sumber: analisis data primer

Dalam penelitian ini terlihat adanya dorongan, usaha, dan kegigihan ibu dalam melakukan persiapan pemberian ASI eksklusif seperti pada Tabel 4.11. Hasil penelitian ini juga menunjukkan motivasi ibu hamil untuk memberikan ASI secara eksklusif sebesar 58% berada pada katagori tinggi, dan 42% berada pada katagori sedang, hasil ini menunjukkan bahwa hanya separuh ibu yang bersedia untuk berupaya dalam memberikan ASI eksklusif serta mempersiapkan proses menyusui agar sukses dalam memberikan ASI secara eksklusif nantinya, oleh sebab itu keinginan dan kegigihan ibu untuk melakukan persiapan menyusui secara eksklusif dan melakukan perawatan payudara agar produksi ASI lancar perlu ditingkatkan.

Hasil penelitian ini juga mengungkapkan ketika bayi rewel, maka dengan mudahnya ibu akan memberikan makanan pengganti ASI karena ibu mengira bayinya lapar dan ASI sudah tidak mencukupi lagi. Hal inilah yang akan menyebabkan kegagalan dalam pemberian ASI eksklusif, padahal banyak faktor yang menyebabkan bayi rewel/-menangis seperti kedinginan, kesakitan, dan rasa tidak nyaman. Ketika seorang ibu memiliki motivasi yang kuat atau dorongan dalam dirinya, maka ibu akan mempunyai kemampuan yang baik dalam memberikan ASI secara eksklusif.

(22)

Hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian Man Ku, et al (2010) di Hongkong, bahwa keyakinan atau motivasi ibu adalah faktor yang berpengaruh dalam praktek pemberian ASI eksklusif. Ibu yang memiliki tingkat motivasi yang baik atau tinggi akan lebih mampu memberikan ASI secara eksklusif, dibandingkan ibu dengan motivasi yang rendah.

Motivasi merupakan daya penggerak atau pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang berasal dari (intrinsik) motivasi yang datangnya dari dalam diri sendiri, dimana karena kesadaran akan pentingnya sesuatu. Penelitian yang mendukung yaitu dari Lieu (2003) menunjukkan hasil bahwa Ibu yang memiliki tingkat motivasi dan keyakinan diri yang baik akan lebih mampu memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya.

Dukungan Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan (perawat, bidan, dokter) adalah orang yang akan selalu mendampingi ibu di unit pelayanan kesehatan baik pada masa kehamilan, melahirkan dan menyusui. Peran tenaga kesehatan sangat berpengaruh dalam proses pemberian ASI secara eksklusif pada bayi, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor dukungan tenaga kesehatan terhadap ibu hamil dalam mempersiapkan pemberian ASI eksklusif sebesar 14,67% berada pada katagori tinggi, dan 68% pada katagori sedang, serta 17,33% berada pada katagori seperti pada Tabel 4.12

Tabel: 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Dukungan Tenaga Kesehatan

Variabel / Indikator Skor Kategori Frekuensi Persentase (%) Dukungan Petugas

Kesehatan

31 – 40 Tinggi 22 14,67

20 – 30 Sedang 102 68,00

10 – 19 Rendah 26 17,33

Pelayanan Kesehatan 19 – 24 Tinggi 14 9,33

12 – 18 Sedang 113 75,33

6 – 11 Rendah 23 15,33

Edukasi 4 Tinggi 15 10,00

2 – 3 Sedang 104 69,33

1 Rendah 31 20,67

Konseling 10 – 12 Tinggi 34 22,67

6 – 9 Sedang 98 65,33

3 – 5 Rendah 18 12,00

Sumber: analisis data primer

(23)

Hasil analisis dari indikator dukungan keluarga dalam penelitian ini:

Pelayanan kesehatan, dukungan tenaga kesehatan terkait indikator pelayanan kesehatan pada ibu hamil dalam penelitian ini sebesar 75.33% berada dalam katagori sedang. Tabel 4.12 menunjukkan dukungan petugas kesehatan terhadap kesiapan ibu dalam pemberian ASI eksklusif belum optimal, hal ini dapat dilihat bahwa belum semua responden mendapatkan pelayanan pemeriksaan payudara serta edukasi tentang perawatan payudara. Bila seorang ibu hamil tidak melakukan perawatan payudara dengan baik dan hanya melakukan perawatan menjelang melahirkan atau setelah melahirkan maka sering dijumpai masalah-masalah yang akan merugikan ibu dan bayi, diantaranya ASI tidak keluar, puting susu tidak menonjol, produksi ASI sedikit, infeksi pada payudara, dan lain sebagainya.

Masalah-masalah tersebut bisa dicegah dengan melakukan perawatan payudara sedini mungkin. Perawatan payudara selama hamil sangat penting untuk kelancaran air susu kelak setelah melahirkan, perawatan payudara dianjurkan mulai dilakukan setelah kehamilan berusia 5-6 bulan. Sejak awal kehamilan, hormon merangsang perkembangan sel-sel produksi susu di alveoli, hormon yang paling penting dalam pembentukan air susu adalah prolaktin, yang mulai bekerja sejak kehamilan berusia 8 minggu. Hormon ini juga menjaga keseimbangan banyaknya jumlah susu yang diproduksi pada tiap tahapan dengan bantuan hormon estrogen yang dibuat oleh plasenta.

Selain perawatan payudara hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa pemeriksaan payudara selama masa kehamilan juga belum mendapatkan perhatian yang serius, padahal dengan melakukan pemeriksaan payudara pada saat ANC akan bisa dideteksi lebih dini adanya kelainan-kelainan dan akan bisa dilakukan koreksi pada masa kehamilan. Secara keseluruhan dukungan yang diberikan oleh petugas/tenaga kesehatan pada ibu hamil dalam melakukan persiapan dalam pemberian ASI secara eksklusif belum maksimal. Hal ini terbukti dengan nilai sedang dari indikator yang diberikan berupa: pelayanan kesehatan (pemeriksaan fisik dan kehamilan), konseling (ASI Eksklusif, IMD, asupan nutrisi), Edukasi (Perawatan payudara, tehnik menyusui yang benar, dan IMD) dengan rentang nilai 4-6.

Edukasi, dukungan tenaga kesehatan terkait indikator edukasi pada ibu hamil dalam penelitian ini sebesar 69.33% berada dalam katagori sedang. Tingkat pengetahuan

(24)

dan pendidikan ibu merupakan aspek sosial yang dapat mempenggaruhi perilaku ibu dalam pemberian ASI. Pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Ibu yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, oleh sebab itu tenaga kesehatan dituntut untuk memberikan edukasi tentang persiapan yang harus dilakukan oleh ibu hamil agar berhasil dalam memberikan ASI eksklusif. Edukasi yang diberikan dalam persiapan pemberian ASI eksklusif pada ibu hamil selain pengetahuan juga ketrampilan yang berupa: (a) perawatan payudara, (b) cara menyusui yang benar, (c) IMD, dan (d) cara memerah dan menyimpan ASI yang benar.

Pemberian dukungan tenaga kesehatan antara lain: pemberian nasehat, informasi, pengarahan, saran, petunjuk-petunjuk dan umpan balik akan dapat membantu ibu untuk meningkatkan efisiensi dalam mengatasi suatu masalah dan pengambilan keputusan ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif. Hal ini dapat menambah kepercayaan diri ibu mengenai kemampuannya dalam menghadapi tantangan pemberian ASI secara eksklusif. Tenaga kesehatan juga perlu meningkatkan kemampuanya agar bisa memberikan edukasi pada ibu hamil dalam rangka mempersiapkan masa laktasinya.

Konseling. dukungan tenaga kesehatan terkait indikator konseling pada ibu hamil dalam penelitian ini sebesar 65.33% berada dalam katagori sedang. dukungan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dapat berupa ungkapan rasa simpati, yaitu ikut merasakan apa yang dirasakan ibu dan pemberian perhatian berupa penyediaan waktu untuk mendengarkan dan penghargaan verbal, non-verbal dalam kebersamaan dengan ibu. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi stress karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh petugas kesehatan dalam memberikan konseling berupa: (1) keyakinan ibu akan keuntungan ASI dan kerugian susu botol / formula, (b) mengikutsertakan suami atau anggota keluarga lain yang berperan dalam keluarga, ibu harus dapat beristirahat cukup untuk kesehatannya dan bayinya,

(25)

sehingga perlu adanya pembagian tugas dalam keluarga. (c) ibu diberi kesempatan untuk bertanya dan tenaga kesehatan harus dapat memperlihatkan perhatian dan membantu mengatasi masalah yang dihadapi.

Konseling yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam persiapan pemberian ASI eksklusif pada ibu hamil berupa: (a) asupan gizi ibu hamil, (b) konseling yang ditujukan pada suami untuk menumbuhkan rasa empati pada isterinya yang sedang hamil, (c) tentang ASI Eksklusif dan persiapan yang harus dilakukan, (d) Inisiasi Menyusui Dini (IMD), (e) berbagai ketrampilan yang harus dikuasai ibu dalam proses menyusui, (f) pemberian ASI eksklusif pada ibu pekerja, dan (g) masalah yang sering muncul dalam pemberian ASI eksklusif.

Langkah terpenting yang dilakukan oleh institusi dan tenaga kesehatan dalam memberikan dukungan pada ibu hamil dalam persiapan pemberian ASI eksklusif adalah: (1) mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui dan persiapanya, (2) melatih semua staf pelayanan kesehatan dengan ketrampilan untuk mempersiapakan ibu hamil sebelum menyusui, (3) menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya, melalui unit rawat jalan kebidanan dengan memberikan penyuluhan: manfaat ibu hamil, KB, senam hamil dan perawatan payudara, (4) membantu IMD, ibu mulai menyusui bayinya sesaat setelah melahirkan, yang dilakukan di ruang bersalin apabila ibu mendapat narkose umum, bayi disusui setelah ibu sadar,dan (5) Membentuk dan membantu pengembangan kelompok pendukung ibu hamil dalam persiapan pemberian ASI secara eksklusif.

Kesiapan ibu hamil dalam pemberian ASI eksklusif

Hasil analisis menunjukkan adanya skor kesiapan ibu hamil dalam pemberian ASI eksklusif sebesar 7,33% berada pada katagori tinggi, dan sebesar 91,33% berada dalam katagori sedang, serta 1,33% berada dalam katagori rendah. Kesiapan ibu dalam pemberian ASI eksklusif sebagian besar berada pada katagori sedang, hasil ini menunjukkan bahwa ibu hamil mengandung anak pertama dalam penelitian ini belum melakukan persiapan secara optimal seperti terlihat pada Tabel 4.13.

(26)

Tabel: 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Kesiapan Ibu Dalam Pemberian ASI Eksklusif

Variabel / Indikator Skor Kategori Frekuensi Persentase Kesiapan dalam Pemberian

ASI Eksklusif

49 – 64 Tinggi 11 7,33

32 – 48 Sedang 137 91,33

16 – 31 Rendah 2 1,33

Kesiapan Kesehatan Ibu

Kesiapan Psikologis Ibu

Kesiapan Payudara Ibu

Nutrisi/Gizi Ibu

Kesehatan bayi dalam kandungan

7 – 8 Tinggi 75 50,00

4 – 6 Sedang 74 49,33

2 – 3 Rendah 1 0,67

10 – 12 Tinggi 5 3,33

6 – 9 Sedang 134 89,33

3 – 5 Rendah 11 7,33

13 – 16 Tinggi 27 18,00

8 – 12 Sedang 101 67,33

4 – 7 Rendah 22 14,67

7 – 8 Tinggi 29 19,33

4 – 6 Sedang 112 74,67

2 – 3 Rendah 9 6,00

16 – 20 Tinggi 3 2,00

10 - 15 Sedang 145 96,67

5 – 9 Rendah 2 1,33

Sumber: analisis data primer

Kesiapan ibu dalam pemberian ASI eksklusif adalah sikap dan perilaku ibu yang merupakan bentuk kematangan ibu untuk memutuskan dan melakukan berbagai persiapan sebelum pemberian ASI eksklusif. Menurut Ohnishi (2005) kesiapan merupakan bentuk kematangan seseorang untuk menghadapi situasi baru dan merupakan salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh seseorang untuk memutuskan sesuatu Bentuk kematangan seseorang dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dari individu tersebut. Keberhasilan ibu dalam pemberian ASI secara eksklusif memerlukan kondisi fisik ibu dan bayi yang sehat, oleh sebab itu dalam masa kehamilanya ibu harus memperhatikan kondisi kesehatanya dan bayi yang dikandungnya. Hasil analisis indikator kesiapan fisik ibu dalam penelitian ini sebesar 49.33% berada pada katagori sedang, hal ini menunjukkan hampir separuh responden belum melakukan kesiapan fisik untuk mempersiapakan masa laktasinya, padahal dengan melakukan pemeriksaan kesehatan dan kehamilanya maka akan dapat mencegah terjadinya masalah-masalah yang akan menjadi penyulit baik dalam kehamilan, persalinan dan masa laktasi. Kesiapan fisik yang dilakukan meliputi: (1)

(27)

pemeriksaan kesehatan, (2) pemeriksaan kehamilan, serta (3) pemeriksaan dan perawatan payudara.

Ketika seorang ibu dinyatakan hamil maka ibu tersebut harus siap secara psikologis untuk menerima kehamilanya dan melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan bayi yang akan dilahirkan. Dari analisis penelitian ini didapatkan hasil kesiapan psikologis ibu sebesar 89.33% berada pada katagori sedang, hal ini menunjukkan secara psikologis responden dalam penelitian ini belum siap secara psikologis untuk memberikan ASI secara eksklusif. Secara alamiah ibu akan berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi bayinya, seperti pemberian ASI.

Keputusan untuk memberikan ASI secara eksklusif akan lebih kuat jika ibu memahami bahwa hanya ASI makanan yang terbaik bagi bayinya. Menurut Mann, et al., (2003) bahwa proses menyusui eksklusif dipengaruhi oleh faktor internal dari

ibu: (1) tingkat pengetahuan ibu tentang ASI, (2) kepercayaan diri ibu, dan (3) pekerjaan ibu.

Menurut Kemenkes (2008) secara psikologis peranan suami dan keluarga sangat besar dalam mendukung keberhasilan menyusui ekskusif. Keterlibatan suami dalam pemberian ASI, akan meningkatkan kepercayaan diri ibu, dengan demikian, ibu akan terhindar dari rasa tidak percaya diri, kuatir, gelisah yang dapat mengakibatkan turunnya produksi hormon oksitosin dimana hormon oksitosin merupakan hormon penting untuk produksi ASI. Turunnya produksi hormon ini dapat berakibat pada turunnya produksi ASI akibat pengaliran ASI yang kurang lancar.

Kesiapan payudara semasa hamil merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan menyusui nantinya. Selama kehamilan, payudara akan semakin membesar ukurannya, lebih berat dan tegang. Perawatan payudara saat hamil dianjurkan mulai dilakukan setelah kehamilan berusia 5-6 bulan (Bobak.

2005). Perawatan payudara pada masa kehamilan (Prenatal Breast Care) bertujuan memelihara hygiene payudara, melenturkan atau menguatkan puting susu, dan mengeluarkan puting susu yang datar atau masuk ke dalam (retracted nipple). Hasil analisis menunjukkan indikator kesiapan payudara ibu hamil sebesar 67.33% berada pada katagori sedang, hal ini mengambarkan bahwa sebagian besar ibu hamil dalam

(28)

penelitian ini belum mempersiapkan payudaranya secara optimal untuk menghadapi masa laktasi.

Makanan yang bergizi merupakan syarat untuk mendapatkan ASI dengan kualitas optimal. Makanan yang bergizi harus segera dimulai semenjak ibu tersebut hamil (Bobak, 2005). Hasil penelitian ini menunjukkan indikator asupan gizi ibu hamil sebesar 74.67% berada pada katagori sedang, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini belum memenuhi asupan gizi untuk ibu hamil.

Menurut Anthony et al, (2013) di dalam proses daur hidup ini kehamilan bisa menjadi sebuah tahapan, yang menjadi akibat dari proses sebelumnya. Seorang ibu hamil umumnya mengalami anemia, bukan saja karena kehamilannya, tetapi karena anemia yang dibawa sejak usia reproduktif. Untuk kesehatan ibu selama kehamilan maupun pertumbuhan janin, maka ibu harus cukup mendapatkan makanan bagi dirinya sendiri serta kuantitasnya harus ditambah dengan zat-zat gizi yang cukup agar ibu dan janin dalam keadaan sehat, karena makanan yang dikonsumsi ibu hamil berpengaruh terhadap kehamilan, persalinan dan proses laktasi.

Hasil analisis indikator kesehatan bayi dalam kandungan didapatkan skor sebesar 96.67% berada pada katagori sedang, hal ini menunjukkan ibu kurang memahami tentang hubungan antara kesehatan bayi yang dilahirkanya dengan proses laktasi, tetapi bukan berarti responden tidak mengetahui tentang kesehatan kehamilanya.

Dalam penelitian ini responden melakukan pemeriksaan ante natal care (ANC) untuk kesehatan kehamilanya, agar nanti bayi yang dilahirkanya sehat. Kesehatan bayi yang akan dilahirkan merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam pemberian ASI secara eksklusif, karena saat bayi mulai menghisap ASI, akan terjadi dua reflek yang akan menyebabkan ASI keluar pada saat yang tepat pula, yaitu reflek pembentukan /produksi ASI atau reflek prolaktin yang dirangsang oleh hormon prolaktin dan refleks pengaliran/pelepasan ASI (let down reflex). Menurut Soetjiningsih (1997) bila bayi mengisap puting payudara, maka akan diproduksi suatu hormon yang disebut prolaktin, yang mengatur sel dalam alveoli agar memproduksi air susu. Air susu tersebut dikumpulkan ke dalam saluran air susu.

Kedua, reflek mengeluarkan (let down reflex). Isapan bayi juga akan merangsang produksi hormon lain yaitu oksitosin, yang membuat sel otot disekitar alveoli

(29)

berkontraksi, sehingga air susu didorong menuju puting payudara. Jadi semakin bayi mengisap, maka semakin banyak air susu yang dihasilkan.

Dari indikator hasil penelitian ini dapat disimpulkan kesiapan ibu hamil dalam pemberian ASI eksklusif belum optimal, masalah ini perlu mendapatkan perhatian dan intervensi baik dari Pemerintah Pusat maupun Daerah. Sikap ibu dalam pemberian ASI eksklusif sangat dipengarui oleh beberapa faktor seperti adat, kebiasaan, dan kepercayaan menyusui di daerah masing-masing. Pengalaman menyusui sebelumnya, kebiasaan menyusui dalam keluarga atau kerabat, pengetahuan ibu dan keluarga tentang manfaat ASI juga sikap ibu terhadap kehamilannya berpengaruh terhadap keputusan ibu apakah ia akan menyusui atau tidak Persiapan sebelum memberikan ASI eksklusif mutlak harus dilakukan agar proses laktasi berjalan lancar. Berbagai masalah yang menyebabkan kegagalan dalam proses pemberian ASI eksklusif bisa dicegah dengan melakukan persiapan dimasa kehamilan, dengan demikian angka kegagalan dalam pemberian ASI eksklusif dapat diturunkan dan akan meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif.

Dari hasil analisis variabel kesiapan ibu untuk masalah pengetahuan mayoritas ibu mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang ASI eksklusif dengan rentang nilai 7- 10, namun kurang memahami untuk melakukan persiapan pada masa kehamilanya agar berhasil dalam memberikan ASI eksklusif nantinya. ibu-ibu yang memiliki literasi kesehatan reproduksi yang baik maka akan lebih kecil kemungkinan untuk melahirkan BBLR, bayi prematur, kematian bayi dan kegagalan dalam pemberian ASI eksklusif dibandingkan dengan kelompok dengan literasi kesehatan reproduksi lebih rendah,

Hasil analisis kesiapan ibu dalam pemberian ASI eksklusif ini tidak lepas dari dukungan keluarga yang diberikan, dimana dukungan keluarga pada ibu hamil sebesar 88,67% berada pada katagori sedang dengan rentang nilai 4-6. Sebagian besar ibu dalam penelitian ini mendapatkan dukungan dari keluarga hanya berupa pendampingan dengan mengantar saat pemeriksaan ANC. Suami dan keluarga belum menunjukkan rasa empati dan perhatian pada ibu, hal ini perlu mendapatkan perhatian dari pihak-pihak terkait serta tenaga kesehatan untuk memberikan intervensi.

(30)

2. Analysis Confirmatory Factor (CFA)

Analisis ini merupakan komponen sub model yang menyatakan bagaimana tiap-tiap variabel laten yang bersifat unobserved diukur. Secara teoritis tiap variabel adalah konstruk yang diukur dengan beberapa indikator yang bersifat observed. Koefisien hubungan standar dan uji statistiknya dapat digunakan untuk menganalisis signifikansi kontribusi tiap indikator dalam mengukur variabel yang disusunnya.

Perlu diketahui bahwa dalam sub model pengukuran suatu variabel latent, analisis SEM selalu menggunakan salah satu indikator sebagai semacam indikator referensi.

Indikator referensi ini ditetapkan memiliki koefisien regresi (unstandardized regression weight) sebesar 1 dan secara statistik memiliki hubungan atau kontribusi

yang signifikan untuk variabel yang diukurnya.

Variabel Eksogen Pengetahuan tentang ASI Eksklusif (X1)

Hasil analisis memperlihatkan angka-angka koefisien hubungan (standardized regression weight) antara tiap-tiap indikator dengan variabel pengetahuan tentang

ASI eksklusif beserta uji statistiknya. Selain indikator referensi dapat dilihat bahwa ada 2 indikator yang memiliki kontribusi signifikan dan ada 1 indikator yang memiliki kontribusi tidak signifikan seperti pada tabel dibawah ini

Tabel 4.14 Analisis Model Pengukuran Variabel Pengetahuan tentang ASI Eksklusif (X1)

No Indikator P Keterangan

Pengertian ASI eksklusif (X1.1) 0,729 - Signifikan Pengertian IMD (X1.2) 0,502 0,002 Signifikan Manfaat ASI eksklusif (X1.3) 0,249 0,033 Signifikan Teknik menyusui (X1.4) -0,013 0,901 Tidak Signifikan Signifikan p ≤ 0,05

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan didapat dari pendidikan dan pengalaman yang diperoleh, semakin tinggi pendidikan dan semakin banyak pengalaman akan menghasilkan kemampuan yang lebih baik dan cepat menerima informasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada umumnya ibu hamil memahami tentang pemberian ASI secara eksklusif, namun kurang memahami tentang tehnik menyusui secara benar. Pada variabel pengetahuan didapatkan hasil yang tidak

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian ketahanan luntur dalam air panas, air dingin, larutan sabun, dan tetesan asam memperlihatkan kayu jabon terwarnai ekstrak kulit kayu samak mengalami kelunturan yang

Beberapa penelitian di atas memberikan sebuah pemahaman bahwa manajemen pemasaran dalam konteks rumah sakit merupakan upaya yang dapat dilakukan agar

Peta tata guna lahan DAS Tapung tahun 2012 Sedangkan peta tata guna lahan yang telah disimulasikan beberapa tanah terbuka dan semak belukar di konservasi menjadi

Laporan resmi dikumpulkan sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan, setelah mendapat persetujuan (ACC) dari asisten kelompok

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada hipotesis pertama independensi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor dengan nilai sebesar 0.504, hasil hipotesis kedua

Berdasarkan tabel diatas variabel hasil analisis regresi logistik dalam analisis multivariat diperoleh bahwa yang paling berhubungan dengan perubahan siklus

Untuk persentuhan dengan kulit dalam waktu yang lama dan berulang, kenakan sarung tangan pelindung yang sesuai..

Faktor lain yang mendukung peningkatan produktivitas kerja adalah Motivasi Kerja, kurangnya motivasi kerja pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Serdang