• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keputusan Bekerja Tenaga Kerja Perempuan di Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Analisis Keputusan Bekerja Tenaga Kerja Perempuan di Jawa Timur"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Diterima:

Disetujui:

Penulis:

Triana Pujilestari1

E-mail: trianapuji12@gmail.com

1 Badan Pusat Statistik Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Indonesia.

Analisis Keputusan Bekerja Tenaga Kerja Perempuan di Jawa Timur

Triana Pujilestari1

Abstrak: Perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama seperti laki-laki untuk berperan serta dalam kegiatan perekonomian. Namun, masih terdapat kesenjangan yang cukup tinggi antara partisipasi angkatan kerja laki-laki dan perempuan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel karakteristik demografi, sosial dan ekonomi yang meliputi umur, status dalam rumah tangga, daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan, upah, dan pengalaman kerja terhadap keputusan bekerja tenaga kerja perempuan di Jawa Timur. Data yang dianalisis bersumber dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2020 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur dan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan regresi logistik multinomial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik demografi, sosial, dan ekonomi yang meliputi umur, daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan, upah, dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap keputusan untuk bekerja tenaga kerja perempuan di Jawa Timur. Temuan lainnya adalah tingkat pendidikan memberikan kontribusi terbesar yang berpengaruh terhadap keputusan bekerja perempuan di Jawa Timur.

Tingkat pendidikan tinggi pekerja perempuan menjadi variabel yang paling berpengaruh diantara variabel lain pada keputusan untuk pekerjaan pekerja perempuan di sektor tersier. Pekerja perempuan berpendidikan tinggi memiliki kesempatan untuk bekerja di sektor tersier dibandingkan dengan bekerja di sektor primer dan sekunder. Kualitas modal manusia dalam bentuk pendidikan sangat penting dalam menentukan keputusan partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja.

Dengan pendidikan yang lebih baik, perempuan akan lebih siap untuk berpartisipasi dengan cara yang lebih produktif di pasar tenaga kerja.

Women have the same rights and opportunities as men to participate in economic activities. However, there is still a fairly high gap between male and female labor force participation. This study aims to analyze the effect of demographic, social and economic characteristics variables which include age, household status, area of residence, education level, wages, and work experience on the work decisions of female workers in East Java. The data analyzed was sourced from the results of the August 2020 National Labor Force Survey (Sakernas) conducted by the Central Statistics Agency (BPS) of East Java Province and used a quantitative approach with multinomial logistic regression. The results showed that demographic, social, and economic characteristics including age, area of residence, education level, wages, and work experience had a significant effect on the decision to work for female workers in East Java. Another finding is that education level has the biggest influence on women's work decisions in East Java. The higher education level of female workers is the most influential variable among other variables on the decision to work for female workers in the tertiary sector.

Female workers with higher education have the opportunity to work in the tertiary sector compared to working in the primary and secondary sectors. The quality of human capital in the form of education is very important in determining women's participation decisions in the labor market. With better education, women will be better equipped to participate in a more productive way in the labor market.

Kata Kunci: tenaga kerja, perempuan, sakernas, regresi logistik multinomial

(2)

1. Pendahuluan

Salah satu keberhasilan pembangunan sumber daya manusia di Indonesia adalah peningkatan peran perempuan dalam bidang ketenagakerjaan. Meningkatnya pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi perempuan dalam bekerja (Siphambe & Motswapong, 2010; Ragoobur et al., 2011). Selain itu, perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama seperti laki-laki untuk berperan serta dalam kegiatan perekonomian (Melis, 2017). Peningkatan peran perempuan dalam perekonomian tersebut digambarkan oleh pertumbuhan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan yang cenderung naik.

Selama periode 5 (lima) tahun terakhir, TPAK laki-laki dan perempuan di Indonesia mengalami pertumbuhan yang relatif signifikan. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan di Indonesia pada bulan Agustus 2020 mencapai 53,13 persen, yang mana terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan Agustus 2016 yang hanya 50,77 persen. Sementara TPAK laki-laki dari periode Agustus 2016 yang mencapai 81,97 persen menjadi 82,41 di Agustus 2020. Masih terdapat kesenjangan yang cukup tinggi antara partisipasi angkatan kerja laki-laki dan perempuan, padahal diharapkan terjadi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam pasar tenaga kerja.

Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah tenaga kerja tertinggi kedua (16,32%) setelah Provinsi Jawa Barat (16,87%) jika dibandingkan dengan total tenaga kerja secara nasional. Namun, jika dipilah secara gender (Laki-laki dan Perempuan) Jawa Timur tercatat memiliki jumlah tenaga kerja perempuan tertinggi secara nasional. Lebih rinci, hasil Sakernas menunjukkan TPAK perempuan di Jawa Timur pada bulan Agustus 2020 mencapai 56,56 persen, yang mana terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan Agustus 2016 yang hanya 52,06 persen. Sementara TPAK laki-laki dari periode Agustus 2016 yang mencapai 80,89 persen menjadi 84,67 di Agustus 2020. Merujuk pada data ini, dapat dikatakan bahwa masih terdapat kesenjangan antara partisipasi angkatan kerja laki-laki dan perempuan di Jawa Timur. Hal ini menunjukkan masih rendahnya peran serta perempuan dalam pasar tenaga kerja dan cukup menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

Sumber: BPS (2018-2020)

Gambar 1. Perkembangan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Jawa Timur, 2016-2020 Peningkatan TPAK perempuan berkaitan dengan peningkatan pendidikan perempuan dan kesetaraan gender dalam pasar tenaga kerja. Perempuan tidak lagi dianggap hanya mengurus rumah tangga atau melakukan pekerjaan rumah tangga di rumah. Akan tetapi, perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam membantu meningkatkan ekonomi rumah tangga. Peran perempuan tidak hanya sebatas peran domestik dalam rumah tangga sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga sebagai peran publik yang umumnya dalam pasar tenaga kerja. Dapat diartikan bahwa hak-hak dan tanggungjawab serta akses dalam pasar tenaga kerja tidak tergantung dari jenis kelamin. Hal ini sejalan dengan tujuan ke-4 dari program pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan.

Perempuan berstatus kawin identik dengan perannya sebagai ibu rumah tangga dan pengasuh anak, sementara itu peran laki-laki berstatus kawin identik sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah. Perempuan berstatus kawin sebagai tenaga kerja menjadi bagian dari faktor produksi dalam kegiatan ekonomi, sementara di dalam rumah tangga

80.89 83.85 84.41 84.74 84.67

52.06 54.37 55.31 55.07 56.56

69.14 70.42 67.67 68.18 68.61

2016 2017 2018 2019 2020

Laki-Laki Perempuan Laki-Laki + Perempuan

(3)

bertanggung jawab dalam melakukan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak. Tansel (2002), melakukan penelitian tentang pertumbuhan ekonomi dan partisipasi tenaga kerja perempuan di Turki, menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan tingkat pendidikan berpengaruh pada peningkatan partisipasi tenaga kerja perempuan.

Keputusan bekerja merupakan keputusan yang berhubungan dengan pengalokasian waktu yang tersedia untuk bekerja (work) dan waktu luang (leisure), untuk memaksimalkan utilitas.

Jika individu memutuskan bekerja, maka individu tersebut akan menentukan berapa lama akan bekerja dan apa jenis pekerjaannya (Borjas, 2016:27-31). Setiap individu perempuan diasumsikan memiliki beberapa tingkat utilitas 𝑈 untuk setiap alternatif pilihan yang memungkinkan dalam keputusan berpartisipasi pada pasar tenaga kerja, selanjutnya akan memilih jenis atau sektor pekerjaan yang menawarkan utilitas tertinggi (Abraham et al., 2017).

Keputusan bekerja tenaga kerja perempuan dalam penelitian ini, berdasarkan pada keputusan bekerja menurut sektor ekonomi. Sektor ekonomi yang dimaksud meliputi sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier. Adapun yang termasuk sektor primer meliputi sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan dan penggalian. Sektor sekunder meliputi industri pengolahan, listrik, gas dan air, bangunan. Sektor tersier meliputi perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, sewa dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa lain termasuk pemerintahan (Sukirno, 2006).

Teori alokasi waktu Becker (1965) menyatakan bahwa alokasi waktu pada pasar tenaga kerja tergantung dari individu dan karakteristik rumah tangga yang sesuai dengan karakteristik pasar tenaga kerja. Teori alokasi waktu ini menyatakan bahwa setiap individu, dalam hal ini perempuan, akan mengalokasikan waktunya di pasar tenaga kerja dan atau bekerja di rumah dengan tujuan untuk memperoleh kepuasan. Sayidda dan Ismaini (2011) menggunakan teori alokasi waktu dalam penelitiannya dan hasilnya menyatakan bahwa perempuan cenderung bekerja di sektor non-pertanian.

Teori modal manusia menyatakan bahwa hubungan antara pendidikan dan tenaga kerja sangat berkorelasi (Ismail & Sulaiman, 2014). Keterkaitan teori modal manusia dengan penelitian ini yaitu pada variabel tingkat pendidikan dengan keputusan bekerja tenaga kerja perempuan. Tingkat pendidikan yang ditamatkan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh dalam keputusan bekerja tenaga kerja perempuan untuk memilih bekerja pada sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier. Siphambe dan Motswapong (2010) juga menyatakan bahwa pendidikan meningkatkan partisipasi bekerja tenaga kerja perempuan. Bratti (2003) juga menyatakan bahwa pendidikan berpengaruh signifikan terhadap partisipasi tenaga kerja perempuan berstatus kawin, bahkan pada masa mulai memiliki anak, perempuan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung untuk tetap berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja.

Kondisi struktur tenaga kerja perempuan tersebut sangat erat kaitannya dengan perubahan struktur perekonomian. Misalnya yang dialami Amerika Serikat selama periode 1950-1990 dimana terjadi peningkatan partisipasi tenaga kerja perempuan di sektor jasa, sementara partisipasi tenaga kerja perempuan menurun di sektor pertanian dan industri (Akbulut, 2011).

Di banyak negara berkembang, terutama di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Asia Selatan, sebagian besar perempuan aktif bekerja di sektor pertanian, meskipun dalam beberapa tahun terakhir sektor ini mengalami penurunan karena semakin banyak perempuan yang bekerja di sektor jasa (Verick, 2014). Hal yang sama terjadi di beberapa negara wilayah Sub Sahara Afrika, dimana lebih banyak perempuan bekerja di sektor jasa dibandingkan dengan sektor lainnya (Tingum, 2016).

Di Indonesia, perubahan struktur perekonomian ditandai dengan meningkatnya nilai tambah, penciptaan lapangan kerja, dan produktivitas tenaga kerja. Menurut Kariyasa (2011), perubahan struktur perekonomian Indonesia terlihat dari bergesernya peranan sektor primer (pertanian, pertambangan, dan galian) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang semakin menurun, diikuti oleh kecenderungan meningkatnya peran sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas, air, dan konstruksi) dan sektor tersier (perdagangan, hotel, restoran, angkutan, komunikasi, keuangan, persewaan, dan jasa). Pergeseran peran sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier yang mempengaruhi struktur tenaga kerja perempuan di Jawa Timur juga ditunjukkan oleh hasil Sakernas dalam kurun waktu 5 (lima) tahun yaitu 2016-2020. Persentase tenaga kerja perempuan sektor tersier cenderung meningkat hingga 17,29 persen, sementara sektor sekunder dan sektor primer cenderung menurun masing- masing 1,05 persen dan 16,24 persen.

(4)

Sumber : BPS (2020)

Gambar 2. Persentase Distribusi PDRB menurut Sektor di Jawa Timur, 2016-2020

Sumber: BPS (2020)

Gambar 3. Persentase Tenaga Kerja Perempuan menurut Sektor di Jawa Timur, 2016-2020 Studi empiris tentang pekerja perempuan telah banyak dilakukan sebelumnya oleh peneliti dari berbagai negara. Namun di Jawa Timur, persoalan pekerja perempuan masih diperlukan penelitian lebih lanjut sebagai bahan untuk pertimbangan pembuatan kebijakan. Olivetti dan Petrongolo (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa negara-negara yang mempunyai sektor jasa relatif kecil cenderung mempunyai tenaga kerja perempuan yang kecil. Akbulut (2011) juga melakukan penelitian tentang pertumbuhan sektor jasa dengan peningkatan tenaga kerja perempuan di Amerika Serikat. Hasilnya menyatakan bahwa peningkatan pertumbuhan produktivitas di sektor jasa berpengaruh pada peningkatan tenaga kerja perempuan.

Tingum (2016) menyatakan bahwa umur berpengaruh signifikan dan positif terhadap tenaga kerja perempuan untuk memilih bekerja di sektor jasa. Damisa et al (2007) dalam penelitian tentang tenaga kerja perempuan di Nigeria menyatakan bahwa umur berpengaruh negatif terhadap tenaga kerja perempuan untuk bekerja di sektor pertanian. Perempuan cenderung kurang produktif di sektor non-pertanian dibandingkan laki-laki (Nagler & Naude, 2017). Jenis kelamin kepala rumah tangga juga tidak berpengaruh signifikan, sedangkan tingkat pendidikan dan upah berpengaruh signifikan dan berdampak positif pada keputusan untuk memilih untuk bekerja di sektor non pertanian.

Berkaitan dengan lokasi tempat tinggal dan pengalaman kerja, tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan berstatus kawin dipengaruhi oleh lokasi tempat tinggalnya (Atieno 2006;

Sefiddashti et al., 2017). Perempuan yang tinggal di perkotaan lebih memilih bekerja di sektor non pertanian (Atieno, 2006; Sayyida dan Ismaini, 2011). Sementara itu, pengalaman kerja berpengaruh pada peningkatan jumlah tenaga kerja perempuan untuk bekerja (Olivetti, 2006).

Beberapa penelitian tentang tenaga kerja perempuan menyatakan bahwa perempuan cenderung bekerja di sektor non pertanian (Tingum, 2016). Nagler dan Naude (2017)

(5)

menyatakan hal senada bahwa tenaga kerja perempuan secara umum lebih memilih bekerja di sektor jasa. Namun, hasil tersebut berbanding terbalik dengan tenaga kerja perempuan di Pakistan yang cenderung bekerja di sektor pertanian (Nazir et al., 2013). Dari uraian diatas, masih ditemukan hasil penelitian yang berbeda-beda, sehingga permasalahan ini layak untuk dilakukan analisis lebih lanjut.

Merujuk pada hal tersebut, latar belakang penelitian ini muncul dari peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan secara signifikan dan adanya perubahan dalam struktur perekonomian Jawa Timur dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis keputusan terhadap partisipasi pekerja perempuan di Jawa Timur.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena melibatkan tiga sektor ekonomi yaitu sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier. Berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya hanya membandingan keputusan bekerja perempuan pada dua sektor ekonomi yaitu di sektor jasa dengan non jasa (Akbulut, 2011; Nagler dan Naude, 2017) dan sektor pertanian dengan non pertanian (Tingum, 2016; Sayidda dan Ismaini, 2017).

Penelitian ini menggunakan data mikro level individu hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Jawa Timur periode Agustus tahun 2020 dan akan dianalisis menggunakan alat analisis regresi logistik multinomial. Kelebihan penggunaan data Sakernas yaitu survei ini merupakan survei khusus tentang ketenagakerjaan yang fokus pada variabel-variabel yang berkaitan dengan tenaga kerja untuk menyediakan data pokok ketenagakerjaan yang berkesinambungan.

Keputusan bekerja yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu keputusan bekerja tenaga kerja dari perempuan berstatus kawin pada sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier yang akan dianalisis berdasarkan karakteristik demografi, sosial dan ekonomi meliputi umur, status dalam rumah tangga, daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan, upah, dan pengalaman kerja. Pengaruh karakteristik demografi, sosial dan ekonomi terhadap keputusan bekerja tenaga kerja perempuan di Jawa Timur akan diuji dan dianalisis berdasarkan probabilitas tenaga kerja perempuan untuk memilih bekerja di sektor primer, sektor sekunder, atau sektor tersier.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan regresi logistik multinomial untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel karakteristik demografi, sosial dan ekonomi yang meliputi umur, status dalam rumah tangga, daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan, upah, dan pengalaman kerja terhadap keputusan bekerja tenaga kerja perempuan di Jawa Timur.

Data yang dianalisis bersumber dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2020 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian adalah tenaga kerja perempuan yang bekerja menurut sektor/lapangan usaha dan berstatus kawin berdasarkan karakteristik umur, status dalam rumah tangga, daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan, upah, dan pengalaman kerja. Oleh karena itu, untuk kepentingan penelitian terlebih dahulu dilakukan proses pemilahan dan pembersihan data individu hasil sakernas. Dari hasil pemilahan diperoleh unit penelitian sebanyak 7.581 sampel.

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu keputusan bekerja tenaga kerja perempuan.

Tenaga kerja perempuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tenaga kerja perempuan berstatus kawin yang bekerja menurut sektor ekonomi yaitu jumlah tenaga kerja perempuan usia kerja (15 tahun dan lebih) yang telah berstatus kawin atau menikah dan bekerja pada sektor ekonomi baik sektor primer, sektor sekunder, maupun sektor tersier. Untuk menganalisis keputusan bekerja tenaga kerja perempuan di Jawa Timur, penelitian ini menggunakan pendekatan regresi logistik multinomial.

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel-variabel demografi, sosial, dan ekonomi sebagai berikut:

1) Umur (AGE)

Umur adalah usia individu yang diukur dalam satuan tahun. Umur dihitung dengan pembulatan ke bawah atau menurut tanggal bulan tahun pada ulang tahun terakhir.

Dalam penelitian ini, variabel umur berupa data numerik.

2) Status dalam rumah tangga (HOUS)

Variabel status rumah tangga yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu hubungan antara anggota rumah tangga. Variabel dummy status dalam rumah tangga yang

(6)

digunakan dalam penelitian ini yaitu: HOUS = 1, jika KRT; HOUS = 0, jika lainnya.

3) Daerah tempat tinggal (RES)

Variabel daerah tempat tinggal dalam penelitian ini dilakukan dengan mengelompokkan wilayah tempat tinggal menjadi wilayah perkotaan dan perdesaan.

Variabel dummy daerah tempat tinggal yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: RES

= 1, jika tempat tinggal perkotaan; RES = 0, jika tempat tinggal perdesaan.

4) Tingkat pendidikan (EDUC)

Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir yang ditamatkan berdasarkan ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki. Dalam penelitian ini, variabel pendidikan dikelompokkan menjadi tidak sekolah, sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah tinggi, sehingga variabel dummy tingkat pendidikan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

✓ EDUC1 untuk pendidikan yang ditamatkan sekolah dasar (SD/MI dan SMP sederajat).

EDUC1 = 1, jika tamat sekolah dasar; EDUC1 = 0, jika lainnya.

✓ EDUC2 untuk pendidikan yang ditamatkan sekolah menengah (SMA/SMK sederajat).

EDUC2 = 1, jika tamat sekolah menengah, EDUC2 = 0, jika lainnya.

✓ EDUC3 untuk pendidikan yang ditamatkan perguruan tinggi (Diploma (DI-DIV), Sarjana, Magister, dan Doktor). EDUC3 = 1, jika tamat sekolah tinggi, EDUC3 = 0, jika lainnya.

5) Upah (WAGE)

Upah adalah rata-rata imbalan yang diterima individu selama sebulan yang lalu dari pekerjaan utama dalam bentuk uang atau barang. Upah/penghasilan tersebut diukur dalam satuan rupiah. Dalam penelitian ini, variabel upah yang digunakan dalam bentuk logaritma natural.

6) Pengalaman kerja (EXPR)

Variabel pengalaman kerja yang dimaksud adalah kondisi seseorang yang berstatus bekerja dan pernah berhenti bekerja pada pekerjaan sebelumnya. Variabel dummy pengalaman kerja yang digunakan dalam penelitian ini yaitu EXPR = 1, jika punya pengalaman kerja; EXPR = 0, jika lainnya.

3. Hasil Dan Pembahasan 3.1 Hasil Penelitian

Gambaran umum tentang keadaan tenaga kerja perempuan di Indonesia disajikan dalam tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Karakteristik Umur, Tingkat Pendidikan dan Upah Tenaga Kerja Perempuan di Jawa Timur

Variabel

Umur Tingkat Pendidikan Upah

Mean St.

Deviasi No

School EDUC1 EDUC2 EDUC3 Mean St.

Deviasi Sektor

Primer 49,57 10,55 43,46% 24,53% 2,64% 0,51%

818.76

4 777.16

6 Sektor

Sekunde

r 41,07 10,54 14,30% 26,13% 27,93% 5,33% 1.460.9 13

1.405.6 33 Sektor

Tersier 42,27 11,08 42,23% 49,33% 69,43% 94,16% 1.819.9 70

2.015.4 65 Sumber : Sakernas Agustus 2020 (diolah)

Tabel 1 menunjukkan tenaga kerja perempuan yang bekerja di sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier memiliki rata-rata umur yang hampir sama yaitu kurang lebih 40 tahun. Persentase tenaga kerja perempuan yang memutuskan bekerja di sektor sekunder memiliki umur rata-rata paling rendah yaitu 41,07 tahun. Sementara itu, persentase terbesar tenaga kerja perempuan yang memutuskan di sektor primer memiliki umur rata-rata paling tinggi yaitu 49,57 tahun.

Partisipasi tenaga kerja perempuan di pasar tenaga kerja juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki. Persentase terbesar tenaga kerja perempuan yang memutuskan bekerja di sektor primer pada tingkat pendidikan tidak sekolah (43,46 persen), sedangkan persentase terbesar tenaga kerja perempuan yang memutuskan bekerja di sektor tersier berada pada tingkat pendidikan sekolah tinggi (94,16 persen). Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja perempuan yang tidak sekolah lebih banyak menjadi tenaga kerja di sektor primer dibandingkan dengan yang berpendidikan sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah tinggi, karena pada umumnya jenis pekerjaan di sektor primer tidak membutuhkan

(7)

kualifikasi tingkat pendidikan.

Tabel 2. Karakteristik Status Dalam Rumah Tangga, Daerah Tempat Tinggal, dan Pengalaman Kerja Tenaga Kerja Perempuan Jawa Timur

Variabel Bebas Min Max

Persentase Tenaga Kerja Perempuan Sektor

Primer

Sektor Sekunder

Sektor Tersier

Status dalam Rumah Tangga

Bukan KRT

0 1

16.56% 20.90% 62.54%

Kepala Rumah Tangga 21.50% 19.11% 59.39%

Daerah Tempat Tinggal

Pedesaan

0 1

28.86% 19.64% 51.49%

Perkotaan 8.46% 21.64% 69.90%

Pengalaman Kerja

Tidak Memiliki

0 1

18.53% 19.42% 62.05%

Memiliki 14.21% 22.84% 62.95%

Sumber : Sakernas Agustus 2020 (diolah)

Rata-rata upah tenaga kerja perempuan paling tinggi terdapat pada sektor tersier yaitu sebesar 2.015.465 rupiah, sedangkan rata-rata upah tenaga kerja perempuan di sektor primer dan sekunder masing-masing 777.166 rupiah 1.405.633 rupiah. Berdasarkan data upah rata-rata tersebut, sektor primer merupakan sektor yang memiliki upah rata-rata paling kecil dibandingkan sektor lainnya, sehingga sektor ini menjadi tidak menarik bagi tenaga kerja perempuan. Rendahnya upah rata-rata yang diterima tenaga kerja perempuan di sektor primer berpengaruh pada pergeseran lapangan pekerjaan dari sektor primer ke sektor lainnya yaitu sektor sekunder dan tersier. Sementara itu, sektor tersier memiliki upah rata-rata paling tinggi dibandingkan dengan dua sektor lainnya. BPS (2020:142-145) juga menyatakan bahwa tenaga kerja perempuan di sektor tersier memiliki upah rata-rata tertinggi dibanding sektor primer dan sekunder.

Berdasarkan status dalam rumah tangga, tenaga kerja perempuan yang menjadi kepala rumah tangga maupun bukan kepala rumah tangga cenderung memilih bekerja di sektor tersier. Persentase tenaga kerja perempuan berstatus sebagai kepala rumah tangga maupun tidak yang bekerja di sektor tersier masing-masing sebesar 59,39 persen dan 62,54 persen.

Lebih dari setengah jumlah tenaga kerja perempuan baik sebagai kepala rumah tangga (KRT) maupun bukan, cenderung memilih bekerja di sektor tersier dibanding dengan sektor lainnya.

Hal ini dikaitkan dengan upah yang diterima di sektor tersier lebih tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya. Persentase paling tinggi tenaga kerja perempuan yang bekerja di sektor tersier adalah tenaga kerja perempuan yang tidak menjadi kepala rumah tangga. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawabnya dalam mengurus rumah tangga.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, tenaga kerja perempuan yang tinggal di perdesaan bekerja di sektor primer yang mencapai 51,49 persen, sedangkan 69,90 persen tenaga kerja perempuan yang tinggal di perkotaan memilih bekerja di sektor tersier. Tenaga kerja perempuan yang tinggal di perkotaan memilih bekerja di sektor tersier karena dipengaruhi oleh fleksibilitas pekerjaan di sektor ini, terutama pekerjaan yang sifatnya informal dimana memungkinkan tenaga kerja perempuan melakukan dua pekerjaan sekaligus yaitu mengurus rumah tangga dan mendapatkan penghasilan (Hakim, 2011).

Berkaitan dengan kepemilikan pengalaman kerja, pekerja perempuan yang memiliki pengalaman kerja mendominasi jenis pekerjaan di sektor tersier. Persentase tenaga kerja perempuan yang memiliki pengalaman kerja dan bekerja di sektor tersier sebesar 62,95 persen, 22,84 persen bekerja di sektor sekunder dan 14,21 persen lainnya bekerja di sektor primer. Sementara itu, jika dilihat dari tenaga kerja perempuan yang tidak memiliki pengalaman pekerjaan; masih terlihat pola yang sama yaitu mayoritas bekerja di sektor tersier. Keputusan pekerja perempuan lebih memilih bekerja di sektor tersier sangat mungkin dipengaruhi oleh fleksibilitas mereka untuk keluar masuk pekerjaan di sektor ini.

Hasil empiris model regresi logistik multinomial disajikan berdasarkan tabel 3. Hasil regresi logistik multinomial keputusan bekerja tenaga kerja perempuan di Jawa Timur menunjukkan nilai pseudo R-squared adalah 0,1731. Dapat dikatakan bahwa dalam model tersebut,

(8)

karakteristik demografi, sosial dan ekonomi meliputi umur, status dalam rumah tangga, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal, upah, dan pengalaman kerja tenaga kerja perempuan sebagai variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat yaitu keputusan bekerja tenaga kerja perempuan di Jawa Timur sebesar 17,31 persen, sedangkan yang lain dipengaruhi oleh variabel lain di luar model. Model yang terbentuk sebagai berikut:

Model 1. Probabilitas pekerja perempuan bekerja di sektor sekunder

𝑙𝑛 ( 𝑃(𝑌 = 1|𝑥)

𝑃(𝑌 = 0|𝑥) ) = −3,761 − 0,048𝐴𝐺𝐸 + 1,141𝑅𝐸𝑆 + 0,567𝐸𝐷𝑈𝐶1 + 2,301𝐸𝐷𝑈𝐶2 + 2,212𝐸𝐷𝑈𝐶3 + 0,351𝐿𝑁_𝑊𝐴𝐺𝐸 + 0,397𝐸𝑋𝑃𝑅

Model 2. Probabilitas pekerja perempuan bekerja di sektor tersier

𝑙𝑛 ( 𝑃(𝑌 = 2|𝑥)

𝑃(𝑌 = 0|𝑥) ) = 3,426 − 0,027𝐴𝐺𝐸 + 1,177𝑅𝐸𝑆 + 0,330𝐸𝐷𝑈𝐶1 + 2,455𝐸𝐷𝑈𝐶2 + 4,309𝐸𝐷𝑈𝐶3 + 0,325𝐿𝑁_𝑊𝐴𝐺𝐸 + 0,374𝐸𝑋𝑃𝑅

Tabel 3. Hasil Regresi Logistik Multinomial Keputusan Bekerja Tenaga Kerja Perempuan di Jawa Timur Tahun 2020

Variabel

Model 1

(Sektor Sekunder) Model 2 (Sektor Tersier)

Odds Ratio Std Error Odds Ratio Std Error

(1) (2) (3) (4) (5)

AGE 0,953*** 0,004 0,973*** 0,004

HOUS (dummy) 0,877 0,205 1,005 0,173

RES (dummy) 3,131*** 0,085 3,246*** 0,075

EDUC1 (dummy) 1,764*** 0,124 1,391*** 0,095

EDUC2 (dummy) 9,984*** 0,199 11,643*** 0,179

EDUC3 (dummy) 9,131*** 0,393 14,331*** 0,389

LN_WAGE 1,420*** 0,048 1,384*** 0,042

EXPR (dummy) 1,488*** 0,084 1,454*** 0,075

Konstanta 0,023 0,676 0,033 0,601

Pseudo R2 0,1731

Prob > chi2 0,0000

Total Observasi 7.581

Keterangan : Kategori acuan variabel terikat = sektor primer

*** p < 0,01; ** p < 0,05; * p < 0,10

Sumber : Sakernas, Agustus 2020 (diolah)

𝑙𝑛 ( 𝑃(𝑌 = 1|𝑥)

𝑃(𝑌 = 0|𝑥) ) = −3,761 − 0,048𝐴𝐺𝐸 + 1,141𝑅𝐸𝑆 + 0,567𝐸𝐷𝑈𝐶1 + 2,301𝐸𝐷𝑈𝐶2 + 2,212𝐸𝐷𝑈𝐶3 + 0,351𝐿𝑁_𝑊𝐴𝐺𝐸 + 0,397𝐸𝑋𝑃𝑅

𝑙𝑛 (

𝑃(

𝑌 = 2

|

𝑥

)

𝑃(

𝑌 = 0

|

𝑥

)

) = 3,426 − 0,027𝐴𝐺𝐸 + 1,177𝑅𝐸𝑆 + 0,330𝐸𝐷𝑈𝐶1 + 2,455𝐸𝐷𝑈𝐶2 + 4,309𝐸𝐷𝑈𝐶3 + 0,325𝐿𝑁_𝑊𝐴𝐺𝐸 + 0,374𝐸𝑋𝑃𝑅

Model pertama menunjukkan semua variabel berpengaruh signifikan terhadap probabilitas tenaga kerja perempuan untuk memilih bekerja di sektor sekunder, kecuali status dalam rumah tangga. Variabel daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan, upah, dan pengalaman kerja memiliki pengaruh positif terhadap probabilitas tenaga kerja perempuan untuk bekerja

(9)

di sektor sekunder. Dilihat dari masing-masing karakteristik dalam model, karakteristik demografi yang secara signifikan tidak berpengaruh terhadap keputusan tenaga kerja perempuan bekerja di sektor sekunder adalah status dalam rumah tangga. Umur secara negatif mempengaruhi pemilihan pekerja perempuan untuk bekerja di sektor sekunder, sedangkan daerah tempat tinggal berpengaruh secara positif. Terkait karakteristik sosial, semua tingkatan pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pekerja perempuan untuk bekerja di sektor sekunder. Variabel upah dan pengalaman kerja dalam karakteristik ekonomi juga menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pekerja perempuan untuk bekerja di sektor sekunder.

Tabel 3 menunjukkan nilai odds ratio yang menggambarkan besarnya kecenderungan pengaruh variabel bebas dibandingkan variabel bebas acuan yang berpengaruh terhadap variabel terikat. Secara umum variabel yang memberikan kecenderungan terbesar pada peluang pekerja perempuan bekerja di sektor sekunder adalah tingkat pendidikan menengah dengan nilai odds rasio sebesar 9,98. Nilai odds ratio paling kecil yaitu pada variabel umur sebesar 0,953. Artinya, pada usia tertentu kecenderungan pekerja perempuan untuk memilih bekerja di sektor sekunder menurun sebesar 0,953 kali lebih besar dibandingkan dengan usia dibawahnya. Selain itu, peluang pekerja perempuan yang tinggal di wilayah perkotaan berpeluang 3,13 kali untuk memilih bekerja di sektor sekunder.

Model kedua menunjukkan bahwa variabel daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan, upah, dan pengalaman kerja berpengaruh positif pada keputusan bekerja tenaga kerja perempuan untuk bekerja di sektor tersier. Sementara itu, umur ditemukan memiliki pengaruh negatif terhadap probabilitas tenaga kerja perempuan untuk bekerja di sektor tersier. Semakin bertambahnya umur menurunkan peluang pekerja perempuan untuk bekerja di tersier dan memilih untuk tetap bekerja di sektor primer. Berdasarkan nilai odds rasio, tingkat pendidikan tinggi memiliki nilai odds rasio terbesar. Hal itu menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tinggi memiliki pengaruh besar pada probabilitas tenaga kerja perempuan untuk memilih bekerja di sektor tersier.

3.2 Pembahasan

Variabel umur pada model pertama berpengaruh secara signifikan pada keputusan tenaga kerja perempuan untuk bekerja di sektor sekunder. Dapat dikatakan bahwa variabel umur memiliki pengaruh negatif. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh tenaga kerja berusia tua yang telah pensiun tetapi masih aktif dalam pasar kerja cenderung berganti lapangan pekerjaan dan kebanyakan lapangan pekerjaan yang dijalani adalah sektor informal. Jenis pekerjaan sektor informal paling tinggi terdapat pada sektor primer. Ismail dan Sulaiman (2014) menyatakan hal yang sama. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya hubungan negatif antara umur dengan partisipasi tenaga kerja perempuan berstatus kawin. Semakin bertambah umur akan menurunkan partisipasi bekerja tenaga kerja perempuan berstatus kawin. BPS (2020b:26) dalam publikasinya juga menyatakan bahwa pada kelompok umur tua, angka Tingkat Pekerja Informal (TPI) semakin tinggi.

Daerah tempat tinggal berpengaruh positif pada keputusan tenaga kerja perempuan untuk bekerja di sektor sekunder dan tersier. Namun, probabilitas tenaga kerja perempuan yang tinggal di daerah perkotaan dan bekerja di sektor tersier lebih tinggi dibanding probabilitas tenaga kerja perempuan yang tinggal di daerah perkotaan dan bekerja di sektor sekunder.

Kondisi ini disebabkan oleh sempitnya lahan pertanian di perkotaan dan pesatnya perkembangan industri dan jasa. Tenaga kerja perempuan yang tinggal di daerah perkotaan cenderung bekerja di sektor non-pertanian (Atieno, 2006). Sayyida dan Ismaini (2011) menyatakan bahwa jenis pekerjaan perempuan dipengaruhi oleh lokasi tempat tinggal.

Tenaga kerja perempuan yang tinggal di perkotaan meningkat probabilitasnya untuk bekerja di sektor non pertanian.

Tingkat pendidikan berkontribusi pada keputusan tenaga kerja perempuan untuk bekerja di Jawa Timur. Model pertama menunjukkan bahwa semua tingkat pendidikan tenaga kerja perempuan signifikan dan berpengaruh positif pada keputusan untuk bekerja di sektor sekunder. Probabilitas tingkat pendidikan menengah tenaga kerja perempuan memiliki kecenderungan paling besar untuk bekerja di sektor sekunder. Semua tingkat pendidikan tenaga kerja perempuan juga signifikan dan berpengaruh positif pada keputusan untuk bekerja di sektor tersier. Namun pada model kedua, probabilitas paling besar terdapat pada variabel tingkat pendidikan sekolah tinggi, dimana setiap tenaga kerja perempuan dengan kualifikasi pendidikan sekolah tinggi memiliki probabilitas lebih besar untuk bekerja di sektor tersier. Hal ini disebabkan karena pendidikan memberikan akses ke peluang yang lebih baik pada pekerjaan yang memiliki upah relatif aman dan stabil. Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tenaga kerja perempuan (Ragoobur et al., 2011; Sefiddashti et al., 2017).

(10)

Berkaitan dengan variabel upah, kedua model menunjukkan hasil yang senada. Variabel upah berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan bekerja perempuan baik di sektor sekunder maupun tersier. Setiap kenaikan upah sebesar satu persen, kecenderungan tenaga kerja perempuan untuk bekerja di sektor tersier lebih besar dibanding bekerja di sektor primer.

Peningkatan jumlah tenaga kerja perempuan di sektor tersier kemungkinan dipengaruhi oleh upah rata-rata yang tinggi di sektor tersier dibandingkan dengan sektor lainnya. BPS (2020b:94) menyatakan bahwa tenaga kerja perempuan di sektor tersier memiliki upah rata- rata tertinggi dibanding dengan sektor lainnya. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rendall (2014). Rendall (2014) dalam penelitiannya menunjukkan terjadi peningkatan tenaga kerja perempuan yang berkerja di sektor jasa yang dipengaruhi oleh upah.

Berdasarkan variabel pengalaman kerja, tenaga kerja perempuan yang memiliki pengalaman kerja memiliki kecenderungan untuk bekerja di sektor sekunder dan tersier daripada bekerja di sektor primer. Hal ini disebabkan bahwa bekerja di sektor primer, terutama di sektor pertanian tradisional dan pertambangan, tidak memerlukan kualifikasi dan pengalaman kerja tertentu karena pekerjaan di sektor ini identik dengan tenaga kerja manual. Hasil yang sama yang menyatakan bahwa pengalaman kerja berpengaruh pada keputusan bekerja perempuan dinyatakan oleh Olivetti (2006); Caucutt et al (2002).

4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik multinomial, karakteristik demografi, sosial, dan ekonomi yang meliputi umur, daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan, upah, dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap keputusan untuk bekerja tenaga kerja perempuan di Jawa Timur. Hanya variabel status dalam rumah tangga yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan bekerja tenaga kerja peempuan di Jawa Timur. Variabel umur memiliki pengaruh negatif, Semakin bertambah umur akan menurunkan partisipasi bekerja tenaga kerja perempuan berstatus kawin. Berkaitan dengan karakteristik sosial, tingkat pendidikan juga memberikan kontribusi untuk keputusan untuk mempekerjakan pekerja perempuan di Jawa Timur. Tingkat pendidikan tinggi pekerja perempuan menjadi variabel yang paling berpengaruh diantara variabel lain pada keputusan untuk pekerjaan pekerja perempuan di sektor tersier. Pekerja perempuan berpendidikan tinggi memiliki kesempatan untuk bekerja di sektor tersier dibandingkan dengan bekerja di sektor primer dan sekunder. Upah memiliki peran penting dalam keputusan bekerja bagi tenaga kerja perempuan menurut sektor ekonomi. Upah rata-rata yang tinggi di sektor tersier mempengaruhi keputusan bekerja tenaga kerja perempuan, sehingga meningkatkan jumlah tenaga kerja perempuan dibandingkan dengan sektor primer.

4.2 Rekomendasi

Sejalan dengan temuan penelitian yang menunjukkan bahwa tenaga kerja perempuan di Indonesia meningkat probabilitasnya untuk bekerja di sektor tersier dibanding dengan sektor lainnya, menghasilkan implikasi yang pertama yaitu perlu adanya kebijakan untuk mendukung pertumbuhan bisnis di sektor tersier seperti penyediaan peralatan dan perlengkapan usaha berbasis rumahan atau usaha mikro kecil, kredit lunak usaha industri mikro kecil, dan lain-lain.. Implikasi kedua terkait dengan temuan yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan paling berpengaruh dibanding dengan variabel lainnya. Pemerintah harus fokus pada pendidikan bagi perempuan secara merata baik di perdesaan maupun perkotaan.

Perempuan tidak hanya dibekali secara akademis, namun perlu diberikan praktek berupa pelatihan dan keterampilan untuk mendorong pertumbuhan sektor sekunder dan sektor tersier. Penyetaraan pendidikan perempuan tersebut mampu meningkatkan peluang kerja dan dapat mengurangi jumlah tenaga kerja perempuan yang bermigrasi dari daerah perdesaan ke perkotaan. Penyediaan pendidikan bagi perempuan akan menjadi investasi yang bermanfaat dan menjadi mekanisme yang baik untuk merealisasikan pemberdayaan perempuan. Kualitas modal manusia dalam bentuk pendidikan sangat penting dalam menentukan keputusan partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja. Dengan pendidikan yang lebih baik, perempuan akan lebih siap untuk berpartisipasi dengan cara yang lebih produktif di pasar tenaga kerja.

(11)

Informasi Sitasi

Sitasi artikel ini sebagai: Analisis Keputusan Bekerja Tenaga Kerja Perempuan di Jawa Timur, Triana Pujilestari, Indonesian Journal of Human Resource Management (2022) Volume 1 No 1.

Daftar Referensi

Abraham, A. Y., Ohemeng, F. N. A., & Ohemeng, W.

(2017). Female Labour Force Participation:

Evidence from Ghana. International Journal of Social Economics, 44(11), 1489-1505.

Akbulut, R. (2011). Sectoral Changes and The Increase in Women's Labor Force Participation.

Macroeconomic Dynamics, 15(2), 240-264.

Badan Pusat Statistik. (2018). Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Jawa Timur Agustus 2018. Surabaya:

BPS Provinsi Jawa Timur.

---. (2020a). Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Jawa Timur Agustus 2020.

Surabaya: BPS Provinsi Jawa Timur.

---. (2020b).

Indikator Pekerjaan Layak di Indonesia 2020.

Jakarta: BPS RI.

Becker, G. S. (1965). A Theory of The Allocation of Time. The Economic Journal, 493-517.

Borjas, George J. (2016). Labor Economics (Seventh Edition). New York: McGraw-Hill.

Bratti, M. (2003). Labour Force Participation and Marital Fertility of Italian Women: The Role of Education. Journal of Population economics, 16(3), 525-554.

Damisa, M. A., Samndi, J. R., & Yohanna, M. (2007).

Women Participation in Agricultural Production: A Probit Analysis. Journal of Applied Sciences, 7(3), 412-414.

Ismail, R., & Sulaiman, N. (2014). Married Women Labor Supply Decision in Malaysia. Asian Social Science, 10(3), 221.

Kariyasa, K. (2001). Perubahan Struktur Ekonomi Dan Kesempatan Kerja Serta Kualitas Sumberdaya Manusia Di Indonesia. SOCA (Socio-Economic Of Agriculturre And Agribusiness).

Melis, M. (2017). Relevansi Peran Gender dan Kontribusi Ekonomi Perempuan untuk Mencapai Falah dalam Rumah Tangga. An Nisa´a: Jurnal

Kajian Gender dan Anak, 12(1), 65-76.

Nagler, P., & Naudé, W. (2017). Non-Farm Entrepreneurship in Rural Sub-Saharan Africa:

New Empirical Evidence. Food Policy, 67, 175-191.

Nazir, S., Khan, I. A., Shahbaz, B., & Anjum, F. (2013).

Rural Women’s Participation and Constraints in Agricultural Activities: A Case Study of District Nankana Sahib, Punjab. Pakistan Journal of Agricultural Sciences, 50(2), 317-322.

Olivetti, C & Petrongolo, B. (2014). Gender Gaps Across Countries and Skills: Demand, Supply and The Industry Structure. Review of Economic Dynamics, 17(4), 842-859.

Ragoobur, V.T., Ummersingh, S., Bundhoo, Y. (2011).

The Power to Choose: Women and Labour Market Decisions in Mauritius. Journal of Emerging Trends in Economics and Management Sciences, 2(3), 193- 205.

Sayyida & Ismaini, Z. (2011). Analisis Partisipasi Ekonomi Perempuan Dengan Metode Regresi Logistik Biner Bivariat. Prosiding Universitas Wirajaya Sumenep 2011: 278-290.

Sefiddashti, S. E., Rad, E. H., Mohamad, A. R. A. B., &

Bordbar, S. (2016). Female Labor Supply and Fertility in Iran: A Comparison Between Developed, Semi Developed and Less Developed Regions.

Iranian Journal of Public Health, 45(2), 186.

Siphambe, H., & Motswapong, M. (2010). Famale Participation in The Labour Market of Botswana:

Results from The 2005/06 Labour Force Survey Data. Botswana Journal of Economics, 7(11), 65- 78.

Sukirno, S. (2006). Teori Pengantar Ekonomi Makro.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tansel, A. (2002). Economic Development and Female Labor Force Participation in Turkey: Time Series Evidence and Cross Province Estimates. ERC Working Papers in Economics 01/05.

Tingum, E. N. (2016). Estimating The Likelihood of Women Working in The Service Sector in Formal Enterprises: Evidence From Sub-Saharan African Countries. Journal of Economics and Sustainable Development, 7(2), 51-64.

Verick, S. (2014). Female Labor Force Participation in Developing Countries. IZA World of Labor 87.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari pengolahan data ini menunjukan bahwa stabilitas atmosfer yang tinggi dan kecepatan angin yang rendah serta tidak adanya curah hujan menyebabkan partikulat yang

impor merupakan suatu perdagangan dengan cara memasukan barang dari luar negeri ke dalam daerah pabean dengan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah berlaku.

“Konsep belajar dimana gur u menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya

Kritikannya bahwa ia mengemukakan penyebab terjadinya kesalahan dalam penulisan sejarah merupakan kecendrungan untuk menerima begitu saja berita yang di dapatnya tanpa

EKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM INDONESIA.

Selain itu, tingginya rasio NPF dan BOPO yang disebabkan oleh tingginya tingkat kredit bermasalah dan besarnya beban operasional yang harus di tanggung oleh perbankan

Menurut Sayyid Qutb, Islam bukanlah pergerakan yang “defensif” yang sekarang ini secara teknis disebut dengan “perang defensif” ia menyatakan bahwa pemikiran seperti ini

Silabus yang dibuat agar terarah, hendaknya dikembangkan berdasarkan tatap muka (2 jam pelajaran), sehingga lebih terarah atau singkron antara apa yang ada dalam silabus dengan