• Tidak ada hasil yang ditemukan

JANGKA WAKTU SEWA-MENYEWA (IJARAH) DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1579 DAN HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JANGKA WAKTU SEWA-MENYEWA (IJARAH) DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1579 DAN HUKUM ISLAM"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

62 JANGKA WAKTU SEWA-MENYEWA (IJARAH) DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1579 DAN HUKUM

ISLAM

Lilik Erliani

STAI AL-Ma’arif Way Kanan Lilikerliani92@gmail.com

ABSTRAK

Dalam praktik sewa-menyewa, yang dimaksud dengan “waktu tertentu”

adalah jangka waktu yang dihitung menurut kelaziman, misalnya jumlah jam, hari, minggu, bulan, dan tahun. Waktu tertentu ini digunakan sebagai pedoman untuk menentukan lamanya sewa menyewa berlangsung, jumlah uang sewa, saat pembayaran uang sewa, dan berakhirnya waktu sewa.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode documenter yang berupa survey kepustakaan dan studi literature. Yakni mengumpukan data yang berupa sejumlah literature yang diperoleh dari perpustakaan dan tempat lain kemudian dipelajari dan telaah sehingga menghasilkan sebuah analisis yang menjadi jawaban dari permasalahan yang menjadi objek hukum.

Adapun teknik dalam analisa data menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif, analisis, yakni penulis mencoba mendeskripsikan sewa- menyewa dalam dua hukum tersebut kemudian menganalisis kesesuaian Jangka Waktu Sewa-Menyewa (Ijarah) Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1579 dan Sewa-Menyewa Dalam Hukum Islam. Dengan menggunakan metode tersebut dapat ditemukan bahwa ada perbedaan konsep pada jangka waktu sewa-menyewa dalam KUHPdt Pasal 1579 dan Hukum Islam.

Berdasarkan hasil penelitian, mengenai jangka waktu sewa-menyewa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1579 dan menurut hukum islam, Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1579 yang menjelaskan bahwa pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewa dengan menyatakan hendak memakai sendiri barang yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya. Dalam islam, jangka waktu sewa-menyewa (ijarah) tidak ada batas waktunya maka perlu diadakan penagihan sewak-waktu.

Kata Kunci: Sewa-Menyewa, Kitab Undang-Undang Hukum Perda, Hukum Islam.

A. Pendahuluan

Manusia sebagai mahluk hidup yang memiliki berbagai keperluan hidup telah disediakan oleh Allah SWT, beragam benda yang dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan yang beragam tersebut tidak dapat manusia berjalan sendiri. Dengan kata lain, manusia harus bekerja

(2)

63 sama dengan manusia lainnya seperti sewa menyewa. Hal itu dilakukan tentunya haruslah didukung oleh suasana yang tentram.

Jangka waktu sewa dinyatakan dengan “waktu tertentu” Apa yang dimaksud waktu tertentu? Dalam praktik sewa-menyewa, yang dimaksud dengan “waktu tertentu” adalah jangka waktu yang dihitung menurut kelaziman, misalnya jumla jam, hari, minggu, bulan, dan tahun. Jangka waktu tersebut dapat juga digunakan dalam bentuk carter, baik carter menurut waktu maupun carter menurut perjalanan. Bentuk carter biasa digunakan pada jasa pengangkutan darat, laut, udara, dan kereta api. Waktu tertentu ini digunakan sebagai pedoman untuk menentukan lamanya sewa menyewa berlangsung, jumlah uang sewa, saat pembayaran uang sewa, dan berakhirnya waktu sewa.1

Menurut ketentuan Pasal 1579 KUHPdt, pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewa-menyewa dengan menyatakan hendak memakai sendiri benda yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya.Pasal ini ditunjukkan dan hanya dapat diberlakukan pada sewa menyewa dengan waktu tertentu.Contohnya, orang yang sudah menyewakan bendanya untuk jangka waktu tiga tahun tidak dapat memutuskan sewa- menyewa jika jangka waktu tersebut belum berakhir walaupun dengan alasan hendak memakai sendiri benda yang disewakan itu.

Akan tetapi, apabila pihak yang menyewakan benda itu tidak menentukan jangka waktu sewa, dia berhak menghentikan sewa-menyewa setiap saat dengan mengindahkan waktu yang diperlukan untuk pemberitahuan penghentian sewa-menyewa menurut kebiasaan setempat. Namun, ketentuan sewa-menyewa yang diatur dalam buku III Bab VII KUHPdt berlaku untuk semua sewa-menyewa benda bergerak dan tidak bergerak, baik dengan waktu tertentu maupuntidak tertentu karena waktu tertentu “bukan syarat mutlak”

untuk perjanjian sewa-menyewa.2

Dalam kitab Fathul Mu’in dijelaskan bahwa penyewa adalah menjadi orang kepercayaan pemegang barang persewaan selama masa persewaan, jika ditentukan dengan masa, atau selama masa kebiasaan mengambil manfaatnya, jika ditentukan masa sewanya dengan tempat bekerja.3

Dan juga menjadi orang kepercayaan setelah habis masa persewaan tersebut selama ia tidak mempergunakan barang persewaan, karena sebagai kelanjutan apa yang telah ada, dan karena ia tidak berkewajiban mengembalikan barang tersebut ataupun biaya pengembaliannya. Bahkan jika

1 Abdul Kdir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Bandung:PT Citra Aditya Bakti, 2017, Hal. 347.

2Ibid. hal. 348

3Aliy As’ad, moh tolchah Mansor. Terjemah Fathul Mu’in. Kudus: Menara Kudus, 1980, Jilid 2, hal. 295.

(3)

64 salah satu dari dua hal ini di persyaratkan, maka akad ijarah dianggap fasid (batal).

Qs. Az-Zukhruf ayat 32 :

Artinya:” Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu?Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.

QS. Al-Maidah ayat 1:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini penelitian kepustakaan, maka sumber data adalah studi kepustakaan, yaitu dengan mengkaji dan menelaah berbagai buku yang mempunyai hubungan dengan kajian penelitian dan mengumpukan data yang berupa sejumlah literature yang diperoleh dari perpustakaan dan tempat lainkemudian dipelajari dan telaah sehingga menghasilkan sebuah analisis yang menjadi jawaban dari permasalahan yang menjadi objek hukum

Teknik pengumpulan data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normative, juga disebut dengan sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Dikatakan sebagai penelitian perpustakaan ataupun studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.

Teknik analisis Data-data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif yakni penulis mencoba mendeskripsikan sewa-menyewa dalam dua pandangan hukum yakni Sewa-Menyewa Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1579 dan Sewa-Menyewa Dalam Hukum Islam.

C. Kajian Teori

1. Pengertian Sewa-Menyewa

Sewa-menyewa adalah perjanjian, dimana pihak yang menyewakan mengikatkan diri untuk memberikan kepada pihak penyewa kenikmatan atas suatu benda selama waktu tertentu dengan pembayaran harga sewa tertentu (KUHPdt Pasal 1548). Berdasarkan definisi diatas, dalam perjanjian sewa- menyewa terdapat dua belah pihak yaitu pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa. Pihak yang menyewakan mempunyai kewajiban menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang menyewa atau

(4)

65 pihak penyewa. Sedangkan pihak yang menyewa atau pihak penyewa adalah membayar harga sewa. Barang yang diserahkan dalam sewa-menyewa tidak untuk dimiliki seperti halnya dalam jual beli, tetapi hanya untuk dipakai atau dinikmati kegunaannya. Sehingga penyerahan barang dalam sewa- menyewa hanya bersifat menyerahkan kekuasaan belaka atas barang yang disewa tersebut.

Berdasarkan pada rumusan pasal tersebut, dapat diidentifikasi empat unsur utama sewa menyewa, yaitu subjek sewa-menyewa, perbuatan sewa- menyewa, objek sewa menyewa, dan jangka waktu sewa-menyewa.

Perjanjian sewa-menyewa ini sebagaimana halnya perjanjian jual-beli adalah perjanjian konsensualisme yang bebas bentuknya. Dapat dibuat secara tertulis dan lisan. Harga sewa tidak harus selalu berupa uang, tetapi dapat berupa prestasi lain.4

Istilah sewa menyewa menyatakan bahwa terhadap dua pihak yang saling membutuhkan sesuatu. Pihak pertama disebut “yang menyewakan”, yaitu pihak yang membutuhkan sejumlah uang sewa dan pihak kedua disebut “penyewa”, yaitu pihak yang membutuhkan atas suatu benda yang ingin dinikmati melalui proses tawar-menawar (offer and acceptance).

Pihak pertama disebut pihak yang menyewakan dan pihak kedua disebut pihak penyewa.

Akan tetapi, secara khusus, sewa-menyewa dapat menjadi mata pencaharian bagi pihak yang menyewakan benda.Dalam hubungan ini, pihak yang menyewakan benda dapat berstatus sebagai pengusaha, produsen (profit oriented), sedangkan pihak penyewa dapat sebagai manusia pribadi, konsumen, badan hukum yang menikmati benda.5Perjanjian sewa-menyewa bertujuan hanyalah memberikan hak pemakaian saja kepada pihak penyewa.Sehingga status ha katas benda yang diserahkan oleh yang menyewakan kepada pihak penyewa dapat juga bukan benda yang berstatus hak milik. Dengan kata lain, bahwa benda yang disewakan tersebut dapat benda berupa hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan lain-lain. Oleh karenanya dalam perjanjian sewa-menyewa yang penting ialah hak perorangan dan bukanlah hak kebendaan.

Perjanjian sewa-menyewa bertujuan hanyalah memberikan hak pemakaian saja kepada pihak penyewa. Sehingga status ha katas benda yang diserahkan oleh yang menyewakan kepada pihak penyewa dapat juga bukan benda yang berstatus hak milik. Dengan kata lain, bahwa benda yang disewakan tersebut dapat benda berupa hak milik, hak guna bangunan, hak

4 Djaja S. Meliala. Hukum Perjanjian Khusus. Bandung: Nuansa Aulia. 2012. Hal. 58

5 Abdulkadir Muhammad. HukumPerdata Indonesia. Bandung: PT CitraAditya Bakti, 2017, Hal. 345

(5)

66 guna usaha, hak pakai dan lain-lain. Oleh karenanya dalam perjanjian sewa- menyewa yang penting ialah hak perorangan dan bukanlah hak kebendaan.

Yang dimaksud dengan hak perorangan (personenrecht) adalah hak yang terjadi karena hubungan seseorang dengan orang lain. Hal ini diatur dalam Buku I KUHPdt.Sedangkan yang dimaksud dengan hak kebendaan (jakelijkrecht) adalah hak yang terjadi karena hubungan seseorang dengan benda. Hal ini diatur dalam Buku II KUHPdt.

2. Hak Dan Kewajiban Pihak Yang Menyewakan Dan Penyewa

Hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima harga sewa atau uang sewa yang ditentukan atas kesepakatan dua belah pihak. Sedangkan kewajiban pihak yang menyewakan telah diatur dalam KUHPdt pasal 1550.

Menurut ketentuan Pasal 1550 KUHPdt, pihak yang menyewakan mempunyai tiga kewajiban yang wajib dipenuhi, yaitu:

a. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa.

b. Memelihara barang yang disewakan sedemikian, hingga barang itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan.

c. Menjamin penyewa untuk menikmati benda sewaan selama berlangsungnya sewa-menyewa.6

3. Bentuk Perjanjian Sewa-Menyewa

Perjanjian sewa-menyewa dapat dibuat secara tertulis dan dapat pula secara tidak tertulis yaitu:7

a. Secara Tertulis

Apabila dibuat secara tertulis, berlakulah ketentuan Pasal 1570 KUHPdt.Menurut ketentuan pasal tersebut, apabila sewa-menyewa dibuat secara tertulis, sewa-menyewa itu berakhir demi hukum jika waktu sewa yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukan pemberitahuan untuk itu.

b. Secara Tidak Tertulis

Apabila perjanjian sewa menyewwa dibuat secara tidak tertulis, berlakulah ketentuan Pasal 1571 KUHPdt.Menurut ketentuan pasal tersebut, apabila perjanjian sewa-menyewa dibuat secara tidak tertulis, sewa-menyewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, tetapi apabila pihak yang menyewakan hendak menghentikan sewa-menyewa, dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. Jadi, tanpa pemberitahuan tersebut, pihak yang

6 Abdulkadir Muhammad. HukumPerdata Indonesia. Bandung: PT CitraAditya Bakti, 2017, Hal. 353-354.

7 Abdulkadir Muhammad. HukumPerdata Indonesia. Bandung: PT CitraAditya Bakti, 2017, Hal. 349

(6)

67 menyewakan dianggap telah menyetujui perpanjangan sewa-menyewa untuk jangka waktu yang sama.

4. Resiko Dalam Sewa-Menyewa

Perjanjian sewa-menyewa sebagai perjanjian bernama mempunyai risiko atas musnahnya barang yang disewakan. Risiko adalah suatu ajaran yang mewajibkan seseorang untuk memikul suatu kerugian, jikalau ada suatu kejadian diluar kemampuan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek kejadian. Dalam perjanjian sewa-menyewa ini, barang itu berada pada pihak penyewa.Persoalannya, apakah barang yang menjadi objek sewa itu hancur atau musnah, yang bukan disebabkan oleh pihak penyewa.

5. Berakhirnya Sewa-Menyewa

Perjanjian sewa-menyewa dapat berakhir secara normal ataupun tidak normal, yakni:

a. Berakhir secara normal artinya perjanjian sewa-menyewa telah dipenuhi sebagaimana mestinya sesuai dengan waktu yang disepakati dan k Berakhir secara tidak normal artinya perjanjian sewa-menyewa tidak terpenuhi sebagaimana mestinya sehingga sebelum jangka waktu sewa habis, sewa-menyewa dihentikan.

b. Kedua belah pihak telah mencapai tujuannya.

6. Sewa-Menyewa Dalam Hukum Islam

Ijarah secara etimologi adalah masdar dari kata رجٴاي -رجا (ajara-ya’jiru), yaitu upah yang diberikan sebagai kompensasi sebuah pekerjaan. Al-ajru berarti upah atau imbalan untuk sebuah pekerjaan. Al-ajru makna dasarnya adalah pengganti, baik yang bersifat materi maupun immateri. Al-Syarbini mendefinisikan ijarah sebagai berikut:

“Akad untuk menukar manfaat suatu barang dengan sesuatu, dimana manfaat tersebut merupakan manfaat yang halal dan dibolehkan oleh syara”8 a. Dasar Hukum Ijarah

Ulama bersepakat bahwa ijarah diperbolehkan. Ulama memperbolehkan ijarah berdasarkan dari Al-Qur’an, hadits / Al-Sunnah dan ijma’. Dasar hukum dari Al-Qur’an antara lain: Qs. Az-Zukhruf ayat 32:

Artinya:” Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu?

Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian

8 Imam Mustofa. Fiqih Mu’amalah Kontemporer.(Depok: Rajawali Pers, 2019). h. 101

(7)

68 mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.9

b. Rukun dan Syarat Ijarah

Umumnya dalam kitab fiqih disebutkan bahwa rukun ijarah adalah pihak yang menyawa (musta’jir), pihak yang menyewakan (mu’jir), ijab dan Kabul (sigah), manfaat barang yang disewakan dan upah.

Dalam kitab terjemah Fathul Mu’in dijelaskan bahwa syarat ijarah antara lain:10

1) Ijab dan qabul

2) Adanya penyewa dan pemberi sewa 3) Adanya barang yang disewakan 4) Sewa/jasa dan upah/harga sewa

D. Hasil dan Pembahasan

1. Jangka Waktu Sewa Menyewa Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1579

Jangka waktu sewa dinyatakan dengan “waktu tertentu”. Apakah yang dimaksud dengan waktu tertentu? Dalam praktik sewa-menyewa, yang dimaksud dengan “waktu tertentu” adalah jangka waktu yang dihitung menurut kelaziman, misalnya jumlah jam, hari, minggu, bulan, dan tahun.

Jangka waktu tersebut dapat juga digunakan dalam bentuk carter, baik carter menurut waktu maupun carter menurut perjalanan. Bentuk carter dapat digunakan pada jasa pengangkutan darat, laut, udara, dan kereta api.

Waktu tertentu ini digunakan sebagai pedoman untuk menentukan lamanya waktu sewa-menyewa berlangsung, jumlah uang sewa, saat pembayaran uang sewa, dan berakhirnya waktu sewa.

Syarat mengenai “waktu” atau “waktu tertentu”, bukan merupakan syarat mutlak, karena perjanjian sewa-menyewa dapat dilakukan tanpa menentukan jangka waktu. Dalam hal tidak ditentukan jangka waktu tertentu, maka pemilik berhak menghentikan sewa itu setiap saat, sepanjang ia (pemilik) mengindahkan cara-cara dan jangka waktu yang diperlukan untuk memberitahukan pengakhiran sewa-menyewa menurut kebiasaan setempat.

Dalam Pasal 1579 KUHPdt dijelaskan bahwa “pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewa dengan menyatakan hendak memakai sendiri barang yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan

9Departemen Agama Republik Indonesia.Al-Qur’an Dan Terjemahnya. (Jakarta: PT Kumudasmoro Grafindo Semarang, 1994), h. 798.

10Aliy As’ad, Moh Tolchah Mansor. Terjemah Fathul Mu’in. (Kudus: Menara Kudus, 1980), h. 286

(8)

69 sebaliknya”. Pasal ini hanya dapat ditujukan terhadap perjanjian sewa- menyewa dengan waktu tertentu atau sewa-menyewa yang dibuat secara tertulis.

Artinya bahwa seorang yang sudah menyewakan suatu barang, misalnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, tidak boleh menghentikan sewanya sebelum jangka waktu tersebut habis, dengan alasan ingin memakai sendiri barang yang disewakan.

Apabila dibuat secara tertulis, sewa-menyewa itu berakhir demi hukum jika waktu sewa yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukan pemberitahuan untuk itu. Jadi jika sewa menyewa dibuat secara tertulis, maka penyewa berkewajiban mengembalikan barang yg disewanya kepada orang yang menyewakan tanpa harus diberitahu terlebih dahulu.

Apabila perjanjian sewa menyewa dibuat secara tidak tertulis, sewa- menyewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, tetapi apabila pihak yang menyewakan hendak menghentikan sewa-menyewa, dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. Jadi, tanpa pemberitahuan tersebut, pihak yang menyewakan dianggap telah menyetujui perpanjangan sewa-menyewa untuk jangka waktu yang sama.

2. Jangka Waktu Sewa-Menyewa (Ijarah) Dalam Islam

Dalam islam, yang tidak ada batas waktunya maka perlu diadakan penagihan sewak-waktu, sebaliknya jika tenggang waktu disebutkan dalam perjanjian, maka kewajiban membayar kembali hutang adalah pada waktu yang telah ditentukan dan perjanjian yang memakai waktu harus ditunggu sampai habis waktunya.

Akad ijarah dapat berakhir karena hal-hal berikut ini:

a. Meninggalnya salah satu pihak yang melakukan akad. Ini menurut pendapat Hanafiyah. Sedangkan menurut jumhur ulama, kematian salah satu pihak tidak mengakibatkan fasakh atau berakhirnya akad ijarah. Hal tersebut dikarenakan ijarah merupakan akad yang lazim, seperti halnya jual beli, dimana musta’jir memiliki manfaat atas barang yang disewa dengan sekaligus sebagai hak milik yang tetap, sehingga bisa berpinda kepada ahli waris.

b. Iqalah, yaitu pembatalan oleh kedua belah pihak. Hal ini karna ijarah adalah akad mu’awadhah (tukar-menukar), harta dengan harta sehingga memungkinkan untuk dilakukan pembatalan (iqalah) seperti halnya jual beli.

c. Rusaknya barang yang disewakan, sehingga ijarah tidak mungkin untuk diteruskan.

(9)

70 d. Telah selesainya masa sewa, kecuali ada udzur. Misalnya sewa tanah untuk ditanami, tetepi ketika masa sewa sudah habis, tanaman belum bisa dipanen. Dalam hal ini ijarah dianggap belum selesai.

E. Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian-uraian mengenai jangka waktu sewa-menyewa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1579 dan menurut hukum islam, maka dapat disimpulkan bahwa: Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1579 yang menjelaskan bahwa pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewa dengan menyatakan hendak memakai sendiri barang yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya. Jika sewa menyewa dibuat secara tertulis, maka penyewa berkewajiban mengembalikan barang yg disewanya kepada orang yang menyewakan tanpa harus diberitahu terlebih dahulu. Tetapi jika sewa-menyewa dibuat secara tidak tertulis, sewa- menyewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, tetapi apabila pihak yang menyewakan hendak menghentikan sewa-menyewa, dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.

Dalam Islam, jangka waktu sewa-menyewa (ijarah) jika tidak ada batas waktunya maka perlu diadakan penagihan sewak-waktu, sebaliknya jika tenggang waktu disebutkan dalam perjanjian, maka kewajiban membayar kembali hutang adalah pada waktu yang telah ditentukan dan perjanjian yang memakai waktu harus ditunggu sampai habis waktunya.

DAFTAR PUSATAKA

Abdul Kdir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Bandung:PT Citra Aditya Bakti, 2017.

Aliy As’ad, moh tolchah Mansor. Terjemah Fathul Mu’in. Kudus: Menara Kudus, Jilid 2.1980.

Ahmad Wardi Muslich. Fiqh Mu’amalat. Jakarta: Amzah, 2017.

Djaja S. Meliala. Hukum Perjanjian Khusus. Bandung: Nuansa Aulia. 2012.

Imam Mustofa. Fiqih Mu’amalah Kontemporer.Depok: Rajawali Pers, 2019.

Suratman, Phillips Dillah. Metode Penelitian Hukum. Bandung: Alfabeta, 2014.

Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia. 2013.

(10)

71 Suratman, Phillips Dillah. Metode Penelitian Hukum. Bandung: Alfabeta, 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel tersebut dapat diartikan bahwa cluster 1 dicirikan dengan pH, salinitas, dan tebal lumpur yang rendah serta suhu yang sedang dan oksigen terlarut yang

Berdasarkan pendidikan kepala rumah tangganya, rumah tangga miskin di perkotaan yang kepala rumah tangganya di atas SD pengeluaran untuk konsumsi rokok nyata lebih tinggi

Dari semua ordo dalam kelas Polypodiophyta, ordo Polypodiales mempunyai bentuk dan susunan sori yang sangat beragam seperti berbentuk garis pada tepi daun,

Dalam jual beli Account Clash of Clans Via Online tidak memenuhi asas dari akad karena akibat yang ditimbulkan oleh jual beli tersebut. mengandung jebakan dan jual beli

Dengan menggunakan Algoritma Greedy pada graph di atas, hasil akhir yang akan didapatkan sebagai jarak terpendek adalah A-C-D-E-F-B.. Hasil jarak terpendek yang

Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPS sebagai alternative tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan hasil

Berdasarkan paparan data dan temuan penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunkana media lingkungan dapat meningkatkan

Dalam penelitian ini, pengkategorian otomatis artikel ilmiah dilakukan dengan menggunakan kernel graph yang diterapkan pada graph bipartite antara dokumen artikel