• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MEMAINKAN INSTRUMEN GAMELAN KETHUK UNTUK SD SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MEMAINKAN INSTRUMEN GAMELAN KETHUK UNTUK SD SKRIPSI"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

i PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MEMAINKAN INSTRUMEN GAMELAN KETHUK UNTUK SD

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Juguntorowati NIM: 141134247

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2018

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv PERSEMBAHAN

Karya tulis ini peneliti persembahkan kepada:

1. Tuhan YME yang selalu melimpahkan berkat dan kasih-Nya.

2. Kedua orang tua tercinta, Bapak Suprawoto dan Ibu Budiyah sebagai motivator dalam hidup saya yang selalu mengasihi tanpa pamrih dan berjuang tanpa mengenal lelah untuk kebahagiaan serta masa depan anak- anaknya.

3. Adik terkasih, Riputri yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat.

4. Keluarga Bapak Sunardi yang selalu memberikan dukungan moral.

5. Ibu Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum. dan Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. yang selalu sabar membimbing dan mendampingi saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi.

6. Sahabat-sahabat PGSD angkatan 2014.

7. Almamater Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(5)

v MOTTO

Apa yang kita terima adalah imbas dari apa yang kita lakukan. Ketika kita baik kepada orang lain, orang lain juga akan baik kepada kita.

(Juguntorowati)

Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sedangkan harta terhukum. Harta

akan berkurang apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan bertambah apabila dibelanjakan.

(Sayidina Ali bin Abi Thalib)

Bermimpilah seakan kau hidup selamanya. Hiduplah seakan kau akan mati hari ini.

(James Dean)

(6)

vi PERTANYAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 4 Mei 2018 Peneliti

Juguntorowati

(7)

vii LEMBAR PERTANYAAN PESETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Juguntorowati

Nomor Mahasiswa : 141134247

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah saya yang berjudul:

“PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MEMAINKAN INSTRUMEN GAMELAN KETHUK UNTUK SD”

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian Pertanyaan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 4 Mei 2018 Yang menyatakan

Juguntorowati

(8)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MEMAINKAN INSTRUMEN GAMELAN KETHUK UNTUK SD

Juguntorowati

Universitas Sanata Dharma 2018

Analisis kebutuhan dalam penelitian ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada 15 siswa yang mengikuti ekstrakurikuler karawitan dan wawancara kepada dua praktisi gamelan. Hasil penyebaran kuesioner menunjukkan informasi belum ada buku tentang memainkan gamelan untuk SD, karena 80% siswa belum pernah membaca buku memainkan gamelan dan 20%

siswa hanya pernah membaca buku tuntunan sekar macapat. Dari wawancara didapatkan informasi belum ada buku tentang memainkan gamelan yang mengandung nilai-nilai budi pekerti untuk SD. Berdasarkan data tersebut, peneliti mengembangkan prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan kethuk untuk SD.

Jenis penelitian yang digunakan adalah Research & Development dengan menggunakan enam metode penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono, meliputi 1) potensi dan masalah, 2) pengumpulan data, 3) desain produk, 4) uji validasi desain, 5) revisi desain, 6) uji coba produk. Prototipe buku divalidasi oleh ahli gamelan dan ahli bahasa mendapat skor rata-rata 3,65 (dari interval 1-4) dalam klasifikasi “sangat baik” dengan beberapa catatan untuk revisi. Oleh karena itu, prototipe buku layak diujicoba setelah direvisi.

Ujicoba produk dilakukan di SD Kanisius Kumendaman Yogyakarta yang diikuti oleh 15 siswa kelas VI. Hasil uji coba produk menunjukkan bahwa siswa memahami nilai-nilai budi pekerti yang didapatkan penabuh saat memainkan gamelan dengan skor 3,60 yang masuk dalam klasifikasi “sangat baik” dan nilai konsentrasi dalam memainkan instrumen kethuk dengan skor 3,73 dalam klasifikasi “sangat baik”. Perolehan skor tersebut menunjukkan bahwa prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan kethuk untuk SD memiliki kualitas “sangat baik” dan layak digunakan sebagai sarana literasi di SD.

Kata kunci: pengembangan, prototipe buku, pendidikan budi pekerti, gamelan.

(9)

ix ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF BOOK PROTOTYPE OF CHARACTER EDUCATION IN PLAYING KETHUK INSTRUMENT OF GAMELAN FOR

ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS Juguntorowati

University of Sanata Dharma 2018

Needs analysis in this research was obtained through questionnaire distributed to 15 elementary students who followed extracurricular karawitan and interview with two gamelan practitioners. In addition, the results of the questionnaire showed that there were no books about playing gamelan for elementary school, because 80% of children had never read books related to playing gamelan and 20% of children had only read guidebooks about sekar macapat. Interviews were conducted obtained information there is no book about playing gamelan that contains the values of character for elementary school.

Based on these data, the researchers developed a prototype product of character education books in playing kethuk instrument of gamelan for elementary school students.

The research type used in this study was Research & Development by using six research and development methods according to Sugiyono, covering 1) potential and problem, 2) data collection, 3) product design, 4) design validation test, 5) design revision, 6) product trial. The prototype was validated by a gamelan experts and linguists with an average score of 3.65 (from interval 1-4), the score was included in the "excellent" classification with some notes for revision. Thus, the prototype of the book was worthy of trial after being revised.

The product trial was conducted at Kanisius Kumendaman Yogyakarta Elementary School, which was attended by 15 students of sixth grade. The results of the product test showed that the students understood the values of the characters who got the drummer while playing the gamelan with a score of 3.60 which entered in the "excellent" classification and the value of concentration in playing instrument kethuk with score 3,73 in the "excellent" classification. The scores indicate that the a prototype product of character education books in playing kethuk instrument of gamelan for elementary school students has

"excellent" quality so that is suitable for use as a literacy facility in elementary school.

Keywords: development, book prototype, character education, gamelan.

(10)

x KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat, rahmat dan cinta-Nya yang telah dilimpahkan kepada peneliti melalui perhatian dan uluran kasih keluarga, para dosen dan teman-teman, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan tepat waktu. Skripsi yang berjudul “PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MEMAINKAN INSTRUMEN GAMELAN KETHUK UNTUK SD” disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Yohanes Haryoso, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, M.Si., M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Ibu Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum. selaku Dosen pembimbing I yang telah sabar mendampingi, membimbing, dan mengarahkan peneliti selama menyelesaikan penulisan skripsi.

5. Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Dosen pembimbing II yang telah sabar membimbing dan mengarahkan peneliti selama menyelesaikan penulisan skripsi.

6. Validator ahli gamelan dan ahli bahasa yang telah memvalidasi prototipe buku yang peneliti kembangkan .

7. Bapak Pramono selaku ilustrator prototipe buku.

8. Siswa-siswi kelas V dan VI SD Kanisius Kumendaman Yogyakarta tahun pelajaran 2017/2018 yang terlibat dalam penelitian.

9. Kedua orang tua, Bapak Suprawoto dan Ibu Budiyah yang telah setia membimbing dan mendoakan dalam setiap langkah peneliti.

10. Riputri yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi.

(11)

xi 11. Keluarga Bapak Sunardi yang telah membimbing peneliti selama menuntut

ilmu di Yogyakarta.

12. Palupi dan Vicensia Nataliardila yang menjadi sahabat baik untuk berbagi keluh kesah selama menuntut ilmu di Yogyakarta.

13. Teman-teman penelitian kolaboratif: Anisa, Willy, Thomas Wahyu, Rossa, Thomas Yuli, Inggit, Aji, Lisa, Dhenis, Sanggar, dan Enggar yang telah bekerjasama selama melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Peneliti berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan para pembaca.

Yogyakarta, 4 Mei 2018 Peneliti

Juguntorowati

(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERTANYAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Definisi Operasional... 5

1.6 Spesifikasi Produk ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Kajian Pustaka ... 7

2.1.1 Pendidikan Budi Pekerti ... 7

2.1.2 Kebudayaan ... 8

2.1.3 Gamelan ... 9

2.1.4 Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Instrumen Gamelan ... 11

a. Seruling ... 11

b. Siter ... 11

c. Kendhang ... 12

d. Rebab ... 12

e. Bonang ... 12

f. Gong ... 13

g. Kethuk ... 13

2.1.5 Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Memainkan Instrumen Gamelan . 14 a. Kerjasama ... 14

b. Religius ... 14

c. Kesopanan ... 14

d. Kesabaran ... 15

e. Konsentrasi ... 15

f. Kedisiplinan ... 15

g. Ketekunan ... 15

h. Tanggung Jawab ... 15

2.1.6 Instrumen Gamelan “Kethuk” ... 16

(13)

xiii

2.1.7 Cerita Bergambar ... 18

2.1.8 Literasi ... 19

2.1.9 Hasil Penelitian Yang Relevan ... 20

2.2 Kerangka Berpikir ... 23

2.3 Pertanyaan Penelitian ... 24

BAB III METODE PENELITIAN... 25

3.1 Jenis Penelitian ... 25

3.2 Setting Penelitian ... 25

3.2.1 Tempat Penelitian ... 25

3.2.2 Waktu Penelitian ... 25

3.2.3 Subjek Penelitian ... 26

3.2.4 Objek Penelitian ... 26

3.3 Prosedur Pengembangan ... 26

1. Potensi dan Masalah ... 26

2. Pengumpulan Data ... 27

3. Desain Produk... 27

4. Validasi Desain ... 28

5. Revisi Desain ... 28

6. Uji Coba Produk ... 28

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 28

3.4.1. Kuesioner ... 29

3.4.2. Wawancara ... 29

3.5 Instrumen Penelitian... 29

3.5.1 Kuesioner ... 29

3.5.1.1 Validasi Kuesioner ... 30

3.5.2 Pedoman Wawancara ... 31

3.6 Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Hasil Penelitian ... 33

4.1.1 Prosedur Pengembangan ... 33

4.1.1.1 Potensi dan Masalah... 33

4.1.1.2 Pengumpulan Data ... 34

4.1.1.3 Desain Produk ... 36

4.1.1.4 Validasi Desain ... 38

4.1.1.5 Revisi Desain ... 38

4.1.1.6 Uji Coba Produk... 41

4.1.2 Kualitas Produk ... 42

a. Kualitas Produk dari Ahli Bahasa ... 43

b. Kualitas Produk dari Ahli Gamelan ... 43

c. Kualitas Produk dari Uji Coba kepada Siswa ... 43

4.2 Pembahasan ... 45

4.3 Kelebihan dan Kekurangan Prototipe ... 48

4.3.1 Kelebihan Prototipe Buku ... 48

4.3.2 Kekurangan Prototipe Buku ... 48

BAB V PENUTUP ... 49

5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 49

5.3 Saran ... 50

(14)

xiv KEPUSTAKAAN ... 51 LAMPIRAN ... 54 CURRUCULUM VITAE... 102

(15)

xv DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Instrumen Gamelan ... 13

Tabel 2.2 Sistem Tangga Nada dalam Instrumen Gamelan ... 16

Tabel 2.3 Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Memainkan Kethuk ... 17

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Kuesioner... 30

Tabel 3.2 Kuesioner Analisis Kebutuhan... 31

Tabel 3.3 Pedoman Wawancara ... 31

Tabel 3.4 Hasil Interval Skala 1-4... 32

Tabel 4.1 Revisi Produk Hal. 2 ... 39

Tabel 4.2 Revisi Produk Hal. 3-4 ... 40

(16)

xvi DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gendhing Landrang ... 17

Gambar 2.2 Bagan Penelitian yang Relevan ... 23

Gambar 3.1 Penghitungan Jarak Interval ... 32

Gambar 4.1 Sketsa Oleh Ilustrator ... 37

Gambar 4.2 Peneliti Memulai Kegiatan (Literasi) ... 41

Gambar 4.3 Siswa Membaca Prototipe Buku ... 41

Gambar 4.4 Peneliti Membagi Lembar Refleksi... 42

Gambar 4.5 Siswa Mengisi Lembar Refleksi ... 42

(17)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1a Surat Izin Penelitian ... 55

Lampiran 1b Surat Izin Uji Coba Produk Penelitian ... 56

Lampiran 1c Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian ... 57

Lampiran 2a Kisi-Kisi Kuesioner ... 58

Lampiran 2b Kuesioner Validator ... 60

Lampiran 2c Hasil Validasi Kuesioner (Validator I) ... 61

Lampiran 2d Hasil Validasi Kuesioner (Validator II)... 63

Lampiran 2e Rekap Hasil Validasi Kuesioner ... 65

Lampiran 3a Pedoman Wawancara ... 67

Lampiran 3b Hasil Wawancara ... 68

Lampiran 4a Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa ... 70

Lampiran 4b Hasil Kuesioner Siswa ... 71

Lampiran 4c Rekap Hasil Kuesioner Siswa ... 76

Lampiran 5a Kisi-Kisi Pembuatan Produk ... 79

Lampiran 5b Desain Awal Buku ... 81

Lampiran 6a Validasi Produk (Validator I) ... 83

Lampiran 6b Validasi Produk (Validator II) ... 85

Lampiran 6c Rekap Hasil Validasi Produk ... 87

Lampiran 7 Pedoman Penggolongan Kualitas Produk... 89

Lampiran 8 Desain Buku Hasil Revisi ... 90

Lampiran 9a Hasil Uji Coba Produk ... 92

Lampiran 9b Pedoman Penilaian Refleksi ... 97

Lampiran 9c Rekap Uji Coba Produk ... 99

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab I menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan spesifikasi produk.

1.1 Latar Belakang

Gamelan merupakan seperangkat alat musik tradisional Indonesia yang berkembang di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa barat, Jawa Timur, dan Bali. Saat ini keberadaan gamelan telah mencapai berabad-abad, akan tetapi tidak sedikit masyarakat yang belum mengetahui secara pasti awal gamelan itu ada. Arti kata gamelan juga masih dalam dugaan-dugaan.

Soedarsono, dkk., (1985: 5) kata “gamelan” berkaitan dengan cara pembuatannya yaitu dengan digembel (dipukul), kemudian hasilnya dinamakan gembelan. Kata “gembelan” ini kemudian bergeser menjadi gamelan. Akan tetapi, saat ini lebih dikenal dengan istilah karawitan.

Gamelan terdiri dari 75 instrumen yang dapat dimainkan oleh 30 penabuh (Yudoyono, 1983: 15). Setiap instrumen gamelan dibunyikan dengan cara yang berbeda. Cara membunyikan rebab digesek, siter dipetik, dan seruling ditiup. Adapun salah satu instrumen gamelan yang dibunyikan dengan dipukul adalah instrumen kethuk. Instrumen gamelan harus dimainkan secara bersama- sama supaya menghasilkan suara yang indah. Oleh karena itu, memainkan gamelan dapat melatih nilai-nilai budi pekerti kepada penabuhnya (Yudoyono, 1984: 87-130). Memainkan gamelan melatih penabuh supaya dapat berkonsentrasi mendengarkan bunyi instrumen lain yang menjadi patokan untuk meneruskannya, bersikap sopan dengan membiasakan diri untuk berbicara dan bertingkahlaku sesuai nilai dan norma yang berlaku, bekerjasama saat menabuh gamelan untuk menghasilkan irama yang indah, dan bersikap religius yang dibiasakan dengan berdoa bersama sebelum dan sesudah memainkan gamelan. Hal tersebut menunjukkan bahwa memainkan gamelan dapat menanamkan nilai budi pekerti luhur kepada penabuhnya.

Data tersebut digunakan sebagai acuan untuk membuat pertanyaan kuesioner. Kuesioner berisi pertanyaan mengenai sikap-sikap yang harus

(19)

2 dilakukan dalam memainkan gamelan serta kebutuhan buku tentang gamelan untuk SD. Kuesioner disebarkan kepada 15 siswa kelas V dan VI SD Kanisius Kumendaman Yogyakarta yang mengikuti ekstrakurikuler karawitan. Dari penyebaran kuesioner diperoleh data bahwa (1) sebelum memainkan gamelan 46,67% siswa menyiapkan alat tabuh dan 53,33 % siswa melakukan doa, (2) saat memainkan gamelan 6,67% siswa berlaku sabar, 13,33% siswa berlaku sopan, 13,33% siswa memainkan instrumen gamelan secara bersama-sama dan 66,67% siswa berkonsentrasi (3) sesudah memainkan gamelan 40% siswa melakukan doa dan 60% siswa mengembalikan alat tabuh (4) 80% siswa belum pernah membaca buku yang berisi informasi tentang memainkan gamelan dan 20% siswa pernah membaca tunutunan sekar macapat (bukan buku yang berisi informasi gamelan). Dari penyebaran kuesioner didapatkan informasi bahwa memainkan gamelan dapat melatih seseorang untuk memiliki sikap tanggung jawab, religius, kesabaran, kesopanan, dan konsentrasi serta belum ada buku tentang memainkan gamelan untuk SD.

Data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner diperkuat oleh hasil wawancara kepada dua praktisi gamelan. Dari wawancara, peneliti mendapatkan informasi bahwa belajar gamelan mampu menanamkan pendidikan karakter atau budi pekerti seperti kesopanan, kerjasama, religius, kedisiplinan, dan konsentrasi kepada orang yang mempelajarinya. Kedua praktisi mengatakan bahwa nilai-nilai tersebut baik diajarkan kepada anak sejak usia SD. Selain itu, kedua praktisi juga mengatakan belum ada buku yang memuat informasi sederhana tentang memainkan gamelan untuk SD dan mereka membutuhkan buku tersebut agar peserta didik lebih memahami sikap-sikap yang benar saat memainkan gamelan.

Peneliti sebelumnya oleh Fitriani, dkk., (2014) yang berjudul “The Implementation Of Character Education In Seni Karawitan (Sekar) Extracurricular Activities In SD Negeri Kauman” juga menunjukkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler karawitan mengandung nilai-nilai karakter, diantaranya nilai kedisiplinan, kepemimpinan, kejujuran, dan toleransi.

Penelitian ini bertujuan untuk menanamkan pendidikan karakter kepada anak

(20)

3 usia SD guna untuk memperbaiki kualitas pendidikan karakter atau budi pekerti generasi penerus bangsa.

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner dan wawancara kepada praktisi gamelan yang menunjukkan bahwa memainkan gamelan melatih nilai-nilai budi pekerti, akan tetapi belum ada buku sederhana tentang memainkan gamelan untuk SD dan mereka butuh buku tersebut, maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian “Pengembangan Prototipe Buku Pendidikan Budi Pekerti dalam Memainkan Instrumen Gamelan Kethuk untuk SD”. Penelitian ini fokus pada instrumen kethuk karena merupakan salah satu instrumen yang unik yaitu jarang dimainkan dan dibunyikan hanya dengan satu ketukan atau pukulan saja. Meskipun demikian, instrumen kethuk menjadi salah satu instrumen terpenting dalam sebuah pementasan gamelan (Rudiansyah, dkk., 2015: 2). Instrumen kethuk juga dapat melatih penabuhnya untuk selalu berkonsentrasi mendengarkan bunyi instrumen kempul agar tidak terjadi kesalahan yang dapat menimbulkan kekacauan terhadap penabuh instrumen lainnya saat memukul instrumen.

Penelitian ini menghasilkan prototipe buku nilai-nilai budi pekerti dalam instrumen gamelan kethuk yang terdiri dari dua bagian. Bagian I memuat artikel “Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Instrumen Gamelan”. Bagian ini, menguraikan tentang gamelan, nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan beberapa instrumen gamelan, dan nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan gamelan. Bagian II berupa cergam berjudul “Memainkan Kethuk Melatih Konsentrasi” yang menceritakan pengalaman seorang anak bernama Airi sebagai penabuh kethuk.

Cerita bergambar disebut juga cergam. Adipta, dkk., (2014: 898) menyatakan bahwa cerita bergambar adalah buku cerita pendek yang dilengkapi gambar-gambar menarik untuk memperjelas isi cerita dengan menggunakan bahasa sederhana dan mudah dipahami. Ada dua macam cergam yaitu berwarna dan tidak berwarna. Dalam penelitian ini, peneliti mengembangkan cergam tidak berwarna. Tujuannya untuk mengasah kreatifitas anak dalam mewarnai gambar. Hasil dari penelitian ini berupa prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan

(21)

4 kethuk yang diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sarana yang efektif untuk kegiatan literasi di SD.

Literasi identik dengan kegiatan membaca dan menulis (Wiedarti, 2016:

7). Sasaran dari literasi adalah menumbuhkembangkan rasa ingin tahu dan cinta pengetahuan. Di SD kegiatan literasi dilakukan dengan membaca buku non-pelajaran selama 15 menit dan menanggapi buku pengayaan sebelum pembelajaran dimulai (Permendikbud No. 23 Tahun 2015). Materi baca yang disarankan oleh Permendikbud untuk kegiatan literasi adalah yang berisi tentang nilai-nilai budi pekerti berupa kearifan lokal, nasional, dan juga global. Salah satu kearifan budaya lokal yang mengandung nilai-nilai budi pekerti adalah gamelan. Oleh karena itu, melalui prototipe buku nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan kethuk untuk SD, peserta didik diharapkan dapat menumbuhkembangkan rasa ingin tahu dan cinta terhadap gamelan sebagai warisan budaya Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penelitian ini berfokus pada permasalahan:

1.2.1 Bagaimana pengembangan “Prototipe Buku Pendidikan Budi Pekerti dalam Memainkan Instrumen Gamelan Kethuk untuk SD”?

1.2.2 Bagaimana kualitas “Prototipe Buku Pendidikan Budi Pekerti dalam Memainkan Instrumen Gamelan Kethuk untuk SD”?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Untuk mengembangkan “Prototipe Buku Pendidikan Budi Pekerti dalam Memainkan Instrumen Gamelan Kethuk untuk SD”.

1.3.2 Untuk mendeskripsikan kualitas “Prototipe Buku Pendidikan Budi Pekerti dalam Memainkan Instrumen Gamelan Kethuk untuk SD”.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannyan penelitian dan pengembangan ini adalah sebagai berikut:

(22)

5 1.4.1 Bagi peneliti

Peneliti dapat membuat prototipe buku yang berisi informasi tentang nilai-nilai budi pekerti dalam gamelan dengan dilengkapi cergam berjudul “Memainkan Kethuk Melatih Konsentrasi” untuk melestarikan salah satu warisan budaya Indonesia.

1.4.2 Bagi siswa

Siswa dapat memahami informasi tentang nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan gamelan dan nilai kosentrasi pada instrumen gamelan kethuk.

1.4.3 Guru

Guru mendapatkan sarana literasi yang berisi tentang informasi sederhana tentang nilai-nilai budi pekerti dalam gamelan.

1.5 Definisi Operasional

Adapun definisi operasional untuk menyamakan persepsi adalah sebagai berikut:

1.5.1 Prototipe

Prototipe adalah suatu media dari hasil penelitian yang masih berupa bentuk dasar, belum dipublikasikan secara luas, serta belum terdaftar secara resmi dalam ISBN, sehingga peneliti tidak memiliki hak cipta atas karyanya.

1.5.2 Pendidikan Budi Pekerti

Pendidikan budi pekerti adalah pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai luhur kepada peserta didik, agar menjadi pribadi berbudi luhur, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya.

1.5.3 Gamelan

Gamelan merupakan seperangkat alat musik tradisional Jawa yang terbuat dari bahan logam dan non-logam dengan menggunakan tangga nada slendro dan pelog.

1.5.4 Kethuk

Kethuk merupakan salah satu instrumen gamelan pukul dari logam yang dapat melatih nilai konsentrasi kepada penabuhnya.

(23)

6 1.6 Spesifikasi Produk

1.6.1 Produk berupa prototipe buku yang berjudul “Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Gamelan”.

1.6.2 Prototipe buku bagian I memuat artikel “Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Instrumen Gamelan”.

1.6.3 Prototipe buku bagian II berisi cergam berjudul “Memainkan Kethuk Melatih Konsentrasi” dengan memuat 10 gambar; gambar 1(cover), gambar 2 (anak-anak berlatih gamelan), gambar 3 (instrumen kethuk), gambar 4 (anak-anak menyiapkan instrumen gamelan), gambar 5 (tokoh utama mengenakan pakaian adat Jawa), gambar 6 (pelatih gamelan memberikan materi), gambar 7 (anak-anak melakukan laku dhodok), gambar 8 (tokoh utama menabuh kethuk), gambar 9 (anak-anak memainkan instrumen gamelan secara bersama-sama), gambar 10 (anak-anak berdoa bersama).

1.6.4 Prototipe berisi lancaran gendhing “Lir-ilir” dan “Padhang Mbulan”.

1.6.5 Refleksi di akhir cergam terdiri dari lima pertanyaan yang menggali pemahaman tentang memainkan instrumen gamelan kethuk.

1.6.6 Prototipe buku berukuran A5 dicetak landscape dengan menggunakan kertas asturo (kertas tebal sebagai cover) dan paperbook (kertas halus sebagai isi buku).

(24)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II membahas tentang teori yang digunakan dalam penelitian. Pembahasan terdiri dari kajian teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian.

2.1 Kajian Teori

Kajian teori menguraikan teori yang mendukung penelitian, yaitu pendidikan budi pekerti, kebudayaan, gamelan, nilai-nilai budi pekerti dalam instrumen gamelan, nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan gamelan, instrumen kethuk, cergam, dan literasi.

2.1.1 Pendidikan Budi pekerti

Secara etimologis budi pekerti terdiri dari dua suku kata, yaitu budi dan pekerti. Budi berarti nalar atau pikiran, sedangkan pekerti berarti tindakan, watak, dan akhlak. Dalam bahasa sansekerta, kata “budi” berasal dari akar kata “budhh” yang berarti sadar, dan pekerti dari akar kata “kr” yang berarti berlaku atau bertindak. Budi terletak pada batin manusia yang sifatnya tidak terlihat. Akan tetapi, budi menjadi terlihat ketika seseorang melakukan sesuatu dalam sebuah tindakan (pekerti). Budi dan pekerti merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena keduannya saling berhubungan.

Endraswara (2006: 2), budi pekerti merupakan watak atau perbuatan seseorang sebagai wujud hasil pemikiran. Budi pekerti berati akumulasi dari cipta, rasa, dan karsa yang diwujudkan dalam suatu sikap, ucapan, dan tindakan. Nilai-nilai perilaku seseorang diukur menurut kebaikan dan keburuknya melalui norma agama, hukum, tata krama, sopan santun, budaya, dan adat istiadat masyarakat setempat (Zuriah , 2007: 17). Budi pekerti luhur mengarahkan pada perilaku positif dan menjauhkan dari perilaku negatif, baik dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, maupun kepribadian seseorang.

Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa pendidikan budi pekerti memberikan ilmu pengetahuan, menuntun gerak-pikiran, serta melatih kehendak seseorang agar menjadi pribadi yang berbudi luhur (Sumarah, dkk.,

(25)

8 2017: 3). Sementara itu, Fudyartanta (1995:19), pendidikan budi pekerti memiliki tujuan untuk mengembangkan fungsi cipta, rasa, dan karsa manusia menuju nilai-nilai yang baik dan luhur. Apabila cipta, rasa, dan karsa dilakukan dengan seimbang, maka budi pekerti seseorang dapat berkembang.

Depdiknas (2010), pendidikan budi pekerti erat hubungannya dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada peserta didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur tersebut, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya (Kemdiknas, 2010:8). Hal serupa juga dijelaskan oleh Zuriah (2007:19-20) yaitu sebagai program pengajaran yang bertujuan mengembangkan watak seseorang. Pengembangan watak seseorang dilakukan dengan memahami nilai-nilai dan keyakinan masyarakat melalui kejujuran, disiplin, dan kerjasama yang menekankan ranah afektif tanpa meninggalkan ranah kognitif dan psikomotorik. Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan benar dan salah, namun juga menanamkan kebiasaan baik.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti adalah pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai luhur kepada peserta didik agar menjadi pribadi berbudi luhur, dapat menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya. Pendidikan budi pekerti menjadi hal penting yang harus diajarkan kepada anak sejak dari usia dini. Lie (dalam Sumarah, dkk., 2017: 2), pengajaran budi pekerti dalam upaya membentuk peserta didik berkarakter atau berbudi pekerti luhur dapat dilakukan melalui ajaran agama, pancasila dan budaya lokal.

2.1.2 Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu

“buddhayah” yang diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Latin, kebudayaan disebut “corele” yang berarti mengolah atau mengerjakan. Dewantara (2013: 72), kebudayaan diartikan sebagai buah budi manusia, budi tidak lain adalah jiwa yang sudah matang, sudah cerdas, dan mampu mencipta. Dalam diri manusia terdapat dua sifat budi yang istimewa, yaitu halus dan luhur, sehingga hasil ciptaanya juga

(26)

9 bersifat halus dan luhur. Kebudayaan yang halus dan luhur dapat membentuk karakter masyarakatnya.

Buah budi manusia diantaranya, adat istiadat, pendidikan, kesusastraan, pemerintahan, dan kesenian. Salah satu hasil kebudayaan dalam bidang kesenian yang menjadi identitas bangsa Indonesia adalah gamelan. Dewantara (2013; 173), belajar gendhing gamelan dapat melatih peserta didik untuk memiliki: 1) rasa kewiramaan (perasaan ritmis), seperti; rasa harmonis, teliti, tepat, bersungguh-sungguh, dan setia, 2) menghidupkan rasa keindahan (perasaan estetis) seperti; sangat baik, berharga, bersih, halus, indah, dan luhur, 3) serta memurnikan rasa kesusilaan (perasaan etis) yaitu perasaan halus, suci, sentosa, teguh, berwibawa, dan budi pekerti.

2.1.3 Gamelan

Gamelan merupakan seperangkat alat musik tradisional Indonesia berkembang di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa barat, Jawa Timur, dan Bali. Di masing-masing daerah gamelan memiliki karakter yang berbeda-beda. Gamelan Jawa menggunakan tangga nada slendro dan pelog menghasilkan musik yang terkesan lembut, berbeda dengan gamelan Bali dan Sunda. Gamelan Sunda didominasi oleh instrumen seruling, sehingga menghasilkan musik mendayu-dayu. Adapun musik gamelan Bali terkesan rancak (Sumarah, dkk., 2017: 4).

Gamelan Jawa telah mencapai berabad-abad. Akan tetapi tidak sedikit masyarakat yang belum mengetahui secara pasti awal gamelan itu ada. Begitu juga dengan orang-orang yang mendalaminya. Di pulau Jawa, gamelan dianggap sebagai seni bebunyian atau seni tetabuhan yang paling tua dan masih bertahan hidup (Soeroso, 1975:1). Dikatakan tua, karena keberadaan gamelan kini telah mencapai berabad-abad. Gamelan juga dikatakan hidup, karena di daerah Pulau Jawa seperti di Kota Yogyakarta dan Solo masih banyak ditemukan anggota masyarakat yang mempelajari dan memainkan gamelan, baik digunakan sebagai sarana hiburan maupun pengiring upacara keagamaan.

Arti kata gamelan sampai saat ini masih dalam dugaan-dugaan. Kata gamelan merupakan hasil pergeseran dari kata “gembel” yang berati

(27)

10 memukul (Soedarsono, dkk., (1985: 5). Benda-benda yang dibuat dengan cara digembel kemudian dinamakan dengan gembelan. Kata gembelan ini kemudian bergeser menjadi gamelan. Pendapat serupa juga diungkap oleh Soeroso (1975:1) bahwa kata gamelan berasal dari bahasa jawa kuno, yaitu

“gamel” yang berarti pukul atau tabuh. Tabuh atau tetabuhan diartikan sebagai bermain orkes. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar instrumen gamelan dimainkan dengan cara dipukul.

Dalam kehidupan masyarakat Jawa, gamelan disebut juga gangsa. Istilah tersebut berasal dari pengabungan kata “gang” yang berati “gengandulaning urip” (pegangan utama dalam kehidupan) dan “sa” yang berati rasa. Gangsa diartikan sebagai pegangan utama dalam kehidupan adalah rasa (Yudoyono, 1984:17). Akan tetapi, saat ini gamelan lebih dikenal dengan istilah karawitan. Penggunaan istilah tersebut, berawal dari kata “rawit” yang berarti kecil, halus, dan indah.

Gamelan Jawa dengan kategori lengkap, terdiri dari 75 instrumen yang dapat dimainkan oleh 30 penabuh (Yudoyono, 1983:15). Dalam sebuah pementasan gamelan para penabuh diharuskan mengenakan pakaian adat Jawa lengkap. Penabuh laki-laki mengenakan beskap dan blangkon, sedangkan perempuan memakai kebaya, jarit serta rambut disanggul.

Sebagian besar alat musik gamelan dimainkan dengan dipukul, namun ada yang ditiup, dipetik, dan digesek. Instrumen gamelan yang dimainkan dengan dipukul kebanyakan terbuat dari logam (perunggu), sedangkan istrumen gamelan yang dimainkan dengan ditiup, dipetik, dan digesek terbuat dari bahan non-logam seperti kayu, dawai kawat, dan kulit binatang. Pada dasarnya bahan-bahan tersebut tidak dapat berdiri sendiri (terpisah-pisah), melainkan saling melengkapi. Instrumen gamelan yang berasal dari logam seperti gong, kenong, kethuk, bonang, dan saron tergolong ke dalam tetabuhan keras. Adapun instrumen gamelan yang terbuat dari bahan non- logam seperti rebab, seruling, siter, kendhang dan gambang masuk ke dalam tetabuhan yang halus.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa gamelan merupakan seperangkat alat musik tradisional Jawa yang terbuat dari bahan logam dan

(28)

11 non-logam dengan menggunakan tangga nada slendro dan pelog. Semua instrumen gamelan harus dimainkan secara bersama-sama atau sebagian saja sesuai dengan caranya, sehingga menghasilkan alunan musik yang teratur menurut tempo dan irama gendhing yang dimainkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap instrumen gamelan memiliki fungsi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, masing-masing instrumen gamelan memiliki karakteristik tertentu dan mengandung nilai-nilai budi pekerti yang harus dipahami oleh setiap penabuh.

2.1.4 Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Instrumen Gamelan

Rudiansyah, dkk., (2015: 2) mengatakan bahwa ada 14 instrumen yang sering digunakan dan menjadi bagian terpenting dalam sebuah pementasan gamelan. Istrumen yang dimaksud adalah kendhang, peking, saron, demung, gong, kempul, bonang, kethuk, kenong, gender, gambang, rebab , siter, dan suling. Setiap instrumen tersebut mengandung nilai-nilai budi pekerti yang perlu diperhatikan oleh penabuh (Yudoyono, 1983:87-130). Berikut uraian tentang 7 instrumen gamelan beserta nilai-nilai budi pekertinya:

a. Seruling menjadi salah satu instrumen tiup dari bambu yang masuk ke dalam tetabuhan halus. Di pulau Jawa disebut dengan nama suling yang merupakan kependekan dari kata “su” atau nafsu dan “ling” atau eling (ingat). Artinya menahan nafsu dan ingat. Seruling berfungsi sebagai penghias lagu pokok. Maka dari itu, seruling ditiup pada sela-sela instrumen lainnya dimainkan. Seruling ditiup dengan nada yang lebih tinggi dan meliuk-liuk, sementara instrumen lain dibunyikan secara biasa mengikuti tempo dan irama gendhing. Berdasarkan arti namanya, seruling mengandung nilai budi pekerti tentang pentingnya menahan nafsu dan harus selalu ingat kepada Tuhan agar hidupnya terarah pada kebaikan dan hati menjadi tentram.

b. Siter dalam masyarakat Jawa dikenal dengan nama “celempung”. Nama tersebut berasal dari kata “cepet” (cepat) + “lempeng” (lurus dan jujur) +

“rampung” (selesai). Maksudnya apabila suatu usaha dilakukan dengan cepat, lurus dan jujur, maka akan tercapai suatu tujuan yang maksimal.

Bentuk siter berupa bangun trapesium dengan bentang-bentang dawai

(29)

12 kawat atau ekor kuda diatas kotak kayu yang telah diberi lubang suara.

Cara membunyikannya dengan dipetik menggunakan jari-jari (ibu jari) tangan kanan dan kiri secara cepat dan berulang-ulang. Konsepsi bangun trapesium diambil dari bentuk tumpeng yang mengambarkan 3 tingkatan pemerintahan. Bagian I (atas) = raja, bagian II (tengah) = pertahanan negara, dan bagian III (bawah) = pelaksana kehidupan sosial-ekonomi.

Dalam permainannya, pemain siter menduduki pada bagian I yaitu sebagai penabuh. Oleh karena itu, pemain siter terlatih untuk memiliki sikap kepemimpinan.

c. Kendhang merupakan salah satu instrumen gamelan yang berbentuk seperti tabung. Instrumen kendhang terbuat dari kayu dengan tutup tabung dari kulit binatang. Membunyikan kendhang tidak membutuhkan pemukul seperti instrumen lain, akan tetapi dengan mengandalkan kemahiran jari dan telapak tangan kanan maupun kiri. Kendhang berasal dari kata “ken”

(kendali) dan “dhang” (padhang) yang berati terang. Kendhang bertugas mengendalikan tempo dan irama setiap gendhing. Oleh karena itu, penabuh kendhang terlatih untuk mengendalikan keinginan pribadi.

d. Rebab adalah instrumen gamelan berdawai yang masuk ke dalam kelompok tetabuhan halus. Masyarakat Jawa menganggap bentuk rebab menyerupai orang yang sedang bersemedi (duduk bersila). Ujung rebab digambarkan sebagai hubungan manusia dengan Tuhannya. Adapun cara penggesekannya menunjukkan bagaimana seseorang bertindak dan bersikap dengan sesamannya. Nilai budi pekerti yang dilatikan kepada pemain rebab adalah nilai rohaniah tentang pentingnya manusia berelasi dengan Tuhan dan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari.

e. Bonang merupakan salah satu instrumen pukul pada gamelan yang terbuat dari perunggu dan tergolong ke dalam tetabuhan keras. Bonang berasal dari kata “Nong (menunjukkan arah di situ) – Nang (menunjukkan arah di sini)”. Dari asal kata “nong-nang”, bonang memiliki fungsi sebagai petunjuk arah dari suatu gendhing. Fungsi bonang juga dapat dilihat dari cara memegang alat pemukulnya yaitu dengan jari telunjuk yang terlihat

(30)

13 seperti orang menuding atau menunjukkan arah. Oleh karena itu, penabuh bonang terlatih untuk selalu berkonsentrasi.

f. Gong adalah instrumen pukul dari perunggu yang mempunyai ukuran paling besar di antara instrumen lainnya. Gong berarti besar seperti bentuk dan bunyinya. Akan tetapi dapat berarti gegandulaning urip atau tempat bergantungnya hidup. Arti tersebut menunjukkan cara pemasangan gong dengan posisi miring dan mengantung pada gawangan dari kayu. Gong berfungsi sebagai penentu batas gendhing dan penentu irama dasar.

Dibandingkan dengan instrumen lain, gong paling sedikit dimainkan. Oleh karena itu, penabuh gong terlatih untuk selalu sabar dan konsentrasi . g. Kethuk merupakan salah satu instrumen pukul dalam gamelan yang masuk

ke kelompok tetabuhan keras. Bentuknya menyerupai instrumen bonang, akan tetapi menggunakan ukuran yang lebih tinggi (besar) dan jumlah hanya dua. Ketuk berasal dari kata “kecandak” (tertangkap) dan “mathuk”

(sesuai). Pembunyian ketuk jarang-jarang, namun lebih sering jika dibandingkan dengan gong dan kenong. Kethuk memiliki tugas pokok untuk memainkan irama dasar yang digunakan sebagai patokan untuk kenong dan gong. Oleh karena itu, penabuh ketuk dilatih untuk selalu konsentrasi.

Untuk memperjelas uraian tersebut, maka peneliti menyajikan dalam bentuk tabel. Berikut merupakan tabel nilai-nilai budi pekerti yang terkandung dalam instrumen gamelan:

Tabel 2.1 Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Instrumen Gamelan No Instrumen Gamelan Nilai Budi pekerti

1 Seruling Religius

2 Siter Kepemimpinan

3 Kendhang Mengendalikan diri

4 Rebab Religius

5 Bonang Konsentrasi

6 Gong Kesabaran dan konsentrasi

7 Kethuk Konsentrasi

(31)

14 Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap instrumen yang dimainkan mampu membantu penabuh mengembangkan sikap religius, kejujuran, kesabaran, konsentrasi, dan kepemimpinan.

Nilai-nilai budi pekerti tersebut dilatihkan kepada penabuh pada saat memainkan instrumen gamelan. Pada bagian pertama prototipe buku yang disusun peneliti, dimuat lima penjelasan instrumen gamelan beserta nilai budi pekerti yang terkandung, yaitu instrumen kendhang, rebab , gong, bonang, dan kethuk .

2.1.5 Nilai-nilai Budi Pekerti dalam Memainkan Gamelan

Memainkan gamelan dapat melatih seseorang untuk memiliki budi pekerti (Fitriani, dkk., 2014: 176-179). Budi pekerti yang dilatih dalam memainkan gamelan diantaranya sikap kerjasama, religius, kedisiplinan, ketekunan, tanggung jawab, kesabaran, konsentrasi, dan sopan santun. Berikut penjelasan tentang sikap yang dilatih dalam memaikan gamelan:

a. Kerjasama merupakan suatu usaha bersama antara individu atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama (Mangunhardjana, 2016:93).

Saat memainkan gamelan, penabuh dilatih untuk bekerjasama menyelaraskan nada sesuai notasi gendhing yang sedang dimainkan agar menghasilkan alunan musik yang indah. Selain itu, sikap kerjasama juga dilatihkan ketika penabuh bergotong-royong mengangkat dan menata perangkat gamelan sebelum dan sesudah pementasan.

b. Religius berarti bersifat keagamaan atau berkaitan dengan kepercayaan kepada Tuhan, kepercayaan adanya kekuatan adikodrati (KBBI, 2008:

1159). Dalam memainkan gamelan sikap religius dilatihkan melalui doa bersama sebelum dan sesudah memainkan gamelan. Selain itu juga dilatihkan melalui gendhing-gendhing Jawa yang bernilai keagamaan seperti “Lir-Ilir” dan “Padhang Mbulan”. Kedua gendhing tersebut mengandung nilai agama yang mengingatkan kepada manusia untuk selalu mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan berbuat kebaikan.

c. Kesopanan merupakan cara bertingkahlaku seseorang terhadap orang lain di khalayak umum yang dianggap baik dan diterima oleh masyarakat (Mangunhardjana, 2016: 81). Dalam memainkan gamelan setiap penabuh

(32)

15 dilatih untuk memiliki sikap kesopanan dengan menjalankan tatacara yang ada. Herawati (2007: 9-10), tatacara yang harus diperhatikan oleh penabuh diantaranya, 1) berjalan dengan laku dhodok saat memasuki area gamelan, 2) tidak melangkahi instrumen gamelan, 3) dan mengikuti kaidah duduk rapi yaitu dengan bersila (laki-laki) serta bersimpuh (perempuan).

d. Kesabaran adalah bersedia untuk menanggung rasa tidak nyaman saat berusaha mencapai tujuan (Mangunhardjana, 2016: 78). Dalam memainkan gamelan penabuh tidak dapat memukul istrumen dengan sesuka hati, melainkan harus sesuai jenis gendhing dan notasi instrumen yang dimainkannya. Oleh karena itu, memainkan gamelan dapat melatih seseorang untuk memiliki sikap kesabaran.

e. Konsentrasi memiliki arti sebagai pemusatan perhatian atau pikiran pada suatu hal (KBBI, 2008: 725). Dalam memainkan gamelan penabuh dilatih untuk dapat bersikap konsentrasi. Penabuh harus fokus terhadap notasi gendhing dan mendengarkan bunyi instrumen lain yang menjadi patokan untuk meneruskannya. Hal tersebut bertujuan agar tidak terjadi kesalahan dalam memukul istrumen yang menjadi tanggung jawabnya.

f. Kedisiplinan berarti berpegang pada prinsip berpikir dan berbuat (Mangunhardjana, 2016: 125). Sikap kedisiplinan dalam memainkan gamelan tercermin ketika penabuh datang tepat waktu pada saat latihan maupun akan pementasaan gamelan. Sikap disiplin juga dilatihkan pada saat pelatih memberikan materi, yaitu penabuh tidak diperbolehkan untuk memukul instrumen.

g. Ketekunan dalam KBBI (Poerwadarminta, 2005: 917) adalah kesungguhan dalam bekerja. Sikap ketekunan dalam memainkan gamelan tercermin ketika penabuh bersungguh-sungguh untuk mengikuti latihan. Selain itu juga terlihat ketika penabuh bersungguh-sungguh menghafalkan notasi suatu gendhing.

h. Tanggung jawab adalah melaksanakan tugas dengan baik dan siap mempertanggungjawabkan hasil dari pelaksanaan tugasnya (Mangunhardjana, 2016: 128). Dalam memainkan gamelan, setiap

(33)

16 penabuh harus bertanggung jawab untuk memiankan instrumennya. Oleh karena itu, penabuh tidak hanya berdiam dan melihat temannya memainkan. Sikap tanggung jawab juga dilatihkan ketika menata instrumen gamelan. Penabuh harus menata instrumen gamelan sesuai dengan tempatnya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa memainkan gamelan dapat melatih kebiasaan-kebiasaan baik kepada orang yang mempelajarinya. Kebiasaan baik yang dilatihkan adalah sikap kerjasama, religius, kedisiplinan, ketekunan, tanggung jawab, kesabaran, konsentrasi, dan kesopanan. Penjelasan mengenai delapan nilai budi pekerti dalam memainkan gamelan dimuat pada bagian pertama prototipe buku yang disusun peneliti.

2.1.6 Instrumen Gamelan Kethuk

Kethuk merupakan salah satu instrumen gamelan pukul dari perunggu (logam) yang masuk ke dalam kelompok tetabuhan keras. Bentuk fisik menyerupai instrumen bonang, akan tetapi menggunakan ukuran yang lebih tinggi dan besar. Alat pemukulnya juga sama seperti alat pemukul bonang yang terbuat dari kayu dengan bagian ujung dilapisi benang tebal. Kethuk diletakkan dengan posisi telungkup pada dua utas tali yang direntangkan diatas rancakan. Cara memainkannya dengan dipukul dan menahan alat pukul di atas permukaan kethuk, sehingga bunyi yang dihasilkan tidak bergaung. Jumlahnya hanya ada dua, satu berlaras pelog dan satu berlaras slendro.

Tabel 2.2 Sistem Tangga Nada dalam Gamelan Jawa No Sistem Tangga Nada Tangga Nada

1 Tangga nada pelog 1 2 3 4 5 6 7 ji ro lu pat mo nem pi Cara membaca

2 Tangga nada slendro 1 2 3 5 6 ji ro lu mo nem Cara membaca

Kethuk berasal dari kata “kecandak” (tertangkap) dan “mathuk” (sesuai) yang berarti tertangkap sesuai dengan waktunya. Hal tersebut menunjukkan

(34)

17 bahwa pembunyiannya jarang-jarang sesuai dengan notasi gendhing. Akan tetapi lebih sering jika dibandingkan dengan gong dan kenong, sehingga bunyi kethuk digunakan sebagai patokan untuk kenong dan gong untuk meneruskannya. Penabuh kethuk teratih untuk selalu fokus terhadap notasi gendhing dan mendengarkan bunyi kempul yang menjadi patokan untuk meneruskannya. Dalam suatu gendhing jenis biasa (landrang dan ketawang) kethuk dipukul sebelum dan sesudah bunyi kempul dan kenong. Yudoyono (1984: 125) kombinasi (selang-selingnya) dengan kempul dan kenong:

Gambar 2.1 Gendhing Landrang Gendhing landrang:

o Kethuk o Kempul o Kethuk o Kenong o Kethuk o Kempul o Kethuk o Kenong o Kethuk o Kempul o Kethuk o

Tabel 2.3 Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Memainkan Kethuk No Nilai

Budi Pekerti

Nilai Karakter

Nilai-Nilai dalam Memainkan Instrumen kethuk: konsentrasi 1 Pikiran Kognitif Menghafalkan notasi gendhing dan

letak setiap nada.

2 Sikap Afektif Fokus mendengarkan bunyi kempul saat mengiringi gendhing jenis biasa (landrang dan ketawang).

3 Perilaku Psikomotor Membunyikan kethuk dengan tepat sesuai dengan notasi gendhing yang dimainkan.

Berdasarkan tabel di atas peneliti mengaitkan aspek nilai-nilai budi pekerti, nilai-nilai pendidikan karakter, nilai-nilai memainkan kethuk:

konsentrasi. Nilai budi pekerti yang dilatihkan pada saat memainkan instrumen “kethuk” adalah konsentrasi. Kaitan yang dilihat dari aspek pikiran dan kognitif yaitu kemampuan untuk menghafalkan notasi gendhing dan letak

(35)

18 setiap nada. Kaitan yang dilihat dari aspek sikap dan afektif adalah fokus mendengarkan bunyi kempul saat mengiringi gendhing jenis biasa (landrang dan ketawang). Kaitan yang dilihat dari aspek perilaku dan psikomotor yaitu membunyikan kethuk dengan tepat sesuai dengan notasi gendhing yang dimainkan.

2.1.7 Cerita Bergambar

Cerita bergambar sering disebut juga dengan cergam. Rothlein dan Meinbach (dalam Adipta, dkk., 2016) tentang cerita bergambar “a picture storybooks conveys it’s message through illustrations and written text; both elements are equally important to the story”. Ungkapan tersebut, meneragkan bahwa buku bergambar adalah buku berisi pesan yang diilustrasikan menggunakan gambar dan tulisan. Gambar dan tulisan yang digunakan akan membentuk satu kesatuan cerita yang utuh, sehingga kedua hal tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri melainkan saling bergantung satu dengan yang lainnya. Gambar-gambar dalam cerita bergambar dapat memperkuat isi cerita yang akan disampaikan kepada pembaca. Selain itu juga dapat menambah keindahan buku yang menjadi daya tarik dikalangan anak-anak untuk membacanya. Cerita bergambar terdiri dari dua macam yaitu berwarna dan tidak berwarna. Cergam berwarna memiliki tujuan untuk menarik keinginan anak agar senang membaca buku. Adapun cergam yang dibuat dengan tidak berwarna berguna untuk mengasah kreatifitas anak dalam mewarnai gambar- gambar yang ada di cergam.

Hurlock (dalam Faizah, 2009) mengatakan bahwa anak usia SD menyukai cerita bergambar. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya, (1) dapat membantu anak dalam memecahkan masalah pribadi dan sosialnya, (2) menarik imajinasi, (3) ceritanya mudah dipahami, bahkan anak yang kurang mampu membaca dapat memahaminya lewat gambar-gambar, (4) kebanyakan menceritakan tentang kehidupan sehari-hari. Tema-tema yang diangkat sebagai bahan cerita bergambar umumnya berhubungan dengan pengalaman pribadi. Pengangkatan tema tersebut bertujuan untuk memudahkan pembaca mengidentifikasikan dirinya dengan perasaan serta tindakannya melalui perwatakan tohoh utama.

(36)

19 Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa cerita bergambar adalah sebuah buku cerita pendek yang pada umumnya mengangkat tema berhubungan dengan pengalaman pribadi, ditulis menggunakan bahasa sederhana dan mudah dipahami serta dilengkapi gambar-gambar menarik untuk memperjelas isi cerita. Pada bagian kedua prototipe buku yang disusun peneliti dimuat cerita bergambar tidak berwarna dengan judul “Memainkan Kethuk Melatih Konsentrasi”.

2.1.8 Literasi

Literasi berhubungan erat dengan kegiatan membaca dan menulis (Wiedarti, 2016:7). Kemampuan membaca dan menulis merupakan kemampuan dasar dalam berpikir. Melalui membaca seseorang dapat menggali informasi, mempelajari pengetahuan, memperkaya pengalaman, mengembangkan wawasan, dan mempelajari segala sesuatu. Keterampilan tesebut wajib dikuasai oleh peserta didik dengan baik sejak dini.

Negara Indonesia telah melewati masa krisis kemelekan aksara, namun yang menjadi tantangan baru adalah rendahnya minat baca masyarakat (Wiedarti, 2016:1). Permasalahan tersebut terjadi diberbagai kalangan pelajar mulai dari SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi (PT). Rendahnya minat baca disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, (1) lingkungan yang kurang mendukung kebiasaan membaca, (2) rendahnya daya beli buku, (3) minimnya jumlah buku di perpustakaan sekolah, (4) dan model pembelajaran di kelas yang secara umum tidak memaksakan peserta didiknya untuk mencari informasi dari lain sumber.

Dalam upaya mengatasi rendahnya minat baca dikalangan pelajar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan suatu Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai organisasi pembelajaran. Gerakan ini melibatkan seluruh warga sekolah (Wiedarti, 2016:7). Warga sekolah yang dimaksud adalah kepala sekolah, guru, peserta didik, tenaga kependidikan, dan orang tua murid. Keikutsertaan orang tua peserta didik menjadi penting untuk menciptakan kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca yang terjadi di lingkungan keluarga akan memberikan dampak positif kepada anak. Apabila orang tua mempunyai kebiasaan membaca, maka pada hakikatnya anak-anak

(37)

20 akan meniru kebiasaan orang tua. Sebaliknya, jika orang tua tidak mempunyai kebiasan untuk membaca maka anak juga akan meniru, sehingga minat baca yang dimiliki anak rendah.

GLS diwujudkan dengan pembiasaan membaca buku non-pelajaran selama 15 menit sebelum waktu pembelajaran dimulai (Wiedarti, 2016:7).

Peserta didik dapat membaca buku fiksi maupun non-fiksi yang tersedia di Perpustakaan Sekolah ataupun buku non-pelajaran yang dibawa dari rumah.

Gerakan literasi sekolah bertujuan untuk menumbuhkan minat baca serta meningkatkan keterampilan membaca peserta didik. Bertambahnya minat baca dan keterampilan membaca peserta didik akan berdampak baik pada pengetahuan. Gerakan literasi juga memiliki tujuan umum yaitu menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar menjadi pembelajar sepanjang hayat. Permendikbud No. 23 Tahun 2015 mengatakan bahwa materi baca yang disarankan untuk kegiatan literasi adalah yang berisi tentang nilai-nilai budi pekerti berupa kearifan lokal, nasional dan juga global. Hal tersebut disampaikan kepada peserta didik secara bertahap sesuai dengan perkembangannya. Salah satu kearifan budaya lokal yang mengandung nilai-nilai budi pekerti adalah gamelan. Sejalan dengan hal ini, peneliti mengembangkan prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan kethuk untuk SD yang dilengkapi dengan cerita bergambar tidak berwarna.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa bahan bacaan yang disarankan menjadi materi literasi adalah buku yang berisi tentang nilai-nilai budi pekerti berupa kearifan lokal, nasional dan global. Salah satu kearifan budaya Indonesia berupa alat musik tradisional yaitu gamelan. Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk mengembangkan prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan kethuk untuk SD yang dilengkapi cergam berjudul “Memainkan Kethuk Melatih Konsentrasi” . 2.1.9 Hasil penelitian yang relevan

Penelitian ini didasarkan pada penelitian sebelumnya mengenai nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan gamelan, dan pemanfaatan cergam untuk anak

(38)

21 SD. Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini terurai sebagai berikut:

Penelitian pertama dilakukan oleh Oktavia Fitriani Isnaini, dan Uswatun Khasanah pada tahun 2014, No. 2, Vol. IX, berjudul “The Implementation Of Character Education In Seni Karawitan (Sekar) Extracurricular Activities In SD Negeri Kauman” dikatakan bahwa implementasi pendidikan karakter dalam ekstrakurikuler seni karawitan di SD Negeri Kauman dilaksanakan melalui sikap dan tingkah laku baik yang harus dilakukan oleh siswa sebelum, saat, sesudah bermain gamelan dan menyanyikan gendhing Jawa.

Pada dasarnya permainan gamelan banyak mengandung nilai-nilai luhur yang penting untuk diajarkan kepada anak. Nilai-nilai budi pekerti dalam memaikan karawitan diantaranya nilai kebersamaan (kerjasama), kepemimpinan, kesabaran, tanggung jawab, kesopanan, cinta budaya, keagamaan (religius), kehalusan, kejujuran, kedisiplinan, keteladanan, konsentrasi, toleransi, kegembiraan, dan pendidikan yang dapat menumbuhkan jiwa karakter baik.

Penelitian kedua dilakukan oleh Nuri Asih Pratiwi dan Rosalina Susila Purwati pada tahun 2017, No.2, Vol. 3 dengan judul “Pembentukan Karakter Melalui Pembelajaran Ekstrakurikuler Karawitan di SD Dayu Gadingsari Sanden Bantul”. Dalam jurnal tersebut dikatakan bahwa strategi pembentukan karakter melalui pembelajaran ekstrakurikuler karawitan dilakukan melalui pembiasaan dan latihan rutin kepada anak. Pembiasaan rutin dalam karawitan ditanamkan dengan membiasakan sikap dan cara berdoa yang khidmat dan benar, membersihkan pendopo sebelum latihan dimulai, serta menata instrumen gamelan dan menggembalikan tabuh ke tempatnya. Melalui pembiasaan tersebut, siswa terbiasa untuk bersikap, berbicara, dan bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang ada tanpa melanggar hak orang lain.

Melalui latihan rutin dalam karawitan juga dapat membentuk karakter siswa menjadi lebih peka terhadap orang lain. Oleh karena itu, nilai-nilai karakter yang terbentuk melalui ekstrakurikuler karawitan adalah nilai religius, jujur, disiplin, kerjasama, cinta tanah air, tanggung jawab, toleransi, kreatif, dan komunikatif.

(39)

22 Penelitian ketiga dilakukan oleh Hendra Adipta, Maryaeni, & Muakibatul Hasanah, tahun 2016, No. 5, Vol. I. Dalam jurnal pendidikan: teori, penelitian, dan pengembangan yang berjudul “Pemanfaatan Buku Cerita Bergambar Sebagai Media Bacaan Siswa SD”. Dalam jurnal, dikatakan bahwa penggunaan buku cerita bergambar (cergam) cukup optimal dan efektif untuk menambah pemahaman siswa maupun menarik minat siswa dalam pembelajaran SD. Alasannya, usia SD berada dalam tahap operasional konkret. Pada tahap tersebut, anak memaksimalkan seluruh indranya, seperti pengelihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan untuk mendapatkan suatu jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Oleh karena itu, cergam menjadi media alternatif guru untuk kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia.

Ketiga literatur penelitian tersebut menunjukkan bahwa belum ada penelitian yang berkaitan dengan prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan gamelan. Ketiga penelitian yang dilakukan masih terbatas pada penjelasan nilai-nilai budi pekerti dalam karawitan dan pemanfaatan cergam untuk siswa SD. Oleh karena itu, peneliti mengembangkan prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan kethuk untuk SD yang menghasilkan prototipe buku berjudul “Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Gamelan” yang dilengkapi cergam “Memainkan Kethuk Melatih Konsentrasi”. Berikut bagan hasil penelitian yang relevan.

(40)

23 Gambar 2.2 Penelitian yang Relevan

2.2 Kerangka Berpikir

Penyebaran kuesioner kepada 15 siswa yang mengikuti ekstrakurikuler karawitan dan wawancara kepada dua praktisi gamelan memberikan informasi bahwa dalam memainkan gamelan ada nilai-nilai budi pekerti yang dilatihkan kepada penabuh. Diantaranya adalah sikap kerjasama, sopan, tanggung jawab, dan religius. Sikap kerjasama tercermin saat memainan gamelan yang harus dilakukan secara bersama-sama. Sopan tampak dari etika atau perilaku para penabuh dalam permainan gamelan.

Tanggung jawab tampak dari masing-masing instrumen gamelan yang memiliki fungsi dan cara membunyikan yang berbeda-beda. Religius tercermin saat berdoa bersama sebelum dan sesudah memainkan gamelan

Nilai-nilai budi pekerti yang terkandung dalam memainkan gamelan tersebut baik digunakan untuk membentuk karakter anak yang sebaiknya

PENELITIAN SEBELUMNYA

Juguntorowati (2017)

“Prototipe Buku Pendidikan Budi Pekerti dalam Memainkan Instrumen Gamelan Kethuk untuk SD”

Oktavia Fitriani, Isnaini, & Uswatun

Khasanah (2014)

“The Iplementation Of Charakter Education In

“Seni Karawitan”

Extracurricular Activities In SD Negeri Kauman”

Hendra Adipta, Maryaeni,

& Muakibatul Hasanah (2016)

“Pemanfaatan Buku Cerita Bergambar Sebagai Sumber Bacaan Siswa SD”

Nuri Asih P., Rosalia Susila Purwanti (2017) “Pembentukan Karakter

Melalui Pembelajaran Ekstrakurikuler Karawitan

di Sd Dayu Gadingsari Sanden Bantul”

Pendidikan karakter dapat diterapkan melalui ekstrakurikuler karawitan

Buku cerita bergambar dimanfaatkan sebagai sumber bacaan siswa SD Pembelajaran

ekstrakurikuler karawitan dapat membentuk karakter

siswa SD

(41)

24 ditanamkan pada anak sejak dini. Apabila hal tersebut diajarkan kepada anak sejak usia SD, maka anak diharapkan dapat memahami dan membiasakan diri untuk melakukan perilaku baik dalam kehidupan sehari-harinya hingga dewasa. Hal tersebut dapat diajarkan melalui kearifan budaya lokal yang mengandung nilai-nilai budi pekerti seperti halnya gamelan. Adapun sarana pengenalan berupa buku memainkan gamelan untuk SD saat ini belum tersedia. Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk mendesainkan produk berbentuk prototipe buku yang berisi informasi tentang nilai-nilai budi pekerti yang terkandung instrumen gamelan kethuk untuk SD.

2.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian teori tersebut, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur pengembangan “Prototipe Buku Pendidikan Budi Pekerti dalam Memainkan Instrumen Gamelan Kethuk untuk SD”?

2. Bagaimana kualitas “Prototipe Buku Pendidikan Budi Pekerti dalam Memainkan Instrumen Gamelan Kethuk untuk SD” menurut validator?

3. Bagaimana kualitas “Prototipe Buku Pendidikan Budi Pekerti dalam Memainkan Instrumen Gamelan Kethuk Untuk SD” menurut hasil uji coba kepada siswa SD?

(42)

25 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III membahas tentang jenis penelitian, setting penelitian, prosedur pengembangan, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah R&D (Research and Development). Sugiyono (2016: 297), metode penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Pendapat serupa juga diungkap oleh Mulyatiningsih (2011:162), penelitian dan pengembangan merupakan metode penelitian yang memiliki tujuan untuk menghasilkan produk baru melalui proses pengembangan. Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Research and Development adalah jenis penelitian pengembangan yang menghasilkan suatu produk.

Penelitian ini termasuk penelitian dan pengembangan dikarenakan peneliti mengembangkan suatu produk yang dapat dimanfaatkan untuk sarana literasi di SD dan media pengenalan tentang gamelan sebagai warisan budaya Indonesia. Penelitian ini mengembangkan prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan kethuk untuk SD.

3.2 Setting Penelitian

Pada setting penelitian ini, peneliti akan membahas tentang tempat penelitian, waktu penelitian, subjek penelitian, dan objek penelitian.

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Kanisius Kumendaman Yogyakarta yang terletak di Jl. MT. Haryono No. 17, Dsn. Kumendaman, Ds./Kel Suryodiningratan, Kec. Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Provinsi D.I.

Yogyakarta. Lokasi tersebut dipilih karena terdapat ekstrakurikuler karawitan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan terhitung dari bulan Juli 2017 sampai dengan Maret 2018.

Gambar

Tabel 2.1 Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Instrumen Gamelan  No  Instrumen Gamelan  Nilai Budi pekerti
Tabel 2.2 Sistem Tangga Nada dalam Gamelan Jawa  No   Sistem Tangga Nada  Tangga Nada
Gambar 2.1 Gendhing Landrang  Gendhing landrang:
Tabel 3.2 Kuesioner Analisis Kebutuhan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan untuk menganalisa perkembangan dan pengaruh upah minimum dan inflasi terhadap jumlah penduduk miskin di

Pada dasarnya motif yang dilakukan oleh seorang investor dalam melakukan investasinya pada pasar modal adalah motif spekulasi untuk mendapatkan keuntungan dari perubahan

• untuk mengetahui sampel mana yang berbeda tingkat kesukaan warna, tekstur, dan rasanya, serta.. • untuk mengetahui sampel mana yang warna, tekstur, dan rasanya paling

Tujuan dari penelitian ini adalah menjabarkan sistem tanda yang baik dan ideal menurut referensi yang ada, mengevaluasi sejauh mana sistem tanda yang diterapkan

Comparison of xylem growth ring widths of pine and beech saplings in 2010 and 2011 under different regimes showed that widths in 2010 were wider in pines under all three

Analisis kinetika orde dua semu digunakan untuk menginterpretasikan data kinetika adsorpsi yang dipengaruhi oleh suhu dan hasilnya disajikan pada Tabel 6.. Nilai

Terdapat variasi tingkat perkembangan wilayah pada setiap desa di Kecamatan Paciran, desa yang memiliki tingkat perkembangan tinggi terdiri dari 5 desa atau 29% yaitu