• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur dan Agensi Aktivis Program Bank Sampah Nusantara Nahdlatul. Ulama Dalam Penanggulangan Kerusakan Lingkungan. Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Struktur dan Agensi Aktivis Program Bank Sampah Nusantara Nahdlatul. Ulama Dalam Penanggulangan Kerusakan Lingkungan. Skripsi"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

Struktur dan Agensi Aktivis Program Bank Sampah Nusantara Nahdlatul Ulama Dalam Penanggulangan Kerusakan Lingkungan

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana ( S.Sos )

Oleh Siti Robitoh 11161110000061

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI 2021

(2)

i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Skripsi yang berjudul

Struktur dan Agensi Aktivis Program Bank Sampah Nusantara Nahdlatul Ulama Dalam Penanggulangan Kerusakan Lingkungan

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (satu) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari karya ini terbukti bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Siti Robitoh.

(3)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini pembimbing skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Siti Robitoh

NIM : 11161110000061

Program Studi : Sosiologi

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

STRUKTUR DAN AGENSI AKTIVIS PROGRAM BANK SAMPAH NUSANTARA NAHDLATUL ULAMA DALAM PENANGGULANGAN KERUSAKAN LINGKUNGAN

Telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 18 Juli 2021

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Program Studi Pembimbing

Dr. Cucu Nurhayati, M. Si. Dr. Dzuriyatun Toyibah, M. Si., M.A NIP. 197609182003122033 NIP. 197608032003122003

(4)

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI SKRIPSI

STRUKTUR DAN AGENSI AKTIVIS PROGRAM BANK SAMPAH NUSANTARA NAHDLATUL ULAMA DALAM PENANGGULANGAN

KERUSAKAN LINGKUNGAN Oleh:

Siti Robitoh 11161110000061

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 03 Agustus 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos) pada program Studi Sosiologi.

Ketua Sidang,

Dr. Cucu Nurhayati, M. Si.

NIP. 197609182003122033

Penguji I, Penguji II,

Mohammad Hasan Ansori, Ph.D Saifudin Asrori, M.Si

NIP NIP. 197701192009121001

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal Ketua Program Studi Sosiologi

FISIP UIN Jakarta

Dr. Cucu Nurhayati, M. Si.

NIP. 197609182003122033

(5)

iv ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang aktivis organisasi sosial yang fokus pada bidang penanggulangan kerusakan lingkungan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan tentang bagaimana Struktur dan Agensi Aktivis Program Bank Sampah Nusantara Nahdlatul Ulama Dalam Penanggulangan Kerusakan Lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang pengumpulan datanya menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teori Struktur dan Agensi yang dikemukakan oleh Pierre Felix Bourdieu sebagai tools analisis.

Teori struktur dan agensi menjelaskan tentang relasi antara aktor dan struktur terjalin secara dialektik, yang saling mempengaruhi dan memperantarai di dalam sebuah praktik sosial. peran aktor pada ruang sosial berlangsung dalam kurun waktu yang lama dan mengulang tindakan yang sebelumnya sudah ada pada ruang sosial yang dipengaruhi dengan struktur subjektif dan fenomena objektif. Bourdieu mengungkapkan teori tersebut dengan beberapa konsep yaitu : habitus, modal (capital), ranah (field), dan praktik sosial.

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ajaran agama merupakan struktur dalam pelaksanaan program kegiatan Bank Sampah Nusantara LPBI NU.

Agen yang bertindak dalam penanggulangan kerusakan lingkungan adalah para pengurus BSN LPBI NU. Terdapat beberapa modal yang dimiliki para agen, yaitu

; pertama terdapat modal sosial, yaitu jaringan sosial seperti keluarga, kerabat dekat, lingkungan rumah atau lingkungan kerja, kedua terdapat modal kultural, yaitu pendidikan resmi, pelatihan, kerampilan serta keahlian yang dimiliki aktor, dan terakhir terdapat modal simbolik, yaitu berupa harga diri, martabat, tradisi, keturunan sebagai simbolik kehormatan dan prestise seseorang. Modal yang dimiliki para pengurus BSN digunakan sebagai sumber kekuasaan dan kekuatan pada praktik sosialnya didalam mengembangkan BSN LPBI NU, sehingga terdapat interaksi antara Struktur dan agensi yang dapat mempengaruhi satu sama lain.

Kata kunci : Penggulangan kerusakan lingkungan, Ajaran agama, Aktivis.

(6)

v

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Struktur dan Agensi Aktivis Program Bank Sampah Nusantara Nahdlatul Ulama Dalam Penanggulangan Kerusakan Lingkungan”. Dan tidak lupa kita panjatkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan yang baik bagi umatnya dan untuk berbuat kebajikan.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik guna memperoleh gelar sarjana dalam Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis memahami tanpa adanya bantuan, dukungan, doa, dan bimbingan dari berbagai pihak akan sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Maka dari itu penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Siti Robitoh selaku diri saya sendiri yang telah berjuang melawan kemalasan serta dapat melewati demotivasi dan overthinking saat penulisan ini dibuat.

2. Bpk. Prof. Ali Munhanif, M.A., Ph. D., selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Terima kasih atas semangatnya membangun jurusan sosiologi.

3. Ibu. Dr. Cucu Nurhayati, M. Si., selaku Ketua Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu. Dr. Jahrotul Jamilah, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu. Dr. Dzuriyatun Toyibah, M.Si, MA., selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang senantiasa selalu membimbing, memotivasi dan memberikan arahan dari awal penyusunan skripsi hingga skripsi ini selesai.

(7)

vi

6. Bpk. Kasyfiyullah M.Si yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan masukan, serta mendengarkan keluh kesah dan kebingungan penulis dalam penulisan.

7. Seluruh Pengurus Bank Sampah Nusantara Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi informan dalam memberikan informasi terkait skripsi ini.

8. Maumah dan Babagus yang tak pernah lelah mencurahkan kasih sayangnya disertai dengan untaian do’a yang selalu mengiringi penulis dalam menuju sebuah kesukses. Tanpa do’a dan motivasi dari Maumah dan Babagus penulis tidak mungkin bisa menyelesaikan skripsi ini.

9. Abang Ajis, Mpok Unung, Mpok Atun serta Nyai H. Rohimah dan Nyai H. Namah yang telah memberikan doa, dukungan, nasihat, semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Mba Esti Kurniati, Qonita, Mba Khoiriyah, Kak Nuna Putri, Mba Dilah, Kak Gardita, serta Mba Dosen Farah Nilawati, Mas Dosen Baedowi dan Bunda Mifta serta Bojone yang telah memberikan semangat, menjadi teman diskusi, serta memberikan saran dalam penyusunan skripsi.

11. Muchlisin, Yundha, Isit, Iqbal, Nurfitria, Ain Koko, dan Rizky Kw yang selalu memberikan semangat, mengingatkan penulis untuk mengerjakan skripsi, serta menjadi pendengar yang baik dari segala keluh kesah penulis.

12. Sarah, Fitri, Mila, Kharisma, Bella, Mba Ayu, Laily, Anggi, Noni, Fitri, Klara dan Syifa Tamara serta temen-teman KKN Lumos ; Lutfirrohmah, Falah, Khabaib, Ammah dan Annisa yang selalu memberikan semangat, mengingatkan penulis untuk mengerjakan skripsi, serta menjadi pendengar yang baik dari segala keluh kesah penulis.

13. Sahabat-sahabat sosiologi angkatan 2016, Eliza Nur Azizah, Adelia Putri, Zalfa Alifia, Zahrotul Fitriani, Neti Wahyuni, Pingky Pratiwi, Rena Dwi, Nia Utari, Neti Wahyuni, Pingky Pratiwi, Chaerunissa, Sarno, Muftie Arief, Mahmud, Fathur, Drajat, Iqbal A. Muqsid, Hana dan Zamzam serta

(8)

vii

sahabat seperjuangan lainnya selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya kelas sosiologi B.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna karena terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis. Maka dari itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak khususnya dalam bidang sosiologi.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, 03 Agustus 2021 Siti Robitoh.

(9)

viii DAFTAR ISI

ABSTRAK………... iv

KATA PENGANTAR ……….... v

DAFTAR ISI……….. viii

DAFTAR TABEL……….. x

DAFTAR GAMBAR………. xi

BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah………... 1

B. Rumusan Masalah……….. 12

C. Tujuan Penelitian………... 12

D. Manfaat Penelitian………. 12

E. Tinjauan Pustaka……….… 14

F. Kerangka Teori………... 21

a. Definisi Konseptual………. 21

1. Aktifis Lingkungan ……….….. 21

2. Penanggulangan Kerusakan lingkungan………….... 21

b. Teori Struktur dan Agensi Pierre Bourdieu………….. 24

G. Metodologi Penelitian………...… 32

H. Sistematika Penulisan………... 42

BAB II GAMBARAN UMUM AGAMA, NU DAN GERAKAN LINGKUNGAN……...……. 43

A. Profil LPBI NU………. 46

B. Profil BSN LPBI NU………....………. 53

C. VISI dan MISI BSN LPBI NU………....…………. 55

D. Latar Belakang BSN LPBI NU………...……. 56

E. Program dan kegiatan BSN LPBI NU……….. 59

F. Kemitraan BSN LPBI NU………...……...……. 61

G. Latar Belakang Pengurus BSN LPBI NU………. 61

(10)

ix

BAB III PEMBAHASAN STRUKTUR DAN AGENSI AKTIVIS PROGRAM BANK SAMPAH NUSANTARA NAHDLATUL ULAMA DALAM PENANGGULANGAN KERUSAKAN LINGKUNGAN

A. Struktur dalam penanggulangan kerusakan lingkungan pada

program BSN LPBI NU……….……….…71

B. Agensi aktivis lingkungan dalam penanggulangan kerusakan lingkungan pada program BSN LPBI NU ………....…….76

C. Interaksi antara Struktur dan Agensi aktivis lingkungan dalam penanggulangan kerusakan lingkungan pada program BSN... 100

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan……….……..… 114

B. Saran……….…. 117

DAFTAR PUSTAKA………. xii

LAMPIRAN-LAMPIRAN……….... xvi

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel I.E.5 : Profil Informan... 35 Tabel II.E : Jumlah Sebaran Unit Cabang BSN LPBI NU... 59 Tabel III.D. 1 : Jumlah Sebaran Unit Cabang BSN LPBI NU... 112

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.F.b : Diagram Teori Feliz Bourdieu... 31 Gambar II.D : Struktur Kepengurusan... 57 Gambar III. B. 1 : contoh produk daur ulang (ekobrik). ... 81 Gambar III. B. 2 : prosesi penimbangan sampah plastik Warga Kenari.. 85 Gambar III.C.1 : Prof Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA. Mengunjungi Stand BSN untuk wawancara dan memberikan apresiasi untuk produk ekobrik ... 95 Gambar III. D . 1 : Sosialisasi Program Pesantren Hijau... 111

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan masalah

Belakangan ini banyak sekali komunitas yang terbentuk karena rasa peduli terhadap lingkungan seperti WALHI, GreenPeace Indonesia, Gerakan go green dan sebagainya. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) merupakan sebuah organisasi gerakan lingkungan hidup terbesar di Indonesia, dengan jumlah anggota sebanyak 487 organisasi dari unsur organisasi non pemerintah dan organisasi pencinta alam, serta 203 anggota individu yang tersebar di 28 propinsi di Indonesia. Sejak tahun 1980 hingga saat ini, WALHI secara aktif mendorong upaya-upaya penyelamatan dan pemulihan lingkungan hidup di Indonesia. WALHI bekerja untuk terus mendorong terwujudnya pengakuan hak atas lingkungan hidup, dilindungi serta dipenuhinya hak asasi manusia sebagai bentuk tanggung jawab Negara atas pemunuhan sumber- sumber kehidupan rakyat.

Pada bulan Desember 1989, Walhi memutuskan untuk menggugat enam pejabat negara karena mengijinkan pembangunan pabrik pulp dan rayon, PT Inti Indorayon Utama di Porsea. Kasus ini pertama kalinya NGO melakukan legal standing. Ini merupakan catatan pembaharuan hukum acara di Indonesia, karena sebelumnya Indonesia menganut “asas tiada gugatan tanpa kepentingan hukum”. Saat itu, kepentingan hukum biasanya dikaitkan dengan kepentingan kepemilikan atau kerugian yang dialami langsung oleh penggugat.

(14)

2

Dalam perkembangannya, setelah beberapa kali WALHI mengajukan gugatan, akhirnya legal standing WALHI diterima di Pengadilan. Meskipun dari pengalaman beberapa sidang di pengadilan, legal standing WALHI selalu saja diperdebatkan. Namun, dalam perjalanannya, akhirnya legal standing LSM ini diakomodir dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diartikan sebagai Hak Gugat Organisasi Lingkungan. WALHI mencatat, bahwa kebakaran pada tahun 2015 yang lalu, sebanyak 439 perusahaan terlibat pembakaran di 5 Provinsi, 308 diantaranya adalah perusahaan sawit. WALHI telah mendorong penegakan hukum terhadap perusahaan pembakar hutan dan lahan pada tahun 2015, baik langsung ke pemerintah, maupun melalui praperadilan.

Selanjutnya, organisasi lingkungan yang berbasis kaum muda pertama kali di Indonesia menjadi milik Klub Indonesia Hijau (KIH) di masing-masing kota seperti di Surabaya pada tahun 1983. di kota Jakarta 1984, dan di Medan pada tahun 1990. KIH berdiri dari Yayasan Indonesia hijau (YIH) pada tahun 2000. Soeharto dan kawan-kawan hanya mengkategorikan bentuk Organisasi Pecinta Lingkunganyaitu Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (KOPHI), Garuda Youth Community. Sudah banyak gerakan-gerakan yang sudah dilakukan oleh beberapa organisasi lingkungan, seperti yang dilakukan oleh Yayasan Lingkaran Hijau Indonesia dengan gerakan pendidikan dan advokasi konsumen hijau yang dimana program adalah pendidikan konsumen hijau dan advokasi kasus lingkungan hidup dan aksi public opinion via media masa (Suharko 1998).

(15)

3

Tidak hanya KIH, Greenpeace juga merupakan suatu organisasi lingkungan global yang memiliki cabang lebih dari 40 negara termasuk di Indonesia. Pada tahun 2005 Greenpeace mendirikan organisasi mudanya yang disebut Green Peace Youth Indonesia.Greenpeace sendiri hadir karena bumi yang rapuh ini perlu suara, butuh solusi, butuh perubahan, serta butuh aksi.

Aksi-aksi yang diselenggrarakan pada tahun 2020-2021 yang dilakukan oleh GreenPeace adalah mendukung Indonesia segera melakukan transisi energi terbarukan yang ramah lingkungan, memulihkan hutan untuk terciptanya kelestarian margasatwa, dukungan hutan tanpa api dan perlindungan pada hutan Papua. Kemudian memulihkan perairan Karawang dari minyak, mengurangi masalah produksi sampah plastik dan aksi teraksinya terkait Hari Laut Sedunia.

Organisasi gerakan lingkungan bukan hanya tingkat Nasional dan Daerah saja, tetapi juga pada tingkatan terendah seperti tingkat RW/RT, tingkatan sekolah dan pesantren juga melakukan kegiatan gerakan peduli lingkungan. Seperti halnya Karang taruna Daerah Sambat desa Tanjung Keracut ini berperan dalam internal diri dari masyarakat yaitu menanamkan jiwa atau karakter peduli lingkungan, Penanaman karakter ini merupakan upaya untuk membentuk generasi yang berakhlak mulia dan mampu menempatkan dirinya dalam situasi apapun (Novianty and Pratiwi 2018)

Sikap disiplin remaja yang sedang tumbuh sangatlah minim sekali dalam menjaga lingkungan, pada saat ini keberadaan karang taruna memiliki dampak positif karena berjalannya program kerja organisaasi dibidang sosial

(16)

4

dan lingkungan alam. untuk menjalankan program kerja karang taruna karti memerlukan iuran, warga desa Tanjung Keracut memulai dengan usaha cuci motor dan budi daya ikan, dimana hasil dari usaha tersebut untuk menajalankan program kerja karang taruna tersebut. Kegiatan Karang taruna Karti dalam menanamkan karakter peduli lingkungan adalah gotong Royong atau jumat bersih setiap minggu (Novianty and Pratiwi 2018).

Upaya selanjutnya dalam gerakan peduli lingkungan adalah mengembangkan kegiatan Go Green disekolah dan di pesantren, seperti yang di lakukan oleh MTsN. Kuok Kampar mereka menerapkan Kegiatan Go Green School yang merupakan langkah strategis untuk menjaga dan memelihara lingkungan hidup agar tetap lestari. Area lahan sekolah ditata secara holistik, bersih, hijau sehingga dapat menjadi laboratorium alam, pengelolaan air dan energi diarahkan kepada pembiasaan hemat sumber daya, pengelolaan limbah/sampah diarahkan kepada pembiasaan kaidah 4 R (Reduse, Reuse, Recyle, Recovery) dan mengarah kepada zero waste. Karenanya, tampilan fisik sekolah di tata secara ekologis sehingga menjadi wahana pembelajaran bagi seluruh warga sekolah untuk bersikap arif dan berperilaku ramah lingkungan (Mardliyah, Hambali, and Zahirman n.d.).

Go green juga dapat meningkatkan Nasionalisme murid-murid di SMP Negeri 2 Dawuan Kabupaten Subang. Gerakan Go Green merupakan salah satu cara upaya untuk meningkatkan nasionalisme, rasa cinta tanah air dengan cara minimal mencintai bumi dan lingkungannya agar tetap lestari, jadi dengan Go Green anak sadar akan diri dan lingkungannya. Sejak dicanangkannya Go

(17)

5

Greenbanyak sekali aktifitas dan kreatifitas yang muncul dari guru misalnya, setelah melihat banyak sampah muncul usul untuk mengelola limbah tahun 2010, terus ada tempat pemisahan sampah organik dan non organik, muncul usulan adanya “smoking area” bagi guru, membangun kamar mandi dan penampungan limbah (Lesmana 2019).

Gerakan Go Green lainnya yang dilakukan oleh Pesantren Daarul Ulum Lido menerapkan konsep Harim Zone dan merupakan yang pertama kalinya di Indonesia. Pondok Pesantren Modern Daarul Ulum Lido menjadi pilot project pertama, hasil kerjasama antara Pesantren dengan Conservation International Indonesia, Yayasan Owa Jawa dan Rutford. Lahan seluas 1,5 hektar sepanjang bantaran kali Cilengsir dijadikan kawasan Harim Zone dan telah ditanami berbagai jenis pohon seperti Mangga, Durian, Jambu dan Rambutan. Para santri memanfaatkan kawasan Harim Zone sebagai laboratorium alam sehingga mereka bisa belajar secara langsung di alam terbuka. Hal tersebut atas pemikiran para guru dan para Kyai yang mengajarkan kepedulian terhadap lingkungan (Khitam 2011).

Persoalan lingkungan menjadi perhatian dari beberapa organisasi keagamaan seperti Muhammadiyyah dan Nahdlatul Ulama. Muhammadiyyah menjalankan program kerja dengan konsep gerakan ekoteologi islam dengan adanya “Majlis Lingkungan Hidup PP. Muhammadiyyah”. Adapun kegiatan yang dilaksanakan untuk program ini, di antaranya; Penerbitan Ulang Buku Teologi Lingkungan; Penyusunan dan Penerbitan Buku Akhlaq Lingkungan;

Penyusunan panduan pengelolaan lingkungan hidup bagi amal usaha dan

(18)

6

warga Muhammadiyyah; dan Penyusunan panduan teknis dan strategi Pengembangan Konservasi Alam.

Majlis lingkungan Hidup Muhammadyah juga menjalankan program kegiatan kampanye melalui berbagai media, penyelanggaraan lomba lingkungan, dan publikasi kegiatan lingkungan Muhamamdiyyah melalui berbagai media, Pelatihan Da’i Penggerak Lingkungan, Pengelolaan Sampah dengan Gerakan Shodaqoh Sampah, Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pengelolaan Lingkungan, Advokasi bagi Warga Muhammadiyah yang terkena dampak lingkungan, Peningkatan Peran Perempuan dalam Pengelolaan dan Pendidikan Lingkungan, dan lain-lain. dengan implementasi adanya shodaqoh sampah dan Gerakan Aksi Hijau yang dilakukan oleh PP. Muhammadiyyah (Izzatul Mardhiah, Rihlah Nur Aulia 2014).

Nahdlatul Ulama memiliki kelembagaan lingkungan hidup dengan konsep yang terstruktur dan kongkrit untuk masyarakat. Terdapat juga gerakan FNKSDA (Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam) yang diinisasi oleh kalangan muda Nahdliyin. FNKSDA dapat dimaknai sebagai wujud konkrit “dialog” tradisi Nahdliyin, terkhusus mengenai komitmen menjaga kelestarian lingkungan dari ancaman kapitalisme. Gerakan ini sendiri punya tendensi praxis, artinya tidak hanya hirau terhadap rancang bangun ideologi lingkungan tetapi juga berupaya melakukan proses advokasi lingkungan di berbagai wilayah rentan. Corak dialog ini misalnya dapat ditemukan dalam berbagai kegiatan FNKSDA yang tidak lupus menggunakan term khas kaum Nahdliyin seperti “Ngaji”, “Fikih”

(19)

7

Para Tokoh-tokoh NU juga memiliki perhatian dibidang lingkungan seperti yang sudah dipraktikkan oleh KH Hasyim Asy'ari, pendiri NU, dalam menjaga lingkungan hidup. Dalam sejarah hidupnya, Kiai Hasyim sangat gemar bercocok tanam serta menganjurkan warga NU dan masyarakat untuk bercocok tanam. Bagi Kiai Hasyim, cocok tanam adalah pekerjaan yang sangat mulia. Walaupun tidak secara verbal bicara lingkungan hidup, tetapi gerakan nyata Kiai Hasyim sangat jelas sebagai wujud komitmennya dalam menjaga lingkungan hidup sekaligus sebagai lahan penghidupan warga. Dengan bercocok tanam, Kiai Hasyim dan para santrinya bisa mandiri, bisa membantu sesama, sekaligus menjaga kelestarian alam.

Selain itu juga keteladanan yang sama dijalankan oleh KH. Sahal Mahfudh, Rais Aam PBNU 1999-2014. Bagi Kiai Sahal (1988), keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidupbahkan seluruh aspek kehidupan manusiamerupakan kunci kesejahteraan. Kenyataan di mana-mana menunjukkan lingkungan hidup mulai tergeser dari keseimbangannya. Ini akibat dari kecenderungan untuk cepat mencapai kepuasan lahiriah, tanpa mempertimbangkan disiplin sosial, dan tanpa memperhitungkan antisipasi terhadap kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan yang akan menyulitkan generasi berikutnya.Bagi Kiai Sahal, pesantren harus hadir secara nyata bagi kelestarian lingkungan hidup.

Pada 80-an, untuk pertama kalinya NU membuat konsep fiqih lingkungan hidup, KH Sahal Mahfudh bersama KH Ali Yafie menulis buka

“Merintis Fiqh Lingkungan Hidup”. Menurut KH. Ali Yafie islam

(20)

8

mengajarkan hidup selaras dengan alam, banyak ayat alqur’an yan bercerita tentang lingkungan hidup dan masalah lingkungan masuk ke dalam bidang jinayat (hukum). Artinya kalau sampai ada seseorang menggunduli dan merusak hutan, maka harus disanksi dengan tegas dan harus dihukum. KH. Ali Yafie sangat menegaskan hukum bagi siapapun yang merusak lingkungan.

Jihad lingkungan hidup ini sangat terkait dengan kesejahteraan warga, sebagaimana dinyatakan Kiai Sahal Mahfudh. Inilah kerja politik yang sangat dinantikan bangsa.

Selanjutnya terdapat Gus Mus yang berjuang dalam jihad melestarikan lingkungan dengan cara hidup sederhana. Karena hidup berlebih-lebihan adalah pangkal utama kerusakan, termasuk dalam lingkungan hidup. Ini ditujukan buat semuanya, ya warga NU, para pejabat, dan seluruh komponen bangsa. Hidup sederhana inilah salah satu rumusan sangat penting agar NU kokoh berdiri, NU yang disegani. KH. Mustofa Bisri, sebelum Muktamar 1994 beliau menyerukan dan bergerak dengan aksi nyata hidup sederhananya untuk menjaga lingkungan hidup dengan membangun planning yang tepat tanpa merusak lingkungan, karena Gus Mus sudah melihat bahwa ragam bencana sudah menjadi saksi bahwa arah jihad lingkungan lingkungan harus terus disuarakan dan diperjuangkan dengan sepenuhnya. Maka di putuskanlah pada Muktamar NU ke-29 di Cipasung, Tasikmalaya bahwa pencemaran lingkungan baik udara, air, maupun tanah, apabila menimbulkan kerusakan, maka hukumnya haram dan termasuk perbuatan kriminal.

(21)

9

Fatwa tersebut dilandaskan pada ajaran Agama Islam untuk menjaga kebersihan serta menjaga kelestarian alam dengan beberapa penafsiran. Pada Q.S. al-Qashash [28] ayat 77

يِف ِغَتْبا َو َۖكْيَلِإ ُ هللَّا َنَسْحَأ اَمَك ْنِسْحَأ َو ۖ اَيْنُّدلا َنِم َكَبي ِصَن َسْنَت َلَ َو ۖ َة َر ِخ ْلْا َراهدلا ُ هللَّا َكاَتآ اَم َلَ َو

َنيِدِسْفُمْلا ُّب ِحُي َلَ َ هللَّا هنِإ ۖ ِض ْرَ ْلْا يِف َداَسَفْلا ِغْبَت ,

Yang artinya “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain), sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.

Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan”.

Perhatian organisasi keagamaan dan para tokoh-tokoh organisasi keagamaan terhadap masalah lingkungan sudah seharusnya semakin intensif.

Maka dari itu skripsi ini akan memfokuskan pada masalah penanggulangan kerusakan lingkungan di organisasi keagamaan NU. Hal ini karena NU memiliki konsern tentang masalah tersebut, dimulai dengan keteladanan para tokohnya, membahas masalah tersebut dalam bahtsul masa’il, menyusun ajaran fiqh tentang lingkungan dengan mengeluarkan buku tentang isu lingkungan, mendirikan lembaga dan program spesifik dalam masalah tersebut, juga munculnya aktivis lingkungan di kalangan NU.

NU mengambil peran dalam ikut menjaga lingkungan hidup ini dari tangan yang tidak bertanggungjawab dan mengajak kepada masyarakat untuk sadar akan lingkungan di sekitarnya. Secara khusus, pengurus besar NU

(22)

10

mengajak agar warga NU dan segenap masyarakat Indonesia untuk berjihad dalam melestarikan lingkungan (jihad bi'ah) dengan tetap berpedoman pada aqidah ahlussunnah wal jamaah, dengan mengadakan kampanye untuk menyambut hari lingkungan hidup pada tahun 2015, Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) menyelenggarakan Kampanye Go Green di Jakarta yang diikuti oleh para pengurus LPBI, santri dan siswa diwilayah Jakarta dan sejumlah masyarakat umum. Kampanye go green tersebut berisikan tentang penanaman pohon, kebersihan sanitasi, larangan merusak lingkungan dan penambangan hutan limbah ilegal. Karena LPBI juga memberikan perhatian khusus pada kelestarian alam dan lingkungan hidup.

LPBI beserta dengan Tim Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama juga membuat buku yang berjudul “Fikih Penanggulangan Sampah Plastik”.

Buku ini adalah sebuah bukti kongkrit sebagai upaya untuk memberikan dukungan terhadap penanggulangan bahaya sampah plastik dan upaya kelestarian lingkungan melalui sentuhan Islam, khususnya fiqih. Dimana di jelaskan juga dalam buku ini bagaimana peran NU dalam penanggulangan sampah Plastik.

LPBI NU merupakan salah satu lembaga yang secara struktural- organisatoris sebagai pelaksana kebijakan dan program Nahdlatul Ulama di bidang penanggulangan bencana, perubahan iklim, dan pelestarian lingkungan.

Dalam mengemban tugasnya dibidang penanggulangan bencana dan pelestarian lingkungan, LPBI membuat program BSN (Bank Sampah

(23)

11

Nusantara) pada tahun 2016. Saat ini bank sampah hampir mencapai 200 unit yang tersebar di Indonesia di beberapa cabang-cabang NU dan kalangan pesantren. Program BSN tersebut bertujuan untuk mengendalikan sampah plastik agar dapat di olah kembali sebagai bentuk penanggulangan kerusakan lingkungan. Sampah plastik harus di pilah dulu sebelum di daur ulang, sehingga sampah bisa digunakan untuk Ecobreak. Dalam penanganan sampah plastik juga terdapat kegiatan “ngaji plastik”, kegiatan ini merupakan teknik pelatian untuk mengelola sampah plastik agar bisa bermanfaat. Kegiatan ini juga mengajak setiap unsur masyarakat untuk belajar dalam memilah sampah, melatih masyarakat untuk mengembangkan kreatifitasnya untuk mendaur ulang sampah agar lebih bermanfaat untuk dirinya dan lingkungan.

Menurut Fitria Ariyani, selaku Direktur Utama BSN LPBI-NU “ BSN merupakan salah satu program yang di bentuk oleh LPBI-NU sebagai bentuk pelestarian lingkungan, Visi kami adalah membantu dan mendorong program indonesia bebas Sampah tahun 2020 dengan tagline Ubah Sampah Menjadi Berkah” (LPBI NU 2016c)

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis memilih objek penelitian pada organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama, dikarenakan NU telah banyak melakukan tindakan aktif dalam pengelolaan dan penanggulangan masalah sampah plastik, sehingga dapat mempengaruhi tindakan masyarakat nahdliyin, masyarakat umum serta dapat meningkatkan juga pemberdayaan kemandirian ekonomi kreatif masyarakat. Sedangkan organisasi Muhammadiyah hanya

(24)

12

melakukan tindakan pasif yang bersifat diskursif saja. Hal inilah yang membuat penlis tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana struktur dan agensi aktivis NU dalam penanggulangan kerusakan lingkungan.

B. Rumusan Masalah

Maka pertanyaan dalam penelitian ini meliputi :

1. Bagaimana struktur dalam penanggulangan kerusakan lingkungan pada program BSN LPBI NU ?

2. Bagaimana agensi aktivis NU dalam penanggulangan kerusakan lingkungan pada program BSN LPBI NU ?

3. Bagaimana interaksi antara struktur dan Agensi aktivis NU dalam penanggulangan kerusakan lingkungan pada program BSN LPBI NU C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang di peroleh oleh penulis menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui bagaimana struktur dalam penanggulangan kerusakan lingkungan pada program BSN LPBI NU

2. Untuk mengetahui bagaimana agensi dalam penanggulangan kerusakan lingkungan pada program BSN LPBI NU

3. Untuk mengetahui bagaimana interaksi antara struktur dan Agensi aktivis NU dalam program BSN LPBI NU

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dibagi menjadi dua macam, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis serta manfaat untuk peneliti.

(25)

13 1) Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah referensi terhadap kajian sosiologi terkait Habitus aktivis penanggulangan kerusakan lingkungan dalam kegiatan BSN.

b. Sebagai bahan acuan dan referensi pada penelitian yang menggunakan tema sejenis dimasa yang akan datang.

c. Memberikan kontribusi terhadap fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik terutama pada Jurusan Sosiologi.

2) Manfaat praktis

a. Menambah pemahaman kepada masyarakat pada umumnya dan kalangan mahasiswa pada khususnya agar dapat memanfaatkan ilmu dengan baik.

b. Memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa terdapat kerusakan lingkungan yang harus kita tangani bersama.

c. Sebagai masukan bagi NU dalam pengoptimalan perannya sebagai Ormas islam Terbesar di indonesia dalam upaya mencegah kerusakan lingkungan

d. Sebagai masukan bagi pemerintah aga dapat bekerja sama dalam menanggulangi masalah kerusakan lingkungan, sehingga pemerintah juga memberikan kontribusi pada lingkungan.

3) Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menambahkan wawasan pengetahuan dan juga menambah pengalaman dalam proses

(26)

14

penelitian, serta dapat berkontribusi dalam memberikan kajian penelitian yang sesuai dengan bidang yang di tekuni oleh penulis.

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang gerakan lingkungan membahas penanggulangan kerusakan lingkungan dari berbagai aspek. Seperti dari aspek strategi- strategi yang digunakan dalam penanggulangan kerusakan lingkungan (Joko Suwarno 2016).

Dalam kurun waktu dalam kurun waktu 5 tahun produksi perikanan laut menurun, hal ini dipicu adanya aktivitas nelayan yang dapat merusak lingkungan laut. Salah satu gerakan lingkungan Desa Muncar adalah gemuruh (Gerakan Muncar Rumahku) sebagai upaya penyelamatan sumber daya Kelautan dan Perikanan. Terbentuknya gemuruh berawal dari KUB (kelompok usaha bersama) nelayan yang berorientasi profit namun sekarang transformasi sebagai gerakan sosial dalam pelestarian lingkungan. Tindakan sosial ini menjadi manifestasi kesadaran kelompok nelayan atas lingkungannya.Gerakan sosial ini juga menjadi strategi mobilisasi sumberdaya sebagai penyelamatan sumber daya Kelautan dan Perikanan dengan adanya patroli pengawasan penanaman terumbu karang dan mangrove (Joko Suwarno 2016).

Kegiatan gemuruh didukung oleh sumber daya yang ada untuk melancarkan aksinya sumber daya tersebut adalah uang jabatan Tenaga

(27)

15

Kerja dan dukungan internal serta eksternal dari elit penguasa setempat.

Sumber daya ini mampu menjaga eksistensi gerakan dalam mencapai tujuan.

Dalam gerakan gemuruh juga terdapat beberapa mobilisasi resources, yang pertama terdapat mobilisasi moral resources, dengan tujuan untuk memunculkan simpati dari masyarakat agar ikut berpartisipasi sehingga mendapatkan legitimasi atas organisasi.

Yang kedua terdapat mobilisasi kulturalisme, dalam gerakan sosial gemuruh para aktor menunjukkan sikap sukarelawan dengan mengorbankan waktu tenaga dan pikiran untuk mencapai tujuan, hal tersebut bersinggungan dengan adanya kebudayaan lokal yang disebut petik lautsebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur atas apa yang Tuhan berikan. Yang ketiga terdapat cultural resort juga termasuk memberi pengetahuan dan pengalaman untuk pelestarian alam sehingga para aktor gemuruh mengetahui adanya kesempatan untuk meningkatkan legitimasi masyarakat.

Yang ke-empat terdapat mobilisasi sosial organizational resources yang di mana kelompok sosial dalam gerakan sosial harus jelas tujuan dan struktur organisasinya. Dan yang terakhir ada mobilisasi human resources di mana kebutuhan pendanaan serta legitimasi akses seperti keahlian dan pengalaman sangat dibutuhkan oleh gerakan sosial yang ini Dan terakhir ada mobilisasi material Resort yang terdiri dari sumber-sumber ekonomi

(28)

16

sebagai modal finansial untuk memenuhi kebutuhan gerakan sosial.Strategi yang dilakukan oleh gerakan muncul rumahku sebagai gerakan sosial dalam mobilisasinya para aktor butuh jaringan sosial modal cultural, modol simbolik atau legitimasi dan ekonomi untuk menjalankan aksi dalam kegiatan gemuruh tersebut (Joko Suwarno 2016).

Hal itu juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Yuanjaya, 2015 terkait modal sosial dalam gerakan lingkungan Dengan adanya modal sosial peneliti melihat pencapaian dari kedua gerakan Kampung hijau, apakah sudah mencapai tujuan atau hanya berhenti di satu kegiatan.

Gerakan sosial lingkungan ini memiliki empat tahapan yaitu ketidakpuasan antusiasme orang formalisasi dan pelembagaan menurut Herbert Blumer, sedangkan menurut Christiansen (2009) adanya tahap pemunculan koalisi, formalisasi dan surut sedangkan dalam gerakan sosial dilakukan oleh komunitas atau kelompok dengan alasan yang berbeda- beda tetapi satu tujuan pada gerakan sosial komunitas ini terdapat modal sosial yang dapat memobilisasi gerakan sosial tersebut dengan 6 unsur, yaitu kepercayaan, jaringan, resiproritas, norma sosial, nilai sosial dan tindakan proaktif (Yuanjaya 2015).

Hasil dari modal sosial pada gerakan lingkungan Kampung Gambiran yaitu melakukan berbagai macam kegiatan pelestarian lingkungan dengan menjalin kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat atau stakeholder lainnya sehingga mendapatkan berbagai

(29)

17

macam prestasi juga dalam pemanfaatan jaringan sosial sumber daya dan modal lainnya. Sedangkan Kampung Lor hanya melakukan kegiatan penanggulangan sampah atau pemanfaatannya dengan hanya menunggu arahan kegiatan dari pemerintah maka tidak ada kegiatan penunjang lainnya sehingga tidak ada prestasi yang dicapai oleh Kampung Lor selain Kampung hijau. Maka dapat disimpulkan bahwa setiap kegiatan harus memanfaatkan 6 unsur modal sosial agar dapat memobilisasi gerakan sosial sehingga dapat berkembang serta berkelanjutan (Yuanjaya 2015).

Dinamika sejarah gerakan sosial lingkungan alam secara terkonsep merupakan triangulasi gerakan sosial dan politik yang bertujuan untuk melestarikan dan memperbaiki lingkungan alam melalui pendidikan, advokasi gaya hidup, perbaikan dan perencanaan komunitas, serta investasi dan regulasi pemerintah. Oleh karena itu peningkatan kesadaran publik dan ekspansi dari ilmu-ilmu lingkungan sangat luar biasa dengan konsep berkelanjutan dengan melakukan berbagai aksi (Rochwulaningsih 2017).

Salah satu yang menariknya adalah setiap organisasi lingkungan saling berinteraksi dan memiliki hubungan dengan organisasi lain bahkan memiliki link atau jaringan jenis gerakan sosial dengan pandangan yang sama bidang yang menjadi perhatian mereka yang bersifat Global memberikan kesan gerakan Netral dari pengaruh konflik politik global.

Konflik politik global dari masa kemasa terwujud kolonialisme atau

(30)

18

penjajahan oleh ekspansi kapitalisme di mana ada sistem tanam paksa untuk masyarakat Indonesia sehingga menjadi negara pinggiran dan hidup ketergantungan di mana pertumbuhan di Indonesia bukanlah perkembangan berkelanjutan tetapi kehancuran ekonomi yang berkelanjutan maka dari itu dinamika gerakan sosial lingkungan di Indonesia dapat mendukung proses penguatan Civil Society yang bersama-sama berjuang menegakkan tata lingkungan global dengan cara bergerak (defensif) dan (ofensif) mengoreksi segala macam kebijakan negara yang dapat merusak alam (Rochwulaningsih 2017).

Pada hasil penulisan Nur Indah Ariyani, Dkk 2015 menyebutkan hal- hal pendukung serta penghambat yang di pengaruhi oleh Habitus di Desa Wisata Kuwu. Desa kuwu berada di kecamatan Kradenan Kab. Grobogan Jawa Tengah Tahun 2012. Dalam kriterianya yang menjadi desa wisata harus memiliki beberapa syarat :

1. Something to see yaitu ada sesuatu yang di lihat oleh pengunjung wisata, 2. Something to do yaitu ada sesuatu yang bisa di lakukan oleh pengunjung.

3. something to buy yaitu ada sesuatu yang bisa di beli oleh pengunjung wisata.

Habitus ini berasal dari budaya leluhur lingkungan sekitar desa kuwu dan interaksi satu sama lain dengan proses yang panjang, yaitu semangat dan nilai nilai yang di pegang masyarakat dari leluhur di gunakan untuk bekerja akan menjadi pekerja keras di bawah terik matahari yang menyengat menjadi petani garam, dan berdagang bahkan cara tutur bahasa yang halus

(31)

19

agar menarik perhatian hidup bersikap toleransi, saling menghargai dan menghormati walau berbeda pendapat jika sedang berdiskusi, nilai nilai ini sebagai nilai kerukunan yang mempengaruhi pola pikir masyarakat.

Modal yang di pertaruhkan ada beberapa dalam desa Wisata Kuwu yaitu modal ekonomi, yaitu berupa uang, sebagai modal usaha, tanah dan rumah juga menjadi nilai ekonomi, lain halnya dengan modal sosial yaitu hubungan antar individu dalam masyarakat, partisipasi jaringan, timbal balik, kepercayaan, nilai dan norma juga serta tindakan proaktif untuk mendukung kerjasama hubungan. Modal ekonomi dan modal sosial juga di dukung oleh modal intelektual berupa pendidikan, pengalam serta keahlian yang mereka peroleh dari interaksi dengan orang lain yang mempengaruhi mata pencaharian. Modal budaya masyarakat Kuwu diwariskan oleh orang tua dan interaksi untuk menarik wisatawan. Modal yang terakhir adalah modal simbolik, berupa tanah, rumah, kendaraan, luas garapan serta hasilnya, bahkan kekuasaan fisik lainnya. Ada juga berupa status dalam struktur pemerintah desa untuk memberikan saran dan instruksi kepada masyarakat kuwu (Ariyani, Demartoto, and Zuber 2015)

Konsep field menurut Bourdieu pada penelitian ini tentu saja berada pada tempat masyarakat kuwu tinggal yaitu Desa Kuwu. Mereka berjuang dan bersaing untuk memperoleh penghasilan dari desa wisata. Dalam melaksanakan praktik sosial pengembangan desa wisata Kuwu, yaitu:

1. Mengasah kreatifitas masyarakat Kuwu dengan Inovasi terkini.

(32)

20

2. Mengasah kemampuan berketerampilan

3. Melakukan pelatihan untuk memanfaatkan modal yang dimiliki masyarakat kuwu.

Dalam praktik pengembangannya desa wisata kuwu memiliki dukungan alam berupa tempat yang indah, unik dan menarik, terdapat lumpur, kerajinan lokal, pengelolaan garam dan tas serta batik tradisional.

Kegiatan praktik sosial juga mempunyai hambatan yaitu kurangnya perhatian masyarakat, kurangnya jaringan informasi dan komunikasi yang luas, serta pencarian investor untuk pembangunan serta pengembangan wisata.(Ariyani et al. 2015)

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas dapat dikatakan bahwasanya penelitian sebelumnya memiliki perbedaan dan persamaan dengan penelitian ini. Beberapa penelitian sebelumnya menggunakan teori yang berbeda, peneliti sebelumnya banyak menggunakan teori gerakan sosial dan modal sosial sedangkan penelitian ini menggunakan teori struktur dan habitus dari Pierre Felix Bourdieu, perbedaan lainnya terletak pada tema penelitian, pendekatan penelitian, subjek penelitian dan lokasi yang gunakan dalam penelitian ini. dimana penulis berfokus pada penanggulangan kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh Bank Sampah Nusantara LPBI NU sebagai subjek penelitian yang berlokasi di Jakarta Pusat.

(33)

21 F. Kerangka Teoritis

a. Definisi Konseptual 1. Aktivis Lingkungan

Berdasarkan KBBI, aktivis diartikan sebagai orang (terutama anggota organisasi politik, sosial, buruh, petani, pemuda, mahasiswa, wanita) yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan dalam organisasinya. Aktivis merupakan orang atau sekelompok yang mampu menggerakkan massa atau banyak orang. Predikat aktivis akan disematkan apabila terdapat kesadaran yang terbentuk untuk melihat fakta-fakta sosial . Aktivis lingkungan ialah orang yang ikut serta bekerja dalam kepentingan suatu organisasi lingkungan dengan mengabadikan tenaga dan pikirannya, bahkan seringkali mengorbankan harta bendanya untuk mewujudkan cita-cita opada bidang pelestarian lingkungan alam.

2. Penanggulangan Kerusakan lingkungan

Lingkungan merupakan tempat tinggal manusia serta mahkluk hidup lainnya yang harus kita jaga serta lestarikan, jika bukan sekarang kapan lagi, jika bukan kita yang menjaga dan melindungi siapalagi. Nampak kerusakan yang terjadi di indonesia akhir akhir ini, pencemaran lingkungan terus terjadi bahkan meningkat sehingga menimbulkan dampak yang buruk pada ekosistem. Itu sebabnya terjadinya proses penanggulangan

(34)

22

kerusakan lingkungan. Menurut Kamus besar bahasa indonesia kata penaggulangan memiliki arti kata menghadapi, mengatasi dari kata “tanggulang”. Kata tersebut memiliki imbuhan akhiran dan awalan sehingga berarti cara, perbuatan menanggulangi bahkan proses mengatasi suatu Hal. Tujuan upaya untuk penanggulangan ini adalah untuk mencegah serta menghadapi keadaan yang harus di atasi permasalahannya dengan di lakukannya tindakan preventif dan refresif. Para ahli pengelompokan lingkungan hidup manusia itu digolongkan menjadi 3 golongan(Fuad Amsyari 1977), yaitu :

1. Physical environment

Lingkungan fisik adalah segala benda mati yang berada di sekitar kita. seperti rumah, kendaraan, gunung, udara, sinar matahari

2. Biolocal environment

Lingkungan biologis adalah segala organisme hidup yang berada dekat manusia seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, jasad renik (plankton) dan lain

3. Social environment

Lingkungan sosial adalah manusia lain yang berada disekitarnya seperti tetangga, teman dan lain-lain.

Permasalahannya pada penelitian ini adalah kerusakan lingkungan, jadi ada upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi kerusakan yang terjadi pada lingkungan ini. S.J McNaughton dan

(35)

23

Larry L Wolf sebagai pakar lingkungan hidup mengatakan bahwa lingkungan hidup adalah semua faktor eksternal yang besifat biologi dan fisika yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan serta reproduksi organisme dalam kehidupan. Alam merupakan tempat bagi lingkungan hidup seperti hewan dan tumbuhan bahkan manusia juga menginjakkan kakinya pada bumi yang menjadi alamnya bagi seluruh makhluk hidup. menurut soedjono, lingkungan hidup sebagai lingkungan fisik dengan segala unsur dan faktor fisik jasmani yang ada pada alam. Dalam hal ini lingkungan hidup manusia, hewan dan tumbuh tumbuhan yang ada didalamnya. Maka jika telah rusak lingkungan hidup maka berarti sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi atau berkurang sebagaimana fungsi sebenarnya. Rusaknya lingkungan mengandung makna bahwa berkurangnya manfaat lingkungan.

Menurut Undang–Undang Nomor 1932 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perusakan lingkungan adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung maupun tidak langsung terhadap sifat fisik dan lingkungan sehingga melampaui baku kerusakan lingkungan hidup.

Kerusakan lingkungan adalah perubahan langsung dan atau tidak langsung terhadap fisik, kimia, dan atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,

(36)

24

(Subagyo 1998). Kerusakan lingkungan disebabkan oleh dua faktor:

1. Faktor internal, Kerusakan yang berasal dari bumi itu sendiri, misalnya: gempa bumi, letusan gunung berapi, badai, banjir besar, longsor.

2. Faktor eksternal, Kerusakan lingkungan yang terjadi karena perilaku manusia untuk meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidup tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Kerusakan ini disebabkan adanya kegiatan antara lain: industri yang mencemari lingkungan, eksploitasi sumber daya alam, penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan, dan limbah rumah tangga.

b. Teori Stuktur dan Agensi Pierre Bourdieu

Untuk mendeskripsikan struktur dan agensi aktivis NU yang bergerak dalam bidang penanggulangan kerusakan lingkungan yang di lakukan oleh pengurus BSN LPBI-NU, maka penelitian ini akan menggunakan teori Struktur-Agensi yang di kemukakan oleh Pierre Felix Bourdieu (1930).

Pierre Felix Bourdieu merupakan tokoh sosiologi postmodernism dengan di kenalnya sebagai jawara pergerakan antiglobalisasi, (Adib 2012).

Bourdieu telah membaca karya karya besar dan beragam, sehingga karya Bourdieu dibangun atas transformasikan karya-karya yang mempengaruhi ilmu-ilmu sosial, antropolgy dan filsafat. seperti ; subyektivime-

(37)

25

objektivisme, mikro-makro, nature-history, doxa-episteme, material- simbolik oleh struktur dengan beberapa inovasi berupa konsep seperti ; habitus, modal, ranah(Adib 2012). Salah satu buku yang paling terkenal adalah Distiction : A Social Critique Of The Judgement Of Taste (1984).

1. Struktur-Agensi

Teori struktural-Konstruktif ini lahir diantara pertentangan teori struktural dan teori eksistensialisme. Bourdieu menyisintesiskan antara teori yang menekankan pada struktur dan objektivitas, dengan teori yang menekankan pada peran aktor dan subjektivitas (Lubis 2014).

Maka dari itu Bourdieu mengungkapkan :

“Tujuan saya adalah mengembalikan ke kehidupan nyata yang telah lenyap ditangan pemikiran Levi Strauss dan struktur lainnya terutama althusser” (Ritzer and Goodman 2010)

Bourdieu mengabaikan proses kontruksi sosial yang digunakan untuk membangun pemikiran serta mengontruksi struktur agar terjadinya tindakan-tindakan yang berlanjut atas dasar peran aktor tersebut (Adib 2012).

Bourdieu mengorientasikan struktur dengan konsep

“strukturalisme Konstruktivis”, “konstruktivisme strukturalis”, atau

“strukturalisme Genetis”, yang di definisikan sebagai analisis struktur objektif tidak dapat dipisahkan dari analisis asal usul struktur mental individual yang hingga taraf tertentu, merupakan produk penggabungan struktur sosial; juga tak dapat dipisahkan dari analisis asal usul struktur sosial itu sendiri; ruang sosial dan kelompok yang menempatinya adalah produk dari perjuangan historis (dimana agen berpartisipasi sesuai dengan posisi mereka didalam ruang sosial dan sesuai dengan struktur mental yang menyebabkan agen dapat memenuhi ruang sosial ini) (Ritzer and Goodman 2010).

(38)

26

Bourdieu memusatkan perhatiannya pada hubungan dialektika antara struktur objektif dan fenomena Subjektif

“disatu sisi struktur objektif... membentuk basii untuk...refresentasi dan merupakan batasan struktural yang berhubungan dengan interkasi; tetapi disisi lain, representasi ini harus juga di pertimbangkan, khususnya bila orang ingin menerapkan pamdangan sehari hari secara individu atau kolektif yang bermaksud mengubah atau melestarikan struktur objektif itu” (Ritzer and Goodman 2010).

Maka dari itu Bourdieu memusatkan perhatian pada hubungan dialektis antara struktur objektif dengan fenomena subjektif dengan adanya aktor sosial dan struktur yang menghasilkan hubungan yang di sebut praktik sosial.

Agensi merupakan aktor sosial yang bertindak secara rasional dan bergerak di dunia sosial. Menurut Bourdieu, Aktor bertindak di pengaruhi oleh struktur yang ada dalam masyarakat, Aktor merupakan individu yang bebas bergerak sesuai keinginannya tetapi Aktor juga terikat dengan struktur, yang dimana tindakannya tidak sepenuhnya bebas dan juga bukan priduk pasif dari struktur sosial. Individu dalam Aktor yang aktif akan membentuk habitus melalui modal di dalam ranahnya (Siregar 2016).

2. Habitus

Habitus menurut bouedieu merupakan sistem melalui kombinasi struktur objektif dan sejarah personal sejak manusia lahir dan berinteraksi dengan masyarakat dalam kurun waktu dan ruang tertentu, dimana habitus menjadi hasil dari internalisasi dari struktur

(39)

27

bahkan dari hasil struktur sosial yang di perbatinkan seperti nilai dan norma sosial serta budaya (Siregar 2016). Menurut Bourdieu, habitus di produksi oleh dorongan kondisi sosial seseorang dalam bertindak dengan pola praktik sosial terdahulu yang dilakukan berulang-ulang mengikuti budaya yang sudah ada (Toyibah 2017).

Seperti kalanya kebiasaan pada makhluk sosial, mengulang tindakan yang sebelumnya sudah ada, menjadikannya suatu refrensi untuk mengulang kembali hal tersebut, kebiasaan itu sudah ada sejak lama yang menjadi hasil dari sebuh proses praktik sosial yang di perankan oleh masyarakat. Bourdieu mengungkapkan

“habitus yang merupakan produk Historis, menciptakan tindakan individu dan kolektif karenanya sesuai dengan pola yang ditimbulkan oleh sejarah” (Ritzer and Goodman 2010)

Habitus sebagai gagasan yang tidak di ciptakan oleh Bourdieu sendirian, tetapi gagasan filosofis yang sudah ada sejak dahulu dan di hidupkan kembali. Habitus di artikan sebagai kebiasaan, sedangkan habitual adalah penampilan diri yang menampak. Seperti, cara kita melihat seseorang, cara manusia makan, bahkan cara bersosialisasi dengan dunia sosial (Ritzer and Goodman 2010).

Menurut Kleden dan Binawan terdapat tujuh elemen penting tentang habitus (Adib 2012), yaitu :

1. Produk sejarah, bagaimana ia mendapatkannya, strategi bertahan dan di peroleh dengan praktik yang berulang-ulang.

(40)

28

2. Lahir dari kondisi sosial tertentu, kondisi struktur yang distrukturkan

3. Kerangka yang melahirkan persepsi, karena itu akan menjadi struktur yang menstrukturkan

4. Bersifat tranposable, yaitu berpindah pindah

5. Bersifat prasadar, karena hasil dari tindakan rasional dengan suatu tindakan yang spontanitas

6. Bersifat teratur dan berpola atas pikiran, fisik dan berdasarkan sejarah

7. Terarah pada tujuan dan atau dengan hasil tindakan

Dalam teori yang di kemukakan oleh Bourdieu terdapat konsep “capital”, modal yang menjadi bagian dari habitus.

Pembahasan modal sangatlah luas, ia mencangkup modal ekonomi, modal budaya, modal sosial, dan modal simbolik. Modal ekonomi berupa kepemilikan dan kekayaan, modal kultural berbagai pengetahuan yang sah terdapat juga keterampilan serta keahlian yang dimiliki oleh aktor, modal sosial merupakan hubungan yang bernilai antara individu, dan modal simbolik merupakan sumber kekuasaan Aktor yang sangat krusial, contohnya seperti harga diri, martabat tradisi, keturunan yang dimana posisi Aktor ditentukan bobot yang mereka miliki sebagai simbolik kehormatan dan prestise seseorang (Adib 2012).

(41)

29

Modal modal inilah yang akan di gunakan oleh aktor sosial untuk mempertahankan dan merebut kekuasaan pada ranah (Siregar 2016). Field dalam konsep Bourdieu adalah arena, medan atau ranah.

Ranah merupakan ruang sosial sebagai tempat para Aktor bersaing untuk mendapatkan sumber maupun kekuatan simbolik (Siregar 2016).

Tujuannya untuk memastikan perbedaan yang akan menjamin status sosial Aktor agar kekuasaan simbolik tersebut mencapai keberhasilan lanjut. Ranah lebih sering dipandang Bourdieu sebagai suatu relasional dari pada struktural (Ritzer and Goodman 2010), hal ini di karenakan adanya jaringan relasi antar posisi objektif di dalamnya.

3. Praktik Sosial

Praktik sosial adalah hubungan diakletis antara struktur dan Aktor. Dalam teori Bourdieu, konsep konsep yang di kemukakan oleh Bourdieu di rumuskan menjadi (Habitus X Modal) + Ranah = Praktik sosial. Rumus generatif ini dapat di lihat dari tindakan Aktor dalam struktur dengan adanya relasi dalam habitus yang melibatkan modal serta menjadikan ranah sebagai tempat agar terjadinya praktik sosial.

Praktik sosial adalah hubungan relasional antara struktur, Aktor dan pelaku yang saling mempengaruhi tindakan terjalin secara dialektik dalam sebuah kehidupan sosial (Adib 2012).

Dalam praktik sosial terdapat kekerasan simbolik, yaitu tindakan memanfaatkan sarana atau modal yang dirinya miliki untuk mempengaruhi seseorang untuk menyakinkan seseorang bahkan untuk

(42)

30

menyakiti hati, merugikan kepentingan orang lain tanpa mengenai fisik dan tindakan itu berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama.

Menurut Bourdieu (1994) kekerasan simbolik adalah kekuasaan yang dapat di kendalikan dari tujuan seseorang yang ingin mendapatkan pengakuan dari orang lain dengan mekanisme kekerasan yang tersembunyi sehingga tidak dapat dikenali kekerasannya (Zurmailis and Faruk 2017). Seseorang yang memiliki legitimasi merasa dirinya dominan dalam mempertahankan dirinya dalam ruang sosial, dimana kekuatan berupa modal yang diakumulasikan digunakan atau ditujukan kepada Aktor yang lebih lemah untuk mengubah atau mempengaruhi tindakan serta pemikiran Aktor tersebut, hal ini juga dikatakan Bourdieu bahwa kekerasan simbolik yaitu kekerasan yang lembut (a gentle violence) dan dilakukan secara tak kasat mata (imperceptible and visible) (Gusnita 2010), sehingga mereka yang terdominasi tidak menyadari bahwa adanya kekerasan dalam dirinya, dan Aktor menyerahkan dirinya untuk masuk ke dalam lingkaran dominasi.

Mereka yang di kuasai menerima begitu saja karena kekerasan simbolik menciptakan mekanisme sosial yang bersifat objektif. Tujuan dari kekerasan simbolik adalah penerimaan sesuatu yang memang seharusnya demikian, sebagai suatu yang wajar dalam dunia sosial.

“Sesuatu yang wajar, yang memang seharusnya di terima” itu disebut Doksa. Sesuatu yang dianggap wajar sebagai wacana dominan agar seseorang bisa menerima hal tersebut, karena pada dasarnya kekerasan

(43)

31

simbolik adalah kekerasan wacana. Doksa merupakan dasar pemikiran yang melandasi perangkat aturan yang di tetapkan dan tata nilai yang di usung pelaku budaya dominan yang di kuatkan oleh modal modal yang dimilikinya.

Bourdieu (1996: 228) memaknai Doksa sebagai perangkat aturan, nilai, konvensi dan wacana yang mengatur arena secara keseluruhan sehingga berpengaruh sejak lama dan di sajikan sebagai akal sehat (Gusnita 2010) , dimana perangkat aturan itu lahir dari pengalaman sebagai hasil dari pembelajaran sosial dalam ruang sosial pada relasi dialektis antara Aktor dan struktur.

Gambar I.F.b : Diagram Teori Feliz Bourdieu

(44)

32 G. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metodologi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Karena penelitian yang memiliki maksud untuk memahami suatu fenomena yang terjadi dan dialami oleh subjek atau pelaku, dengan contoh tindakan dan persepsi bahkan motivasi dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kontek bahasa, Bogdan dan Taylor mengartikan bahwasanya metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor 1975).

Penulis menggunakan penelitian kualitatif agar dapat menjelaskan konsep struktur dan habitus aktivis penanggulangan kerusakan lingkungan pada Lembaga penanggulangan Keusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim NU dengan unit kegiatan Bank Sampah Nusantara. Ada beberapa pendekatan dalam penelitian kualitatif, yaitu etnogafis, studi kasus, grounded theory, partisipatoris, interaktif, dan tindakan kelas.

Adapun penulis akan menggunakan pendekatan partisipasi yang merupakan penelitian yang melibatkan secara aktif semua pihak-pihak yang relevan dalam mengkaji tindakan yang sedang berlangsung, dimana pengalaman mereka sebagai persoalan pada organisasi masyarakat tersebut. Penelitian ini memfokuskan pada aktivis

(45)

33

lingkungan pengurus program Bank Sampah Nusantara. Penulis juga ikut mengkaji dan melaksanakan program secara terus-menerus. Maka dari itu penulis terlibat dalam program BSN walaupun penulis tidak masuk dalam struktural BSN, tetapi penulis merupakan anggota salah satu Banom NU dan ikut dalam program ngaji plastik setiap Sabtu pukul 19.00 WIB.

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini di lakukan secara bertahap sampai penulis mendapatkan informasi yang di perlukan, penelitian dimulai pada Bulan Agustus-September 2020, penulis akan melakukan kegiatan pengamatan, perizinan sampai tahan akhir pengumpulan data yang di lakukan secara Incidental yaitu keegiatan yang di lakukan sesuai keperluan dalam melengkapi data.

Penelitian ini berlokasi pada Jl. Kramat raya No 164. Gedung PBNU lantai 5 dan rumah masing masing. Dimana data atau sumber untuk penelitian di ambil lokasi tersebut..

3. Jenis dan Sumber Data

Adapun dalam penelitian ini digunakan dua jenis data, yaitu :

1. Data Primer adalah salah satu jenis sumber data yang diperoleh melalui hasil wawancara peneliti ataupun observasi. Data ini murni berasal dari hasil turun lapangan peneliti. Sedangkan menurut Lofland yang dimaksud dengan data utama/primer adalah data

(46)

34

yang berupa kata-kata dan tindakan yang diperoleh melalui hasil wawancara dan observasi.

2. Data Sekunder adalah data yang di dapat dan dikumpulkan oleh peneliti dari sumber atau data yang telah ada sebelumnya (Hasan, 2001 : 58). Sumber data yang sudah ada dapat di peroleh dari karya ilmiah, jurnal, dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

Manfaat dari data sekunder adalah sebagai pelengkapan data hasil wawancara yang dirasa kurang.

4. Teknik pemilihan Informan

Pemilihan informan dengan sendirinya perlu dilakukan secara purposif (bukan secara acak) yaitu atas dasar apa yang diketahui tentang variasi-variasi yang ada atau elemen-elemen yang ada atau sesuai kebutuhan penelitian. Dengan kata lain jika suatu penelitian sudah tidak ada informasi yang dibutuhkan lagi (data yang diperoleh sudak dianggap cukup) maka peneliti tak perlu lagi melanjutkannya dengan mencari informasi atau informan lain (sampel lain). Informan dalam penelitian kualitatif dipilih dan ditentukan dengan pertimbangan- pertimbangan tertentu yang telah ditentukan oleh penulis. Informan dalam penelitian ini adalah pengurus BSN LPBI NU. Dalam penelitian ini, penulis menetapkan informan sebanyak 11 informan yang didasarkan pada beberapa kriteria bahwa : 1). informan termasuk di dalam jajaran struktural Nahdlatul Ulama 2). informan memiliki ketertarikan terhadap lingkungan serta fokus pada kegiatan

(47)

35

penanggulangan kerusakan lingkungan minimal 2 tahun lamanya. 3).

Warga setempat yang mendapatkan pelatihan dan sosialisasi BSN.

5. Profil Informan

Informan yang dipilih penulis sejumlah 11 orang, yakni pengurus Bank Sampah Nusantara LPBI NU yang memiliki ketertarikan terhadap lingkungan serta fokus pada kegiatan penanggulangan kerusakan lingkungan minimal 2 tahun lamanya.

Tabel I.G.5 : Profil Informan

Profil Informan

NO NAMA USIA ALAMAT JABATAN

1 fitria ariyani 43 pamulang, Tang-sel Direktur BSN

2 Ai Rosita 33 Bekasi Management Marketing

3 abdul rohman 56 kenari jak-Pus Relawan Ekobrik BSN 4 syifa nabila 24 kunciran, Tangerang Staf Keuangan BSN 5 M. Lukman 46 kedoya, jak-bar Waka produksi BSN 6 Yani Rahman 28 kramat lontar Jak-Pus Manager Operasional BSN 7 Nurul Munnisa 26 ciputat, Tangsel Staf Keuangan BSN 8 M. Ikdal 22 Tambora , Jakbar Tim Kesektariatan BSN 9 M. Ali yusuf 45 DKI jakarta Ketua umum LPBI NU 10 Sarmidi husna 44 cililitan, JakTim Sekertaris LBM NU

11 Reni 40 Kenari, Jakpus Warga Kenari

(48)

36 6. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif pengumpulan data lazimnya menggunakan metode observasi, dokumentasi dan wawancara. Juga tidak diabaikan kemungkinan menggunakan sumber-sumber non- manusia (non-human source of information), seperti dokumen, dan rekaman (record) yang tersedia. Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa wawancara (interview) adalah suatu kejadian atau suatu proses interaksi antara pewawancara (interviewer) dan sumber informasi atau orang yang di wawancarai (interviewee) melalui komunikasi langsung (Yusuf 2014).

Wawancara merupakan proses pengumpulan data dengan cara berdialog dengan informan yang sesuai dengan karakteristik yang ditentukan oleh peneliti. Begitu juga dengan observasi atau pengamatan yang dilakukan terhadap kehidupan informan bermanfaat untuk menambah data dalam penelitian. Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik dalam pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif.

Observasi adalah bagian dalam pengumpulan data. Observasi berarti mengumpulkan data langsung dari lapangan (Semiawan 2010).

Sedangkan menurut Zainal Arifin dalam buku (Kristanto 2018) observasi adalah suatu proses yang didahului dengan pengamatan

(49)

37

kemudian pencatatan yang bersifat sistematis, logis, objektif, dan rasional terhadap berbagai macam fenomena dalam situasi yang sebenarnya, maupun situasi buatan.

Studi pustaka yang dikumpulkan penulis ini berkaitan dengan kerusakan lingkungan dan penanggulangan kerusakan lingkungan oleh para aktivis NU dan hal hal yang berkaitan dengan penelitiannya.

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti barang tertulis, metode dokumentasi berarti tata cara pengumpulan data dengan mencatat data-data yang sudah ada. Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri data historis. Dokumen tentang orang atau sekelompok orang, peristiwa, atau kejadian dalam situasi sosial yang sangat berguna dalam penelitian kualitatif (Yusuf 2014).

Proses pengumpulan data yang dilakukan penulis melalui wawancara, observasi serta studi pustaka dan dokumentasi. Hal-hal yang ditanyakan saat wawancara yaitu berkaitan dengan latar belakang informan terkait ketertarikan isu lingkungan, pengalaman informan dalam berorganisasi serta kegiatan informan pada Unit BSN LPBI NU agar penulis dapat menemukan modal-modal yang digunakan oleh informan sebagai agen dalam habitus sesuai konsep yang dijelaskan oleh Bourdieu.

Penulis melakukan wawancara pihak yang terkait melalui telepon genggam, di karenakan ada kendala kendala dimasa pandemi

(50)

38

Covid-19. Adanya sistem Lock-Down yang di terapkan pemerintah membuat penulis sulit menemui para narasumber. Ada beberapa narasumber yang memang tidak bisa bertemu karena kewaspadaan Virus Covid-19 untuk memetuhi protokol kesehatan juga dan beberapa narasumber berada di kampung halaman. Wawancara ini menggunakan Aplikasi Whatsapp baik melalui telpon atau video telepon. Aplikasi tersebut memudahkan penulis untuk pengumpulan data walaupun kendala jaringan yang tidak stabil, tetapi hal tersebut sangat amat dimaklumi oleh narasumber.

Wawancara bersifat informal, keterbukaan dan keluwesan saat narasumber di wawancarai terlihat saat narasumber menanggapi candaan yang di lontarkan oleh penulis, hal itu telah disampaikan oleh penulis di awal wawancara agar wawancara terasa santai dan tidak membuat ketegangan dalam proses tersebut.

Observasi yang dilakukan oleh penulis yang datang langsung ke kantor LPBI NU Lt. 5 gedung PBNU dengan janji yang telah disepakati oleh bu Fitri Selaku manager BSN. Kegiatan tersebut agar penulis bisa mengamati keadaan kantor LPBI NU. penulis merasakan keharmonisan dalam lembaga tersebut, lembaga tersebut bersifat kekeluargaan sehingga tidak terlalu terlihat adanya batasan antara ketua, manager dan anggota BSN LPBI NU. Walaupun secara struktural terpampang di papan nama struktur tapi mereka bercanda layaknya keluarga, saling menghargai dan menghormati satu sama lain.

(51)

39

Penulis melihat bahwa para anggota BSN LPBI NU terdapat botol minum dimeja tempat mereka diskusi, karena saat itu penulis dateng para anggota BSN sedang mengadakan rapat. Penulis juga disediakan air mineral dengan gelas, karena mereka tidak menyediakan tamu dengan minuman kemasan plastik. selain observasi secara langsung, penulis juga observasi secara virtual melalui Zoom Meeting yang diadakan oleh LPBI NU setiap Hari Jumat Pukul 19.00 hingga selesai.

Penulis melihat bahwa banyak yang antusias terhadap pertemuan virtual tersebut, sehingga banyak yang tergabung dalam kegiatan tersebut. Kegiatan tersebut adalah program Ngaji Plastik, kegiatan diskusi dengan kajian-kajian tentang lingkungan yang terkadang pembahasannya dikaitkan dengan agama. Kajian atau diskusi tersebut diisi oleh narasumber yang ahli dibidang pergerakan kepedulian lingkungan, misalnya proses daur ulang kulit pisang, pengolahan dan kegunaan pohon kelapa dan masih banyak kegiatan serta pemikiran lainnya yang berhubungan dengan lingkungan.

Penulis juga melakukan observasi melalui media sosial instagram untuk melihat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh BSN LPBI NU. Observasi di media sosial instagram dilakukan dengan melihat postingan-postingan yang dibagikan oleh BSN LPBI NU, sorotan dari instastories, kemudian komentar-komentar dari postingan yang dibagikan.

Gambar

Tabel I.E.5   : Profil Informan....................................................  35  Tabel II.E    : Jumlah Sebaran Unit Cabang BSN LPBI NU....
Gambar I.F.b      : Diagram Teori Feliz Bourdieu.................................... 31  Gambar II.D      : Struktur Kepengurusan..............................................
Gambar I.F.b : Diagram Teori Feliz Bourdieu
Tabel I.G.5 : Profil Informan
+7

Referensi

Dokumen terkait