• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) menyebar secara global sepanjang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) menyebar secara global sepanjang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) menyebar secara global sepanjang akhir tahun 2019 hingga saat ini tahun 2020. COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut coronavirus 2 (severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 atau SARS-CoV-2 yang ditemukan di Wuhan, Hubei, China pada tahun 2019.1 Hal tersebut dapat mengakibatkan seseorang yang tertular menjadi sesak nafas dan yang terparah hingga menyebabkan meninggal dunia. Dalam waktu kurang dari tiga bulan, COVID-19 telah menginfeksi lebih dari 126.000 orang di 123 negara dari Asia, Eropa, AS, hingga Afrika Selatan. Dengan melihat tingkat penyebarannya yang tergolong cepat, maka World Health Organization (WHO) menjadikan status COVID-19 sebagai pandemi global.2 Di Indonesia sendiri, telah diumumkan oleh Presiden Joko Widodo dan Menteri Kesehatan dr. Terawan bahwa pada tanggal 3 Maret 2020 terdapat 2 WNI yang tertular pandemi COVID-19.3 Selanjutnya jumlah kasus penularan dan kematian di Indonesia semakin meningkat secara signifikan dan terkonfirmasi pada 12 Maret 2020 kasus positif mencapai hingga 35.000 lebih.

1 Adib Rifqi Setiawan, ‘Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19)’, Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol 2, No 1, 2020, h 28-37.

2 Gloria Setyvani Putri, “WHO Resmi Sebut Virus Corona COVID-19 sebagai Pandemi Global”, https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/12/083129823/who-resmi-sebut-virus- corona-COVID-19-sebagai-pandemi-global?page=all, 12 Maret 2020, diakses pada 24 Juli 2020.

3 Ihsanuddin, “Fakta Lengkap Kasus Pertama Virus Corona di Indonesia”, https://nasional.kompas.com/read/2020/03/03/06314981/fakta-lengkap-kasus-pertama-virus- corona-di-indonesia?page=all, 3 Maret 2020, diakses pada 24 Juli 2020.

(2)

Akibat persentase penularan dan kematian yang semakin meningkat, Presiden memberlakukan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) serta tetap berpedoman pada aturan-aturan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Yang dimaksud Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam PP No. 21 Tahun 2020 yaitu pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9). Dalam Pasal 4 PP No. 21 Tahun 2020 dituliskan bahwa PSBB paling sedikit akan berimbas pada peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Namun ketentuan tersebut tetap memperhatikan kebutuhan dasar penduduk antara lain kebutuhan pelayanan kesehatan, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya. Selain itu beberapa Gubernur juga mengeluarkan peraturan terkait PSBB salah satunya yaitu Gubernur Jawa Timur yang mengeluarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 18 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Provinsi Jawa Timur. Dalam peraturan tersebut dituliskan bahwa PSBB bertujuan untuk mengatur pembatasan kegiatan dan pergerakan aktifitas masyarakat, pengendalian penyebaran kasus dan jumlah kasus baru, penguatan upaya pengendalian dan penanganan dampak sosial dan ekonomi. Hal tersebut juga bertujuan untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 di Indonesia. Pembatasan

(3)

yang dimaksud dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Di Provinsi Jawa Timur meliputi pelaksanaan pembelajaran di sekolah dan/atau institusi pendidikan lainnya, pelaksanaan pembelajaran di industri dalam rangka magang, Praktik Kerja Lapangan dan/atau kegiatan lainnya, kegiatan bekerja di tempat kerja, kegiatan keagamaan di rumah ibadah, kegiatan di tempat atau fasilitas umum, kegiatan sosial dan budaya dan pergerakan orang dan barang menggunakan moda transportasi. Namun terdapat pengecualian dalam pelaksanaan pembatasan itu yaitu bagi seluruh kantor/instansi pemerintahan, badan usaha milik negara/daerah yang turut serta dalam penanganan pandemi COVID-19 dan/atau pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, pelaku usaha yang bergerak pada sektor kesehatan, bahan pangan/makanan/minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu dan kebutuhan sehari- hari serta organisasi kemasyarakatan lokal dan internasional yang bergerak pada sektor kebencanaan dan/atau sosial. Sedangkan untuk kegiatan pendidikan, kerja dan lainnya dikerjakan dirumah dan melalui daring (Work From Home). Jika didalami dalam hal ini tidak semua kegiatan usaha dapat dilakukan dirumah secara daring, sehingga resikonya adalah banyak pekerja/buruh yang tidak bekerja sama sekali di tengah pandemi COVID-19 ini.

Oleh karenanya, pandemi COVID-19 berimbas bukan hanya dalam sektor kesehatan saja, namun juga berimbas kepada sektor perekonomian. Terdapat 2,8

(4)

juta pekerja/buruh yang terkena dampak langsung akibat pandemi COVID-19 berdasarkan data yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.

Jumlah tersebut terdiri dari 1,7 juta pekerja formal yang dirumahkan dan 749,4 ribu pekerja/buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja.4 Banyak pengusaha terpaksa untuk menghentikan atau mengurangi kegiatan usahanya dikarenakan penurunan atau bahkan tidak adanya pemasukan. Selain itu pengusaha masih dibebankan oleh tuntutan untuk membayar upah tetap beserta tunjangan lainnya untuk para pekerja/buruh. Hal ini memicu pengusaha melakukan beberapa tindakan untuk menyelamatkan perusahaannya tanpa memikirkan hak maupun kewajibannya kepada para pekerja/buruh. Salah satunya dengan cara melakukan pemutusan hubungan kerja pekerja/buruh demi mengurangi kerugian yang terjadi di perusahaannya.5 Contohnya dilakukan oleh perusahaan PT. Tesco Indomaritim yang selanjutnya disebut sebagai PT. TI. Perusahaan ini bergerak di bidang pembuatan kapal dan baling-baling yang bertempat di Bekasi. PT. TI telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap puluhan pekerja/buruhnya namun menggunakan prosedur yang tidak sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. PT. TI melakukan PHK dengan cara memaksa para pekerja/buruhnya untuk menandatangani surat permohonan pengunduran diri.6

4 Imas Novita Juaningsih, Op.cit., h. 192.

5 Ibid, h.190

6 Seputar Daerah, “Dipaksa Mengundurkan Diri Karyawan PT. Indomaritim Lakukan Ini”, http://www.seputardaerah.com/2020/05/dipaksa-mengundurkan-diri-karyawan-pt.html, 20 Mei 2020, dikunjungi pada tanggal 30 September 2020.

(5)

Perselisihan serupa tentu telah sering terjadi bahkan sebelum masuknya pandemi COVID-19 ke Indonesia. Contohnya dalam Putusan No.

36/G/2014/PHI.Mdn. Pengusaha yang dalam hal ini sebagai Tergugat, telah memaksa Penggugat yaitu pekerja/buruh untuk mengundurkan diri dari perusahaannya. Tergugat melakukannya dengan cara membawa Oknum TNI AD kehadapan para Penggugat untuk memberi rasa intimidasi/tekanan. Dikarenakan adanya Oknum TNI AD tersebut, para Penggugat ketakutan dan dengan terpaksa mengisi blanko surat pengunduran diri sesuai dengan keinginan Tergugat. Oleh karenanya, hakim menyatakan pemutusan hubungan kerja tersebut dilakukan secara sepihak dengan alasan para Penggugat mengundurkan diri secara tidak sah menurut hukum dan bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan. Selain itu hakim juga menghukum Tergugat untuk mempekerjaan kembali para Penggugat dan diwajibkan untuk membayar upah yang seharusnya menjadi hak para Penggugat.

Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja dalam Pasal 1 angka 25 Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Dalam perselisihan hubungan industrial, PHK adalah jalan terakhir yang dapat ditempuh apabila perselisihan tersebut tidak berujung dengan perdamaian.7 PHK adalah awal mula dari kesengsaraan karena akan menghilangkan pekerjaan bagi pekerja/buruh serta kehilangan kemampuan untuk menafkahi kehidupan sehari-harinya termasuk

7 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2018, h. 158.

(6)

keluarganya.8 Dalam proses PHK yang dilakukan oleh PT. TI, pekerja/buruh terancam untuk kehilangan pekerjaan, penghasilan tetap serta uang pesangon yang seharusnya didapatkannya. Hal ini diakibatkan karena prosedur yang tidak sesuai dalam melakukan PHK yaitu memaksa pekerja/buruh untuk menandatangani surat permohonan pengunduran diri, maka perusahaan menghilangkan kewajibannya atas pembayaran uang pesangon serta kewajiban-kewajiban lainnya yang seharusnya ada.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Serta tertuang pula dalam Pasal 28 D ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan seta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Maka diperlukannya perhatian lebih terhadap perlindungan hukum pekerja/buruh di Indonesia yang mendapatkan perlakuan tidak adil oleh majikannya seperti pekerja/buruh yang dipaksa mengundurkan diri. Sehingga berdasarkan isu hukum yang telah diuraikan diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian dalam penulisan skripsi yang berjudul

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA/BURUH YANG

DIPAKSA MENGUNDURKAN DIRI OLEH PENGUSAHA DI MASA

PANDEMICOVID-19”.

8 Ibid.

(7)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pekerja/buruh yang dipaksa mengundurkan diri oleh pengusaha dengan alasan adanya pandemi COVID-19 dapat dibenarkan hukum?

2. Apakah bentuk perlindungan hukum bagi pekerja/buruh yang dipaksa mengundurkan diri di masa pandemi COVID-19 oleh pengusaha?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis perbuatan hukum apa yang dilanggar oleh pengusaha yang memaksa pekerja/buruh untuk mengundurkan diri di tengah pandemi COVID-19 dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, serta bagaimana prosedur mengundurkan diri maupun Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang sesuai apabila dilakukan di masa pandemi COVID-19.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum apa yang tepat bagi para pekerja/buruh yang dipaksa mengundurkan diri oleh pengusaha di tengah pandemi COVID-19.

(8)

1.4 Manfaat Penelitian

Melalui penulisan skripsi ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis, yaitu :

a. Manfaat teoritis dari penulisan ini adalah sebagai pemahaman mengenai apa saja pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha terkait pekerja/buruh yang dipaksa untuk mengundurkan diri di masa pandemi COVID-19, serta memahami bagaimana perlindungan hukum bagi para pekerja/buruh yang dipaksa mengundurkan diri oleh pengusaha di masa pandemi COVID-19.

b. Manfaat praktis dari penulisan ini adalah sebagai sumbangan pemikiran untuk kepentingan ilmu pengetahuan kepada masyarakat, khususnya untuk para pekerja/buruh yang dipaksa mengundurkan diri oleh pengusaha di masa pandemi maupun setelah pandemi COVID-19.

1.5 Metode Penelitian 1.5.1 Tipe penelitian hukum

Penelitian ini ditulis dengan menggunakan tipe penelitian Doctrinal Research atau penelitian doktrinal, dimana penelitian ini menganalisis mengenai hubungan antara peraturan perundang – undangan dengan literatur yang berkaitan satu sama yang lain untuk kemudian dikaji dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini.9 Tipe penelitian doctrinal ini dapat dikatakan sejenis dengan tipe penelitian yuridis normatif.10 Diharapkan dalam penulisan ini dapat memberikan suatu

9 Terry Hutchinson dan Nigel Duncan, “Defining And Describing What We Do : Doctrinal Legal Research”, Deakin Law Review, Vol 17, No 1, 2012, h. 110.

10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, h. 133.

(9)

pemahaman terkait pekerja/buruh yang dipaksa mengundurkan diri oleh pengusaha di masa pandemi COVID-19 dan bentuk perlindungan hukum bagi pekerja/buruh yang dipaksa mengundurkan diri di masa pandemi COVID-19.

1.5.2 Pendekatan (Approach)

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 3 (tiga) pendekatan masalah yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach)

Dengan Pendekatan Perundang-undangan (statue approach), penulis akan menelaah dan menganalisis seluruh peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas.11 Kemudian dengan menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach), penulis akan menganalisa teori, doktrin, pandangan serta konsep – konsep yang berkembang dalam ilmu hukum khususnya hukum ketenagakerjaan.

1.5.3 Bahan hukum (Legal Sources) a. Bahan Hukum Primer

Burgelijk Wetboek (BW);

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor: KEP- 150/MEN/2000 Tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian di Perusahaan;

11 Ibid.

(10)

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder meliputi penjelasan atas keterangan atau mendukung bahan hukum primer berupa buku dan jurnal hukum, teori- teori dan pendapat ahli, majalah dan surat kabar, komentar - komentar atas putusan pengadilan, serta situs internet yang berhubungan dengan pokok permasalahan terkait.12

1.5.4 Prosedur pengumpulan bahan hukum

Prosedur pengumpulan dan pengolahan bahan hukum dalam penulisan ini meliputi:

1. Mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam penulisan ini, kemudian mengklasifikasikan bahan-bahan hukum yang diperoleh berdasarkan kategori dan disusun secara sistematis.

12 Ibid, h. 181.

(11)

2. Melakukan studi pustaka dengan membaca buku-buku literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam penulisan ini.

3. Mengkaji putusan-putusan pengadilan yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas.

1.5.5 Analisis bahan hukum

Dalam penulisan ini, setelah mendapat bahan hukum penulis akan menganalisis dengan cara mendeskripsikan dan/atau menghubungkan dengan isu hukum terkait. Penulis akan menggunakan penafsiran ekstensif yaitu penafsiran dengan memperluas cakupan makna kata atau istilah hukum dalam suatu ketentuan.13 Lalu penulis akan menganalisis permasalahan tersebut dengan bahan hukum yang ada untuk kemudian ditarik kesimpulan dan saran.

1.6 Pertanggungjawaban Sistematika

Dalam bab I akan memaparkan pendahuluan yang berisi latar belakang permasalahan hukum, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, serta bahan hukum apa saja yang berkaitan untuk digunakan dalam penelitian ini.

Dalam bab II akan menganalisis perbuatan hukum apa yang dilanggar oleh pengusaha terhadap pekerja/buruh yang dipaksa untuk mengundurkan diri di tengah pandemi COVID-19 dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, serta

13 H.M. Fauzan dan Baharuddin Siagian, Kamus Hukum dan Yurisprudensi, Kencana, Jakarta, 2017, h. 557.

(12)

bagaimana prosedur pengunduran diri maupun Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang sesuai dilakukan dalam masa pandemi COVID-19.

Dalam bab III akan menganalisis akibat hukum dan bentuk perlindungan hukum yang tepat bagi para pekerja/buruh yang dipaksa mengundurkan diri oleh pengusaha di tengah pandemi COVID-19.

Dalam bab IV akan memaparkan kesimpulan dan saran dari bab sebelumnya.

Kesimpulan merupakan gagasan yang dicapai atau hasil dari penulisan yang dilakukan. Saran merupakan gagasan dari penulis agar penulisan ini dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis kepada siapapun pembacanya.

Referensi

Dokumen terkait

Corona Virus Disease 2019 (Covid-l9) telah dinyatakan oleh World Healtlt Organization (WHO) sebagai pandemi dan Indonesia telah menyatakan Corona Virus Disease 2019

Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

bahwa untuk memperkuat pelaksanaan koordinasi, konsultasi dan komunikasi dalam rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dengan berpedoman pada Peraturan

Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran

1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019

Surat Edaran Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 11 Tahun 2022 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019

bahwa Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang menjadi pandemi global telah berdampak serius terhadap sendi-sendi ekonomi dan kesehatan masyarakat desa dan

(1) Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Kegiatan Pemulihan Ekonomi yang Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Daerah disusun oleh Perangkat Daerah yang