• Tidak ada hasil yang ditemukan

(1)Skripsi SINTESIS NANOPARTIKEL EMAS MENGGUNAKAN EKSTRAK TUNICATA Pyura sp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "(1)Skripsi SINTESIS NANOPARTIKEL EMAS MENGGUNAKAN EKSTRAK TUNICATA Pyura sp"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

SINTESIS NANOPARTIKEL EMAS MENGGUNAKAN EKSTRAK TUNICATA Pyura sp. SEBAGAI BIOREDUKTOR DAN UJI

POTENSINYA SEBAGAI ANTIBAKTERI

SURIANI BINTI SULE H311 14 306

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2019

(2)

SINTESIS NANOPARTIKEL EMAS MENGGUNAKAN EKSTRAK TUNICATA Pyura sp. SEBAGAI BIOREDUKTOR DAN UJI

POTENSINYA SEBAGAI ANTIBAKTERI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh:

SURIANI BINTI SULE H311 14 306

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2019

(3)

Skripsi

SINTESIS NANOPARTIKEL EMAS MENGGUNAKAN EKSTRAK TUNICATA Pyura sp. SEBAGAI BIOREDUKTOR DAN UJI

POTENSINYA SEBAGAI ANTIBAKTERI

Disusun dan diajukan oleh

SURIANI BINTI SULE H311 14 306

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing Utama Pembimbing Pertama

Dr. Paulina Taba, M.Phill NIP. 19571115 198810 2 001 Drs. Fredryk Mandey, M.Sc

NIP. 19650118 199002 1 001

(4)

iv PRAKATA

Segala syukur dan puji hanya bagi Tuhan Yesus Kristus karena anugerah- Nya yang melimpah, kemurahan dan kasih setia yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Sintesis Nanopartikel Emas Menggunakan Ekstrak Tunikata Pyura Sp sebagai Bioreduktor dan Uji Potensinya sebagai Antibakteri” sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana sains Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.

Pertama dari yang paling utama, melalui lembaran ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua Sulle Sore dan Damaris Pallea yang memberikan kasih sayang dan doa yang melimpah, yang mengajarkan kebaikan serta memberikan dorongan motivasi kepada penulis. Begitu juga kepada kakanda Erica Sulle dan suami John Luk dan kakanda Rioh Karno Sulle, adinda Victor Sulle serta keponakan Keyanna Luk yang sering memberi dukungan moral dan nasehat-nasehat yang membantu menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Alm Nonong yang telah menjaga penulis dari lahir dan selalu memberikan dorongan motivasi kepada penulis.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Fredryk W. Mandey, M.Sc selaku Pembimbing Utama dan Ibu Dr. Paulina Taba, M.Phill selaku Pembimbing Pertama, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan memberikan ilmu yang begitu berharga serta ucapan maaf atas segala kesalahan selama persiapan penelitian hingga penyusunan skripsi ini selesai. Ucapan terima kasih juga kepada:

(5)

v 1. Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia, Dr. Abdul Karim, M.Si dan

Dr. St Fauziah M.Si, seluruh Dosen yang telah membagi ilmunya serta staf Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

2. Tim Penguji Ujian Sarjana Kimia, Dr. Hasnah Natsir, M.Si, Dr. Syarifuddin Liong, M.Si, Drs. Fredryk W. Mandey, M.Sc, Dr. Paulina Taba, M.Phill. Terima kasih atas bimbingan dan saran-saran yang diberikan.

3. Bapak Dr. Maming, M.Si dan Drs. Fredryk W. Mandey, M.Sc selaku Penasehat Akademik. Terima kasih telah memberikan nasehat dan bimbingan selama mengikuti proses perkuliahan di Jurusan Kimia.

4. Seluruh analis laboratorium: Pak Sugeng, Kak Fiby, Kak Linda, Ibu Tini, Kak Anti, Pak Iqbal, kak Hanna dan kak Heryanto. Terima kasih atas bantuan yang diberikan selama penelitian.

5. Keluarga-keluarga yang menjaga penulis di negara yang jauh dari orang tua penulis.

6. Teman-teman seperjuangan dalam meneliti bahan alam Ika Dwiyulita, Ririn Ardianto, Bahrun, Nur Haris Munandar dan teman-teman lain yang meneliti di Laboratorium Kimia Organik Dian Eka Pertiwi dan Salmiyah.

Terima kasih buat semua bantuan dan kerjasamanya.

7. Kawan-kawanku Prekursor dan Chemistry 2014 terkhusus Dian Putri, Nini, Dinda, Dewi, Nure, Devi, Ifah, Nadet dan Novi. Terima kasih atas semua dukungan, semangat dan persahabatan yang telah kalian berikan selama ini.

8. Seluruh anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, khususnya kepada anggota cabang MIPA UNHAS. Terima kasih atas kebersamaannya dalam memuji dan memuliakan Tuhan kita Tuhan Yesus Kristus.

(6)

vi 9. Kakak-kakak, adik-adik, serta alumni KM FMIPA Unhas. Salam Use Your

Mind Be The Best.

10. Sahabat-sahabat jauh, Lisa Yohanes, Natalia Yohanis, Yulita Paulus dan Pang Siu Mie. Terima kasih buat dukungan moral yang diberikan meskipun dari jauh.

11. My junior and high school friends, My Supah Dupah Girls. Thank you for all your support girls.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada para peneliti selanjutnya.

Makassar, Februari 2019

Penulis

(7)

vii LEMBAR PERSEMBAHAN

“For I know the plans I have for you”, declares the Lord,

“plans to prosper you and not to harm you, plans to give you hope and a future”

Jeremiah 29 :11

(8)

viii ABSTRAK

Penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya telah menjadi salah satu kelemahan dalam sintesis nanopartikel. Green synthesis merupakan salah satu solusi dari kelemahan tersebut karena metode ini menggunakan ekstrak bahan alam sebagai reduktor dalam mensintesis nanopartikel. Pada penelitian ini, sintesis nanopartikel emas dengan menggunakan ekstrak H2O Pyura sp., telah dilakukan dan bioaktivitas nanopartikel sebagai antibakteri diuji. Ekstrak Pyura sp. berperan sebagai reduktor ion logam emas dalam proses sintesis tersebut. Pembentukan nanopartikel emas diamati setelah 7 jam pengadukan. Karakterisasi nanopartikel emas dilakukan dengan X-Ray Diffraction (XRD), Particle Size Analyzer (PSA), spektrofotometer UV-Vis dan spektroskopi Fourier-Transform Infrared (FTIR).

Hasil XRD menunjukkan bahwa kristal nanopartikel emas yang berhasil disintesis mempunyai sifat Face Centered Cubic sedangkan hasil PSA menunjukkan diameter rata-rata nanopartikel yaitu 91,2 nm. Analisis FTIR menunjukkan keberadaan gugus hidroksil yang dianggap berperan dalam proses reduksi ion logam menjadi nanopartikel emas. Nanopartikel emas menunjukkan zona hambat sebesar 8,68 mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 9,12 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

Kata kunci: antibakteri, green synthesis, nanopartikel emas, Pyura sp.

(9)

ix ABSTRACT

The use of harmful chemical substances has been one of the disadvantages in synthesizing nanoparticles. Green synthesis is one of the solution for the disadvantage since this method uses natural resources as reducing agent in synthesizing nanoparticles. In this study, synthesis of gold nanoparticles by using H2O extract of Pyura sp. and bioactivity test as antimicrobe has been reported.

Formation of gold nanoparticles observed after 7 hours of stirring.

Characterization of gold nanoparticles was done by using X-Ray Diffraction (XRD), Particle Size Analyzer (PSA), UV-Vis spectrophotometer and Fourier- Transform Infrared (FTIR) spectroscopy. The XRD analysis showed that the crystal of gold nanoparticles has face-centered cubic shape, whereas the PSA analysis shows that the mean diameter of gold nanoparticles as 91,2 mm. The FTIR analysis shows the possibilities of hydroxyl group as the functional group that is expected to be involved in reducing metal ion to form gold nanoparticles.

Gold nanoparticles showed inhibition zone diameter of 8,68 mm towards Escherichia coli strain and 9,12 mm towards Staphylococcus aureus strain.

Keywords: antimicrobe, gold nanoparticles, green synthesis, Pyura sp.

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 1.3.1 Maksud Penelitian ... 5

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Teknologi nano ... 7

2.2 Sintesis nanopartikel ... 9

2.3 Sintesis nanopartikel dari bahan alam ... 12

2.4 Tinjauan umum hewan laut tunikata ... 14

(11)

xi

2.4.1 Tinjauan umum Pyura sp. ... 16

2.4.2 Aspek kimia tunikata ... 17

2.5 Nanopartikel emas (AuNPs) ... 19

2.6 Karakterisasi nanopartikel ... 21

2.6.1 Spektrofotometer UV-Visibel ... 22

2.6.2 Fourier-Transform Infrared Spectroscopy ... 22

2.6.3 X-Ray Diffraction ... 23

2.6.4 Particle Size Analyzer ... 23

2.7 Aplikasi nanopartikel emas sebagai antibakteri ... 24

BAB III METODE PENELITIAN... 3.1 Bahan Penelitian ... 28

3.2 Alat Penelitian ... 28

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 28

3.4 Prosedur Penelitian ... 29

3.4.1 Preparasi Sampel ... 29

3.4.2 Uji Fitokimia ... 3.4.2.1 Uji Kandungan Tanin ... 29

3.4.2.2 Uji Kandungan Flavonoid ... 29

3.4.2.3 Uji Kandungan Saponin ... 30

3.4.2.4 Uji Kandungan Steroid ... 30

3.4.2.5 Uji Kandungan Terpenoid ... 30

3.4.2.6 Uji Kandungan Alkaloid ... 30

3.4.3 Pembuatan Larutan HAuCl4 ... 31

3.4.4 Sintesis Nanopartikel Emas ... 31

(12)

xii

3.4.5 Karakterisasi Nanopartikel Emas ... 32

3.4.5.1 Karakterisasi dengan Spektrofotometer UV-Vis ... 32

3.4.5.2 Karakterisasi dengan PSA ... 32

3.4.5.3 Karakterisasi dengan FTIR ... 32

3.4.6 Pembuatan Medium ... 32

3.4.7 Uji Bioaktivitas Antibakteri ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4.1 Uji fitokimia ekstrak H2O Tunikata Pyura sp. ... 35

4.2 Penentuan kondisi optimum biosintesis nanopartikel emas ... 38

4.2.1 Optimasi Konsentrasi Larutan HAuCl4 ... 39

4.2.2 Optimasi Komposisi Larutan ... 41

4.3 Biosintesis Nanopartikel Emas ... 44

4.4 Karakterisasi Nanopartikel Emas ... 45

4.4.1 Karakterisasi Nanopartikel Emas dengan Spektrofotometer UV-Vis ... 45

4.4.2 Karakterisasi Nanopartikel Emas dengan XRD ... 46

4.4.3 Karakterisasi Nanopartikel Emas dengan FTIR ... 47

4.4.4 Karakterisasi Nanopartikel Emas dengan PSA ... 49

4.5 Uji Antibakteri ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 63

(13)

xiii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Mekanisme sintesis nanopartikel ... 11

2. Spesies Pyura sp. ... 16

3. Mekanisme pembentukan garam flavilium. ... 36

4. Mekanisme pembentukan kompleks Fe-tanin. ... 37

5. Reaksi uji alkaloid dengan reagen Dragendorff ... 37

6. Reaksi uji alkaloid dengan reagen Mayer ... 38

7. Warna larutan pada berbagai konsentrasi ... 39

8. Larutan nanopartikel emas dengan variasi komposisi ... 41

9. Perubahan warna larutan nanopartikel ... 44

10. Difraktogram XRD nanopartikel emas ... 46

11. Spektra FTIR dari ekstrak Pyura sp. dan nanopartikel emas ... 48

12. Distribusi ukuran nanopartikel emas berdasarkan intensitas ... 50

(14)

xiv DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nanopartikel logam yang disintesis dari ekstrak hewan laut ... 13

2. Nanopartikel emas yang disintesis dengan ekstrak bahan alam... 20

3. Hasil uji fitokimia ekstrak H2O Pyura sp. ... 35

4.Hasil pengamatan spektrofotometer UV-Vis nanopartikel emas dengan variasi konsentrasi HAuCl4 ... 40

5. Hasil pengamatan spektrofotometer UV-Vis nanopartikel emas dengan variasi komposisi ... 42

6. Analisis ukuran kristal nanopartikel emas ... 47

7.Data serapan FTIR ekstrak Pyura sp. dan nanopartikel emas ... 48

8.Hasil pengukuran zona inhibisi pada uji antibakteri ... 51

(15)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Diagram alurpenelitian ... 63

2. Bagan kerja preparasi sampel... 64

3. Pembuatan larutan HAuCl4 ... 65

4. Bagan kerja optimasi konsentrasi HAuCl4 ... 66

5. Bagan kerja optimasi komposisi ... 67

6. Bagan kerja uji fitokimia ... 68

7. Bagan kerja sintesis nanopartikel emas... 70

8. Bagan kerja karakterisasi nanopartikel emas ... 71

9. Bagan kerja uji antibakteri ... 72

10. Dokumentasi penelitian ... 73

11. Hasil uji fitokimia ... 74

12. Data FTIR ekstrak Pyura sp. ... 75

13. Data FTIR nanopartikel emas ... 76

14. Data XRD nanopartikel emas ... 77

15. Data PSA nanopartikel emas ... 78

16. Foto uji antibakteri ... 85

(16)

xvi DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN

Simbol/Singkatan Arti

nm Nanometer

AuNPs Aurum Nanoparticles atau nanopartikel emas

UV-Vis Ultraviolet-Visible

SPR Surface PlasmonResonance

FTIR Fourier ransform Infrared

PSA Particles Size Analyzer

XRD X-Ray Diffraction

TEM Transmission Electron Microscopy

DLS Dynamic Light Scattering

ELS Electrophoretic Light Scattering

DNA Deoxyribonucleic Acid

ATP Adenosine Triphosphate

tRNA Transfer Ribonucleic Acid

Abs Absorbansi

mm milimeter

λ panjang gelombang

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nanoteknologi merupakan salah satu bidang yang menarik dan sedang berkembang dengan sangat pesat dalam beberapa tahun belakangan ini. Dalam bidang nanosains dan nanoteknologi, mayoritas aktivitas difokuskan pada sintesis nanopartikel baru dengan bentuk dan ukuran yang berbeda serta mempunyai efek bioaktivitas yang dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang (Azizi dkk., 2013;

Inbakandan dkk., 2012).

Nanopartikel, dengan karakteristik ukuran 1-100 nm, merupakan salah satu bidang dalam nanoteknologi yang menarik perhatian ilmuwan dalam berbagai bidang seperti sains material dan bioteknologi. Hal in disebabkan oleh sifat yang unik yakni ukurannya yang kecil dan mempunyai luas permukaan yang besar.

Sifat-sifat tersebut memainkan peranan penting dalam pemanfaatan nanopartikel dalam berbagai bidang seperti medis, farmasi, monitoring lingkungan dan elektronik (Ramkumar dkk., 2016; Nath dan Banerjee, 2013).

Secara umum, nanopartikel dapat disintesis dengan pendekatan fisika dan kimia. Tetapi metode-metode tersebut termasuk membutuhkan energi yang besar, penggunaan pelarut yang toksik dan berbahaya khususnya untuk lingkungan serta penggunaan biaya yang tinggi. Oleh karena itu, metode sintesis nanopartikel yang ramah lingkungan dibutuhkan untuk menutupi kekurangan dari metode-metode tersebut (Shi dkk., 2014).

(18)

2 Green synthesis merupakan solusi yang dapat mengatasi kekurangan dari metode-metode fisika dan kimia karena kemampuannya untuk mensintesis nanopartikel dengan biaya yang murah, ramah lingkungan, dapat dilakukan dalam skala yang besar, tidak membutuhkan tekanan dan suhu yang tinggi serta tidak menggunakan bahan-bahan yang berbahaya. Metode ini menggunakan proses yang sederhana dengan penggunaan ekstrak biologis dari bahan-bahan alam seperti bakteri, tumbuhan, hewan, virus dan berbagai bahan-bahan alam lainnya.

Metode ini juga melibatkan proses reduksi ion logam menjadi logam dengan bilangan oksidasi 0 dimana ekstrak bahan alam akan berperan sebagai agen pereduksi. Bahan-bahan alam yang dapat dijadikan sebagai pereduksi ion logam termasuk bahan alam dari lingkungan terrestrial, bahan alam laut, mikroorganisme dan lain-lain (Ramkumar dkk., 2016; Asmatunisha dan Kathiresan, 2013).

Salah satu bahan alam yang menarik untuk diteliti adalah bahan alam laut.

Kondisi lingkungan laut dikatakan lebih beragam dari lingkungan terestrial dan merupakan sumber yang unggul dari berbagai senyawa bioaktif seperti polisakarida, polifenol, karotenoid, asam amino, asam lemak, protein dan lain- lain. Senyawa-senyawa tersebut memiliki gugus-gugus fungsi seperti hidroksil, karboksil, amina dan lain-lain yang berperan sebagai agen pereduksi logam.

Organisme laut dapat memproduksi nanopartikel dengan aplikasi yang bervariasi dan berguna khususnya untuk kehidupan manusia (Mayer dan Lehmann, 2001;

Ramkumar dkk., 2016; Asmatunisha dan Kathiresan, 2013). Singh dkk (2014) memanfaatkan ekstrak invertebrata laut Polychaete untuk mensintesis nanopartikel perak dengan ukuran 40-90 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses reduksi dan stabilisasi dalam pembentukan nanopartikel dibantu

(19)

3 oleh senyawa-senyawa fenolik, eter, sterol dan asam lemak yang terdapat dalam ekstrak. Selain Polychaete, terdapat banyak bahan alam laut yang mengandung senyawa-senyawa yang dapat dijadikan agen pereduksi dalam sintesis nanopartikel.

Salah satu sumber bahan alam tersebut adalah hewan laut dari subfilum tunikata. Tunikata yang juga disebut urochordates, adalah sebuah subfilum yang beragam dari Chordata yaitu filum yang mengandung vertebrata dan invertebrata (Holland, 2012). Salah satu kelas dari subfilum ini adalah Ascidian. Kelas ini memiliki senyawa-senyawa metabolit sekunder yang beragam. Carbone dkk (2012) berhasil mengisolasi 3 senyawa aktif yaitu senyawa meroterpenoid 2-4 dari Ascidian Aplidium fuegiense. Senyawa tirukanduramin yang dapat menginhibisi α-glukosidase, juga berhasil diisolasi dari Ascidian Synoicum macroglossum (Ravinder dkk., 2005). Han dkk (2013) berhasil mengisolasi senyawa-senyawa sterol, alkaloid karbolin, ceramida, turunan furanon dan nukleosida dari Ascidian Aplidium constellatum. Salah satu spesies dari kelas Ascidian adalah Pyura sp.

Saat ini belum ada penelitian yang mensintesis nanopartikel dengan menggunakan spesies Pyura sp.

Ekstrak bahan alam laut diketahui dapat dijadikan sebagai agen pereduksi untuk mensintesis nanopartikel sehingga dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang. Salah satu dari aplikasi tersebut adalah sebagai antibakteri. Bakteri dapat diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Salah satu spesies bakteri gram positif adalah Staphylococcus aureus sedangkan spesies bakteri adalah Escherichia coli. Bakteri Staphylococcus aureus bisa ditemukan pada kulit, mulut dan hidung manusia. Saat imun tubuh manusia menurun, bakteri

(20)

4 tersebut akan bersifat patogen sehingga menimbulkan penyakit-penyakit seperti penggumpalan darah. Bakteri Escherichia coli dapat ditemukan umumnya pada usus besar manusia. Beberapa tipe E.coli juga dapat menyebabkan keracunan makanan.

Newman dan Cragg (2012) menyatakan bahwa nanoteknologi telah memberikan kontribusi yang besar dalam penemuan obat-obat antibakteri baru.

Lekshmi dkk (2015) mensintesis nanopartikel perak dengan menggunakan hemolimfa kepiting laut Carcinus maenas dan Ocypode quadrata sebagai bioreduktor pada pH 4.6. Nanopartikel-nanopartikel dari kedua ekstrak tersebut berukuran 45-50 nm dan memiliki sifat antibakteri terhadap berbagai bakteri seperti Saphylococcus sp., Proteus sp., Klebsiella sp., Escherichia coli dan Pseudomonas sp.

Selain nanopartikel perak, nanopartikel logam lain seperti nanopartikel emas juga bermanfaat sebagai antibakteri. Logam emas dan nanopartikel emas dikatakan memiliki aktivitas antibakteri yang kuat. Hal tersebut disebabkan oleh tahap toksisitasnya yang rendah. Logam emas bersifat non-toksik terhadap mamalia namun bersifat toksik terhadap mikroorganisme sehingga dapat digunakan sebagai agen antibakteri (Cui dkk., 2012).

Aljabali dkk (2018) melaporkan biosintesis nanopartikel emas dengan menggunakan ekstrak daun Acer pentapomicum menghasilkan nanopartikel dengan ukuran 19-24 nm. Nanopartikel tersebut juga menunjukkan aktivitas antibakteri yang signifikan terhadap Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilus, Escherichia coli, Staphylococcus Aureus, dan Xanthomonas compestris. Senthilkumar dkk (2017) berhasil mensintesis

(21)

5 nanopartikel emas dengan bantuan ekstrak air Pergularia daemia sebagai reduktor. Nanopartikel yang berhasil disintesis berukuran sekitar 3-15 nm dan menunjukkan sifat antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus subtilis.

Berdasarkan pada temuan di atas maka sangat memungkinkan untuk dilakukan sintesis nanopartikel emas dengan menggunakan ekstrak tunikata Pyura sp. dan aktivitasnya sebagai antibakteri.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah

1. apakah ekstrak tunikata Pyura sp. mampu berfungsi sebagai bioreduktor dalam sintesis nanopartikel emas?

2. bagaimana karakteristik nanopartikel emas yang disintesis menggunakan ekstrak tunikata Pyura sp.?

3. bagaimana aktivitas nanopartikel emas, yang disintesis menggunakan ekstrak tunikata Pyura sp., terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah mensintesis nanopartikel emas menggunakan ekstrak tunikata Pyura sp. dan menguji bioaktivitasnya sebagai antibakteri.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. menentukan kemampuan ekstrak tunikata dalam mensintesis nanopartikel emas.

2. mengkarakterisasi nanopartikel emas yang disintesis menggunakan ekstrak tunikata Pyura sp.

(22)

6 3. menentukan bioaktivitas nanopartikel emas yang disintesis menggunakan ekstrak tunikata Pyura sp. terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

1.4 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan informasi tentang sintesis nanopartikel emas dapat disampaikan kepada masyarakat sehingga potensi Pyura sp. dan nanopartikel emas dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang khususnya dalam bidang kesehatan dan biomedis.

(23)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknologi Nano

Teknologi nano adalah sebuah teknologi multidisiplinyang sedang berkembang dengan pesat. Teknologi ini banyak berpengaruh dalam bidang kesehatan, pertanian dan industri, dimana material diciptakan dalam skala nano (Singh, 2016). Pada beberapa tahun belakangan ini, teknologi nano merupakan topik yang sangat diminati karena sifat optoelektronik dan fisikokimianya yang unik serta aplikasinya yang bervariasi dalam berbagai bidang. Salah satu elemen dalam teknologi ini adalah nanopartikel yang melibatkan sintesis partikel nano yang berukuran antara 1-100 nm. Sifat fisikokimia dari material yang mengandung nanopartikel berbeda dari material dalam jumlah besarkarena ukurannya yang sangat kecil dan rasio volume permukaan yang tinggi (El Sayed, 2001).

Sejarah teknologi nano dapat dilihat dari tahun 1980 dimana seorang ilmuwan bernama Beveridge mulai mempelajari sintesis logam emas dari bakteri Bacillus subtilis. Setelah itu, pada tahun 1989, Dameron mendapati bahwa Candida glabrata dapat mensintesis CdS yang berukuran nano. Edward pada tahun 1993 berhasil mensintesis nanopartikel perak dengan bakteri magnetoacticyang dilanjutkan oleh Mukherjee dkk pada tahun 2002 yang menggunakan Fusarium oxysporum untuk mensintesis nanopartikel dengan logam yang sama. Gurunathan dkk (2009) berhasil mengsintesis nanopartikel emas dari Bacillus licheniformis setelah menginkubasinya pada suhu ruang selama 48 jam.

(24)

8 Nanopartikel emas yang berhasil disintesis berukuran antara 10-100 nm (Shi dkk., 2014).

Nanopartikel terbagi menjadi nanopartikel organik (berbasiskan karbon) dan anorganik. Nanopartikel anorganik termasuk nanopartikelmagnetik (besi), nanopartikel logam mulia (perak, emas, dan platinum) dan nanopartikel semikonduktor (silika, titanium oksida, seng oksida, seng sulfit, kadmium, tembaga dan lain-lain) (Ramkumar dkk., 2016). Nanopartikel anorganik banyak digunakan sebagai agen pembawaobat karena sifat-sifat uniknya seperti biokompatibilitas, kemampuan untuk menargetsel spesifik dan pelepasan obat yang terkontrol (Asmathunisha dan Kathiresan, 2013).

Menurut Nath dan Banerjee (2013), nanopartikel logam bersifat unik dalam sistem skala nano karena sifatnya yang mudah untuk disintesis dan dimodifikasi.Nanopartikel mempunyai beberapa elemen yang dapat dirubah seperti selektivitas, ukuran, bentuk dan biokompatibilitas. Sifat ini memberikan kontribusi yang penting dalam aplikasi di bidang kesehatan dimana nanopartikel dapat dijadikan pengantar obat dalam tubuh. Hal tersebut karena nanopartikel dapat dirubah agar sensitif terhadap pH tertentu. Dalam cairan tubuh, nanopartikel tersebut akan tetap dalam konformasi tertentu untuk melindungi obat sehingga nanopartikel tersebut sampai pada bagian tubuh yang ditargetkan dengan pH tertentu. Seterusnya, nanopartikel akan merespon perubahan pH tersebut dengan merubah bentuk konformasi untuk melepas obat yang diantarkan. Meskipun dengan keunikan-keunikan tersebut, proses sintesis nanopartikel, khususnya melalui proses fisika dan kimia merupakan proses yang membutuhkan biaya yang sangat besar.

(25)

9 2.2 Sintesis Nanopartikel

Secara umum, sintesis nanopartikel dapat terbagi menjadi 2 metode yaitu top-down dan bottom-up. Metode top-down adalah melibatkan pemecahan (breaking) padatan dengan mengaplikasikan daya eksternal kepada padatan tersebut sehingga menyebabkannya terpecah menjadi partikel yang lebih kecil.

Contoh dari metode ini termasuk litografi, dekomposisi termal, ablasi laser, penggilingan mekanis, penggoresan (pengetsaan) dan sputtering (Horikoshi dan Serpone, 2013; El-Nour dkk., 2010).Pendekatan bottom-up lebih sering digunakan untuk preparasi nanopartikel yang melibatkan sistem homogen dimana katalis (agen pereduksi atau enzim) mensintesis struktur nano yang sifatnya dikontrol oleh sifat katalis, reaksi medium dan kondisi-kondisi lainnya seperti pelarut, stabilisator, suhu dan pH (Keat dkk., 2015).

Metode reduksi kimia adalah metode yang paling umum untuk sintesis nanopartikel logam (Keat dkk., 2015). Metode reduksi kimia melibatkan proses reduksi ion logam ke bilangan oksidasi 0 dari logam tersebut. Proses reduksimenggunakan instrumen dan peralatan yang sederhana dan dapat menghasilkan nanopartikel dengan kuantitas yang tinggi dengan biaya yang rendah dalam waktu yang singkat. Keuntungan dari metode ini adalah kemampuan untuk mensintesis nanopartikel dengan bentuk yang bervariasi (nanorod, nanoprisma, nanoplate). Selain itu, metode ini mampu merubah bentuk dan ukuran partikel yang terbentuk dengan merubah agen pereduksi, agen pendispersi, waktu reaksi dan suhu reaksi (Horikoshi dan Serpone, 2013).

Banyak metode yang dapat digunakan untuk mensintesis nanopartikel logam, secara kimiawi maupun fisika.Namunkebanyakan metode-metode tersebut

(26)

10 memiliki beberapa kelemahan yakni biaya yang mahal, kuantitas produksi yang rendah, deformasi stuktur partikel dan penggunaan bahan-bahan kimia yang dapat mendatangkan bahaya pencemaran lingkungan sehingga preparasi nanopartikel tanpa penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya dibutuhkan karena kebanyakan nanopartikel logam mulia dapat diaplikasikan secara langsung pada manusia. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut dan untuk meningkatkan aplikasi dari nanopartikel, para ilmuwan menggunakan metode yang lebih ramah lingkungan dan membutuhkan biaya yang kecil untuk mensintesis nanopartikel.

Salah satu dari metode tersebut adalahgreen synthesis (Shams dkk., 2013; Keat dkk., 2015).

Proses sintesis nanopartikel dengan green synthesis dapat dilakukan dengan beberapa metode yakni metode polisakarida yang menggunakan air dan polisakarida sebagai agen pereduksi dan metode Tollens yang melibatkan reduksi logam dengan menggunakan sakarida dalam ammonia. Selain itu, terdapat juga metode iradiasi yang dapat dilakukan dalam suhu ruang tanpa penggunaan agen pereduksi, metode polioksometalatmelalui reaksi redoks multi-elektron secara inert dan metode biologis. Metode biologis menggunakan ekstrak agen biologis (tumbuhan, hewan dan mikroba). Senyawa-senyawa dalam ekstrak tersebut sepertiasam amino, vitamin, protein, enzim, polisakarida, flavonoid, terpenoid,keton, aldehida, asam karboksilat dan amida bertindak sebagai agen pereduksi atau agen proteksi dalam pembuatan nanopartikel logam. Senyawa yang mudah larut dalam air dan berperan dalam reduksi spontan adalah flavonoid, asam organik dan kuinon (Keat dkk., 2015; Korbekandi dan Iravani, 2012;

(27)

11 Moghaddam, 2010; Cauerheff dan Castro, 2013; Nath dan Banerjee, 2013; Mittal dkk., 2013).

Gambar 1.Mekanisme sintesis nanopartikel (M+) (Mittal dkk., 2013)

Gambar 1 menunjukkan mekanisme biosintesis nanopartikel logam yang meliputi 3 tahap. Tahap pertama merupakan tahap aktivasi dimana terjadi proses reduksi ion logam dari bilangan oksidasi mono atau divalen menjadi bilangan oksidasi 0 kemudian dilanjutkan dengan nukleasi atom logam yang telah direduksi. Tahap ini melibatkan agen pereduksi yang bisa didapatkan dalam ekstrak bahan alam. Tahap kedua adalah tahap pertumbuhan dimana nanaopartikel-nanopartikel kecil bergabung menjadi partikel dengan ukuran yang lebih besar (nanotube, nanoprisma, nanoheksahedron dan bentuk lain). Tahap ini melibatkan peningkatan dalam stabilitas termodinamik dari nanopartikel yang terbentuk. Tahap yang terakhir adalah tahap terminasi yang menentukan bentuk terakhir dari nanopartikel. Tahap ini dipengaruhi oleh kemampuan ekstrak bahan

Reduks i

Pertumbuha n

Stabilisasi

Agen pereduksi

(Enzim, protein, flavonoid, terpenoid, kofaktor, dll)

(28)

12 alam untuk menstabilkan nanopartikel logam (Makarov dkk., 2014; Malik dkk., 2014; Mittal dkk., 2013).

Cochlospermum gossypium, tumbuhan yang mengandung biopolimer karbohidrat alami digunakan untuk mensintesis nanopartikel Au, Ag dan Pt.

Ketiga logam tersebut masing-masing memiliki ukuran 5,5±2,5 nm, 7,8±2,3 nm dan 2,4±0,7 nm. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa gugus hidroksil pada senyawa yang terdapat pada ekstrak tumbuhan tersebut yang berperan dalam pembentukan dari nanopartikel logam mulia tersebut (Vinod dkk., 2011).

Nanopartikel seng oksida (ZnONPs) dengan ukuran partikel 30-57 nm telah berhasil disintesis dengan menggunakan ekstrak air makroalga Sargassum muticum. Hasil penelitian tersebut menunjukkan keterlibatan gugus sulfat dan hidroksil dalam pembentukan nanopartikel tersebut (Azizi dkk., 2013).

Biosintesis nanopartikel emas pertama dari invertebrata laut Acanthella elongate menghasilkan nanopartikel dengan ukuran 7-20 nm dengan bentuk bola (sphere). Hasil karakterisasi dengan menggunakan FT-IR menunjukkan kerterlibatan gugus amina alifatik dalam proses bioreduksi emas menjadi nanopartikel (Inkabandan dkk., 2010).

2.3 Sintesis Nanopartikel dari Bahan Alam Laut

Ekosistem laut mempunyai sumber daya hidup yang beragam, termasuk prokariota seperti mikroorganisme dan eukariota seperti tumbuhan dan hewan tingkat tinggi. Penggunaan ekstrak laut untuk biosintesis nanopartikel belum mendapatkan perhatian yang banyak meskipun organisme laut mengandung sumber agen pereduksi, molekul prekursor dan agen stabilisator (Asmathunisha dan Kathiresan, 2013).

(29)

13 Penemuan dan pengembangan sintesis dan aplikasi senyawa aktif dari bahan alam laut adalah sebuah bidang yang baru jika dibandingkan dengan pengembangan senyawa aktif dari bahan aktif terestrial. Oleh karena itu, pengembangan tersebut harus bisa mengikuti trendyang baru, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Hal ini dapat diaplikasikan ke dalam proses biosintesis dengan menggunakan ekstrak bahan alam laut jika protokol proses tersebut mengikuti 12 prinsip dari green chemistry (Ibanez dkk., 2012; Anastas dan Warner, 1998).

Tabel 1. Nanopartikel logam yang disintesis dari ekstrak hewan laut Tahun Spesies

Hewan Laut

Nanopartikel yang Disintesis

Ukuran Nanopartikel

(nm)

Bio- aktivitas

Referensi

2009 Cod liver oil Perak 5-10 - Khanna dan

Nair, 2009 2010 Ekstrak H2O

Acanthella elongate

(spons)

Emas 7-20 - Inbakandan

dkk., 2010

2012 Ekstrak H2O Acanthella

elongate (spons)

Perak 15-34 - Inbakandan

dkk., 2012

2013 Ekstrak H2O Saccostrea

cucullata (oyster)

Perak 10,5 Antibakteri Umayaparv-

athi dkk., 2013 2014 Ekstrak H2O

Marine Polychaetes (cacing laut)

Perak 40-90 Antibakteri Singh dkk., 2014

2015 Ekstrak H2O Haliclona

(spons)

Perak 27-46 - Hamed dkk.,

2015 2015 Hemolimfadar

ikepiting laut

Perak 45-50 Antibakteri Lekshimi

dkk., 2015

Biosintesis nanopartikel dengan menggunakan ekstrak sumber organisme laut merupakan metode yang aman, stabil dan ramah lingkungan. Metode ini

(30)

14 melibatkan ekosistem laut yang beragamyang mudah untuk didapatkan dan metode ini tidak melibatkan pelarut yang berbahaya dan biaya yang tinggi. Bahan alam laut yang paling umum digunakan untuk membentuk nanopartikel logam adalah dari kelompok flora, mikororganisme dan alga. Salah satu kelompok bahan alam laut yang jarang digunakan untuk membentuk nanopartikel logam adalah hewan laut (Singh dkk., 2015). Tabel 1 menunjukkan beberapa penelitian yang memanfaatkan bahan alam laut untuk mensintesis nanopartikel logam.

Invertebrata laut yang paling sering diteliti berhubungan nanopartikel adalah dari kelas spons. Meskipun dikatakan sebagai salah satu invertebrata laut yang melimpah dan kaya dengan senyawa metabolit sekunder, tunikata nerupakan salah satu invertebrata laut yang kurang dieksplor (Hamed dkk., 2015).

2.4 Tinjauan Umum Hewan Laut Tunikata

Tunikata merupakan varietas invertebrata yang termasuk dalam filum Chordatayang berdasarkan pada keberadaan notochord larva pada perkembangan awalnya. Subfilum tunikata dinamakan tunikata karena zooidyang terdapat padanya diselaputi dalam sebuah tuniks ekstraseluler yang disintesis oleh selulosasintase dan didapatkan dalam tunikata dewasa melalui transfer gen secara horizontal yang dibantu oleh bakteri (Menna dan Aiello, 2012; Holland, 2016).

Tunikata terbagi menjadi 3 kelas yaitu Ascidiceae, Thaliacea dan Appendiculria. Kelas Ascidiceae umumnya berwarna dan terdapat pada air dangkal atau melengket pada batu dan kapal sedangkan kelas Thaliacea dan Appendiculria bisa didapatkan terapung pada permukaan laut. Spesies dari kedua kelas ini jarang ditemukan kecuali pada musimlarge bloom. Tunikata bereproduksi secara aseksual dan seksual sehingga menyebabkan terjadinya

(31)

15 pengembangan populasi dengan cepat. Selain itu, tunikata juga juga merupakan hewan penyaringdan sessile (Holland, 2012).

Kelas Ascidiaceamemiliki warna dan ukuran yang bervariasi, dari ukuran beberapa mm hingga 26 cm. Meskipun dengan ukuran yang berbeda-beda, kelas ini mempunyai sistem reproduksi, struktur dasar tubuh dan sistem pencernaan (cara makan) yang sama. Ascidiansecara umum mempunyai sistem reproduksi hermafrodit. Kecepatan evolusi dari kelas Ascidiacea adalah sangat cepat. Sebagai contoh, Ciona sp. yang membutuhkan waktu kurang lebih 24 jam (bergantung suhu) untuk menjadi larva, kemudian larva-larva tersebut akan berenang selama beberapa hari sehingga mendapatkan kondisi yang sesuai dimana larva-larva tersebut akan menempelkan diri melalui perekatinterior papillae. Setelah kurang lebih 2 hari, larva-larva tersebut akan melengkapkan metamorphosis menjadi ascidian juvenil, dengan sifon incurrentdan excurrent serta 2 celah insang (Holland, 2012).

Pada umumnya, kelas Ascidiacea menjadikan fitoplankton dan partikel kecil lainnya sebagai makanan atau sumber nutrien, kecuali familiOctaenemidae yang mempunyai sifon yang akan dibesarkan untuk membentuk mulut yang akan menangkap makanan yang lebih besar. Ascidian dewasa mengkonsumsi ikan dan karnivora lainnya. Oleh karena itu, hewan tersebut mempunyai berbagai perlindungan kimia untuk menakutkan penyerang (pemangsa) seperti kandungan vanadium yang akan merangsang sifon untuk mengeluarkan cairan pelindungnya ketika disentuh. Sistem pencernaan ascidiacea termasuk sistem yang sederhana dimana air akan memasuki sifon dan melewati branchial basketyang akan

(32)

16 mengeluarkan mukus yang memerangkap partikel atau fitoplankton dan membawanya ke perut lalu keluar melalui sifon excurrent (Holland, 2012).

2.4.1 Tinjauan Umum Pyura sp.

Menurut Backhouse (2012), taksonomi Pyura sp. adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Tunicata Kelas : Ascidiacea Order : Pleurogona Suborder : Stolidobranchia Famili : Pyuridae

Genus : Pyura

Spesies : Pyura sp.

Gambar 2.Spesies Pyura sp. (Backhouse, 2012)

Spesies Pyura sp. adalah spesies di bawah kelas ascidiacea tunggal yang hidup di bawah puing terumbu karang (Gambar 2). Dinding tubuh spesies ini merupakan lapisan jaringan penghubung yang mengandung saluran darah, otot

(33)

17 dan sel amoeboid. Bagian ini terdapat di bawah tunik yang keras, tebal dan berwarna coklat yang disebabkan oleh organisme epibion yang tinggal diatasnya.

Tunik diperbuat dari tunicin, sejenis selulosa dan memiliki saluran darah dan sel darah. Hewan ini memiliki struktur seperti rambut yang membantu menarik butiran pasir ke tuniknya. Lapisan di bawah epibion dan butiran pasir tunik berwarna merah muda (Backhouse, 2012; Kott, 1989; Ruppert dkk., 2004).

Anatomi spesies hewan penyaring Pyura sp. menunjukkan bahwa hewan tersebut memiliki 2 sifon yakni buccal (inhalant) dan atrial (exhalant) yang digunakan untuk mengalirkan air melalui kerongkongannya dan untuk menyaring partikel makanan. Permukaan dalam pipa penyedot (sifon) berwarna coklat gelap dengan garis kuning. Sifon buccal adalah pembukaan ke pharynx dan branchial sac yang digunakan untuk menyaring makanan yang kemudian disambungkan ke sistem pencernaan yang berada pada dinding tubuh. Anus mengeluarkan makanan ke atrium yang berada di bawah sifon atrial. Otot-otot dari spesies ini dikontrol oleh neural ganglion yang menempel dalam dinding tubuh antara 2 sifon. Pyura sp. adalah hewan hermafrodit yang mempunyai 1 ovari dan 1 testis pada setiap sisi tubuhnya. Spesies ini mengalami fertilisasi eksternal dimana telur dan sperma dilepaskan ke dalam kolom air melalui sifon atrial (Zeng & Swalla, 2005; Kott, 1989; Ruppert dkk., 2004).

2.4.2 Aspek Kimia dari Tunikata

Trabectidin, sejenis alkaloid, telah berhasil diisolasi dari tunikata Ecteinascidia turbinate pada tahun 2010. Senyawa tersebut dianggap dapat menjadi prekursor untuk obat kanker ovari. Trabektidin dapat berikatan dengan

(34)

18 DNA, menghalang siklus sel dan menginhibisi proliferasi sel (Carter dan Keam, 2010).

Ilmuwan mulai tertarik untuk mendalami Ascidians pada tahun 1847, dimana ilmuwan pertama kali mengobservasi bahwa terjadi perubahan warna dalam darah Ascidians yakni dari kuning kehijauan menjadi biru gelap ketika Ascidians tersebut dipaparkan ke udara terbuka (Holland, 2012).

Senyawa pertama yang berhasil diisolasi dari salah satu spesies dari kelas ini, Aplidium sp. pada tahun 1974 oleh Fenical adalah geranilhidrokuinon.

Senyawa tersebut diuji pada beberapa hewan uji dan hasilnya menunjukkan aktivitas chemopreventive(anti kanker) terhadap beberapa bentuk leukemia yakniRous sarcoma dan mammary carcinoma. Senyawa asidiataizon juga berhasil diisolasi dari spesies yang sama. Berdasarkan hasil penelitian, senyawa tersebut memiliki aksi anti inflamasi dalam neutrofil manusia (Pearce dkk., 2007).

Senyawa stielsamin A-D berhasil diisolasi dari Ascidians Eusyntyela latericius yang didapatkan di perairan Ujung Pandang. Senyawa-senyawa tersebut memiliki sitotoksitas yang kecil terhadap sel tumor usus (kolon) manusia HCT- 116 dengan IC50 masing-masing 33,8; 9; 2,6 dan 1,6 µM (Copp dkk.,1998;

Chasanah, 2008).

Oda dkk (2006) berhasil mengisolasi 3 senyawa baru Lissoclibadins dan 4 senyawa yang diketahui dari Ascidians Lissoclinum cf. badium. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai amina polisulfur aromatik. Struktur tersebut menyebabkan senyawa tersebut mampu menghalang sel leukemia promielokitik manusia HL-60.

Pengaruh senyawa-senyawa tersebut adalah pada produksi IL-8 dalam sel HL-60 yang terstimulasi-PMA dimana pengaruh tersebut memperlihatkan hubungan

(35)

19 antara struktur dari mekanisme aktivitas produksi IL-8, inhibisi proliferasi sel dari sel HL-60.

2.5 Nanopartikel Emas (AuNPs)

Emas merupakan elemen yang seing digunakan dalam perhiasan, koin, alat-alat elektronik dan lain-lain. Emas dalam ukuran besar merupakan material yang inert karena tidak mengalami korosi. Logam emas juga merupakan konduktor listrik dan termal yang baik. Selain itu, logam emas juga biasa digunakan dalam perawatan medis. Semua sifat-sifat emas tersebut telah menarik perhatian ilmuwan untuk membuat nanopartikel emas yang mempunyai ukuran yang lebih kecil sehingga dapat digunakan pada area yang tidak bisa dilewati emas dalam ukuran besar dan pada waktu yang sama menemukan kapabilitas- kapabilitasnya yang baru (Boysen dkk., 2011).

Nanopartikel emas (AuNPs), jika dibandingkan dengan nanopartikel logam lainnya, merupakan nanopartikel yang sangat menarik karena proses sintesisnya yang mudah, kadar toksisitasnya yang rendah, stabilitas kimiawi dan sifat optisnya yang unik. Selain itu, AuNPs juga dianggap sebagai kelas nanomaterial yang menjanjikan karena memiliki aplikasi yang bervariasi.

Beberapa contoh aplikasi tersebut termasuk penggunaannya sebagai katalis, biosensor, pengantar obat untuk kemoterapi dan radioterapi kanker, agen antimikroba, agen fototermal dan lain-lain (Aljabali dkk., 2018; Kundu, 2017;

Ankamwar dkk., 2005).

Sintesis AuNPs telah dilakukan dengan berbagai metode seperti metode sol-gel, mikroemulsi, hidrotermal dan ko-presipitasi. Beberapa kekurangan dari metode-metode tersebut adalah biaya yang sangat mahal dan kadar hasil produksi

(36)

20 yang rendah serta meningkatkan kadar polusi pada lingkungan (Nazar dkk., 2017).

Kelemahan-kelemahan tersebut menyebabkan ilmuwan mulai menggunakan metode yang lebih ramah lingkungan dan membutuhkan biaya yang lebih murah.

Salah satu dari metode tersebut adalah reduksi logam dengan menggunakan senyawa pereduksi yang ada di dalam mikroorganisme, tumbuhan maupun hewan.

Metode tersebut mulai mendapat perhatian karena penggunaan penggunaan bahan alam yang tidak berbahaya sehingga potensi pencemaran lingkungan dapat dikurangi. Penelitian-penelitian yang memanfaatkan senyawa dari ekstrak bahan alam untuk mensintesis nanopartikel emas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nanopartikel emas yang disintesis dengan menggunakan bahan alam

Spesies Ukuran

Nanopartikel (nm)

Aplikasi/

Bioaktivitas

Referensi

Turbinara conoides

2-19 Antibakteri Vijayan dkk., 2014 Stoechospermum

marginatum

18,7-93,7 Antibakteri Rajathi dkk., 2008 Hypericum

hookerianum

33,8-60,4 Anti-Parkinson Subakanmani, 2015 Limbah sayur 10-70 Antibakteri Mythili dkk., 2018

Salix alba L. 50-80 Antifungi Islam dkk., 2015 Abelmoschus

esculentus

45-75 Antifungi Jayaseelan dkk.,

2013 Nepenthes

khasiana

50-80 Antibakteri Bhau dkk., 2015 Sargassum

tenerimum

5-45 Katalis Ramakrishna dkk.,

2016

Ananas comosus 16 Antibakteri Bagavegowda

dkk., 2013

Novenia dulcis ± 20 Antioksidan Bagavegowda

dkk., 2014

AuNPs disintesis dengan menggunakan ekstrak air Coriandrum sativum yang direaksikan dengan larutan HAuCl4 1 mM dan dipanaskan pada suhu 30ºC

(37)

21 sambil diaduk. Adanya perubahan warna menjadi ungu kemerahan yang mengindikasikan keberadaan AuNPs. Pembentukan warna tersebut terjadi karena eksitasi pada surface plasmon resonance (SPR) dari nanopartikel tersebut.

Berdasarkan hasil analisis XRD dan TEM, maka diketahui bahwa AuNPs yang didapatkan mempunyai ukuran rata-rata 15 nm dan mempunyai morfologi sphere, segitiga dan dekahedral (Narayanan dan Sakthivel., 2008; Mulvaney, 1996).

Bioreduktor dari berbagai spesies bahan alam diberikan pada Tabel 2.

2.6 Karakterisasi Nanopartikel

Nanoteknologi yang merupakan bidang interdisipliner dari sains akan melibatkan banyak teknik analitik dan karakterisasi dalam proses elusidasi dari nanomaterial yang telah disintesis. Menurut Gabor dkk (2008), terdapat kurang lebih 700 teknik yang dapat digunakan untuk karakterisasi dan 100 di antaranya adalah teknik multi sinyal. Teknik-teknik karakterisasi tersebut didasarkan pada 3 jenis fenomena fisika yakni:

1. sifat analitik (primer) seperti elektron, foton, neutron, ion dan lain-lain yang dapat dikombinasikan dengan tekanan luar seperti medan listrik, medan magnet dan tekanan mekanikal.

2. jenis pengukuran efek sekunder seperti pelepasan dan absorpsi elektron, radiasi elektromagnetik, perubahan volume dan distorsi mekanis.

3. pemilihan medium, energi, suhu, waktu, intensitas, fasa dan sudut penelitian.

Dalam proses karaterisasi, probeprimer yang dapat merupakan sebuah pancaran elektron atau foton dari cahaya, berinteraksi dengan analit sehingga

(38)

22 menyebabkan perubahan pada kesetimbangan dan akan menunjukkan respon atau reaksi untuk mendapatkan kembali kesetimbangannya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya perubahan pada probeprimer. Contoh perubahan yang dihasilkan dari interaksi tersebut adalah eksitasi elektron dan fonon. Modifikasi dari probeprimer menghasilkan efek sekunder yakni sinyal yang dapat diukur (Kelsall dkk, 2005).

Terdapat beberapa teknik yang sering digunakan untuk melakukan karakterisasi nanopartikel emas. Antaranya adalah spektroskopi UV-Visibel, difraksi X-Ray, spektroskopi Fourier Transform-InfraRed, Particle Size Analyzer, Scanning Electron Microscope dan lain-lain.

2.6.1 Spektroskopi UV-Visibel

Spektroskopi UV-Visibel adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mengkuantifikasi cahaya yang diabsorpsi dan dihamburkanoleh sebuah sampel.

Karakterisasi awal untuk nanopartikel yang telah disintesis dilakukan dengan menggunakan spektroskopi UV-Visibel. Reduksi ion logam yang terjadi dalam proses sintesis nanopartikel diestimasi dengan mengukur tahap absorpsi dengan menggunakan spektroskopi UV-Visibel. Absorpsi cahaya pada panjang gelombang 200-800 nm adalah rangeyang umumuntuk karakterisasi nanopartikel (Singh, 2016).

2.6.2 Fourier Transform-InfraRed Spectroscopy

Pengukuran dengan menggunakan FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dalam ekstrak sampel yang berperan dalam proses reduksi ion logam (Nazar dkk., 2017). Spektroskopi FT-IR adalah spektroskopi yang melibatkan absorpsi radiasi inframerah melalui resonansi mode getaran non-centro symmetric

(39)

23 (IR aktif) dan merupakan alat yang penting untuk mengkuantifikasi struktur sekunder dalam interaksi antara nanopartikel logam dan biomolekul (Sawle dkk., 2008). Sifat kimia dan variasi gugus fungsi yang terikat pada permukaan nanopartikel dapat dianalisa menggunakan FTIR (Sanghi dan Verma, 2010;

Manivasagan dkk., 2014).

2.6.3 X-Ray Diffraction

Fasa identifikasi dan karakterisasi struktur kristal nanopartikel dapat dilakukan dengan menggunakan XRD. Sinar X akan menembus ke dalam serbuk nanopartikel pada kecepatan pengamatan0,02/menit. Hasil pola difraksi akan dibandingkan dengan standar untuk mendapatkan informasi strukturnya (Singh, 2016; Ramkumar dkk., 2016).

2.6.4 Particle Size Analyzer (PSA)

Sifat fisika yang paling penting dari partikulat sampel adalah ukuran dari partikel yang terdapat dalam sampel. Pengukuran sifat tersebut sering dikatakan sebagai parameter yang penting dalam pembuatan produk-produk dalam skala besar. Ukuran partikel mempunyai pengaruh terhadap sifat-sifat material.

Instrumen PSA melibatkan dua teknik yaitu Dynamic Light Scattering (DLS) dan Electrophoretic Light Scattering (ELS) (Malvern, 2015).

Diameter yang diukur dengan teknik DLS disebut diameter hidrodinamik dan merujuk kepada cara partikel berdifusi dalam cairan. Diameter yang didapatkan dari teknik ini adalah diameter bola (sphere) yang mempunyai koefisien difusi yang sama dengan partikel yang diukur. Prinsip fundamental untuk teknik ELS adalah elektroforesis. Sampel didispersi ke dalam sel yang

(40)

24 mengandung 2 elektroda. Sebuah bidang listrik diaplikasikan ke elektroda dan partikel atau molekul yang bermuatan akan bermigrasi ke elektroda dengan muatan yang berbeda. Velositas migrasi tersebut juga disebut mobilitas elektroforetik dan data tersebut berhubungan dengan potensial zeta partikel (Malvern, 2015).

2.7 Aplikasi NanopartikelEmas sebagai Antibakteri

Bakteri dapat diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Perbedaan dari kedua kelas tersebut terdapat pada peptidoglikan yang merupakan komponen penting dari dinding sel bakteri. Bakteri gram negatif memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis (~2-3 nm) di antara 2 membrannya sedangkan bakteri gram positif mensubstitusi membran luarnya dengan peptidoglikan menyebabkan lapisan peptidoglikannya lebih tebal (Ramkumar dkk., 2016).

Nanopartikel logam merupakan material yang efektif untuk mengkontrol mikoorganisme yang patogen dan resistan terhadap antibiotik. Nanopartikel memiliki sifat-sifat yang unik yang dapat dieksplor untuk aplikasi bidang biomedis dan industri. Aplikasi dari nanopartikel termasuk penggambaran (imaging), pembuatan obat, elektronik, kosmetik, pelapisan (coating), remediasi lingkungan, pembawaan obat target dan gen, teranostik, vaksin dan sebagai biosensor (Khan dkk., 2018; Rai dkk., 2012; Singh dkk., 2015; Bogdanovic dkk., 2014).

Nanopartikel logam dapat menginhibisi bakteria patogen dan resistan terhadap obat. Sebuah penelitian memberikan hasil dimana nanopartikel perak menunjukkan aktivitas terhadap Staphylococcus aureus yang resistan terhadap

(41)

25 metisilin (MRSA) dan bakteri Staphylococcus epidermidis yang resistan terhadap metisilin (MRSE) (Saravanan dan Nanda, 2010). Gnanadesigan dkk (2011) menyatakan bahwa nanopartikel perak memiliki sifat antibakteri terhadap mikroba Escherichia coli, Bacillus subtilis, Vibrio cholerae, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus.

Salah satu alasan yang menyebabkan ketertarikan ilmuwan dalam sintesis AuNPs adalah kemampuan nanopartikel tersebut untuk dieksplor sebagai agen antimikroba. AuNPs diketahui memiliki efek inhibisi terhadap berbagai strain bakteri dan mikroorganisme, khususnya yang terdapat dalam proses medis dan industrial. Nanopartikel tersebut tersebut merupakan agen yang efektif dengan tahap toksisitas yang rendah, khususnya terhadap sel mamalia, yang merupakan salah satu sifat yang penting dalam bidang biomedis(Senthilkumar dkk., 2017;

Shamaila dkk., 2016).

Terdapat banyak penelitian yang berhasil menunjukkan sifat antibakterial dari AuNPs. Suatu penelitian menunjukkan bahwa uji antibakteri dengan menggunakan senyawa pereduksi yang digunakan untuk mensintesis AuNPs tidak menunjukkan sifat antibakteri. Namun nanopartikel yang dihasilkan menunjukkan aktivitas antibakteri. Aktivitas antibakteri maksimum didapatkan dari AuNPs dengan konsentrasi 300 µg/mL dengan zona inhbisi sebesar 19 mm, 17 mm dan 16 mm pada bakteri Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus subtilis (Senthilkumar dkk., 2017).

Khan dkk (2018) melaporkan bahwa AuNPs yang disintesis dengan menggunakan ekstrak air Acer pentapomicum menunjukkan persentase inhibisi sebesar 81% terhadap bakteri K. pneumonia dan menunjukkan inhibisi yang

(42)

26 signifikan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Xanthomonas compestris setelah 24 jam inkubasi. Li dkk (2014) juga melaporkan bahwa AuNPs menunjukkan sifat antibakteri yang signifikan terhadap 11 isolat bakteri termasuk Escherichia coli, Enterobacter cloacae, Pseudomonas aeruginosa dan Staphyloccus aureus.

Mekanisme aksi antimikroba dari nanopartikel merupakan informasi yang belum bisa dijelaskan secara tepat. Penemuan mekanisme resistan mikroorganisme patogenik terhadap antibiotik merupakan bidang yang sedang dikembangkan dengan pesat. Mekanisme-mekanisme yang telah dikemukakan mempunyai kekurangan yakni dapat menyebabkan beberapa penyakit infeksi. Hal ini disebabkan oleh beberapa mutasi enzimatik dan genetic pada mikroorganisme patogen. Kekurangan tersebut mendorong ilmuwan untuk menemukan agen antimikroba alternatif yang dapat mengkontrol infeksi (Sibanda dan Okoh., 2007;

Kollef dkk., 2011).

Suatu penelitian menunjukkan bahwa AgNps mempunyai kemampuan untuk merusak permeabilitas dari membrane sel, merusak fungsi respirasi dari sel dan mendukung pembentukan radikal bebas. Faktor-faktor ini yang menyebabkan efek antimikroba dari nanopartikel perak (Lemire dkk., 2013). Beberapa studi menunjukkan bahwa kombinasi AgNps dan antibiotik memberikan efek antibiotik yang lebih kuatterhadap mikroorganisme. Efek ini dikatakan mungkindisebabkan oleh peningkatan penetrasi konjugasi antibiotik-nanopartikel ke dalam dinding sel.

Konjugasi tersebut memiliki kemampuan untuk menurunkan jumlah dosis obat antibiotik dan nanopartikel yang digunakan sehingga dapat meminimalisir efek

(43)

27 samping dari antibiotik yang digunakan namun dapat meningkatkan sifat antimikrobanya (Fayaz dkk., 2010).

Menurut Tiwari dan Lee (2013), nanopartikel mempunyai kemampuan utnuk melekatkan diri pada membran bakteri dengan interaksi elektrostatis dan mengganggu keutuhannya. Terdapat beberapa pendapat yang dikemukakan tentang mekanisme penghambatan AuNPs terhadap bakteri. Rai dkk (2010) mengemukakan bahwa AuNPs dapat menyebabkan lubang pada dinding sel sehingga menyebabkan isi sel terbuka, lalu AuNPs akan berikatan dengan DNA sel sehingga menginhibisi proses transkripsi. Shamaila dkk (2016) mengemukakan bahwa AuNPs merubah potensial membran dan mengganggu aktivitas ATP sintase sehingga menghambat proses metabolisme. Kemudian AuNPs akan merusak sub-unit dari ribosom yang digunakan untuk pengikatan tRNA sehingga akan merusak mekanisme biologis dari sel bakteri.

(44)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain statif dan klem, alat-alat gelas yang biasa digunakan di Laboratorium, magnetic bar, magnetic stirrer, neraca analitik Ohaus AP-110, botol semprot, spektrometer Fourier Transform Infra Red IR Prestidge-21 Shimadzu, spektrofotometer UV-Vis UV- 2600 Shimadzu, Beckman Coulter Delsa Nano C Particle Size Analysis, Beckman Centrifuge J2-HS, Tomy MX-305 High Speed Refrigerated Micro Centrifuge, Freeze Dry Alpha 1-2 LD Plus, jarum ose, autoklaf, inkubator, oven, mikropipet, spatula, sendok tanduk,alat-alat gelas yang biasa digunakan di Laboratorium Mikrobiologi.

3.2 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tunikata Pyura sp yang diperoleh dari pulau Samalona, strain bakteri uji Escherichia coli dan Staphylococus aureus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, akuabides, akuades, serbuk emas, FeCl3, Pb(CH3COO)2, H2SO4, anhidrida asetat, CHCl3, HCl 1 %, HNO3, reagen Dragendorff, reagen Mayer, grid karbon tembaga, cakram disk, plastik wrap, aluminium foil, tissue roll, kertas saring Whatman nomor 1, ampicilin dan nutrien agar.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2018 hingga Januari 2019 bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Laboratorium Kimia Fisika,

(45)

29 Laboratorium Terpadu Departemen Kimia, Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin, Science Building Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin, Laboratorium Pengolahan dan Pemanfaatan Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin dan Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Preparasi Sampel

Bahan yang digunakan adalah tunikata Pyura sp dari pulau Samalona.

Sampel dicuci dengan akuabides lalu dikeringkan kemudian diserbukkan. Serbuk sampel Pyura sp. ditimbang sebanyak 5 gram lalu direbus dengan 100 mL akuabides hingga suhu mencapai 80–90oC. Sampel kemudian didinginkan dan disaring dengan menggunakan kertas Whatmann no. 1 untuk mendapatkan ekstrak sampel tunikata Pyura sp.

3.4.2 Uji Fitokimia

3.4.2.1 Uji Kandungan Tanin

2 mL ekstrak Pyura sp. ditambahkan beberapa tetes FeCl3. Terbentuknya endapan berwarna hijau menandakan adanya kandungan tannin.

3.4.2.2 Uji Kandungan Flavonoid

Ekstrak dimasukkan ke dalam dua tabung reaksi yang berbeda. Ekstrak dalam tabung reaksi yang pertama ditambahkan beberapa tetes timbal asetat (Pb(CH3COO)2). Terbentuknya endapan berwarna kuning menandakan adanya kandungan flavonoid. Sementara itu, ekstrak dalam tabung reaksi yang kedua ditambahkan beberapa tetes asam sulfat (H2SO4). Terbentuknya endapan berwarna

(46)

30 oranye menandakan adanya kandungan flavonoid (Santhi dan Sengotuvvel, 2016).

3.4.2.3 Uji Kandungan Saponin

Metode yang digunakan adalah uji Frothing. Sebanyak 2,5 mL ekstrak dicampur dengan beberapa tetes akuades lalu dikocok dengan kencang.

Terbentuknya busa dengan jumlah yang banyak menandakan adanya kandungan saponin (Ajuru dkk., 2017).

3.4.2.4 Uji Kandungan Steroid

2 mL anhidrida asetat ditambahkan ke dalam 5 mL ekstrak kemudian ditambahkan 2 mL asam sulfat secara perlahan. Terjadinya perubahan warna dari ungu menjadi biru atau hijau menandakan adanya kandungan steroid (Santhi dan Sengotuvvel, 2016).

3.4.2.5 Uji Kandungan Terpenoid

Metode yang digunakan adalah uji Salkowski. Sebanyak 2 mL kloroform (CHCl3) ditambahkan ke dalam 5 mL ekstrak kemudian ditambahkan 3 mL asam sulfat pekat (H2SO4) secara perlahan hingga terbentuk lapisan. Terbentuknya lapisan antarmuka berwarna merah (interface) menujukkan adanya kandungan terpenoid (Astuti dkk., 2011).

3.4.2.6 Uji Kandungan Alkaloid

3 mL HCl 1% ditambahkan ke dalam 3 mL ekstrak lalu diaduk di atas penangas. Campuran dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi yang berbeda masing- masing sebanyak 1 mL. Ekstrak dalam tabung reaksi yang pertama ditambahkan beberapa tetes reagen Dragendorff. Terbentuknya endapan berwana oranye

(47)

31 menandakan adanya kandungan alkaloid. Sementara itu, ekstrak dalam tabung kedua ditambahkan beberapa tetes reagen Mayer. Terbentuknya endapan berwarna krim kekuning-kuningan menandakan adanya kandungan alkaloid (Bargah, 2015).

3.4.3 Pembuatan Larutan HAuCl4 1000 ppm

Serbuk emas ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dilarutkan dengan aquaregia. Setelah itu, larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL kemudian ditambahkan akuades hingga tanda batas lalu dihomgenkan.

3.4.4 Sintesis Nanopartikel

Optimasi konsentrasi larutan HAuCl4 dan komposisi dilakukan terlebih dahulu dalam sintesis nanopartikel emas.

Larutan HAuCl4 0,3 mM sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL kemudian diiaduk. Selanjutnya ditambahkan sebanyak 20 mL sampel ekstrak tunikata tetes demi tetes sambil diaduk hingga terjadi perubahan warna menjadi ungu lembayung. Larutan nanopartikel emas yang didapatkan, disentrifuse pada kecepatan 14000 rpm selama 15 menit pada suhu 26oC sebanyak 2-3 kali. Nanopartikel kemudian dibiarkan tumbuh selama 8 hari lalu disentrifuse kembali pada kecepatan 14000 rpm selama 30 menit pada suhu 26oC. Nanopartikel emas yang telah murni dikeringkan dalam freeze dryer pada suhu 4oC untuk selanjutnya karakterisasi (Hamed dan Givianrad, 2015).

3.4.5 Karakterisasi Nanopartikel Emas 3.4.5.1 Analisis Spektrofotometer UV-Vis

Karakterisasi hasil sintesis dilakukan dengan menggunakan instrumen spektrofotometer UV-2600 Shimadzu yang telah distandarisasi dengan

(48)

32 menggunakan larutan blanko, yang merupakan larutan HAuCl4 tanpa sampel tunikata. Larutan yang mengandung nanopartikel perak dimasukkan ke dalam kuvet kemudian dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 200 – 700 nm (Patel dkk., 2016).

3.4.5.2 Analisis Particle Size Analyser (PSA)

Sampel larutan nanopartikel emas dimasukkan ke dalam kuvet sebanyak 3 mL. Kemudian kuvet dimasukkan ke dalam instrumen dan ditembakkan dengan sinar tampak sehingga terjadi difraksi.

3.4.5.3 Analisis spektroskopi Fourier-Transform Infrared

Sampel disiapkan sebanyak 2 mg , kemudian dicampur dengan 100 mg KBr dan dibuat pelet. Analisis spektrum FTIR dilakukan pada kisaran bilangan gelombang dari 4000 – 400 cm-1.

3.4.6 Persiapan Medium

a. Pembuatan Medium Nutrien Agar Miring

Nutrien Agar ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam gelas kimia, kemudian ditambahkan akuades sebanyak 250 mL. Setelah itu campuran dikocok dengan menggunakan stirer di atas penangas air dan diatur pH nya menjadi pH 7, kemudian nutrien agar tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak ± 5 mL, lalu disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit. Selanjutnya didinginkan pada suhu ruangan hingga memadat pada kemiringan 30o. Medium nutrien agar miring digunakan sebagai medium peremajaan bakteri uji (Lay, 1994).

b. Peremajaan Bakteri Uji

Bakteri uji Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, yang berasal dari

(49)

33 biakan murninya, masing-masing diambil sebanyak 1 ose lalu diinokulasi dengan cara digores pada medium Nutrien Agar Miring secara aseptis, lalu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 oC selama 18-24 jam.

d. Pembuatan Larutan Kontrol Positif dan Kontrol Negatif

Larutan kontrol positif yang digunakan adalah larutan antibiotik ampicilin.

Ampicilin sebanyak 0,500 g dilarutkan dalam 20 mL akuabides, kemudian kertas cakram kosong direndam dalam larutan ampisilin selama 15 menit hingga kertas cakram menyerap larutan ampisilin. Selanjutnya cakram yang berisi ampisilin didiamkan selama 15 menit. Sedangkan untuk kontrol negatif digunakan cakram kosong steril.

e. Pembuatan media Mueller Hinton Agar (MHA)

Media MHA ditimbang sebanyak 7,6 gram kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 200 mL akuades ke dalam erlemneyer kemudian dipanaskan sehingga mendidih. Setelah itu, media disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 ºC selama 15 menit. Media kemudian dibiarkan hingga suhu mencapai 45 ºC hingga 50 ºC kemudian dituangkan ke dalam cawan petri yang steril untuk digunakan.

3.4.7 Uji Bioaktivitas Antibakteri

Biakan bakteri pada media nutrien agar miring diswab merata pada permukaan media MHA yang terdapat pada cawan petri, kemudian dibiarkan selama 5 menit.

Nanopartikel emas sebanyak 7.2 mg dilarutkan dengan 2 mL akuabides yang sudah steril. Selanjutnya kertas cakram yang kosong yang berbeda direndam dalam larutan nanopartikel, ekstrak tunikata, HAuCl4 selama 15 menit. Kemudian

(50)

34 kertas cakram yang telah mengandung sampel diletakkan pada cawan petri steril selama 15 menit hingga tidak ada cairan yang menetes.

Selanjutnya kertas cakram yang telah berisi sampel diletakkan pada permukaan MHA ditekan sedikit hingga melekat. Setelah itu media MHA diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 oC selama 2x24 jam. Diameter hambat yang terbentuk di sekitar lubang diamati. Terbentuknya diameter hambat di sekitar lubang menunjukkan adanya aktivitas antibakteri Escherichia coli dan Staphylococus aureus. Diameter hambat yang terbentuk di sekitar lubang diukur menggunakan jangka sorong (Mpila dkk., 2012).

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh konsentrasi AgNO 3 dan waktu sintesis terhadap ukuran nanopartikel perak, mengetahui karakteristik nanopartikel perak dan

Pada penelitian ini digunakan metode preparasi nanopartikel emas (AuNp) yang ramah lingkungan, yaitu dengan menggunakan ekstrak tanaman teh hitam (Camellia

Nanopartikel perak memiliki sifat yang stabil dan aplikasi yang potensial dalam berbagai bidang antara lain sebagai antibakteri.. Beberapa tahun terakhir terdapat minat baru

Semakin besar konsentrasi NaCl semakin besar pula ukuran nanopartikelnya, sedangkan jumlah emas nanopartikel dalam koloid yang paling banyak dihasilkan dari sintesis

Hal tersebut menjadi dasar bahwa nanopartikel emas telah berhasil disintesis karena terjadi pergeseran batokromik, dan dalam penelitian ini volume yang optimum

Berdasarkan pemaparan tersebut, dalam penelitian ini, nanopartikel emas dibuat dengan metode reduksi menggunakan air rebusan buah merah ( Pandanus conoideus ) dan

nanopartikel emas ekstrak daun singkong gajah yang dihasilkan dengan proses biosintesis high energy, didapatkan perubahan warna bening kekuningan menjadi merah muda,

Laporan Praktikum Sintesis Nanopartikel Logam Au dengan Menggunakan Ekstrak Tanaman Ganoderma Sp dengan menggunakan analisis PSA, dan UV-Vis dengan variasi