• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S."

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA, DAN BELANJA MODAL

TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TENGAH

PERIODE 2007-2013

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Oleh : Vinnie Aulya NIM: 1112084000048

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1437 H/ 2016 M

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

iv ABSTARCT

The aim of this study is to look at the influence of Economic Growth, Unemployment Rate, Capital Expenditure for Income Inequality between Regency/City in Central Java Province 2007-2013. Gini Ratio is used to analyze Income Inequality while panel data is analyzed by using Fixed Effect Model (FEM).

Panel data analysis results showed that the Economic Growth and Capital Expenditure have positive influence and significant related to Income Inequality. While the Unmployment Rate has negative influence and significant related to Income Inequality.

Keywords: Gini Ratio, Economic Growth, Unemployment Rate, Capital Expenditure, Fixed Effet Model

(7)

v ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari Petumbuhan Ekonomi, Tingkat Penggangguran Terbuka, Belanja Modal terhadap Ketimpangan Pendapatan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-2013.

Ketimpangan Pendapatan dalam penelitian ini menggunakan rasio gini dan penelitian ini menggunakan analisis data panel dengan model Fixed Effect Model (FEM).

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap Ketimpangan Pendapatan. Kemudian Tingkat Pengangguran Terbuka berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Ketimpangan Pendapatan.

Kata Kunci : Rasio Gini, Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, Belanja Modal, Model Efek Tetap

(8)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat, karunia, rezeki, dan hidayahNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja Modal Terhadap Ketimpangan Pendapatan antar Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah 2007-2013”.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Terselesaikannya skripsi ini tentu dengan dukungan, bantuan, bimbingan, semangat, dan doa dari orang-orang terbaik yang ada di sekeliling penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Maka dari itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Allah SWT, tanpa kehendak dan pertolonganNya penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan skripsi ini .Terimakasih atas segala nikmat yang telah Engkau berikan, Alhamdulillahirobbil’alamiin.

2. Orang tua, terimakasih untuk Ibu Sri Murni yang sudah membesarkan anakmu ini dengan kasih sayang yang sangat tulus dan memberikan doa,nasihat,motivasi untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Ayah Sapiih yang sudah bekerja keras mencari nafkah untuk membawa anakmu ini ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi tidak lupa dengan doa, nasihat, dan

(9)

vii

motivasi yang selalu diberikan saat anakmu mulai lelah saat proses pembuatan skripsi.

3. Adikku, Muhammad Ziddan Fahlevi yang menjadi penghibur, pemberi semangat, pemberi senyuman, teman suka dan duka di saat penulis sedang mengalami kesulitan selama proses penyelesaiaan skripsi ini.

4. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., Msi selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga dapat menjadikan Fakultas Ekonomi dan Bisnis menjadi lebih baik lagi.

5. Bapak Arief Fitrijanto S.Si., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jakarta yang telah meluangkan waktu dan arahan-arahan yang baik selama penulis berkonsultasi.

6. Bapak Rizkon Halal Syah Aji, M. Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jakarta yang telah bersedia meluangkan waktu dan arahan-arahan yang baik selama penulis berkonsultasi.

7. Bapak Pheni Chalid, SF., MA., Ph.D selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, ilmu yang berharga serta bimbingan yang berarti selama penyelesaian skripsi.

Sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan atas ilmu-ilmu yang telah Bapak berikan.

8. Bapak Zaenal Muttaqin, MPP selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, ilmu yang

(10)

viii

berharga serta bimbingan yang berarti selama penyelesaian skripsi.

Sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan atas ilmu-ilmu yang telah Bapak berikan.

9. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi saya. Semoga Allah selalu memberikan rahmat dan pahala yang sebesar-besarnya atas kebaikan para dosen FEB UIN Jakarta.

10. Seluruh jajaran karyawan dan staf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dan membantu saya selama proses perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

11. Dua-dua(22) angkatan paskibra yang sudah penulis anggap sebagai saudara sendiri, terimakasih sudah menjadi sahabat sekaligus saudara yang selalu perhatian, jadi apa adanya, dan sahabat yang pernah menjadi satu kelompok yang bisa melawan semuanya tanpa rasa takut. Makan bareng, tidur bareng, susah bareng. Sayang kalian Maryadi, Nurul Ulfa, Alqrom Nifatul Mizania, Dyas Wijayanti.

12. Sahabat-sahabat terbaik yang bersedia menjadi tempat curhat, selalu ada disaat suka maupun duka, pemberi nasihat, tempat pelampiasan disaat penulis merasa putus asa dengan skripsi, tempat motivasi, terimakasih sudah membuat hidup ini penuh dengan warna. Resty, Cees, Hilda, Nita, Cia, Dwi,Reza,Fitri, Saroh. Sukses untuk kita.

13. Sahabat dari awal kuliah sampe sekarang . Yayang Sarasnailyn dan Sandra Destiawati, terimakasih sudah menjadi bagian hidup penulis

(11)

ix

selama di bangku kuliah. Semoga persahabatan kita tidak hanya sebatas di bangku kuliah namun sampai maut memisahkan.

14. Decontion atau teman-teman satu konsentrasi pembangunan. Tempat ngobrol bareng, belajar bareng, diskusi bareng. Terimakasih Lia, Febri, Evia, Puty, Wiwi, Farid ,Bimo, Ipil, Erul, Pijar, Fadil.

15. Cherrybelle, Siti alias yuli, Mia, Bibah, Dian, Yayang, Lia, Febri, Nurul, terimakasih chibi sudah menjadi geng yang luar biasa walaupun hubungan kita agak renggang semenjak konsentrasi kalian tetap istimewa.

16. Anak-anak kostan Yayang, Sandra, Fahmi, Adul, Waldi, Irfan, Hilda, Wiwi , Vedra yang bersedia menyediakan kostannya untuk tempat berteduh penulis dan tempat berbagi cerita, keluh dan kesah tentang penelitian ini.

17. Teman-teman satu angkatan IESP 2012 yang tidak bisa disebutkan satu- persatu. Terimakasih atas kebersamaannya, kekompakannya, tawa candanya. Semoga kita semua menjadi generasi yang berguna untuk agama dan negara.

18. Terimakasih untuk kakak-kakak senior atas arahan, pengalaman, motivasi, dan saran yang diberikan selama kuliah sampai penulis menyelesaikan skripsi ini. Kak Vina, Kak Mirna, Kak Julia, Kak Indri, Kak Riri, Kak Isti, Kak Oon, Kak Geo, Kak Windi, Kak Adi dll.

19. KKN Cakrawala Respati, Daruni, Rafida, Safira, Aas, Oci, Dayu, Robi, Mbe, Imam, Mas Jos, Rizki, Rizal, Suhendra, Jipao dan warga Desa Jambe. Terimakasih atas pengalaman dan suka dukanya selama sebulan.

(12)

x

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki oleh penulis.

Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan masukan, baik kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tangerang Selatan, Juli 2016

Vinnie Aulya

(13)

xi DAFTAR ISI Cover

Lembar Pengesahan Pembimbing

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif Lembar Pengesahan Ujian Skripsi

Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah

Daftar Riwayat Hidup ... i

Abstract ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xv

Daftar Grafik ... xvi

Daftar Gambar ... xvii

Daftar Lampiran ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Manfaat Penelitian... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 18

A. Pembangunan Ekonomi ... 18

B. Ketimpangan Pendapatan ... 21

(14)

xii

C. Pertumbuhan Ekonomi ... 26

D. Produk Domestik Regional Bruto ... 29

E. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan ... 31

F. Pengangguran ... 33

G. Hubungan Pengangguran Terbuka terhadap Ketimpangan Pendapatan ... 36

H. Belanja Modal ... 37

I. Hubungan Belanja Modal terhadap Ketimpangan Pendapatan ... 40

J. Penelitian Terdahulu... 42

K. Kerangka Berpikir ... 51

L. Hipotesis Penelitian ... 53

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 56

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 56

B. Metode Penentuan Sampel ... 56

C. Metode Pengumpulan Data ... 57

D. Metode Analisis ... 57

1. Metode Data Panel ... 57

2. Permodelan Data Panel ... 59

a. Pendekatan Pooled Least Square ... 59

b. Pendekatan Fixed Effect Model ... 59

c. Pendekatan Random Effect Model ... 60

3. Pemilihan Model Data Panel ... 60

(15)

xiii

a. PLS vs REM ... 61

b. FEM vs REM... 61

4. Model Empiris ... 62

5. Uji Asumsi Klasik ... 63

a. Uji Normalitas ... 63

b. Uji Multikolinieritas ... 64

c. Uji Heteroskedastisits ... 65

d. Uji Autokorelasi ... 67

6. Uji Hipotesis... 68

a. Uji F ... 68

b. Uji t ... 69

c. Koefisien Determinasi ... 71

E. Operasional Variabel Penelitian... 71

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 74

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 74

B. Analisis dan Pembahasan ... 76

1. Analisa Deskriptif ... 76

a. Ketimpangan Pendapatan ... 76

b. Pertumbuhan Ekonomi ... 80

c. Tingkat Pengangguran Terbuka ... 83

d. Belanja Modal ... 87

2. Estimasi Model Data Panel ... 89

a. PLS vs REM ... 89

(16)

xiv

b. FEM vs REM... 90

3. Uji Asumsi Klasik 4. ... 92

a. Uji Normalitas ... 92

b. Uji Multikolinieritas ... 93

c. Uji Heteroskedastisits ... 95

d. Uji Autokorelasi ... 95

5. Model Fixed Effect Model ... 97

6. Uji Hipotesis... 97

a. Uji F ... 97

b. Uji t ... 98

c. Koefisien Determinasi ... 100

C. Analisis Ekonomi ... 100

a. Pertumbuhan Ekonomi ... 112

b. Tingkat Pengangguran Terbuka ... 114

c. Belanja Modal ... 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

A. Kesimpulan... 120

B. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 122

(17)

xv

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah dengan provinsi

lainnya di Pulau Jawa 2009-2013 (%) ... 2

1.2 Rasio Gini Jawa Tengah dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa 2009-2013 (%) ... 5

1.3 Perubahan Jumlah Orang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan 2010-2014 ... 9

2.1 Penelitian Terdahulu ... 48

3.1 Uji Durbin-Watson ... 67

3.2 Operasional Variabel Penelitian ... 73

4.1 Hasil Uji Chow………90

4.2 Hasil Uji Hausman ... 91

4.3 Hasil Uji Multikolinieritas ... 94

4.4 Hasil Uji Park ... 95

4.5 Hasil Uji Autokorelasi ... 96

4.6 Hasil Uji Durbin-Watson ... 96

4.7 Hasil Uji F-Statistik ... 98

4.8 Hasil Uji t-Statistik ... 99

4.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 100

4.10 Interpretasi Fixed Effect Model ... 100

(18)

xvi

DAFTAR GRAFIK

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi

Jawa Tengah dengan Nasional tahun 2007-2013 (%) ... 4 1.2 PDRB Per Kapita ADHB Kabupaten/kota di Provinsi

Jawa Tengah tahun 2013 (000/jiwa) ... 6 1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Jawa Tengah

tahun 2009-2013 (%) ... 8 1.4 Komposisi Belanja Pemerintah Indonesia tahun 2013 ... 10 1.5 Realisasi Belanja Modal Provinsi Jawa Tengah tahun

2010-2013 ... 11 4.1 Rata-rata Ketimpangan Pendapatan antar

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah (Dalam Persen) ... 77 4.2 Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi antar

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah (Dalam Persen) ... 81 4.3 Rata-rata Tingkat Pengangguran Terbuka antar

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah 2007-2014

(Dalam Persen) ... 85 4.4 Rata-rata Belanja Modal antar Kabupaten/Kota

di Provinsi Jawa Tengah 2007-2014 (Dalam Rupiah) ... 88 4.5 Uji Normalitas ... 93

(19)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Memperkirakan Koefisien Gini ... 23 2.2 Kurva Kuznet “U-Terbalik”... 32 2.3 Kerangka Pemikiran ... 52

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1. Data Dari Variabel-Variabel Yang Digunakan... 126

2. Hasil Uji Chow ... 133

3. Hasil Uji Hausman ... 134

4. Hasil Uji Normalitas ... 135

5. Uji Multikolinieritas ... 135

6. Hasil Uji Park ... 136

7. Hasil Fixed Effect Model ... 137

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pembangunan sebagai suatu proses multidimensional meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap, mental yang sudah terbiasa dan kelembagaan, termasuk pula percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2011:18).

Menurut Lincoln Arsyad (dalam Kuncoro, 2004:127) mendefinisikan pembangunan ekonomi daerah sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor wisata untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi didalam wilayah tersebut.

Pembangunan dalam lingkup negara tidak selalu merata, kesenjangan antar daerah sering kali menjadi permasalahan serius.

Beberapa daerah mencapai pertumbuhan cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. Hal ini dikarenakan daerah- daerah tersebut tidak mengalami kemajuan yang sama karena sumber- sumber yang dimiliki pun berbeda, adanya peranan investor yang lebih

(22)

2 cenderung memilih daerah perkotaan, dan ketimpangan redistribusi pendapatan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang tidak terlepas dari masalah ketimpangan pendapatan, dengan total 35 kabupaten/kota tentunya disetiap kabupaten/kota memiliki potensi dan permasalahan yang berbeda-beda yang dapat menyebabkan ketimpangan ekonomi di setiap daerah. Bertolak belakang dengan ketimpangan ekonomi dengan adanya trade-off pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Tengah menunjukkan proporsi pertumbuhan ekonomi yang cukup besar, hal ini dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

dengan Provinsi Lainnya di Pulau Jawa 2009-2013 (%)

S

Sumber: Badan Pusat Statistik , (data diolah)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 5,81 % dari tahun 2012 sebesar 6,34.% Meskipun angka tersebut masih berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,78 %.

2009 2010 2011 2012 2013

DKI Jakarta 5,02 6,50 6,73 6,53 6,24

Jawa Barat 4,19 6,20 6,51 6,28 6,05

Jawa Tengah 5,14 5,84 6,03 6,34 5,81

DI. Y 4,43 4,88 5,17 5,32 5,40

Jawa Timur 5,01 6,68 7,22 7,27 6,59

Banten 4,71 6,11 6,38 6,15 5,86

JAWA 4,81 6,33 6,66 6,59 6,19

INDONESIA 4,63 6,22 6,49 6,26 5,78

(23)

3 Penurunan ini dikarenakan melambatnya kinerja faktor eksternal dengan berkurangnya ekspor sementara impor yang melonjak tinggi. Selain itu dampak dari kenaikan bbm bersubsidi menyebabkan konsumsi masyarakat berkurang.

Untuk mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan sebagai pondasi dasar. Trade off atau pertukaran antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan selalu terjadi dalam proses pembangunan.

Tingginya pertumbuhan ekonomi suatu daerah tidak menjamin kesejahteraan masyarakat secara riil, dimana pertumbuhan ekonomi menjadi tidak berarti lagi oleh kaum miskin jika tidak diiringi dengan penurunan dari kesenjangan pendapatan.

Seperti yang dikemukakan oleh Kuznets bahwa pada tahap-tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung menurun, dengan kata lain terjadinya ketimpangan yang tinggi. Namun dalam jangka panjang kondisi tersebut akan membaik. Hipotesis ini dikenal dengan hipotesis “U-Terbalik” Kuznet. Menurut Kuznet distribusi pendapatan akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2011:277)

Perbedaan tingkat pembangunan akan membawa dampak perbedaan tingkat kesejahteraan antar daerah yang pada akhirnya menyebabkan ketimpangan regional antar daerah semakin besar (Kuncoro, 2004: 128).

(24)

4 Grafik 1.1

Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah dengan Nasional 2007-2013 (%)

Sumber : Badan Pusat Statistik, publikasi tinjauan PDRB Jawa Tengah , 2013

Namun demikian besarnya laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tidak dapat dijadikan tolak ukur kesejahteraan masyakarat secara riil.

Dimana salah satu kriteria utama dari keterbelakangan dan kemiskinan yang umum digunakan dan diterima secara luas adalah rendahnya pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita mencerminkan standar hidup riil masyarakat. Standar hidup riil masyarakat menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa pendapatan per kapita merupakan kriteria tingkat kesejahteraan masyarakat (Kuncoro, 2004: 98).

Pertumbuhan ekonomi dapat dihitung dengan menggunakan PDRB riil (harga konstan) atau nominal (harga berlaku). Tetapi pertumbuhan ekonomi yang dihitung berdasarkan PDRB riil akan memberikan gambaran pertumbuhan output secara nyata, karena PDRB riil tidak memasukkan inflasi (Kuncoro, 2004:84).

(25)

5 Tabel 1.2

Rasio Gini Jawa Tengah

dengan Provinsi Lainnya di Pulau Jawa 2009-2013 (%)

2009 2010 2011 2012 2013

DKI Jakarta 0.36 0.36 0.44 0.42 0.43

Jawa Barat 0.36 0.36 0.41 0.41 0.41

Jawa Tengah 0.32 0.34 0.38 0.38 0.38

DIY 0.38 0.41 0.40 0.43 0.43

Jawa Timur 0.33 0.34 0.37 0.36 0.36

Banten 0.37 0.42 0.40 0.39 0.39

INDONESIA 0.37 0.38 0.41 0.41 0.41 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 (di olah)

Keterangan: G < 0,3 = Ketimpangan Rendah 0,3≤ G≤0,5 =Ketimpangan Sedang G>0,5 =Ketimpangan Tinggi

Sedangkan rasio gini di Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan setiap tahunnya, walaupun laju peningkatannya tidak terlalu besar. Rasio gini provinsi Jawa Tengah memiliki ketimpangan yang lebih rendah dibandingkan dengan empat provinsi lainnya di Pulau Jawa.

Sedangkan Provinsi DI.Yogyakarta memiliki ketimpangan yang paling tinggi yaitu sebesar 0,439.

Berdasarkan kriteria indeks gini, Provinsi Jawa Tengah termasuk dalam kategori ketimpangan sedang. Dengan nilai koefisien gini sebesar 0,39 pada tahun 2013. Namun apakah kategori ketimpangan rendah ini menunjukkan kesejahteraan masyarakat secara riil. Berdasarkan grafik 1.2 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tidak sebanding dengan tingkat pemerataan pendapatan di Provinsi Jawa

(26)

6 0

10,000,000 20,000,000 30,000,000 40,000,000 50,000,000

Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal

2013

Tengah, tingkat ketimpangan pendapatan provinsi Jawa Tengah cukup tinggi.

Grafik 1.2

PDRB Per Kapita ADHB Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 (000/jiwa)

Sumber: Badan Pusat Statistik, Publikasi Tinjauan PDRB Kabupaten/Kota Jawa Tengah,2013 (diolah)

Dengan tingkat kesenjangan antara PDRB Per Kapita terendah dan tertinggi yaitu kabupaten Kudus dengan nilai PDRB Per Kapita sebesar 50.084/jiwa dan daerah terendah kabupaten Grobogan dengan nilai PDRB sebesar 6.686/jiwa. Ketimpangan ini disebabkan karena daerah Cilacap dan Kudus merupakan daerah perindustrian sehingga dapat meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat daerah sekitar dan meningkatkan perekonomian, sedangkan kabupaten demak yang tertinggal jauh merupakan daerah pedesaan yang mengandalkan perekonomian dari sektor pertanian atau sektor primer.

(27)

7 Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan daerah adalah terkonsentrasinya kegiatan ekonomi wilayah, alokasi investasi, tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah, perbedaan sumber daya alam antar wilayah, perbedaan kondisi demografi wilayah dan proses distribusi pasar yang kurang lancar (Syafrizal, 2008:117).

Kondisi demografis ini akan dapat mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah karena hal ini akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan.

Berdasarkan grafik 1.4 Tingkat Pengangguran terbuka bergerak fluktuatif dimana pada tahun 2009-2013 tingkat pengangguran mengalami penurunan sebesar 1,32 % yaitu sebesar 7,03% pada tahun 2009 dan 6,01

% pada tahun 2013. Kriteria utama pembangunan adalah kenaikan pendapatan per kapita yang sebagian besar disebabkan karena adanya industrialisasi. Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari penambahan pendapatan tersebut.

(28)

8

2009 2010 2011 2012 2013

PROVINSI JAWA

TENGAH 7.33 6.21 7.07 5.61 6.01

0 1 2 3 4 5 6 7 8

PERSENTASE

Grafik 1.3

Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Jawa Tengah tahun 2009-2013 (%)

Sumber: Badan Pusat Statistik, Profil Ketenagakerjaan Jawa Tengah (diolah)

Tabel 1.3 menunjukkan bahwa sektor industry pengolahan menjadi sektor utama yang menyerap tenaga kerja di Provinsi Jawa Tengah, dimana pada tahun 2010 sebesar 2.675.679 dan mengalami kenaikan pada tahun 2014 sebesar 3.313.028 jiwa. Pada sektor pertanian terlihat bahwa Jawa Tengah masih bertumpu pada sektor pertanian, dengan kata lain sektor primer masih menjadi tumpuan dalam penyerapan tenaga kerja.

Kemudian diikuti sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan jumlah orang bekerja sebesar 3.472.748 jiwa. Meskipun sektor pertanian menjadi sektor utama yang menyerap tenaga kerja sebesar 5.190.613 jiwa pada tahun 2014.

(29)

9 Tabel 1.3

Perubahan Jumlah Orang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan 2010-2014

Lapangan

pekerjaan 2010 2014 Perubahan %

Pertanian

6,031,398

5,190,613 840,785

-13.94 Pertambanga

n

88,982

124,306 35,324

39.70 Industri

Pengolahan 2,765,679

3,313,038 547,349

1.99 Listrik, Gas,

Air

20,487

39,144 18,657

91.07

Bangunan

768,236

1,310,327 542,091

70.56 Perdagangan

, Hotel, Restoran

3,472,748

3,722,886 250,138

7.20 Angkutan &

Telekomuni kasi

683,765

547,294 (136,471)

-19.96

Keuangan

152,041

357,966 205,925

135.44

Jasa-jasa

1,972,698

2,145,411 172,713

8.76

Total 15,956,034 16,750,975 794,941 4.98

Sumber : Badan Pusat Statistik, Profil Ketenagakerjaan Jawa Tengah

Pengangguran terbuka terjadi dikarenakan laju pertumbuhan ekonomi lebih lambat dibandingkan laju pertambahan penduduk, sehingga penawaran tenaga kerja tidak sesuai dengan kesempatan kerja. Kenaikan industry pengolahan dan penurunan pada sektor pertanian menunjukkan adanya perubahan structural ekonomi ditandai dengan perubahan sektor primer ke sektor sekunder.

Pembangunan ekonomi tidak terlepas dari anggaran daerah, semakin tinggi anggaran daerah yang dikeluarkan maka akan semakin tinggi pencapaian ekonomi pembangunan. Tentunya anggaran daerah yang besar harus di imbangi dengan penggunaan anggaran daerah secara efisien dan

(30)

10 efektif. Agar pembangunan ekonomi tepat sasaran dan dapat tercapai sasaran utaman dalam pembangunan ekonomi yaitu mengurangi angka pengangguran, kemiskinan, maupun ketimpangan pendapatan. Anggaran daerah dalam penelitian ini menggunakan belanja modal. Belanja modal merupakan belanja yang digunakan untuk penambahan asset tetap.

Grafik 1.4

Komposisi Belanja Pemerintah Indonesia tahun 2013

Sumber : Badan Pusat Statistik, Statistik Keuangan Indonesia, 2013

Dalam kasus ketimpangan pendapatan, peran pemerintah sangat penting khususnya dalam anggaran keuangan daerah. Dimana semakin besar anggaran daerah yang dikeluarkan maka pemerintah akan semakin mudah untuk membiayai dan memenuhi kebutuhan publik. Disini peran pemerintah dalam hal investasi swasta di daerah tertinggal sangat dibutuhkan. Pada daerah ini diharapkan pemerintah dapat meningkatkan daya tarik investor untuk membangun infrastruktur seperti jalan raya, tol, irigasi, dan listrik. Sehingga dengan adanya pembangunan tersebut dapat mempermudah kegiatan perekonomian dengan pendistribusian yang

(31)

11 lancar. Hal ini dapat menyebabkan daerah-daerah tertinggal dapat lebih maju lagi dan dapat bersaing dengan daerah lain yang sudah maju dan tentunya akan berdampak kepada penurunan ketimpangan.

Berdasarkan grafik diatas pemerintah masih banyak melakukan pengeluaran belanja pegawai dibandingkan belanja modal dengan rasio belanja modal terhadap belanja daerah sebesar 7,82 % sedangkan belanja pegawai sebesar 15,19 %. Tentunya hal ini harus di perbaiki mengingat belanja modal memberikan dampak langsung terhadap perekonomian, dengan pembangunan infrastruktur seperti listrik maupun jalan raya, tentunya hal ini menjadi pembuka jalan bagi daerah yang tertinggal untuk mengejar ketertinggalan dari daerah lainnya.

Grafik 1.5

Realisasi Belanja Modal

Provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2013

Sumber :DJPK (Kementerian Keuangan), Realisasi Anggaran (diolah)

Berdasarkan grafik 1.7 menjelaskan bahwa adanya peningkatan sebesar 58 persen belanja modal setiap tahunnya , pada tahun 2010 sebesar 419.476 miliar rupiah dan pada tahun 2013 sebesar 994.741 miliar rupiah.

- 200,000 400,000 600,000 800,000 1,000,000 1,200,000

2010 2011 2012 2013

Prov. Jawa Tengah

(32)

12 Peningkatan ini menjadi prospek yang bagus untuk pembangunan Jawa Tengah ke depannya. Diharapkan peningkatan belanja modal provinsi Jawa Tengah di iringi dengan proses pendistribusian merata disetiap daerah. Dimana belanja modal ini dapat diprioritaskan untuk daerah yang tertinggal dan pendistribusian dapat dilakukan secara efisien dan efektif sehingga pencapaian dalam memenuhi pelayanan publik untuk masyarakat dapat tercapai sesuai dengan sasaran.

B. Rumusan Masalah

Pembangunan merupakan proses yang mencakup aspek secara multidimensional yang diikuti dengan perubahan struktural untuk meningkatkan taraf hidup bangsa dan mencapai kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan berawal dari pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dan tingkat pemerataan pendapatan yang baik. Menurut Kuznets bahwa pada tahap-tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung menurun, dengan kata lain terjadinya ketimpangan yang tinggi. Dimana terjadi trade off antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka disribusi pendapatan semakin menurun..

Namun dalam jangka panjang kondisi tersebut akan membaik. Hipotesis ini dikenal dengan hipotesis “U-Terbalik” Kuznet.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah salah satunya karena perbedaan demografis khususnya tingkat

(33)

13 ketenagakerjaan yang dapat diukur melalui tingkat pengangguran terbuka.

Semakin tinggi tingkat pengangguran terbuka maka akan semakin tinggi tingkat ketimpangan terjadi, hal ini dikarenakan tidak adanya penghasilan yang dapat memenuhi biaya kehidupan dalam perekonomian.Dalam hal ini produktivitas tenaga kerja menjadi faktor penting untuk mengurangi ketimpangan, dimana daerah yang memiliki produktivitas yang tinggi akan mendorong investor untuk berinvestasi yang menyebabkan terbukanya lapangan pekerjaan dan dapat mengurang tingkat pengangguran terbuka.

Dalam kasus ketimpangan pendapatan, peran pemerintah sangat penting khususnya dalam anggaran keuangan daerah. Dimana semakin besar anggaran daerah yang dikeluarkan maka pemerintah akan semakin mudah untuk membiayai dan memenuhi kebutuhan publik. Disini peran pemerintah dalam hal investasi swasta di daerah tertinggal sangat dibutuhkan. Pada daerah ini diharapkan pemerintah dapat meningkatkan daya tarik investor untuk membangun infrastruktur seperti jalan raya, tol, irigasi, dan listrik. Sehingga dengan adanya pembangunan tersebut dapat mempermudah kegiatan perekonomian dengan pendistribusian yang lancar.

Ketimpangan pendapatan yang terjadi di Jawa Tengah dikarenakan terdapat daerah yang mendominasi cukup tinggi dari daerah lainnya yaitu daerah Cilacap, Semarang, dan Kudus. Dimana nilai Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku menunjukkan bahwa terjadinya ketimpangan pendapatan yang sangat signifikan antara ketiga daerah

(34)

14 tersebut dengan daerah lainnya. Pada tahun 2013 Kota Semarang menyumbang sebesar 12,89 % terhadap total Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Jawa Tengah dengan nilai sebesar 61, 093 triliun rupiah diikuti oleh kabupaten Cilacap sebesar 56,098 triliun rupiah dan posisi ketiga kabupaten Kudus sebesar 41,193 triliun rupiah. Angka ini sangat jauh dibandingkan dengan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku kota Magelang dengan nilai sebesar 2,911 triliun rupiah.

Adanya dominasi sektor sekunder seperti yang terdiri dari industri pengolahan, listrik dan air bersih serta sektor bangunan membuat kota Semarang menjadi pusat perekonomian provinsi Jawa Tengah. Selain itu kabupaten/kota dengan nilai PDRB yang menempati peringkat tertinggi tidak selalu memiliki PDRB per kapita yang tinggi, begitu pula sebaliknya.

Kota Magelang memiliki PDRB yang rendah sebesar 2,91 memiliki nilai PDRB per kapita yang tinggi yaitu sebesar 24,27 juta rupiah. Adapun daerah lainnya yang memiliki PDRB rendah dengan PDRB Per Kapita tertinggi adalah kota Pekalongan, kota Tegal, kota Salatiga, dan kabupaten Purworejo.

Kemudian kabupaten Tegal, walau bukan daerah dengan PDRB terkecil namun memiliki PDRB perkapita yang rendah yaitu sebesar 7,76 juta rupiah. Adapun daerah lainnya yang memiliki PDRB yang cukup besar namun memiliki PDRB per kapita yang cukup rendah yaitu kabupaten Pemalang, kabupaten Magelang, dan kabupaten Banyumas.

(35)

15 Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak dapat mencerminkan kesejahteraan masyarakat secara nyata dan tidak semua masyarakat provinsi Jawa Tengah dapat menikmati pertumbuhan ekonomi tersebut, artinya di Provinsi Jawa Tengah masih menunjukkan ketimpangan pendapatan yang cukup tinggi. Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Sejauh mana pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-2013?

2. Sejauh mana pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-2013?

3. Sejauh mana pengaruh Belanja Modal terhadap Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2007- 2013?

4. Sejauh mana pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja Modal terhadap Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2007- 2013?

(36)

16 C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-2013.

2. Mengetahui pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-2013.

3. Mengetahui pengaruh Belanja Modal terhadap Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2007- 2013.

4. Mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja Modal terhadap Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2007- 2013.

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan informasi dan kontribusi bagi para kalangan investor, praktisi, akademisi, institusi, dan masyarakat pada umumnya yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, pengangguran, partisipasi angkatan kerja dan belanja modal terhadap ketimpangan pendapatan antar Kabupaten/Kota provinsi Jawa Tengah.

(37)

17 2. Praktis

Penelitian ini diharapkan sebagai kontribusi sederhana terhadap pemerintah dan kalangan ekonom di Indonesia mengenai besarnya pengaruh pertumbuhan ekonomi, pengangguran, partisipasi angkatan kerja, dan belanja modal terhadap ketimpangan pendapatan antar Kabupaten/Kota provinsi Jawa Tengah.

3. Kebijakan

Menjadi bahan pertimbangan serta masukan bagi pemerintah daerah atau dinas-dinas yang terkait dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang terkait dengan ketimpangan pendapatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(38)

18 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan sebagai suatu proses multidimensional meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap, mental yang sudah terbiasa dan kelembagaan, termasuk pula percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2011:18).

Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara – negara berkembang. Sebagian ahli ekonomi mengartikan istilah ini sebagai berikut : economic development is growth plus change, yaitu pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan – perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. Dengan kata lain, dalam mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha merombak sektor pertanian yang tradisional, masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah pemerataan pendapatan (Sadono Sukirno, 2011 : 423).

Suatu proses pembangunan tidak terlepas dari tujuan yang ingin dicapai. Menurut Todaro (2011:27) proses pembangunan memiliki tiga tujuan inti yaitu:

(39)

19 1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang

kebutuhan hidup yang pokok;

2. Peningkatan standar hidup; dan

3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial.

Menurut Case dan Fair (2007:434-436) terdapat tiga sumber pembangunan ekonomi yaitu pembentukan modal, kemampuan kewirausahaan dan sumber daya manusia serta modal biaya hidup sosial.

Menurut Myrdal (dalam Jhingan , 2014 : 211), penyebab terjadinya ketimpangan antara pembangunan di negara miskin dan negara maju dimana jika dilakukan pembangunan ekonomi disuatu negara akan muncul dua faktor yaitu memperburuk keadaan ekonomi bagi daerah miskin atau negara miskin yang disebut dengan backwash effect dan yang dapat mendorong daerah miskin atau negara miskin menjadi lebih maju yang disebut dengan spread effects. Berikut merupakan faktor-faktor backwash effect :

1. Terjadinya penarikan tenaga kerja, terutama yang memiliki keahlian dan produktif dari daerah yang tidak maju ke daerah yang sangat maju.

2. Penarikan atau pemusatan atau faktor produksi modal dari daerah yang tidak maju ke daerah yang sangat maju.

3. Terjadinya pemusatan pola perdagangan yang lebih lengkap di daerah yang lebih maju dibandingkan daerah yang tidak maju.

(40)

20 4. Keadaan sarana dan prasarana transportasi lebih lengkap dan lebih

cepat di daerah yang sangat maju dibandingan daerah tidak maju.

Faktor-faktor spread effect terdiri atas adanya :

1. Permintaan barang-barang pertanian dari daerah maju ke daerah tidak maju

2. Permintaan hasil industry rumah tangga dan barang konsumsi dari daerah maju ke daerah tidak maju.

Menurut (Kuncoro, 2004:62-63) definisi pembangunan ekonomi yang lebih menekankan pada peningkatan income per kapita (pendapatan per kapita). Definsi ini menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat melebihi tingkat pertambahan penduduk. Selain itu, beberapa ekonomi modern mulai mengedepankan dethroment of GNP(penurunan tahta pertumbuhan ekonomi),pengentasan kemiskinan, pengurangan ketimpangan distribusi pendapatan, dan penurunan tingkat pengangguran yang ada.

Dengan kata lain, pembangunan ekonomi tidak lagi memuja GNP sebagai sasaran pembangunan, namun lebih memusatkan pada kualitas dari proses pembangunan. Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan (Sukirno, 2006:10).

(41)

21 B. Ketimpangan Pendapatan

Ketimpangan pendapatan merupakan distribusi yang tidak proporsional dari pendapatan nasional total di antara berbagai rumah tangga dalam suatu negara (Todaro, 2011:254).

Teori disparitas pendapatan wilayah dikemukakan oleh Jeffrey G.

Williamson yang meneliti hubungan antara disparitas regional dan tingkat pembangunan ekonomi dengan menggunakan data ekonomi negara yang sudah maju dan yang sedang berkembang. Ditemukan bahwa selama tahap awal pembangunan, disparitas, regional menjadi lebih besar dan pembangunan ekonomi terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. Pada tahap yang lebih “matang”, dilihat dari pertumbuhan ekonomi, tampak adanya keseimbangan antardaerah dan disparitas berkurang dengan signifikan (Kuncoro, 2004:133).

Williamson mengemukakan empat faktor yang mendasari disparitas pendapatan antar wilayah, yaitu (a) sumber daya alam yang di miliki, (b) perpindahan tenaga kerja, (c) perpindahan modal, dan (d) kebijakan pemerintah. Kesenjangan pertumbuhan dan disparitas pendapatan antar wilayah merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari, karena potensi, kondisi, dan karakteristik wilayah itu bervariasi atau berbeda-beda satu sama lain (Adisasmita,2013:76).

Dalam mengukur distribusi pendapatan di setiap wilayah, kita dapat menggunakan alat ukur :

1. Indeks williamson

(42)

22 Indeks Williamson adalah suatu indeks yang didasarkan pada ukuran penyimpangan pendapatan per kapita penduduk tiap wilayah dan pendapatan per kapita nasional. Jadi, Indeks Williamson ini merupakan suatu modifikasi dari standard deviasi. Dengan demikian, makin tinggi Indeks Williamson berarti kesenjangan wilayah semakin besar, dan sebaliknya. Selanjutnya Williamson menganalisis hubungan antara kesenjangan wilayah dengan tingkat perkembangan ekonomi.

Rumus Indeks Williamson

Keterangan :

CVw = Indeks Williamson

Yi = PDRB per kapita (dalam kabupaten/kota)

= PDRB per kapita (propinsi)

fi = Jumlah penduduk (dalam kabupaten/kota) n = Jumlah penduduk (propinsi)

Nilai Indeks Williamson berkisar antara 0 – 1 (positif). Semakin besar nilai indeksnya, maka semakin besar juga tingkat kesenjangan pendapatan antar wilayah. Sebaliknya, semakin kecil nilai indeksnya, maka semakin kecil pula tingkat kesenjangan yang terjadi di wilayah tersebut. Ketidakmerataan tinggi terjadi pada nilai indeks diatas 0,50.

Sedangkan ketidakmerataan dikatakan rendah apabila nilai indeksnya dibawah 0,50 (Syafrizal, 2008:108).

(43)

23 2. Koefisien Gini

Koefisien gini merupakan ukuran kuantitatif agregat ketimpangan pendapatan yang berkisar dari 0 (kemerataan kesempurnaan) sampai dengan 1 (ketimpangan sempurna). Koefisien gini di ukur secara grafis dengan membagi bidang yang terletak diantara garis pemerataan sempurna dan kurva Lorenz dengan bidang yang terletak dibagian kanan garis pemerataan dalam diagram Lorenz seperti pada gambar 2.1.

Semakin tinggi nilai koefisien, semakin tinggi pula tingkat ketimpangan distribusi pendapatan. Sebaliknya semakin rendah nilai koefisien, semakin merata pula distribusi pendapatan (Todaro, 2011: 257).

Gambar 2.1

Memperkirakan Koefisien Gini

Sumber : Todaro, 2007

Rumus statistik menghitung Koefisien Gini Rasio:

GR = 1 –∑ ( * + * − 1 )

(44)

24 Keterangan :

GR : koefisien gini rasio

i : jumlah kelas/golongan/ kelompok pendapatan

Y*i : jumlah relative kumulatif pendapatan pada kelas/ golongan ke i

Y*i-1 : Y*i kelas/ golongan sebelum ke-i

Fi : jumlah frekuensi relative pendapatan yang digolongkan

Indeks Gini memiliki beberapa kelebihan untuk dijadikan acuan mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan, kelebihan tersebut antara lain (Bappeda Kota Semarang, 2012: 7-8):

1. Tidak tergantung pada nilai rata-rata (mean independence). Ini berarti bahwa jika semua pendapatan bertambah dua kali lipat, ukuran ketimpangan tidak akan berubah.

2. Tidak tergantung pada jumlah penduduk (population size independence). Jika penduduk berubah, ukuran ketimpangan seharusnya tidak berubah, jika kondisi lain tetap (ceteris paribus).

3. Simetris. Jika antar penduduk bertukar tempat tingkat pendapatannya, seharusnya tidak akan ada perubahan dalam ukuran ketimpangan.

4. Sensitivitas Transfer Pigou-Dalton. Dalam kriteria ini, transfer pandapatan dari si kaya ke si miskin akan menurunkan ketimpangan.

(45)

25 Menurut Todaro (2011:253-259) membedakan dua ukuran utama dari distribusi pendapatan baik untuk tujuan analisis maupun kuantitatif, yaitu:

1. Distribusi pendapatan perorangan (personal distribution of income).

Distribusi pendapatan perorangan memberikan gambaran tentang distribusi pendapatan yang diterima oleh individu atau perorangan termasuk pula rumah tangga. Dalam konsep ini, yang diperhatikan adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima oleh seseorang tidak dipersoalkan cara yang dilakukan oleh individu atau rumah tangga yang mencari penghasilan tersebut berasal dari bekerja atau sumber lainnya seperti bunga, hadiah, keuntungan maupun warisan. Demikian pula tempat dan sektor sumber pendapatan pun turut diabaikan.

2. Distribusi pendapatan fungsional

Distribusi pendapatan fungsional mencoba menerangkan bagian dari pendapatan yang diterima oleh tiap faktor produksi.

Faktor produksi tersebut terdiri dari tanah atau sumber daya alam, tenaga kerja, dan modal. Pendapatan didistribusikan sesuai dengan fungsinya seperti buruh menerima upah, pemilik tanah memerima sewa dan pemilik modal memerima bunga serta laba. Jadi setiap faktor produksi memperoleh imbalan sesuai dengan kontribusinya pada produksi nasional.

(46)

26 C. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai: perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang di produksikan dalam masyarakat bertambah. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah jumlah barang modal. Teknologi yang digunakan berkembang. Disamping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk, pengalaman kerja, dan pendidikan menambah keterampilan mereka (Sadono Sukirno, 2011: 9-10).

Pertumbuhan ekonomi menurut Kuznets (dalam Jhingan, 2014:57) adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Definisi ini mempunyai tiga komponen utama yaitu :

1. Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya persediaan barang secara terus-menerus.

2. Teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat.

3. Pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan berbagai macam barang kepada penduduk.

(47)

27 4. Penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideology sehingga inovasi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara tepat.

Menurut Sadono Sukirno (2007:429-432) terdapat beberapa faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi diantaranya:

1. Tanah dan kekayaan alam lainnya, kekayaan alam akan dapat mempermudah usaha untuk mengembangkan perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi.

2. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja, penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan negara itu menambah produksi diikuti dengan pendidikan, latihan, pengalaman kerja, dan keterampilan penduduk yang semakin tinggi.

3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi, barang modal penting artinya dalam mempertinggi keefisienan pertumbuhan ekonomi, namun tanpa adanya perkembangan teknologi produktifitas barang modal tidak akan mengalami perubahan dan tetap berada pada tingkat yang sangat rendah.

4. Sistem sosial dan sikap masyarakat, adat istiadat yang tradisional dapat menghambat masyarakat untuk menggunakan cara memproduksi yang modern dan produktivitas yang tinggi.

(48)

28 Menurut pandangan ekonom klasik, Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan John Straurt Mill, maupun ekonom neo klasik seperti Robert Solow dan Trevor Swan, mengemukakan bahwa pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu (1) jumlah penduduk, (2) jumlah stok barang modal, (3) luas tanah dan kekayaan alam, dan (4) tingkat teknologi yang digunakan (Kuncoro, 2004:129).

Menurut Boediono (dalam Kuncoro, 2004:129) mengartikan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi secara nasional dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan untuk tingkat provinsi atau daerah maka indikator yang digunakan adalah Produk Domesti Regional Bruto (PDRB).

PDB atau PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.Case dan Fair (2007:21) mengartikan GDP sebagai nilai pasar dan jasa akhir yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi yang berlokasi dalam suatu Negara. Faktor- faktor produksi tersebut adalah tanah, tenaga kerja, dan modal.

(49)

29 D. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

PDRB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang di hitung menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas harga konstan menunujukan nilai tambah barang dan jasa yang di hitung menggunakan harga pada tahun tertentu.

PDRB atas harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (BPS, publikasi tinjauan PDRB, 2013:4). Menurut Sadono Sukirno (2007 : 37-45) untuk menghitung angka PDRB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu:

1. PDRB Pendekatan Produksi

PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi yang berada di suatu wilayah /provinsi dalam periode tertentu (biasanya satu tahun).

Unit-unit tersebut dikelompokan menjadi 9 lapangan usaha yaitu:

a. Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan, b. Pertambangan dan penggalian

c. Industry pengelolaan

(50)

30 d. Listrik, gas, dan Air bersih

e. Konstruksi

f. Perdagangan, hotel,dan restoran g. Pengangkutan dan komunikasi

h. Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, i. Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.

2. PDRB Pendekatan Pendapatan

PDRB menurut pendapatan merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam prose produksi di suatu region dalam jangka waktu tertentu yaitu satu tahun.

Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung dan lainnya.

Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tak langsung neto sedangkan jumlah semua komponen pendapatan ini pers sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Oleh karena itu, PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).

3. PDRB Pendekatan Pengeluaran

Salah satu cara/pendekatan untuk mengetahui nilai PDRB dengan melihat sisi pengeluaran. Pos pendapatan nasional membagi GDP menjadi 4 kelompok pengeluaran yaitu : Konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah , ekspor bersih (NX).

(51)

31 E. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Ketimpangan Pendapatan

Pertumbuhan ekonomi bersumber dari tersedianya modal. Modal disediakan oleh penduduk berpendapatan tinggi (kapitalis). Kapitalis menanamkan modalnya di sektor industri, karena sektor industry memiliki produktivitas yang tinggi. Tingkat produktivitas yang tinggi merupakan pertimbangan yang penting bagi pemilik modal dalam menanamkan modalnya, agar diperoleh keuntungan yang tinggi.

Maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan harus memiliki produktivitas yang tinggi, produktivitas yang tinggi dapat diwujudkan karena modal yang besar , modal yang besar diakumulasikan oleh investasi , investasi yang besar disediakan oleh penduduk yang berpendapatan tinggi. Distribusi pendapatan dapat dikatakan sebagai kekuatan dan pertumbuhan ekonomi sebagai produk atau hasilnya (Kuncoro, 2004:76).

Menurut Simon Kuznets (Todaro, 2007:277-278) mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap selanjutnya, distribusi pendapatannya akan membaik. Observasi inilah yang kemudian dikenal sebagai kurva Kuznets “U-terbalik”, karena perubahan longitudinal (time- series) dalam distribusi pendapatan. Kurva Kuznets dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern. Koefisien Gini tampak seperti kurva berbentuk “U Terbalik”, seiring dengan naiknya PDRB, seperti terlihat pada gambar 2.2.

(52)

32 Gambar 2.2

Kurva Kuznets “U-Terbalik”

Sumber : Todaro, 2007

Nicholas Kaldor (1960) (dalam Jhingan, 2014:246), menyatakan bahwa semakin tidak merata pola distribusi pendapatan antara masyarakat miskin dengan masyarakat kaya atau masyrakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan, semakin tinggi pula laju pertumbuhan . Hal ini d isebabkan karena t ingkat tabungan mas yarakat kaya le bih besar dari tingkat t abungan mas yrakat dapat meningkatkan aggregate saving rate yang diikuti oleh peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. . Dengan demikian, model Kuznets dan Kaldor menunjukkan adanya trade off atau pilihan antara pertumbuhan PDRB yang lambat tetapi dengan distribusi pendapatan yang lebih merata atau pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tinggi dengan distribusi pendapatan yang tidak merata.

(53)

33 F. Penggangguran

Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka merupakan jumlah orang yang menanggur sebagai persentase angkatan kerja (Todaro, 2007:220).

Sedangkan menurut BPS (publikasi profil ketenagakerjaan, 2013 : 5- 6) pengangguran meliputi penduduk yang sedang mencari pekerjaan, atau mempersiapkan suatu usaha, atau merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, atau sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

Tingkat pengangguran terbuka adalah ukuran yang menunjukkan besarnya penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok penangguran. Di hitung dari perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja, dan dinyatakan dalam persen.

Case dan Fair (2007:54-55) membagi pengangguran menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Pengangguran Friksional

Pengangguran ini merupakan pengangguran yang terjadi karena mekanisme normal pasar tenaga kerja. Tingkat pengangguran ini tidak pernah sama dengan nol, dan mungkin berubah dari waktu ke waktu.

Pengangguran ini menunjukkan masalah penyesuaian kerja atau keahlian jangka pendek.

(54)

34 2. Pengangguran Struktrural

Pengangguran struktural terjadi karena perubahan struktur perekonomian yang disebabkan oleh hilangnya pekerjaan secara signifikan dalam industri tertentu.

3. Pengangguran Siklis

Pengangguran siklis terjadi selama adanya resesi dan depresi. Hal ini dikarenakan perusahaan berproduksi lebih sedikit.

Menurut (Sukirno, 2011:328) pengangguran biasanya dibedakan atas 4 jenis berdasarkan , antara lain:

1. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seseorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan mencari kerja yang lebih baik atau sesuai dengan keinginannya.

2. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh adanya perubahan struktur dalam perekonomian ditandai dengan adanya kemerosotan industry.

3. Pengangguran siklikal, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh kelebihan pengangguran alamiah dan berlaku sebagai akibat pengurangan dalam permintaan agregat.

4. Pengangguran teknologi, yaitu pengangguran yang disebabkan karena adanya pergantian tenaga manusia oleh mesin-mesin dan bahan kimia.

Menurut (Sukirno, 2011:328) pengangguran biasanya dibedakan atas 4 jenis berdasarkan cirinya, antara lain:

(55)

35 1. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment).

Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang betul-betul tidak mempunyai pekerjaan. Pengangguran ini terjadi ada yang karena belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal dan ada juga yang karena malas mencari pekerjaan atau malas bekerja.

2. Pengangguran Terselubung (Disguessed Unemployment).

Pengangguran terselubung yaitu pengangguran yang terjadi karena terlalu banyaknya tenaga kerja untuk satu unit pekerjaan padahal dengan mengurangi tenaga kerja tersebut sampai jumlah tertentu tetap tidak mengurangi jumlah produksi. Pengangguran terselubung bisa juga terjadi karena seseorang yang bekerja tidak sesuai dengan bakat dan kemampuannya, akhirnya bekerja tidak optimal.

3. Setengah Menganggur (Under Unemployment)

Setengah menganggur ialah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada pekerjaan untuk sementara waktu. Ada yang mengatakan bahwa tenaga kerja setengah menganggur ini adalah tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu atau kurang dari 7 jam sehari. Misalnya seorang buruh bangunan yang telahmenyelesaikan pekerjaan di suatu proyek, untuk sementara menganggur sambil menunggu proyek berikutnya.

4. Pengangguran Musiman (Seasonal)

(56)

36 Pengangguran ini terdapat di sektor pertanian dan perikanan, pada musim hujan penyadap karet dan nelayan tidak dapat melakukan pekerjaan mereka dan terpaksa mengganggur.

G. Hubungan Pengangguran Terbuka terhadap Ketimpangan Pendapatan

Menurut Sjafrizal (Syafrizal, 2008:117) faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah salah satunya adalah karena perbedaan kondisi demografis. Demografis disini meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, dan perbedaan kondisi ketenagakerjaan termasuk didalamnya adalah tingkat pengangguran.

Daerah dengan kondisi demografisnya baik akan mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga akan mendorong peningkatan investasi ke daerah yang bersangkutan.

Kondisi demografis ini akan dapat mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah karena hal ini akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan.

(57)

37 Tingkat pengangguran yang tinggi mengindikasikan tingkat kesejahteraan masyarakatnya masih rendah, demikian pula sebaliknya.

Indikator ini sangat penting bagi Indonesia sebagai negara dengan penduduk dengan jumlah yang besar sehingga penyediaan lapangan kerja yang lebih banyak merupakan sasaran utama pembangunan daerah yang bersifat strategis

H. BELANJA MODAL

Belanja modal merupakan salah satu komponen belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kebutuhan investasi. Belanja modal yaitu pengeluaran yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan dapat menambah aset pemerintah yang selanjutnya meningkatkan biaya pemeliharaan (Mardiasmo, 2009:67).

Menurut Halim (2004:73), “Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum”.

Berdasarkan Permendagri No 13 Tahun 2006 yang diubah menjadi Permendagri No 59 Tahun 2007 pasal 53 ayat (1), Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dan 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan. (2) Nilai aset tetap berwujud yang dianggarkan

Gambar

Tabel  1.3  menunjukkan  bahwa  sektor  industry  pengolahan  menjadi  sektor  utama  yang  menyerap  tenaga  kerja  di  Provinsi  Jawa  Tengah,  dimana pada tahun 2010 sebesar 2.675.679 dan  mengalami kenaikan pada  tahun  2014  sebesar  3.313.028  jiwa
Gambar 2.3  Kerangka Pemikiran
Tabel 3.1  Uji Durbin-Watson  Ada  autokorel asi  positif  Tidak dapat  diputus kan  Tidak ada  autokorelasi  Tidak dapat  diputuskan  Ada  autokorelasi negative
Tabel 4.1  Hasil Uji Chow
+4

Referensi

Dokumen terkait

Ruang lingkup kajian perkembangan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A Dharma Tirta) Privinsi Jawa Tengah akhir tahun 2000 difokuskan pada partisipasi petani dalam melaksanakan

Teripang ditemukan hampir di seluruh perairan pantai mulai dari daerah pasang surut yang dangkal sampai perairan yang dalam, Habitat spesies teripang yaitu paparan terumbu

Untuk mencapai tujuan di atas, proses perancangan Rumah Sakit ini dilaksanakan dengan suatu konteks tem atik Healing Environment dimana dalam perancangan ini,

Hasil survey lapangan yang berupa data titik-titik posisi koordinat digunakan untuk menggambar area objek dalam bentuk shapefile pada aplikasi ArcMap dan kemudian

Argumen-argumen diatas dengan jelas memberikan petunjuk bahwa globalisasi dan liberalisasi ekonomi dibawah paying globalisme dan neoliberalisme merupakan suatu yang

A long time ago in Prambanan palace, lived a king named Baka with his beautiful daughter called Roro Jonggranga. Many rulers wanted to marry Roro, so they competed

Oleh karena itu pada tugas akhir ini akan dilakukan analisa rem tromol dan rem cakram pada sistem pengereman sepeda motor Honda Supra x 100cc yang bertujuan untuk mengetahui

OPPRESSION AGAINST WOMEN IN MICHAEL APTED’S ENOUGH MOVIE (2002): A FEMINIST CRITICISM. MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF